• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN SUPERKONDUKTOR Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2-xMxCu3Oy(M= Na, Mg dan Ce) FASE 2223 DENGAN METODE SOL-GEL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN SUPERKONDUKTOR Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2-xMxCu3Oy(M= Na, Mg dan Ce) FASE 2223 DENGAN METODE SOL-GEL."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN

SUPERKONDUKTOR Bi

1.6

Pb

0.4

Sr

2

Ca

2-x

M

x

Cu

3

O

y

(M= Na, Mg dan Ce) FASE 2223 DENGAN METODE SOL-GEL

Tesis

MUHAMMAD ZAINI AFDLAN 177026007

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN

SUPERKONDUKTOR Bi

1.6

Pb

0.4

Sr

2

Ca

2-x

M

x

Cu

3

O

y

(M= Na, Mg dan Ce) FASE 2223 DENGAN METODE SOL-GEL

Tesis

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Magister Sains

MUHAMMAD ZAINI AFDLAN 177026007

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN

SUPERKONDUKTOR Bi

1.6

Pb

0.4

Sr

2

Ca

2-x

M

x

Cu

3

O

y

(M= Na, Mg dan Ce) FASE 2223 DENGAN METODE SOL-GEL

TESIS

Saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2019

Muhammad Zaini Afdlan NIM 177026007

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Zaini Afdlan

NIM : 177026007

Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan informasi kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul “Pembuatan Dan Karakterisasi Bahan Superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2-XMxCu3Oy(M= Na, Mg dan Ce) Fase 2223 Dengan Metode Sol-Gel”.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Agustus 2019

Muhammad Zaini Afdlan NIM 177026007

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Muhammad Zaini Afdlan, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 19 Maret 1993

Alamat Rumah : Jl Nusa Indah Gg Indah No 7ª Asamkumbang

No. HP : 085270885719

Email : zainiafdlan65@gmail.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 065011 Medan Tamat 2004

SMP : Pon-Pes An-Nadwa Islamic Centre Binjai Tamat 2007

SMA : MA Negeri 2 Model Medan Tamat 2010

Strata-1 : Fisika Universitas Riau Tamat 2015

Strata-2 : Magister Fisika Universitas Sumatera Utara Tamat 2019

(6)
(7)

Telah diuji dan dinyatakan lulus pada Tanggal : 13 Agustus 2019

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc Anggota : 1. Dr. Nono Darsono, M.Sc. Eng

2. Dr. Kurnia Sembiring, MS 3. Dr. M. Fauzi, M.Si

4. Prof. Dr. Kerista Sebayang, MS

(8)

INTISARI

Bahan superkonduktor BPSCCO non-dopan dan dopan Mx (M = Mg, Na, dan Ce dengan x = 5% dan 15%) dengan metode sol-gel berhasil dibuat. Namun setelah melalui uji Cryogenic Magnetic yang menghasilkan bahan superkonduktor dengan Tc- zero hanya BPSCCO non-dopan dan dopan Mg dan Ce. Dimana BPSCCO dengan dopan Mg 15% memiliki harga Tc-zero tertinggi yaitu pada suhu 77 K dengan fraksi volume 77.27% melalui uji XRD, sedangkan bahan superkonduktor yang memiliki harga Tc-zero

terendah yaitu bahan superkonduktor dengan dopan Ce 15% pada suhu 72 K dan memiliki fraksi volume 52.62%. Bahan superkonduktor BPSCCO dengan dopan Na tidak berhasil mencapai Tc-zero (Nol resistansi), hanya mampu mencapai resistansi 3.77 x 10-2 Ohm pada suhu 69K

Keywords: Bahan Superkonduktor, BSCCO, Cryogenic Magnetic, Tc zero Tc onset

(9)

ABSTRACT

The BPSCCO non-dopant and dopant Mx superconducting materials (M = Mg, Na, and Ce with x = 5% and 15%) with the sol-gel method were successfully made. But after going through the Cryogenic Magnetic test which produces superconducting material with Tc-zero only BPSCCO is non-dopant and dopant Mg and Ce. Where BPSCCO with 15% Mg dopant has the highest Tc-zero price that is at 77 K with a volume fraction of 77.27% through XRD test, while superconducting material has the lowest Tc- zero price that is superconductor material with Ce 15% dopant at 72 K and has a volume fraction of 52.62%. BPSCCO superconductor material with dopant Na failed to achieve Tc-zero (Zero resistance), only able to achieve resistance 3.77 x 10-2 Ohm at 69K

Keywords: Superconductor material, BSCCO, Cryogenic, Tc zero Tc onset

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga riset ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa shalawat beriring salam penulis hantarkan kejunjungan Rasulullah, Muhammad SAW, yang menuntun manusia menuju jalan penuh cahaya ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Tesis ini diajukan sebagai tugas akhir pascasarjana, Program Studi Magister Fisika Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara dengan judul.

Pembuatan Dan Karakterisasi Bahan Superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2-XMxCu3oy(M= Na, Mg dan Ce) Fase 2223 Dengan Metode Sol-Gel”.

Selama pembuatan thesis ini penulis menerima banyak sekali masukan dan semangat serta dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan thesis ini. Maka dengan kerendahan hati izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. Mhum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara-Medan.

2. Prof. Dr. Kerista Sebayang, MS, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara-Medan.

3. Dr. Kurnia Sembiring, MS., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fisika Universitas Sumatera Utara-Medan sekaligus pembanding I yang banyak memberikan masukan dalam menyelesaikan tesis.

4. Dr. Kerista Tarigan, M.Eng, Sc., selaku Sekretaris Program Studi Pascasarjana Fisika Universitas Sumatera Utara-Medan Sekaligus

5. Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc, selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan selama melakukan penelitian dan menyelesaikan tesis.

6. Dr. Nono Darsono, M.Sc, Eng selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan selama melakukan penelitian dan menyelesaikan tesis.

7. Dr. Agung Imaduddin dan Sigit Dwi Yudanto, M.Si yang telah banyak memberikan saran dan masukan selama melakukan penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI (P2MM LIPI)

8. Ayahanda Zainal Arifin dan Ibunda Ningsah yang selalu mendoakan dan memberi dukungan moril dan materil.

9. Saudara, teman, dan kerabat yang telah ikut memberikan doa dan dukungannya.

(11)

Dalam penulisan tesis ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, saran dan masukan pembaca demi kesempurnaan tesis ini sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Medan, Agustus 2019

Muhammad Zaini Afdlan NIM 177026007

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

ABSTRACT iii

ABSTRAK iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Superkonduktor 5

2.2. Resistivitas Listrik 7

2.3. Arus Listrik 9

2.4. Efek Meissner 9

2.5. Superkonduktor Berbasis Bi-Sr-Ca-Cu-O 12

2.5.1. Struktur Kristal 12

2.5.2. Diagram Fasa 15

2.6. Dopan Na pada Superkonduktor Berbasis Bismuth 16 2.7. Dopan Mg pada Superkonduktor Berbasis Bismuth 17 2.8. Dopan Ce pada Superkonduktor Berbasis Bismuth 18

2.9. Metode Sol- Gel 18

2.10. Difraksi Sinar X (XRD) 19

2.11. Scanning Electron Microscopy (SEM) 20

2.12. Cryogenic 21

(13)

BAB 3 METODE PENELITIAN 23

3.1. Lokasi Penelitian 23

3.2. Peralatan dan Bahan 23

3.2.1 Alat Penelitian 24

3.2.2 Bahan Penelitian 24

3.3. Prosedur Penelitian 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1. Uji XRD Bahan BPSCCO Dopan M dan Nondopan 27

4.1.1. Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ 28 4.1.2. Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.95Mg0.05Cu3O10+δ 30 4.1.3. Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.85Mg0.15Cu3O10+δ 32 4.1.4. Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.95Na0.05Cu3O10+δ 34 4.1.5. Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.85Na0.15Cu3O10+δ 36 4.1.6. Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.95Ce0.05Cu3O10+δ 38 4.1.7. Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.85Ce0.15Cu3O10+δ 40 4.2. Uji Resistivitas Bahan Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2-xMxCu3O10+δ

Menggunakan Cryogenic Magnet 43

4.3. Pengamatan Morfologi Bahan BPSCCO Melalui Uji

SEM-EDX 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 54

5.1. Kesimpulan 54

5.2. Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengaruh Temperatur terhadap Resistansi terhadap Logam

dan Superkonduktor 8

Gambar 2.2 Kurva Induksi Normal. 11

Gambar 2.3 Kurva Histerisis Magnet 12

Gambar 2.4 Struktur Kristal Sistem BSCCO 14

Gambar 2.5 Diagram Suhu Versus Konsentrasi 16

Gambar 2.6 Prinsip Four Point Probe 21

Gambar 2.7 Pengukuran Resistivitas menggunakan Prinsip

Four Point Probe 22

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 26

Gambar 4.1 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+x .29 Gambar 4.2 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ

dengan dopan Mg 5% 31

Gambar 4.3 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ

dengan dopan Mg 15% 33

Gambar 4.4 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ

dengan dopan Na 5% 35

Gambar 4.5 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ

dengan dopan Na 15% 37

Gambar 4.6 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ

dengan dopan Ce 5% 39

Gambar 4.7 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ

dengan dopan Ce 15% 41

Gambar 4.8 Hubungan Resistansi terhadap Temperatur Superkonduktor 44

Gambar 4.9 Morfologi Superkonduktor 46

(15)

Gambar 4.10 Mapping BPSCCO 48 Gambar 4.11 Mapping BPSCCO dengan dopan Mg 5% 49 Gambar 4.12 Mapping BPSCCO dengan dopan Mg 15% 50 Gambar 4.13 Mapping BPSCCO dengan dopan Na 5% 51 Gambar 4.14 Mapping BPSCCO dengan dopan Na 15% 52 Gambar 4.14 Mapping BPSCCO dengan dopan Ce 5% 53 Gambar 4.15 Mapping BPSCCO dengan dopan Ce 15% 54

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipe Kisi Dalam Tiga Dimensi 20

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 23

Tabel 3.2 Alat Penelitian 24

Tabel 3.3 Bahan Penelitian 24

Tabel 3.4 Massa masing-masing Perkursor 26

Tabel 4.1 Fraksi Volume Sampel BPSCCO 30

Tabel 4.2 Fraksi Volume Sampel BPSCCO dopan Mg 5% 32 Tabel 4.3 Fraksi Volume Sampel BPSCCO dopan Mg 15% 34 Tabel 4.4 Fraksi Volume Sampel BPSCCO dopan Na 5% 36 Tabel 4.5 Fraksi Volume Sampel BPSCCO dopan Na 15% 38 Tabel 4.6 Fraksi Volume Sampel BPSCCO dopan Ce 5% 40 Tabel 4.7 Fraksi Volume Sampel BPSCCO dopan Ce 15% 42 Tabel 4.8 Perbandingan ukuran kristal sampel BPSCCO tanpa dan dengan

dopan Mg, Na, dan Ce 43

Tabel 4.9 Hasil pengujian suhu kritis (Tc) menggunakan cryogenic magnet 45

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan superkonduktor telah ditemukan sejak tahun 1986 oleh Bednorz dan Müller dengan penemuannya yaitu bahan superkonduktor keramik. Maeda menemukan superkonduktor sistem bahan dasar Bi-Sr-Ca-Cu-O (Maeda et al. 1998) fasa 2223 dengan suhu transisi kritis (Tc) superkonduktivitas sekitar 110 K. Pendopingan Pb pada Bi dalam superkonduktor BSCCO fasa 2223 berguna meningkatkan konsentrasi dan stabilitas superkonduktor (A. Biju et al., 2007). Maka dari itu superkonduktor [(Bi,Pb)2Sr2Ca2Cu3Ow, (2223)] sangat menarik untuk diteliti.

Permasalahan yang ditemukan dalam superkonduktor berbasis bismuth ini adalah upaya peningkatan suhu kritis dan memperkecil tingkat kerapuhan materialnya.

Karena itu, diupayakan cara untuk meningkatkan suhu kritis melalui berbagai variasi suhu pada saat pembentukan superkonduktor dan variasi proses pendinginan material superkonduktor ketika berada di dalam tungku pemanas (Abbas et al, 2012). Efek penambahan MgO dapat meningkatkan proporsi fase Bi-2223 dan meningkatkan flux pinning (Lu et al, 2016) dopingan ini juga dapat meningkatkan suhu kritis dan memperbaiki kerapuhan superkonduktor (Hermiz et al, 2014). Material tanah jarang memberi efek yang signifikan terhadap struktur, mekanik, transport dan sifat superkonduktor (Sedky 2009). Tc zero mengalami penurunan dengan penambahan material tanah jarang (Ozturk et al., 2007).

(18)

Superkonduktor berbasis bismuth ini dianggap bahan yang paling menjanjikan untuk diaplikasikan pada teknologi instrumentasi medis dan energi. Bahan-bahan pembentuk superkonduktor ini tidak beracun seperti bahan superkonduktor suhu tinggi yang lain. Karakteristik bahan superkonduktor yang akan diteliti ini dapat memberi kontribusi pada materi kuliah superkonduktor dan fisika material disamping aplikasi fisika zat padat.

Berbagai upaya eksprimental dan teoritis telah dilakukan untuk meningkatkan superkonduktor BPSCCO fasa 2223. Metode padatan merupakan salah satu teknik yang banyak dipakai untuk menghasilkan superkonduktor keramik, dimana bahan awal dicampur, dihomogenkan, dan dipanaskan pada suhu tertentu (T.S. Chin et al., 1988).

Namun, metode tersebut memiliki banyak kelemahan seperti besarnya ukuran partikel dan perlakuan panas yang panjang. Hal tersebut memerlukan waktu yang panjang dan menyebabkan sampel terkontaminasi (L. Ciontea et al., 1996). Masalah tersebut dapat diatasi dengan metode sol gel (Y.W. Hsueh, 2001), dimana superkonduktor yang dihasilkan memiliki ukuran butir yang lebih kecil, homogenitas yang lebih baik, dan kemurnian yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan campuran awal kation pada skala atom dalam larutan dapat meningkatkan reaksinya (P.E. Kazin, et al., 2003).

Pada penelitian ini, metode sol gel diharapkan dapat meningkatkan suhu kritis (Tc), meningkatkan stabilitas (menghasilkan sedikit pengotor), dan memperkecil kerapuhan pada superkonduktor BPSCCO dopan Mg, Na, dan Ce.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul

“Pembuatan dan Karakterisasi Bahan Superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2- xMgxCu3O10+δ (M= Na, Mg dan Ce) Fase 2223 Dengan Metoda Sol-Gel”.

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dituliskan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh doping Na, Mg dan Ce pada superkonduktor BPSCCO dengan penambahan larutan HNO3?

2. Bagaimana cara meningkatkan suhu kritis dan memperbaiki tingkat kerapuhan superkonduktor suhu tinggi dengan tambahan larutan HNO3

dalam pembuatan Superkonduktor BPSCCO metode sol gel ?

3. Bagaimana proses pembuatan superkonduktor BPSCCO melalui metode sol gel agar tercapai peningkatan suhu kritis dan perbaikan tingkat kerapuhan material ?

1.3 Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2-xMgxCu3O10+δ (x

= 5% dan 15%) dengan menggunakan bahan Bi5O(OH)9(NO3)2 (Bismuth (III) Nitrate), Sr(NO3)2 (Strontium Nitrate), Ca(NO3)2 (Kalsium Nitrate), Cu(NO3)2 (Copper (II) Nitrate), dan Pb(NO3)2 (Timbal (II) Nitrate) dengan metode sol-gel. Kemudian sampel superkonduktor dikarakterisasi melalui uji XRD, uji sifat fisis (SEM), uji efek Meissner, dan uji Cryogenic Magnet.

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk membuat dan mengetahui karakteristik superkonduktor berbasis bismuth dan tujuan khusus penelitian ini adalah:

(20)

1. Membuat superkonduktor BPSCCO dengan dopan M menggunakan metode sol gel dengan suhu kritis tinggi dan tingkat kerapuhan material lebih rendah.

2. Mengetahui karakteristik fisis, listrik, dan magnetik superkonduktor BPSCCO dopan M yang dibuat dengan metode sol gel.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi dasar tentang karakteristik (Fisis, Mekanik, Listrik, dan Magnet) superkonduktor BPSCCO dopan M yang dibuat dengan metode sol gel.

2. Superkonduktor berbasis bismuth tidak mengandung bahan-bahan beracun, karena itu sangat diminati oleh peneliti untuk meningkatkan suhu kritis dan memperbaiki kerapuhan material superkonduktor agar dapat dimanfaatkan pada teknologi instrumentasi peralatan medis dan sebagai peralatan transmissi energi dan teknologi lain. Pemanfaatan superkonduktor pada Magnetics Resonance Imaging membawa perobahan signifikan pada peralatan medis.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Superkonduktor

Bahan superkonduktor terus berkembang sejak ditemukannya superkonduktor keramik oleh Bednorz dan Müller, 1986, Maeda menemukan superkonduktor sistem bahan dasar Bi-Sr-Ca-Cu-O (Maeda, et.all, 1998) masih merupakan salah satu bahan superkonduktor yang paling banyak dikaji oleh para ahli. Bahan ini memiliki suhu kritis (Tc) sekitar 110 K, yang terletak di antara Tc dari bahan baku YBCO 93 K, dan sistem Tl-Ba-Ca-Cu-O 125 K (Sheng, et.all, 1988). Bahan ini juga dikenal lebih stabil dari YBCO, tidak memerlukan pengendalian kadar oksigen dan tidak beracun seperti sistem yang mengandung bahan Tl.

Proses sintesis sistem.bismuth masih memberi tantangan yang menarik. Berbeda dari superkonduktor bahan YBCO yang memiliki resep sintesis baku (Wu, et.all, 1987), bagi sistem Bi yang memiliki tiga fase struktur bersaing masih terbuka peluang untuk menemukan cara sintesis yang menghasilkan fase tunggal (2223) secara optimal (Kajihara, et.all, 2013). Upaya ke arah ini, dalam proses serbuk telah dilakukan dengan mengatur parameter sintesis seperti, tekanan udara, suhu sintesis pada proses kalsinasi dan sintering, lama pemrosesan (Abbas, et.all, 2012). Stabilitas struktur diupayakan dengan cara mendoping material bahan superkonduktor dengan substitusi bahan Pb (Meretliev, at. all, 2000; Abbas, et.all, 2015). Efek penambahan MgO dapat meningkatkan proporsi fase Bi-2223 dan meningkatkan flux pinning (Lu, et.all, 2016) dopingan ini juga dapat meningkatkan suhu kritis dan memperbaiki kerapuhan

(22)

superkonduktor (Hermiz, et. all, 2014). Disamping itu, K-Na co-dopingdapat meningkatkan nilai Jc (Kir et. al, 2016). Material tanah jarang memberi efek yang signifikan terhadap struktur, mekanik, transport dan sifat superkonduktor (Ilonca, et. all, 2001; Sedky, 2009). Substitusi Ce pada Ca dalam basis Bi(Pb)Sr(Ba)-2223 menghasilkan peningkatan kerapatan arus (Jc) dan peningkatan suhu kritis (Tc) (Anis- ur-Rehman, M. and Mubeen, M., 2012).

Dalam penelitian pendahuluan, telah diperoleh bahan superkonduktor dengan doping Pb yang mencapai nilai Tc sekitar 100 K, walaupun dalam eksperimen yang berkendala berat itu harus menggunakan bahan campuran karbonat-nitrat dan proses pencampuran basah yang serba nonkonvensional dan jelas belum optimal.

Sebagaimana diketahui, kemampuan membuat sampel dan bahan yang murni melalui proses reaksi padatan tidak hanya penting bagi penelitian ilmiah mengenai sifat bahan bersangkutan, tetapi juga mutlak diperlukan bagi pengembangan teknologi, baik untuk aplikasi dalam subsistem berskala besar maupun sebagai bahan awal untuk pembuatan film tipis.

Superkonduktor tinggi (Tc) dengan memberi dopan Pb untuk memperoleh suhu kritis tinggi melalui metode reaksi padatan sebesar 115 K (Faisal, and Al-Ani, 2012;

Fruth, et.all,2014). Fase superkonduktor Bi2Sr2Cax-1Cu3Oy dalam formula senyawa dengan x = 1, 2, 3 biasanya disebut fase Bi-2201 (TC = 20 K), Bi-2212 (TC = 80 K) dan Bi-2223 (TC = 110 K). Doping pada superkonduktor sistim bismut dapat menstabilkan struktur dan meningkatkan suhu kritis. Proses pembuatan superkonduktor dapat menggunakan metoda reaksi padatan, pyrolis dan sol-gel (Tampiere, et.all, 2000; Yang, et.all, 2012), peningkatan susebtibilitas BSCCO film tipis meningkat dengan metoda

(23)

sol-gel (Sharma, et.all, 2013) selanjutnya ukuran partikel dapat mempengaruhi sifat- sifat intrinsik superkonduktor (Quresi, et.all, 2010; Cataltepe, et. all, 2013). Penelitian ini dirancang untuk pembentukan superkonduktor pada tingkat kemurnian tinggi untuk memperoleh suhu kritis tinggi dengan kerapuhan yang rendah.

2.2 Resistivitas Listrik

Superkonduktor merupakan bahan material yang memiliki hambatan listrik sangat kecil hingga disebut bernilai nol pada suhu yang sangat rendah, artinya superkonduktor dapat menghantarkan arus walaupun tanpa adanya sumber tegangan.

Pada bahan superkonduktor terjadi interaksi antara elektron dengan inti atom. Namun elektron dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan dari atom kisi. Efek ini dapat dijelaskan oleh Teori BCS.

Berbeda dengan material lainnya (seperti konduktor dan semikonduktor), pada material superkonduktor resistansi turun secara tiba – tiba menuju nol. Perbedaan hubungan resistivitas terhadap temperatur pada material superkonduktor, semikonduktor, dan konduktor ditunjukkan pada Gambar 2.1.

(24)

Gambar 2.1 (a) Pengaruh Temperatur terhadap Resistansi terhadap Logam dan superkonduktor Hg (Puri, 2008) dan (b) Variasi Resistansi dari Konduktor dan Thermistor (Semikonduktor) terhadap Temperatur (Kaufman, 1984).

Gambar 2.1 (a) menunjukkan bahwa hubungan resistansi dengan temperatur untuk material superkonduktor dan konduktor. Dimana kurva superkonduktor dengan bahan Hg yang telah diselidiki Onnes, menunjukkan bahwa resistansi turun secara tiba- tiba mencapai 0 ohms pada suhu 4.2 K. Sedangkan pada material konduktor normal (biasa) terlihat bahwa pada suhu 0 K resistansi sekitar 0.1 ohms (Puri, 2008). Sedangkan Gambar 2.1 (b) menunjukkan hubungan resistansi terhadap suhu pada material thermistor (yang merupakan material semikonduktor) dan konduktor, dimana material semikonduktor memiliki karakteristik yang sangat sensitif terhadap perubahan temperatur dan menyebabkan resistansinya tidak linear (Kaufman, 1984).

Suhu transisi antara keadaan normal dengan keadaan superkonduktor, T > Tc, material dalam keadaan normal (konduktor atau isolator), T < Tc, material dalam keadaan superkonduksi dalam kedaan superkonduksi, hambatan listrik (resistansi) material berkurang mendekato nol (R = 0). Kuat arus sesaat dinyatakan sebagai berikut:

𝐼(𝑡) = 𝐼0 𝑒𝑥𝑝 (𝑡

𝜏) 2.1

2.3 Arus Kritis

Medan kritis tidak harus berasal dari luar, tapi juga dapat ditimbulkan oleh medan internal, yaitu jika ia diberi aliran arus listrik. Superkonduktor yang berbentuk kawat dengan radius r, arus kritiknya dinyatakan oleh aturan Silsbee :

𝐼𝐶 = 2 𝜋 𝑟 𝐻𝑐 2.2

(25)

Pada suhu tertentu (T < Tc ), bahan superkonduktor memiliki ketahanan yang terbatas terhadap medan magnet dari luar dan arus listrik yang dapat dialirkannya. Jika harga kritik dilampaui, sifat superkonduktor bahan akan hilang dengan sendirinya.

2.4 Efek Meissner

Medan magnet kritis adalah batas kuatnya medan magnet sehingga bahan superkonduktor memiliki medan magnet. Jika medan magnet diberikan pada bahan superkonduktor, maka bahan superkonduktor tak akan mengalami efek meissner . Tinggi rendahnya suhu transisi Tc dipengaruhi banyak faktor, seperti tekanan yang dapat menurunkan titik beku air, suhu kritik superkonduktor juga bisa turun dengan hadirnya medan magnet yang cukup kuat. Kuat medan magnet yang menentukan harga Tc ini disebut medan kritik (Hc). Medan kritis superkonduktor dinyatakan sebagai berikut.

𝐻𝐶 = 𝐻0[1 − (𝑇

𝑇𝐶)2] 2.3

Dimana 𝐻0 adalah medan kritis, T adalah suhu di bawah TC dan TC adalah suhu transisi.

Efek Meissner menunjukkan bahwa medan magnet di dalam sebuah logam superkonduktor seolah-olah sama dengan nol, oleh karena itu persamaan medan magnet dalam logam superkonduktor sebagai berikut:

𝐵̅ = 𝜇0(𝐻̅ + 𝑀̅) = 0 2.4

(26)

Dimana, 𝐵̅ adalah induksi magnet (Weber/Ampere), 𝐻̅ adalah medan magnet luar (Ampere/meter), 𝑀̅ adalah magnetisasi bahan (Ampere/meter), dan 𝜇0 adalah permeabilitas ruang hampa (4π × 10−7Weber/Ampere.meter)

Pada bahan anisotropik linier besarnya magnetisasi adalah :

𝑀̅ = 𝜒𝑚𝐻̅ 2.5

Dimana 𝜒𝑚 adalah suseptibilitas magnetik bahan superkonduktor (𝜒𝑚= -1)

dinamakan keadaan diamagnetisme sempurna.

Substitusi Persamaan 2.4 ke Persamaan 2.5, maka diperoleh : 𝐵̅ = 𝜇0(𝐻̅ + 𝑀̅)

𝐵̅ = 𝜇0(𝐻̅ + 𝜒𝑚𝐻̅)

𝐵̅ = 𝜇0𝐻̅ + 𝜇0𝜒𝑚𝐻̅ 𝐵̅ = 𝜇0(1 + 𝜒𝑚)𝐻̅

𝐵̅ = 𝜇0(1 + (−1)𝐻̅

𝐵̅ = 𝜇0(1 − 1)𝐻̅ 𝐵̅ = 𝜇0𝐻̅ (0)

𝐵̅ = 0 2.6

Hubungan antara induksi magnetik (B) pada suatu material dengan medan magnetik yang menimbulkan (H) ditunjukkan oleh kurva histerisis. Kurva histerisis diperoleh dengan cara memberikan medan magnetik yang besar pada suatu arah

(27)

kemudian diperkecil hingga menuju nol dan selanjutnya dibalikkan pada arah yang berlawanan. Bentuk umum kurva induksi magnet (B) sebagai fungsi medan magnet yang menimbulkannya (H) terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kurva Induksi Normal.

Gambar 2.3 menunjukkan kurva tidak berbentuk garis lurus, sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan harga H, mula-mula B turut naik dengan lancar, tetapi mulai dari satu titik tertentu harga H hanya menghasilkan sedikit kenaikan B dan makin lama B hampir konstan. Keadaan ini disebut dengan kedaan saturasi, yaitu keadaan di mana medan magnet B tidak banyak berubah. Harga medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi. Bila sudah mencapai saturasi intensitas magnet (H) diperkecil ternyata harga B tidak terletak pada kurva semula. Pada harga H = 0, induksi magnet atau rapat fluks B mempunyai harga B ≠ 0. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan. Kurva histerisis magnet ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut.

(28)

Gambar 2.3 Kurva Histerisis Magnet

Setelah induksi magnet (B) mencapai nol maka harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus pada lilitan), kurva B-vs-H akan memotong sumbu H pada harga -Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan.

2.5 Superkonduktor Berbasis Bi-Sr-Ca-Cu-O 2.5.1 Struktur Kristal

Dari penemuan H. Maeda teridentifikasi bahwa material superkonduktor BSCCO (bismuth strontium calcium copper oxide) memiliki 3 fasa yaitu fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223, dimana temperatur kritis dari fasa-fasa tersebut berturut-turut adalah 10 K, 80 K, dan 110 K.

Struktur kristal dari fasa yang terbentuk dalam material superkonduktor akan sangat berpengaruh terhadap temperatur kritisnya (Tc). Derajat ketidakteraturan struktur fasa yang tinggi sangat diperngaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah temperatur sintering dan lamanya waktu sintering saat dilakukan proses manufaktur dari material superkonduktor tersebut. Gambar 2.5.(a) menunjukkan fasa BSCCO-2201 yang disusun oleh bidang (BiO)/SrO/CuO/SrO/(BiO) dimana piramida Cu berada diantara dua bidang

(29)

SrO. BSCCO-2201 memiliki parameter kisi a = b = 5,39Å dan c = 24,6Å. Bidang BiO berada pada bagian ujung struktur dan atom Cu dihubungkan dengan 6 atom oksigen dalam struktur oktahedral. Sedangkan pada gambar 2.5.(b), fasa BSCCO-2212 disusun oleh bidang senyawa (BiO)/SrO/CuO/CaO/CuO/SrO/(BiO) dimana piramida atom Cu dipisahkan oleh adanya bidang Ca. Struktur kristal berbentuk tetragonal ini memiki parameter kisi a = b = 5,4Å dan c = 30,7Å[6] Struktur kristal dari fase Bi-2223 membentuk struktur orthorombik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.(c). Rantai Sr–Sr memiliki ikatan yang paling lemah, sedangkan atom Cu(1) sebagai kation yang paling tidak stabil memiliki tiga rantai ikatan yaitu Cu(1)-Ca, Cu(1)-O(1) dan Cu(1)- Cu(2). Rantai ikatan Cu(1)-O(1) merupakan ikatan yang paling kuat (r = 1,916 Ȧ).

Atom oksigen O(3) hanya memiliki satu rantai ikatan dengan atom Bi yang memiliki panjang ikatan sebesar 2,231 Ȧ. Hal ini terjadi karena struktur kristalnya tidak stabil dan adanya derajat ketidakteraturan yang tinggi antara lapisan bidang-bidang CuO, SrO, BiO, dan CaO. Ketidakteraturan itu terjadi karena reaksi padat pembentukan fasa berlangsung pada temperatur mendekati titik leleh senyawa (≈870°C), disaat mana mobilitas ion penyusun sangat tinggi (Engkir dkk., 1996).

Superkonduktor sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O (BSCCO) dikenal terdapat tiga fase superkonduktor masing-masing berkaitan dengan komposisi yang dinyatakan dengan rumus Bi2Sr2Can-1CunOy dengan n = 1,2,3. Ketiga fase tersebut adalah fase 2201 dengan Tc = 10 K, fase 2212 dengan Tc = 80 K dan fase 2223 dengan Tc = 110 K, masing-masing memiliki struktur kristal yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4

(30)

Gambar 2.4 Struktur Kristal Sistem BSCCO untuk Fasa : (a) 2201, (b) 2212 dan (c) 2223 (Lehndroff, 2001).

Penggunaan doping Pb dalam sintesis superkonduktor sistem Bismut, selain memudahkan pembentukan senyawa bersangkutan dengan tingkat kemurnian fasa yang tinggi, juga berperan menentukan sifat senyawa yang dihasilkan. Karena kemiripan ukuran ion dan valensi dari atom Pb, maka penambahan Pb sebagai doping menghasilkan substitusi atom Bi oleh atom Pb pada lapisan ganda BiO (Nurmalita, 2011). Selain itu, pendopingan Pb juga bertujuan mempercepat pertumbuhan dan peningkatan fraksi volumenya (Mizuno, 1988; Suharta, 1997).

Dalam perkembangannya, penambahan material tanah jarang pada superkonduktor berbasis bismuth memberi efek yang signifikan terhadap struktur, mekanik, transport dan sifat superkonduktor ( Ilonca, et. all, 2001; Sedky, 2009). Tc zero mengalami penurunan dengan penambahan material tanah jarang ( Pignon, et, all 2000; Ozturk, et, all 2007).

(31)

Untuk metode sintesis fasa tunggal superkonduktor sistem bismuth, khususnya fasa temperatur tinggi (fasa 2223) yang mempunyai temperatur kritis sekitar 110 K, sulit untuk mendapatkan kualitas tinggi karena mempunyai struktur modulasi dengan periode 26 Å sepanjang arah sumbu b pada sistem kristalnya. Dalam hal ini jangkauan temperatur pembentukan superkonduktor fasa 2223 menjadi sangat pendek. Untuk dapat mensintesis senyawa Bi2223 yang stabil, maka distorsi modulasi harus dihilangkan atau setidak-tidaknya dikurangi. Pengurangan modulasi dapat dilakukan dengan mensubsitusi sebagian atom Bi dengan atom Pb, sehingga dapat memperpanjang jarak modulasi menjadi 46Å (W. Prasuad, 1994).

Lain halnya dengan material BSCCO yang memiliki fasa 2223 dengan sifat mekanik mudah dibentuk, tidak mudah patah, tidak beracun dan dapat dikembangkan untuk pembuatan lapisan tipis. Fasa 2223 adalah fasa yang paling potensial untuk aplikasi dibandingkan dengan fasa-fasa lainnya karena temperatur kritisnya tinggi.

Kendala yang dihadapi dalam mendapatkan fasa 2223 murni adalah saat proses sintesa, karena ketika mensintesa fasa 2223 pada umumnya masih tercampuri dengan fasa lain yang tidak menguntungkan maupun pengotor seperti Ca3CuO2, CuO, Ca2PbO4 (Widodo, 2009).

2.5.2 Diagram Fasa

Diagram fasa superkonduktor berbasis Bi dapat dilihat pada Gambar 2.5 Fasa yang terbentuk pada temperatur 650 – 840 °C adalah fasa Bi 2201, Ca2CuO3 dan CuO, sedangkan pada temperatur 840 – 890 °C diperoleh fasa 2212 dan 2223, dengan waktu penahanan yang digunakan adalah 90 jam (Lusiana, 2011).

(32)

Gambar 2.5 Diagram Suhu Versus Konsentrasi (Skematis) Berada dalam Kisaran antara Bi2Sr2CuO6 dan Bi2Sr2Ca2.6Cu3.6O11.2 (Majewski, 1997).

Dengan variabel Bi, Sr, Ca, dan Cu berbeda dengan komposisi ideal 2: 2: 1: 2.

Variasi Sr/Ca berada dalam rasio interaksi dengan konten Bi. Stoikiometri oksigen dapat berfluktuasi antara 8-8,3 tergantung suhu dan tekanan parsial oksigen. Koherensi untuk sifat superkonduktif dan kandungan oksigen diterima dan dilaporkan. Sedangkan sedangkan 2212 stabil sampai 895 °C dan kemudian secara tidak koheren melelehkan wilayah stabilitas bebas Pb fase 2223 secara substansial lebih kecil dengan sekitar 50 K.

Dengan Pb sebagai substituen untuk formasi Bi dan rentang stabilitas dapat diperbesar, namun jumlah fase ekuilibrium juga meningkat (Majewski, 1997).

2.6 Dopan Na pada Superkonduktor Berbasis Bismuth

(33)

Pada pendopingan K-Na co-doping (Bi2Sr2KxCaCu1.75Na0.25Oy) terlihat bahwa K-Na pada basis Bi-2212 mempengaruhi ukuran butir Bi-2212 secara signifikan. K-Na Co-doping menyebabkan nilai Jc lebih tinggi daripada tanpa pendopingan (murni) (Kir, et. al, 2016).

Pada pola XRD yang dihasilkan pada substitusi Na dalam Bi-2223 dan Bi-2212 menunjukkan bahwa subsitusi Namereduksi fraksi volume fase Bi-2223 dan meningkatkan fraksi volume Bi-2212. Sesuai dengan pola puncak XRD, fase Bi-2223 dan Bi-2212 ditentukan dari puncak intensitas. Pengukuran parameter kisi menunjukkan bahwa sampel murni, subsitusi Na,dan subsitusi Mg memiliki struktur Tetragonal dimana a=b≠c (Hawa et al.2012).

2.7 Dopan Mg pada Superkonduktor Berbasis Bismuth

Dari penelitian sebelumnya, substitusi Mg pada Bi-2223 dan Bi-2212 menunjukkan bahwa Mg mereduksi fraksi volume fase Bi-2223 dan meningkatkan fraksi volume Bi-2212. Sesuai dengan pola puncak XRD, fase Bi-2223 dan Bi-2212 ditentukan dari puncak intensitas. Pengukuran parameter kisi menunjukkan bahwa sampel murni subsitusi Mg memiliki struktur Tetragonal dimana a=b≠c (Hawa et al.2012).

Pada penambahan MgO, lebar hysteresis loop ∆M sebagian sampel pada 77 K meningkat (0≤x≤5) dan menurun pada (5≤x≤15). ∆M terbesar muncul dalam sampel dengan penambahan 5 wt.% MgO (Lu et al. 2001). Efek penambahan MgO dapat meningkatkan proporsi fase Bi-2223 dan meningkatkan flux pinning (Lu etal. 2016) dopingan ini juga dapat meningkatkan suhu kritis dan memperbaiki kerapuhan

(34)

superkonduktor (Hermiz et al. 2014). Namun, penambahan MgO tidak mempengaruhi bentuk fase Bi-2223 dan dapat menekan pertumbuhan Bi-free non superkonduktor fase kedua dikarena strukturbahan Bi-2223 (Lu et al. 2009).

2.8 Dopan Ce pada Superkonduktor Berbasis Bismuth

Substitusi Ce pada Ca dalam basis Bi(Pb)Sr(Ba)-2223 menghasilkan peningkatan kerapatan arus (Jc) dan peningkatan suhu kritis (Tc). Struktur kristal yang terbentuk adalah ortorombik dan fasa dominan yang terbentuk adalah fasa Bi-2223.

Disamping itu pada analisis SEM menunjukkan bahwa butir superkonduktor terlihat memiliki ikatan yang sangat kuat satu sama lain, hal ini yang menyebabkan peningkatan kerapatan arusnya (Anis, 2012).

2.9 Metode Sol Gel

Metode padatan merupakan salah satu teknik yang banyak dipakai untuk menghasilkan superkonduktor keramik, dimana bahan awal dicampur, dihomogenkan, dan dipanaskan pada suhu tertentu (T.S. Chin et al., 1988). Namun, metode tersebut memiliki banyak kelemahan seperti besarnya ukuran partikel dan perlakuan panas yang panjang. Hal tersebut memerlukan waktu yang panjang dan menyebabkan sampel terkontaminasi (L. Ciontea, et al., 1996). Masalah tersebut dapat diatasi dengan metode sol gel (Y.W. Hsueh, 2001). dimana superkonduktor yang dihasilkan memiliki ukuran butir yang lebih kecil, homogenitas yang lebih baik, dan kemurnian yang lebih tinggi.

Hal tersebut dikarenakan campuran awal kation pada skala atom dalam larutan dapat meningkatkan reaksinya (P.E. Kazin, et al., 2003). Kendatipun demikian metode sol-gel

(35)

memiliki kelemahan dan kemungkinan akan kehilangan perkursornya akibat terjadinya kombusion pada saat proses pemanasan dari gel menjadi serbuk

Dalam metoda sol gel, setiap prekursor (bahan awal) dilarutkan dalam asam nitrat (HNO3). Satu molar setiap perkursor disiapkan dengan menambahkan aquades.

Kemudian ditambahkan etilen glikol secukupnya dengan perbandingan molar dan diaduk terus menerus. Dilakukan pemanasan pada suhu 100 oC. Setelah satu jam, gel biru diubah menjadi serbuk hitam pada suhu yang sama. Bubuk ini diaduk menggunakan mortar kemudian dimasukkan ke dalam furnance selama 10 jam untuk kalsinasi pada suhu 600 oC. Setelah itu, dicetak dalam bentuk pelet (Anis-ur-Rehman et al., 2012).

2.10 Difraksi Sinar-X (XRD)

Difraksi sinar-X digunakan untuk mengkarakterisasi material kristalin dalam penentuan parameter kisi dan struktur kristal. Prinsip metode difraksi sinar-X ini adalah interaksi gelombang elektromagnetik untuk memberi efek perantara dengan membandingkan ukuran struktur dan panjang gelombang radiasi.

Syarat di atas dipenuhi jika:

2d sin 𝜃 = n λ 2.7

Persamaan 2d sin 𝜃 = n λ namakan syarat Bragg dan sudut 𝜃 disebut sudut Bragguntuk penyinaran sinar-X oleh bidang atom yang dipisah pada jarak “d” dan “n” = 1, 2,3, 4, ...(Simon, 2012:133).

Indeks Miller merupakan orientasi bidang pada suatu kristal yang diberi notasi (hk l) dan merupakan bilangan bulat dengan mengalikan masing-masing angka

(36)

persekutuannya (Simon, 2012: 119-123). Notasi jarak antar bidang kristal dengan h k ladalah 𝑑ℎ𝑘𝑙 sedang persaman untuk menghitung dhkl bergantung pada struktur kristalnya.

Pendekatan ukuran butiran partikel (grain size) dari hasil difraksi sinar-X dapat diukur berdasarkan hasil nilai full width at half maximum (FWHM) dengan menggunakan persamaan Scherrer:

𝐷 = 𝑘λ

𝐵 cos 𝜃 2.8

Dimana D adalah ukuran partikel, k adalah konstanta 0,89; λ adalah panjang gelombang cahaya yang digunakan pada XRD, B adalah intensitas FWHM, 𝜃adalah sudut difraksi sinar, penggunaan persaman ini telah dilakukan dalam penelitian (Monshi, et al., 2012 ; Lemes, et al., 2014).

2.11 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah untuk mengetahui struktur morfologi dari sampel. Melalui analisis SEM dapat diketahui penampang melintang dan ukuran pori dari permukaan sampel dengan suatu perbesaran tertentu, selain itu komposisi dari material dapat ditentukan melalui alat EDX yang menyatu dengan alat tersebut.

2.12 Cryogenic Magnetic

Dalam fisika, cryogenics merupakan studi tentang produksi dan perilaku bahan pada suhu yang sangat rendah.Cryogenic magnetic adalah teknologi vakum dan pemampatan/ekspansi gas (pulse tube probe) berdasarkan prinsip Four Point Probe

(37)

(FFP) berguna dalam menurunkan suhu gas Helium. Dengan menggunakan metoda pulse tube probe, suhu helium gas turun sekitar 7K, kemudian dengan metoda VTI (penurunan tekanan gas Helium) suhunya turun sampai 1,5K, namun kekuatan pompa VTI alat cryogenic menurun, sehingga hanya dapat menurunkan suhu menjadi sekitar 5K. Metode pengukuran ini merupakan salah satu metode untuk mengukur resistivitas atau metode yang dilakukan untuk menentukan Tc (suhu kritis) suatu material (Callister and Rethwisch, 2007; Schuetze, 2004).Prinsip Four Point Probe (FPP) diperlihatkan pada Gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Prinsip Four Point Probe (Marlina, 2017).

Pengukuran resistivitas menggunakan prinsip Four Point Probe (FPP) menggunakan formula sebagai berikut.

𝜌 = 𝑅

𝐴

𝑙

↔ 𝑅 =

𝑉

𝐼

.

2.9

Dimana ρ adalah hambatan jenis (Ωm), 𝑅 adalah hambatan (Ω), A adalah luas penampang (m2), l adalah panjang (m), V adalah tegangan (volt),dan I adalah arus (Ampere) (Marlina, 2017). Sedangkan metode pengukuran resistivity menggunakan prinsip four point probe dapat dilihat pada Gambar 2.7.

(38)

Gambar 2.7. Pengukuran Resistivitas menggunakan Prinsip Four Point Probe (Marlina, 2017)

(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanankan di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI.

Waktu sekitar 4 bulan. Penelitian dilakukan dengan waktu penelitian seperti terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Studi Literatur dan

Proposal

2. Penulisan Proposal 3. Seminar Proposal 4. Penyediaan Alat

dan Bahan 5. Pembuatan

superkonduktor 6. Karakterisasi arus

kritis (Tc), SEM, dan SEM

7. Penulisan Tesis 8. Seminar Hasil 9. Menulis Karya

Ilmiah(Jurnal)

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan sampel sebagai berikut :

(40)

3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Alat Penelitian

No Nama Alat Spesifikasi Jumlah

1 Neraca Analitik KERN EW 220-3 NM 1 Unit 2 Muffle Furnace Bamstead Thermolyne

47900

1 Unit

3 Mortar Agate - 1 Set

4 Cetakan Pelet Diameter 12 mm 1 Set

5 Jangka Sorong Nst = 0,05 mm 1 Buah

6 Crusible - 1 Buah

7 Styrofoam - 1 Buah

8 Mesin Press BMI Simon Machinery MFG Co. Indonesia (Max 100 ton)

1 Unit

9 Spatula - 2 Buah

10 Cawan 50 ml 2 Buah

11 Neodymium Magnet - 1 Buah

12 XRD(X-Ray Diffraction) XRD PAN analytical EMPYREAN

1 Unit 13 SEM – EDS JEOLtype JSM – 6390A 1 Unit

14 Magnetic Stirrer - 1 Unit

15 Cryogenic Magnet Cryotron FR Oxford 1 Unit

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Bahan Penelitian

No. Nama Bahan Spesifikasi Jumlah

1. Bismuth (III) Nitrate (Bi5O(OH)9(NO3)2) PA 98% 5 gram 2. Strontium Nitrat (Sr(NO3)2) PA 96% 5 gram 3. Calsium Carbonat (Ca(NO3)2) PA 99% 5 gram 4. Copper (II) Nitrate (Cu(NO3)2) PA 99% 5 gram 5. Timbal (II) Nitrate (Pb(NO3)2) PA 97% 2 gram

6. Magnesium Nitrate (MgNO3) 1 gram

7. Natrium Nitrate (Na2(NO3)2) 1 gram

8. Cerium Nitrate (Ce(NO3)2) 1 gram

9. Ethanol Teknis 100 ml

10. Aquadest

11. Asam Nitrate (HNO3)

12. Nitrogen Cair 400 molar

(41)

3.3 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan perkursor seperti Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2- xMxCu3O10+δ (M = Mg, Na, dan Ce dan x = konsentrasi M sebanyak 5% dan 15%) dengan menggunakan bahan Bi5O(OH)9(NO3)2 (Bismuth (III) Nitrate), Sr(NO3)2

(Strontium Nitrate), Ca(NO3)2 (Kalsium Nitrate), Cu(NO3)2 (Copper (II) Nitrate), dan Pb(NO3)2 (Timbal (II) Nitrate) dengan metode sol-gel seperti terlihat pada Gambar 3.1.

Mulai

Preparasi Bi5O(OH)9(NO3)2,Sr(NO3)2,CaCO3, Cu(NO3)2, danPb(NO3)2

Sr(NO3)2

CaCO3

Cu(NO3)2

Pb(NO3)2

Cu(NO3)2

Pb(NO3)2

Sr(NO3)2

CaCO3

perbandingan molar 2223 Larutkan Bi5O(OH)9(NO3)2+ 10 ml air + HNO3

Tambahkan Etilen Glikol pada larutan BPSCCO

Aduk mengunakan Magnetic Sterrir sampai homogen

Panaskan pada suhu 250oC sampai larutan menjadi gel, padat, dan kering

Larutkan Sr(NO3)2,CaNO3, Cu(NO3)2, Pb(NO3)2 + 25ml air

Larutan BPSCCO + NH4OH sampai PH larutan kembali normal (~7)

A

Setelah menjadi serbuk kemudian diaduk lagi menggunakan mortar

Kalsinasi pada suhu 650oC selama 6 Jam

(42)

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.

Mula-mula siapkan masing masing bahan yang akan digunakan lalu timbang menggunakan neraca analitik hingga tercapai massa masing masing perkursor seperti terlihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Massa masing-masing perkursor.

No Nama

Massa (gr) Pure

Mg 5%

Mg 15%

Na 5%

Na 15%

Ce 5%

Ce 15%

1 Bi5O(OH)9(NO3)2 4.11 4.112 4.12 4.12 4.12 4.09 4.05

2 Pb(NO3)2 1.16 1.17 1.17 1.17 1.17 1.16 1.14

3 Sr(NO3)2 3.72 3.73 3.73 3.73 3.73 3.7 3.67

4 Ca(NO3 4.15 4.05 3.85 4.05 3.85 4.03 3.79

5 MgNO3 - 0.065 0.196 - - - -

6 Na2(NO3)2 - - - 0.04 0.11 - -

7 Ce(NO3)2 - - - 0.19 0.57

8 Cu(NO3)2 6.37 6.38 6.39 6.38 6.39 6.34 6.28

9 Asam Sitrat 14.26 14.4 14.68 14.31 14.4 14.74 15.67 10 C2H6O2 (EG) 3.512 3.55 3.61 3.52 3.55 3.26 3.86

Karakterisasi

Selesai A

SEM-EDX

XRD Cryogenic Magnetic

Analisis Data Cetak dalam bentuk pelet

Sintering pada suhu 850oC selama 30 Jam

(43)

Larutkan bismuth nitrate dalam 10 ml air menggunakan magnetic stirrer sambil ditetesi asam nitrat secukupnya sampai bismuth nitrate dan air larut sempurna.

Kemudian larutkan perkursor lain Sr(NO3)2,Ca(NO3)2, Cu(NO3)2, dan Pb(NO3)2 dalam 25 ml air menggunakan magnetic stirrer hingga menjadi larutan sempurna. Lalu campurkan kedua larutan tersebut, tambahkan asam sitrat, dan aduk lagi menggunakan magnetic stirrer sambil ditetesi ammonia (NH4OH) hingga PH larutan kembali netral (PH ≈ 7.0 ). Kemudian tambahkan etilen glikol dan diaduk sambil dipanaskan pada suhu 250oC menggunakan hotplate hingga larutan menjadi gel lalu padat dan kering menjadi serbuk.

Serbuk bahan superkonduktor tersebut digerus menggunakan mortar, lalu kalsinasi pada suhu 650oC selama 6 jam. Setelah dikalsinasi bahan tersebut dicetak menjadi pelet menggunakan mesin press, kemudian lakukan sintering pada suhu 850oC selama 30 jam. Terakhir bahan superkonduktor dianalisa melalui uji XRD, SEM-EDX, dan Cryogenic Magnetic.

(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan riset dan karakterisasi pada sampel BPSCCO tanpa dan dengan dopan M (M = Mg, Na, dan Ce), maka pada bab ini akan diulas hasil dan pembahasannya dalam 3 subbab

4.1 Uji XRD Bahan BPSCCO Dopan M dan Nondopan

Identifikasi fasa sampel BPSCCO tanpa dan dengan doping M menggunakan difraksi sinar X (X - Ray Difraction) type PAN analytical Empyrean. Melalui pengujian ini diperoleh fasa yang terbentuk, struktur kristal, dan fraksi volume dari sampel. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software highscoreplus sesuai dengan database International Centre for Diffraction Data (ICDD) edisi tahun 2003.

4.1.1 Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.95Mg0.05Cu3O10+δ

Bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Mg 5% dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui fasa BSCCO yang terbentuk. Sampel uji dipanaskan mulai dari suhu kamar (27oC) hingga suhu 850oC selama 30 jam dengan kecepatan kenaikan suhu 5oC/menit. Hasil pengujian XRD pada sampel uji bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Mg 5% dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(45)

Gambar 4.1 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ dengan dopan Mg 5%.

Berdasarkan gambar 4.1 pola difraksi sampel dengan perlakuan sintering selama 30 jam terlihat pembentukan fasa (Bi,Pb)-2212, (CuO2) Fasa (Bi,Pb)-2212 optimum pada sudut 2θ = 33.74° dengan intensitas sebesar 5080 a.u dan fasa (CuO2) optimum pada sudut 2θ = 57.54° dengan intensitas sebesar 1289 a.u.

Sistem kristal yang terbentuk pada sampel BPSCCO sintering selama 30 jam, yaitu ortorombik dengan parameter kisi a= 5,4056 Å, b= 5,4055 Å, c= 37,12 Å. Adapun untuk mengetahui nilai fraksi volume Bi-2223 dan Bi-2212 pada sampel dapat digunakan persamaan 4.1 dan 4.2

(46)

Berikut ini pada Tabel 4.1 disajikan perbandingan fraksi volume sampel BPSCCO dopan Mg 5% dengan proses sintering pada suhu 850 oC selama 30 jam.

Tabel 4.1 Fraksi Volume Sampel BPSCCO dopan Mg 5%

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa fraksi volume Bi-2223 menurun dengan penambahan dopan Mg 5% sintering suhu 850 oC, 30 jam, serta menciptakan fasa yang terbentuk adalah fasa (Bi,Pb)-2223, (Bi,Pb)-2212, dan CuO2. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan doping Mg pada sistem BPSCCO akan menyebabkan terbentuknya fasa impuritas seperti CuO2 dan MgO2 yang akan berpengaruh kepada penurunan suhu kritis sampel.

4.1.2 Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.85Mg0.15Cu3O10+δ

Bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Mg 15% dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui fasa BSCCO yang terbentuk. Sampel uji dipanaskan mulai dari suhu kamar (27 oC) hingga suhu 850 oC selama 30 jam dengan kecepatan kenaikan suhu 5 oC/menit. Hasil pengujian XRD pada sampel uji bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Mg 15% dapat dilihat pada Gambar 4.2.

No Sampel Proses Sintering (8500C, 30 Jam)

Fraksi Volume (%)

Bi-2212 CuO2 Impuritas

1 BPSCCO 1 kali 76.19 23.8 13,13

(47)

Gambar 4.2 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ dengan dopan Mg 15%.

Berdasarkan gambar 4.2 pola difraksi sampel BPSCCO dengan penambahan dopan Mg 15% perlakuan sintering pada suhu 850 oC selama 30 jam terlihat pembentukan fasa (Bi,Pb)-2212 dan (Mg). Fasa (Bi,Pb)-2212 optimum pada sudut 2θ = 27.26° dengan intensitas sebesar 3812 a.u dan fasa (Mg) optimum pada sudut 2θ = 33.42° dengan intensitas sebesar 935 a.u.

Sistem kristal yang terbentuk pada sampel BPSCCO sintering selama 30 jam, yaitu ortorombik dengan parameter kisi a = 5,395 Å. Adapun untuk mengetahui nilai

(48)

fraksi volume Bi-2223 dan Bi-2212 pada sampel dapat digunakan persamaan 4.1 dan 4.2

Berikut ini pada Tabel 4.2 disajikan perbandingan fraksi volume sampel BPSCCO dopan Mg 15% dengan proses sintering pada suhu 850oC selama 30 jam.

Tabel 4.2 Fraksi Volume Sampel BPSCCO

No Sampel Proses Sintering (8500C, 30 Jam)

Fraksi Volume (%)

Bi-2212 Mg Impuritas

1 BPSCCO 1 kali 77.27 22.72 20,23

Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa fraksi volume Bi-2223 meningkat dengan penambahan Mg 15% perlakuan sintering pada suhu 850 0C selama 30 jam.

Peningkatan fraksi volume Bi-2223 dapat menciptakan fase tunggal sehingga tebentuk sistem BPSCCO-2223 yang baik.

4.1.3 Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.95Na0.05Cu3O10+δ

Bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Na 5% dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui fasa BSCCO yang terbentuk. Sampel uji dipanaskan mulai dari suhu kamar (27 oC) hingga suhu 850 oC selama 30 jam dengan kecepatan kenaikan suhu 5

oC/menit. Hasil pengujian XRD pada sampel uji bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Na 5% dapat dilihat pada Gambar 4.3.

(49)

Gambar 4.3 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ dengan dopan Na 5%

Berdasarkan gambar 4.3 pola difraksi sampel dengan perlakuan sintering selama 30 jam terlihat pembentukan fasa (Bi,Pb)-2212 dan (Bi2Sr2.5Ca0.5Cu2) selanjutnya disebut dengan Bi-22.5. Fasa (Bi,Pb)-2212 optimum pada sudut 2θ = 23.06° dengan intensitas sebesar 5672 a.u dan fasa Bi-22.5 optimum pada sudut 2θ = 44.56° dengan intensitas sebesar 2562 a.u dan impuritas optimum pada sudut 2θ = 47,08° dengan intensitas sebesar 282 cts.

Sistem kristal yang terbentuk pada sampel BPSCCO sintering selama 30 jam, yaitu ortorombik dengan parameter kisi a = 5,4056 Å. Adapun untuk mengetahui nilai fraksi volume Bi-2212 dan Bi-22.5 pada sampel dapat digunakan persamaan 4.1 dan 4.2.

(50)

Berikut ini pada Tabel 4.3 disajikan perbandingan fraksi volume sampel BPSCCO dopan Na 5% dengan proses sintering pada suhu 8500 C selama 30 jam.

Tabel 4.3 Fraksi Volume Sampel BPSCCO

No Sampel Proses Sintering (8500C, 30 Jam)

Fraksi Volume (%)

Bi-2212 Bi-22.5 Impuritas

1 BPSCCO 1 kali 50 50 39,24

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa fraksi volume Bi-2212 meningkat dengan penambahan dopan Na 5% perlakuan sintering pada suhu 850 oC selama 30 jam.

Peningkatan fraksi volume Bi-2212 dapat menciptakan fase tunggal sehingga tebentuk sistem BPSCCO-2212 yang baik dengan fase impuritas yang lebih sedikit dibandingkan dengan dopan Na 15%.

4.1.4 Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.85Na0.15Cu3O10+δ

Bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Na 15% dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui fasa BSCCO yang terbentuk. Sampel uji dipanaskan mulai dari suhu kamar (27 oC) hingga suhu 850 oC selama 30 jam dengan kecepatan kenaikan suhu 5 oC/menit. Hasil pengujian XRD pada sampel uji bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Na 15% dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(51)

Gambar 4.4 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ dengan dopan Na 15%.

Berdasarkan gambar 4.4 pola difraksi sampel dengan perlakuan sintering selama 30 jam terlihat pembentukan fasa (Bi,Pb)-2223, (Bi,Pb)-2212 Fasa (Bi,Pb)-2223 optimum pada sudut 2θ = 32,90° dengan intensitas sebesar 954 countsecon (cts) adapun fasa (Bi,Pb)-2212 optimum pada sudut 2θ = 22,80° dengan intensitas sebesar 246 cts dan impuritas optimum pada sudut 2θ = 27,20° dengan intensitas sebesar 1012 cts.

Sistem kristal yang terbentuk pada sampel BPSCCO sintering selama 30 jam, yaitu ortorombik dengan parameter kisi a = 5,4056 Å. Adapun untuk mengetahui nilai fraksi volume Bi-2223 dan Bi-2212 pada sampel dapat digunakan persamaan 4.1 dan 4.2

(52)

Berikut ini pada Tabel 4.4 disajikan perbandingan fraksi volume sampel BPSCCO dopan Na 15% dengan proses sintering pada suhu 850 oC selama 30 jam.

Tabel 4.4 Fraksi Volume Sampel BPSCCO No Sampel Proses Sintering

(8500C, 30 Jam)

Fraksi Volume (%)

Bi-2212 Ca2 Cu Impuritas

1 BPSCCO 1 kali 65 35 43,62

Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa fraksi volume Bi-2212 dengan dopan Na 15 % meningkat seiring dengan banyaknya penambahan dopan yang diberikan. Peningkatan fraksi volume Bi-2212 terdapat Impuritas yang sangat tinggi sehingga teridikasikan menurunkan suhu kritis (Tc).

4.1.5 Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.95Ce0.05Cu3O10+δ

Bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Ce 5% dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui fasa BSCCO yang terbentuk. Sampel uji dipanaskan mulai dari suhu kamar (27 oC) hingga suhu 850 oC selama 30 jam dengan kecepatan kenaikan suhu 5

oC/menit. Hasil pengujian XRD pada sampel uji bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Ce 5% dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(53)

Gambar 4.5 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ dengan dopan Ce 5%

Berdasarkan gambar 4.5 pola difraksi sampel dengan perlakuan sintering selama 30 jam terlihat pembentukan fasa (Bi,Pb)-2212, Bi2O3, dan Ce. Fasa (Bi,Pb)-2212 optimum pada sudut 2θ = 28,99° dengan intensitas sebesar 1669 countsecon (cts) adapun fasa (Bi,Pb)-2212 optimum pada sudut 2θ = 23,10° dengan intensitas sebesar 1857 cts, impuritas optimum Ce pada sudut 2θ = 56,84° dengan intensitas sebesar 121 cts dan Impuritas Optimum (Ce) pada sudut2θ = 31,02° dengan intensitas sebesar 1598 cts.

Sistem kristal yang terbentuk pada sampel BPSCCO sintering selama 30 jam, yaitu ortorombik dengan parameter kisi a = 5,4056 Å. Adapun untuk mengetahui nilai

(54)

fraksi volume Bi-2212, Ce, dan Bi2O3 pada sampel dapat digunakan persamaan 4.1 dan 4.2

Berikut ini pada Tabel 4.5 disajikan perbandingan fraksi volume sampel BPSCCO dopan Ce 5% dengan proses sintering pada suhu 850 oC selama 30 jam.

Tabel 4.5 Fraksi Volume Sampel BPSCCO.dopan Ce 5%.

No Sampel Proses Sintering (8500C, 30 Jam)

Fraksi Volume (%)

Bi-2212 Ce Impuritas

1 BPSCCO 1 kali 66.67 20 16,90

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa fraksi volume Bi-2212 meningkat dibandingkan fasa Bi-2212 dengan perlakuan sintering pada suhu 850 oC selama 30 jam yang diberikan. Peningkatan fraksi volume Bi-2212 terdapat impuritas yang tinggi dibandingkan dengan dopan Ce 15%.

4.1.6 Sampel Bi1.6Pb0.4Sr2Ca1.85Ce0.15Cu3O10+δ

Bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Ce 15% dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui fasa BSCCO yang terbentuk. Sampel uji dipanaskan mulai dari suhu kamar (27 oC) hingga suhu 850 oC selama 30 jam dengan kecepatan kenaikan suhu 5 oC/menit. Hasil pengujian XRD pada sampel uji bahan superkonduktor BSCCO dengan dopan Ce 15% dapat dilihat pada Gambar 4.6.

(55)

Gambar 4.6 Pola difraksi bahan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ dengan dopan Ce 15%.

Gambar 4.6 menunjukkan pola difraksi sampel dengan perlakuan sintering selama 30 jam terlihat pembentukan fasa (Bi,Pb)-2212 dan PbO. Fasa (Bi,Pb)-2212 optimum pada sudut 2θ = 29,12° dengan intensitas sebesar 1486 countsecon (cts) adapun fasa PbO optimum pada sudut 2θ = 23,21° dengan intensitas sebesar 1765 cts impuritas dan Impuritas Optimum (Ce) pada sudut 2θ = 47,56° dengan intensitas sebesar 498 cts.

Sistem kristal yang terbentuk pada sampel BPSCCO sintering selama 30 jam, yaitu ortorombik dengan parameter kisi a = 5,4056 Å. Adapun untuk mengetahui nilai fraksi volume Bi-2223 dan Bi-2212 pada sampel dapat digunakan persamaan 4.1 dan 4.2

Gambar

Gambar 2.2 Kurva Induksi Normal.
Gambar 2.3 Kurva Histerisis Magnet
Gambar 2.4 Struktur Kristal Sistem BSCCO untuk Fasa : (a) 2201, (b) 2212 dan  (c) 2223 (Lehndroff, 2001)
Gambar 2.5 Diagram Suhu Versus Konsentrasi (Skematis) Berada dalam Kisaran    antara Bi 2 Sr 2 CuO 6  dan Bi 2 Sr 2 Ca 2.6 Cu 3.6 O 11.2  (Majewski, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadi media pembelajaran Flash Card adalah media pembelajaran visual yang berbentuk kartu yang berisi gambar atau tulisan yang bisa mengarahkan siswa tentang

[r]

Eliot and Ezra Pound, who turned to Europe’s past and present in search of what Eliot would also come to call “world culture.” Mandelstam’s di- lemma and his compensatory vision

Tiup hingga terbuka saluran bahan bakar pada tutup membrane dengan udara bertekanan rendah... MEMBONGKAR DAN MEMERIKSA AIR CUT-OFF VALVE (

Dana AlokasiKhusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan

[r]

1. To analyze Carmen Bin Ladin’s Inside the Kingdom novel based on the structural elements. To describe the women’s struggle to get the equal position with men in Inside the

Karya ini berisi gambaran mengenai kontrol sosial pada perilaku minum-minuman keras pemuda Dukuh Sidomulyo Desa Demangan Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten dan perilaku