• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN LIRIK LAGU “LINGSIR WENGI” OST KUNTILANAK 2006 (Studi Semiotika Pemaknaan Lirik Lagu “Lingsir Wengi” Ost Kuntilanak 2006).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN LIRIK LAGU “LINGSIR WENGI” OST KUNTILANAK 2006 (Studi Semiotika Pemaknaan Lirik Lagu “Lingsir Wengi” Ost Kuntilanak 2006)."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKNAAN LIR IK LAGU “LINGSIR WENGI” OST

KUNTILANAK 2006

(Studi Semiotika Pemaknaan Lir ik Lagu “Lingsir Wengi” Ost Kuntilanak 2006)

SKRIPSI

Oleh :

J OKO FEBRIANTO NPM. 0843010266

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN

PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM

STUDI ILMU KOMUNIKASI SURABAYA

(2)

KUNTILANAK 2006 (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Lirik Lagu “Lingsir Wengi”

Ost Kuntilanak 2006).

Penelitian ini didasarkan pada fenomena semakin berkembangnya dunia musik di

Indonesia. Musik merupakan karya seni bunyi dalam bentuk lagu mengungkapkan pikiran dan

perasaan si pencipta melalui harmoni, bentuk atau struktur lagu, dan ekspresi sebagai satu

kesatuan yang utuh. Seorang pencipta lagu mengungkapkan perasaannya berdasarkan frame of

reference dan field of experiencenya dalam bentuk lirik lagu. Dalam musik, lirik lagu “Lingsir

Wengi” penuh konotasi bahasa yang menarik untuk dimaknai, dengan timbulnya controversial di

masyarakat. Sehingga timbullah pertanyaan yang menjadi dasar perumusan masalah yaitu

apakah pesan yang terkandung dalam lirik lagu tersebut.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui makna pesan yang terkandung dalam lirik lagu

“Lingsir Wengi” tersebut. Studi penelitian ini diarahkan pada teori semiotik dan konsep

semiologi Roland Barthes. Konsep lain yang dipergunakan adalah mitos dan kultur, pranata

sosial dan konstruksi kenyataan sosial, pengaruh lagu terhadap pendengarnya dan intepretasi

tanda. Studi analisis yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada semiologi Barthessian

menggunakan tiga hubungan tanda, yaitu hubungan simbolik, hubungan paradigmatik, dan

hubungan sintagmatik sebagai pembacaan atas sebuah tanda, yang nantinya akan melandasi

penggunaan lima macam kode, yaitu kode hermeunitik, kode semik, kode simbolik, kode

proaeretik dank ode cultural dalam memaknai tanda tersebut. Kemudian proses pemaknaan

melalui pembacaan kode-kode tersebut akan diungkap substansi dari pesan dibalik lirik lagu

“Lingsir Wengi” dan pada tataran mitos akan diungkapkan sistem penandaan tingkat dua.

(3)

Gambaran umum obyek penelitian dijabarkan tentang bagaimana latar belakang dan

perkembangan lagu Lingsir Wengi serta pencipta lagu tersebut. Pemaknaan lirik lagu Lingsir

Wengi ini hasilnya dikaitkan dengan realitas eksternal yang terjadi di masyarakat Indonesia

khususnya. Dari data yang sudah diintepretasi dan dianalisis, disimpulkan bahwa makna yang

terkandung dalam lirik lagu Lingsir Wengi adalah mengenai fenomena sosial yang terjadi di

sekitar masyarakat. Dan pesan yang terkandung di dalam lirik lagu Lingsir Wengi tersebut

adalah bahwa, pencipta lagu tersebut menceritakan fenomena praktik pesugihan yang masih ada

di dalam masyarakat yang serba modern saat ini. Mulai dari terhimpitnya masalah ekonomi,

sampai pada permasalahan pribadi yang menyebabkan orang tersebut menjadi lupa terhadap

pedoman agama dengan meminta bantuan kepada makhluk halus atau makhluk gaib untuk

mencukupi kebutuhan ekonominya yang terdesak serta kebutuhan pribadinya. Saran yang dapat

penulis sampaikan adalah agar para pencipta lagu lebih cerdas dalam berkarya, dan tidak

(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Skripsi dengan judul “PEMAKNAAN LIRIK LAGU LINGSIR WENGI OST KUNTILANAK 2006”. Hasil laporan Skripsi ini bukanlah kemampuan dari penulis semata, namun terwujud berkat bantuan dari Ibu Dra. Dyva Claretta, M,Si. selaku Dosen Pembimbing, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi ini dengan baik.

Dalam penulisan laporan ini penulis juga banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dyva Claretta M.Si. selaku dosen pembimbing yang senantiasa mencurahkan segala ide dan kritik serta sarannya kepada saya.

4. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Komunikasi yang sudah memberikan ilmu baik secara teori maupun secara praktik.

(5)

6. Teman-teman dan sahabat yang sudah membantu saya sampai laporan skripsi ini selesai.

7. Brenk, abdi, jojo, dan kawan – kawan yang sejawat buntu bareng seneng bareng.

8. Teman teman dari dunia lelaki, yopie, baweh, ses, bendoel, agung, mas pman, maulana fahira, bos samuel, doel jadoel, kang andik, yang telah mencurahkan kebuntuan dan jalan keluar bagi skripsi saya.

9. My special one, Shallys Indrianti yang telah memberikan dukungan dan semangatnya, serta kritik dan sarannya.

Penulis menyadari bahwa Laporan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada. Akhir kata semoga Laporan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya untuk rekan-rekan Program Studi Ilmu Komunikasi.

Surabaya,4 Juni 2012

(6)

KATA PENGANTAR………

ii

DAFTAR ISI………

iii

ABSTRAKSI………

v

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1

Latar Belakang Masalah…………... 1

1.2

Rumusan Masalah……… 13

1.3

Tujuan Penelitian………..……… 13

1.4

Kegunaan penelitian……….. 13

BAB II LANDASAN TEORI……….. 15

2.1

Landasan Teori……….. 15

2.1.1 Lirik Lagu Sebagai Pesan Dalam Komunikasi Massa………

15

2.1.2 Lirik Lagu Dalam Kajian Semiotik………..

17

2.1.3 Mistisme………...

19

(7)

2.1.5 Mistik yang Terdapat dalam Film Kuntilanak……….. 37

2.1.5.1 Mitos Kuntilanak……….. 37

2.1.5.2 Budaya Mistik……… 39

2.1.6 Lagu Dur ma Pemanggil Kuntilanak………... 41

2.1.6.1 Mitos dan Kultur Masyarakat Indonesia……… 42

2.1.7 Pr anata Sosial dan Konstruksi Sosial……….. 45

2.1.8 Interpretasi Tanda dalam Syair Lagu………. 47

2.1.9 Pengaruh Musik Terhadap Pendengar……… 51

2.1.10 Kerangka Berpikir………. 52

BAB III METODE PENELITIAN………. 55

3.1

Metode Penelitian………... 55

3.2

Kerangka Konseptual……… 56

3.2.1 Corpus………. 56

3.2.2 Unit Analisis……… 57

3.4

Teknik Pengumpulan Data………... 58

(8)

4.2

Penyajian dan Pemaknaan Data……… 64

4.2.1 Penyajian Data……… 64

4.2.2 Lir ik Lagu Lingsir Wengi Menur ut Semiologi Barthes…………. 64

4.2.3 Pemaknaan Lirik Lagu Lingsir Wengi……… 68

4.2.4 Tiga Macam Hubungan Tanda………. 74

4.2.5 Kode-Kode Pembacaan atau Leksia………. 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 82

5.1 Kesimpulan……… 82

5.2 Sar an……….. 85

DAFTAR PUSTAKA………...86

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belaka ng Masalah

Musik memiliki tata bahasa, ilmu kalimat, dan retorik. Namun musik berbeda dengan bahasa. Elemen “kata” pada bahasa adalah materi yang konkret yang memiliki makna yang tetap, sedangkan “nada” pada music bersifat absurd dan hanya bermakna ketika dia berada diantara nada-nada yang lainnya. Fungsi yang di milikinya sangat besar dalam kehidupan manusia, seperti sebagai bagian dari kegiatan ritual keagamaan, sebagai media hiburan, pendidikan dan kesehatan.

Musik dibangun oleh elemen-elemen bunyi, melodi, ritme, harmoni, dam ekspresi. Bunyi itu sendiri terdiri dari pitch yang berhubungan dengan ketinggian nada, durasi yang berhubungan dengan kekuatan dengan jangka waktu nada-nada, intensitas yang berhubungan dengan kekuatan bunyi atau nada. Intensitas ini sering pula disebut sebagai bagian dari ekspresi musik yakni sebagai unsur dinamik.

(10)

psikologisnya, musik kerap manjadi sarana pemenuhan kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan berkreasi. Dari sisi sosial musik dapat disebut sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat musik tersebut diciptakan.

Berbagai macam jenis musik terdapat di negeri kita, seperti musik jazz, bossanova, keroncong, dangdut, pop, rock, sampai musik tradisional seperti gendhing jawa, atau karawitan. Banyaknya jenis musik tersebut selalu menggunakan instrument yang berbeda beda

Salah satu contoh musik tradisional yang sampai sekarang masih bertahan adalah Gendhing jawa yang dalam penyajian musikalnya selalu dipenuhi dengan instrumen-instrumen yang bervariasi, seperti gong, gendhang, suling, dan macam-macam alat tradisional lainnya. Tidak lupa dengan sinden atau penyanyi yang melantunkan lagu tersebut.

Komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dapat dikatakan komunikatif apabila para peserta komunikasi dapat memahami makna dari pesan yang dikomunikasikan, hal ini mengacu pada pemikiran bahwa suatu pesan dalam bentuk sistem tanda merupakan hasil penurunan makna dari si pembuat pesan. Sebuah lagu, biasanya terdiri dari paduan instrument dan suara vocal penyanyinya. Dari dua paduan inilah terbentuk keutuhan suatu lagu. Dalam suatu lagu, selain kekuatan musik, unsur lirik yang di nyanyikan mempunyai peranan yang sangat penting pula.

(11)

3

Lewat media lirik lagu, seorang pencipta melalui penyanyi yang membawakan lirik lagu tersebut berusaha menyampaikan sebuah pesan kepada pendengarnya.

Dan dengan melalui lirik lagu tersebut, seseorang (pencipta/penyanyi) berusaha berinteraksi sosial dengan masyarakat yang mendengarkan lirik lagu tersebut. Lewat media lirik lagu, pencipta berusaha menciptakan kesamaan frame of reference dengan pendengarnya sehingga diharapkan pendengar memiliki perasaan yang sama dalam interpretasi mereka terhadap suatu lagu. (Liliweri, 1994 : 16-17).

Pesan yang terkandung dalam sebuah lagu merupakan representasi dari pikiran ataupun perasaan dari si pencipta lagu sebagai orang yang mengirim pesan. Konsep ini dapat berupa ungkapan-ungkapan dari senang, sedih, atau marah, juga dapat berupa pendapat seperti pujian atau bahkan kritik suatu hal.

Pesan yang disampaikan oleh seorang pencipta melalui lagunya ini tentu tidak akan berasal dari luar diri si pencipta lagu tersebut, dalam artian bahwa pesan tersebut bersumber dari pola pikirnya serta dari frame of reference dan field of experience nya. Sedangkan pola pikir maupun frame of reference dan field of experience seseorang itu terbentuk dari hasil interaksinya dengan lingkungan sosial disekitarnya.

(12)

beberapa hal di sekelilingnya. Bila ditelusuri lebih dalam karyanya, dapat dilihat pandangan hidup dan pola pikir si pencipta lagu.

Proses penciptaan lirik lagu dapat terjadi berdasarkan pengalaman si pencipta dengan dunia di sekitarnya. Dapat pula dari hasil perenungan si pencipta terhadap suatu gejala yang dilihat atau yang dirasakannya. Hasil perenungan itu kemudian dikomunikasikan/disampaikan kepada orang lain dengan cara menuangkannya kedalam bentuk sistem atau tanda komunikasi yang merupakan teks yang berupa lirik lagu, yang merupakan sebuah pesan komunikasi.

Dengan mengamati hasil karya lirik lagu juga dapat diketahui bagaimana pencipta lagu memandang dan mengungkapkan gejala yang ada di masyarakat. Pengungkapan tersebut dengan gaya, cara, dan sudut pandang si pencipta yang bersangkutan.

Seperti dalam lagu Lingsir Wengi yang termasuk salah satu musik tradisional yakni gendhing jawa dimana dalam menyanyikannya menggunakan instrument-instrumen tertentu. Nama Lingsir Wengi sebenarnya adalah nama lain dari Kidung Rumekso ing Wengi (jaman Walisanga) karya Sunan Kalijaga.

(13)

5

(www.yahoo.com//sejarahlingsirwengi )diakses pada tanggal 10 april 2012 pukul

18.0).

Namun seiring perkembangan jaman, lagu ini pun di aransemen ulang ke berbagai jenis lirik dan instrumen yang berbeda. Setelah terjadi perubahan jaman, Kidung Rumekso Ing Wengi pun mengalami perubahan baik dari segi musikalitas dan lirik. Melalui karya Bossanova Jawa (2001) , sebuah grup musik Bossas asal Semarang Jawa Tengah mencoba merubah lirik dan musiknya menjadi bernuansa romantis dan kekinian, berubah judul menjadi Lingsir Wengi, yakni menceritakan tentang seseorang yang sedang kasmaran atau seseorang yang sedang kangen/rindu terhadap pasangannya namun tidak bisa bertemu, sayangnya lagu ini masih belum diangap populer kala itu.

Akhirnya setelah lama menghilang, Lingsir Wengi kembali di populerkan melalui film Kuntilanak (2006) dengan bintang utama Julie Estele yang akhirnya mengalami perubahan segi musikalitas, dan lirik menjadi lebih bernuansa mistis, hal ini pula lah yang menyebabkan masyarakat berfikiran negatif atas lagu ini.

Karena di dalam film tersebut yang Julie Estele sebagai pemeran utama ,menyanyikan lagu ini ketika ia sedang dalam keadaan marah. Dalam scene terakhir di perlihatkan wujud asli dari kuntilanak yang berbentuk wanita dengan rambut putih terurai panjang dan badan yang menyerupai kuda.

(14)

dalam dunia kita (alam nyata). Beberapa kesaksian di sebuah forum online menjelaskan bahwa, mereka yang seusai menonton film Kuntilanak, baik yang menonton filmnya maupun yang mendengar lagunya seakan mengalami kejadian ganjil. Hal ini disebabkan oleh aura yang terkandung di dalam lagu tersebut seakan membawa mereka menuju hal yang gaib. Meskipun ada kesaksian yang membeberkan bahwa beberapa diantara mereka sampai mengalami kesurupan, tetapi hal ini lebih dikarenakan kondisi jiwa dan batinnya yang bertolak belakang saat mendengarkan lagu ini.(www.kaskus.us-lingsirwengidiakses pada tanggal 11 april 2012 pukul 15.20 wib).

Akhirnya timbul persepsi di masyarakat apabila mendengarkan lagu ini akan mendatangkan maut bagi yang mendengarkannya. Berbagai komentar negatif pun muncul supaya tidak mendengarkan lagu ini. Hingga akhirnya memunculkan histeria massal di tengah kalangan masyarakat kita yang notabene masih percaya dengan adanya hal-hal ghaib, hal ini dikarenakan bahwa mayoritas masyarakat lebih menyukai hal-hal yang berbau mistis dan segalanya yang berkaitan dengan mistis, akan menjadi trend dikalangan masyarakat. Baik itu film, lagu, serta acara-acara baik di televisi maupun radio, pasti akan menjadi bahan pembicaraan di kalangan masyarakat. Mengingat bahwa bangsa kita memang tidak terlepas dari kebudayaan mistis serta mitos. Hal inilah yang menyebabkan lagu Lingsir Wengi popular di masyarakat.

(15)

7

hingga akhirnya lagu ini seakan menjadi momok atau menjadi paranoid di kalangan masyarakat.

Semakin banyak yang mengganggap lagu itu sebagai mitos yang menakutkan, maka semakin banyak pula orang yang takut untuk mendengarkan. Dikarenakan field of reference dan field of experience yang di miliki oleh masing-masing orang berbeda-beda tergantung bagaimana orang tersebut mengintepretasikannya. Apakah dia hanya sekedar mendengarkan, atau memang ingin mendalami lirik yang terdapat di dalamnya. Namun sangat disayangkan kidung yang fungsinya sebagai pengganti doa ini kemudian dirubah liriknya menjadi lagu untuk mendatangkan makhluk gaib. Banyak orang yang memprotes tentang lagu ini karena efek histeria yang terjadi di masyarakat. Benar atau tidaknya kejadian yang menimpa mereka tergantung bagaimana mereka mempercayai lirik tersebut.

Namun jika kita masih memiliki pikiran, hati yang bersih, niscaya hal-hal negatif tersebut tidak akan menimpa kita. Berikut ini merupakan petikan bait dari tembang asli Lingsir Wengi yakni Kidung Rumeksa Ing Wengi karya Kanjeng Sunan Kalijaga.

Kidung Rumekso Ing Wengi (lagu asli kar ya Kanjeng Sunan Kalijaga) :

Ana kidung rumeksa ing wengi…

Teguh hayu luputa ing Lara…

(16)

Jim setan datan purun…

Paneluhan tan ana wani…

Miwah panggawe ala…

Gunaning wong luput…

Geni atemahan tirta…

Maling adoh tan ana ngarah ing mami…

Guna duduk pan sirna…

Ter jemahan ke dalam bahasa Indonesia :

Kidung Penjaga Keheningan Di Tengah Malam…

Ada kidung penjaga keheningan di tengah malam…

Kukuh selamat terbebas dari segala malapetaka…

Jin dan setan jahat pun tidak berkenan…

Segala jenis sihir pun tidak ada yang berani…

Apalagi perbuatan jahat ilmu orang yang tidak bersalah…

Api dan juga air…

Pencuri pun tidak ada yang menuju padaku…

(17)

9

(ht tp:/ / filsafat .kompasiana.com / 2009/ 10/ 18/

kidung-penjaga-di-keheningan-malam/ diakses pada tanggal 12 april 2012 pukul 20.00 wib).

Sedangkan yang ber ik ut ini adalah tembang dar i Lingsir Wengi yang dipopulerkan oleh Bossanova J awa :

Lingsir Wengi…

Sepi durung bisa nendra…

Kagoda mring wewayah kang ngreridu ati…

Kawitane mung sembrono njur kulina…

Ra ngiro yen bakal nuwuhke tresna…

Nanging duh tibane…

Aku dhewe kang nemahi…

Nandang bronto…

Kadung loro sambat sambat sopo..

Rina wengi sing tak puji ojo lali…

Janjine muga bisa tak ugemi…

Ter jemahan ke dalam Bahasa Indonesia :

(18)

Sunyi belum bisa terlelap…

Tergoda akan saat-saat yang merindukan hati…

Awalnya hanya bergurau tetapi jadi kenyataan…

Tak kusangka bila akhirnya menjadi cinta…

Namun sialnya saya sendiri yang sungguh-sungguh cinta…

Merasa resah terlanjur jatuh…

mau mengeluh ke siapa…

Siang malam yang kupuja janganlah lupa…

Janjinya semoga bisa kupercaya…

(http://kamusjowo.com/kamus/ diakses pada tanggal 13 april 2012 pukul 05.10 wib).

Per bedaan lir ik setelah muncul ke dalam film Kuntilanak (ost Kuntilanak 2006)

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…

Ojo tangi nggonmu guling…

Awas jo ngetoro…

Aku lagi bang wingo wingo…

(19)

11

Dadyo sebarang…

Wojo lelayu sebet…

Ter jemahan kedalam Bahasa Indonesia :

Menjelang malam bayangan mu mulai sirna…

Jangan bangun dari tempat mu tidur/beranjak…

Awas jangan sampai terlihat…

Aku sedang dalam keadaan gusar…

Jin dan setan telah ku utus…

Jadilah apapun namun jangan membawa maut…

(ht tp:/ / nabylae.blogspot.com/ 2009/ 04/ t

embang-durmo-lingsir-w engi.ht ml)diakses pada tanggal 13 april pukul 11.10 wib).

Apabila kita cermati tiap bait lirik diatas, jelas sekali terlihat perbedaan antara bait lagu yang lama dengan bait lagu yang baru, dimana dalam bait lagu yang baru (lingsir wengi ost kuntilanak) terdapat perbedaan lirik yang menggambarkan suasana seram dan menakutkan.

(20)

seseorang yang sedang kangen atau rindu karena tidak bisa bertemu dengan kekasihnya.

Sayangnya masyarakat sekarang telah termakan oleh lagu Lingsir Wengi versi Kuntilanak yang sampai detik ini masih ditakuti untuk diperdengarkan, padahal apabila mendengarkan versi aslinya (Kidung ing Rumekso ing Wengi) dan (Lingsir Wengi versi Bossanova Jawa) tidak ada sama sekali hubungannya dengan mendatangkan maut, karena memang lagu ini digunakan sebagai tolak balak atau pelindung bagi kita, selain itu juga dipakai untuk menggambarkan perasaan seseorang yang sedang rindu akan kekasih hatinya.

Dengan adanya hal tersebut diatas maka peneliti ingin meneliti makna perbedaan antara lirik Lingsir Wengi (versi Bossanova Jawa) dengan lirik Lingsir Wengi (versi ost Kuntilanak).

Kenapa peneliti menggunakan perbandingan antara lagu yang kedua dengan lagu yang ketiga, karena masyarakat umumnya lebih mudah mencerna kata-kata dalam lagu yang sifatnya easy listening atau enak untuk didengarkan. Meskipun dalam lagu yang pertama juga bisa digunakan, tetapi dari segi kualitas suara masih belum bisa ditangkap, hal ini dikarenakan kualitas suaranya yang sudah lama, jadi ketika seseorang menangkap tiap lirik yang di dengarkan masih kurang jelas.

(21)

13

Sebuah lirik bukanlah rangkaian kata-kata indah semata, tetapi lebih dari itu lirik lagu merupakan representasi dari realitas yang dilihat atau dirasakan oleh si pencipta. Realitas inilah yang mengilhami seseorang dalam membuat lirik lagu.

Peneliti menggunakan metode semiotik Roland Barthes untuk memaknai lirik lagu Lingsir Wengi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pemaknaan lirik lagu dalam lagu “Lingsir Wengi?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian latar belakang masalah serta perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk membongkar makna yang terkandung dalam lirik lagu Lingsir Wengi tersebut melalui analisis semiologi Roland Barthes.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Menambah literatur penelitian kualitatif dan dapat member sumbangan landasan pemikiran pada ilmu komunikasi berupa lirik lagu dengan menggunakan pendekatan semiotik.

(22)
(23)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i

2.1.1 Lir ik Lagu Sebagai Pesan dalam Pr oses Komunikasi Massa

Menurut Severin dan Tankard, komunikasi massa adalah sebagian ketrampilan (skill) sebagian seni (art) dan sebagian ilmu (science) (Effendy, 1993 : 312). Hal ini terutama terlihat dalam cara menata pesan. Dalam cara menata sebuah pesan, diperlukan sebuah ketrampilan tertentu agar pesan tersebut dapat menarik perhatian. Komunikasi adalah ketrampilan dalam menampilkan dimensi seni dalam pesan komunikasi. Dalam penelitian ini, lirik lagu merupakan sebuah bentuk pesan komunikasi yang disampaikan pada khalayak yang ditata dalam dimensi seni (lagu dan musik). Sehingga pesan verbal yang dasarnya adalah bahasa lisan biasa, ditampilkan berbeda dengan memberikan unsur seni, yaitu lagu, pola-pola nada, irama, dan musik dengan tujuan untuk lebih menarik perhatian khalayaknya. Tanpa dimensi seni menata pesan, tidak mungkin media komunikasi dapat memikat perhatian dan memukau khalayak, yang pada gilirannya mengubah sikap, pandangan, dan perilaku mereka.

(24)

adalah hal apa yang terkandung dalam lirik lagu yang ingin disampaikan si pencipta kepada khalayaknya. Aspek lambang dalam lirik lagu adalag kata-kata yang merupakan bahasa lisan yang disampaikan secara khusus yaitu dengan dinyanyikan mengikuti pola-pola nada dan irama tertentu dengan iringan musik (Effendy, 1993 : 312). Perkembangan musik sendiri di Indonesia mengalami menunjukkan perkembangan yang cepat. Menurut Sawung Jabo hal ini bisa terjadi karena adanya sifat yang lentur dari kebudayaan Indonesia, yang selalu terbuka terhadap sumber-sumber dari luar. Masyarakat Indonesia selalu tanggap dan menghimpun segala sesuatu yang baru dan menciptakan kembali. Sebagai contoh kita temukan adanya adaptasi kata dari lagu pop amerika mengenai cinta yang dicerna oleh komponis Indonesia (sobur, 2003 : 148).

Beberapa jenis musik yang ada saat ini adalah :

1. Musik Klasik : Musik klasik pada umumya terlahir dan terkenal pada masa tahun 1750-1800. Banyak tokoh-tokoh aliran ini yang masih terkenal seperti Beethoven, Tchaisckhovsky, Mozart, dan sebagainya.

2. Musik Jazz : Musik Jazz dianggap lahir di amerika serikat. Merupakan perpaduan antara teknik dan peralatan musik Eropa, khusunya Perancis. Dalam memainkan musik ini, dibutuhkan perpaduan teknik alat musik yang membutuhkan kekompakan dan saling mengisi antara pemain satu dengan pemain yang lain.

(25)

17

gaya musik tradisi kita yang sudah ada sebelumnya. Misalnya : permainan alat penumbuk padi, kentongan, angklung, dan lain lain.

4. Musik Populer : Jenis musik yang selalu memasukkan unsur-unsur ataupun cara-cara baru yang sedang disukai, atau diharapkan akan disukai oleh pendengar dewasa ini. Tujuannya adalah memperoleh ledakan popularitas sebesar mungkin dan secepat mungkin.

2.1.2 Lir ik Lagu dalam Kajian Semiotik

Dalam ilmu komunikasi, pendekatan yang menjelaskan tentang penggunaan lambang-lambang dalam pesan komunikasi adalah pendekatan semiotik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sistem tanda. Pendekatan semiotik, pada perkembangannya digunakan untuk penelitian sistem tanda dalam berbagai bidang studi. Kegiatan manusia seperti musik, periklanan, arsitektur, dan retorika dapat di kaji dengan menggunakan pendekatan ini.

Lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi lisan (yang bisa ditulis untuk didokumentasikan). Makna yang terkandung bisa eksplisit atau implisit tergantung dari tujuan pola pikir penciptanya. Ia dapat merupakan suatu bentuk respon dari kejadian-kejadian yang ada sehingga dalam lirik lagu dapat berisi ungkapan-ungkapan baik pujian, maupun kritik sosial.

(26)

poetic speech yang merupakan bagian dari pencipta lirik lagu kedalam bentuk lambang-lambang.

Lagu merupakan sebuah domain budaya pop dimana kita dapat dengan mudah menemukan banyak contoh konkret tentang bagaimana budaya dijalankan. (James Lull dalam Sobur, 2003 : 147). Sistem tanda musik adalah auditif, namun untuk mencapai pendengarnya, pencipta musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk sistem tanda. Dalam membuat teks/lirik lagu, pengarang harus bergantung pada seperangkat kode-kode yang menentukan makna ungkapan yang digunakan untuk menjadikannya sangat komunikatif atau menarik untuk disimak. Sang pencipta lagu harus berasumsi bahwa teks lagu harus sama dengan kode yang dimilikinya. Kode dalam hal ini adalah kebudayaan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kode adalah (perasaan, ide, harapan, sang pencipta lagu, ilusi dan sebagainya) (Piliang, 2004 : 168).

(27)

19

Proses penciptaan lagu oleh si pencipta lagu dapat dilihat oleh si pencipta lagu dapat diilhami oleh berbagai masalah atau kejadian di sekitar pencipta. Hal tersebut sangat beralasan, karena tidak mungkin seseorang akan mengungkapkan hal yang diluar dari frame of reference atau field of experience nya. Apalagi sebuah lirik lagu adalah produk seni yang memerlukan penghayatan dalam membuat dan membawakannya. Ungkapan dalam lirik lagu akan menjadi nyata, dalam artian menjadi ungkapan yang mewakili ungkapan perasaan umum, ketika lirik lagu tersebut membuat permasalahan yang memang dianggap sebagai masalah oleh masyarakat.

Bila dilihat melalui pendekatan semiotik akan terlihat bahwa tanda (sign) yang akan dikupas dalam penelitian ini adalah kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat dalam lirik lagu “Lingsir Wengi”. Tanda-tanda tersebut memiliki fungsi-fungsi tanda. Misalnya fungsi-fungsi emotif yang menunjukkan sikap atau perasaan si pencipta selalu menggunakan tanda, fungsi referensial yang mencerminkan obyeknya secara apa adanya pengaruh subyektif dari diri si pencipta, sedangkan lirik lagu, sistem tanda berfungsi sebagai metalinguistik. Selain itu yang utama dalam lirik lagu adalah terdapat fungsi puitik yang memperindah lagu tersebut berupa teks yang lain.

2.1.4 Mistisme

(28)

memulai menjelaskan terlebih dahulu mengenai Agama karena konsep mistis ini sangat kental dengan pengertian akan agama yang merupakan unsur dari akar terbentuknya konsep mistis.

Menurut asal katanya, mistisme atau masyarakat kita bisa menyebut mistik dari bahasa yunani mystikos yang artinya rahasia. Serba rahasia, gelap, tersembunyi, atau terselubung dalam kegelapan. Berdasarkan arti kata tersebut, mistik sebagai sebuah paham yaitu mistik atau mistisme. Merupakan pahamyang memberikan ajaran yang serba mistis, atau ajaran yang serba rahasia, tersembunyi, gelap, serta kelam, sehingga hanya bisa dipahami, dikenal, atau diketahui oleh orang-orang tertentu saja terutama penganut atau pengikutnya.

Menurut buku De Kleone W.P Encyclopedie (1950, Mr, G.B.J Hitlerman dan professor Dr. P Van De Woestjine : 971) kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya mata dan musterion yang artinya suatu rahasia.

Adapun beberapa pendapat berbeda tentang paham mistik atau mistisme :

1. Kepercayaan antara kontak manusia, bumi dan Tuhan (Dr. C.B. Van Haringen, Nederlands Woonderboek, 1948).

2. Kepercayaan antara persatuan roh manusia dengan Tuhan (Dr. C.B. Van Haringen, Nederlands Woonderboek, 1948).

(29)

21

4. Kecenderungan hati kepada kepercayaan yang menakjubkan atau kepada ilmu rahasia (Algemeene Kunstwoordentolk, J.Kramers. Jz).

Selain diperolehnya definisi, pendapat-pendapat tentang paham mistik diatas berdasarkan materi ajarannya juga memberikan adanya pemilahan antara paham mistik kegamaan (terkait dengan Tuhan dan ke-Tuhanan) dan paham mistik non-keagamaan (tidak terkait dengan Tuhan ataupun ke-Tuhanan). Sedikit penjelasan mengenai mistik yang terkait pada keagamaan kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap adanya kekuatan ghaib luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakaat, bahkan terhadap segala gejala alam.

(30)

Menurut Bergson (1859-1941), seorang pemikir prancis mengemukakan bahwa Agama merupakan gejala universal manusia, sering ditemukan masyarakat tanpa sains, seni maupun filsafat tapi tidak pernah ditemukan masyarakat tanpa agama.

Di zaman modern ini kehidupan beragama semakin kompleks,makin banyak macam agama yang dianut. Aliran kepercayaan, aliran kebatinan, aliran pemujaan dikalangan masyarakat modern. Hampir setiap agama terpecah menjadi sekte dan aliran tertentu, cara pengahayatan dan penerimaannya pun semakin beragam.

Agama dan kehidupan beragama demikian kompleks untuk memahami fenomena kehidupan beragama diperlukan pengetahuan tentang aspek apa saja dalam kehidupan beragama. Aspek disini bisa disebut dengan unsur.

Kentjoroningrat (1987 : 80) menyebut aspek komponen agama dan religi. Menurutnya ada lima komponen religi :

1. Emosi dan keagamaan 4. Peralatan ritus dan upacara

2. Sistem keyakinan 5. Umat beragama

3. Sistem ritus dan upacara

Sementara aspek komponen agama terdiri dari :

(31)

23

2. Aspek sakral 5. Mistisme

3. Aspek ritual

Emosi keagamaan menurut Koentjoroningrat sama dengan aspek rohaniah (mistisme) kepercayaan keagamaan didasarkan kepada kepercayaan pada sesuatu yang ghaib yaitu yang berada diatas ala mini (supernatural), dibalik alam fisik (metafisik), Tuhan, Roh (pewahyuan), mukjizat, dan hal-hal lain diluar alam nyata. Kepercayaan kepada segala hal ghaib inilah yang disebut dengan supernatural.

Sakral sendiri salah satu unsur kehidupan beragama yang tidak bisa dilepaskan dari perbedaan (barang) Sakral suci, sering kita temui pen-sakralan ada pada benda, tempat, waktu, orang. Menurut Durkheirn, sakral bukan sifat benda itu sendiri, melainkan diberikan oleh manusi atau masyarakat yang mensucikannya sebagai tempat yang disucikan. Seperti Ka’bah di Mekkah, Rosario di gereja Katolik Vatikan, dsb.

Kepercayaan terhadap kesakralan sesuatu menuntut ia diperlakukan secara khusus, ada tata cara perlakuan khusus terhadap sesuatu yang disakralkan (biasanya berbentuk upacara keagamaan) upacara, persembahan, sesajen ibadah keagamaan ini biasanya tidak bisa dipahami oleh pikiran yang rasionalis, ekonomi, pragmatis. Dalam bahsa inggris upacara ini dinamakan rites, alias kematian, pembabtisan, jamuan suci, dan lainnya (Hornby, 1984 : 733).

(32)

adalah “komunikasi” kepada Tuhan dan bukan hanya sekedar manusia atau individu yang melakukan ritual memiliki keinginan atau permintaan saja kepada Tuhan.

Umat beragama sendiri memiliki artian sebagai umat pengikut ajaran (agama) itu. Komunitas pengikut agama terdiri dari beberapa fungsi keagamaan, antara lain penyampai ajaran agama tersebut, baik itu dari misionaris yang mempercayai adanya suatu kekuatan gaib yang berpengaruh dalam kehidupan manusia dimiliki oleh banyak orang. Ada juga pengikut ajaran agama, ataupun pemimpin upacara keagamaan. Adanya kepercyaan terhadap kekuatan gaib tersebut menjadi pemersatu dan penguat para individu atau umat dalam komunitas itu yang mempercayainya. Biasanya para individu atau umat dalam komunitas keagamaan berkumpul bersama untuk melakukan ritual secara khusyuk, seperti persekutuan pemuda Gereja atau Sholat berjamaah bersama.

Kalau supernatural dan sakral adalah aspek keyakinan, dan ritual adalahaspek perilaku ajaran agama, ketiganya menimbullkan kesan atau penghayatan ruhaniah dalam diri yang mempercayai. Aspek ruhaniah inilah yang disebut dengan Mysticism dalam bahasa inggris, atau Mistis dalam bahasa Indonesia.

Menurut Hornby (1984 : 559) mysticism merupakan kepercayaan atau pengalam tentang kemistikan. Kemistikan disini ialah makna tersembunyi, kekuatan spiritual yang menimbulkan sifat kagum dan hormat.

(33)

25

yang disebabkan oleh ketaatan spiritual. Perilaku lahiriah dalam peribadatan hanyalah aspek eksoteris.

Menurut Suyono (1985 : 259), mistik adalah subsistem yang ada hampir disemua ajaran agam dan sistem religi yang ditunjukkan untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan.

Dalam bahasa Indonesia istilah kebatinan dapat dipakai untuk aspek kerohanian ini. Kebatinan memiliki arti “ yang batin dar i ajar an agama” dalam mistisme, manusia rindu terbang dalam pengembaraan ruhaniah, seperti pengalaman bertemu nabi, bertemu Tuhan dalam mimpi dan Tuhan sebagai cahaya terang, atau disini dalam agama Hindu, Budha, atau masyarakat tradisional dapat dilakukan dengan bertapa.

Pengalaman terbang meninggalkan alam nyata yang hanya sebatas panca indera dan dibawah kesadaran rasional ini disebut dengan trancedental (transcend) yang artinya melewati batas dan terangkat dari kenyataan. Bagi manusia yang tidak mendapatkan kepuasan dari trance ajaran agama menempuh cara-cara lain untuk mendapatkan kenikmatan sendiri, dan nyaris kesemuanya bukanlah cara yang positif.

Diantaranya menjadi pecandu narkotika, melakukan hal-hal menyimpang dari norma keTuhanan, susila, hokum, atau bahkan beralih menjadi penganut aliran sesat dan bahkan rela menyerahkan diri kepada kekuatan diluar Tuhan (Setan) agar keinginannya terpuaskan (Norbeck, 1974 : 32-39).

(34)

memenuhi kepala individunya dan mengalahkan aspek kerohanian, maka manusia yang tidak bisa mendapatkan kepuasan itu dalam ajaran agama akan berpaling kepada aliran kebatinan dan pemujaan (cults).

Menurut ajaran dan sumbernya mistis Non Keagamaan terbagi menjadi :

1.Subjektif

Selain serba mistis, ajarannya juga serba subyektif tidak obyektif. Tidak ada pedoman dasar yang universal dan yang otentik. Bersumber dari pribadi tokoh utamanya sehingga paham mistik itu tidak sama satu dengan yang lain, meski tentang hal yang sama. Sehingga pembahasan dan pengalaman ajarannya tidak mungkin dikendalikan atau dikontrol dalam arti yang semestinya.

Biasanya tokohnya sangat dimuliakan, diagungkan, bahkan diberhalakan (dimitos-kan,dikultuskan) oleh penganutnya karena dianggap memiliki keistimewaan.

Anggapan adanya keistimewaan ini dapat disebabkan oleh :

• Pernah melakukan kegiatan yang istimewa.

• Pernah mengatasi kesulitan,penderitaan,bencana,atau bahaya yang mengancam dirinya apalagi masyarakat umum.

(35)

27

• Pernah meramalkan dengan tepat suatu kejadian besar atau penting.

Sedangkan bagaimana sang tokoh itu menerima ajaran atau pengertian tentang paham yangdiajarkannya itu biasanya melalui petualangan batin,pengasingan diri, bertapa,bersemedi,mengheningkan cipta, dll, dalam bentuk ekstase, vision, inspirasi dll. Jadi ajarannya diperoleh melalui pengalaman pribadi tokoh itu sendiri dan penerimaannya itu tidak mungkin dibuktikannya sendiri kepada orang lain. Dengan demikian penerimaan ajarannya hampir-hampir hanya berdasarkan kepercayaan belaka, bukan pemikiran. Maka dari itulah diantara kita ada yang menyebutnya paham ajaran kepercayaan atau aliran kepercayaan (geloofsleer).

Mengingat pengajarannya tidak mungkin dikendalikan dalam arti semestinya, maka paham mistik mudah memunculkan cabang baru menajdi aliran-aliran baru sesuai penafsiran masing-masing tokohnya. Atau pencampuran ajaran paham-paham yang telah ada sebelumnya.

Karena serba mistik maka paham mistik atau kelompok penganut paham mistik tidak terlalu sulit digunakan oleh orang-orang yang ada tujuan tertentu dan yang perlu dirahasiakan karena menyalahi atau bertentangan dengan opini umum atau hokum yang berlaku sebagai tempat sembunyi.

2. Abstrak dan Spekulatif

(36)

yaitu serba menduga-duga, mencari-cari, memungkin-mungkinkan (tidak kompulatif). Pembicaraannya serba berpanjang-panjang, serba berlebih-lebihan dalam arti melebihi kewajaran atau melebihi pengetahuan dan pengertiannya sendiri (meski sudah mengakui tidak tahu, masih mencoba memungkin-mungkinkan). Oleh karena itu dikalangan penganut paham mistik tidak dikenal pembahasan disiplin mengenai ajarannya sebagaimana yang berlaku dalam diskusi.

Adapun beberapa sebab orang menganut paham mistik :

• Kur ang puas yang ber lebihan, bagi orang-orang yang hidup beragama secara bersungguh-sungguh merasa kurang puas dengan hidup menghamba kepada Tuhan menurut ajaran agamanya yang ada saja.

• Rasa kecewa yang ber lebihan, orang yang hdiupnya kurang bersungguh-sungguh dalam beragama atau orang yang tidak beragama merasa kecewa sekali melihat hasil usaha umat manusia di bidang science dan teknologi yang semula diandalkan dan diagungkan ternyata tidak dapat mendatangkan ketertiban, ketentraman dan kebahagiaan hidup, malah mendatangkan hal-hal yang sebaliknya. Mereka “lari” dari kehidupan modern menuju ke kehidupan yang serba subyektif dan spekulatif sesuai dengan kedudukan sosialnya.

(37)

29

Diantara mereka masih ada yang berusaha merasionalkan ajaran paham mistik yang dianutnya, dan ada pula yang tergesa-gesa lepas sama sekali dari tuntutan kemajuan zaman ini . (MH Amien Jaiz, Masalah Mistik & Kebatinan, PT Alma’arif, Bandung, Cetakan 1980).

2.1.5 Teor i Semiotika dan Mitologi Bar thes

(38)

mendefinisikan semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object and a meaning (suatu hubungan diantara tanda, objek dan makna)”.

Salah seorang pengikut Saussure, Roland Barthes, membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari sistem tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two orders of signification) seperti terlihat pada gambar berikut

Sumber : John Fiske , Inroduction to Communication Studies, 1990, hlm. 88

Gambar I

Skema signifikasi dua tahap (two way of signification) Roland Barthes

Melalui gambar ini, Barthes, seperti dikutip Fiske, menjelaskan ; signifikasi dua tahap pertama hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling First order second order

Realit y sign cult ure

denot ation Signifier

signifier

connota

t ion

(39)

31

nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subyektif atau paling tidak intersubyektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah obyek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya (Fiske, 1990 : 72).

(40)

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah seperangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to Communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1998 : 179 ; Kurniawan, 2001 : 53)

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda (Little jhon, 1994 : 64). Konsep ini meningkat bersama seperangkar teori yang amat luas berurusan dengan simbol. Bahasa, wacana. dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk pada semiotika.

(41)

33

pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjemslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja (Cobey & Janz, 1999 : 51).

4. DENOTATIVE SIGNIFIER

(PETANDA DENOTATIF

Gambar II

Peta Tanda Roland Bartes

Sumber : Drs. Alex Sobur Msi, 2004, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, halaman 69.

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa denotatif (3) terdiri dari atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material : hanya jika anda mengenal tanda ‘sign’, barulah konotasi seperti harga diri,kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Janz, 1999 : 51).

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

1. signifier 2. Signified (penanda) (petanda)

(42)

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum denotasi ‘sesungguhnya’ bahkan kadang kala di rancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam Semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan keterpurukan makna dan demikian sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi semata-mata. Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna sebagai sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna ‘harfiah’ merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999 : 22). Sesungguhnya inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.

Ada beberapa konsep dasar yang harus diperhatikan dalam sebuah analisis Semiologi, bentuk hubungan antara unsur satu dengan unsur lainnya, dan makna yang dihasilkan oleh bentuk hubungan-hubungan tersebut. Konsep-konsep dasar ini adalah : (1) tanda, (2) tiga macam hubungan tanda, (3) bahasa-wicara dan budaya dan (4) signification.

(43)

35

berupa suara, huruf, bentuk, gambar, gerak) dari tanda yang berfungsi menandakan atau yang dihasilkan oleh aspek material (signifier) dan aspek mental atau konseptual yang ditunjuk oleh aspek material (signified). Ketiga aspek ini merupakan aspek-aspek konstitutif suatu tanda, tanpa salah satu unsur, tidak ada tanda dan kita tidak bisa membicarakannya bahkan tidak bisa membayangkannya.

2. Tiga macam hubungan tanda. Makna suatu tanda bukanlah “innate meaning” (makna bawaan, alamiah, tidak berubah) melainkan dihasilkan lewat sistem tanda yang dipakai dalam kelompok orang tertentu (jadi historis). Dalam sistem tanda, perbedaan (difference). Sejalan dengan prinsip perbedaan dan hubungan tersebut, kita bisa melihat tiga macam hubungan serta tiga kesadaran dan tiga corak gejala budaya yang dihasilkan oleh masing-masing hubungan tanda-tanda tersebut adalah :

a. Hubungan Simbolik. Hubungan Simbolik muncul sebagai hasil dari hubungan tanda dengan dirinya sendiri atau hubungan internal (hubungan signifier dan signified). Hubungan simbolik menunjuk status kemandirian tanda untuk diakui kebenarannya dan dipakai fungsinya tanpa tergantung pada hubungannya dengan tanda lain. Barthes mengambil contoh salib sebagai simbol Kristianis dan bulan sabit sebagai simbol Islam.

(44)

3. Bahasa dan Wicar a.

a. Bahasa adalah pranta sosial dan nilai. Sebagai pranata sosial, bahasa merupakan ciptaan masyarakat secara bersama dan bukan oleh seorang individu, merupakan kontrak kolektif (harus diterima seluruhnya atau tidak sama sekali), dan otonom (mempunyai aturannya sendiri). Bahasa juga disebut sebagai sistem nilai, karena bahasa terdiri dari unsur-unsur yang dapat dibandingkan dan ditukarkan. Sebagai pranata sosial dan sistem nilai, bahasa merupakan sesuatu yang objektif.

b. Wicara. Dengan adanya bahasa sebagaimana dijelaskan diatas, orang secara individual dapat memakainya sesuai dengan kebutuhan pribadi. Melalui bahasa, orang mengungkapkan subjektivitasnya. Bahasa sebagaimana dipakai ini disebut wicara yang diciptakan lewat pilihan-pilihan (jadi merupakan kegiatan paradigmatic) dan penggabungan (sintagmatik) dalam sebuah satuan sintaks.

(45)

37

2.1.5 Mistik yang Ter dapat dalam Film Kuntilanak (2006)

2.1.5.1 Mitos Kuntilanak

Definisi Mitos menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online adalah suatu informasi atau pengetahuan yang sebenarnya salah namun dianggap benar karena telah beredar secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Tentang Kuntilanak, ada begitu banyak mitos maupun cerita yang berkembang seputarnya, berbeda daerah maka berbeda pula wujud serta ceritanya. Di Pontianak, Kuntilanak (bahasa melayu : puntianak, Pontianak ) adalah hantu yang dipercaya berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia atau wanita yang meninggal karena melahirkan dan anak tersebut belum sempat lahir. Nama ‘Kuntilanak’ atau ‘Pontianak’ kemungkinan besar berasal dari gabungan kata ‘bunting’ (hamil) dan ‘anak’. Mitos ini mirip dengan mitos hantu langusir yang dikenal di Asia Tenggara terutama di nusantara Indonesia. Mitos hantu kuntilanak sejak dahulu juga telah menjadi mitos yang umum di Malaysia setelah dibawa oleh imigran-imigran dari nusantara. Kota Pontianak mendapat namanya karena konon Abdurrachman Alkadrie, pendiri Kesultanan Pontianak, diganggu hantu ini ketika akan menentukan tempat pendirian Istana.

(46)

tertentu sebagai tempat ‘bersemayam’ , misalnya pohon waru yang tumbuh condong ke samping (popular disebut ‘waru doyong’).

Sementara cerita yang berkembang di Jawa Timur, Jawa Tengah, maupun Yogyakarta, kuntilanak adalah makhluk jadi-jadian yang dulunya wanita namun menyerahkan diri pada iblis sehingga separo badan (pinggang ke bawah) adalah kaki kuda, digambarkan rambut kuntilanak amat panjang dan berwarna putih, meskipun demikian anak-anak kuntilanak memiliki tubuh layaknya manusia normal dengan rambut putih panjang. Ada tradisi di jawa mengatakan bila tawa kuntilanak dekat, artinya dia jauh, namun apabila tawanya jauh, berarti ia dekat.

Kuntilanak sendiri suka bersemayam di pohon-pohon besar dan tua tapi kuat seperti beringin, namun apabila ingin keluar maka kuntilanak akan keluar melalui medium-medium tertentu seperti barang-barang antik yang disakralkan. Dalam cerita Jawa kuntilanak mampu membunuh korbannya dan korbannya kepalanya akan tertarik ke belakang dan meninggal dengan mata terbelalak ketakutan. Di Jawa khususnya Jawa Timur Kuntilanak dipakai sebagai alat untuk mencari pesugihan.

(47)

39

Menurut kepercayaan masyarakt Melayu, benda tajam seperti paku,bisa menangkal serangan kuntilanak. Ketika kuntilanak menyerang, paku ditancapkan di lubang yang ada di belakanag leher kuntilanak. Sementara dalam kepercayaan masyarakat Indonesia lainnya, lokasi menancapkan paku bisa bergeser ke bagian atas ubun-ubun kuntilanak.

2.1.5.2 Budaya Mistik

Budaya adalah sistem gagasan, karya, tindakan yang dihasilkan, manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat, 1996 : 149). Selain itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya diartikan sebagai sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah. Jadi disini dapat diartikan bahwa budaya adalah sesuatu yang mendarah daging dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu, keberadaannya telah menjadi milik mereka sehingga sukar diubah.

Kata Mistik menurut De Jong diambil dari bahasa yunani ‘mu-ein’ yang memiliki dua makna. Yang pertama adalah menutup mata dan mulut, kedua arti tersebut adalah mengantarkan seseorang kedalam sebuah upacara. Pada awal penggunaanya pada abad ke 5 di Barat kata ‘mystical’ menunujukkan bahwa segala hal yang jauh diluar kemampuan manusia serta rsionalitas ataupun ilmu pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut budaya mistik adalah upaya untuk melihat sisi mistik (misteri) pada suatu objek.

(48)

masyarakat kita adalah penganut aliran animism-dinamisme dimana mereka mempercayai serta menyembah kekuatan gaib adalah benda-benda ataupun makhluk hidup yang disakralkan meskipun agama akhirnya telah masuk namun proses akulturasi (pencampuran budaya lama dan baru ) yang dilakukan agar tidak terkesan dipaksakan maka menggunakan aneka media budaya tradisional agar dapat diterima. Contohnya, wali songo melakukan akulturasi agama Islam di pulau Jawa dan sekitarnya dengan menggunakan tembang Jawa, kesenian tradisional berupa wayangn(Niels Mulder. Mistisme Jawa Ideologi di Indonesia).

Perkembangan aliran pemujaan diluar aliran Agama yang seharusnya dan menyimpang dari ajaran Tuhan telah menimbulkan beragam ritual penyesatan yang tak jarang harus membuat si individu yang melakukannya harus rela membayar dengan nyawa. Diantara sekian banyak yang paling terkenal adalah ritual pesugihan, ritual pembalasan dendam (santet), ataupun ritual keagungan (susuk) dimana si pelaku melakukan ritual tersebut biasanya menginginkan demi kepuasan ego semata serta dilakukan atas paham materialisme dan sekulerisme.

(49)

41

sesuatu yang lebih lagi yang sayangnya belum tentu baik dan benar. (http:\\ghaib.blogspot.id.html//69 diakses pada tanggal 1 mei 2012 pukul 23.10 wib).

2.1.6 Lagu Dur ma “Pemanggil Kuntilanak”

”Lingsir wengi sliramu tumeking sirno

Ojo tangi nggonmu guling

Awas jo ngetoro

Aku lagi bang wingo-wingo

Jin setan kang tak utusi

Dadyo sebarang

Nanging wojo lelayu sebet”

Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia

Menjelang malam bayanganmu mulai sirna

Jangan bangun/bangkit dari tidurmu

Awas jangan sampai terlihat

(50)

Jadilah apapun namun jangan membawa maut.

Petikan syair diatas pasti tidak asing lagi bagi yang pernah menonton film Kuntilanak 2006 yang dibintangi Julie Estelle, itu adalah syair durma yang bisa memanggil Kuntilanak seperti yang diceritakan dalam film tersebut.

Durma itu adalah salah satu pakem dalam Macapat. Macapat adalah kumpulan lagu Jawa yang mencakup 11 pakem (Dandhanggula, Mijil, Pocung, Megatruh, Gambuh, Sinom, Maskumambang, Pangkur, Durma, Asmarandana, dan Kinanthi). Tradisi Macapat ini diperkirakan sudah mulai sejak jaman akhir kerajaan Majapahit.

2.1.6.1 Mitos dan Kultur Masyar akat Indonesia

Kodrat manusia adalah sebagai makhluk sosial, pada hakekatnya adalah jasmani-rohani yang memiliki akal dan makhluk yang berbudaya. Jadi interaksi manusia dan manusia lainnya dalam bermasyarakat adalah wujud pembudayaan manusia. Realisasinya dalam wujud budaya yang berupa nilai-nilai yang sifatnya abstrak tidak dapat ditangkap dengan indera manusia secara sistematik.

Proses pembudayaan manusia terwujud dalam 3 macam, yaitu :

1. kompleks gagasan, pikiran, konsep, serta ide-ide manusia

(51)

43

3. wujud sebagai benda budaya, yaitu sebagai wujud dari hasil karya budaya. (Koentjoroningrtat, 1985)

Namun sesungguhnya kehidupan manusia dan dengan sendirinya hubungan antar manusia, dikuasai oleh mitos-mitos. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita. Mitos ini menyebabkan kita menyukainya atau membencinya.

Dengan demikian mitos akan menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap sesuatu hal yang dinyatakan dalam mitos. Dalam pandangan Umar Junus, berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan (Junus, 1981 : 74).

(52)

Dalam lirik lagu Lingsir Wengi, didalamnya terdapat mitos. Dimana mitos ini mempunyai makna yang dianggap ghaib. Hal ini merupakan suatu enigma yang akan diketahui setelah dibedah dengan analisis semiologi. Mitos yang dimaksud adalah mengenal kata Lingsir Wengi sendiri, dimana kata tersebut menjadi suatu teka teki tentang makna lingsir wengi secara harfiah. Hal ini juga berkaitan dengan adanya kultur bangsa Indonesia, khususnya di pulau Jawaa yang masih menganut aliran animisme dan dinamisme. Seperti anggapan dari Umar Junus, mitos hanyalah sebagai anggapan kasar yang digeneralisasikan. Sebenarnya Lingsir Wengi adalah sebuah tembang pengganti dzikir setelah sholat malam. Penciptanya sendiri adalah Kanjeng Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama islamnya, dilakukan secara halus, yakni dengan menciptakan lagu-lagu pengganti dzikir, seperti Lir Ilir, hal ini dikarenakan pada waktu itu, agama islam belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan jaman, akhirnya lagu ini menjadi popular ketika film kuntilanak 2006 tayang. Dan salah satunya yang menembang lagu ini adalah Samantha yang diperankan oleh Julie Estelle.

(53)

45

Anggapan ini dinilai benar adanya dikarenakan pada saat film ini muncul, lagu ini seakan menghipnotis masyarakat untuk mendengarnya. Meskipun tidak jarang dari mereka ada yang takut, atau bahkan ada yang mengganggap kebenaran bahwa lagu ini memang digunakan untuk mendatangkan kuntilanak, namun memang kenyataan yang terjadi disekitar kita masyarakat lebih menyukai hal-hal yang berbau mistis dan ghaib.

Menurut Susilo (2000 : 24) suatu teknik yang menarik titik tolak berpikir idiologis suatu wahana dimana ideologi berwujud. Mitos ini dapat terangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya. Kita bisa menemukan di dalamnya (Van Zoest, 1991 : 70). Salah satu cara adalah mencari mitologi dalam teks-teks semacam itu. Ideologi adalah sesuatu yang abstrak. Mitologi (kesatuan mitos-mitos yang koheren) menyajikan inkarnasi makna-makna yang mempunyai wadah dalam ideologi. Ideologi harus dapat diceritakan. Certia itulah mitos.

2.1.7 Pr anata Sosia l dan Konstr uksi Sosial dalam Syair Lir ik Lagu

(54)

Analisis sastra dalam hal ini adalah lirik lagu tidak dapat dilepaskan dari unsur sember budaya sebagai latar belakang lahirnya karya tersebut sebagaimana pendapat Gerbstein dalam Darmono (1978 : 4) mengutip intanti (1999 : 22) bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan dan peradaban yang menghasilkannya. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Hyppolite Taine dalam Darmono (1978 : 19) mengutip Intanti (1999 : 22) bahwa sastra bukanlah sekedar permainan imajinasi yang pribadi perwujudan pikiran tertentu. Sastra tidak dapat lepas dari konteks sosialnya, sehingga pranata yang ada di dalam kehidupan sosial mempunyai pengaruh yang besar. Pranata sosial membentuk pola perilaku masyarakat dengan kokoh dan terpadu untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat tersebut sebagaimana Cohen (1983) dalam Wahyu (1986 : 47) mengutip Intanti (1999: 22) yang mengatakan bahwa : pranata sosial adalah sistem pola-pola sosial yang bersusun rapid an relatif permanen serta mengandung perilaku tertentu yang kokoh dan terpadu demi memuaskan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat.

(55)

47

simbol sosial ini dan pada kreasi serta pada pertahanannya atau dipertahankannya kenyataan sosial itu melalui komunikasi merupakan tema sentral dalam analisa Duncan mengenai kenyataan sosial. Dia mengemukakan bahwa simbol tidak hanya merupakan cerminan atau manifestasi dari kenyataan yang nonsimbolik. Simbol-simbol itu adalah inti kenyataan sosial hakekat dan sifat dasar hubungan sosial dan keteraturan sosial didefinisikan melalui komunikasi simbol (Johnson, 1994 : 67).

Dalam lirik lagu Lingsir Wengi tersebut tanda-tanda dimana tanda tersebut merupakan suatu simbol tentang kenyataan yang terjadi dimasyarakat yang tentunya mencerminkan adanya kenyataan sosial. Oleh karena itu, lagu Lingsir Wengi ini tetap disukai masyarakat sejak film Kuntilanak 2006 muncul sampai sekarang ini tidak lepas dari konteks sosial masyarakat. Seperti halnya tersebut diatas, bagi Berger dan Lukman, masyarakat itu sendiri dan berbagai intuisinya diciptakan dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan intuisi sosial nampaknya real secara obyektif, namun kenyataan itu didasarkan pada definisi subyektif yang diciptakan dalam proses interaksi.

(56)

memberikan arti pada berbagai bidang pengalaman sehari-hari (Johnson, 1994 : 67).

2.1.8 Intepr eta si Tanda dalam Syair lagu

(57)

masing-49

masing orang biasanya tidak berbeda jauh, dikarenakan tanda-tanda yang digunakan sifatnya adalah bersifat universal.

Proses penyampaian persepsi sebagai kegiatan pembelian makna kepada rangsangan atau sensory stimuli atau stimuli indrawi, dalam hal ini stimuli atau rangsangan adalah kejadian atau persoalan yang dimaksudkan dalam model komunikasi umur Gerbner, sangat tergantung pada faktor personal dan faktor situasinoal. Persepsi merupakan salah satu proses yang terjadi dalam komunikasi intrapersonal yang juga melibatkan proses sensasi, memori, dan berpikir. Persepsi ialah proses memberikan makna pada sensasi sehingga sensasi ini kemudian akan berubah menjadi informasi bagi diri sendiri. Memori adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respon (Rakhmat, 1991 : 51).

(58)

persepsi dan interpretasi pencipta lagu (komunikator) terhadap persoalan-persoalan yang diangkatnya dengan memperhatikan pola faktor personal dari pencipta lagu (komunikator) itu sendiri seperti kepercayaan, pengalaman masa lalu kebutuhan, kepentingan-kepentingan juga faktor antara lain kehidupan sehari-hari, faktor lingkungan, latar belakang sosial, budaya dan politik. Oleh karena itu, penentu persepsi bukanlah jenis dan bentuk rangsangan atas stimuli dalam hal ini berupa peristiwa atau event sosial, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada rangsangan atau stimuli tersebut (Rakhmat, 1991 : 56).

(59)

51

2.1.9 Pengar uh Musik Ter hadap Pendengar nya

Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony .demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. “beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony roh”. Contoh paling nyata bahwa beat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak penonton maupun pemain dalam konser rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan “head banger” , suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama musik rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah. Jika hati sedang susah, cobalah mendengar musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur.

(60)

Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan di tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari perbedaan yang sangat mencolok terlihat. Tanaman yang berada dekat dengan speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati. Sedangkan tanaman yang berada dekat dengan speaker lagu-lagu indah menjadi tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup. Alam semesta tercipta dengan musik yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia. Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, “Jikalau Anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda hari ini. Jangan-jangan Anda belum mendengarkan musik dan bernyanyi” (www.efekmusik.com, tanggal 9 mei 2012, pukul 22.00).

(61)

53

tidak sadar, kita lebih membayangkan makna konotasi tersebut daripada makna sesungguhnya.

2.1.10 Ker angka Berpikir

Manusia adalah Homo Semioticus, dimana masing-masing individu mempunyai latar belakang pemikiran yang berbeda dalam memaknai suatu obyek atau peristiwa. Manusia dapat memproklamasikan sesuatu, apa saja sebagai tanda karena hal itu dapat dilakukan oleh semua manusia (Van Zoest, 1993). Selain faktor pengalaman dan tingkat pengetahuan seseorang tersebut yang berbeda-beda satu sama lain.

Begitu juga manusia tersebut menciptakan sebuah pesan disampaikan dalam sebuah lirik lagu atau dalam sebuah lagu, maka secara otomatis pencipta lagu tidak terlepas dari dua hal tersebut diatas. Berdasarkan obyek penelitian dan yang ada, maka alur pemikiran dari peneliti terhadap lirik lagu “Lingsir Wengi” adalah lirik lagu dalam lagu “Lingsir Wengi” akan diintepretasikan dengan menggunakan pendekatan Semiotik Roland Barthes. Pada penelitian ini tidak menggunakan metode semiotik milik Saussure karena metode Saussure kurang mendalam dalam mengupas lirik lagu “Lingsir Wengi”.

(62)

pertama yang disebut dengan denotasi (reality eskternal),sedangkan masih ada tataran kedua yang bernama konotasi yang isinya mengandung mitos dan berkaitan dengan budaya sekitar. Metode Roland Barthes menggunakan hubungan tiga tanda yaitu hubungan simbolik, hubungan paradigmatik, dan hubungan sintagmatik, sebagai pembacaan atas sebuah tanda, yaitu nantinya akan melandasi penggunaan lima macam kode hermenuitik, kode semik, kode simbolik, kode proaeretik, dan kode cultural untuk pemaknaan sebuah tanda. Kemudian proses pemaknaan melalui pembacaan dari kode-kode tersebut akan diungkap substansi dari pesan dibalik lirik lagu Lingsir Wengi dan pada tataran mitos akan mengungkapkan sistem penandaan tingkat kedua.

(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semiotik yang bersifat deksriptif kualitatif –intepretatif (interpretation). Bogdan dan Taylor mengemukakan metode kualitatif sebagai berikut : metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada individu secara holistic (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu ke dalam variable atau hipotesis, tetapi memandangnya sebagai suatu kebutuhan (Moleong, 1998 : 3).

Selanjutnya untuk menganalisis suatu sistem tanda komunikasi dalam lirik lagu “Lingsir Wengi”, penulis memandang tepat untuk menggunakan pendekatan semiotika. Penggunaan ini didasarkan pada Littlejohn dalam Semiotika komunikasi yang mengatakan bahwa : semiotika adalah suatu ilmu yang mempelajari tanda. Tanda tersebut menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna adalah hubungan suatu objek dengan ide dan suatu tanda (Littlejohn, 1996 : 64).

(64)

akan menyesuaikan apabila ditemukannya kenyataan ganda dalam penelitian. Metode ini juga sangat peka dan dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi. Peniliti menggunakan semiotik milik Barthes. Karena Barthes menganggap pemaknaan sebuah tanda tidak hanya berhenti sampai pada hubungan signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal (denotasi), tetapi juga interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaan (konotasi) dan bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami suatu realitas, yang biasa disebut dengan mitos.

3.2 Ker angka Konseptual

Agar konsep ini semakin jelas batasannya, penulis mencoba memberikan batasan judul sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang lain dari judul yang ada. Adapun judul penelitian ini adalah Pemaknaan Lirik Lagu “Lingsir Wengi”. Secara konseptual penulis akan memberikan batasan-batasan dan menjelaskan istilah beberapa pengertian yang terdapat dalam judul skripsi ini. Enigma lirik lagu ini akan dibongkar melalui tiga hubungan tanda dan persilangan dari kelima kode pembacaan seperti yang telah disebutkan diatas.

3.2.1 Cor pus

(65)

57

lengkap. Corpus itu juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogeny pada taraf substansi maupun homogeny pada taraf waktu (sinkroni) (Barthes, 2000 : 70). Corpus pada penelitian ini adalah seluruh kata-kata pada lirik lagu Lingsir Wengi yang ada pada ost film Kuntilanak 2006.

Adapun lirik lagu Lingsir Wengi adalah sebagai berikut :

Lingsir Wengi sliramu tumeking sirno

Ojo tangi nggonmu guling

Awas ojo ngetoro

Aku lagi bang wingo-wingo

Jin setan kang tak utusi

Dadio sebarang

Nanging wojo lelayu sebet

3.2.2 Unit Analisis

(66)

tersebut akan diungkap substansi dari pesan di balik lirik pada lagu Lingsir Wengi dan pada tataran mitos akan mengungkapkan sistem penandaan tingkat kedua.

3.3 Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dari :

1) Data Primer : pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mendengarkan secara langsung yang dimuat dalam sebuah format MP3 yang sudah di unduh dari situs www.4shared.com(diakses pada tanggal 8 mei pukul 00.00) dan membaca serta memahami tiap kata per kata dari lirik lagu Lingsir Wengi yang di dapat datanya dari sebuah situs

www.kaskus.us/liriklagulingsirwengi/ostkuntilanak2006 (diakses tanggal 9 mei

2012, pukul 02.30 ) sehingga dapat disebut sebagai data primer dalam penelitian. Selanjutnya

Gambar

Gambar I Skema signifikasi dua tahap (two way of signification) Roland Barthes

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik cair biokultur urin sapi berpengaruh nyata terhadap bobot segar tanaman, bobot eskip umbi, bobot kering tanaman

tahunan Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD ) Kabupaten Pesisir Selatan.. Dengan mempertimbangkan berbagai keberhasilan dalam pelaksanaan pembangunan. ditahun-tahun

Pada penulisan ini diuraikan tentang algoritma pembentukan pohon biner, menyisipkan simpul pada pohon biner dan juga kunjungannya yang berupa InOrder, PreOrder dan

kegiatan SKPD serta masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan Kabupaten

8) meningkatkan kualitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja. Untuk mencapai target sasaran strategis yang telah ditetapkan tersebut, selain. harus

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kematangan karier pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Berdasarkan uji deskriptif didapatkan prosentase karakteristik tingkat pengelolaan emosi marah rendah pada sopir bus AKDP trayek Tegal di UPT terminal Purwokerto dengan

individu yang mengalami kecacatan tubuh pada masa remaja kurang bisa.. menerima dirinya dibanding penyandang cacat tubuh dari