• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN TAHUN 2010"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU

PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN

TAHUN 2010

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

TINO PAHLEVI

NIM. F0106078

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul:

ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU

PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN

TAHUN 2010

Surakarta, 19 Maret 2011

Disetujui dan diterima oleh

Pembimbing I

Dr. Guntur Riyanto, M.si__ NIP: 195809271986011001

Pembimbing II

(3)

commit to user

iii HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, guna melengkapi tugas –

tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Surakarta, April 2011

Tim Penguji Skripsi

1.Nurul Istiqomah, SE, M.Si (……….)

NIP: 198006012005012021 Ketua

2. Dr. Guntur Riyanto, M. Si (……….)

NIP: 195809271986011001 Pembimbing

3. Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si (……….)

(4)

commit to user

iv MOTTO

Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidupku dan Matiku hanya

untuk

Allah, Tuhan seluruh alam”

(QS AL An’aam: 162)

Kejujuran adalah mata uang yang laku dimana-mana. Bawalah

sekeping kejujuran dalam saku anda, itu melebihi mahkota raja

diraja sekalipun.

(anonim)

Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi

tantangan, dan saya percaya pada diri saya sendiri

(5)

commit to user

v KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Analisis Determinan Produksi Tebu pada Pabrik

Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten Tahun 2010”. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis tentunya tidak dapat melupakan jasa baik dari semua pihak. Maka

pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :

1. Dr. Guntur Riyanto, M.Si selaku pembimbing I yang telah meluangkan

waktunya dan memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si selaku pembimbing II skripsi yang dengan sabar

telah membimbing dan memberikan pengarahan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Orang tua, Ibu dan Bapak tersayang yang selalu mendoakan dan memberikan

restunya yang senantiasa mengiringi setiap langkahku dalam meraih cita-cita

yang telah banyak memberi dukungan doa, dana, dan apapun itu sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M. Com, Ak. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi

(6)

commit to user

vi 6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis dari awal hingga

sekarang.

7. Seluruh Staff dan Karyawan PT. Perkebunan Nusantara IX dan PG. Gondang

Baru Klaten yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data

yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi.

8. Semua pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas pelayanan yang diberikan.

9. Mbak-mbak ku tersayang (Pipit dan Lenny)

10. Yunika Wulansari yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka.

Terima kasih untuk kebersediaannya mendengarkan keluh kesah dan selalu

memberi dukungan serta semangat kepada penulis selama penelitian sampai

menyusun skripsi ini.

11. Semua sahabat-sahabat terbaikku Rahadian, Raka, Apri, Mario, Darmo,

Darmin. Penghuni D’Kriuks kalian tetap sahabatku semua

12. Kakak tingkat, teman seangkatan dan adik-adik tingkat Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret semua jurusan terutama jurusan Ekonomi

Pembangunan. Terima kasih atas segala yang diberikan sehingga aku dapat

berkembang sampai saat ini. Mohon maaf tidak disebutkan satu per satu,

semoga dapat terwakili.

13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang bermanfaat dalam

(7)

commit to user

vii Penulis sadar bahwa segalanya tak ada yang sempurna dan tidak dapat

disangkal pula jika dalam skripsi ini terdapat kekurangan. Maka dari itu penulis

mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dan berguna bagi penulis

demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak

yang membaca.

Surakarta, Maret 2011

(8)
(9)

commit to user

(10)

commit to user

x BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA

(11)

commit to user

xi DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1.1 Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman,

Indonesia (Ton),1995-2008... 4

4.1 Luas Wilayah Kabupaten Klaten Menurut Kecamatan ... 58

4.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Klaten Tahun 2005 s/d 2009... 61

4.3 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kabupaten Klaten Tahun 2009... 62

4.4 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Klaten Tahun 2009... 63

4.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencharian Kabupaten Klaten Tahun 2009... 64

4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kabupaten Klaten Tahun 2009... 66

4.7 Kepadatan Penduduk per km2 Kabupaten Klaten Tahun 2009... 67

4.8 Pasar Menurut Jenisnya Kabupaten Klaten 2006-2009... 68

4.9 Sarana Kesehatan Kabupaten Klaten 2005-2009... 69

4.10 Luas Panen, Produksi Tani Tebu Kabupaten Klaten 2009... 74

4.11 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Umur... 75

4.12 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Jumlah Tanggungan... 76

4.13 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Pendidikan... 77

4.14 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Luas Garapan... 77

4.15 Hasil Regresi Linier... 79

4.16 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan dan Tenaga Kerja…... 80

4.17 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan Dan Jumlah Pupuk………...…. 80

4.18 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan Dan Jumlah Bibit………... 81

4.19 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan Dan Variabel Dummy………... 81

4.20 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja Dan Jumlah Pupuk……....…. 81

4.21 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja Dan Jumlah Bibit………..….. 82

(12)

commit to user

xii 4.23 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Pupuk Dan Jumlah Bibit ………….. 82

4.24 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Pupuk dan Variabel Dummy ……… 83

4.25 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Bibit dan Variabel Dummy .………. 83

4.26 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Luas Lahan dan

variabel dummy….……… 84

4.27 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan

variabel dummy………... 84

4.28 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Jumlah Pupuk dan

variabel dummy………... 85

4.29 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Jumlah Bibit dan

variabel dummy……….………..….. 85 4.30 Hasil Uji Park……….……….………… 86

4.31 Tabel Hasil Uji B-G Persamaan Jumlah Produksi, Luas Lahan

Tenaga Kerja, Jumlah Pupuk, Jumlah Bibit dan Jenis Bibit…………... 87

4.32 Varietas bibit unggul………..………...… 97

4.33 Hasil Estimasi Pendekatan Dummy Produksi Tebu……….. 98

(13)

commit to user

xiii DAFTAR GAMBAR

TABEL Halaman

2.1 Kurna Isoquant... 15

2.2 Kurva TC, VC, TC ….……….. 25

2.3 Kurva AFC, AVC, ATC, MC ……..………...…………. 26

2.4 Kurva Hubungan Antara Kurva Produksi Dengan Kurva Biaya…….. 29

2.5 Kurva TPP... 30

2.6 Kurva APP... 31

2.7 Kurva MPP... 31

2.8 Kurva Hubungan TPP, APP dan MPP……….. 32

2.9 Skema Kerangka Pikiran... 42

3.1 Daerah Kritis Uji t... 51

3.2 Daerah Kritis Uji F... 52

4.1 Daerah Kritis Uji t Luas Lahan Terhadap Produksi……….. 88

4.2 Daerah Kritis Uji t Tenaga Kerja Terhadap Produksi………... 89

4.3 Daerah Kritis Uji t Jumlah Pupuk Terhadap Produksi……….. 90

4.4 Daerah Kritis Uji t Jumlah Bibit Terhadap Produksi……….… 91

4.5 Daerah Kritis Uji t Jenis Bibit Terhadap Produksi……… 92

(14)

commit to user

xiv ABSTRAK

ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN

TAHUN 2010

Tino pahlevi F0106078

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit dan jenis bibit. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan disertai kuisioner yang telah disusun terlebih dahulu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program Eviews versi 3. Metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares/ OLS).

Hasil penelitian menunjukkan variabel luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk dan jumlah bibit berpengaruh terhadap produksi tebu sedangkan variabel jenis bibit tidak berpengaruh terhadap produksi tebu.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi tebu PG.Gondang Baru Klaten, maka diajukan saran sebagai berikut hasil produksi tebu di Pabrik Gula Gondang di Kabupaten Klaten masih dapat ditingkatkan dengan menambah faktor-faktor produksi yang digunakan antara lain luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit. Petani yang berhasil didaerah tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan berapa besar panambahan faktor produksi tersebut, Berdasarkan hasil empirik ditemukan bahwa faktor jenis bibit tidak berpengaruh pada produksi tebu. Ada kecenderungan para petani tidak mau mencoba hal yang baru atau menerapkan inovasi baru dari jenis tebu yang digunakan. Petani diharapkan untuk menggunakan jenis varietas tebu yang baru atau varietas tebu unggul sehingga dapat meningkatkan produksi tebu.

(15)

commit to user

i ABSTRAK

ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN

TAHUN 2010

Tino pahlevi F0106078

The purpose of this study was to analyze the factors affecting sugarcane production in New Gondang Sugar Factory in Klaten district..

Variables used in this study are land, labor, the amount of fertilizer, seed number and types of seeds. Data used in this research using primary and secondary data. Methods of data collection using the interview method with accompanying questionnaire have been prepared in advance. Data processing was done using Eviews program support version 3. The method used is least squares methods (Ordinary Least Squares / OLS).

The results showed variable land, labor, the amount of fertilizer and seed number affect the production of sugarcane while the variable type seedlings did not affect the production of sugar cane.

Based on the results of research on the factors that affect the amount of sugar cane production New PG.Gondang Klaten, then proposed the following suggestions as a result of production of sugarcane in the Sugar Factory Gondang in Klaten regency still can be improved by adding the factors of production such as land use, energy work, the amount of fertilizer, seed number. Farmers who work in the area can be used as guidance in determining how much panambahan these production factors, Based on empirical results found that the factor type of seed has no effect on sugarcane production. There is a tendency of the farmers are not willing to try new things or implement new innovations of this type of cane is used. Farmers are expected to use new varieties of sugar cane or sugar cane varieties superior in order to increase sugar cane production.

(16)

commit to user

ii ABSTRAK

ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN

TAHUN 2010

Tino pahlevi F0106078

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit dan jenis bibit. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan disertai kuisioner yang telah disusun terlebih dahulu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program Eviews versi 3. Metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares/ OLS).

Hasil penelitian menunjukkan variabel luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk dan jumlah bibit berpengaruh terhadap produksi tebu sedangkan variabel jenis bibit tidak berpengaruh terhadap produksi tebu.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi tebu PG.Gondang Baru Klaten, maka diajukan saran sebagai berikut hasil produksi tebu di Pabrik Gula Gondang di Kabupaten Klaten masih dapat ditingkatkan dengan menambah faktor-faktor produksi yang digunakan antara lain luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit. Petani yang berhasil didaerah tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan berapa besar panambahan faktor produksi tersebut, Berdasarkan hasil empirik ditemukan bahwa faktor jenis bibit tidak berpengaruh pada produksi tebu. Ada kecenderungan para petani tidak mau mencoba hal yang baru atau menerapkan inovasi baru dari jenis tebu yang digunakan. Petani diharapkan untuk menggunakan jenis varietas tebu yang baru atau varietas tebu unggul sehingga dapat meningkatkan produksi tebu.

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertanian Indonesia adalah pertanian tropikal, karena sebagian besar

daerahnya berada di daerah khatulistiwa yang memotong Indonesia hampir

menjadi dua. Disamping pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lain yang

ikut memberi corak pertanian Indonesia. Pertama, bentuknya sebagai

kepulauan dan kedua, topografinya yang bergunung-gunung. Letaknya yang

berhubungan antara dua lautan besar yaitu Lautan Indonesia dan Lautan

pasifik, serta dua benua (daratan) yaitu Australia dan Asia, juga ikut

mempengaruhi iklim Indonesia terutama dalam perubahan arah angin dari

daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Bentuk tanah

bergunung-gunung memungkinkan adanya variasi suhu udara yang berbeda-beda pada

suatu daerah tertentu. Pada daerah pegunungan yang makin tinggi, pengaruh

iklim tropik makin berkurang dan digantikan oleh semacam iklim sub-tropik

(setengah panas) dan iklim setengah dingin (Mubyarto, 1994 : 6).

Kondisi tanah yang beragam dan iklim yang baik untuk pertanian

memungkinkan penanaman berbagai jenis komoditi pertanian, seperti karet,

kopi, lada, tanaman holtikultura. Usaha tani merupakan tumpuan sebagian

besar petani di Indonesia. Kegiatan ini belum mampu meningkatkan

pendapatan petani secara riil. Keseluruhan mata rantai kegiatan ekonomi di

sektor pertanian memiliki nilai tambah yang paling kecil.

(18)

commit to user

Umumnya jenis tanah di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Tanah pegunungan berapi yang umunya sangat subur dengan susunan

tanah yang baik

2. Tanah datar aluvial yang subur tapi dengan susunan yang agak berat

3. Tanah tersier yang kurang subur

Perkembangan ekonomi di sektor pertanian sangatlah penting karena

merupakan salah satu penopang hidup di negara agraris, perkembangan di

sektor pertanian akan memberikan dampak yang positif bagi sektor lain

sehingga perlu penanganan yang serius. Usaha-usaha di sektor pertanian

meliputi bidang-bidang pertanian, tanaman pangan, perkebunan, perikanan,

peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian khususnya yang menyangkut

tanaman perkebunan rakyat masih mempunyai prospek yang cerah dalam

rangka usaha peningkatan produksi untuk mencukupi kebutuhan domestik

maupun ekspor.

Tebu (sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku

gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis.

Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam

sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak

dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera.

Proses pembuatan gula adalah batang tebu yang sudah dipanen diperas

dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air

perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula

(19)

commit to user

gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Daun

tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang

mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering memakai

dadhok itu sebagai bahan bakar untuk memasak, selain menghemat minyak

tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat panas. Konversi energi

pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan

bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit

listrik.

Secara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan

tertua dan terpenting di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia

pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dengan

jumlah pabrik gula (PG) yang beroperasi 179 pabrik, produktivitas sekitar

14,80%, dan rendemen 11−13,80%. Produksi puncak mencapai sekitar 3 juta

ton dan ekspor gula 2,40 juta ton. Berbagai keberhasilan tersebut didukung

oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah,

prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan teknologi (Simatupang, 1999).

Industri gula Indonesia kini hanya didukung oleh 60 PG yang aktif,

yaitu 43 PG dikelola oleh BUMN dan 17 PG oleh swasta (Dewan Gula

Indonesia 2000). Luas areal tebu yang dikelola pada tahun 1999 mencapai

341.057 ha yang umumnya terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah,

(20)

commit to user

Tabel 1.1 Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton) 1995 - 2008*

1) Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat

*) Angka sementara

Sumber : www.bps.go.id

Produktifitas gula dari tahun 1995-1997 terus mengalami kenaikan

tetapi pada saat krisis moneter terjadi yaitu pada tahun 1998 produksi gula

mengalami penurunan yang cukup banyak dari 2,187,243 ton menjadi

1,928,744 ton dan puncaknya pada tahun 2000 sebesar 1,780,130 ton. Tahun

2001 sektor perkebunan khususnya gula mulai mengalami peningkatan dalam

hal hasil produksi dengan meningkatnya produksi sebesar 44,445 ton dari

tahun sebelumnya setelah itu produksi gula terus meningkat dari tahun ke

tahun.

Penurunan produksi dan kenaikan defisit gula disebabkan oleh

berbagai faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Penurunan produksi

disebabkan oleh penurunan areal dan produktivitas. Contoh, rendemen ( kadar

(21)

commit to user

dicapai pada tahun 1970-an masih sekitar 10%, tetapi rata-rata rendemen pada

5 tahun terakhir hanya 6,92% (Dewan Gula Indonesia 1999). Kebijakan

pemerintah yang lebih memihak kepada usaha tani padi juga menyebabkan

menurunnya areal tebu (Soentoro, 1999). Contoh, rasio antara harga dasar

gabah dan harga provenue (harga jual) yang semula sekitar 2,40, pada dekade

terakhir terus menurun menjadi 1,80 pada tahun 1998. Harga gula di pasar

internasional yang terus menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999

juga menjadi penyebab kemunduran industri gula Indonesia. Penurunan harga

gula ini terutama disebabkan oleh kebijakan hampir semua negara produsen

dan konsumen utama yang melakukan intervensi terhadap industri dan

perdagangan gula. Hampir semua negara menerapkan tarif impor lebih dari

50%. Di samping itu, kebijakan dukungan harga (price support) dan subsidi

ekspor masih dilakukan oleh negara-negara besar seperti Eropa Barat dan

Amerika Serikat. Hal ini memposisikan Indonesia pada situasi persaingan

yang tidak adil (unfair).

Ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu secara umum. Pabrik gula

(PG) swasta, kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen

perusahaan perkebunan (estate) dimana PG sekaligus memiliki lahan HGU

(Hak Guna Usaha) untuk pertanaman tebunya, seperti Indo Lampung dan

Gula Putih Mataram. Untuk PG milik BUMN, terutama yang berlokasi di

Jawa, sebagian besar tanaman tebu dikelola oleh rakyat, dengan demikian PG

di Jawa umumnya melakukan hubungan kemitraan dengan petani tebu. Pabrik

(22)

commit to user

sebagai pemasok bahan baku tebu dengan sistem bagi hasil petani

memperoleh sekitar 66% dari produksi gula petani, sedangkan PG sekitar 34%

(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian).

Industri gula terus mengalami kemunduran dengan membiarkannya

jelas akan menimbulkan masalah bagi Indonesia karena alasan berikut.

Pertama, industri gula melibatkan sekitar 1,40 juta petani dan tenaga kerja

yang mempunyai ketergantungan ekonomi yang sangat kuat pada industri

gula. Walaupun sebagian dari mereka dapat melakukan kegiatan lain di non

gula, sebagian dari mereka sulit untuk beralih pada usaha tani yang lain

(Bakrie dan Susmiadi 1999).

Kebangkrutan industri gula juga berkaitan dengan investasi yang

sangat besar yang tidak dapat dialihkan ke bidang lain atau disebut investasi

terperangkap. Nilai investasi untuk membangun satu PG berkisar antara US$

130−170 juta sehingga investasi yang terperangkap untuk 60 PG sekitar Rp50

triliun (Susmiadi, 1998). Kedua, gula merupakan kebutuhan pokok yang

mempunyai pengaruh langsung terhadap inflasi dengan ketergantungan

kebutuhan pokok yang harganya sangat fluktuatif dengan koefisien keragaman

harga tahunan sekitar 48% akan berpengaruh negatif terhadap upaya

pencapaian ketahanan pangan (Pakpahan, 2000). Simatupang et al. (2000)

menyebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu indikator

stabilitas ekonomi. Beban devisa untuk mengimpor gula akan terus meningkat

yang pada 5 tahun terakhir telah mencapai US$ 200 juta (Direktorat Jenderal

(23)

commit to user

Perbaikan sistem produksi tebu di tingkat petani di Pulau Jawa

memiliki arti yang sangat strategis, khususnya pada wilayah-wilayah yang

secara teknis dan ekonomis mempunyai potensi untuk dikembangkan. Sekitar

80 persen bahan baku pabrik gula (PG) di Pulau Jawa sampai saat ini berasal

dari tebu rakyat. Produktifitas tebu dan harga gula yang rendah serta biaya

usahatani yang makin meningkat, telah mendorong terjadinya penurunan

kualitas bahan baku yang disediakan petani.

Pertanian seharusnya tidak lagi dilihat sebagai usaha kecil yang tidak

memiliki prospek dimasa depan, baik dilihat secara keuntungan maupun

kualitas produk. Pentingnya usahatani yang baik dalam aspek pertanian

maupun aspek ekonomi yang mampu meningkatkan efisiensi. Analisis

usahatani digunakan untuk mengoptimalisasi produk sehingga dapat dilihat

efisiensi penggunaan faktor produksi. Faktor-faktor produksi di dalam

pertanian lebih berhubungan dengan sumber daya seperti tanah, tenaga kerja

dan modal. Faktor pendukung lain seperti bibit, pupuk, pestisida dan alat-alat

produksi yang mampu menunjang produksi. Kegiatan penyelenggaraan

usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya banyak, dengan

penelitian yang lebih mendalam tampak bahwa petani mengadakan

perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan walaupun tidak secara

tertulis. Petani harus mengahadapi pilihan antara menggunakan bibit lokal

yang sudah biasa digunakan dengan bibit unggul yang belum pernah

digunakan, walaupun tanpa ditulis diatas kertas petani akan memperhitungkan

(24)

commit to user

Pabrik gula seharusnya menjadi lebih ringan dan sederhana tugas dan

pekerjaanya, dimana hanya bertugas menggiling tebu untuk dijadikan gula

namun kenyataan yang terjadi tidak demikian, pekerjaan teknis memang

menjadi jauh lebih ringan, tetapi dalam pekerjaan non-teknis beban pekerjaan

menjadi lebih berat. Pabrik gula menjadi bagian dari pemerintah yang

bertugas mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada petani Tebu Rakyat

Intensifikasi dan menjadi salah satu anggota terpenting dalam satuan

pelaksana program-program pemerintah yang berhubungan dengan Tebu

Rakyat Intensifikasi. Berdasarkan uraian di atas, maka diadakan sebuah

penelitian yang berjudul ”ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU

PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN

TAHUN 2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti

dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat pengaruh luas lahan terhadap jumlah produksi tebu pada

Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?

2. Apakah terdapat pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap jumlah produksi

tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?

3. Apakah terdapat pengaruh jumlah pupuk terhadap jumlah produksi tebu

pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?

4. Apakah terdapat pengaruh jumlah bibit terhadap jumlah produksi tebu

(25)

commit to user

5. Apakah terdapat pengaruh jenis bibit terhadap jumlah produksi tebu pada

Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk :

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas lahan terhadap

jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten

Klaten tahun 2010

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja

terhadap jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang di Kabupaten

Baru Klaten tahun 2010

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pupuk

terhadap jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di

Kabupaten Klatentahun 2010

4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah bibit terhadap

jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten

Klaten tahun 2010

5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis bibit terhadap

jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten

Klaten tahun 2010

D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana

(26)

commit to user

memperoleh gelar gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta

2. Bagi Pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Klaten, hasil

penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dalam menentukan

kebijakan mengenai peningkatan pendapatan masayarakat melalui

peningkatan produksi tebu.

3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

informasi dan wawasan serta dapat dijadikan bahan kajian dan

pertimbangan dalam melakukan penelitian pada permasalahan usaha tani

(27)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Teori Produksi

a. Definisi Produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi

output. Input merupakan faktor–faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi dan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan

dalam proses produksi (Sugiarto, 2002:202 ). Sesuai dengan pengertian

produksi di atas, maka produksi pertanian dapat diartikan sebagai

usaha untuk memelihara dan mengembangkan suatu komoditi untuk

kebutuhan manusia. Proses produksi adalah untuk menambah guna dan

manfaat, maka dilakukan proses penanaman dari bibit dan dipelihara

untuk memperoleh manfaat atau hasil dari suatu komoditi pertanian.

Proses produksi pertanian membutuhkan macam-macam faktor

produksi seperti modal, tenaga kerja tanah dan manajemen pertanian

yang berfungsi mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain

sehingga benar-benar mengeluarkan hasil produksi (output).

Sumbangan tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang asli dan

sifat-sifat tanah yang dapat diusahakan dengan hasil pertanian tetapi untuk

memungkinkan diperolehnya produksi diperlukan tangan manusia

yaitu tenaga kerja petani (labor). Faktor produksi modal adalah

(28)

commit to user

sumber-sumber ekonomi diluar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia.

Modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti keseluruhan nilai

sumber-sumber ekonomi non-manusiawi (Mubyarto, 1994:70). Modal

juga sering diartikan sebagai barang dan jasa yang diinvestasikan

dalam bentuk bibit, obat-obatan, tanah serta faktor produksi lainnya.

Teori produksi mengandung pengertian mengenai usaha tani yang

dilakukan petani dalam tingkat teknologi tertentu mampu

mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi seefisien

mungkin untuk menghasilkan produksi maksimal

b. Faktor Produksi

Faktor produksi merupakan input yang digunakan dalam proses

produksi, dibidang pertanian output yang dihasilkan dalam bentuk

hasil produksi fisik membutuhkan sumber daya yang digunakan

sebagai faktor produksi berupa tanah, tenaga kerja, bibit, pupuk serta

teknologi sebagai penunjang dalam usaha tani dengan tujuan

menghasilkan output yang maksimal.

1) Tanah merupakan faktor produksi yang paling penting. Hal ini

terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah

dibandingkan faktor-faktor produksi lain. Tingkat produktifitas

tanah dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, sarana dan

prasarana yang ada sebagai penunjang dalam meningkatkan

(29)

commit to user

tanah menyakapkan tanahnya pada petani penggarap dengan sistem

bagi hasil.

2) David Ricardo dalam Mubyarto (1994:90), mengungkapkan

teorinya tentang sewa tanah diferensial, dimana ditunjukan bahwa

tinggi rendahnya sewa tanah adalah disebabkan oleh perbedaan

kesuburan tanah, makin subur tanah makin tinggi harga tanah.

3) Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi utama dalam

usaha tani. Tenaga kerja adalah manusia yang dengan aktifitasnya

mencurahkan tenaga kerja untuk memenuhi apa yang menjadi

tuntutan hidup, dalam hal ini adalah syarat hidup yang baik bagi

usaha tani tebu. Tenaga kerja dalam usaha tani tidak hanya

mengembangkan tenaga (labor) saja, tapi juga mengatur organisasi

produksi secara keseluruhan. (Mubyarto, 1994:124).

4) Bibit merupakan salah satu faktor produksi yang sangat

menentukan keberhasilan usaha tani. Pemilihan bibit yang baik dan

tahan terhadap hama sangat menunjang untuk menghasilkan output

yang maksimal.

5) Pupuk juga merupakan faktor produksi yang mendukung

keberhasilan usaha tani. Pupuk dibedakan menjadi dua yaitu :

i) Pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari sisa kotoran

ternak atau sisa-sisa mahluk hidup yang karena alam dengan

(30)

commit to user

ii) Pupuk anorganik adalah pupuk buatan yang dihasilkan oleh

manusia melalui proses pabrikasi, dengan meramu

bahan-bahan kimia yang mengandung kadar hava tinggi.

c. Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output

maksimum yang diproduksi dan input yang diperlukan guna

menghasilkan output tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik

tertentu (Samuelson dan Nordhes, 1996:128). Fungsi produksi

menggambarkan tingkat pengetahuan teknik atau teknologi yang

dipakai oleh suatu perusahaan, suatu industri atau suatu perekonomian

secara keseluruhan.

Penyajian fungsi dapat dilakukan melalui bentuk tabel, grafik

atau dalam persamaan matematis. Fungsi produksi yaitu suatu fungsi

yang menunjukan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan

faktor-faktor produksi (input). Bentuk matematis sederhana fungsi

produksi ini dijelaskan sebagai berikut: (Mubyarto, 1994: 68).

Y = f (X1,X2,X3,…Xn)

Dimana:

Y = Hasil produksi fisik

X1,X2,X3….Xn = Faktor-faktor produksi

Fungsi diatas menunjukkan semua faktor produksi merupakan

variabel. Berdasarkan faktor produksi yang digunakan dalam jangka

(31)

commit to user

tambahan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing return),

produk marginal setiap unit input akan menurun sebanyak penambahan

jumlah input yang bersangkutan, dengan asumsi semua input lainnya

konstan (Samuelson dan Nordhes, 1996:130).

Berbagai kombinasi input menghasilkan tingkat output yang

menunjukkan kombinasi dua faktor produksi yang menghasilkan

output yang sama, jumlah output yang berbeda kurva isoquantnya juga

berbeda. Kombinasi input K dan L menghasilkan satu tingkat produksi

tertentu.

Gambar 2.1. Kurva Isoquant Sumber : Nopirin, (2000:319.).

Kurva yang semakin tinggi (ke kanan atas) menunjukan jumlah

output yang semakin lebih besar. Titik yang terletak pada kurva yang

lebih tinggi mengambarkan jumlah kedua faktor produksi yang lebih

banyak sehingga outputnya lebih besar jumlahnya. Turun miring dari

kiri ke kanan bawah (berlereng negatif) untuk memperoleh jumlah

yang sama, apabila salah satu faktor produksi dikurangi, maka faktor

produksi yang lain harus ditambah. Kurva isoquant cembung ke arah 0,

ciri ini mencerminkan berlakunya the law of disminishing return. Hal Qo

L O

(32)

commit to user

ini menjelaskan bahwa setiap unit input (K dan L) akan menurun

sebanyak penambahan jumlah input yang bersangkutan.

Kurva isoquant ini digambarkan hanya dengan dua dimensi

(absis dan ordinat) maka hanya menganalisa dua faktor produksi saja

(K dan L) dalam kenyataannya digunakan lebih dari dua faktor

kombinasi kurva isoquant menggambarkan kemungkinan secara teknis

kombinasi faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah output.

Makin produktif faktor tenaga kerja (L) menggantikan modal (K)

maka kurva isoquant makin curam, sebaliknya makin produktif faktor

modal maka semakin besar kemampuannya untuk menggantikan

tenaga kerja sehingga kurva isoquant semakin landai.

d. Fungsi Produksi Constant Elasticity of Substitution (CES)

Fungsi produksi CES ini secara terpisah berasal dari kelompok

ekonom yang berbeda: yang satu terdiri dari K.J. Arrow, H.B.

Chenery, B.S. Minhas, dan RM. Solow; dan kelompok lainnya terdiri

dari Murray Brown dan De Cani. Keduanya berbeda satu sarna lain,

dan pada akhirnya mungkin akan termasuk dalam tingkatan returns to

scale. Murray Brown dan De Cani ( 1963 ) menggunakan fungsi ini

dengan ambisius sekali untuk memisahkan efek atau pengaruh

perubahan output, keekonomisan skala, perubahan teknis dan

perubahan faktor harga relatif pada permintaan pekerja, data ekonomi

(33)

commit to user

Fungsi produksi ini menyatakan bahwa penghitungan dasar

tingkatan substitusi akan sangat diperlukan, tapi tidak hanya terbatas

pada nilai apapun. Fungsi ini disebut Produksi CES ( Constant

Elasticity of Substitution ). Di sini dijelaskan fungsi produksi

Cobb-Douglas dan Leontief adalah kasus istimewa dalam hubungan CES,

ketika substitusi elastisitas tersebut dinyatakan konstan, maka hal itu

hanya dianggap perubahan relatif faktor input dan harga tidak

menunjukkan elastisitas tersebut. Nilai elastisitas ditentukan oleh

teknik yang dipakai dan perubahan teknik yang dipakai tersebut akan

mempengaruhi variasi-variasi elastisitas pada setiap level pada faktor

input dan harga. Jadi konstansi elastisitas mengacu pada invariannya

dalam kaitannya dengan perubahan faktor persediaan relatif dan bukan

pada transformasi dari teknik yang dipakai.

Karakteristik dari teknik-teknik yang bersifat abstrak akan

mudah dikenali dengan penggunaan fungsi produksi CES. Hal tersebut

berarti fungsi produksi tersebut memungkinkan kita untuk mengetahui

perubahan efisiensi suatu teknik, yaitu perubahan returns to scale yang

ditentukan secara teknis, perubahan dalam intensitas modal sebuah

teknik dan perubahan substitusi pekerja untuk modal, dan lain-lain.

Beberapa penelitian terkini menggunakan fungsi CES dengan

elastisitas substitusi di bawah kesatuan yang juga dianggap lebih

sesuai untuk fungsi produksi jika dibandingkan dengan penggunaan

(34)

commit to user

substitusiseimbang dengan kesatuan, tapi dalam fungsi produksi CES,

elastisitassubstitusi adalah konstan dan tidak semata-mata berbanding

lurus dengan kesatuan. Keempat ekonom, Arrow, Chenery, Minhas

dan Solow dalam Agung (2008:39) juga telah mengusulkan fungsi

produksi CES ini. Persamaan fungsi tersebutialah:

Q=Q(K,L)=A[α +(1α)

dimana,

Q = output

K = input kapital

L = input tenaga kerja

dengan A>0,0<α<1 dan ≥-1

A dinyatakan sebagai parameter efisiensi, α sebagai parameter

distribusi, dan sebagai parameter substitusi

1. Sifat Fungsi Produksi CES

a. Sifat Homogen Linier

Kalau semua input dinaikkan dengan suatu faktor proposional

yang sama, maka

Q(฀K,฀L)=A[α(฀K +(1-α)(฀L

=cQ(K,L)

Yang berarti bahwa output Q(K.L) akan naik menjadi cQ(K,L),

yaitu dengan faktor proporsional yang sama pula.

b. Elastisitas K dan L

(35)

commit to user

InQ=InA-1/ .In[α +(1-α)

diperoleh turunan partial terhadap K sebagai berikut:

δInQ/δK=-1/ .(α ) /[α +(1-α)

Selanjutnya, diperoleh elastisitas output terhadap K sebagai

berikut:

(δInQ/δK)*K= (δInQ/δInK)=α /[α +(1+α)

=α (Q/K

Dengan cara yang sama, diperoleh elastisitas untuk L seperti

ini:

(δInQL)*L== (δInQ/δInL=(1+α) α +(1+α)

Dengan menjumlahkan kedua elastisitas untuk di atas,

diperoleh:

(δInQ/δK)+ (δInQ/δL)=1

Elastisitas untuk K dan L merupakan fungsi dari input bivariat

(K, L) sehingga bukanlah suatu konstanta. Akan tetapi,

jumlahnya konstan, yaitu sama dengan satu sesuai dengan

pengertian constan return to scale

2. Keuntungan Fungsi Produksi CES dibandingkan dengan Fungsi

Produksi Cobb Douglas:

a. Fungsi CES menunjukan fungsi produksi semua tipe returns

dapat dianalisa, karena s tidak semata-mata berbanding lurus

dengan satu ( s ≠ 1 ), tapi lebih menunjukan bentuk umum

(36)

commit to user

b. Fungsi produksi CES akan menjadi pertimbangan sejumlah

parameter penting. Maka dari itu fungsi tersebut meliputi

lingkup variasi substitutabilitas dan efisiensi yang luas.

c. Estimasi fungsi CES ini sangat mudah. Beberapa perubahan

akan dibutuhkan, jika kita menulis output per unit pekerja

sebuah fungsi modal per unit pekeja, maka , sehingga

fungsi produksi akan menjadi lebih mudah.

d. Fungsi tersebut akan melenyapkan semua kesulitan dalam

fungsi produksi Cobb-Douglas dan terbebas dari asumsi-asumsi

yang tidak realistis dalam fungsi tersebut.

3. Batasan-batasan Dalam Fungsi Produksi CES

a. Fungsi produksi CES yang mengombinasikan dua unsur

kekuatan yang mempengaruhi dalam satu parameter v.

Pertama-tama, pada skala ekonomi, dapat memberikan hasil

sebuah ekspansi skala operasi teknologi yang bersangkutan.

Dengan kata lain, kaitannya dengan skala operasi, sebuah

perubahan teknis dapat mengakibatkan tindakan output. Dalam

aplikasi empiris kedua kekuatan tersebut dapat mempengaruhi

homogeniatas parameter v, dan dengan mudah menentukan

salah satunya.

b. Uzawa dalam Agung (2008:39) telah mempelajari fungsi ini

dan menyimpulkan bahwa sangat sulit untuk

(37)

commit to user

c. Batasan dalam fungsi produksi CES diasosiasikan dengan

bentuk dasarnya spesifikasi elastisitas substitusi yang bervariasi

terhadap perubahan dalam faktor proporsi. Perlu diingat bahwa

kita memungkinkan elastisitas substitusi (s) terhadap perubahan

dalam kaitannya dengan variasi-variasi tertentu dari

teknik-teknik yang mendasarinya, dan bukan sebagai respon terhadap

perubahan dalam faktor proporsi. Tapi hal tersebut merupakan

‘spesifikasi apriori’ tapi kita tidak tahu apakah elastisitas

substitusi ( s ) bisa berubah bervariasi manakala faktor proporsi

berubah. Jika struktur sesungguhnya menggambarkan

elastisitas sebuah variabel yang mengacu pada perubahan

faktor proporsi dan selanjutnya dinyatakan bahwa elastisitas

berubah dengan alasan teknis, maka kita menganggapnya

berasal dari perubahan teknis lebih dari sebelumnya. Kecuali

jika fungsi umum tersebut ditentukan seluruhnya tingkatan

polinomial n, maka kesulitannya akan tampak. Karena dengan

adanya data yang tersedia itu sudah tidak memungkinkan dan

teknik-teknik statistik untuk memperoleh estimasi keseluruhan

dari fungsi produksi umumnya, dan juga karena mereka

semata-mata tidak puas dengan kriteria neoklasik ( sifat-sifat

fungsi CES ), maka kita tanpa ada potensi-potensi kesalahan

(38)

commit to user

d. Kesulitan yang keempat dari fungsi CES ini yaitu bahwa K

parameter intesitas modal, berdimensi (bukan tidak

berdimensi).

Masih terdapat suatu permasalahan empirik selain

kesulitan-kesulitan teoritis diatas, yaitu fungsi produksi CES

relatif sulit untuk disesuaikan dengan data. Terlepas dari

batasan-batasan tersebut diatas, fungsi produksi CES dalam

aplikasinya sangat berguna untuk membuktikan teorema Euler,

yaitu untuk menggambarkan constant return to scale, yang

menunjukan rata-rata tersebut, dan produk marginal (K) dan

pekerja (L) bersifat homogen dalam tataran 0, dan juga untuk

menentukan elastisitas substitusi.

e. Biaya Produksi

1. Definisi Biaya Produksi

Produksi adalah kegiatan untuk mengubah input menjadi

output, perusahaan tidak hanya menentukan input apa saja yang

diperlukan, tetapi juga harus mempertimbangkan harga dari input –

input tersebut yang merupakan biaya produksi dari output.

Biaya produsi sebenarnya merupakan cerminan dari

produksi. Bila produksi merujuk kapada jumlah input yang dipakai

dan jumlah fisik output yang dihasilkan, biaya produksi merujuk

(39)

commit to user

sangat penting peranannya bagi perusahaan dalam menentukan

jumlah output ( Sugiarto, 2002 : 248 ).

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur

dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan

terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Pengorbanan sumber

ekonomis mengandung sifat ekonomis adanya kelangkaan. Biaya

dibedakan menjadi dua macam: pengorbanan sumber ekonomi

yang telah terjadi dan kemungkinan akan terjadi. Pengorbanan

yang telah terjadi mengandung biaya historis untuk mencapai

tujuan tertentu dan biaya yang akan terjadi saat melakukan suatu

proses produksi.

Biaya produksi dapatlah didefinisikan sebagai semua

pengeluaran yang dilakuakn oleh firma (perusahaan) untuk

memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang

akan digunakan untuk menciptakan barang-barang firma tersebut

(Sukirno, 1994:207).

Biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan ada dua jenis

yaitu: biaya eksplisit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplisit adalah

pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran

dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan

mentah yang diperlukan dalam kegiatan produksi firma tersebut,

sedangkan biaya tersembunyi adalah tafsiran pengeluaran keatas

(40)

commit to user

seperti antara lain adalah pembayaran untuk keadilan produsen,

modalnya sendiri yang digunakan dalam perusahaan dan

pembangunan perusahaan yanb dimilikinya.

Berdasarkan definisi diatas biaya produksi dapatlah

didefinisikan sebagai semua pengorbanan ekonomis yang

dilakukan oleh petani untuk memperoleh faktor-faktor produksi

untuk menghasilkan suatu output.

Secara umum biaya produksi yang dikeluarkan digolongkan

menjadi dua yaitu : biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel

(variable cost). Biaya tetap merupakan total rupiah yang harus

dikeluarkan walaupun tidak beroperasi, biaya tetap tidak berubah

meskipun output berubah, biaya variabel merupakan biaya yang

bervariasi sesuai dengan perubahan tingkat ouput termasuk biaya

bahan baku dan termasuk pula semua biaya yang tidak tetap

contohnya bibit, pupuk, tenaga kerja dan lain-lain. Jumlah dari biya

tetap dan biaya variabel disebut biaya total.

TC = TFC + VC

Dimana :

TC = Total Cost

FC = Fixed Cost

VC = Variabel Cost

2. Kurva biaya rata-rata (AC), biaya Marginal (MC), biaya Tetap

(41)

commit to user

Kurva biaya total dan biaya rata-rata diperoleh dari upaya

petani mencari kombinasi penggunaan faktor produksi dengan

biaya paling rendah (least cost combination) dengan begitu bentuk

serta kedua kurva biaya ini tergantung pada teknologi produksi

(yang tercermin pada fungsi produksi) dan harga faktor produksi.

Jika harga faktor produksi turun atau petani tersebut menggunakan

teknologi baru yang lebih efisien maka kedua kurva biaya tersebut

akan bergeser kebawah, sebaliknya apabila harga faktor produksi

naik atau teknologinya sudah usang, kedua kurva akan bergeser

keatas. Kedua kurva selalu bergerak bersama-sama

Gambar 2.2: Kurva TC, VC, TC

Sumber : Samuelson dan Nordhes (1996:145)

Besarnya biaya tetap untuk jangka pendek adalah tetap,

berapapun output yang diproduksi, jadi besarnya biaya tetap (FC)

tidak tergantung dengan berapapun output yang dihasilkan.

Sedangkan biaya variabel sangat tergantung dengan jumlah output

yang akan dihasilkan dari faktor produksi (input) yang ada. Biaya 0

Q Biaya tetap

Biaya variabel T

(42)

commit to user

variabel rata-rata diperoleh dengan membagi total biaya variabel

dengan jumlah output yang dihasilkan.

AVC =

Dimana :

AVC = Average Variabel Cost

TVC = Total Variabel Cost

Q = Quantitas

Biaya marginal setiap output adalah tambahan biaya yang

diperlukan untuk memproduksi 1 unit output tambahan, biaya tetap

rata-rata didefinisikan sebagai pembagian antara biaya tetap

dengan kuantitas output yang dihasilkan oleh karena biaya tetap

total adalah konstan, maka dengan membagi biaya ini dengan

kenaikan output akan diperoleh kurva biaya rata-rata yang

menurun.

Gambar 2.3 : Kurva AFC, AVC, ATC, MC Sumber : Nopirin, (2000: 340)

B

ia

ya

(

R

p)

0

Produks MC

AT

AV

(43)

commit to user

Hubungan antara MC dan AC biaya total rata-rata (AC)

adalah biaya tetap rata-rata (AFC) ditambah dengan biaya variabel

rata-rata (AVC). Biaya variabel rata-rata adalah biaya variabel total

TVC dibagi dengan jumlah output maka apabila MC dibawah AC,

AC akan menurun dan apabila MC diatas AC maka AC menaik.

Dan pada MC=AC maka AC minimum dengan demikian MC

memotong AC dari bawah dan pada titik AC minimum.

Keuntungan maksimum diperoleh apabila jarak vetikal TR-TC

paling besar. Jarak vertikal TR-TC paling besar apabila lereng

kurva TC adalah MC. Dengan demikian keuntungan maksimum

akan diperoleh apabila produsen menghasilkan sejumlah output

dimana : MR=MC (Nopirin, 2000 : 341).

3. Hubungan Antara Biaya Produksi Dan Fungsi Produksi

Biaya produksi perusahaan ditentukan oleh bagaimana

fungsi produksi perusahaan tersebut, yang menunjukkan kombinasi

input yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah output

tertentu, beserta harga yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan

input tersebut. Fungsi produksi jangka pendek menghubungkan

output dengan jumlah input variabel saja, karana besarnya input

tetap tidak berubah. Hubungan antara fungsi produksi dengan

biaya produksi digambarkan dengan ilustrasi berikut ( Sugiarto,

(44)

commit to user

Diketahui fungsi produksi jangka pendek perusahaan adalah:

Q = F ( K, L )

Q = output ( fungsi dari L dan pemakaian K tetap )

L = tenaga kerja ( input variabel )

K = kapital ( input tetap )

Diketahui untuk setiap kapital sewanya adalah sebesar r (

rent ) dan upah setiap unit tenaga kerja adalah w ( wage ), maka

biaya total ( TC ) yang diperlukan untuk memproduksi Q adalah

jumlah kapital dikalikan dengan sewa kapital ditambah dengan

jumlah tenaga kerja yang dipakai dikalikan dengan upahnya.

Secara matematis dapat ditulis sebagaiberikut :

TC = ( K x r ) + ( L x w )

K tetap maka besarnya K x r juga tetap, dalam sudut

pandang ekonomi biaya ini disebut biaya tetap total ( TFC ),

sedangkan L x w akan bervariasi sesuai dengan jumlah L yang

digunakan. Biaya ini dalam ekonomi disebut sebagai biaya variabel

total ( TVC ). Sebagimana telah dikemukakan sebalumnya biaya

(45)

commit to user

Gambar 2.4 : Kurva Hubungan Antara Kurva Produksi Dengan Kurva Biaya

Sumber : Sugiarto ( 2002: 254 )

Gambar di atas menunjukkan jumlah output yang

dihasilkan dari pemakaian sejumlah input variabel dalam ukuran

fisik. Jika input variabel diukur dengan satuan uang, maka gambar

2.4 juga menunjukkan hubungan antara jumlah output yang

dihasilkan dengan biayanya, sehingga kurva TP juga

mencerminkan kurva biaya variabel total.

Kurva TVC bermula dari titik 0 dan semakin lama semakin

bertambah tinggi. Keadaan ini menggambarkan bahwa waktu tidak

ada produksi TVC=0, dan semakin besar produksi semakin besar

nilai ongkos berubah total (TVC). Bentuk kurva TVC yang pada

akhirnya semakin tegak menggambarkan bahwa produksi

dipengaruhi oleh hukum hasil lebih yang semakin berkurang, yaitu

apabila produksi sudah semakin banyak, sejumlah ongkos produksi

tertentu yang dikeluarkan akan menghasilkan jumlah produksi

yang semakin sedikit.

Output unit (Q) TP TVC

Input variabel Biaya

(46)

commit to user

4. Hubungan TPP, APP,MPP

Produksi total atau Total Physical Product (TTP)

menunjukkan total output yang diproduksi dalam unit fisik, jadi

kurva produksi adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara

jumlah output yang dihasilkan pada berbagai tingkat penggunaan

input variabel dan input-input yang lain dianggap konstan. Kurva

produksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

TPP f(x) atau Q = f(x)

dimana, TPP = Q = produksi total

x = jumlah input variabelyang digunakan

Gambar 2.5 : Kurva TPP

Sumber : Sadono Sukirno ( 1997)

Produksi rata-rata atau Average Physical Product (APP)

adalah output rata-rata per unit input yang digunukan pada suatu

proses produksi, jadi kurva produksi rata-rata adalah kurva yang

menunjukkan output rata-rata per unit input pada berbagai tingkat

penggunaan inputtersebut. APP dapat dirumuskan sebagai berikut:

AAPx= , dimana:

AAPx = average physical product

TPPx = total physical product

X Y

TPP

(47)

commit to user

X = jumlah inputX yang digunakan

Gambar 2.6 : Kurva APP

Sumber : Sadono Sukirno ( 1997)

Produktifitas marginal atau Marginal Physical Product

(MPP) adalah mengukur seberapa besar tambahan output yang

dihasilkan apabila satu input variabel bertambah satu unit sedang

input yang lain tetap. Kurva marginal adalah kurva yang

menunjukkan tambahan atau kenaikan dari TPP yaitu DTPP atau

DQ, yang disebabkan oleh penggunaan tambahan satu unit input

variable. MPP dapat dirumuskan sebagai berikut :

MPP= , dimana:

MPPx = marginal physical product

ΔTPP = tambahan atau kenaikan output

ΔX = tambahan inputx yang digunakan

Gambar 2.7 : Kurva MPP Sumber : Sadono Sukirno ( 1997) Y

0 X

MP P

X Y

AP

(48)

commit to user

Dalam fungsi produksi terdapat tiga tahap yang

masing-masing mempunyai sifat-sifat khusus yang dapat digunakan untuk

melihat tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi.

Hubungan antara TPP, APP dan MPP dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 2.8 : Kurva Hubungan TPP, APP dan MPP Sumber : Sadono Sukirno ( 1997)

Terdapat hubungan yang istimewa antara TPP, MPP dan

APP. Hubungan antara ketiga kurva tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut :

a) Penggunaan input variabel (X) sampai pada titik dimana TPP

cekung terhadap titik origin, maka MPP naik demikian pula APP.

b) Pada titik A, MPP mencapai nilai maksimum, kurva TPP

telah berubah bentuknya dari cekung menjadi cembung terhadap

titik origin.. Titik ini disebut titik infeksi. APP

TPP

MPP

Tenaga Kerja MPP

APP

Tenaga Kerja TPP

C B

(49)

commit to user

c) Pada titik B, APP mencapai nilai maksimum, kurva MPP

memotong APP dari atas (MPP-APP), dan kurva TPP

bersinggungan dengan garis lurus dari titik origin dengan slope

terbesar.

d) Pada titik C, TPP mencapai maksimum dan MPP bernilai nol.

Gambar ini menunjukkan berlakunya Law of Dcminishing Return

atau hukum hasil lebih yang semakin berkurang. Hukum ini

menyatakan hahwa :

“Apabila faktor produksi yang dapat dirubah jumlahnya

(tenaga kerja) terus menerus ditambah satu unit, pada mulanya

produk total akan semakin bamyak pertambahannya, tetapi

sesudah mencapai suatu tingkat terten/u produksi tamhahan akan

semakin berkurang dan akhirnya ia mencapai tingkat yang

maksimum dan kemudian menurun” (Sukirno, 1996).

2. Ekonomi Pertanian

a. Definisi Ekonomi Pertanian

Pertanian merupakan mata pencaharian sebagaian besar

penduduk Indonesia yang merupakan negara agrikultur. Ekonomi

pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu

pertanian yang memberikan arti sebagai berikut, suatu ilmu yang

mempelajari dan membahas serta menganalisis pertanian secara

ekonomi, atau ilmu ekonomi yang diterapkan pada pertanian (Daniel,

(50)

commit to user

Pengertian ekonomi pertanian yang demikian mempunyai arti

ilmu pertanian bukan hanya mempelajari tentang bercocok tanam

tetapi suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian,

baik mengenai subsektor tanaman pangan dan hortikultura, subsektor

perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan.

Ilmu ekonomi pertanian menjadi satu ilmu tersendiri yang

mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

pembangunan dan memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Ekonomi pertanian mencakup analisis ekonomi dari proses (teknis)

produksi dan hubungan-hubungan sosial dalam produksi pertanian,

hubungan antar faktor produksi, serta hubungan antara faktor produksi

dan produksi itu sendiri. Dalam kebijakan pembangunan nasional,

pembangunan pertanian merupakan langkah awal dan mendasar bagi

pertumbuhan industri. Salah satu subsektor pertanian yang

berkembang adalah subsektor perkebunan.

b. Sejarah Ekonomi Pertanian

Ilmu ekonomi pertanian merupakan cabang ilmu yang masih

sangat muda. Ilmu ekonomi modern dianggap lahir dengan penerbitan

buku Adam Smith yang berjudul Wealth of Nations pada tahun 1776 di

Inggris, maka ilmu ekonomi pertanian dilahirkan awal abad ke-20 atau

akhir abad ke-19 dengan terjadinya depresi pertanian pada tahun 1890.

Di Amerika Serikat mata pelajaran Rural Economic

(51)

commit to user

Economic of Agriculture mulai diberikan di Universitas Cornell pada

tahun 1901 dan Farm Management pada tahun 1903. Tahun1910

beberapa universitas di Amerika Serikat sudah memberikan

kuliah-kuliah yang teratur dalam Agricultural Economics.

Di Indonesia, ilmu ekonomi pertanian baru dikembangkan

mulai tahun 1950-an yang di pelopori oleh Prof. Sukanto

Reksohadiprodjo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo, masing-masing

dosen di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia

(Mubyarto, 1984;1).

c. Fungsi Ekonomi Pertanian

Ekonomi pertanian mempunyai fungsi yang tidak kalah

pentingnya dari ilmu ekonomi maupun ilmu pertanian itu sendiri. Dia

bisa berada di awal atau sebelum ilmu pertanian, bisa seiring dan bisa

juga sesudah. Semua fungsinya amat menentukan akan kemajuan

pertanian. Ekonomi pertanian bukan sekedar gabungan antara ilmu

ekonomi dengan ilmu pertanian, tetapi mempunyai arti yang sangat

penting bagi pertanian dan juga bagi ekonomi.

Ilmu ekonomi pertanian mempelajari faktor sumber daya atau

faktor produksi dilengkapi dengan permasalahan, potensi dan

kebijakan serta kemitraan, kelembagaan dan faktor pendukung lainnya.

Sebelum proses produksi atau usaha tani dijalankan (baik dalam

(52)

commit to user

subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan) perlu dilakukan

perencanaan yang matang.

Dalam pelaksanaan di lapangan, pertanian juga membutuhkan

ilmu ekonomi pertanian, kalau pupuk diberikan sekian banyak, berapa

hasil yang akan diterima, bila pupuk dikurangi atau ditambah berapa

keuntungan yang akan diperoleh, begitu juga dengan pengaturan

tenaga kerja dan obat-obatan. Di ekonomi pertanian, semua itu akan

diperhitungkan dan dipelajari secara mendalam (Daniel, 2002:6).

3. Perkebunan

a. Pengertian Perkebunan

Pengertian perkebunan sudah lama dikenal, sejak pemerintahan

kolonial Belanda. Tahun 1938 di Indonesia terdapat 243 perkebunan

besar. Pada tahun 1870 dengan keluarnya undang-undang agraria

pengaturan perkebunan-perkebunan swasta di Indonesia lebih tegas

dan jelas. Keluarnya undang-undang agraria mempunyai tujuan utama

mengundang penanaman modal swasta ke Indonesia untuk berusaha

mengembangkan produk-produk pertanian yang diperlukan pasaran

dunia, terutama Eropa, setelah merdeka pemerintah Indonesia

mengambil alih perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh Belanda,

tepatnya sejak tahun 1957 (Syamsulbahri, 1996:1).

Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program

lima tahunan (Pelita) tahap demi tahap telah memfokuskan program

(53)

commit to user

sektor perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan

produksi dan diversifikasi tanaman ekspor. Pada tahun 1992

pemerintah telah berhasil membuat Undang-Undang Nomor 12 tentang

budidaya tanaman, dengan adanya undang-undang tersebut pemerintah

telah memberikan kebebasan kepada petani untuk menentukan pilihan

jenis tanaman dan pembudidayaannya, serta kewajiban pemerintah

dalam menjamin penghasilan petani (Syamsulbahri, 1996: 1).

Sejarah perkebunan sebelum penjajahan Belanda di Indonesia,

perkebunan belum terorganisir secara struktural. Selama dekade

penjajahan Belanda, Inggris dan Jepang pengelolaan perkebunan

beralih ke penguasa, dalam hal ini penjajah. Pada zaman Belanda

dikenal “sistem tanam paksa”, setelah merdeka pengelolaan

perkebunan masih seperti zaman Belanda, barulah tahun 1957 terjadi

perubahan pengelolaan perkebunan. Pada tahun tersebut terjadi

pengambilalihan perkebunan dari orang-orang asing oleh pemerintah

Republik Indonesia. Dambaan petani untuk menjadi tuan di tanahnya

sendiri sangat diharapkan, karena manejer-manejer perkebunan telah

diisi oleh putra-putri Indonesia. Kenyataan tersebut tidak bisa

terwujud, karena di dalam negeri sudah terlalu lama mengalami

peperangan untuk merebut kemerdekaan.

Tahap dicanangkannya program-program Pelita, subsektor

perkebunan mulai dilakukan pembenahan-pembenahan oleh

(54)

usaha-commit to user

usaha intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi perkebunan. Pada

Pelita III perkembangan sektor perkebunan amat mencolok, terutama

ditinjau dari perluasan areal perkebunan baik di Jawa maupun diluar

Jawa (Syamsulbahri, 1996: 3).

Kesatuan pengertian dari perkebunan itu sendiri perlu diketahui

sebelum mempelajari lebih jauh tentang perkebunan. Hal ini

dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemahaman selanjutnya,

terutama tanaman perkebunan tahunan. Perkebunan dapat diartikan

berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis tanaman dan produk yang

dihasilkan.

Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai

usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan

dan devisa negara dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam

(SDA).

Perkebunan berdasarkan pengelolaannya dibagi menjadi 4,

yaitu:

1. Perkebunan rakyat

2. Perkebunan besar

3. Perkebunan perusahaan inti rakyat

4. Perkebunan unit pelaksana proyek

Perkebunan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan

sebagai usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat,

(55)

commit to user

Perkebunan berdasarkan produknya dapat diartikan sebagai usaha

budidaya tanaman yang ditujukan untuk menghasilkan bahan industri

(misalnya karet, tembakau, cengkeh, kapas), bahan industri makanan

(misalnya kelapa, kelapa sawit dan kakao) dan makanan (misalnya,

tebu, teh, kopi dan kayu manis).

Pengertian perkebunan dapat diartikan sebagai: “usaha

budidaya tanaman baik oleh pemerintah, swasta, rakyat maupun secara

bersama-sama dalam skala luas maupun sempit areal lahan yang

digunakan namun bertujuan untuk mendapatkan peningkatan

pendapatan dan devisa negara, tanpa mengabaikan penyerapan tenaga

kerja dan pelestarian sumber daya alam” (Syamsulbahri, 1996: 15).

b. Manajemen Perkebunan

Manajemen dapat diartikan sebagai usaha pengelolaan

sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dimana

sifatnya universal yang berarti dapat berlaku secara umum untuk

berbagai organisasi. Dalam perkembangannya, perkebunan dijadikan

sebagai satu subsektor dari sektor pertanian. Dimana subsektor

perkebunan dijadikan andalan dalam memasukkan devisa negara dari

sektor non migas. Pengelolaannya ada yang dilakukan oleh

pemerintah, swasta maupun oleh rakyat. Sistem pengelolaan

perkebunan di Indonesia ada keterpaduan antara unsur-unsur yang

membentuk subsektor perkebunan yang meliputi pemerintah, swasta

Gambar

Gambar 2.1. Kurva IsoquantL
Gambar 2.2: Kurva TC, VC, TC
Gambar 2.3 : Kurva AFC, AVC, ATC, MC
Gambar 2.4 : Kurva Hubungan Antara Kurva Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gondang Baru, Klaten merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam hal pembuatan gula pasir, dimana proses produksi yang dilaksanakan di departemen produksi sangat penting,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) karakteristik petani mitra kredit PG Djombang Baru, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani mitra kredit

Selisih tersebut dapat dilihat dari selisih biaya bahan baku yang bersifat menguntungkan, biaya tenaga kerja langsung bersifat tidak menguntungkan, dan biaya

9 Kecepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru (dimensi kualitas pelayanannya adalah responsiveness dengan prinsip saling menguntungkan

Analisis Tingkat Kepuasan Petani Tebu Rakyat Pabrik Gula (PG) Semboro Kabupaten Jember ; Luqmanul Hakim, 081510601078; 2013: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN MASA KERJA PADA HUBUNGAN ANTARA PRESTASI KERJA DAN KOMPENSASI Studi Kasus : Karyawan Bagian Tata Usaha Kantor PG.. Gondang

Hasil analisis efisiensi produksi pada budidaya ikan nila di Kabupaten Klaten menunjukkan bahwa kombinasi faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ikan nila

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN AKSEPTOR BARU KB AKDR (IUD/SPIRAL) DI PUSKESMAS PRAMBANAN KLATEN..