• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009145 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009145 Full text"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kecurangan Akademik Pada Siswa SMA Negeri 1

Teras Boyolali PENGANTAR

Pendidikan merupakan usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian, setara kemampuan dasar anak didik dalam bentuk lembaga formal maupun informal (Sukaini, 2013). Pemerintah merumuskan dalam UU RI No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. UU ini menjelaskan bahwa pendidikan dilakukan agar dapat tercapainya cita-cita pendidikan nasional yang diharapkan bersama yaitu, tujuan Pendidikan Nasional berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai sarana berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, pasal 3 UU RI NO 20/2003 (dalam Zuriah, 2007).

(2)

dengan guru, dan mengikuti tes akhir sebagai ketentuan untuk mendapatkan kelulusan. Dalam proses belajar untuk mencapai hasil yang diinginkan, peserta didik mengunakan berbagai macam cara agar memperoleh hasil yang memuaskan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan kejujuran atau ketidak jujuran (kecurangan), Untuk mendapatkan hasil atau nilai yang baik dapat memicu munculnya kecurangan akademik, selain itu cara ini dianggap paling mudah dan tidak memerlukan usaha yang sulit (Dirottsaha, 2009).

Fenomena yang terjadi di kalangan peserta didik, mereka menginginkan hasil yang baik tanpa harus bersusah payah atau berusaha. Hal ini yang dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya kecurangan akademik yang tidak sejalan dengan harapan pendidikan nasional berdasar pada pancasila sebagai dasar kepribadian bangsa Indonesia, berkaitan dengan moral, ilmu dan amal (Wahyudin, 2006).

Rendahnya moral di kalangan pendidikan berdampak

(3)

mahasiswa lain tersebut (16,8%); membawa dan menggunakan bahan yang tidak diijinkan/contekan ke dalam ruang ujian (14,1%); dan kolusi yang terencana antara dua atau lebih mahasiswa untuk mengkomunikasikan jawabannya selama ujian berlangsung (24,5%). Sementara itu, kecurangan akademik yang dilakukan saat mengerjakan tugas antara lain: menyajikan data palsu (2,7%); mengijinkan karyanya dijiplak orang lain (10,1%); menyalin bahan untuk karya tulis dari buku atau terbitan lain tanpa mencantumkan sumbernya (10,4%); dan mengubah/ memanipulasi datapenelitian(4%).(http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/30/ke curanganakademikpadamahasiswa kependidikan/467121.html).

Kecurangan akademik dapat diartikan sebagai perilaku yang dilakukan siswa dengan sengaja meliputi: pelanggaran peraturan-peraturan dalam menyelesaikan ujian atau tugas, memberikan keuntungan pada siswa lain dalam ujian atau tugas dengan cara yang tidak jujur, pengurangan keakuratan yang diharapkan pada

peformasi siswa (Siti, 2009). Sementara menurut Hendricks (dalam Siti, 2009) kecurangan akademik didefinisikan sebagai bagian bentuk perilaku yang mendatangkan keuntungan, secara tidak jujur termasuk didalamnya mencontek, plagiarisme, mencuri dan memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademik. Callahan dan Taylor (dalam Money, 2008) memandang kecurangan akademik sebagai perilaku yang tidak etis yang dilakukan secara sengaja.

(4)

dalam proses belajar, tetapi pada kenyataannya bentuk-bentuk kecurangan akademik juga dapat ditemukan dalam proses belajar. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Juli 2013 pada Bapak Porwadi selaku guru di SMA 1 Teras Boyolali kecenderungan anak-anak yang melakukan kecurangan akademik adalah anak laki-laki. Bentuk-bentuk kecurangan itu seperti mencontek saat ujian, membuat catatan kecil yang di simpan rapi di tempat kotak pensil, bertanya kepada teman pada saat ujian berlangsung, bertukar jawaban dengan teman yang duduk di sebelahnya, dan dengan berbagai macam alasan seperti belum belajar atau soal ujian yang terlalu sulit. Menurut hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap salah satu guru di SMA 1 Teras Boyolali, kecurangan yang terjadi kebanyakan dilakukan oleh siswa laki-laki, yang tidak pernah mengikuti acara kerohanian

seperti ibadah sholat bersama, sholat jumat bersama, dan tadarusan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan siswi putri

juga dapat melakukan sebuah kecurangan, dalam proses belajar. Dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti mengkrucutkan penelitian ini pada siswa yang beragama Islam.

(5)

disandangnya. Alhadza (2004) mengemukakan alasan yang mendasar mengenai mengapa kecurangan akademik terjadi, yaitu kecurangan akademik karena dilanggarnya nilai-nilai dasar (fundamental) pendidikan.

Ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya kecurangan akademik, menurut Handricks (2004) kecurangan akademik dipengaruhi oleh beberapa hal yang dapat diprediksi diantarannya; Faktor individual yaitu usia, jenis kelamin, prestasi akademik, pendidikan orang tua, dan aktifitas ekstrakurikuler. Nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan merupakan salah satu hal yang ada dalam suatu ajaran agama (Sukaini, 2013).

Didalam agama yang diyakini ada ajaran yang membahas tentang kejujuran bertingkahlaku, sehingga ini berpengaruh terhadap beberapa tindakan yang dilakukan seseorang (Dister, 1988). Religiusitas menurut Thouless (dalam Dister, 2000)

merupakan sikap terhadap dunianya, sikap yang menunjuk pada suatu lingkungan yang luas dari lingkungan yang bersifat ruang

dan waktu, yaitu lingkungan rohani. Religiusitas merupakan sesuatu hal yang ada dalam diri kita dan kita yakini sebagai implementasi kepercayaan kita terhadap Tuhan yang Maha Esa (Mangunwijaya, 1986).

(6)

terhadap norma agama akan mendapatkan sanksi yang merugikan bagi pemeluk agama yang mempercayainya. Contohnya dalam Agama Islam dijelaskan di Al Quran ketika seseorang dekat dan ingat kepada-NYA maka akan selalu takut melakukan dosa, seperti dalam surat AL-Muthaffifin ayat 7-17 menjelaskan bahwa seseorang yang berbuat curang akan dicatat oleh Allah dan mendapatkan balasan yang setimpal. Dengan mendirikan shalat diharapkan mampu mencegah perbuatan yang dilarang oleh agama, atau perilaku yang menyimpang dalam agama (Sukaini, 2013). Jika religiusitas seseorang pemeluk agama tinggi akan menekan terjadinya kecurangan akademik, sehingga religiusitas dapat menjadi salah satu faktor yang menekan kecurangan akademik (Dirottsaha, 2009).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukaini (2013) tentang hubungan antara religiusitas dengan kejujuran akademik siswa kelas XI SMA Negeri 2 Ngaglik Sleman Yogyakarta,

(7)

mencontek. Survei tersebut menemukan, bahwa kecurangan akademik terjadi atau muncul disebabkan lingkungan sekolah atau pendidikan.

Dari penelitian sebelumnya religiusitas di hubungkan dengan salah satu bentuk kecurangan akademik yaitu mencontek dan mengetahui tingkat kejujuran akademik, namun dalam penelitian ini lebih membahas kecurangan akademik seperti: Penggunaan catatan pada saat ujian, menyalin jawaban orang lain ketika ujian, mengunakan metode-metode yang tidak jujur untuk mengetahui apa yang akan diujikan, menyalin jawaban ujian dari orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, membantu orang lain berperilaku curang, dan ada beberapa bentuk lainnya (Sukaini, 2013). Akan tetapi kecurangan akademik terjadi bukan hanya karena pengaruh religiusitas yang rendah adannya orientasi prestasi yang kuat serta peer group sehingga kecurangan akademik masih sering dilakukan (Dirottsaha, 2009).

Tujuan Penelitian

(8)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kecurangan Akademik

Barbara (2006) menyatakan bahwa kecurangan akademik

adalah perilaku-perilaku curang dalam pendidikan yang dapat merugikan individu, baik perilaku curang tersebut maupun individu lain yang dikenakan perilaku curang tersebut. Kecurangan akademik adalah bentuk ketidak jujuran akademik yang dilakukan oleh siswa dalam proses belajar (Sukaini, 2013).

McCabe, Trevino dkk (2001) menjelaskan bahwa kecurangan akademik merupakan suatu tindakan seorang siswa, memanipulasi atau melakukan pelangaran peraturan yang ditentukan dalam melaksanakan ujian atau tugas, yang diberikan secara segaja ataupu tidak sengaja. Tindakan tersebut bertujuan menguntungkan dirinya agar mendapatkan keberhasilan dalam melakukan tugas dan ujian yang diberikan pengajar terhadap siswa. Dalam perilaku seperti plagiarism, ataupun pelanggaran hak-hak orang lain kaitannya dalam dunia pendidikan (Dirottsaha, 2009).

Sementara perilaku curang menurut Anthanasou & Olasehinde (2002) adalah berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain; berbuat curang dengan

melanggar norma-norma agama dan menggunakan material-material atau informasi yang dilarang; dan berbuat curang dengan

(9)

Dari beberapa bentuk perilaku curang dalam pendidikan yang telah dijabarkan sebelumnya, dengan mengacu pada bentuk-bentuk yang dikemukakan oleh Anthanasou & Olasehinde (2002) yaitu berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain; berbuat curang dengan melanggar norma-norma agama dan menggunakan material-material atau informasi yang dilarang; dan berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran dalam proses evaluasi.

Bentuk-Bentuk Kecurangan Akademik

Bentuk-bentuk perilaku curang dalam pendidikan menurut Athanasou & Olasehinde (2002) adalah berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain, berbuat curang dengan melanggar norma-norma agama dan menggunakan material-material atau informasi dari orang lain, dan berbuat curang dengan mencari kelonggaran dalam proses evaluasi.

Anthanasou & Olasehinde (2002) mengelompokkan beberapa kategori perilaku curang dalam pendidikan dengan mengacu pada

penelitian Newstead, dkk (1996). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain:

1) Mengijinkan pekerjaan atau tugas milik pribadi untuk di-copy atau disalin oleh orang lain.

(10)

3) Menggunakan pekerjaan atau tugas atas nama pribadi ketika sebenarnya tugas tersebut dikerjakan bersama orang lain. 4) Mengerjakan tugas untuk orang lain.

5) Menyalin pekerjaan orang lain pada saat ujian tanpa diketahui oleh pihak yang bersangkutan.

6) Kerja sama antara dua orang individu atau lebih selama ujian berlangsung untuk saling mengkomunikasikan jawaban. b. Berbuat curang dengan melanggar norma-norma keagamaan

dan menggunakan material-material yang dilarang:

1) Menggunakan kutipan atau kata-kata dari orang lain dengan bahasa sendiri tanpa menyebutkan sumber atau acuan aslinya. 2) Mencuri data.

3) Memalsukan acuan daftar pustaka (referensi).

4) Meng-copy untuk tugas dari buku atau sumber lain tanpa

menyebutkan sumbernya.

5) Mengubah data (memanipulasi data untuk mendapatkan hasil

yang sesuai).

6) Membawa material-material (contoh: catatan atau buku) yang dilarang pada saat ujian.

c. Berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran dalam proses evaluasi:

1) Terlibat dalam proses penjokian ( orang lain mengerjakan tugas milik sendiri ataupun mengerjakan ujian untuk orang lain).

(11)

3) Berbohong mengenai kesehatan atau keadaan lain untuk mendapatkan perlakuan khusus dari penguji (dengan tujuan untuk mendapatkan kemudahan; tambahan waktu pengajaran ujian; penambahan waktu penyelesaian tugas; atau pembebasan ujian).

4) Dengan sengaja menyembunyikan buku, jurnal, atau artikel di perpustakaan agar orang lain tidak dapat menggunakan; atau dengan menghilangkan (dengan cara disobek atau digunting) bagian tertentu dalam buku.

5) Mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk menandai hasil pekerjaan masing-masing.

6) Memberikan informasi yang salah pada kertas jawaban ujian. 7) Menyembunyikan kesalahan yang dibuat oleh pengajar. 8) Melakukan tindakan pengancaman atau pemerasan.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecurangan Akademik Secara garis besar faktor yang memengaruhi perilaku curang dalam pendidikan ada 2 hal (Mc Cabe, 2001):

a. Faktor-faktor kontekstual

1) Peraturan yang ada di sekolah atau lembaga pendidikan tersebut. Perilaku curang dalam pendidikan dapat timbul apabila peraturan dan sanksi yang dikenakan berkaitan dengan masalah ini longgar atau tidak mengikat secara tegas.

(12)

integritasnya dalam hal tersebut akan menekan munculnya perilaku-perilaku curang dalam pendidikan.

3) Sanksi dan hukuman terhadap perilaku curang dalam pendidikan. Perlakuan yang tidak setimpal dalam pemberian sanksi pada individual yang diketahui berbuat curang tidak tegas. Sanksi yang dikenakan sebagai hukuman tidak tegas sehingga pelaku tidak jera.

4) Adanya konformitas perilaku dengan teman sebaya yang sekelompok (peer group). Teman yang berbuat curang secara simbolik juga memberikan sugesti pada individu untuk memunculkan perilaku curang dalam pendidikan.

b. Faktor-faktor individual 1) Usia

Kecenderungan munculnya perilaku curang dalam pendidikan

lebih banyak dilakukan pada individu-individu junior dari pada individu-individu senior. Kematangan pola fikir juga

menjadi penyebabnya. 2) Jenis kelamin

Perilaku curang dalam pendidikan lebih banyak ditemukan pada individu laki-laki dari pada perempuan. Hal ini disebabkan individu perempuan lebih banyak mempertimbangkan citra diri yang akan rusak apabila perbuatanya diketahui orang lain.

3) Indeks prestasi

(13)

dalam pendidikan cenderung muncul untuk meningkatkan nilai-nilai akademik.

4) Religiusitas(nilai-nilai religius yang di anut )

Individu yang memiliki religiusitas yang lemah cenderung menggangap kecurangan dalam pendidikan itu merupakan sesuatu yang wajar dan sering dilakukan, mereka mengangap beberapa perilaku curang dalam pendidikan tidak mendapatkan sanksi yang memberatkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku kecurangan akademik dalam pendidikan (Sujanah & wulan,1994) yaitu:

a. Ketegangan atau kecemasan, seperti :

1) Menganggap bahwa ujian atau tes adalah alat mengevaluasi kegagalan dan keberhasilan.

2) Adanya tekanan untuk berhasil dalam ujian atau tes.

3) Adanya tekanan untuk mencapai nilai yang tinggi dalam ujian atau tes.

b. Situasi yang tidak menguntungkan, seperti : 1) Penyelenggaran ujian atau tes yang mendadak.

2) Materi ujian atau tes yang diselenggarakan terlalu banyak 3) Adanya beberapa ujian atau tes yang diujikan pada hari yang sama.

c. Pengaruh atau persetujuan dari teman sebaya yang sekelompok (peer group).

(14)

Religiusitas

Pengertian Religiusitas

Menurut Ancok (2008) religiusitas adalah bagaimana cara individu menunjukkan aspek-aspek religi yang dihayati dalam hatinya. Pada umumnya, religi atau agama memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan semua itu berfungsi, untuk mengikat serta menguntungkan diri seseorang atau kelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya (Jalaluddin, 2005).

Menurut Nur dan Rini, 2010 religiusitasadalah tingkatan ketertarikan seorang individu terhadap agamanya. Menurut Dister (dalam Sukaini, 2013) mengartikan religiusitas sebagai keberagaman, yang berarti adanya internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Sedangkan religiusitas merupakan ukuran ketertarikan seseorang terhadap, agamanya individu menginternalisasikan ketertarikan dalam agama yang di yakininya

kedalam kehidupannya sehari-hari.

(15)

individu terhadap suatu agama yang di tunjukan dalam kehidupan sehari-harinya.

Dari beberapa pengertian tentang religiusitas yang telah dijabarkan dan mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh Nur dan Rini (dalam Glock& Stark, 2010) religiusitas adalah sikap keberagamaan yang berarti adannya unsur internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Dapat dikatakan religiusitas lebih mengarah pada keyakinan dan kepercayaan seseorang individu kepada Tuhan yang bersifat internal.

Aspek – Aspek Religiusitas

Religiusitas dapat diketahui dengan menggunakan skala religiusitas yang disusun berdasarkan aspek-aspek religiusitas dari Glock dan Strak (dalam Nur dan Rini, 2010) yang meliputi dimensi keyakinan, peribadatan, penghayatan, pengetahuan agama dan pengalaman diantaranya :

a. Dimensi keyakinan (the ideological dimension)

Dimensi keyakinan adalah sejauh mana seseorang menerima dan mengakui hal-hal yang dogmatik dalam agamanya. Misalnya keyakinan adanya sifat-sifat Tuhan, adanya malaikat, surga, para nabi dan sebagainya.

b. Dimensi peribadatan dan praktik agama ( the ritualistik dimension)

(16)

c. Dimensi feeling atau penghayatan (the experiencal dimension) Dimensi penghayatan adalah perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan, tentram saat berdoa, tersentuh mendengar ayat kitab suci, merasa takut berbuat doas, merasa senang doanya terkabulkan, dan sebagainya.

d. Dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension) Dimensi ini adalah seberapa jauh seseorang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab suci atau hadis, pengetahuan tentang fikih, dan sebagainya.

e. Dimensi effect atau pengamalan (the consequential dimension) Dimensi pengalaman adalah sejauh mana implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sosial. Misalnya mendermakan sebagian harta untuk keagamaan dan

sosial, menjenguk orang sakit, mempererat silahturahmi dan sebagainya.

Efek dari religiusitas.

Menurut Jalalludin (2005) ada efek seseorang memiliki religiusitas yaitu:

(17)

b). Individu yang mempunyai religiusitas yang baik, akan mengontrol semua perbuatan yang dilakukan individu. Individu percaya dalam setiap perbuatan yang dia lakukan akanada balasannya nanti setelah dia mati.

c). Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas, karena individu yang memiliki keyakinan yang sama secara psikologis merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan. Rasa iman dan kepercayaan akan membina rasa solidaritas terhadap sesama orang yang memeluk agama yang dipercaya

Hubungan Religiusitas dengan Kecurangan Akademik pada siswa SMA 1 Teras Boyolali

Religiusitas adalah realisasi dari ajaran agama yang di terapkan ke dalam hidup kita, sebagai bentuk percaya terhadap agama yang kita yakini. Dister (1988) mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan yang berarti adanya internalisasi agama ke dalam

diri seseorang, religiusitas menunjuk pada kadar keterikatan individu terhadap agamanya, artinya individu telah

menginternalisasikan dan menghayati ajaran agamanya, sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya. Hal ini diselaraskan dengan pendapat (Dister, 1988) yang mengartikan religiusitas sebagai keberagaman yang berarti adanya unsur internalisasi agama itu dalam individual.

(18)

semua kehidupan bermoral dalam masyarakat berasal dari moralitas agama, kepercayaan kepada agama yang dianutnya dengan penghayatan dan pengalaman didalam mengembangkan hubungannya dengan Tuhan dengan perasaan ikhlas, hormat, sukarela dan takjub kemudian di praktekkan dalam tindakan sehari-hari.

Dister (1988) mengatakan bahwa penurunan moral yang terjadi dalam masyarakat modern adalah karena lengah dan kurang mengindahkan agama. Jika kemajuan dalam masyarakat disertai dengan keimanan dan ketentuan dalam beragama, niscaya akan tercipta kedamaian dalam hidup, karena memberikan ketenangan batin, sehingga dapat mengatur dan mengendalikan tingkah laku, sikap dan peraturan-peraturan yang telah di tetapkan oleh agama yang diyakininya. Saat seseorang melakukan perbuatan curang ada

norma-norma yang dilanggarnya, seperti norma kesusilaan dan aturan agama, dalam agama kecurangan merupakan suatu tindakan

yang dapat dikatakan sebagai dosa, karena ada beberapa aspek yang membahas tentang penghayatan dalam menjalankan larangan dan perintah agama. Kecurangan dianggap ketidak taatan seseorang terhadap perintah atau larangan yang sudah ditetapkan agama yang dianutnya.

(19)

lebih dekat dengan Tuhan, sehingga perilakunya akan lebih sesuai kepada norma agama yang di anutnya, dan akan lebih bertanggung jawab serta jujur dengan apa yang dia lakukan (Ahyadi, 1991). Religiusitas dapat berpengaruh terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan moralitas dalam masyarakat seperti kecurangan akademik

Hipotesis

H0 = rxy<0 Tidak ada hubungan signifikan antara tingkat religiusitas

dengan kecurangan akademik siswa siswi SMA Negeri 1 Teras Boyolali.

HI = rxy≥0 Ada hubungan signifikan antara tingkat religiusitas dengan

kecurangan akademik siswa siswi SMANegeri 1 Teras Boyolali

METODE PENELITIAN

Teknik pengambilan sampel dalm penelitian ini memakai

cluster sampling. Menurut Sugiyono (2008) cluster sampling digunakan untuk group yang berbeda-beda dalam individu yang diacak dalam populasi kelompok, diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cluster sampling digunakan oleh peneliti apabila populasi diasumsikan homogen (mengandung satu ciri) sehingga sampel dapat diambil secara acak. dengan jumlah subjek sebanyak 88 siswa yang terdiri dari beberapa grup kelas IPA dan IPS .

Uji Beda Item

Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item-total,

(20)

yang mencapai koefisien korelasi item-total ≥ 0,30 jumlahnya melebihi jumlah item yang dispesifikasikan dalam rencana untuk dijadikan skala, maka dapat dipilih item-item yang memiliki indeks daya diskriminasi tertinggi. Sebaliknya apabila jumlah item yang lolos ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria misalnya menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2012) dengan rumus :

r

ix =

Dalam penelitian ini perhitungan uji validitas dilakukan secara komputasi dengan menggunakan software SPSS sehingga pengujian validitas menggunakan teknik corrected item-total correlation.

Reliabilitas instrumen dapat diketahui dengan menghitung Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut :

(21)

2

b

 : jumlah varians butir pertanyaan tiap variabel

2 t

 : varians total butir pertanyaan tiap variabel

Dalam penelitian ini perhitungan uji reliabilitas dilakukan secara komputasi dengan menggunakan software SPSS sehingga pengujian reliabilitas butir dilakukan dengan menggunakan teknik

Cronbach's Alpha. Dasar pengambilan keputusan didasarkan pada ketentuan bahwa, apabila nilai alpha > 0,6 maka variabel tersebut dikatakan reliabel (Ghozali, 2005).

Tehnik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis

product moment dengan alasan bahwa metode ini tepat untuk mengetahui hubungan antara variabel X dan variabel Y. Untuk

mempermudah analisis korelasi dipergunakan bantuan komputer dengan software statistik (SPSS) versi 16 for windows dengan menggunakan formula korelasi product moment

Apabila nantinya menggunakan korelasi pearson, maka rumusnya adalah sebagai berikut

rxy : Koefisien korelasi antara dua variabel (X dan Y)

∑ X : Jumlah nilai X

∑Y : Jumlah nilai Y

∑X² : Jumlah Kuadrat X

∑Y² : Jumlah Kuadrat Y

(22)

Menurut Idrus (2009), metode angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi angket tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan. Angket yang diguanakan dalam penelitian ini adalah angket yang menggunakan skala ordinal dan memeiliki item-item yang berbentuk pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negative (unfavorable) dan berjumlah 56 item dengan teknik penskalaan semantic differential. Setiap item terdapat tujuh alternative jawaban yaitu 1 = Sangat tidak setuju, 2 = Tidak setuju, 3 = Kurang setuju , 4 = Ragu-ragu, dan 5 = Agak setuju, 6 = Setuju, 7 = Sangat setuju Nilai setiap jawaban berjenjang 1-7 pernyataan positif (favorable) berjenjang 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1. Dan pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable)

(23)

Semakin tinggi skor religiusitas yang diperoleh menunjukkan semakin baik religiusitas seseorang, dan sebaliknya semakin rendah skor religusitas yang diperoleh menunjukkan semakin buruk religiusitasnya.

Dalam penelitian ini adalah angket kecurangan akademik. Angket ini terdiri dari 3 aspek yang meliputi (berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima, informasi dari orang lain), (berbuat curang dengan melanggar norma-norma keagamaan), (Berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran dalam proses evaluasi). Jumlah keseluruhan item kecurangan akademik adalah 30 item dan penyusunan item tersebut dilakukan berdasarkan bentuk favourable dan unfavourable.

Berbentuk pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) setiap item memiliki lima alternative

jawaban yaitu 1 = tidak pernah, 2 jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, dan 5 = sangat sering. Adapun nilai dari setiap jawaban

(24)

Tabel 4.2

Sebaran Item Skala Kecurangan Akademik No Aspek kecurangan

akademik

Favorable Unfavorable Total 1. Berbuat curang dengan

2. Berbuat curang dengan melanggar norma-norma

3. Berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran

Semakin tinggi skor kecurangan akademik yang diperoleh menunjukkan adanya kecurangan akademik seseorang, dan sebaliknya semakin rendah skor kecurangan akademik yang diperoleh menunjukkan semakin rendah kecurangan akademilk seseorang

HASIL PENELITIAN

Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi tidak terpenuhi yang meliputi uji normalitas dengan mengunakan

(25)

Variabel Religiusitas

Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata–rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala religiusitas. (lihat tabel 4.5)

Tabel 4.5

Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Skala Religiusitas

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Religiusitas

88 201 269 240.18 18.569

Valid N (listwise) 88

Berdasarkan tabel 4.5, tampak skor empirik yang diperoleh skor pada skala religiusitas paling rendah adalah 201 dan skor paling tinggi adalah 269, rata-ratanya adalah 240,18dengan standar deviasi 18,569

Untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel skala religius digunakan 5 (lima) kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing item adalah 7 (Tujuh).

Maka skor maksimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah soal, yaitu: 7 x 39 aitem valid = 273 dan skor minimum yang diperoleh dengan cara

(26)

i = 46,8

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

Sangat Tinggi : 227 ≤ x ≤ 273

Tinggi : 180≤ x 227

Sedang : 133 ≤ x 180

Rendah : 86 ≤ x 133

Sangat Rendah : 39 ≤ x 86

Tabel 4.6

Kategorisasi hasil pengukuran skala religiusitas

No Interval Kategori Mean F Presentase (%) 1. 227 ≤ x ≤273 Sangat Tinggi 240,18 70 79,5

2. 180 ≤ x 226 Tinggi 18 20,5

3. 133 x 179 Sedang 0

4. 86 ≤x 132 Rendah 0

5 39 ≤ x 85 Sangat Rendah 0

Jumlah 88 100%

(27)

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa 70 subjek memiliki skor religiusitas yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 79,5 subjek memiliki skor religiusitas pada kategori sedang 0%, sedangkan ada18 subjek memiliki skor religiusitas yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 20,5%, dan tidak ada subjek yang memiliki skor religiusitas pada kategori rendah dengan 0% serta tidak ada juga subjek yang memiliki skor religiusitas yang sangat rendah dengan presentase 0%. Jadi dapat dikatakan bahwa religiusitas sebagian besar subjek berada pada kategori sangat tinggi (79,5%).

Kecurangan Akademik

Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-Rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala Kecurangan akademik (lihat tabel 4.7).

Tabel 4.7

Statistik Diskriptif Hasil Pengukuran Skala Kecurangan Akademik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kecurangan Akademik

88 20 56 36.17 8.089

Valid N (listwise)

88

(28)

Untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel skala kecurangan akademik digunakan 5 (lima) kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing item adalah 5 (lima). Maka skor maksimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah soal, yaitu: 5 x 16 aitem valid = 80 dan skor minimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor terendah dengan jumlah soal 1 x 16 aitem valid = 16. Dengan adanya skor tertinggi, skor terendah dan banyaknya kategori, maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut :

i = 12,8

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

Sangat Tinggi : 68 ≤ x ≤ 80

Tinggi : 55 ≤ x 68

Sedang : 42 ≤ x 55

Rendah : 29 ≤ x 42

(29)

Tabel 4.8

Kategorisasi hasil pengukuran skala kecurangan akademik

No Interval Kategori Mean F Presentase (%) 1. 68 ≤ x ≤ 80 Sangat Tinggi

2. 55 ≤ x 67 Tinggi

3. 42 ≤ x 54 Sedang 36,17 23 26,1

4. 29 ≤ x 41 Rendah 51 57,9

5 16 ≤ x 28 Sangat Rendah 14 16

Jumlah 88 100%

SD = 8,089 Min = 20Max = 56

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa 0 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 0% sedangkan 0 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori tinggi

dengan presentase 0%, 23 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sedang dengan presentase

26,1%, dan 14 subjek yang memiliki skor kecurangan akademik pada kategori rendah dengan 57,9 % ada 14 subjek yang memiliki skor religiusitas yang sangat rendah dengan presentase 16%. Jadi dapat dikatakan bahwa kecurangan akademik sebagian besar subjek berada pada kategori rendah (57,9%).

Uji normalitas

(30)

perhitungannya dibantu dengan menggunakan komputer program SPSS versi 16. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Religiusitas

Kecurangan Akademik

N 88 88

Normal Parametersa 240.18 36.17 36.33

18.569 8.089 8.088 Most Extreme Differences .122 .076 .075

.073 .051 .050

-.122 -.076 -.075 Kolmogorov-Smirnov Z 1.148 .713 Asymp. Sig. (2-tailed) .143 .689 a. Test distribution is Normal.

Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel 4.9 diatas, kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel religiusitas memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,148 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,143 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi>0,05, maka distribusi data religiusitas adalah tidak normal. Pada variabel kecurangan akademik yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,713 dengan probabilitas (p) atau signifikasi sebesar 0,689. Dengan demikian hanya variabel kecurangan

akademik yang memiliki distribusi normal

Uji Linieritas

(31)

perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.0 dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.10 Hasil Uji Linearitas

ANOVA Tabel Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Religiuisitas*

kecurangan akademik

Between Groups

(Combined) 3018.375 43 70.195 1.152 .319 Linearity 276.696 1 276.696 4.540 .038 Deviation from

Linearity 2741.679 42 65.278 1.071 .409 Within Groups 2803.625 46 60.948

Total 5822.000 89

Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai F Linearity sebesar 4,540 dengan sig.=0,038 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara religiusitasdengan kecurangan akademik adalah linear. Berdasarkan penyimpangan juga diketahui F Deviation from Linearity = 1,071 dengan sig. = 0,409 (p > 0,05), yang berarti penyimpangan dari linearitas tidak signifikan yang berarti linier.

Analisis korelasi.

(32)

Tabel 4.11

Hasil Uji Korelasi antara Religiusitas dengan Kecurangan Akademik

Correlations

Religiusitas

Kecurangan Akademik x Pearson Correlation 1 -.164

Sig. (1-tailed) .063

N 88 88

y Pearson Correlation -.164 1

Sig. (1-tailed) .063

N 88 88

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara religiusitas dengan kecurangan akademik r = -0,164 dengan sig. = 0,063 (p < 0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang negatif signifikan antara religiusitas dengan

kecurangan akademik

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas

yang dimiliki siswa tidak mempengaruhi perilaku kecurangan akademik.

Pembahasan

(33)

Maka hasil hipotesisnya adalah H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukaini (2013) yang meneliti tentang, religiusitas dengan kejujuran akademik. Dan hasil penelitiannya disebutkan bahwa nilai koefisien korelasi adalah sebesar rxy: -0,311 dari r tabel sebesar 0,025 dengan signifikan sebesar 0,012 dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara religiusitas dengan kejujuran akademik yang dilihat dari perilaku menyontek siswa ketika ujian (Sukaini, 2013).

Jika dalam penelitian sebelumnya dikatakan ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan kecurangan akademik, maka pada penelitian ini hasilnya tidak mendukung penelitian yang sebelumnya, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan kecurangan akademik. Ada faktor-faktor lain

yang mungkin dapat lebih mempengaruhi kecurangan akademik itu sendiri. Seperti masa perkembangan remaja yang mempengaruhi

sikap remaja menjadi tidak menentu dengan adanya konformitas dari teman sebaya (Santrock, 2007). Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa, peer group dapat juga mempengaruhi kecurangan akademik, misalnya rasa takut mendapat nilai jelek menjadi salah satu penyebabnya.

(34)

Selain itu adanya konformitas yang dilakukan subjek, dengan teman sebayanya yang membuat sebuah kecurangan dianggap sebagai suatu hal yang biasa, walaupun pada kenyataannya mereka tahu itu dilarang oleh agama, saat peneliti melakukan wawancara dengan beberapa subjek pada tanggal 3 maret 2014 yang memiliki nilai kecurangan akademik yang sedang, mereka berpendapat bahwa dosa atau hukuman itu belum akan terjadi sekarang. Seperti yang di kemukakan oleh (Skinner, 1953) bahwa hukuman biasanya diberikan untuk menahan seseorang bertindak dengan cara tertentu, akan tetapi sebuah hukuman hanya akan efektif jika diberikan pada jangka pendek setelah individu melakukan sesuatu. Namun berbeda dalam aturan agama, punishment dalam sebuah agama belum dapat dirasakan dalam waktu yang dekat, jadi dimungkinkan orang yang memiliki religiusitas yang tinggi dapat juga melakukan

sebuah kecurangan karena hukuman yang diberikan oleh agama belum akan terjadi dalam jangka waktu yang dekat. Jadi walaupun

tingkat religiusitas subjek berada pada kategori sangat tinggi, tidak menutup kemungkinan kecurangan akademik akan terjadi juga.

(35)

dilakukan oleh sekolah, dengan cara mengadakan doa bersama ataupun sholat jamaah bersama dan kegiatan rohani lainnya. Meskipun dengan tingginya religiusitas siswa, tidak semata-mata langsung menurunkan tingkat kecurangan akademik.

Dapat dilihat juga bahwa 23 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sedang, dengan presentase 26,1%, 14 subjek yang memiliki skor kecurangan akademik pada kategori rendah, dengan 57,9 % ada 14 subjek yang memiliki skor kecurangan akademik yang sangat rendah dengan presentase 16%. Pada saat melakukan wawancara dengan subjek, peneliti mendapatkan bahwa kurang siapnya siswa dalam menghadapi ujian dan dan tidak adanya komitmen belajar yang kuat dalam diri siswa, menjadi salah satu penyebab kecurangan akademik dikalangan siswa tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

(Saha, 2009) orientasi prestasi yang dimiliki siswa, membuat mereka lebih mementingkan sebuah hasil yang baik ketimbang

sebuah proses. Sehingga perilaku curang dikalangan siswa muncul, karena mereka mengharapkan nilai yang baik dengan melakukan kecurangan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dengan kecurangan akademik pada siswa SMA Negeri 1 Teras, diperoleh kesimpulan:

(36)

Negeri 1 Teras yang berarti semakin tinggi religiusitasnya maka tidak akan ada korelasi terhadap rendahnya kecurangan akademik yang terjadi.

2. Dari hasil penghitungan yang dilakukan oleh peneliti, tentang hubungan antara religiusitas dengan kecurangan akademik, di dapatkan rata-rata tingkat religiusitas siswa SMA N 1 Teras Boyolali sebesar 240,18 pada kategori skala religiusitas dengan persentase 79,5%, yang berarti berada dalam kategori sangat tinggi, sedangkan pada skala kecurangan akademik didapatkan rata-rata sebesar 36,17 dengan persentase 26,1 % berada dalam kategori sedang.

Saran- Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

a. Bagi pihak sekolah

Mengevaluasi kembali metode yang dilakukan untuk

mengurangi kecurangan akademik, seperti membuat system belajar dan cara mengajar yang menyenangkan dan menekankan pentingnya sebuah proses belajar, bukan sebuah hasil.Sehingga siswa tidak tertarik untuk berbuat curang dantingkat kecurangan akademik dapat ditekan atau dikurangi.

b. Bagi siswa

(37)

menghadapi ujian dan mendapatkan hasil yang baik tanpa harus berbuat curang.

c. Bagi peneliti selanjutnya.

Bagi penelitian selanjutnya masih banyak faktor lain yang memengaruhi religiusitas terhadap kecurangan akademik. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, adapun faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya kecurangan akademik seperti faktor kontekstual dan individual seperti usia, jenis kelamin, indeks prestasi, ataupun

peer group. Disarankan pada peneliti selanjutnya agar ketika melakukan penelitian dan sampai pada tahap pengambilan data diharapkan sebelum subjek mengisi skala, peneliti dapat terlebih dahulu menjelaskan mengenai tujuan penelitian agar nantinya

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D, & Fuad N. (2008). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Ahyadi. A. A. (1991). Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: Sinar baru

Alhadza, A, (2004). Masalah menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan, http;//www.depdiknas.go.id/Jurnal.

Arikunto, S. (2003). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

________, (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Athanasou, J. A. & Olasehinde, O. (2002). Male and female differences in self-report cheating. Practical Assessment,

Research&Evaluation,8(5) Diambil pada 21 juli 2013.

http://pareonline.net/getyn.asp?v= 8&n= 5.13/02/09

Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________, (2012). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barbara, N. M. (2006) Article first published online: 21 FEB Journal of Clinical PsychologyVolume 28, Issue 1, pages 9–13, January diambil pada tanggal 12 oktober 2014

Cizek, K. (2003). Preventing, Detecting, And Addressing Academic Dishonesty. Handbook of the teaching of psychology

Dister, N. S. (1988). Pengalaman dan Motivasi Beragama, Jakarta : Kanisius

Dirottsaha, (2009). Hubungan anatara Orientasi Belajar (Learning Goal Orientation) dengan Kecurangan Akademik. Universitas islam Indonesia.

(39)

Hadi, S. (2004). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Halida, R. (2007). Mayoritas Mencontek Media Indonesia Sampoerna Foundation.http://sampoernafoundation.ord.19/12/08

Hurlock, E.B. (1973). Development Psychology, Mc Graw-Hill Inc, Inggris, 1980.Diterjemahlan Oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo, PsikologiPerkembangan (suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan).Jakarta: Erlangga.

Hendricks, B (2004) Academic Dishonesty. A Study In The Magnitude Of And Justification For Academic Dishonesty Among College Undergraduate And Graduate StudentJournal of college student development.35(march), 212-26

_______,2008.AcademicDishonesty.http://en.wikipedia.org/wiki/Acade micDishonesty. 31/12/12

Jalaludin, (2005). Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Josephson, I. E (2009). What is Academic Dishonesty? http://www.charactercounts.org.12/02/09

Jess, F, & Gregory, J (2010). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika

Idrus, M. (2007). Metode penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: UII Press

Iskandar,P.edukasi.Kompasiana.(2012)http://edukasi.kompasia.com/20 12/05/30/kecuranganakademikpadamahasiswakependidikan/. htm24 juni 2013

Mangunwijaya, Y. B.(1986). Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak.Jakarta : Gramedia

(40)

McCabe, D. L, Trevino, L.K. & Butterfield, K.D. (2001). Cheating in Academic Institutions: A Decade of research. Journal of Ethics & Behavior, 11(3) 219-132

McCabe, D. L, & Drinan, P. (1999). Toward culture of Academic integrity.The Chronides of Higher Education.46 (8). B7. http://imprint.uwaterloo.ca/issues/110300.htm.20/07/09

Mc Cown, R, Drisdoll, M,& Roop, P. G. (1996). Educational Psychology : A learning-centered Approach to classroom Practice, second Edition Massachusets: Allyn & Bacon

Money, B.S. (2008).Academic dishonesty in higher education: the impact of a student development approach. Diambil dari: www.proquest.com[On-line]. Diambil pada 21 Agustus 2013.

Nur, G, & Rini. R .(2010). Teori Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz media

Newstead, S. E, Franklyn-Stokes, A, & Armstead, P. (1996). Individual Differences In Student Cheating. Journal of educational psychology, 88, 229-241

Rangkuti, A, A. & Deasyanti. (2010). Sikap anti intelektual, self efficacy akademik, dan perilaku cheating akademik pada mahasiswa kependidikan peper presented in temu ilmiah, Nasional dan kogres XI Himpsi solo, Jawa Tengah

Rohmawati, D. Y. (2008). Hubungan Antara Religiusitas Dengan Perilaku Mencontek Pada Siswa. Skripsi Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Siti, A. R. (2009). Hubungan Prokarastinasi Akademis Dan Kecurangan Akademis Pada Mahasiswa Psikologi.Universitas Sumatra utara,

(41)

Santrock, J.W.(2007). Remaja ed 11 jilid 1I. Jakarta: Erlangga

Sujana, Y. E. & Wulan, R. (1994). Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intense Mencontek. Jurnal psikologi tahun XXI nomor 2. Universitas Gajah Mada Vol.54, No.4, 466-470.

Soetjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan Anak Sejak P embuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group.

Sugiyono, (2007). Statistika Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Taylor, S. E. (2006). Health Psychology. America, New York: McGraw-HillCompanies: Sixth Edition.

Thouless, R. (2000). P engantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Wahyudin, H. D (2006). Materi Pokok Pengantar Pendidikan. Jakarta: UniversitasTerbuka

Zuriah, N. (2007) Tujuan Pendidikan Nasional, Jurusan Bahasa Indonesia, FKIP: Universitas Muhammadiyah Malang

Gambar

Tabel 4.1 Sebaran Item Skala Religiusitas
Tabel 4.2 Sebaran Item Skala Kecurangan Akademik
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran
Tabel 4.6 Kategorisasi hasil pengukuran skala religiusitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Penetapan indeks terintegrasi untuk penghitungan retribusi IMB bangunan gedung seperti pada tabel Lampiran 1, dan contoh penetapan indeks terintegrasi

agian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian

Tenaga pelayanan kesehatan yang diperlukan pada saat operasional haji di Arab Saudi terdiri dari tenaga kesehatan haji indonesia (TKHI), panitia penyelenggara ibadah haji

Penyusunan laporan hasil karya tulis ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran

Faktor-faktor penggerak yang diduga berkontribusi memicu terjadinya gelombang besar tersebut adalah terjadinya badai tropis dengan kecepatan angin &gt; 35 m/s di

Pelayanan dan rehabilitasi yang dimaksud disini adalah gedung, sarana dan prasarana yang bisa digunakan oleh penyandang disabilitas seperti yang kita ketahui dari

Sedangkan persentase persepsi petani responden yang belum melakukan budidaya pada lahan cetak sawah baru terhadap dampak dari program cetak sawah dari segi lingkungan

Ada tiga kabupaten yang memiliki IPM tertinggi yaitu Kota Bukitinggi, Kota Padang, dan Kota Padang Panjang untuk merencanakan pembangunan di Sumatera Barat harus