• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah (Capsicum frutescens L.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - densitometri.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah (Capsicum frutescens L.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - densitometri."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

xviii INTISARI

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menyumbangkan elektronya pada radikal bebas. Cabai rawit merah mengandung kapsaisin yang dapat digunakan sebagai antioksidan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antioksidan dan kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik buah cabai rawit merah. Ekstrak etanolik buah cabai rawit merah diuji aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-difenil-2-pikril-hidrazil (DPPH), yang dinyatakan dalam IC50. IC50 adalah konsentrasi ekstrak yang dapat mengikat DPPH sebanyak 50%. Adanya senyawa antioksidan yang mengikat radikal bebas akan ditunjukkan dengan adanya pemudaran warna ungu DPPH. Absorbansi DPPH diukur dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum 517,5 nm. Penetapan kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik buah cabai rawit merah dilakukan dengan metode KLT Densitometri. Fase gerak yang digunakan adalah toluen : kloroform : aseton (45:25:30) dan fase diam yang digunakan adalah silka gel 60 F254

Hasil penelitian menunjukkan IC50 dari kapsaisin sebesar 15,99 ± 4,18 µg/ml

dan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah sebesar 107,75 ± 12,25 µg/ml, yang didapatkan dengan ekstrapolasi. Serta kadar kapsaisin yang diperoleh sebesar 0,135 ± 0,002 % b/b, dengan catatan metode analisis kuantitatif belum tervalidasi.

Kata kunci : cabai rawit merah (Capsicum frutescens L.), DPPH, aktivitas antioksidan, kapsaisin, KLT Densitometri.

(2)

xix ABSTRACT

Antioxidants are substance that donate electrons to the free radical. Red chili pepper (Capsicum frutescens) contain capsaicin compound that can be used as antioxidant.

This research was conducted to determine antioxidant activity and capsaicin concentration in red chili pepper ethanolic extract. The antioxidant activity of red chili pepper ethanolic extract is tested with 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) method, that is expressed as IC50. IC50 is concentration that can scavange 50% of free

radical. The presence of antioxidant compounds that scavenge free radicals is indicated by DPPH discoloration. Absorbance of DPPH is measured by spectrophotometer visible at maximum wavelength of 517,5 nm. Assay of capsaicin is performed by thin layer chromatography (TLC) densitometry method. The mobile phase used is toluene : chloroform : acetone (45:25:30) and the stationary phase used is silica gel 60 F254.

The result showed that IC50 of capsaicin is 15,99 ± 4,18 µg/ml and red chili

pepper ethanolic extract is 107,75 ± 12,25 µg/ml, that obatained by extrapolating and the capsaicin content is 0,135 ± 0,002 % b/b, with record of quantitative analysis method has not been validated.

(3)

i

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOLIK BUAH CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens L.) DENGAN METODE DPPH (1,1– difenil-2-pikrilhidrazil) DAN PENETAPAN KADAR KAPSAISIN SECARA

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) – DENSITOMETRI SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Christina

NIM : 098114089

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini,

maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Yogyakarta, 18 Maret 2013

Penulis

(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Christina Nomor mahasiswa : 098114089

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOLIK BUAH CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens L.) DENGAN METODE DPPH (1,1– difenil-2-pikrilhidrazil) DAN PENETAPAN KADAR KAPSAISIN SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) – DENSITOMETRI

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal :

Yang Menyatakan

(9)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan atas berkat rahmat dan anugerah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan

Ekstrak Etanolik Buah Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens L.) dengan Metode DPPH (1,1–difenil-2-pikrilhidrazil) dan Penetapan Kadar Kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) – Densitometri”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

Penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis dapat terselesaikan dengan

baik atas bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Pada

kesempatan in penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak membantu serta memberikan bimbingan kepada Penulis mulai pada

saat penyusunan proposal, penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah bersedia

menguji skripsi ini, serta memberikan pengarahan dan saran.

4. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah bersedia

(10)

viii

5. Ibu Agustina Setiawati, S. Farm, Apt, M.Sc., selaku dosen pembimbing

akademik yang telah memberikan bimbingan.

6. Segenap laboran, Mas Wagiran, Mas Bimo, Mas Kayat, Pak Parlan atas

segala bantuan selama penulis melakukan penelitian di laboratorium.

7. Kakakku, Sony Wibowo atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini.

8. Sahabat-sahabat seperjuanganku, Vanny Christy dan Yenny atas

kebersamaan, keceriaan dan bantuan selama penyelesaian skripsi ini.

9. Teman sepermainanku tercinta Kak Umi, Kak Nina, Adel, Riza, Evy untuk

setiap dukungan dan semangat yang diberikan.

10.Sahabat LC JOY, yang telah mendukung dalam doa selama ini.

11.Teman-teman kelas B 2009, kelompok praktikum B, dan seluruh angkatan

2009 yang lain, terima kasih untuk kebersamaan, keceriaan, keseruan yang

telah dilalui selama ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam penyusunan skripsi ini

karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan

manfaat dan sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

(11)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar belakang ... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan ... 5

(12)

x

A. Cabai rawit ... 6

1. Klasifikasi tanaman ... 6

2. Nama tanaman ... 6

3. Morfologi tanaman ... 7

4. Kegunaan dan kandungan kimia ... 7

B. Kapsaisin ... 8

C. Radikal bebas ... 9

D. Antioksidan ... 10

E. DPPH ... 11

F. Ekstraksi ... 12

G. Validasi metode ... 15

H. Spektrofotometri visible ... 17

I. KLT Densitometri ... 18

J. Landasan teori ... 20

K. Hipotesis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN... 22

A. Rancangan penelitian ... 22

B. Variabel penelitian ... 22

C. Definisi operasional ... 22

D. Bahan dan alat penelitian ... 23

E. Tata cara penelitian ... 24

(13)

xi

2. Pengumpulan bahan ... 24

3. Pembuatan ekstrak cabai rawit merah ... 24

4. Pengujian aktivitas antioksidan ... 24

a. Pembuatan larutan DPPH ... 24

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin ... 25

c. Pembuatan larutan pembanding ... 25

d. Pembuatan larutan uji ... 25

e. Uji pendahuluan ... 25

f. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 25

g. Penentuan OT ... 26

h. Uji aktivitas antioksidan ... 26

i. Validasi metode ... 27

j. Estimasi aktivitas antioksidan ... 27

5. Penetapan kadar kapsaisin... 27

a. Pembuatan fase gerak ... 27

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin ... 27

c. Pembuatan seri jumlah baku kapsaisin ... 27

d. Pembuatan larutan uji ... 27

e. Pembuatan kurva baku ... 27

f. Penentuan kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik ... 28

F. Analisis hasil ... 28

(14)

xii

2. Penetapan kadar kapsaisin... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil determinasi tanaman ... 30

B. Hasil pengumpulan bahan ... 31

C. Hasil preparasi sampel ... 31

D. Hasil uji pendahuluan ... 33

E. Hasil optimasi metode uji aktivitas antioksidan ... 34

1. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 34

2. Penentuan Operating time ... 35

F. Hasil validasi metode uji aktivitas antioksidan ... 36

1. Linieritas ... 38

2. Akurasi ... 39

3. Presisi ... 42

4. Spesifitas ... 43

G. Hasil estimasi aktivitas antioksidan ... 43

H. Penetapan kadar kapsaisin... 47

1. Analisis kualitatif ... 48

2. Analisis kuantitatif ... 49

I. Hasil analisis statistik ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

(15)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 58

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Kriteria akurasi yang dapat diterima ... 15

Tabel II. Nilai presisi yang dapat diterima ... 16

Tabel III. Hasil scanning panjang gelombang maksimum

DPPH ... 35

Tabel IV. Hasil pengukuran %IC seri baku kapsaisin ... 37

Tabel V. Hasil pengukuran %IC seri larutan ekstrak etanolik

cabai rawit merah ... 37

Tabel VI. Hasil perolehan kembali uji aktivitas antioksidan

kapsaisin ... 40

Tabel VII. Hasil perolehan kembali uji aktivitas antioksidan

ekstrak etanolik buah cabai rawit merah ... 41

Tabel VIII. Nilai CV uji aktivitas antioksidan kapsaisin ... 42

Tabel IX. Nilai CV uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik

cabai rawit merah ... 42

Tabel X. Nilai IC50 kapsaisin dan ekstrak etanolik buah cabai

rawit merah ... 46

Tabel XI. Hasil penetapan kadar kapsaisin dalam ekstrak

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman cabai rawit ... 7

Gambar 2. Struktur kapsaisin ... 9

Gambar 3. Reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH ... 12

Gambar 4. TLC scanner ... 20

Gambar 5. Varietas buah cabai rawit ... 30

Gambar 6. Alat soxhlet ... 32

Gambar 7. Hasil uji pendahuluan ... 34

Gambar 8. Operating time kapsaisin... 36

Gambar 9. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan kapsaisin ... 39

Gambar 10. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah ... 39

Gambar 11. Gugus kromofor dan auksokrom DPPH ... 44

Gambar 12. Reaksi DPPH dengan antioksidan ... 44

Gambar 13. Mekanisme penghambatan radikal bebas DPPH oleh kapsaisin ... 45

Gambar 14. Interaksi kapsaisin dengan fase diam ... 48

Gambar 15. Interaksi kapsaisin dengan fase gerak ... 49

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sertifikat analisis kapsaisin ... 59

Lampiran 2. Foto buah cabai rawit merah ... 60

Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak etanol ... 61

Lampiran 4. Data penimbangan pengujian aktivitas

antioksidan ... 61

Lampiran 5. Perhitungan konsentrasi bahan pengujian

aktivitas antioksidan ... 62

Lampiran 6. Hasil scanning larutan pengoreksi untuk pengujian

aktivitas antioksidan ... 67

Lampiran 7. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan... 69

Lampiran 8. Uji aktivitas antioksidan dengan

menggunakkan DPPH... 74

Lampiran 9. Perhitungan %recovery, CV uji aktivitas

antioksidan ... 77

Lampiran 10. Perhitungan IC50 kapsaisin dan ekstrak

etanolik cabai rawit merah ... 78

Lampiran 11. Perhitungan jumlah kapsaisin untuk kurva baku ... 79

Lampiran 12. Hasil kromatogram untuk penetapan

kadar kapsaisin ... 80

(19)

xvii

Lampiran 14. Perhitungan kadar kapsaisin dalam ekstrak

etanolik buah cabai rawit merah ... 82

(20)

xviii INTISARI

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menyumbangkan elektronya pada radikal bebas. Cabai rawit merah mengandung kapsaisin yang dapat digunakan sebagai antioksidan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antioksidan dan kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik buah cabai rawit merah. Ekstrak etanolik buah cabai rawit merah diuji aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-difenil-2-pikril-hidrazil (DPPH), yang dinyatakan dalam IC50. IC50 adalah konsentrasi ekstrak yang dapat mengikat DPPH sebanyak 50%. Adanya senyawa antioksidan yang mengikat radikal bebas akan ditunjukkan dengan adanya pemudaran warna ungu DPPH. Absorbansi DPPH diukur dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum 517,5 nm. Penetapan kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik buah cabai rawit merah dilakukan dengan metode KLT Densitometri. Fase gerak yang digunakan adalah toluen : kloroform : aseton (45:25:30) dan fase diam yang digunakan adalah silka gel 60 F254

Hasil penelitian menunjukkan IC50 dari kapsaisin sebesar 15,99 ± 4,18 µg/ml

dan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah sebesar 107,75 ± 12,25 µg/ml, yang didapatkan dengan ekstrapolasi. Serta kadar kapsaisin yang diperoleh sebesar 0,135 ± 0,002 % b/b, dengan catatan metode analisis kuantitatif belum tervalidasi.

Kata kunci : cabai rawit merah (Capsicum frutescens L.), DPPH, aktivitas antioksidan, kapsaisin, KLT Densitometri.

(21)

xix ABSTRACT

Antioxidants are substance that donate electrons to the free radical. Red chili pepper (Capsicum frutescens) contain capsaicin compound that can be used as antioxidant.

This research was conducted to determine antioxidant activity and capsaicin concentration in red chili pepper ethanolic extract. The antioxidant activity of red chili pepper ethanolic extract is tested with 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) method, that is expressed as IC50. IC50 is concentration that can scavange 50% of free

radical. The presence of antioxidant compounds that scavenge free radicals is indicated by DPPH discoloration. Absorbance of DPPH is measured by spectrophotometer visible at maximum wavelength of 517,5 nm. Assay of capsaicin is performed by thin layer chromatography (TLC) densitometry method. The mobile phase used is toluene : chloroform : acetone (45:25:30) and the stationary phase used is silica gel 60 F254.

The result showed that IC50 of capsaicin is 15,99 ± 4,18 µg/ml and red chili

pepper ethanolic extract is 107,75 ± 12,25 µg/ml, that obatained by extrapolating and the capsaicin content is 0,135 ± 0,002 % b/b, with record of quantitative analysis method has not been validated.

(22)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan

sehingga memicu timbulnya penyakit, seperti ketidakseimbangan gizi. Selain

faktor gizi, faktor lingkungan juga dapat menjadi faktor yang dapat menggangu

kesehatan seperti paparan asap rokok dan kendaraan, radiasi, poluasi udara dan

bahan kimia toksik. Salah satu hal yang menyebabkan faktor lingkungan dapat

mengganggu kesehatan dan menimbulkan penyakit, yaitu adanya radikal bebas.

Beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi,

kanker, diabetes melitus, dan serosis hati disebabkan oleh adanya radikal bebas

(Simanjuntak, 2007).

Radikal bebas dibentuk ketika oksigen dimaetabolisme di dalam tubuh.

Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan

pada kulit terluar molekul, dan menjadi tidak stabil. Radikal bebas bersifat reaktif

sehingga akan cepat bereaksi dengan molekul di dalam tubuh seperti karbohidrat,

protein, lipid, dan DNA sehingga menyebabkan stres oksidatif (Badarinath,

Mallikarjuna, Chetty, Ramkanth, Rajan, Gnanaprakash, 2010). Stres oksidatif

merupakan salah satu yang menjadi penyebab penyakit degeneratif (Rohdiana,

2001). Stres oksidatif dapat terjadi ketika konsentrasi radikal bebas lebih tinggi

dari konsentrasi sistem antioksidan (Simanjuntak, 2007).

Penggunaan antioksidan semakin pesat dikarenakan semakin luasnya

(23)

degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker (Boer, 2000). Antioksidan

merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dari molekul lain.

Tubuh telah memiliki sistem pertahanan antioksidatif, tetapi ketika konsentrasi

radikal bebas itu berlebihan, diperlukan adanya antioksidan eksogen (Rohdiana,

2001). Antioksidan yang diproduksi dalam tubuh antara lain Reduced Glutathione

(GSH), Superoxide Dismutase (SOD), Catalase and Glutathione Peroxidase

(GPx) (Musa, 2008). Antioksidan sintetik yang banyak digunakan dalam produksi

makanan, seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butil Hidroksi Toluen), dan

TBHQ (tert-butil Hidrokuinon), tetapi antioksidan tersebut dapat menjadi karsinogenik sehingga penggunaan antioksidan alami mulai meningkat

(Amarowicz, Naczk, and Shahidi, 2000). Antioksidan alami dapat ditemukan pada

tanaman. Antioksidan eksogen dari tanaman lebih aman dibandingkan dengan

antioksidan sintetik (Musa, 2008).

Penggunaan cabai rawit di masyarakat biasanya sebagai sayuran dan

obat tradisional. Cabai rawit memiliki khasiat antara lain sebagai stimulan,

antireumatik, antikoagulan, antitrombosis, stomakikum, antihaemoroidal, dan

antiseptik. Khasiat yang ditimbulkan tersebut sebagian besar karena kandungan

kapsaisin dalam cabai rawit (0,1-1,5%) (Widianti dan Suhardjono, 2010).

Kapsaisin merupakan senyawa yang menyebabkan rasa pedas pada

cabai. Kapsaisin juga dapat memiliki aktivitas antioksidan karena adanya gugus

fenol pada strukturnya, seperti yang ditemukan pada antioksidan sintetik BHT

(Handerson dan Slickman, 1999). Adanya gugus fenol dapat menyumbangkan

(24)

tersebut. Banyak bahan alam dapat memberikan aktivitas antioksidan karena

adanya kandungan senyawa fenolik.

Pada penelitian ini uji aktivitas antioksidan akan dilakukan dengan

metode DPPH. Metode ini mengukur kemampuan suatu senyawa antioksidan

dalam menangkap radikal bebas. Jika suatu senyawa antioksidan bereaksi dengan

radikal bebas DPPH, maka senyawa tersebut akan menetralkan radikal bebas dari

DPPH. Senyawa dapat menetralkan radikal bebas, secara kualitatif akan terlihat

adanya pemudaran warna DPPH dari ungu menjadi kuning (Merck, 2012). Pada

penetapan kadar kapsaisin akan dilakukan dengan metode KLT-Densitometri.

1. Permasalahan

a. Berapakah nilai aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit

merah dengan menggunakan metode DPPH yang dinyatakan dengan

IC50?

b. Berapakah kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik buah cabai rawit merah

dengan menggunakan metode KLT-Densitometri?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang aktivitas antioksidan cabai rawit dan penetapan

kadar kapsaisin yang pernah dilakukan, antara lain :

a. Penelitian yang dilakukan oleh Talcott, Brenes, dan Villalon (2000)

mengenai aktivitas antioksidan pada berbagai spesies Capsicum

(25)

b. Penelitian dari Sukrasno dan Kusmardiyani (1997) meneliti

kandungan kapsaisin pada berbagai buah Capsicum menggunakan metode KCKT.

c. Penelitian oleh Henderson dan Slickman (1999) tentang Quantitative HPLC Determination of the Antioxidant Activity of Capsaicin on the Formation of Lipid Hydroperoxides of Linoleic Acid: A Comparative Study against BHT and Melatonin.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan, yaitu

pada penelitian ini melakukan uji aktivitas antioksidan pada cabai rawit merah

(Capsicum frutescens L.) dengan menggunakan DPPH dan penetapan kadar kapsaisin dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) –

Densitometri. Sejauh penelusuran peneliti, penelitian ini belum pernah

dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang aktivitas antioksidan dalam ekstrak etanolik buah

cabai rawit merah dengan menggunakan metode DPPH yang dinyatakan

dengan IC50.

b. Manfaat praktis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah

sehingga dapat dimanfaatkan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi

(26)

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah

dengan metode DPPH.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit

merah dengan metode DPPH yang dinyatakan dengan IC50.

b. Mengetahui kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik buah cabai rawit

(27)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Cabai Rawit

1. Klasifikasi tanaman

Klasiafikasi tanaman cabai rawit sebagai berikut

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Divisi : Magnoliophyta (biji berkeping dua)

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L. (Plantamor, 2008).

2. Nama tanaman

Indonesia : cabai rawit, cabe rawit, lombok rawit, cengek (Sunda)

(Plantamor, 2008). Nama daerah : lada limi (Nias), cabhi letek (Madura), tabia

krinyi (Bali), malita diti (Gorontalo), lombok jempling, lombok jemprit,

(28)

Gambar 1. Tanaman cabai rawit (Jurnalkesehatan, 2011)

3. Morfologi tanaman

Cabai rawit merupakan tanaman perdu tahunan. Tinggi batang 50-100

cm. berbuku-buku, bagian atasnya bersudut, dan percabangan banyak. Daun

tunggal, berbentuk bulat telur, bertangkai, letak tumbuhnya berseling, ujung

meruncing, dan pangkal menyempit (Agromedia, 2008).

Bunga tunggal, terdiri dari 2-3 bunga, panjang 1-3 cm, dan lebar 2,5-12

cm. bunga berwarna putih, putih kehijauan, atau kadang-kadang ungu.

Mahkota bunga berbentuk bintrang. Buah buni berbenruk bulat telur, ujung

meruncing, bertangkai panjang, muncul tegak. Buah muda berwarna hijau tua,

putih kehijauan, atau putih (Agromedia, 2008).

4. Kegunaan dan kandungan kimia

Kandungan dalam buah cabai rawit antara lain kapsaisin, kapsantin,

karotenoid, alkaloid asiri, resin, minyak menguap, vitamin (A dan C).

Kapsaisin merupakan senyawa yang memberikan rasa pedas pada cabai, yang

(29)

cabai rawit mengandung alkaloid, antara lain solanina, solamidina,

solamargina, solasodina, solasomina, dan steroid saponin (kapsisidin).

Kapsisidin dapat berkhasiat sebagai antibiotik (Ipteknet, 2008).

Buah Capsicum frutescens memiliki manfaat antara lain efek tonik, stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah, antirheumatik, antikoagulan,

antitrombosis, stomakikum, rubefacient (mengakibatkan inflamasi dan kemerahan pada kulit sehingga sering digunakan sebagai campuran obat

gosok), anastetik, antihaemorroidal, dan antiseptik. Efek tersebut sebagian

besar disebabkan oleh kapsaisin yang terkandung di dalam buah Capsicum frutescens (0,1- 1,5%) (Widianti dan Suhardjono, 2010).

B. Kapsaisin

Kapsaisinoid merupakan senyawa yang memberikan rasa pedas pada

cabai. Kandungan utama dalam kapsaisinoid adalah kapsaisin, kemudian

dihidrokapsaisin, nordihidrokapsaisin, homodihidrokapsaisin, dan homokapsaisin.

Kapsaisin dan dihidrokapsaisin terkadung sebanyak 90% dari kapsaisinoid pada

cabai (Reyes, Escodigo, Gonzalez, Mondragon, Vazquez, Tzompantzi, 2011).

Kapsaisin (8-methyl–N–vanillyl–6-nonenamida) merupakan suatu alkaloid lipofilik, tidak berwarna, tidak berbau dengan bobot molekul 305,40

g/mol. Kapsaisin memiliki kelarutan dalam lemak, alkohol, dan minyak (Reyes,

Escodigo, Gonzalez, Mondragon, Vazquez, Tzompantzi, 2011). Kapsaisin

merupakan komponen aktif yang menghasilkan rasa panas dalam cabai. Kapsaisin

(30)

pada jaringan manapun yang tersentuh. Kapsaisin dan senyawa-senyawa lain yang

terkait strukturnya disebut dengan kapsaisinoid, diproduksi sebagai metabolit

sekunder dari cabai. Tingkatan rasa panas suatu cabe bergantung pada dua faktor,

yaitu genetika tumbuhan dan lingkungan pertumbuhannya, yang meliputi kondisi

lingkungan, jumlah air, dan tingkat suhu tempat pertumbuhan (Supalkova,

Stavelikova, Krizkova, Adam, Horna, Havel, et al, 2007).

Gambar 2. Struktur Kapsaisin (Chemspider , 2008)

C. Radikal bebas

Pada dasarnya di dalam tubuh terjadi suatu proses oksidasi yang setiap

saat peristiwa ini terjadi. Radikal bebas ini sangat reaktif dan dapat merusak

sel-sel tubuh sehingga terjadi kerusakan jaringan dan gangguan fungsional anatomi

(Winarsi, 2007). Radikal bebas adalah molekul yang memiliki elektron yang tidak

berpasangan pada orbit terluarnya, sehingga bersifat reaktif dan tidak stabil,

sehingga cenderung untuk berikatan dengan senyawa lain untuk membentuk

molekul yang stabil (Setiati, 2003).

Radikal bebas dapat dihasilkan dari dalam tubuh (endogen) dan juga dari

luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen merupakan radikal yang dihasilkan

(31)

oksidase, mikrosom, membran inti sel dan peroksisom, sedangkan radikal bebas

eksogen adalah radikal yang dihasilkan dari lingkungan luar seperti, asap rokok,

radiasi UV, bahan kimia toksik (Setiati, 2003).

Autooksidasi lipid merupakan proses radikal yang terlibat dalam reaksi

berantai, termasuk didalamnya terdapat tiga tahap, yaitu induksi, propagasi, dan

terminasi. Tahap induksi merupakan tahap pembentukan radikal alkil dan

peroksil. Pada tahap propagasi terbentuk hidroperoksid (ROOH). Tahap terakhir,

yaitu terminasi yang merupakan proses penggabungan dua radikal untuk

membentuk produk yang stabil (Bondet, Williams-Brand, Berset, 1997).

Radikal bebas merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya suatu

penyakit. Radikal bebas dapat dihasilkan melalui metabolisme makanan dan juga

faktor lingkungan luar. Penyakit degeneratif yang disebabkan oleh radikal bebas

antara lain penyakit kardiovaskular, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, dan kanker. Radikal bebas dapat merusak makromolekul seperti merusak lipid

membran sel, DNA, protein yang menyebabkan stres oksidatif sel (Simanjuntak,

2007).

Keadaan stres oksidatif dapat terjadi jika jumlah radikal bebas dalam

tubuh lebih tinggi dari jumlah sistem antioksidan. Stres oksidatif yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dapat ditentukan dengan mengukur salah satu

parameter berupa malondialdehid (MDA). Bila kadar MDA tinggi di dalam

plasma, maka dapat dipastikan sel mengalami stres oksidatif (Simanjuntak, 2007).

(32)

D. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan.

Senyawa antioksidan dapat menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi,

dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas. Selain itu, antioksidan juga

menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang

sangat reaktif, sehingga kerusakan sel dapat dihambat. Antioksidan dapat berupa

enzim (misalnya superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation

peroksidase), vitamin (vitamin E, A, C, dan B karoten), dan senyawa lain

(flavonoid, albumin, bilirubin, dll) (Winarsi, 2007).

Antioksidan enzimatis merupakan sistem pertahanan utama (primer)

terhadap kondisi stres oksidatif. Enzim-enzim tersebut merupakan suatu

metaloenzim sehingga aktivitasnya tergantung pada adanya ion logam. Enzim ini

bekerja dengan menghambat terbentuknya radikal bebas baru. Jenis antioksidan

lain, yaitu antioksidan non enzimatis atau antioksidan sekunder karena diperoleh

dari asupan makanan seperti vitamin C, E, A, dan beta karoten. Senyawa ini

menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Winarsi,

2007).

E. DPPH

Molekul 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl (DPPH) merupakan suatu radikal bebas yang stabil dengan adanya delokalisasi elektron bebas pada molekul

tersebut. Delokalisasi ini menyebabkan peningkatan warna violet, yang

(33)

517 nm. Saat larutan DPPH dicampurkan dengan substansi yang dapat

memberikan hidrogen radikal, akan menyebabkan terjadinya bentuk tereduksi

dengan pemudaran warna violet (Molyneux, 2003).

Metode DPPH menggunakan 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl sebagai sumber radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH

dari zat antioksidan dengan reaksi sebagai berikut: (Prakash, Rigelhof, Miller

2010).

Gambar 3. Reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH (Prakash, Rigelhof, Miller 2010).

Harga EC umum digunakan untuk menyatakan aktivitas antioksidan

suatu bahan uji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH. EC50 adalah

bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat proses

oksidasi sebesar 50%. Semakin kecil nilai EC50 berarti semakin tinggi aktivitas

antioksidan. Secara spesifik, suatu senyawa dinyatakan sebagai antioksidan sangat

kuat jika nilai EC50 kurang dari 50, kuat untuk EC50 bernilai 50-100, sedang jika

EC50 bernilai 100-150, dan lemah jika EC50 bernilai 151-200 (Mardawati, 2008).

F. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

(34)

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan, massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Depkes RI, 1995).

Ekstraksi merupakan penarikan kandungan kimia yang dapat larut dalam

pelarut cair sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Senyawa aktif

yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam minyak atsiri,

alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan

mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap

pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman (Depkes RI, 2000).

Macam-macam metode ekstraksi antara lain :

1. Maserasi

Proses yang dilakukan dengan cara direndam sampai meresap dan

melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut dapat melarut.

Maserasi dilakukan dengan menggunakan wadah bermulut lebar, dan dilakukan

pengocokan berulang-ulang yang lamanya berkisar 2-14 hari. Pengocokan

memungkinkan pelarut untuk masuk ke seluruh permukaan obat yang sudah

halus. Ekstrak dipisahkan dari ampasnya dengan cara menyaring seluruh ekstrak

(Ansel, 1989).

2. Perkolasi

Obat dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus yang disebut dengan

perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat (Ansel,

1989). Cairan pengekstraksi yang dimasukkan secara kontinyu akan mengalir

(35)

ekstraksi sempurna tidak dapat terjadi karena ada suatu keseimbangan konsentrasi

antara larutan dalam sel dan cairan disekelilingnya dapat diatur, maka pada

perkolasi melalui pemasukan bahan pealrut yang baru dan dengan demikian suatu

ekstraksi total adalah mungkin karena perbedaan konsentrasi pada posisi yang

baru (Voigt, 1994).

3. Penyarian dengan alat Soxhlet

Soxhletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan alat khusus yang mana

pelarut yang digunakan untuk menyari selalu baru sehingga ekstraksi yang

kontinyu dapat terjadi. Pelarut yang selalu baru tersebut didapat dengan

menguapkan pelarut yang ada dan diembunkan kembali oleh pendingin balik

(Depkes RI, 2000).

Bahan yang akan diekstraksi dimasukkan dalam sebuah kantung

ekstraksi di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja secara kontinyu.

wadah gelas yang berisi kantung diletakkan diantara labu suling dan suatu

pendingin balik yang dihubungkan melalui pipa pipet. Labu tersebut berisi bahan

pelarut yang akan menguap dan mencapai kedalam pendingin balik melalui pipa,

dan berkondensasi didalamnya kemudian akan menetes kedalam bahan yang

diekstraksi. Pelarut akan berkumpul dalam wadah gelas dan setelah mecapai

tinggi maksimal, pelarut akan ditarik kembali kedalam labu, dengan demikian zat

yang terekstraksi tertimbun melalui penguapan yang kontinyu dari bahan pelarut

(36)

G. Validasi metode analisis

Validasi metode analisis merupakan suatu tidakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

parameter tersebut memenuhi persyaratan (Harmita, 2004). Validasi metode

menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa suatu metode bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit

yang dianalisis. Tujuan utama validasi metode adalah untuk menghasilkan hasil

analisis yang paling baik. Untuk memperoleh hasil tersebut, semua variabel terkait

harus dipertimbangkan meliputi prosedur pengambilan sampel, tahap penyiapan

sampel, jenis fase diam, fase gerak, dan sistem deteksi (Rohman, 2009).

Parameter validasi metode analisis antara lain adalah akurasi, presisi,

dan linearitas. Akurasi merupakan keterdekatan nilai pengukuran dengan nilai

sebenarnya dari analit dalam sampel (Mulja dan Hanwar, 2003). Akurasi

dinyatakan dalam persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambnahkan. Kriteria akurasi tergantung pada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan pada

keseksamaan metode (RSD). Vanderwielen, dkk menyatakan bahwa selisih kadar

pada berbagai penentuan (Xd) harus 5% atau kurang pada setiap konsentrasi analit

(Harmita, 2004).

Tabel I. Kriteria Akurasi yang Dapat Diterima (Harmita, 2004)

(37)

0,001 90-107 0,0001 (1 ppm) 80-110 0,00001 (100 ppb) 80-110 0,000001 (10 ppb) 60-115 0,0000001 (1 ppb) 40-120

Presisi merupakan sejumlah ukuran hasil yang diperoleh dari

analisis yang dilakukan berulangkali pada suatu sampel homogen. Presisi

dinyatakan dalam standar deviasi atau koefisien variasi (Mulja dan Hanwar,

2003).

Tabel II. Nilai presisi yang dapat diterima (APVMA, 2004)

Kadar analit (%) Presisi (%)

≥ 10 ≤ 2

1 - 10 ≤ 5

0,1 - 1 ≤ 10

< 0,1 ≤ 20

Linieritas pada suatu metode analisis merupakan kemampuannya untuk

mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi

analit di dalam sampel. Persyaratan data linieritas yang bisa diterima dengan nilai

koefisien korelasi (r) > 0,999. Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode

untuk mengukur dengan akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel

potensial yang mungkin ada dalam matriks sampel (Mulja dan Hanwar, 2003).

H. Spektrofotometri visibel

Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan

(38)

gelombang tertentu sedangkan fotometer merupakan alat yang mengukur

intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi (Khopkar, 1990). Spektrum

visibel merupakan korelasi absorban dan panjang gelombang tidak merupakan

garis spektrum, akan tetapi terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam

pada gugus molekul yang kompleks. Spektrum ini dapat dibaca dengan alat

spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan sumber radiasi elektromagnetik

antara 380 nm – 780 nm. Daerah ini disebut visibel karena merupakan daerah

nampak, daerah pada panjang gelombang tersebut akan nampak berwarna

terhadap pandangan mata manusia (Mulya, 1995).

Dasar dari spektrofotometer visible ini adalah serapan oleh senyawa

yang tergantung pada struktur senyawa elektronik dari molekul. Spektra visibel

dari senyawa organik berkaitan dengan transisi di antara tingkatan-tingkatan

tenaga elektronik (Sastrohamidjojo, 2001). Bagian-bagian dalam

spektrofotometer, yaitu :

1. Sumber. Sumber cahaya yang biasa digunakan pad spektroskopi absorbsi

adalah lampu wolfarm. Pada daerah UV digunakan lampu deuterium atau

lampu hidrogen sebagai sumber. Kelebihan dari lampu wolfarm adalah energi

yang dihasilkan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang.

2. Monokromator untuk mendapatkan sinar monokromatis. Alatnya berupa

prisma dan untuk mengarahkan sinar monokromayis yang diinginkan dapat

digunakan celah. Jika celah pada posisi tetap maka prisma dirotasikan untuk

(39)

3. Sel absorpsi. Pada penggunaan sinar tampak dapat digunakan kuvet kaca

tetapi pada sinar UV digunakan kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada

daerah ini.

4. Detektor, digunakan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai

panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Bila cahaya UV-Vis dikenakan pada senyawa maka sebagian cahaya

akan diserap molekul yang mempunyai tingkatan energi yang spesifik. Sinar yang

diserap akan menaikkan elektron ikatan tingkat energi eksitasi dari ground state. Panjang gelombang utnuk transisi elektronik adalah spesifik yang disebut dengan

maks. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang

akan memberikan absorbansi maksimum dan dasar dari analisa kuantitatif yang

ditentukan dengan membuat kurva antara A lawan (Sitorus, 2009).

I. KLT Densitometri

KLT (Kromatografi Lapis Tipis) merupakan suatu metode analisis

pemisahan senyawa campuran. Sistem yang digunakan merupakan sistem

kapilaritas, jadi suatu sorben atau fase diam diletakkan dalam suatu lempengan,

yang kemudian senyawa yang akan dipisahkan diteteskan pada batas tertentu.

Senyawa ini akan terpisahkan berdasarkan kesamaan karakteristik dengan fase

geraknya. Fase gerak akan membawa senyawa melalui proses kapilaritas dan akan

terpisah membentuk bercak-bercak. Terdapat 25 jenis material berbeda yang dapat

digunakan sebagai sorben. Untuk mendapatkan hasil yang baik pemisahannya

(40)

karakteristik dari senyawa seperti polaritas, kelarutan, ionisasi, ukuran, bentuk

partikel, dan berat molekul analit sehingga dapat ditentukan tipe sorben untuk

mendapatkan hasil yang maksimal dan optimum (Wall, 2005).

KLT dapat digunakan untuk analisis kualitatif, kuantitatif, dan

preparatif. Pada analisis kualitatif, parameter yang digunakan adalah nilai Rf. Jika

dua senyawa memiliki nilai Rf yang sama pada kondisi KLT yang sama, maka

dapat dikatakan kedua senyawa tersebut identik. Pada analisis kuantitatif terdapat

dua cara, yaitu dengan mengukur bercak langsung pada lempeng dengan ukuran

luas atau dengan teknik densitometri. Cara lain dengan mengerok bercak

kemudian dianalisis dengan metode lain, misalnya spektrofotometri. Analisis

preparatif bertujuan untuk memisahkan analit dalam jumlah banyak kemudian

senyawa yang telah dipisahkan, dianalisis lebih lanjut (Rohman, 2007).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap yang

berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Penjerap yang paling

sering digunakan antara lain silika, serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi

yang utama adalah partisi dan adsorbsi. Fase gerak pada KLT sering dikenal

sebagai pelarut pengembang yang akan bergerak sepanjang fase diam karena

(41)

Gambar 4. TLC scanner (Abo, 2010)

Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang

mendasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan

bercak pada KLT. Evaluasi bercak KLT dilakukan dengan scanning dengan sinar dalam bentuk celah yang dapat dipilih baik panjangnya atau lebarnya. Sinar yang

dipantulkan diukur dengan sensor cahaya. Perbedaan signal optik daerah yang

tidak mengandung bercak dengan yang mengandung bercak dihubungkan dengan

banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam

lempeng yang sama (Rohman, 2009).

J. Landasan Teori

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron tidak

berpasangan, bersifat sangat reaktif, dan tidak stabil. Radikal bebas dapat merusak

sel dan jaringan, sehingga radikal bebas dapat menyebabkan berbagai penyakit

degenaratif antara lain jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker. Adanya radikal

bebas dapat menyebabkan stres oksidatif, maka diperlukan suatu antioksidan.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat terjadinya oksidasi

(42)

dapat dihambat. Cabai rawit merah merupakan tanaman yang mengandung

senyawa yang disebut kapsaisin. Kapsaisin dapat berfungsi sebagai antioksidan,

maka dilakukan pengujian aktivitas antioksidan pada cabai rawit merah dengan

menggunakan metode DPPH.

Metode DPPH merupakan salah satu metode untuk menguji aktivitas

suatu antioksidan. DPPH merupakan suatu radikal bebas yang berwana violet,

dengan adanya antioksidan yang akan menyumbangkan hidrogen, maka akan

terjadi pemudaran warna violet. Pengukuran pemudaran warna yang terjadi

dilakukan dengan spektrofotometri visibel, yang dinyatakan dalam suatu

absorbansi. Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dinyatakan dengan harga

IC (Inhibition Concentration). Konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat proses oksidasi sebesar 50%, dinyatakan dengan IC50. Harga yang semakin kecil

menujukkan semakin besarnya aktivitas antioksidan. Kadar kapsaisin akan

ditentukan dengan metode KLT Densitometri. Hasil analisis kualitatif dinyatakan

dalam Rf dan untuk analisis kuantitatif dinyatakan dalam AUC. Pemisahan dapat

terjadi karena adanya interaksi senyawa dengan fase gerak dan fase diam.

K. Hipotesis

Ekstrak etanolik buah cabai rawit merah memiliki aktivitas antioksidan

yang dinyatakan sebagai IC50 dan memiliki kandungan kapsaisin yang

mempengaruhi aktivitas antioksidan sehingga ditetapkan kadarnya secara KLT

(43)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan penelitian

Penelitian yang berjudul uji aktivitas antioksidan pada cabai rawit

merah (Capsicum frutescens L.) dengan metode DPPH dan penetapan kadar kapsaisin secara kromatografi lapis tipis (KLT) – densitometri merupakan jenis

penelitian eksperimental murni.

B. Variabel penelitian

1. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanolik buah cabai rawit merah.

2. Variabel tergantung : %IC, kadar kapsaisin.

3. Variabel pengacau adalah sebagai berikut

a. Variabel pengacau terkendali : tempat tumbuh, umur tanaman, cara

pemanenan, waktu pemanenan, lokasi pengambilan sampel, bobot sampel.

b. Variabel pengacau tak terkendali : suhu, kelembaban, cuaca.

C. Definisi operasional

1. Cabai rawit merah merupakan buah yang sudah matang dari tanaman cabai

rawit yang diperoleh dari Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

2. Ekstrak etanolik buah cabai rawit merah adalah ekstrak kental yang diperoleh

(44)

3. IC50 (Inhibition Concentration 50) adalah nilai konsentrasi ekstrak etanolik buah cabai rawit merah yang menghasilkan penangkapan 50% radikal DPPH.

4. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan kemampuan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah untuk menangkap radikal

DPPH.

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Sampel yang digunakan pada penelitian ini buah cabai rawit merah

(Capsicum frutescens L.) yang berasal dari Pasar Bringharjo, Yogyakarta. Bahan kima kualitas farmasetis berupa akuades. Bahan kimia kualitas pro analitik

meliputi etanol 96% (E.Merck), kloroform, toluena, aseton, kapsaisin (Sigma),

DPPH, silikagel 60 F254. Bahan kualitas teknis, yaitu aluminium foil, kertas saring, etanol 96%.

2. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa vortex (Vortex-2

Genie), spektrofotometer UV-VIS (UVmini-1240 Shimadzu), blender, oven, mikropipet 10-1000 µL, neraca analitik (Ohaus), vacuum rotary evaporator

(Junke & Kunkel), waterbath, alat Soxhlet, KLT Densitometer, bejana kromatografi, tabung reaksi bertutup, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di

(45)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi buah cabai rawit merah dilakukan menurut Bosland,

Bailey, and Iglesias-Olivas (1996) dengan melakukan pengamatan morfologi.

2. Pengumpulan bahan

Cabai rawit merah diperoleh dari Pasar Bringharjo, Yogyakarta.

3. Pembuatan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah

Cabai rawit merah sebanyak 1 kg yang masih segar dibersihkan, dicuci

kemudian dibuang tangkainya. Cabai rawit merah dikeringkan menggunakan oven

pada suhu 50ºC kemudian dihaluskan menggunakan blender. Serbuk yang

diperoleh ditimbang sebanyak 25 gram dan dibungkus menggunakan kertas

saring. Simplisia yang telah dibungkus dimasukkan dalam alat soxhlet kemudian

tambahkan etanol 96% sebanyak 350 ml. Soxhletasi dilakukan pada suhu 70ºC,

sampai larutan jernih, selama 8 jam. Filtrat hasil ekstraksi dipekatkan dengan

menggunakan vacuum rotary evaporator.

4. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah

a. Pembuatan larutan DPPH, sejumlah 15,8 mg serbuk DPPH dilarutkan ke

dalam etanol p.a sampai 100 ml, sehingga diperoleh larutan DPPH dengan

konsentrasi 0,4 mM. Larutan tersebut ditutup dengan alumunium foil dan

selalu dibuat baru.

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin, sebanyak 2,5 mg kapsaisin dilarutkan

(46)

c. Pembuatan larutan pembanding, diambil sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan

5,0 mL larutan stok kapsaisin, kemudian ditambahkan etanol p.a sampai

10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan standar kapsaisin sebesar

25,0; 50,0; 75,0; 100; dan 125 g/mL.

d. Pembuatan larutan uji, sejumlah 25 mg ekstrak ditimbang dan

ditambahkan etanol p.a sampai 25,0 mL. Diambil sebanyak 1,0; 2,0; 3,0;

4,0; dan 5,0 mL larutan tersebut, kemudian ditambahkan etanol p.a

sampai 10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan uji sebesar 100;

200; 300; 400; 500 g/mL.

e. Uji pendahuluan, sebanyak 1 mL larutan DPPH dimasukan ke dalam

masing-masing tiga tabung reaksi. Ditambahkan masing-masing dengan 1

mL etanol p.a, larutan pembanding kapsaisin 75 g/mL, dan larutan uji

120,0 g/mL. Selanjutnya, larutan tersebut ditambahkan dengan 3 mL

etanol p.a. Larutan tersebut kemudian divortex selama 30 detik. Setelah 30

menit, amati perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut.

f. Penentuan panjang gelombang maksimum, pada 3 labu ukur 10 mL,

dimasukan masing-masing 0,5; 1,0; 1,5 mL larutan DPPH. Ditambahkan

larutan tersebut dengan etanol p.a hingga tanda batas sehingga konsentrasi

DPPH menjadi 0,020; 0,040; dan 0,080 mM. Larutan tersebut kemudian

divortex selama 30 detik. Lalu dilakukan scanning panjang gelombang

serapan maksimum dengan spektrofotometer visibel pada panjang

(47)

g. Penentuan OT, sebanyak 1 mL larutan DPPH dimasukan kedalam

masing-masing tiga labu ukur 5 mL, ditambahkan masing-masing-masing-masing dengan 1 mL

larutan pembanding kapsaisin 25,0; 75,0; 125 g/mL. Selanjutnya larutan

tersebut ditambahkan dengan etanol p.a hingga tanda batas. Larutan

tersebut kemudian divortex selama 30 detik. Setelah itu dibaca

absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang

maksimum setiap 5 menit selama 1 jam.

h. Uji aktivitas antioksidan

i) Pengukuran absorbansi larutan DPPH (kontrol), pada labu

ukur 5 mL, dimasukan sebanyak 1 mL larutan DPPH. Ditambahan larutan

tersebut dengan etanol p.a hingga tanda batas. Kemudian larutan tersebut

dibaca absorbansinya pada saat OT dan panjang gelombang maksimum.

Pengerjaan dilakukan sebanyak tiga kali. Larutan ini digunakan sebagai

kontrol untuk menguji larutan pembanding dan uji.

ii) Pengukuran absorbansi larutan pembanding dan uji ,

sebanyak 1 mL larutan DPPH dimasukkan ke dalam tabung reaksi 5 ml

bertutup kemudian ditambah dengan 1 mL larutan pembanding dan uji

pada berbagai seri konsentrasi telah dibuat. Selanjutnya larutan tersebut

ditambah dengan etanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian

divortex selama 30 detik dan diamkan selama OT. Larutan dibaca

absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang

(48)

i. Validasi metode uji aktivitas antioksidan, hasil dari prosedur 4h i dan ii,

divalidasi akurasi (% recovery), presisi (%CV) spesifisitas (spektra

kontrol), dan linearitas (nilai r).

konsentrasi standar kapsaisin terukurkonsentrasi standar kapsaisin teoritis 100

Standar eviasi S konsentrasi kapsaisin terukurrata rata konsentrasi kapsaisin terukur 100

j. Estimasi aktivitas antioksidan, hasil dari prosedur 4h i dan ii dihitung nilai

% IC dan IC50 untuk kapsaisin ekstrak etanolik buah cabai rawit merah.

5. Penetapan kadar kapsisin dengan KLT Densitometri

a. Pembuatan fase gerak, fase gerak yang digunakan, yaitu campuran toluena

– kloroform – aseton (45 : 25 : 30), v/v.

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin, ditimbang kapsaisin sebanyak 5,2 mg

kemudian dilarutkan dalam metanol sampai 10 ml.

c. Pembuatan larutan uji, sejumlah 60 mg ekstrak etanolik buah cabai rawit

merah ditimbang kemudian ditambahkan methanol sebanyak 500 µl,

kemudian divortex selama 30 detik. Larutan uji dibuat replikasi sebanyak

3 kali.

d. Pembuatan kurva baku kapsaisin, larutan baku kapsaisin dengan kadar 520

µg/ml ditotolkan pada lempeng silika gel 60 F254 dengan jarak totolan 1

cm sejumlah 1; 2; 4 dan 8 L sehingga diperoleh seri jumlah 0,52; 1,04;

2,08; dan 4,16 µg, kemudian segera dikembangkan dalam bejana

kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase gerak. Pengembangan

(49)

dan dikeringkan setelah pengembangan selesai, kemudian discanning pada

panjang gelombang 228 nm dengan densitometri.

e. Penentuan kadar kapsaisin dalam ekstrak etanolik, sebanyak 10,0 L

larutan ekstrak ditotolkan pada lempeng silika gel 60 F254, replikasi

sebnyak tiga kali kemudian dikembangkan dalam bejana kromatografi

yang telah dijenuhkan dengan fase gerak. Pengembangan dilakukan

setinggi 10 cm. lempeng silika kemudian dikeluarkan, dikeringkan, dan

discanning pada panjang gelombang 228 nm dengan densitometri.

F. Analisis Hasil 1. Uji aktivitas antioksidan

Aktivitas penangkapan radikal (%) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

Absorbansilarutan kontrol – Absorbansilarutan baku/uji

Absorbansilarutan kontrol 100

Data aktivitas tersebut dianalisis dan dihitung nilai IC50 menggunakan

persamaan regresi linear dengan sumbu x adalah konsentrasi larutan uji maupun

larutan baku kapsaisin, sedangkan sumbu y adalah % IC, Lalu dianalisis secara statistik Mann-Whitney untuk menentukan ada atau tidak adanya perbedaan

bermakna antara IC50 larutan baku kapsaisin dan larutan uji.

2. Penetapan kadar kapsaisin

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan Rf larutan uji

(50)

penetapan kadar kapsaisin berdasarkan AUC dari baku sehingga diperoleh

persamaan regresi linier y = bx + a, yang merupakan hubungan antara kadar

dengan luas area yang dihasilkan. Data AUC larutan uji kemudian dimasukkan

dalam persamaan regresi masing-masing baku sebagai y sehingga diperoleh kadar

kapsaisin dalam %b/b.

Parameter yang digunakan untuk melihat reprodusibilitas kadar dalam

ekstrak etanolik buah cabai rawit merah adalah nilai CV. Nilai CV dapat dihitung

dengan cara :

(51)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Buah

Pada penelitian dengan menggunakan sampel berupa buah maka sampel

yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan determinasi. Determinasi

bertujuan untuk memastikan kebenaran identitas buah serta menghindari

terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel pada suatu penelitian.

Determinasi buah cabai rawit merah dilakukan dengan acuan Bosland,

Bailey, and Iglesias-Olivas (1996) dengan melakukan pengamatan morfologi dan

didapatkan hasil, yaitu panjang 2,5 - 3 cm, lebar kurang lebih 1 cm, bentuk tegak

lurus, dan warna merah ketika masak. Morfologi sampel dibandingkan terhadap

gambar 5, sehingga diperoleh bahwa sampel yang digunakan merupakan Tabasco

(Capsicum frutescens).

Gambar 5. Varietas buah cabai rawit

(52)

B. Hasil Pengumpulan Bahan

Buah cabai rawit merah diperoleh dari pasar Bringharjo, Yogyakarta

pada bulan September 2012. Pengumpulan bahan dilakukan pada satu tempat

dengan tujuan untuk mengurangi variasi waktu pemanenan yang dapat

menyebabkan variasi kandungan senyawa aktif dalam buah. Pemanenan

dilakukan umumnya pada umur 2,5 - 4 bulan setelah ditanam. Buah yang dipilih

untuk digunakan sebagai sampel adalah buah yang sudah masak, masih segar dan

berwarna merah cerah pada seluruh bagian buah. Pemilihan berdasarkan kriteria

tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan sampel yang baik untuk penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dan dipilih yang baru diperoleh dari

perkebunan sehingga diperoleh buah yang masih segar.

C. Hasil Preparasi Sampel

Sampel berupa buah cabai rawit merah diekstraksi dengan etanol 96%

menggunakan alat Soxhlet untuk mendapatkan senyawa kapsaisin yang diduga

memiliki aktivitas antioksidan. Sampel yang akan diekstraksi terlebih dahulu

dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50°C, tidak digunakan siar

matahari karena adanya UV dapat mengurangi efektifitas antioksidan sampel.

Kemudian setelah kering, sampel dihaluskan dengan diblender untuk

memperkecil ukuran sehingga kontak dengan cairan penyari semakin banyak, zat

yang tersari juga semakin banyak dan diayak agar didapatkan derajat kehalusan

(53)

Kapsaisin diekstraksi dengan menggunakan etanol 96% karena kapsaisin

dapat terlarut dalam etanol. Kapsaisin dapat larut dalam pelarut alkohol,

digunakan etanol karena lebih aman dan memiliki efek toksik yang lebih rendah

dibandingkan dengan metanol. Proses ekstrasi dilakukan dengan membungkus

serbuk simplisia dalam kertas saring kemudian dimasukkan kedalam alat Soxhlet,

selanjutnya etanol dituang kedalamnya, yang kemudian pelarut akan turun

kedalam labu alas bulat, setelah itu diberikan pemanasan pada suhu 70°C.

Pemanasan ini berfungsi untuk menguapkan pelarut dalam labu, kemudian pelarut

akan diembunkan kembali dengan pendingin balik, dan akan menetes kemabali

kedalam bagian Soxhlet yang berisi simplisia sehingga ekstraksi dilakukan

dengan pelarut yang selalu baru. Adanya pelarut yang selalu baru akan

memberikan ekstraksi yang sempurna karena tidak terjadi suatu kesetimbangan

konsentrasi antara cairan dalam sel dengan cairan luar sel.

(54)

Proses ekstraksi dilakukan selama sekitar 8 jam, sampai cairan dalam

tabung yang berisi simplisia berwarna bening, yang menunjukkan bahwa senyawa

telah terekstraksi. Hasil ekstraksi yang didapatkan berupa larutan berwarna merah.

Larutan tersebut kemudian dibuat menjadi ekstrak kental. Pemekatan ekstrak

dilakukan dengan menguapkan pelarut dalam ekstrak. Pengupan pelarut dilakukan

dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator pada suhu 60°C. Prinsip dari alat tersebut adalah penguapan dengan mengurangi tekanan udara sehingga akan

menurunkan titik didihnya. Penurunan titik didih akan mepercepat penguapan

etanol karena pelarut akan mendidih dibawah titik didih normal (78,5°C). Adanya

rotary, yaitu pemutar labu alas bulat yang berisi ekstrak, akan memperluas luas permukaan ekstrak, sehingga proses penguapan akan menjadi lebih cepat.

Bobot ekstrak yang diperoleh sebesar 4,5926 g, sehingga didapatkan

rendemen sebesar 15,3%.

D. Hasil Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan merupakan pengujian untuk mengetahui aktivitas

antioksidan secara kualitatif. Pengujian ini hanya untuk mengetahui ada atau

tidaknya aktivitas antioksidan dari ekstrak, yang dibandingkan dengan kontrol.

Uji ini dilakukan dengan mereaksikan radikal bebas DPPH dengan senyawa uji.

Adanya aktivitas antioksidan pada senyawa uji akan ditunjukkan dengan

pemudaran warna ungu, yang merupakan warna DPPH (Molyneux, 2003).

Pemudaran terjadi karena adanya penangkapan elektron radikal bebas oleh

(55)

Uji pendahuluan dilakukan dengan menggunakan kontrol negatif berupa

larutan DPPH, kontrol positif berupa kapsaisin, dan ektrak etanolik buah cabai

rawit merah. Kontrol positif dan ekstrak ditambahkan larutan DPPH yang

kemudian didiamkan selama 30 menit, yang merupakan OT teoritis. Hasil

pengujian menunjukkan hasil positif karena adanya pemudaran warna ungu,

dibandingkan terhadap larutan kontrol. Hal ini menujukkan bahwa ekstrak

etanolik buah cabai rawit merah memiliki aktivitas antioksidan melalui

penangkapan radikal bebas DPPH.

Gambar 7. Hasil uji pendahuluan (Ekstrak etanolik buah cabai rawit merah (A), Blangko

(B), Kapsaisin (C))

E. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan

1. Penentuan panjang gelombang maksimum

Pententuan panjang gelombang maksimum DPPH bertujuan agar

didapatkan absorbansi maksimal dan kepekaan analisis yang maksimal, dimana

adanya perubahan konsentrasi akan memberikan perubahan absorbansi yang besar

(56)

nm (Molyneux, 2003). DPPH dapat memberikan serapan karena memiliki

kromofor dan auksokrom, serta adanya delokalisasi elektron pada DPPH sehingga

memberikan warna ungu.

Scanning panjang gelombang dilakukan pada kisaran panjang gelombang 400-600 nm pada larutan kontrol DPPH dengan tiga konsentrasi.

Tabel III. Hasil scanning panjang gelombang maksimum DPPH

Konsentrasi DPPH (mM)

maksimum hasil scanning

(nm) Rata-rata maksimum

0,02 517,5

517,5 nm 0,04 517,0

0,08 518,0

Dari hasil scanning 3 konsentrasi, didapatkan rata-rata panjang gelombang maksimum DPPH 517,5 nm. Pajang gelombang ini yang akan

digunakan untuk pengukuran selanjutnya.

2. Penentuan Operating Time

Operting time (OT) merupakan waktu yang diperlukan agar senyawa

dapat bereaksi secara optimal sehingga dapat memberikan absorbansi yang stabil.

Penentuan operating time dilakukan pada larutan baku kapsaisin konsentrasi 25,

75, dan 125 µg/ml. Pengukuran dilakukan tiap 5 menit selama 60 menit dengan

menggunakan spektrofotometer visibel. Pengukuran dilakukan pada panjang

gelombang maksimal yang telah ditentukan, yaitu 517,5 nm. Hasil pengukuran

tidak didapatkan absorbansi yang stabil atau tetap karean terjadi penurunan terus

menerus. Oleh karena itu, penentuan dilakukan dengan melihat selisih absorbansi

(57)

absorbansi yang lebih kecil. Penurunan absorbansi kemudian dibuat dalam suatu

grafik sehingga dapat diketahui waktu dimana absorbansi mendekati stabil.

Gambar 8. Operating Time Kapsaisin

Pada grafik diatas menunjukkan penurunan yang cukup besar, jika

dilihat dari selisihnya, dari menit 0 – 30. Mulai dari menit ke-30 ke bawah terlihat

absorbansi yang mulai stabil, sehingga OT ditentukan pada menit ke-30.

F. Hasil Validasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan

Validasi metode perlu dilakukan untuk menilai suatu metode atau

parameter yang digunakan memenuhi persyaratan untuk pengujian tersebut

(Harmita, 2004). Parameter validasi yang digunakan dalam pengujian ini, yaitu

akurasi, presisi, linieritas, dan spesifisitas.

Pengujian validasi metode dilakukan dengan menggunakan baku

kapsaisin dan ektrask etanolik cabai rawit merah, masing-masing sebanyak tiga

kali replikasi. Hasil pengujian akan didapatkan tiga persamaan regresi linier

antara konsentrasi larutan baku kapsaisin dan larutan uji dengan %IC. Dari ketiga

0

Penentuan

Operating Time

Baku

Kapsaisin

25 µg/mL

75 µg/mL

(58)

replikasi akan dipilih nilai linearitas (r) yang paling baik, yaitu yang mendekati 1

atau -1, untuk digunakan dalam menghitung CV dan recovery. Tabel IV. Hasil pengukuran %IC seri baku kapsaisin

Replikasi Konsentrasi

(µg/ml) %IC Persamaan regresi linier

I

Tabel V Hasil pengukuran %IC seri larutan ektrak etanolik cabai rawit merah

Replikasi Konsentrasi

(µg/ml) %IC Persamaan regresi linier

(59)

II

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk dapat

memberikan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit

di dalam sampel. Menurut Mulja dan Hanwar (2003), data linieritas yang bisa

diterima, yaitu dengan nilai koefisien korelasi (r) > 0,999. Hasil pengujian

linearitas untuk larutan baku kapsaisin, untuk ketiga replikasi telah memiliki

linearitas yang baik sesuai dengan persyaratan tersebut. Linearitas yang paling

baik didapatkan pada replikasi pertama, yaitu 0,9999. Oleh karena itu, metode ini

dikatakan dapat memberikan linieritas yang baik untuk pengujian larutan baku

kapsaisin dengan DPPH.

Pada pengujian ektrak etanolik cabai rawit merah, ketiga replikasi juga

telah memenuhi persyaratan linearitas yang dapat diterima menurut Mulja dan

Hanwar (2003), dimana nilai koefisien korelasi paling baik diperoleh pada

replikasi kedua, yaitu 0,9999. Pada pengujian ektrak etanolik cabai rawit merah,

(60)

2. Akurasi

Akurasi menujukkan kedekatan antara kadar analit hasil analisis dengan

kadar analit sebenarnya. Kadar analit sebenarnya dihitung dengan menggunakan

regresi linier yang paling baik diantara tiga replikasi.

Gambar 9. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan kapsaisin

Gambar 10. Kurva regresi linier aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah

Kurva persamaan regresi linier aktivitas

antioksidan ekstrak etanolik cabai rawit merah

(61)

Akurasi dinyatakan dalam bentuk persen perolehan kembali (recovery) (Harmita, 2004). Persen recovery yang dapat diterima untuk analit dengan kadar 0,01%, sebesar 90-107% (Harmita, 2004).

Tabel VI. Hasil perolehan kembali uji aktivitas antioksidan kapsaisin

Replikasi

Berdasarkan data pada Tabel VI, menunjukkan bahwa nilai recovery

untuk kapsaisin berkisar antara 93,68% - 105,03%, yang telah memenuhi syarat

(62)

Tabel VII. Hasil perolehan kembali uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah

Pada ekstrak etanolik buah cabai rawit merah diperoleh recovery sekitar 81,33 – 107,82%. Nilai recovery tersebut telah memenuhi syarat untuk kadar

analait sebesar 0,1 %, yaitu 80 – 120% (APVMA, 2004). Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa metode ini memiliki akurasi yang baik untuk uji aktivitas

Gambar

Gambar 1. Tanaman cabai rawit (Jurnalkesehatan, 2011)
Gambar 2. Struktur Kapsaisin (Chemspider , 2008)
Gambar 3. Reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH (Prakash, Rigelhof, Miller 2010).
Tabel I. Kriteria Akurasi yang Dapat Diterima (Harmita, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Surabaya merupakan institusi pendidikan di Surabaya yang dalam perkembangannya mengambil ャ。ョァセ。ィ@ kerja-sama dalam bidang jasa pemesinan

AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA. KEEFEKTIFAN STRATEGI PEMBELAJARAN

Pada pengujian konsumsi bahan bakar pada motor bensin 4 langkah 135cc menggunakan 4 jenis busi ( NGK Standar, NGK G-Power , TDR Ballistic , dan Denso Iridium ) dan 2

[9] yang merupakan penghasil arus yang andingkan dengan koil standar, sehingga akan diperoleh suhu bunga api busi yang tinggi yang dapat membantu proses pembakaran dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat sistem yang dapat mempercepat proses pemeriksaan kesamaan kode program komputer dengan pengembangan model Abstract Syntax

Perbedaan dalam Game Meong-meong pada Platform Android adalah pengahalang yang digunakan labirin, pemain diarahkan untuk mengumpulkan makanan dan menghindari kucing

Hipotesa keempat dalam penelitian ini menguji pengaruh brand value terhadap satisfaction dan hasil dari pengujian menunjukan bahwa nilai dari merek memiliki pengaruh

Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Jasa Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada SKPD20 Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar mengumumkan pemenang