INTISARI
Antioksidan sebagai agen protektif berperan penting mengurangi terjadinya kerusakan akibat aktivitas oksigen reaktif penyebab kerusakan molekul dari lipid, dan protein yang memicu inflamasi. Antioksidan seperti vitamin E, vitamin C, polifenol dan karotenoid banyak terdapat dalam makanan, termasuk buah-buahan dan sayuran. Likopen salah satu senyawa karotenoid yang terdapat dalam buah tomat sebagai antioksidan berperan penting dalam pencegahan inflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan besarnya khasiat jus tomat sebagai antiinflamasi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode uji yang digunakan adalah metode induksi udema pada telapak kaki belakang dengan menggunakan karagenin 1% sebagai senyawa penginduksi, mengacu pada metode Langford et al, 1972 dengan modifikasi. 35 ekor mencit dikelompokkan secara acak dalam 7 kelompok. Kelompok I-III merupakan kelompok kontrol, sedangkan kelompok IV-VII merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus tomat secara oral dalam 4 peringkat dosis. Pemberian bahan uji dilakukan setelah hewan uji diinjeksi suspensi karagenin 1% subplantar. Data yang diperoleh berupa bobot udema kaki mencit, selanjutnya digunakan untuk mencari persentase daya antiinflamasinya. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan Anova satu jalan dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus tomat memberikan efek antiinflamasi. Besar kecilnya efek antiinflamasi dinyatakan dengan daya antiinflamasi, dimana jus tomat dosis 1,875 g/kgBB; 3,75 g/kgBB; 7,5 g/kgBB; dan 15 g/kgBB mempunyai daya antiinlamasi berturut-turut 11,81 %; 22,25%; 33,89%; dan 40,98%.
ABSTRACT
Antioxidant is as an important protecting agent against inflammation caused by oxygent reactive species. Antioxidant like vitamin E, vitamin C, polyfenol and carotenoids are contained mostly in food such as vegetables and fruits. Lycopene in tomato fruit is one of the important antioxidant against inflammation. The objectives of this research are to know the ability of tomato juice (Solanum lycopersicum L.) as anti inflammation agent and to know how big its ability to reduce weight of mice paw.
This research was a pure experimental with one way completely randomized design, using foot sole’s oedema induction method on experimental subject 1% carragenin by sub plantar, according to Langford et al, 1972 with modification. Thirtty five white male mice were randomly divide in 7 groups. Group I – III were control groups, and group IV – VII were treatment groups with tomato juice that given in 4 various dosage. The tomato juice was given after the treatment groups was injected by sub plantar injection of carragenin 1%. Data obtained was data of weight of mice paw used to calculate the percentage of anti inflammation effect according to Langford methods. Distribution of data was analyzed statitically by Kolmogorov-Smirnov, continued with one way ANOVA (p=0,05) and Scheffe test.
The result shows that tomato juice had anti inflammation effect. The percentage of anti inflammatory effect of treatment tomato juice in dosage 1,875 g/kgBW; 3,75 g/kgBW; 7,5 g/kgBW; and 15 g/kgBW is 11,81%; 22,25%; 33,89%; and 40,98%.
DAYA ANTIINFLAMASI JUS TOMAT (
Solanum
lycopersicum
L. ) PADA MENCIT PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Benediktus Supriyadi Nugroho
NIM : 028114039
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Bila kenangan adalah sebuah pulau dalam waktu lalu,
Bila setiap menit dan detik begitu berharga,
‘kan ku jadikan kenangan di masa depan
sebagai pulau-pulau dalam waktu lalu ku.
Skripsi ini kupersembahkan bagi:
Almarhum Bapak,
yang kurindukan
Ibu
tercinta,
Mas dan Mbakku
tersayang,
PRAKATA
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Daya Antiinflamasi Jus Tomat (Solanum lycopersicum L.) Pada Mencit Putih Jantan” ini telah dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi.
Keberhasilan dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Yosef Wijoyo M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan dosen penguji, atas segala bantuan, bimbingan, nasehat dan waktu yang telah diberikan.
2. Bapak Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen penguji, atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan.
3. Ibu dr. Luciana Kuswibawati M.Kes., selaku dosen penguji, atas segala bentuan dan bimbingan yang telah diberikan.
4. Ibu Rita Suhadi M.Si., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Univeritas Sanata Dharma.
5. Direktur PT.IFARS yang telah bersedia memberikan sumbangan serbuk diklofenak-Na sebagai bahan baku pembanding.
7. Teman-teman kelas A’2002 atas pertemanan, suka dan duka selama ini. 8. Teman-teman kelompok praktikum B atas kebersamaan yang tak
terlupakan.
9. Semua teman angkatan’02 terima kasih atas kebersamaannya
10.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.
Semoga Tuhan melimpahkan karunia-Nya, atas segala kebaikan dan jasa yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala masukan , kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang
Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan ilmu pengetahuan serta bagi masyarakat luas.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..…. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN....……….. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… v
PRAKATA……… vi
DAFTAR ISI………. viii
DAFTAR TABEL………. xii
DAFTAR GAMBAR………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN………..…... xv
INTISARI……….. xvii
ABSTRACT……… xiii
BABI. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan Penelitian ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Obat Tradisional ... 6
1. Klasifikasi Umum ... 6
2. Nama ... 6
3. Morfologi ... 7
4. Kandungan Kimia ... 8
5. Khasiat dan Kegunaan ... 8
C. Radikal Bebas dan Antioksidan ... 8
D. Likopen ... 10
1. Sifat Fisik dan Kimiawi ... 10
2. Metabolisme ... 11
3. Sumber ... 12
4. Dosis yang Dianjurkan dan Efek Samping ... 12
E. Inflamasi ... 13
1. Definisi ... 13
2. Gejala ... 14
3. Mekanisme ... 16
F. Obat Antiinflamasi ... 21
G. Natrium Diklofenak ... 22
H. Metode Uji Daya Antiinflamasi ... 23
I. Landasan Teori ... 28
J. Hipotesis ... 29
BAB III. Metode Penelitian ... 30
B. Variabel Penelitian ... 30
1. Variabel utama ... 30
2. Variabel Pengganggu ... 31
C. Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian ... 31
D. Tata Cara Penelitian ... 33
1. Determinasi Tanaman Tomat ... 33
2. Pengumpulan Bahan ... 33 3. Pembuatan Jus Tomat ... 33
4. Penyiapan Hewan Uji ... 33
5. Pembuatan suspensi karagenin 1% ... 34
6. Penentuan dosis ... 34
a. Penentuan dosis karagenin 1% ... 34
b. Penentuan dosis natrium diklofenak ... 34
c. Penentuan dosis jus tomat ... 35
7. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki mencit Setelah diinjeksi karagenin 1% subplantar ... 36
8. Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak ... 36
9. Uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif ... 36
10.Uji pendahuluan waktu pemberian jus tomat ... 37
11.Perlakuan hewan uji ... 37
E. Analisis Hasil ... 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Determinasi ... 41
B. Uji Pendahuluan ... 42
1. Waktu pemotongan kaki mencit ... 42
2. Penetapan dosis efektif natrium diklofenak ... 45
3. Waktu pemberian larutan natrium diklofenak dengan dosis efektif ... 48
4. Waktu pemberian jus tomat ... 52
C. Hasil Uji Daya Antiinflamasi ... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rangkuman hasil Anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah diinjeksi karagenin 1%
subplantar ………... 43 Tabel II. Rata-rata bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan
setelah diinjeksi karagenin 1% subplantar pada tentang waktu
tertentu beserta hasil uji Scheffe ... 44 Tabel III. Rangkuman hasil Anova satu arah dengan taraf kepercayaan
95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan akibat pemberian natrium diklofenak dalam
3 peringkat dosis ... 46 Tabel IV. Rata-rata bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan
akibat pemberian natrium diklofenak dalam 3 peringkat dosis
beserta hasil uji Scheffe ... 47 Tabel V. Rangkuman hasil Anova satu arah dengan taraf kepercayaan
95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif
Tabel VI. Rata-rata bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan akibat pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif (4,48 mg/kgBB) dalam rentang waktu tertentu beserta
hasil uji Scheffe ... 50 Tabel VII. Rangkuman hasil Anova satu arah dengan taraf kepercayaan
95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan pemberian jus tomat dalam rentang waktu tertentu
beserta hasil uji Scheffe ... 54 Tabel VIII. Rata-rata bobot udema kaki mencit pada uji
pendahuluan akibat pemberian jus tomat dalam rentang
waktu tertentu beserta hasil uji Scheffe ... 55 Tabel IX. Rangkuman hasil anava satu arah, dengan taraf kepercayaan
95%, persentase daya antiinflamasi kelompok perlakuan
beserta kontrol ... 61 Tabel X . Rangkuman hasil uji Scheffe mengenai % daya antiinflamasi
kelompok perlakuan disertai kontrol ... 62 Tabel XI. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata
persen (%) potensi relatif daya antiinfalmasi kelompok
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Likopen ... 10 Gambar 2. Patogenesis dan gejala peradangan ... 16 Gambar 3. Diagram mediator-mediator inflamasi yang berasal
dari fosfolipida beserta aksinya, serta titik tangkap
kerja obat anti-inflamasi ... 20 Gambar 4. Grafik mean bobot udema kaki mencit pada uji
pendahuluan setelah diinjeksi karagenin 1% pada
rentang waktu tertentu ... 45 Gambar 5. Histogram mean bobot udema kaki menit pada
uji pendahuluan akibat pemberian diklofenak-Na
dalam 3 peringkat dosis ... 48 Gambar 6. Grafik mean bobot udema kaki mencit pada
uji pendahuluan akibat pemberian dosis efektif
diklofenak-Na pada rentang waktu tertentu ... 51 Gambar 7. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian jus
tomat pada selang waktu tertentu terhadap diklofenak-Na ... 53 Gambar 8. Diagram batang mean bobot udema kaki mencit pada uji
perlakuan akibat pemberian jus tomat dalam 5 peringkat
dosis beserta kontrol ... 59 Gambar 9. Diagram batang % daya antiinflamasi kelompok perlakuan disertai
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman tomat ... 71
Lampiran 2. Sertifikasi analisis diklofenak-Na ... 72
Lampiran 3. Foto tanaman tomat ... 73
Lampiran 4. Foto jus tomat ... 73
Lampiran 5. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi karagenin 1% pada rentang waktu tertentu ... 74
Lampiran 6. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan akibat pemberian natrium diklofenak pada 3 peringkat dosis ... 75
Lampiran 7. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan akibat pemberian natrium diklofenak 4,48 mg/kgBB pada rentang waktu tertentu ... 76
Lampiran 8. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan pemberian jus tomat dosis (7,5 g/kgBB) dalam rentang waktu tertentu ... 77
Lampiran 9. Data bobot udema kaki kaki mencit dan % daya antiinflamasi hasil uji daya antiinflamasi pada kelompok kontrol dan perlakuan ... 78
Lampiran 11. Contoh cara perhitungan (%) daya antiinflamasi dan
potensi relatif ... 80 Lampiran 12. Skema kerja uji efek antinflamasi ... 81 Lampiran 13. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemotongan
kaki setelah injeksi subplantar karagenin 1% ... 82 Lampiran 14. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan
dosis efektif diklofenak-Na ... 84 Lampiran 15. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian
dilofenak-Na pada dosis efektif ... 86 Lampiran 16. Hasil analisis statistik data orientasi waktu
pemberian jus tomat ... 88 Lampiran 17. Hasil analisis statistik data (%) daya antiinflamasi
kelompok perlakuan beserta kontrol ... 90 Lampiran 18. Perhitungan penetapan peringkat dosis jus tomat
INTISARI
Antioksidan sebagai agen protektif berperan penting mengurangi terjadinya kerusakan akibat aktivitas oksigen reaktif penyebab kerusakan molekul dari lipid, dan protein yang memicu inflamasi. Antioksidan seperti vitamin E, vitamin C, polifenol dan karotenoid banyak terdapat dalam makanan, termasuk buah-buahan dan sayuran. Likopen salah satu senyawa karotenoid yang terdapat dalam buah tomat sebagai antioksidan berperan penting dalam pencegahan inflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan besarnya khasiat jus tomat sebagai antiinflamasi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode uji yang digunakan adalah metode induksi udema pada telapak kaki belakang dengan menggunakan karagenin 1% sebagai senyawa penginduksi, mengacu pada metode Langford et al, 1972 dengan modifikasi. 35 ekor mencit dikelompokkan secara acak dalam 7 kelompok. Kelompok I-III merupakan kelompok kontrol, sedangkan kelompok IV-VII merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus tomat secara oral dalam 4 peringkat dosis. Pemberian bahan uji dilakukan setelah hewan uji diinjeksi suspensi karagenin 1% subplantar. Data yang diperoleh berupa bobot udema kaki mencit, selanjutnya digunakan untuk mencari persentase daya antiinflamasinya. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan Anova satu jalan dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus tomat memberikan efek antiinflamasi. Besar kecilnya efek antiinflamasi dinyatakan dengan daya antiinflamasi, dimana jus tomat dosis 1,875 g/kgBB; 3,75 g/kgBB; 7,5 g/kgBB; dan 15 g/kgBB mempunyai daya antiinlamasi berturut-turut 11,81 %; 22,25%; 33,89%; dan 40,98%.
ABSTRACT
Antioxidant is as an important protecting agent against inflammation caused by oxygent reactive species. Antioxidant like vitamin E, vitamin C, polyfenol and carotenoids are contained mostly in food such as vegetables and fruits. Lycopene in tomato fruit is one of the important antioxidant against inflammation. The objectives of this research are to know the ability of tomato juice (Solanum lycopersicum L.) as anti inflammation agent and to know how big its ability to reduce weight of mice paw.
This research was a pure experimental with one way completely randomized design, using foot sole’s oedema induction method on experimental subject 1% carragenin by sub plantar, according to Langford et al, 1972 with modification. Thirtty five white male mice were randomly divide in 7 groups. Group I – III were control groups, and group IV – VII were treatment groups with tomato juice that given in 4 various dosage. The tomato juice was given after the treatment groups was injected by sub plantar injection of carragenin 1%. Data obtained was data of weight of mice paw used to calculate the percentage of anti inflammation effect according to Langford methods. Distribution of data was analyzed statitically by Kolmogorov-Smirnov, continued with one way ANOVA (p=0,05) and Scheffe test.
The result shows that tomato juice had anti inflammation effect. The percentage of anti inflammatory effect of treatment tomato juice in dosage 1,875 g/kgBW; 3,75 g/kgBW; 7,5 g/kgBW; and 15 g/kgBW is 11,81%; 22,25%; 33,89%; and 40,98%.
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Inflamasi merupakan suatu mekanisme proteksi tubuh terhadap gangguan
dari luar atau infeksi (Wibowo dan Gofir, 1998). Walaupun bukan penyakit,
inflamasi harus dikendalikan, sebab keluarnya mediator-mediator yang menyertai
proses inflamasi dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang serius.
Kerusakan sel yang menyertai peradangan menyebabkan pelepasan enzim lisosom
dari leukosit melalui kerja atas membran sel, kemudian asam arakhidonat
dilepaskan dari senyawa prekursor oleh fosfolipase. Dalam metabolisme asam
arakhidonat, dilepaskan leukotrien yang mempunyai efek kemotaktik kuat atas
eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Perangsangan membran neutrofil menghasilkan
radikal bebas oksigen. Anion superoksida dibentuk oleh reduksi oksigen
molekular, yang bisa merangsang produksi molekul reaktif lain seperti hidrogen
peroksida dan gugus hidroksil. Interaksi senyawa ini dengan asam arakhidonat
menghasilkan pembentukan senyawa kemotaktik, sehingga mengekalkan proses
peradangan (Martin, 1995). Dengan demikian, inflamasi dipandang merugikan
sehingga diperlukan obat untuk mengendalikan inflamasi.
Saat ini banyak beredar obat-obat antiinflamasi modern, namun pada
kenyataannya penggunaan obat modern tersebut menimbulkan dampak sampingan
yang luas, terutamanya pada saluran pencernaan, sehingga masyarakat beralih
menggunakan obat tradisional. Dimana, selain harganya relatif lebih murah, bahan
baku obat tradisional lebih mudah didapatkan dan masyarakat meyakini bahwa
obat tradisional lebih aman daripada obat modern.
Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah tomat. Penggunaan
tomat telah lama populer di kalangan masyarakat, baik digunakan sebagai
campuran sayuran, atau dikonsumsi sebagai buah segar. Kandungan spesifik
utama yang dimiliki tomat adalah likopen. Likopen termasuk dalam kelompok
karotenoid yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan
agen protektif yang mampu menginaktivasi radikal bebas yang berperan penting
mengurangi terjadinya kerusakan yang diakibatkan oleh inflamasi. Selain dalam
bentuk tomat segar, likopen juga dapat diperoleh dalam produk olahan tomat.
Produk olahan tomat, selain mengubah rasa dan bentuk juga dapat
menambah khasiat yang dimiliki tomat. Berbagai cara pengolahan baik dengan
pemanasan maupun mekanik, misalnya dengan perubahan ukuran partikel (jus
tomat), akan memecah dinding sel sehingga melemahkan ikatan antara likopen
dan matriks jaringan, dengan demikian likopen menjadi bagian yang lebih mudah
diabsorbsi tubuh (Asroruddin, 2004).
Ketertarikan akan likopen meningkat pesat berkenaan dengan banyak
dipublikasikannya studi epidemiologi terkait dengan likopen (Clinton, 1998).
Likopen merupakan senyawa karotenoid utama yang terdapat dalam tomat
(Khachik et al, 2002). Tomat atau produknya, banyak mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain : protein, lemak, zat besi, dan likopen
(psikaroten). Likopen adalah senyawa karotenoid yang tidak memiliki aktivitas
memiliki bioavaiabilitas lebih tinggi daripada tomat segar (Agarwal dan Rao,
2000). Likopen adalah senyawa antioksidan. Berdasarkan berbagai penelitian,
konsumsi tomat dan produk olahan tomat yang mengandung likopen
menggunakan kultur sel, hewan, dan penyelidikan epidemiologik menunjukkan
dapat mengurangi resiko penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit
kardiovaskuler (Anonim, 2002). Likopen mempunyai kemampuan mengikat
oksigen tunggal dua kali lebih tinggi daripada β-karoten dan 10 kali lebih kuat
daripada α-tokoferol (Anonim, 2004). Dengan demikian, likopen mampu
mencegah terbentuknya prostaglandin dan menetralkan radang dan nyeri, maka
kerusakan jaringan berlebihan dapat dikurangi (Tjay dan Rahardja, 2002).
Atas dasar uraian tersebut, peneliti tertarik untuk membuktikan kebenaran
khasiat jus tomat sebagai antiinflamasi. Sehingga diperoleh informasi yang dapat
mendasari penelitian-penelitian selanjutnya tentang obat antiinflamasi.
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan yang muncul dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. apakah jus tomat mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi ?
b. berapakah besarnya daya antiinflamasi jus tomat ?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka penelitian yang telah penulis lakukan,
mencit jantan belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan antara
lain:
a. Kombinasi Sari Wortel (Daucus Carota, L) dan Tomat (Lycopersicon lycopersicum, L) Sebagai Hepatoprotektor Mencit Terinduksi Parasetamol (Febriyana, 2005)
Hasilnya bahwa kombinasi sari wortel dan tomat mempunyai efek
hepatoprotektif terhadap mencit jantan terinduksi parasetamol dengan dosis
0,33 mg/kgBB. Efek hepatoprotektif dibuktikan dengan menurunnya nilai
GPT – serum dan derajat kerusakan sel hati mencit akibat hepatotoksisitas
dari parasetamol. Efek hepatoprotektif kombinasi sari wortel dan tomat
perbandingan 1:1/4, 1:1/2, 1:1, 1:2, dan 1:4 berturut-turut sebesar 32%, 40%,
64%, 52% dan 56%. Kombinasi sari wortel dan tomat perbandingan 1:1
merupakan kombinasi yang paling baik sebagai hepatoprotektif terhadap
mencit terinduksi parasetamol.
b. Daya Antiinflamasi Kombinasi Jus Wortel (Daucus Carota, L) Dan Tomat (Lycopersicon lycopersicum, L) Pada Mencit Jantan (Inaktia, 2005)
Hasilnya bahwa kombinasi jus wortel dan tomat memiliki daya
anti-inflamasi dan persentase daya anti-anti-inflamasi pada perbandingan 1 : 1/4 , 1 : ½,
dan 1 : 1 masing-masing sebesar 51,75 %; 62,35 %; dan 73,69 %. Potensi
daya anti-inflamasinya berturut-turut adalah 85,88 %; 103,50 %; dan 122,24
%. Kombinasi jus wortel dan tomat perbandingan 1:1 merupakan kombinasi
c. Efek Analgesik Jus Tomat (Solanum lycopersicum L.) Pada Mencit Putih Betina (Sidharta, 2006)
Hasilnya bahwa jus tomat mempunyai efek analgesik. Hal ini terbukti
dengan kemampuan jus tomat untuk mengurangi nyeri akibat rangsang kimia.
Persen proteksi geliat dosis 1 g/kgBB, 2 g/kgBB, 4 g/kgBB, 8 g/kgBB, dan 16
g/kgBB berturut–turut adalah 26,7% ; 37,18% ; 47,34% ; 65,45 % dan 56,55 %.
3. Manfaat Penelitian
Dari penelitian tentang daya antiinflamasi jus tomat ini diharapkan akan
memperoleh manfaat sebagai berikut:
a. Secara teoritis : untuk menambah informasi kefarmasian terutama
mengenai khasiat buah tomat.
b. Secara praktis : penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
kepada masyarakat dalam mengkonsumsi obat tradisional khususnya
penggunaan jus tomat dalam menyembuhkan inflamasi.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai bahan
alam yang berkhasiat antiinflamasi.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui kebenaran khasiat jus tomat sebagai antiinflamasi.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Tradisional
Teknologi yang semakin canggih dan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang ternyata tidak mampu begitu saja menggeser arti dan peran pengobatan tradisional. Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, obat tradisional didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992).
B. Tanaman Tomat 1. Klasisfikasi umum
Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum
Species : Solanum lycopersicum L. (Van Steenis, 1992) 2. Nama
a. Sinonim
Lycopersicum esculentum Mill.
Lycopersicon lycopersicum L. a. Nama daerah
Sumatera : terong kaluwat, reteng, cung asam. Jawa : kemir, leunca komir (Sunda), ranti bali, ranti endel, ranti kenong, rante, rante raja, terong
sabrang, tomat (Jawa). Sulawesi : kamantes, samate, samatet, samante, temantes, komantes, antes, tamato, tamati, tomate.
b. Nama asing
Fan ie, xi hong shi (China), tomaat (Belanda), tomate (Jerman), pomme d’amour, tomate (Perancis), love apple, tomato (Inggris).
c. Nama simplisia
Lycopersici esculenti Fructus (buah tomat). (Dalimartha, 2003)
3. Morfologi
Terna setahun, tumbuh tegak atau bersandar pada tanaman lain, tinggi 0,5–
2,5 m, bercabang banyak, berambut, dan berbau kuat. Batang bulat, menebal pada
buku-bukunya, berambut kasar warnanya hijaukeputihan. Daun majemuk
menyirip, letak berseling, bentuknya bundar telur sampai memanjang, ujung
runcing, pangkal membulat, helaian daun besar, tepinya bergerigi, panjang 10 –
40 cm, warnanya hijau muda (Dalimartha, 2003). Bunga majemuk terdiri dari 4
sampai 14 bunga, letak bunga di antara buku, pada ruas, menggantung (Pracaya,
1998), bunga berkumpul dalam rangkaian berupa tandan, bertangkai, mahkota
berbentuk bintang, warnanya kuning. Buahnya buah buni, berdaging, kulitnya
2003). Biji tomat berukuran kecil, lebar 2 – 4 mm, panjang 3 – 5 mm, bentuknya
seperti ginjal, ringan, berbulu (Pracaya, 1998)
3. Kandungan Kimia
Tomat mengandung alkaloid solanin, saponin, asam folat, bioflavonoid,
tomaton, mineral (Ca, Mg, S), vitamin (B1, C, E), gula (Dalimartha, 2003),
protein, lemak, beta karoten 0,3 – 0,52 mg/g, lutein rata-rata 100 g buah tomat
mengandung 3-5 mg likopen (Asroruddin, 2004).
4. Khasiat dan kegunaan
Buah tomat berkhasiat sebagai antiseptik, laksatif, mengatasi gangguan
pencernaan, radang saluran nafas, dan usus buntu. Tomatin dapat berkhasiat
antiradang dan menurunkan permeabilitas pembuluh darah. Likopen dapat
mencegah timbulnya tumor dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung
(Dalimartha, 2003).
C. Radikal bebas dan Antioksidan
Radikal bebas adalah senyawa, atom, atau ion dengan struktur kimia
yang terdiri dari elektron tak berpasangan atau ganjil. Elektron yang tidak
memiliki pasangan ini bersifat sangat reaktif, karena selalu berusaha untuk
mencari pasangan elektron lainnya agar menjadi bentuk yang stabil (Fessenden
and Fessenden, 1997). Pencarian pasangan elektron ganjil lainnya oleh radikal
bebas dalam tubuh, dapat terjadi dengan cara menarik elektron yang berasal dari
struktur sel-sel tubuh. Akibatnya dapat menyebabkan kerusakan sel, kerusakan ini
Radikal bebas kebanyakan berasal dari reaksi redoks biokimiawi yang
melibatkan O2 yang terjadi sebagian dari metabolisme sel normal namun dapat
diinisiasi oleh pemaparan cahaya UV, polutan lingkungan, dan asap rokok
(Diantini dan Safitri, 2001). Radikal bebas terpenting yang terdapat dalam tubuh
adalah radikal derivat oksigen atau sering disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal-radikal tersebut berada dalam bentuk triplet (3O2), singlet
(1O2), superoksida (O2.), radikal hidroksida (OH.), nitrit oksida (NO.), dll
(Kurniani, 2001).
Proses perusakan organ tubuh oleh radikal bebas dapat dihambat dengan
jalan memberikan antioksidan (Tjay dan Rahardja, 2002). Antioksidan adalah
senyawa yang mampu menghambat oksidasi, atau juga disebut dengan inhibitor
radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1997). Ketika suatu radikal bebas
mendapatkan pasangan elektronnya yang berasal dari suatu antioksidan, maka
radikal bebas tersebut tidak perlu mencari dan berikatan dengan sel–sel dalam
tubuh.
Secara nyata, setelah antioksidan mendapatkan sebuah elektron dari suatu
radikal bebas, maka akan terbentuk radikal bebas yang baru. Tapi pada keadaan
ini, radikal bebas hasil pengikatan dengan antioksidan tidak bersifat reaktif,
karena antioksidan mampu mengubah elektron tersebut ke energi yang lebih
rendah (Anonim, 2004). Antioksidan yang terpenting antara lain : vitamin A,
vitamin E, vitamin C, likopen, katalase, superoxide-dismutase (SOD), glutation
D. Likopen
Likopen merupakan pigmen yang disintesis oleh tanaman dan
mikroorganisme, yang memberikan warna merah kekuningan pada buah dan
sayuran, dan termasuk dalam kelompok karotenoid (Asroruddin, 2004). Seperti
golongan karotenoid lain, likopen memiliki bioavailabilitas yang tergantung pada
sumber makanan asupan, ukuran partikel, dan lokasi karotenoid dalam kloroplast
(Russell dan Sergio, 1999).
CH3 CH3 CH3
CH3 CH3 CH3
H3C
CH3
CH3
CH3
Gambar 1. Struktur Kimia Likopen (Anonim, 2001)
1. Sifat fisik dan kimiawi
Likopen mempunyai rumus molekul C40H56 dan titik cair 1720C – 1750C.
bentuk kristal seperti jarum, panjang, dalam bentuk tepung berwarna kecoklatan.
Larut dalam kloroform, benzena, heksena, dan pelarut organik lainnya dan
bersifat hidrofobik kuat. Dapat mengalami degradasi melalui proses isomerisasi
dan oksidasi karena cahaya, oksigen, suhu tinggi, teknik pengeringan, proses
pengelupasan, penyimpanan dan asam. Likopen merupakan suatu hidrokarbon
polien dengan rantai asiklik terbuka tak jenuh, mempunyai 13 ikatan rangkap, 11
aktivitas provitamin A. Di alam, dalam bentuk all-trans yang secara
termodinamika merupakan bentuk yang stabil. Dengan pengaruh cahaya dan
pemanasan bentuk all-trans dapat berubah menjadi isomer mono atau poli cis
(Thomas, Amy, dan John,1998).
Dalam serum dan jaringan manusia lebih dari 50% berada dalam isomer
cis (Thomas W., et al, 1998). Secara umum isomer cis bersifat lebih polar, mempunyai kecenderungan yang lebih rendah untuk menjadi kristal, lebih larut
dalam minyak dan pelarut hidrokarbon, lebih mudah masuk ke dalam sel serta
bersifat kurang stabil dibanding isomer trans. Likopen dengan strukturnya yang khas menunjukkan sifat yang unik sebagai antioksidan, berupa kemampuan
mengikat oksigen tunggal dan menangkap peroksida. Kemampuan mengikat
oksigen tunggal dua kali lebih tinggi daripada β-karoten dan 10 kali lebih kuat
daripada α-tokoferol (Sudrajat dan Gunawan, 2003 cit Asroruddin, 2004). 2. Metabolisme
Bioavailabilitas likopen dipengaruhi oleh bentuk molekul, jumlah likopen
dalam makanan, kandungan matriks bahan makanan, medium lemak atau minyak,
efek serat makanan, dan interaksi dengan karotenoid lain. Metabolisme likopen
terjadi bersamaan dengan metabolisme lemak. Di dalam duodenum setelah
dicerna oleh lipase pankreas dan diemulsi garam empedu, bahan yang
mengandung likopen masuk ke dalam mukosa sel usus melalui difusi pasif.
Selanjutnya dibawa ke dalam aliran darah melalui sistem limfatik. Likopen
didistribusikan ke jaringan terutama melalui Low Density Lipoprotein (LDL).
kelenjar adrenal, hati dan prostate. Saat ini telah diidentifikasi dua metabolit likopen pada serum dan Air Susu Ibu (ASI) yang dikenal dengan 2,6-cyclolycopene-1, 5-diol tipe I dan II (Sudrajat dan Gunawan, 2003 cit Asroruddin, 2004).
3. Sumber
Beberapa produk olahan tomat termasuk saus, jus tomat dan saus pizza
adalah sumber utama likopen terbanyak yang dikonsumsi masyarakat USA.
Jumlahnya mencapai 80 % dari total konsumsi masyarakat amerika (Smith, 2001).
Likopen paling banyak ditemukan dalam tomat. Kandungan likopen pada
tomat tergantung jenis, kematangan, dan lingkungan dimana ia tumbuh. Selain
pada tomat, likopen juga banyak ditemukan pada jambu biji merah, anggur merah,
pepaya, wortel, ubi merah, apel, dan semangka. Produk olahan tomat seperti jus,
kecap, pasta, saus, dan sop, merupakan sumber likopen yang baik. Kadar likopen
pada bahan makanan olahan lebih tinggi daripada bahan makanan segar sehingga
dapat meningkatkan kadar likopen dalam darah. Sebenarnya kadar likopen dalam
makanan tergantung olahan dan cara pengolahan baik secara mekanik maupun
pemanasan akan memecah dinding sel yang kokoh sehingga melemahkan ikatan
antara likopen dan matriks jaringan, dengan demikian likopen akan menjadi
bagian yang lebih mudah diabsorbsi tubuh (Anonim, 2003 cit Asroruddin, 2004). 4. Dosis yang Dianjurkan dan Efek Samping
Sampai saat ini belum ada data resmi yang menyatakan jumlah likopen
yang dianjurkan dalam sehari. Dari penelitian yang dilakukan oleh Agarwal dan
oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) secara bermakna dan menurunkan
kanker sebesar 50%. Dari data lain didapatkan bahwa orang yang mengkonsumsi
tomat dan olahannya setidaknya sepuluh kali dalam seminggu atau 6,5 mg likopen
per hari, mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita kanker. Menurut
beberapa penelitian, tidak ada efek samping dari asupan likopen dan aman bagi
manusia, terutama dari buah-buahan dan sayuran yang dimakan, sedangkan untuk
untuk likopen dalam bentuk suplemen belum diketahui efek samping potensialnya
(Agarwal dan Rao, 1998). Namun sejauh penelusuran yang dilakukan, dosis yang
dianjurkan untuk mengurangi terjadinya peradangan belum diketahui.
E. Inflamasi 1. Definisi
Inflamasi merupakan suatu mekanisme protektif tubuh terhadap gangguan
dari luar atau infeksi (Wibowo dan Gofir, 2001). Inflamasi adalah suatu usaha
tubuh untuk menginaktifasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek,
Harvey, dan Champe, 2001). Inflamasi secara umum dibagi dalam 3 fase, yakni :
inflamasi akut, respon imun, dan inflamsi kronis. Inflamasi akut merupakan
respon awal terhadap cedera jaringan; hal tersebut terjadi melalui mekanisme
pelepasan mediator kimia dan pada umumnya didahului respon imun (Katzung,
2001).
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan
yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut secara kronis. Akibat dari
respon imun bagi hospes mungkin menguntungkan, sebab organisme penyerang
difagositosis atau dinetralisir, sebaliknya akibat tersebut juga dapat merusak bila
menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses cidera yang
mendasarinya. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang
tidak menonjol dalam respon akut seperti interleukin-1, 2, 3, Granulosyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) serta interferon (Katzung, 2001).
2. Gejala
Lima ciri khas dari inflamasi, dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi
adalah kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), serta gangguan fungsi (fungsio laesa). Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai
daerah tersebut melebar akibat adanya pelepasan mediator kimia yakni histamin.
Dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi
lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang
dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia
atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Price dan Wilson, 1992).
badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370C, yaitu suhu di dalam
tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas daripada sekelilingnya,
sebab terdapat lebih banyak darah (pada suhu 370C) yang disalurkan dari dalam
tubuh ke permukaan daerah yang terkena daripada yang disalurkan ke daerah
yang normal (Price &Wilson, 1992).
Tumor atau pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi yang timbul akibat pengiriman cairan serta sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan
radang (Wilmana, 1995). Oleh karena kinin mendilatasi arteriol dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, maka plasma merembes ke dalam jaringan
interstitial pada tempat cedera.
Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara, antara lain perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi lokal ion-ion
tertentu, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya yang dapat merangsang saraf. Pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa sakit
(Price dan Wilson, 1992).
Functio laesa atau perubahan fungsi terjadi karena bagian yang bengkak dan nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal
menyebabkan fungsi jaringan yang meradang menjadi terganggu (Price dan
Wolson, 1992).
Peradangan juga ditandai dengan munculnya sifat-sifat yaitu vasodilatasi
pembuluh darah lokal dengan akibat terjadinya aliran darah lokal yang berlebihan,
dalam ruang interstitial, pembengkakan cairan dalam ruang tersebut yang
disebabkan oleh sejumlah kebocoran fibrinogen dan protein lainnya yang
belebihan, dan pembengkakan sel. Bahan-bahan yang dihasilkan oleh jaringan
yang menimbulkan reaksi ini, meliputi histamin, bradikinin, serotonin, dan
prostaglandin. Bahan-bahan ini mengaktifkan sistem makrofag untuk merusak
jaringan dan selanjutnya dapat melukai sel-sel jaringan yang masih hidup
(Guyton, 1996).
eksudasi Perangsangan reseptor nyeri Gangguan
sirkulasi lokal
pemerahan panas Pembeng kakan
Gangguan fungsi
nyeri
Gambar 2. Patogenesis dan gejala peradangan (Mutschler, 1986)
3. Mekanisme
Kerusakan sel yang menyertai perdangan menyebabkan pelepasan enzim
lisosom dari leukosit melalui kerja atas membrane sel, kemudian asam
arakhidonat dilepaskan dari senyawa precursor oleh fosfolipase (Mycek dkk,
2001). Enzim siklooksigenase merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin
dan tromboksan. Lipoksigenase ialah enzim yang merubah asam arakidonat
eosinofil, neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan
perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat
kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit dan platelet
lain. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan free radicals derivat oksigen. Anion superoksid dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu
produksi molekul lain yang reaktif, seperti hidrogen peroksid dan hydroxyl radicals. Interaksi substansi-substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi kemotaktik, oleh karena itu melestarikan proses inflamasi
(Wibowo dan Gofir, 2001).
Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan (tromboksan, leukotrien,
asamhidroperoksieikosatetraenoat/HPETE dan
asamhidroksieikosatetraenoat/HETE) diproduksi dalam jumlah kecil oleh semua
jaringan. Umumnya bekerja lokal pada jaringan tempat prostaglandin tersebut
disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya.
Karena itu, prostaglandin tidak bersikulasi dengan konsentrasi bermakna dalam
darah (Mycek dkk, 2001)
Metabolisme asam arakhidonat berlangsung melalui salah satu dari dua
jalur utama, yaitu sesuai dengan enzim yang mencetuskan reaksi:
1. jalur siklooksigenase (COX)
Mula-mula dibentuk suatu endoperiksida siklik prostaglandin G2 (PGG2),
yang kemudian dikonversi menjadi prostaglandin H2 (PGH2) oleh peroksidase.
PGH2 sendiri sangat tidak stabil, lalu membentuk prostasiklin (PGI2) dan
prostaglandin F2 (PGF2). Aspirin dan agen antiinflamasi non steroid (AINS)
seperti indometasin menghambat siklooksigenase dan karena itu menghambat
sintesis prostaglandin (Robbin dan Kumar, 1995).
Telah diteliti bahwa ada dua isoenzim siklooksigenase yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Di dalam tubuh
COX-1 merupakan bentuk yang lebih dominan. Enzim COX-1 disebut juga
sebagai enzim “constitutive” yang mengubah PGH2 menjadi beberapa jenis
prostaglandin (PGE2, PGI2) dan tromboksan (TXA2) yang dibutuhkan dalam
fungsi homeostatis. Enzim COX-1 terdapat di kebanyakan jaringan, antara lain di
ginjal dan saluran cerna. Enzim COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di
jaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang dan dalam
sel-sel imun, sel endotel pembuluh darah dan fibroblast sinovial, sangat mudah
diinduksi oleh berbagai mekanisme, akan mengubah PGH2 manjadi PGE2 yang
berperan dalam kejadian inflamasi, nyeri dan demam. Oleh karena itu, COX-2
dikenal sebagai enzim pertahanan. Tapi pada kenyataannya,, baik COX-1 dan
COX-2 adalah isoenzim yag dapat diinduksi. Menurut perkiraan, penghambatan
COX-2 lebih memberikan efek antiinflamasi terhadap obat antinflamasi non
steroid (Lelo, 2002).
2. jalur lipoksigenase
Jalur ini merupakan jalan lain. Reaksi awal pada jalur ini ialah
adanya tambahan gugus hdroperoksi pada posisi karbon 5-, 12-, 15- yang oleh
enzim masing-masing membentuk lipoksigenase-5, lipoksigenase-12,
metabolit-metabolit hasil kerjanya berciri khas. Derivat 5-hidroperoksi asam
arakhidonat yang disebut HPETE, sangat tidak stabil dan direduksi sebagai
5-HETE (yang bekerja kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan
leukotrien. Leukotrien pertama yang dihasilkan dari 5-HPETE disebut leukotrien
A4 (LTA4), kemudian oleh hidrolisis enzim membentuk leukotrien B4 (LTB4) atau
leukotrien C4 (LTCa) dengan penambahan glutation. Leukotrien C4 diubah
menjadi leukotrien D4 (LTD4) dan akhirnya menjadi leukotrien E4 (LTE4).
Leukotrien B4 merupakan agen kemotaksis kuat dan menyebabkan agregasi
neutrofil. Leukotrien C4 dan LTD4 menyebabkan vasokonstriksi, spasmus bronkus
dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Robbin, dan Kumar, 1995). Skema dari
mediator-mediator yang berasal dari asam arakidonat dan titik tangkap kerja obat
PGE2
Gambar 3. Diagram mediator-mediator inflamasi yang berasal dari fosfolipida beserta aksinya, serta titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Rang, Dale, Ritter dan Moore, 2003)
Keterangan:
PG = prostaglandin PGI2 = prostasiklin
TX = troboksan LT = leukotrien
HETE = hydroxyeicosatetraenoic acid HPETE = hydroperoxyeicosatetraenoic acid PAF = platelet-activating factor
F. Obat Antiinflamasi
Obat antiinflamasi secara umum dibagi menjadi dua golongan, yaitu
golongan steroid dan golongan non steroid (AINS). Golongan steroid bekerja
dengan menghambat pembentukkan asam arakidonat dari fosfolipida oleh enzim
fosfolipase, sehingga pembentukkan prostaglandin dan leukotrien tidak terjadi,
obat antiinflamasi golongan non steroid menghambat sintesis prostaglandin di
mana kedua jenis siklooksigenase (COX) dihambat (Tjay dan Rahardja, 2002).
Sediaan AINS mempunyai struktur kimia yang heterogen dan berbeda di
dalam farmakodinamiknya. Oleh karena itu berbagai cara telah diterapkan untuk
mengelompokkan AINS, apakah menurut struktur kimianya, tingkat keasaman,
atau ketersediaan awal (pro-drug atau bukan). Meskipun secara umum, sebagai antiinflamasi AINS bekerja dengan menghambat biosintesis prostaglandin, namun
sekarang AINS dikelompokkan menurut selektivitasnya dalam menghambat
aktivitas COX-1 dan COX-2, apakah selektif sebagai penghambat COX-1 atau
non selektif (Lelo, 2002).
Golongan obat AINS ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Respon individual terhaap
AINS bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong dalam kelas atau derivat
kimiawi yang sama. Sehingga kegagalan dengan suatu obat bisa dicoba dengan
obat sejenis dari derivat kimiawi yang berbeda.
Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung walaupun ada perbedaan
dilaporkan sehingga fungsi ginjal perlu lebih diperhatikan pada penggunaan obat
ini (Wilmana, 1995).
G. Natrium diklofenak ( Diklofenak-Na )
Diklofenak-Na termasuk turunan fenilasetat. Absorbsi obat ini melalui
saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein
plasma dan mengalami efek lintas awal sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh
singkat yakni 1-3 jam, diklofenak-Na diakumulasi di cairan sinovial yang
menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat
tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit
kepala sama seperti obat AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada
panderita tukak lambung. Peningatan enzim transaminase dapat terjadi pada 15%
pasien dan pada umumnya kembali normal. Pemakaian selama kehamilan tidak
dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari, terbagi dalam 2 atau 3 dosis
(Wilmana, 1995)
Diklofenak-Na termasuk NSAID yang terkuat daya antiiradang dengan
efek samping yang kurang keras dibanding dengan obat antiinflamasi non steroid
lainnya (indometasin, peroxicam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam
H. Metode Uji Daya Antiinflamasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur daya
antiiflamasi. Metode-metode itu antara lain dikemukakan oleh Evans dan
Williamson (1996):
1. inflamasi (eritema dan udem) pada telinga hewan pengerat.
Pada metode ini digunakan mencit putih dewasa dengan berat badan lebih
kurang 20 g untuk pengukuran eritema dan udem, sedangkan tikus untuk
pengukuran udem. Iritan yang digunakan untuk menginduksi eritema atau udem
antara lain: minyak kroton, asam arakhidonat, dan etil fenil propionate. Sebagai antagonisnya adalah ekstrak tanaman. Antagonis pembanding yang digunakan
adalah indometasin, quersetin, atau thioanisol.
Dalam metode ini terdapat prosedur berupa perlakuan sebagai berikut:
hewan uji dibagi dalam beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri atas
5-7 hewan. Ekstrak tanaman atau bahan antiinflmasi diberikan pada ujung telinga
menggunakan mikropipet kurang lebih 15 menit sebekum pemberian iritan (pada
area yang sama). Uji eritema ini paling mudah dilakukan pada mencit karena
mempunyai telinga yang transparan. Kemudian dilakukan penilaian eritema
dengan melakukan pengamatan pada bagian telinga mencit. Juka terjadi eritema
yang nyata diberi tanda ++, jika eritemanya sedikit (ringan) diberi tanda +, dan
jika tidak terjadi ertitema 0. Penilaian udem dilakukan dengan memotong salah
2. uji udema pada telapak kaki tikus
Hewan uji yang digunakan adalah tikus dengan berat badan 120-180 g.
Bahan penginduksi radang yang digunakan adalah karagenin 1% dalam NaCl
0,9% b/v dengan volume sebesar 0,1 ml untuk tikus dan 0,05 ml untuk mencit;
kapsaisin 1-10 µg/kg dalam 10% atau dalam tween 80 atau NaCl 0,9%; dekstrin
6% b/v dalam gom akasia 2% b/v sebanyak 0,1 ml; dan kaolin yang disuspensikan
dalam NaCl 0,9% atau gom arab 0,9%.
Adapun prosedur dari metode ini sebagai berikut: hewan uji dibagi dalam
beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri atas 6-8 ekor hewan. Ekstrak
tanaman diberikan satu jam sebelum bahan peradang diberikan secara oral atau 30
menit sebelumnya jika diberikan secara intra perotonial. Kemudian penghambatan
dari udema kaki digunakan sebagai ukuran aktivitas antiinflamasi. Udema kaki
terbentuk karena injeksi subplantar bahan peradang pada kaki kanan belakang.
Volume telapak kaki diukur pada selang waktu 1 jam sampai 5 jam. Pada mencit,
pengukuran umumnya dilakukan dengan mengorbankan mencit lalu memotong
kaki pada pergelangannya, selanjutnya udema diukur dengan membandingkan
volume kaki yang dibengkakkan dengan kaki yang tidak dibengkakkan.
3. uji induksi arthritis pada tikus atau mencit
Hewan uji yang digunakan adalah tikus galur Charles foster dengan berat
badan 120-180 g dan mencit galur Swiss dengan berat badan 18-26 g. Prosedur
dari metode ini adalah membagi mencit beberapa kelompok dimana tiap
kelompok terdiri atas 5 ekor per dosis. Induksi artritis dilakukan dengan
(yang sudah dimatikan) 0,5% b/v dalam parafin cair secara intradermal pada kaki
belakang (0,05 ml untuk tikus dan 0,025 ml untuk mencit). Obat antiinflamasi
diberikan sehari sebelum injeksi bahan penginduksi artritis dan dilanjutkan sesuai
yang diinginkan sampai 28 hari, untuk memberikan informasi tentang
perkembangan artritis dan pengobatan kronik. Pengukuran dilakukan ketika
pembengkakan muncul (biasanya pada hari ke-13) menggunakan metode
pemindahan volume seperti pada uji udema. Ekstrak tanaman yang diuji
disuspensikan dalam gom akasia atau pelarut yang lain yang sesuai.
Selain metode-metode di atas ada pula metode-metode lain:
a. tes granuloma
Hewan uji yang digunakan berupa tikus betina galur Wistar dengan berat badan
rata-rata 150 g, diinjeksi secara subkutan dengan 25 ml udara, kemudian
diinjeksikan 0,5 ml minyak kapas sebagai senyawa kimia yang merangsang
pembentukan udema. Hari kedua setelah pembentukkan kantong, udara
dihampakan. Pada hari ketiga, kantong ditekan secara manual untuk mencegah
terjadinya perlekatan. Pada hari keempat, kantong dibuka dan cairan eksudat
disedot lalu volumenya diukur (Turner, 1965).
b. percobaan invitro
Percobaan invitro ini berdasarkan pada kemampuan suatu obat untuk melepaskan diri dari proses oksidasi fosforilasi, tetapi tidak semua
penghambatan eksudasi fosforilasi adalah antiinflamasi, misalnya
Adapun metode yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada konsep
metode Langford et al. yang telah dimodifikasi. Perbedaannya dengan metode Langford et al adalah pada penggunaan zat peradang serta perlakuan pada kaki bagian belakang, yaitu menggunakan zat peradang suspensi ragi 5%; dan pada
kedua kaki bagian belakang diberi perlakuan yang sama (kedua kaki bagian belakang disuntik zat peradang, baik kelompok perlakuan maupun kelompok
kontrol), sedangkan pada penelitian ini zat peradang yang digunakan adalah
suspensi karagenin 1%; perlakuan kaki bagian belakang berbeda antara kaki kiri dan kanan (kaki kiri disuntik suspensi karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki
kanan disuntik subplantar tanpa karagenin sebagai kontrol).
Perhitungan besar kecilnya efek/respon antiinflamasi (yang dinyatakan
dalam daya, karena menunjukkan kuantitas) menurut metode Langford dinyatakan
sebagai berikut:
Persen (%) daya antiinflamasi =
D D U −
x 100%
Keterangan :
U: rata-rata berat kaki kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)
D: rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)
Perhitungan tersebut setelah dianalisis lebih lanjut, ternyata terdapat
perbedaan dengan cara perhitungan yang digunakan oleh Inaktia (2005), yaitu
dengan menghitung selisih rata berat kaki kelompok karagenin dengan
rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan rata-rata-rata-rata berat kaki
sehingga rumus untuk perhitungan persen daya antiinflamasinya adalah sebagai
berikut:
Persen (%) daya antiinflamasi =
U D U −
x 100%
Keterangan :
U: rata-rata berat kaki kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal ( kaki kanan )
D: rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal ( kaki kanan )
Sebenarnya dasar pemikiran dari kedua cara perhitungan ini adalah sama, dimana
dengan bentuk lain ditulis sebagai berikut:
Persen (%) daya antiiflamasi =
D
Persen (%) daya antiinflamasi =
U
U: rata-rata berat kaki kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal ( kaki kanan )
D: rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal ( kaki kanan )
Letak perbedaannya adalah bahwa pada metode Langford, persen (%) daya
kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan
dibandingkan dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan, sedangkan pada cara perhitungan yang digunakan oleh (Inaktia, 2005) adalah persen (%) daya
antiinflamasi kelompok perlakuan merupakan hasil perbandingan selisih rata-rata
berat kaki kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan
dibandingkan dengan rata-rata berat kaki kelompok karagenin. Kedua cara perhitungan ini sama-sama dapat memberikan hasil negatif (-) bila harga U < D.
I. Landasan teori
Inflamasi adalah suatu usaha tubuh untuk menginaktifasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan (Mycek dkk, 2001). Reaksi inflamasi yang diinduksi karagenin
mempunyai dua fase: fase awal dan akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit
dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase
akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah tiga jam. Fase ini
dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan
radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil
(Suleyman, Demircan, dan Karagoz, 2004).
Ketika terjadi peradangan dan nyeri maka akan dibebaskan pula radikal–
radikal oksigen yang mampu memperparah peradangan dengan cara mengambil
elektron–elektron dalam sel–sel di sekitar radang sehingga sel–sel tersebut akan
mengalami degenerasi bahkan mutasi (Anonim, 2002). Dengan adanya
radikal–radikal bebas di sekitar lokasi radang dan nyeri maka kerusakan jaringan
berlebih dapat dikurangi (Tjay dan Rahardja, 2002).
Dalam buah tomat mengandung suatu antioksidan penting yang
mempunyai kekuatan yang besar untuk mencegah terjadinya oksidasi, senyawa
tersebut adalah likopen. Likopen sendiri bekerja dengan memberikan elektronnya
kepada radikal–radikal bebas sehingga radikal–radikal bebas tersebut menjadi
stabil. Tomat sendiri banyak digunakan untuk menjaga daya tahan tubuh dengan
menangkal radikal–radikal bebas yang masuk ke tubuh.
Likopen terbukti dapat menetralisir reaksi oksidasi yang terjadi pada
LDL (Tjandrawinata, 2003), dimana likopen menghambat oksidasi LDL-C
menjadi ox-LDL sehingga akan mengurangi produksi ROS (Radical Oxygen Spesies) serta memperbaiki disfungsi endotel (Suryadipraja cit Inaktia, 2005).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, diharapkan likopen yang
terkandung dalam jus tomat dapat mencegah sintesis prostaglandin dan
menetralkan radikal–radikal bebas di sekitar lokasi peradangan sehingga gejala
inflamasi yang terukur dapat diturunkan. Dengan demikian diharapkan jus tomat
memiliki efek antiinflamasi.
J. Hipotesis
Jus tomat (Solanum lycopersicum L.) mempunyai efek antiinflamasi yang dinyatakan dengan penurunan bobot udema kaki mencit yang
BAB. III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental murni. Berdasarkan cara pengambilan sampel dan jumlah variabel bebas, penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola satu arah.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama
Adapun variabel utama pada penelitian ini terdiri dari: a) variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah dosis jus tomat yang diberikan pada mencit jantan yang mengalami radang buatan dengan karagenin pada waktu pengukuran tertentu.
b) variabel tergantung
Variabel tergantung penelitian ini adalah daya antiinflamasi jus tomat. Daya antiinflamasi jus tomat merupakan kemampuan jus tomat untuk mengurangi proses inflamasi pada kaki mencit akibat udema buatan dengan injeksi suspensi karagenin 1% subplantar.
2. Variabel pengganggu
Adapun variabel pengganggu pada penelitian ini dikelompokkan menjadi: a) variabel pengganggu yang terkendali:
1. jenis kelamin hewan uji: mencit jantan 2. galur hewan uji: mencit galur Swiss 3. umur mencit: 2-3 bulan
4. bobot mencit: 20-30 gram 5. cara pemberian jus: per oral
6. waktu pemberian jus: 15 menit sebelum diinjeksi karagenin
7. cara membuat jus: buah tomat segar diblender dengan aquades sebagai pelarut
8. tempat pengambilan tomat
b) variabel pengganggu yang tak terkendali meliputi keadaan fisiologis tubuh mencit.
C. Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian 1. Bahan
a) Hewan uji: mencit jantan galur Swiss dengan usia 2-3 bulan, bobot badan 20-30 gram, yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
b) Bahan uji: Tomat (Solanum lycopersicum. L), diperoleh dari perkebunan tomat Kopeng Jawa Tengah.
d) Pensuspensi karagenin: larutan NaCl fisiologis 0,9% (Otsu-NS, Jepang), yang diperoleh dari Instalasi Farmasi RS Panti Rapih, Yogyakarta.
e) Kontrol positif: diklofenak-Na (Wenzhou Pharmaceutical Factory) memenuhi syarat BP98 yang diperoleh dari PT. Fahrenheit, Tangerang
f) Pelarut: aquadest produksi dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Alat
a) Alat-alat gelas: pipet tetes, beaker glass, gelas ukur, labu takar merek Pyrex. b) Spuit injeksi oral (Terumo, Jepang).
c) Spuit injeksi 1 ml (Terumo, Jepang). d) Gunting dan pinset.
e) Blender jus merk Phillips.
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi Tanaman Tomat
Ciri-ciri yang terdapat pada tanaman tomat dideterminasi berdasarkan buku acuan resmi.
2. Pengumpulan bahan
Buah tomat (Solanum lycopersicum. L) yang digunakan berasal dari perkebunan tomat di Kopeng Jawa Tengah.
3. Pembuatan jus tomat
Buah tomat yang dipilih adalah buah tomat yang tidak rusak atau busuk, kulit mulus, dan berwarna merah kemudian dimasukkan dalam blender dan diblender sehingga didapat jus yang mengandung ampas buah dan diencerkan menggunakan aquades hingga konsentrasi ± 0,75 gram/ml.
4. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit putih jantan galur Swiss, umur 2-3 bulan, bobot badan 20-30 gram. Satu hari sebelum perlakuan mencit dipuasakan. Mencit yang dibutuhkan 110 ekor dan dikelompokkan sebagai berikut:
a) dua puluh ekor mencit untuk percobaan pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah diinjeksi karagenin 1% subplantar
c) lima belas ekor mencit untuk percobaan pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif.
d) dua puluh ekor mencit untuk percobaan pendahuluan waktu pemberian jus tomat.
e) tiga puluh lima ekor mencit untuk perlakuan kontrol negatif karagenin 1%, kontrol negatif aquades, kontrol positif natrium diklofenak, dan kelompok jus tomat dalam 4 peringkat dosis, masing-masing 5 ekor. 5. Pembuatan suspensi karagenin 1%
Karagenin ditimbang seksama 100 mg, dilarutkan dalam NaCl fisiologis 0,9% sampai volume 10 ml.
6. Penentuan dosis
a) Penentuan dosis suspensi karagenin 1%
Diketahui konsentrasi karagenin yang digunakan adalah 1% dan volume pemberian adalah 0,05 ml, berat badan mencit rata-rata 20 gram = 0,02 kg b) Penentuan dosis natrium diklofenak
c) Penentuan dosis jus tomat
Dalam penelitian ini jus tomat dibuat dalam 4 peringkat dosis yakni: 1,875 g/kgBB; 3,75 g/kgBB; 7,5 g/kgBB; dan 15 g/kgBB, dan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 18.
7. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin
Hewan uji dibagi dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor, diberi perlakuan pada kaki kiri bagian belakang diinjeksi suspensi karagenin dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik dengan spuit injeksi subplantar tanpa suspensi karagenin 1%. Selanjutnya tiap kelompok hewan uji dikorbankan pada selang waktu tertentu, yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi karagenin subplantar dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang.
8. Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak
9. Uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif Hewan uji dibagi dalam tiga kelompok, tiap kelompok terdiri dari tiga ekor mencit, diberi perlakuan dengan dosis efektif natrium diklofenak secara per oral, dalam rentang waktu tertentu, yaitu 15, 30, dan 45 menit. Kemudian kaki kiri bagian belakang diinjeksi suspensi karagenin dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar, kaki kanan bagian belakang disuntik dengan spuit injeksi secara subplantar tanpa suspensi karagenin 1%. Beberapa lama kemudian mencit dikorbankan, kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang.
10. Uji pendahuluan waktu pemberian jus tomat
Hewan uji dibagi dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit, diberi perlakuan pemberian jus tomat dengan dosis yang sama, dalam rentang waktu tertentu. Kelompok I dan II diberi jus tomat secara per oral 15 dan 30 menit sebelum injeksi suspensi karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar, kelompok III dan IV diberi jus tomat secara per oral 15 dan 30 menit sesudah injeksi suspensi karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar. Beberapa waktu kemudian mencit dikurbankan, kedua kaki belakang dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang.
11. Perlakuan hewan uji
a) kelompok 1 (kelompok kontrol negatif karagenin)
Kaki kiri bagian belakang mencit diinjeksi suspensi karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kgBB subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang sebagai kontrol hanya disuntik subplantar tanpa karagenin.
b) kelompok 2 (kelompok kontrol aquades)
Aquades 0,5 ml diberikan peroral pada mencit dan setelah lima belas menit kemudian kaki kiri bagian belakang diinjeksi suspensi karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik subplantar tanpa karagenin.
c) kelompok 3 (kelompok kontrol natrium diklofenak)
Mencit diberi perlakuan secara peroral natrium diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB berdasarkan uji pendahuluan sebelumnya, maka lima belas menit kemudian kaki kiri bagian belakang diinjeksi suspensi karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik subplantar tanpa karagenin.
d) kelompok 4 ( kelompok perlakuan jus tomat dosis 1,875 g/kgBB)
Mencit diberi jus tomat dosis 1,875 g/kgBB peroral. Lima belas menit kemudian, mencit diinjeksi suspensi karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik subplantar tanpa karagenin.
e) kelompok 5 (kelompok perlakuan jus tomat dosis 3,75 g/kgBB)
mg/kgBB secara subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik subplantar tanpa karagenin.
f) kelompok 6 (kelompok perlakuan jus tomat dosis 7,5 g/kgBB)
Mencit diberi jus tomat dosis 7,5 g/kgBB peroral. Lima belas menit kemudian, mencit diinjeksi suspensi karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik subplantar tanpa karagenin.
g) kelompok 7 (kelompok perlakuan jus tomat dosis 15 g/kgBB)
Mencit diberi jus tomat dosis 15 g/kgBB peroral. Lima belas menit kemudian, mencit diinjeksi suspensi karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kgBB secara subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik subplantar tanpa karagenin.
Pada tiap kelompok perlakuan hewan uji di atas, setelah kedua kaki belakang diinjeksi secara subplantar, mencit dikurbankan pada selang waktu empat jam dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
12. Perhitungan daya antiinflamasi
Metode Langford et al (1972) digunakan untuk mengetahui daya antiinflamasi jus tomat yang dihitung dalam persen (%) respon antiinflamasi dengan rumus sebagai berikut :
Persen (%) daya antiinflamasi =
U = harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan) D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan
dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan) Untuk mengetahui potensi relatif efek antiinflamasi beta karoten terhadap natrium diklofenak sebagai kontrol positif digunakan rumus:
Potensi relatif efek antiinflamasi = ×100%
⎥⎦
DAp = % efek antiinflamasi kelompok perlakuan
DAd = % efek antiinflamasi larutan natrium diklofenak
E. Analisis Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Tomat
Determinasi ini dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman tomat. Determinasi dilakukan terhadap tanaman tomat hingga status spesies di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Buku acuan yang digunakan oleh peneliti adalah buku kunci determinasi yang disusun oleh Van Steenis.
Kunci determinasi tanaman tomat adalah sebagai berikut :
1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11b-12b-13b-14b-15b-197b-208b-219a… (111.Solanaceae)
1b-3b-5b-6b-7b………..(Solanum)
1a………Solanum lycopersicum L.
Dari determinasi tanaman yang dilakukan terbukti bahwa tanaman yang dipakai adalah tomat. Gambar tanaman tomat terlampir.
Berdasarkan hasil determinasi ini tanaman tomat yang digunakan pada penelitian ini adalah benar-benar tanaman tomat yang mempunyai nama ilmiah Solanum lycopersicum L, sehingga penulis yakin secara pasti keaslian tanaman yang digunakan. Surat keterangan determinasi dapat dibaca pada lampiran 1.
A. Percobaan Pendahuluan
Uji atau percobaan pendahuluan dilakukan pada tahap awal sebelum melakukan perlakuan, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa metode yang dilakukan mempunyai kevalidan yang dapat diterima. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi: waktu pemotongan kaki mencit, penetapan dosis efektif natrium diklofenak dalam tiga peringkat dosis, waktu pemberian larutan natrium diklofenak pada rentang waktu tertentu dan waktu pemberian jus tomat.
Data bobot udema kaki mencit yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui kehomogenan data yang dapat dilihat pada signifikan lebih besar dari 0,05. Jika data yang diperoleh homogen, dapat dilanjutkan dengan analisa varian (Anova) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui adakah perbedaan data, yang dapat dilihat melalui nilai signifikan kurang dari 0,05 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui letak perbedaannya.
1. Orientasi waktu pemotongan kaki mencit
Uji pendahuluan waktu pemotongan kaki mencit dilakukan untuk memilih kapan waktu yang tepat saat karagenin memberikan induksi udema secara maksimal pada telapak kaki mencit. Uji pendahuluan waktu pemotongan kaki dilakukan dengan membuat radang buatan menggunakan suspensi karagenin 1% yang diinjeksikan pada telapak kaki kiri bagian belakang mencit.
yang diperoleh sebesar 0,571 dan karena signifikansi datanya melebihi 0,05 maka data yang diperoleh homogen atau dapat dikatakan distribusi datanya normal sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Anova pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, seperti terlihat pada tabel I di bawah ini. Hasilnya menunjukkan bahwa data antar kelompok adalah signifikan karena nilai p < 0,05
Tabel I. Rangkuman hasil Anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah diinjeksi karagenin 1% subplantar
Keterangan Df F Probabilitas (p)
Bobot udema antar kelompok perlakuan
3 41,750 0,000