• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurunan Frekuensi dan Intensitas Perilaku Oppositional Defiant Disorder pada Remaja SMP dengan Cognitive Behavior Therapy (Studi Kasus pada Remaja SMP di SMP 'X' dan SMP 'Y').

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penurunan Frekuensi dan Intensitas Perilaku Oppositional Defiant Disorder pada Remaja SMP dengan Cognitive Behavior Therapy (Studi Kasus pada Remaja SMP di SMP 'X' dan SMP 'Y')."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menurunkan frekuensi dan intensitas perilaku Oppositional Defiant Disorder (ODD) pada remaja SMP dengan Cognitive Behavior Therapy (CBT). Melalui CBT, negative automatic thoughts (NATs) yang ada pada remaja SMP yang ODD akan diubah, bahwa remaja SMP ini dapat melihat dari berbagai sudut pandang, tidak hanya dari sudut pandang dirinya saja dan melihat alternatif-alternatif lain dan dapat menemukan segi positif dari suatu kejadian, serta remaja ini dapat memandang dirinya positif dan melihat segala sesuatu tidak berdasarkan emosi tapi berdasarkan apa yang terjadi, dengan demikian remaja SMP dapat menghilangkan label yang mereka pikirkan mengenai dirinya dan mulai menghargai dirinya sendiri dan orang lain.

Variabel dalam penelitian ini adalah frekuensi dan intensitas perilaku Oppositional Defiant Disorder (ODD) dan Cognitive Behavior Therapy (CBT ). Sampel penelitian ini adalah 2 remaja SMP laki-laki, yang menampilkan perilaku ODD dan telah didiagnosa oleh psikolog memiliki simptom-simptom yang sesuai dengan ODD. Selain dari hasil diagnosa, terdapat alat ukur ODD yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan Affective Reactivity Index (ARI) Parent / Guardian of Child 6-17 (DSM V, APA, 2013) yang diisi dan dihayati oleh orangtua dan guru dari sampel penelitian dan diperkuat oleh hasil observasi dan hasil wawancara. Selain alat ukur ODD, peneliti juga membuat alat ukur NATs berdasarkan teori NATs. Validitas kedua alat ukur tersebut dengan menggunakan content validity.

(2)

ABSTRACT

This study tested the effect of Cognitive Behavior Therapy to reduce the frequency and intensity of Oppositional Defiant Disorder (ODD) in adolescents. Through CBT, by changing the negative automatic thoughts (NATs) that exist in adolescents will be change, so adolescents can see from different angles, not only from their side and they can find alternative solutions and can see the positive part of the situation, also this teens can think positively about themselves and see things not based on emotions but based on what happened, so teens can eliminate their labelling and begin to appreciate themselves and others.

The variables in this study are the frequency and intensity of Oppositional Defiant Disorder (ODD) and Cognitive Behavior Therapy (CBT) by changing the negative automatic thoughts (NATs). The samples were 2 teenage boys of junior high school, which show the behavior of ODD and have been diagnosed with the symptoms-symptoms that lead to ODD. Beside that, there is a measuring instrument of ODD that modified by researcher based on Affective Reactivity Index (ARI) Parent / Guardian of Child 6-17 (DSM V, APA, 2013) which is filled and intenalized by parents and teachers of the teens and reinforced with interview and observation. Researcher also made the measuring instrument NATs based on the theory of NATs. The validity of both instruments using content validity.

(3)

iv

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Isi... iv

Daftar Bagan ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2 Identifikasi Masalah ... 13

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 14

1. 3. 1 Maksud Penelitian ... 14

1. 3. 2 Tujuan Penelitian ... 14

1. 4 Kegunaan Penelitian... 14

1. 4. 1 Kegunaan Teoritis ... 14

1. 4. 2 Kegunaan Praktis ... 15

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Teori... ... 17

2. 1. 1 Teori Oppositional Defiant Disorder ... 17

2. 1. 1.1 Pengertian Oppositional Defiant Disorder ... 17

2. 1. 1. 2 Kriteria Oppositional Defiant Disorder ... 19

2. 1. 1. 3 Etiologi Oppositional Defiant Disorder... 23

2. 1. 1. 4 Penanganan Oppositional Defiant Disorder ... 26

2. 1. 2 Teori Perkembangan Remaja ... 28

2. 1. 2. 1 Pengertian dan Batasan Remaja ... 28

2. 1. 2. 2 Perkembangan Kognitif Pada Masa Remaja ... 28

2. 1. 3 Teori Cognitive Behavioural Therapy (CBT) ... 30

2. 1. 3. 1 Teori yang Mendasari CBT ... 30

2. 1. 3. 2 Prinsip Dasar CBT ... 36

2. 1. 3. 3 ‘Levels’ of Cognition ... 40

2. 1. 3. 4 Cognitive Distortion ... 47

2. 1. 3. 5 CBT for Children and Adolescents ... 48

2. 1. 3. 6 Pendekatan CBT... 53

2. 1. 3. 7 Proses CBT... 56

2. 1. 3. 8 Elemen-elemen dalam CBT ... 58

2. 1. 3. 9 The Goal of CBT ... 62

2. 1. 3. 10 Asumsi dari Cognitive Behavioral Treatment ... 63

2. 2 Kerangka Pikir ... 66

(5)

vi

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

2. 4 Hipotesis Penelitian ... 77

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian ... 78

3. 2 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional ... 79

3. 2. 1 Variabel Penelitian ... 79

3. 2. 2 Definisi Konseptual ODD ... 79

3. 2. 3 Definisi Operasional ODD ... 80

3. 2. 4 Definisi Konseptual Cognitive Behavioral Therapy ... 84

3. 2. 5 Definisi Operasional Cognitive Behavioral Therapy ... 85

3. 3 Alat Ukur ... 90

3. 3. 1 Data Utama... 90

3. 3. 2 Validitas Alat Ukur ... 93

3. 3. 3 Data Penunjang ... 93

3. 4 Karakteristik Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 94

3. 4. 1 Karakteristik Sampel ... 94

3. 4. 2 Teknik Pengambilan Sampel... 94

3. 5 Pengolahan Data... 95

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil ... 97

4.1.1 Hasil Subjek 1 ... 97

(6)

4.1.1.2 Keluhan dan Riwayat Keluhan Subjek 1 ... 98

4.1.1.3 Status Praesens Subjek 1 ... 101

4.1.1.4 Analisis Fungsional Subjek 1 ... 103

4.1.1.5 Hasil Pengukuran NATs Subjek 1 ... 108

4.1.1.6 Hasil Pengukuran Frekuensi dan Intensitas ODD Subjek 1... 109

4.1.2 Hasil Subjek 2 ... 112

4.1.2.1 Identitas Subjek 2 ... 112

4.1.2.2 Keluhan dan Riwayat Keluhan Subjek 2 ... 113

4.1.2.3 Status Praesens Subjek 2 ... 115

4.1.2.4 Analisis Fungsional Subjek 2 ... 117

4.1.2.5 Hasil Pengukuran NATs Subjek 2 ... 123

4.1.2.6 Hasil Pengukuran Frekuensi dan Intensitas ODD Subjek 2... 124

4. 2 Pembahasan Analisa Proses Terapi ... 126

4.2.1 Pembahasan Analisa Proses Terapi Subjek 1 ... 127

4.2.2 Pembahasan Analisa Proses Terapi Subjek 2 ... 145

4. 3 Perbandingan Kasus ... 165

4.3.1 Persamaann Kasus ... 165

(7)

viii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Simpulan ... 168

5.2 Saran Penelitian ... 169

5.2.1 Saran Teoritis ... 169

.5.2.2 Saran Praktis ... 171

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN

(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Model Dasar untuk case Conceptualization ... 36

Bagan 2.2 NATs, Das, dan Core Beliefs ... 46

Bagan 2.3 The Cognitive Model ... 51

Bagan 2.4 Model CBT untuk Perkembangan Masalah ... 53

Bagan 2.5 Figure Functional dan Dysfunctional Cycles ... 63

Bagan 2.6 Kerangka Pemikiran... 76

Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 79

Bagan 4.1 Analisis Fungsional Subjek 1 ... 103

Bagan 4.2 Gambaran Perubahan NATs Subjek 1 ... 108

Bagan 4.3 Gambaran Perubahan Frekuensi Perilaku ODD Subjek 1 ... 109

Bagan 4.4 Analisis Fungsional Subjek 2 ... 117

Bagan 4.5 Gambaran Perubahan NATs Subjek 2 ... 123

(9)

x

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penilaian Alat Ukur ODD ... 90

Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur NATs ... 91

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Garis Besar Prosedur Pelaksanaan Terapi CBT

Lampiran B Alat Ukur

Lampiran B1 Alat Ukur ODD

Lampiran B2 Alat Ukur Thinking Errors

Lampiran B3 Kisi-kisi Alat ukur Thinking Errors

Lampiran C Angket Evaluasi

Lampiran C1 Angket Evaluasi Per Sesi Terapi

Lampiran C2 Angket Evaluasi Terapi Keseluruhan

Lampiran D Hasil Anamnesa

Lampiran D1 Hasil Anamnesa Subjek 1

Lampiran D2 Hasil Anamnesa Subjek 2

Lampiran E Hasil Diagnosa

Lampiran E1 Hasil Diagnosa Subjek 1

Lampiran E2 Hasil Diagnosa Subjek 2

Lampiran F Evaluasi Sesi Terapi

Lampiran F1 Evaluasi Per Sesi Terapi Subjek 1

Lampiran F2 Evaluasi Per Sesi Terapi Subjek 2

Lampiran G Hasil Observasi dan Pembahasan Analisa Proses Terapi

Lampiran G1 Hasil Observasi dan Pembahasan Analisa Proses Terapi Subjek 1

(11)

xii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Lampiran H Hasil Verbatim

Lampiran H1 Hasil Verbatim Subjek 1

Lampiran H2 Hasil Verbatim Subjek 2

Lampiran I Hasil Perhitungan Pre test dan Post test

Lampiran I1 Hasil Perhitungan Pre test dan Post test ODD

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan

seseorang, dimana pada masa ini terjadi banyak perubahan, baik perubahan

biologis, psikologis maupun perubahan sosial. Fase perubahan tersebut seringkali

memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri maupun konflik

dengan lingkungan sekitarnya. Apabila konflik-konflik tersebut tidak dapat

teratasi dengan baik maka dalam perkembangannya dapat membawa dampak

negatif terutama terhadap pematangan karakter remaja dan tidak jarang memicu

terjadinya gangguan. Sekitar 80 % dari remaja yang berusia 11-15 tahun

dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi minimal satu kali dalam

periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta

perilaku antisosial. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun

2007, prevalensi masalah mental dan emosional pada orang Indonesia dengan usia

di atas 15 tahun adalah 11,6 % (Putri, 2012).

Psikolog anak, Dr. Farah Agustin, mengatakan bahwa masa remaja atau

usia muda adalah usia paling rawan dalam kehidupan anak-anak. Salah mendidik,

anak akan menjadi sosok yang angkuh, egois dan pemberontak. Lebih lanjut

ditambahkan Farah, bahwa masa remaja sebagai masa storm and stress , masa

yang penuh pertentangan dan perlawanan, bertolak belakang dari masa kecil yang

(13)

2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha karena mereka selalu berbuat sesuai dengan dorongannya semata tanpa

memikirkan dampaknya bagi orang di sekelilingnya. (www.balipost.co.id)

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa masalah perilaku ini

berdampak sangat merugikan, tidak hanya bagi anak-anak dan remaja yang

mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat. Meskipun anak dengan masalah

perilaku tidak selalu menjadi dewasa yang antisosial, namun sebagian besar

diantara mereka setelah dewasa cenderung terlibat dalam tindakan kriminal dan

mengembangkan perilaku antisosial (Lohey dkk. dalam McCabe, Hough, Wood &

Yeh, 2001). Mereka juga cenderung memiliki masalah psikologis , sulit

menyesuaikan diri dengan pendidikan dan pekerjaan. (Kazdin dalam Carr, 2001).

Berdasarkan interview dengan guru BK SMP “Y” di Bandung

menyatakan bahwa permasalahan yang paling banyak dialami oleh remaja SMP di

sekolahnya, selain masalah akademis adalah masalah sikap. Guru BK sering

mendapatkan laporan dari guru pengajar atau wali kelas, mengenai siswa yang

kurang sopan terhadap gurunya, beberapa dari mereka ada yang suka membantah

atau berdebat dengan guru, tidak banyak siswa yang berani untuk membantah

secara langsung, menurut guru BK rata-rata setiap angkatan ada 1-3 anak yang

berani secara langsung menentang atau membantah guru, kebanyakan dari mereka

ada yang suka membantah secara tidak langsung, misalnya dengan sering tidak

mengerjakan tugas, sengaja tidak membawa tugas, memberikan ekspresi marah

(14)

3

sekolahnya juga memilih masalah emosional, dimana mereka sulit mengontrol

emosinya, mudah marah dan ‘meledak-ledak’.

Sedangkan menurut Guru BK di SMP “X” juga mengatakan hal yang

serupa, selain akademis, siswa-siswa sekolah “X” juga bermasalah dengan

masalah sikap, seperti anak tidak sopan kepada guru, berbicara kasar, tidak mau

diatur, suka menentang aturan atau guru. Menurut guru BK, ada sekitar 4 sampai

5 anak di sekolah “X” ini yang masih kesulitan untuk diatasi oleh sekolah. Mereka

berani untuk melawan guru ada yang secara langsung, misalnya dengan langsung

menolak perintah guru atau mereka mengajak guru berargumentasi dan secara

tidak langsung, biasanya mereka sering tidak membuat tugas atau tidak membawa

perlengkapan dengan sengaja, dan biasanya sudah tidak mempan dengan

hukuman. Dan biasanya anak-anak yang demikian akan kesulitan dengan

relasinya, biasanya mereka akan dijauhi karena teman-temannya yang lain merasa

takut atau teman-temannya menjauhi karena anak ini sikapnya dinilai aneh dan,

mereka biasanya memiliki kesulitan secara akademis dan bermasalah dengan guru

pengajar .

Menurut Matthys dan Lochman (2010), ketika perilaku yang telah

disebutkan tersebut muncul dalam berbagai setting dengan frekuensi yang sering

dan memberikan dampak negatif bagi lingkungannya, perilaku tersebut menjadi

perhatian klinis. Perilaku mengganggu yang tergolong masalah klinis dapat

(15)

4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Conduct Disorder (CD). ODD biasanya tampil pada anak yang lebih muda dan dapat berkembang menjadi CD ketika tidak mendapatkan intervensi sejak dini.

Anak dengan ODD biasanya tidak menyadari bahwa dirinya berperilaku

oposisi. Anak menganggap perilakunya itu adalah bentuk respon dari tuntutan

atau kondisi yang dianggapnya tidak layak (Greene & Doyle, 1999). Costello dan

kolega (2003) memperoleh data dari 1420 sampel anak-anak dengan usia 9-16,

ditemukan bahwa prevalence diagnosis ODD berkisar sekitar 4,1 % pada usia 15

tahun; 2,2 % pada usia 16 tahun; 2,1 % pada anak perempuan; dan 3,1 % pada

anak laki-laki. Sehingga dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ODD paling

banyak muncul pada usia 15 tahun dan pada anak laki-laki. Menurut Adelman

dan Taylor (2008), pada usia early childhood, anak dengan ODD cenderung

menunjukkan perilaku melawan yang ekstrim, menolak ketika diminta untuk

melakukan suatu hal dan seringkali tantrum. Pada usia middle childhood, perilaku

yang tampil adalah memberontak, menolak untuk mengikuti peraturan yang

seharusnya ditaati, seringkali berdebat dan mengganggu orang lain dengan

sengaja. Ketika memasuki usia remaja, anak akan semakin sering menampilkan

perilaku melawan, selalu berargumentasi, berusaha berada di dekat orangtua

ketika sedang berdebat, tidak mau berkompromi, menampilkan sifat negatif dan

mudah terpengaruh untuk mengkonsumsi alkohol serta obat-obatan terlarang.

Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa ODD frekuensinya dapat berkurang

saat memasuki middle childhood, namun akan meningkat kembali di masa

remaja.(Lahey, McBurnett, & Loeber, 2000 di dalam Wenar dan Kerig, 2005)

(16)

5

secara klinis di Amerika Serikat, satu pertiga dari semua preadolescent dan

adolescent yang dirujuk secara klinis didiagnosa sebagai ODD. Terdapat pernyataan bahwa ODD berkontinuum dengan perilaku normal. Disebut

psikopatologi ketika terjadi peningkatan dalam frekuensi dan intensitas dari

perilaku (seperti ketidakpatuhan, menentang, tantrum, dan mood yang negatif)

atau ketika hal tersebut berlangsung terus ke periode berikutnya (Wenar & Kerig,

2005).

Menurut American Psychiatric Association (APA, 2013) dalam DSM V,

ODD merupakan suatu pola dari angry/ irritable mood, argumentative/defiant

behavior, atau vindictiveness, yang berlangsung setidaknya selama 6 bulan dengan kemunculan minimal 4 simptom dari kategori berikut : seringkali hilang

kesabaran (loses temper), mudah tersinggung (touchy) atau mudah terganggu,

seringkali marah dan sakit hati, seringkali berargumen dengan figur otoritas atau

untuk anak dan remaja beragumen dengan orang dewasa, seringkali secara aktif

menentang atau menolak untuk mengikuti permintaan dari figur otoritas atau

dengan aturan, seringkali mengganggu orang lain dengan sengaja, selalu

menyalahkan orang lain untuk kesalahannya, menjadi pendengki atau pendendam.

Menurut DSM V, simptom dari ODD dapat terbatas hanya pada satu

setting saja dan kebanyakan terjadi di rumah. Individu yang menunjukkan

simptom-simptom yang sesuai pada kriteria diagnostik, meskipun hanya di rumah

saja, secara signifikan dapat terjadi penyimpangan di fungsi sosial mereka.

(17)

6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha muncul dalam beberapa settings. Berdasarkan tingkat keparahan, simptom ODD

terbatas hanya pada satu setting saja tergolong ke dalam tingkat keparahan yang

mild, dan beberapa simptom yang muncul dalam 2 setting tergolong ke dalam tingkat keparahan yang moderate, dan beberapa simptom dapat muncul ke dalam

3 setting atau lebih tergolong ke dalam tingkat keparahan yang severe. Selain itu,

Matthys dan Lochman (2010) membedakan tingkat keparahan berdasarkan

simpom ODD yang muncul. ODD dengan tingkat keparahan yang mild, jika

muncul simptom ODD berikut ini : remaja menolak secara langsung perintah

orangtua, mudah merasa terganggu dan sering menyalahkan orang lain dengan

kesalahan atau perilaku buruknya. Sementara ODD dengan tingkat keparahan

severe, terdapat simptom ODD berikut : remaja dengan marah menolak secara langsung perintah atau larangan orangtua, sering hilang kesabaran dan sering iri

atau pendendam.

Berdasarkan wawancara dengan wali kelas dari A (seorang siswa SMP

“X” kelas 7 dan berusia 12 tahun), mengatakan bahwa A adalah siswa yang paling

tidak bisa diatur di kelasnya, ia selalu membuat keributan di kelas dan tidak bisa

diberitahu. Menurut wali kelas, semua guru mata pelajaran mengeluhkan tentang

A, A seringkali bermain-main di dalam kelas saat jam pelajaran sekolah,

seringkali tidak membuat PR atau tugas, suka menjawab saat guru sedang

berbicara (“nembalan”) atau A keluar kelas saat jam pelajaran di sekolah. Saat

ditegur oleh wali kelas atau guru A berani berargumentasi, terkadang ia akan

menggerutu atau ia akan tertawa dan mengejek cara berbicara guru. Selain itu

(18)

7

ayahnya, saat diejek A menangis atau ia akan membalas mengejek temannya

sampai berkelahi. Menurut wali kelas, sebelumnya A adalah anak yang penurut

dan tidak pernah bermasalah, namun sejak perceraian orangtuanya saat A berada

di kelas 5, A menjadi berubah, ia menjadi lebih perasa, sering membuat ulah di

sekolah. Saat ditanyakan kepada A, A merasa terpukul dengan perceraian kedua

orangtuanya, di kelas 5 A sempat tidak mau masuk sekolah selama 1 bulan,

karena A merasa sedih dan kesal. Saat perceraian orangtuanya terjadi, A memiliki

pikiran bahwa ia tidak dapat bertemu dan dipisahkan dari ayahnya, sementara

dirinya sangat dekat dengan ayahnya. Beberapa bulan kemudian Ibu A menikah

lagi dengan orang lain dan memiliki anak, hal tersebut membuat A semakin

terpukul, A memiliki keinginan agar orangtuanya dapat bersama kembali, namun

A merasa saat ini sudah tidak mungkin lagi. A juga mengatakan bahwa A sering

merasa bosan dan jenuh berada di rumah, sehingga ia sering menghabiskan

waktunya bersama teman-temannya di luar rumah. Menurut A, A senang

membuat ulah di sekolah, karena dengan membuat ulah ia bisa tertawa dan

membuat orang tertawa, ia juga menjadi dikenal oleh teman dan guru di sekolah.

Kemudian A juga sering menjahili temannya, karena A berpikir bahwa dengan

menjahili temannya ia dapat bermain dengan temannya dan dapat tertawa mencari

kesenangan. Saat ini A mempersepsi dirinya sebagai anak yang nakal, karena ia

sering dimarahi oleh guru karena tidak pernah membuat PR, sering bermain-main

di kelas, suka membuat celetukan di kelas. Saat A dimarahi oleh guru, A akan

mencoba membela diri dan berargumentasi dengan guru dan mengungkapkan

(19)

8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha namun tidak mendengarkan apa yang dikatakan guru atau ia akan menggerutu dan

mengejek guru. A juga mengaku bahwa ia sering ribut dengan ibunya, misalnya

saat disuruh Ibunya dan A menolak dengan cara membentak ibunya, dan saat ia

dimarahi ibunya ia akan menangis atau membalas perlakuan ibunya seperti

melempar sandal. Saat itu A memiliki pikiran bahwa ibunya tidak pernah

memahami A dan A merasa kesal, A berani membalas ibunya karena A ingin

ibunya merasakan apa yang dirasakan A dan agar ibunya berhenti memarahi A.

Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa simptom

ODD pada diri A, seperti mudah tersinggung, berani untuk berdebat atau

berargumen dengan figur otoritas dan orang dewasa, seringkali menentang atau

menolak permintaan dari figur otoritas atau aturan, senang mengganggu orang lain

dengan sengaja dan menyalahkan orang lainatas kesalahan yang dipebuatnya.

Dan berdasarkan data di atas, simptom yang muncul pada diri A lebih banyak

muncul di sekolah, dengan intensitas yang masih cenderung ringan.

Selain A, ada anak yang bernama G, siswa SMP “Y”, berusia 15 tahun dan

berada di tingkat SMP kelas 8. Guru BK mengeluhkan G karena di sekolah G

sering melanggar peraturan sekolah dan sulit untuk diarahkan. Menurut guru BK

keluhan terhadap G sudah muncul sejak G berada di pertengahan kelas 7 dan

hampir semua guru mata pelajaran mengeluhkan tentang G. G seringkali tidak

membuat PR atau tugas, ia juga tidak pernah menggunakan dasi, tidak mau

memotong rambutnya. Guru sudah sering menegur G, namun G seringkali

berargumentasi dan mengungkapkan alasan-alasan, misalnya saat ia tidak

(20)

9

rumahnya tidak ada yang bisa, lalu saat G diminta untuk memotong rambutnya, G

mengatakan rambutnya tidak bisa dipotong karena menurut G apabila dipotong ia

akan pusing atau sakit dan menurut G tidak ada hubungan antara rambut dan

proses belajar. Selain itu G seringkali tidak membuat PR, G mengatakan bahwa ia

lupa atau ia sudah membuat PR tetapi guru yang tidak mau menerima PR karena

guru-guru tidak menyukainya. Wali kelas dan guru BK sudah merasa kewalahan

dengan tingkah laku G dan saat guru meminta G agar orangtua G untuk datang, G

mengancam guru apabila orangtua G datang ke sekolah, ia akan berhenti sekolah.

Menurut ibu G, emosi G mudah meledak, ia seringkali marah-marah untuk hal-hal

yang sepele, misalnya saat tidak ada makanan di rumah ia akan marah-marah

membanting pintu atau memukul tembok. Selain itu, G juga sering bertengkar

dengan ayahnya, G sering berdebat dengan ayahnya dan diakhiri dengan

pertengkaran dimana G akan marah. Menurut ibu G, ayah G mendidik dengan

cara yang keras karena ayahnya berasal dari keluarga dengan didikan militer

sehingga hal tersebut terbawa saat mendidik G. Sementara ibu G cenderung

overprotective dan selalu memberikan apa yang menjadi keinginan G agar G tidak

marah, karena menurut ibunya jika G sudah mulai marah, emosinya menjadi tidak

terkontrol. Ibu G menceritakan beberapa waktu yang lalu G pernah mengamuk

karena ada keinginannya yang tidak terpenuhi, ia sampai berteriak memaki

orangtua dengan kata-kata yang kasar, lalu mengancam kakaknya dan sempat

mengambil pisau, sampai pada akhirnya G menjadi ‘kemasukan’. Menurut G, G

merasa bahwa ia sulit mengontrol emosinya, ia seringkali mudah marah, ia merasa

(21)

10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha hal yang disukainya seperti balapan. Ia berpikir bahwa orangtuanya tidak

menginginkan anaknya bahagia, selalu dikekang dan selalu disalahkan terutama

oleh ayahnya, ayahnya selalu menganggap bahwa G tidak pernah melakukan hal

dengan benar. G mengaku bahwa dirinya sering bertengkar dengan ayahnya dan

beberapa kali pernah memukul ayahnya, saat G memukul ayahnya yang ia

pikirkan saat itu adalah agar ayahnya diam. G juga tidak senang apabila ada orang

yang mengganggunya atau banyak bertanya pada dirinya, ia akan marah atau ia

juga akan melakukan aktivitas fisik seperti memukul, mendorong. G merasa tidak

bahagia, sehingga G mencari kesenangan di luar rumah dengan cara menjahili

teman atau mempengaruhi teman untuk membuat ulah di sekolah, dan balapan

motor menjadi hal yang membahagiakan bagi G. Berdasarkan cerita tersebut,

simptom ODD yang muncul pada G adalah seringkali kurang dapat

mengendalikan emosinya, mudah tersinggung, mudah sekali marah, mudah

merasa terganggu oleh orang sekitar, menentang orang dewasa seperti ayah, ibu

dan gurunya, ia juga suka berargumen dengan orangtua dan terkadang menolak

apa disuruh oleh orangtuanya. Simptom ODD pada G muncul di rumah dan di

sekolah baik terhadap orangtua, guru, teman atau orang yang ada di sekitarnya

dengan frekuensi yang sering dan intensitas yang cenderung parah.

Menurut Task Force (2006), dikatakan bahwa remaja dengan ODD terlihat

oleh orang dewasa sebagai orang yang tidak menurut dan keras kepala. Remaja

dengan ODD ini percaya bahwa orang lain terlalu mengontrol dan selalu

mengkritik mereka, yang menyebabkan mereka merasa bahwa diri mereka adalah

(22)

11

tersebut sesuai dengan apa yang dialami oleh A dan G. Berdasarkan cerita yang

dialami oleh A dan G, mereka merasa bahwa orang sekitar khususnya figur

otoritas mereka menjadi seseorang yang mengkritik mereka dan mereka merasa

bahwa mereka adalah korban dari ketidakadilan. Seperti yang dialami oleh A,

dimana ia merasa saat perceraian orangtuanya, ia menjadi merasa kesepian dan ia

merasa menjadi koraban ketidakadilan ketika dirinya harus dipisahkan dari

ayahnya. Lalu pada kasus K, dimana ia merasa selalu dilarang oleh orangtuanya

terutama ayahnya dan selalu dianggap tidak pernah melakukan hal yang benar.

Selain itu, dari kedua kasus di atas, diperoleh data bahwa mereka

cenderung memiliki tingkah laku yang menentang, berani, dan mudah marah

dikarenakan mereka cenderung menilai situasi sosial yang ambigu atau netral

sebagai situasi yang mengancam sehingga mereka menampilkan perilaku agresif

sebagai respon dari situasi yang sedang dihadapi. Menurut Dodge, terjadinya bias

pada proses informasi sosial disebabkan adanya kombinasi antara pengalaman

anak yang mengalami kekerasan dan pembentukan insecure attachment antara

anak dengan pengasuhnya (Foulkrod & Davenport, 2010). Anak-Anak yang

menunjukkan perilaku agresif biasanya mengalami lack of social skills. Hal

tersebut disebabkan anak kurang mampu menjalin komunikasi yang baik,

mengekspresikan perasaan negatif tanpa menyakiti orang lain, mengatasi konflik

tanpa melalui pertengkaran (Elisabeth, 2007).

Adanya kesalahan atau biasnya proses informasi sosial dikenal dalam

istilah cognitive distortions, dimana menurut Wenar dan Kerig (2005), salah satu

(23)

12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha dialami anak. Remaja yang mengalami cognitive distortions diperlukan suatu

intervensi pada kognisinya dengan meningkatkan awareness anak mengenai

kognisi yang disfungsional dan irasional, dan memfasilitasi pemahaman mereka

mengenai efek dari tingkah laku dan emosi yang mereka alami. Salah satu

intervensi yang digunakan untuk mengurangi psychological distress dan tingkah

laku yang maladaptive melalui proses kognitif adalah Cognitive Behavior Therapy

(CBT) (Kaplan et.al., 1995). Banyak penelitian menyatakan bahwa CBT adalah

intervensi yang menjanjikan dan efektif untuk treatment anak yang memiliki

masalah psikologis (Stallard, 2002). CBT berdasarkan pada asumsi dasar bahwa

afek dan tingkah laku merupakan hasil dari kognisi dan dengan demikian bahwa

intervensi kognitif dan tingkah laku dapat membawa perubahan dalam berpikir,

merasa dan tingkah laku (Kendall, 1991). Pada saat remaja SMP memiliki asumsi

yang tidak tepat mengenai pengalaman mereka di masa kecilnya, di dalam CBT

disebut dengan negative automatic thoughts (NATs), khususnya yang berkaitan

dengan munculnya perilaku ODD. CBT fokus pada pemahaman bagaimana suatu

kejadian dan pengalaman diinterpretasikan dengan mengidentifikasi dan

merubah NATs yang muncul dalam proses kognisi.

Berdasarkan 2 kasus di atas, dipeoleh data bahwa pada saat A dan G

memunculkan perilaku ODD, mereka memiliki NATs. NATs yang dimiliki oleh A

adalah A adalah anak nakal, A tidak diinginkan oleh orangtua, A tidak

mendapatkan perhatian di rumah sehingga A akan mencari perhatian di luar

dengan cara jahil dan membuat ulah. Sementara itu, NATs yang dimiliki oleh G

(24)

13

menginginkan anaknya bahagia dan maju, G selalu disalahkan dan dianggap tidak

benar, G tidak pernah diberi kebebasan. Dengan adanya NATs tersebut, A dan G

menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan simptom ODD. Berdasarkan data

di atas, diperoleh data bahwa remaja yang mengalami ODD memiliki NATs

sebagai suatu bentuk pertahanan mereka. Mereka berperilaku menentang, agresif

sebagai bentuk dari respon mereka untuk menghadapi suatu situasi yang mereka

anggap sebagai suatu ancaman.

Dengan menggunakan CBT, peneliti ingin melihat apakah frekuensi dan

intensitas dari perilaku ODD dapat menurun dengan mengubah NATs yang ada

pada remaja SMP, mengingat CBT telah banyak digunakan kepada anak dan

remaja di beberapa Negara dan terbukti efektif, sementara di Indonesia masih

belum banyak digunakan CBT pada remaja SMP. Berdasarkan fakta yang telah

dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk menerapkan CBT ini untuk

menurunkan frekuensi dan intensitas dari perilaku ODD dengan mengubah NATs

pada remaja SMP.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, mengenai remaja SMP yang

mengalami Oppositional Defiant Disorder (ODD), maka dalam penelitian ini

ingin melihat bagaimana Cognitive Behaviour Therapy dapat menurunkan

(25)

14

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menurunkan frekuensi dan

intensitas perilaku ODD pada remaja SMP yang mengalami ODD melalui CBT.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menurunkan frekuensi dan

intensitas perilaku ODD dengan mengubah Negative Automatic Thoughts (NATs)

pada remaja SMP tersebut.

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan bagi :

• Ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Klinis Anak dan Remaja

untuk memperdalam pemahaman dan memperkaya pengetahuan

psikologi mengenai Cognitive Behaviour Therapy dalam

menurunkan frekuensi dan intensitas dari perilaku ODD.

• Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan

penelitian mengenai Cognitive Behaviour Therapy dalam

menurunkan frekuensi dan intensitas dari perilaku ODD atau topik

(26)

15

1.4.2 Kegunaan Praktis

• Memberikan masukan kepada remaja SMP yang mengalami ODD,

bahwa dengan meningkatkan pola pikir yang lebih positif akan

dapat meningkatkan awareness mereka, sehingga mereka dapat

berperilaku dengan sesuai pada suatu situasi.

• Memberikan masukan kepada orangtua remaja SMP yang

mengalami ODD mengenai anak mereka, sehingga mereka dapat

membantu dalam melakukan terapan-terapan CBT untuk

mengubah Negative Automatic Thoughts (NATs) mereka.

• Bagi sekolah, dapat menambah pemahaman mengenai

Oppositional Defiant Disorder dan pemahaman mengenai CBT sebagai salah satu intervensi untuk menangani remaja SMP yang

mengalami ODD.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini multimethod research dengan Quant Qual Mode, dimana

peneliti menggabungkan antara metode kuantitatif dan kualitatif (Padgett, 1998).

Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian One Group Pre-Post Test

Design. Pre-Post Test Design menjelaskan perbedaan dua kondisi sebelum dan sesudah intervensi dilakukan (Graziano & Laurin, 2000). Pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu sampel

(27)

16

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha memenuhi karakteristik populasi diambil sebagai sampel. Setelah itu dilakukan

(28)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1.Simpulan

Dari hasil dan pembahasan mengenai menurunkan frekuensi dan intensitas perilaku

Oppositional Defiant Disorder pada remaja SMP dengan Cognitive Behavior Therapy (CBT), dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Cognitive Behavior Therapy dapat menurunkan frekuensi dan intensitas dari perilaku Oppositional Defiant Disorder pada remaja SMP dengan mengubah negative automatic thoughts (NATs) yang ada pada remaja SMP tersebut.

2. Jumlah sesi yang diberikan pada saat Cognitive Behavior Therapy dapat berbeda-beda

pada setiap remaja SMP, berdasarkan penelitian ini Cognitive Behavior Therapy

dapat efektif dengan minimal dilakukan pada 5 sesi yang dilakukan secara konsisten

(seminggu sekali) untuk dapat menurunkan frekuensi dan intensitas perilaku ODD

dengan derajat keparahan yang ringan.

3. Hal-hal yang dapat mendukung remaja SMP untuk menurunkan frekuensi dan

intensitas dari perilaku ODD adalah latar belakang pendidikan anak, dukungan dari

orangtua, guru dan teman, dimana dengan menciptakan suasana lingkungan remaja

yang kondusif, orangtua mendengarkan anak, bersikap tegas dan konsisten terhadap

aturan, tidak mengkritik anak berlebihan, memfasilitasi remaja SMP untuk

melakukan skill yang diperoleh saat CBT, lalu pihak sekolah dapat melakukan

pendekatan terhadap anak, dapat lebih tegas dan konsisten terhadap aturan, lalu

(29)

169

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

4. Hal-hal yang dapat menghambat remaja SMP untuk menurunkan frekuensi dan

intensitas dari perilaku ODD adalah kurangnya kerja sama antara pihak orangtua,

guru dengan anak dan terapis. Dari orangtua seperti kurangnya dukungan orangtua

kepada anak pada saat terapi maupun pada saat memfasilitasi anak untuk melakukan

skill yang diperoleh pada saat CBT, orangtua kurang tegas dan tidak konsisten dalam

menerapkan aturan kepada anak. Selain itu dari pihak sekolah yang dapat

menghambat adalah kurangnya pendekatan guru terhadap anak, guru yang kurang

memfasilitasi anak untuk melakukan skill yang diperoleh pada saat CBT, selalu

menyalahkan anak, sikap guru yang terlalu keras dalam menerapkan aturan namun

tidak konsisten. Lalu dari lingkungan teman, teman yang selalu mempengaruhi anak

untuk melanggar peraturan dan selalu menunjukkan sikap agresi.

5. Faktor bahasa merupakan faktor yang sangat penting yang dapat menunjang

kelancaran dari proses Cognitive Behavior Therapy pada saat menggali dan

mengidentifikasi negative automatic thoughts, menggali kejadian saat itu, pikiran dan

perasaan yang ada pada remaja SMP serta hal-hal yang melatar belakangi remaja

SMP memunculkan perilaku ODD.

6. Kelancaran proses CBT dipengaruhi media yang menarik dan mudah dipahami,

seperti bentuk lembar kerja, film atau dapat juga melalui media gambar yang menarik

(30)

170

5.2. Saran Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dapat diajukan saran teoritis dan praktis sebagai berikut :

5.2.1. Saran Teoritis

1. Berdasarkan kesimpulan penelitian, CBT dapat efektif untuk menurunkan

frekuensi dan intensitas dari perilaku ODD, untuk itu disarankan kepada Psikolog

khususnya yang bergerak di dalam bidang klinis anak dan remaja, serta profesi

lainnya yang berkaitan dengan anak dan remaja dapat disarankan untuk melakukan

atau merujuk terapi CBT apabila remaja menunjukkan gejala-gejala ODD.

2. Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk melakukan follow up terhadap remaja

SMP setelah selesai 5 sesi pertemuan CBT agar dapat mempertahankan perubahan

perilaku, dan untuk itu disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian time series.

3. Diperlukan metode-metode yang lebih menarik dan lebih mudah dipahami

terutama dalam hal bahasa, misal dengan mencari film yang mendukung dan

berbahasa Indonesia atau mencari alternatif lain seperti menggunakan gambar,

mengingat subjek penelitian adalah remaja SMP, sehingga memudahkan mereka

untuk mengungkapkan apa yang ada di pikiran mereka. Selain itu bahasa yang

digunakan saat terapi harus yang mudah dipahami oleh remaja SMP.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi pihak orangtua atau sekolah, Cognitive Behavior Therapy dapat

(31)

171

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

menurunkan frekuensi dan intensitas dari perilaku Oppositional Defiant Disorder,

orangtua dan sekolah harus sedini mungkin untuk mendeteksi gejala Oppositional

Defiant Disorder pada remaja SMP agar dapat dilakukan intervensi lebih awal dan

bekerja sama dengan pihak Psikolog agar tidak berkembang ke tingkat yang lebih

parah.

2. Orangtua dapat memberikan dukungan agar anak dapat merubah perilaku mereka

dan mempertahankan perilaku yang sudah berhasil diubah, hal tersebut dapat

dilakukan dengan cara orangtua dapat memberikan perhatian kepada anak, namun

tetap bersikap tegas dan konsisten terhadap aturan, lebih melakukan pendekatan

kepada anak.

3. Sekolah dapat membantu anak untuk merubah perilaku ODD dengan cara guru

melakukan pendekatan terhadap anak, lebih mengenal kebutuhan anak, namun

tetap bersikap tegas dan konsisten terhadap aturan yang berlaku.

4. Bagi subjek, untuk mempertahankan perilaku yang telah berhasil diubah, dengan

selalu melatih skill yang diperoleh di dalam CBT, selain itu mencari lingkungan

(32)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical of Mental Disorder. DSM V. Fifth Edition. Washington DC: American Psychiatric Association.

Bond, Frank W., & Dryden, Windy. 2002. Handbook of Brief Cognitive Behaviour Therapy. England: John Wiley & Sons Ltd.

Burke, J.D, Loeber, R. & Birmaher, B. (2002). Oppositional Defiant Disorder and Conduct Disorder: A Review of The Past 10 years. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 41 (11), 1275-1293.

Foulkrod, K. & Davenport, B. (2010). An Examination of Empirically Informed Practice within Case Reports of Play Therapy with Aggressive and Oppositional Children. International Journal of Play Therapy, 19 (3), 144-158.

Greene, R.W. & Doyle,A.E. (1999). Toward a transactional Conceptualization of Oppositional Defiant Disorder: Implications For Assessment and Treatment. Clinical Child and Family Psychology Review, 2(3).

Graciano, Anthony M., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods, A Process of Inquiry, Fourth Edition. United States of America: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Development Psychology, A Life Span Approach, Fifth Edition. USA:McGraw-Hill, Inc.

Kazantzis, N. (Ed.). 2006. Cognitive Behaviour Therapy: Theory, research, and practice. New Zealland Journal of Psychology, 35, 114-164.

(33)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Mash, E.J., Wolfe, D. A. (2005). Abnormal Child Pschology. USA: Wadsworth

Publishing Company.

Matthys, W. & Lochman, J.E. (2010). Oppositional Defiant Disorder and Conduct Disorder in Childhood. Oxford: John Wiley & Sons.

Oemarjoedi, A. Kasandra. 2003. Pendekatan Cognitive Behavior Dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreatif Media.

Padgett, Deborah. K. 1998. Qualitative Methods in Social Work Research. First Edition. New York: Sage Publications Ltd.

Papalia, E. Diane. & Feldman, Ruth R. 2012. Experience Human Development. New York: McGraw-Hill International Edition.

Santrock, John W. 2007. Adolescence. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

Stallard, Paul. 2002. Think Good-Feel Good: A Cognitive Behaviour Therapy Workbook for Children. England: John Wiley & Sons Ltd.

(34)

DAFTAR RUJUKAN

Agustya, Belinda. 2012. Penerapan Theraplay Pada Anak Dengan Oppositional Defiant disorder. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Megawati. 2013. Rancangan dan Uji Coba Cognitive Behavioral Therapy Terhadap Penurunan Adiksi Merokok Pada Perokok Wanita Dewasa Awal Yang Ingin Berhenti Merokok di Kota Bandung. Bandung : Program Pascasarjana Universitas Kristen Maranatha.

Putri, Dian. 2012. Masalah Mental Dan Emosional Pada Siswa SMP Kelas Akselerasi Dan Reguler. Semarang : Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Diponegoro.

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/view/687 [25 Februari 2014]

www.balipost.co.id [25 Februari 2014]

Referensi

Dokumen terkait

Jika Memorandum Hukum memuat Tabel, Gambar atau Lampiran, maka dibuatkan halaman tersendiri yang memuat daftar tersebut. Secara keseluruhan, bab ini berisi materi

[r]

Tingkat persepsi petani berhubungan dengan tingkat afektif dan tingkat perilaku, sehingga dapat dikatakan semakin mudah dijalankan kegiatan P-LDPM dan persepsi petani

Linier, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus, dan akan Linier, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus, dan akan terbentuk plastik

Lakukan inspeksi fisik baju tahan api, apakah terdapat robekan atau indicator lain yang dapat membahayakan personil saat digunakan. Lakukan uji bakar, untuk mengetahui apakah

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , UI Press, Jakarta, 2006.. literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian Yuridis yaitu adanya

1) Indonesia kaya bahan mentah. 2) Letak geografis Indonesia yang menguntungkan. 3) Tersedia pasar di dalam negeri. 4) Jumlah tenaga kerja yang banyak. 5) Tersedia berbagai sarana

From the results can be concluded that student interest in learning has increased from 73.52% in the first cycle to 76.22% in the second cycle, there is increasing student