Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana derajat stres dalam menjalani masa persiapan pensiun pada manager menengah atas di kantor pusat PT. “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan teknik survey. Populasi sasaran adalah seluruh karyawan PT “X” Bandung yang akan memasuki masa pensiun dan memenuhi karakteristik menduduki jabatan terakhir setara manager menengah atas, mempunyai anak, masih memiliki pasangan hidup, akan menjalani masa pensiun sesuai ketentuan perusahaan, pensiun karena adanya peraturan yang berlaku dan bukan pensiun atas permintaan sendiri (sukarela), dan berdomisili di Bandung. Ukuran responden penelitian ini sebesar 30 orang.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner derajat stres yang disusun oleh Aelly (Skripsi, 2005) dan dimodifikasi oleh Peneliti yang mengacu pada teori Tom
Cox. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Pearson dan uji
reliabilitas dengan menggunakan rumus koefisien reliabilitas Alpha Croncbach diperoleh 58 item yang diterima, dengan validitas berkisar antara 0,313–0,897 dan reliabilitas sebesar 0,97. Data hasil penelitian diolah dengan teknik distribusi frekuensi, dan memperlihatkan bahwa sebagian besar (76,7%) responden menghayati stres pada derajat yang moderat cenderung rendah. Dari hasil penelitian juga diketahui dukungan keluarga, penghayatan responden terhadap tuntutan lingkungan dan tuntutan dalam diri, kejelasan peran yang akan dijalani, latar belakang alasan bekerja, dan penghayatan terhadap masa pensiun pada karyawan di kantor pusat PT. “X” Bandung mampu menunjang penghayatan derajat stres berada pada moderat cenderung rendah.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran kepada pihak Kantor Pusat PT.”X” Bandung agar dapat mengembangkan program family gathering yang dapat menunjang program stress management sebagai tindak lanjut dari informasi yang diperoleh, serta kepada karyawan yang akan menghadapi masa pensiun di Kantor Pusat PT.”X” Bandung diharapkan mendapatkan pengaruh yang positif, sehingga stres yang dialami akan tetap berada pada tingkat yang moderat cenderung rendah, bahkan bila memungkinkan berada pada tingkat yang rendah. Peneliti pun mengajukan saran agar dilakukan penelitian serupa namun di organisasi yang berbeda dan dapat pula dilakukan penelitian dengan menghubungkan derajat stres dengan kemampuan penyesuaian diri menghadapi masa pensiun, efektifitas pelatihan pra-pensiun yang diadakan oleh Kantor Pusat PT.”X” Bandung, atau dengan state of anxiety yang dialami oleh karyawan yang akan menghadapi masa pensiun di Kantor Pusat PT.”X” Bandung.
iv
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat
ﷲ
SWT dan shalawatserta salam peneliti haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW karena berkat rahmat dan karunia-Nya serta tuntunannya, maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :
“STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DERAJAT STRES
PADA MANAGER
MENENGAH ATAS
DALAMMENJALANI MASA PERSIAPAN PENSIUN
DIKANTOR PUSAT PT. “X” BANDUNG“
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Kristen Maranatha Bandung. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan ilmu dan pengalaman yang peneliti miliki. Meskipun demikian, peneliti telah berusaha sesuai dengan waktu dan kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikannya. Selanjutnya, peneliti sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. R. Sanusi Soesanto, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung dan penguji III (kode etik).
2. Bapak Drs. Paulus H. Prasetya, M. Si., psikolog, selaku dosen koordinator Skripsi yang telah banyak memberi ide dan ilmu yang sangat berharga serta selaku penguji II (metodologi penelitian).
3. Ibu Dra. Ria Wardani, M. Si., psikolog, selaku dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing M.R. II yang dengan sabar telah banyak memberikan
dalam penyusunan laporan ini semenjak M.R. II.
4. Ibu Dra. Fifie Nurofia, psikolog, M. M., selaku dosen co-pembimbing peneliti yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar telah banyak memberikan kesempatan, bantuan, bimbingan, dan koreksi yang sangat bermanfaat dalam penyusunan laporan ini.
5. Ibu Dra. Irene Prameswari Edwina, M. Si., psikolog, dan Ibu Missiliana R., M. Si., psikolog selaku dosen pembahas yang telah memberikan masukan yang begitu berarti dan terperinci pada Seminar Outline.
6. Ibu Ida Ayu N. Kartikawati, M. Psi., psikolog, selaku dosen penguji I (komprehensif).
7. Ka Lany dan Ika selaku mahasiswi pembahas yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan pandangan dan sumbangan yang bermanfaat bagi peneliti. Terima kasih banyak.
8. Ibu DR. Parwati Soepangat, M. A., selaku dosen wali yang selama ini telah membimbing dan mendukung peneliti.
9. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung yang selama ini telah memberikan bekal ilmu kepada peneliti selama menjalani perkuliahan.
10. Bapak Alex, Ibu Ellis, dan Ibu Tina serta tidak lupa pula kepada Ibu Dra. Aida H. selaku staf perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung yang telah banyak membantu peneliti dalam mencari bahan pustaka yang dibutuhkan.
T. Supraptinah dan Bapak Widhi serta seluruh staf Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung yang telah banyak membantu keperluan administrasi, baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan. 12. Bapak Ule, Bapak Cahya, Bapak Edi, dan rekan-rekan lain yang telah setia
membantu proses belajar mengajar selama peneliti menuntut ilmu.
13. Bapak Mochammad Qosim, selaku Pembimbing Praktek atau Penelitian di Kantor Pusat PT “X” Bandung yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing peneliti selama penyusunan skripsi ini.
14. Karyawan Kantor Pusat PT “X” Bandung, selaku responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu berharganya untuk membantu dan memberikan masukan kepada peneliti dalam proses pengambilan data.
15. Kedua Orang Tua; Papa Mustadjab dan Mama Sri Hardini, yang telah memberikan dorongan dan motivasi serta dukungan baik moril maupun materiil yang tidak terhingga sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini. Peneliti sangat beruntung memiliki kedua orang tua seperti mereka. Skripsi ini peneliti persembahkan sebagai salah satu tanda cinta kepada mereka.
16. Kakak-kakakku, Mas Anto & Mbak Yuyun, Mas Adi, Mbak Jah & Mbak Kar beserta keluarga lainnya. Terima kasih atas kasih sayangnya yang luar biasa terhadap peneliti. Peneliti tidak akan seperti sekarang tanpa bimbingan mereka. 17. Sahabat seperjuanganku : Marisa, Kania, Olan, Manda, Iwan, Tika, Chika, Ana,
Gunung, Melly, Fani, Asya, Yoan, Deehan, Yuni, Ega, dan Roni yang telah saling
yang mewarnai kehidupan peneliti.
18. Sahabat ‘masa kecil’ peneliti yang tak henti-hentinya memberikan dorongan dan dukungan sejak dulu hingga saat ini : Vevey, Reza, Ai, Aci, Intan, Nenden, Fiddy, Arie, Herdi, Indra, Ihsan, dan Yuga.
19. Sahabat pendukung peneliti : Tika Sofyan, Yerri, Yuni Mustika, Ka Pipit, Indra, Cassey, Dina, dan Tassia. Terima kasih telah memberikan semangat dan bantuan yang sangat berarti untuk peneliti. Tidak lupa kepada Ka Aelly, Ko Heri, terima kasih atas saran, masukan, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi. 20. Teman-teman Fakultas Psikologi, khususnya angkatan 2001, yang telah berbagi
ilmu dan pengalaman selama ini.
21. Ka Efnie, Sherly, Belinda, Ka Icha serta teman-teman asisten Ro, PPLK, dan asisten PD I praktikum lain, terima kasih banyak buat do’a&dukungannya.
22. Teman-teman ESQ : Rezi (Eci), Apry, Kang Arga dan untuk semuanya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan, dan waktunya yang indah. Untuk Rezi, terima kasih yang tidak terhingga karena telah memperkenalkan peneliti pada dunia ini.
23. Untuk A’a Agung Nugraha, terima kasih banyak yang tidak terhingga untuk perhatian dan kasih sayangnya yang tidak pernah habis diberikan kepada peneliti. Tetaplah menjadi A’a yang disayangi semua orang.
24. Seseorang yang telah menemani peneliti dalam menyusun skripsi ini melalui kenangan indah yang telah diberikan kepada peneliti selama ini. Terima kasih.
satu persatu, yang telah memberikan saran, dorongan, dan kritikan yang membangun baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan skripsi ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak lepas dari segala kekurangan, ketidaksempurnaan, serta kesalahan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun untuk pengembangan penelitian selanjutnya, terutama yang berkatian dengan topik yang peneliti kemukakan.
Akhir kata, peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Bandung, Desember 2006 Dengan segala kerendahan hati,
Peneliti
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Putri Ayuningtyas NRP : 0130007
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya maka saya bersedia menerima seluruh sanksi yang diberikan.
Demikian pernyataan saya.
Bandung, Desember 2006
Putri Ayuningtyas
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai mahasiswi Universitas Kristen Maranatha Bandung, yang bertandatangan di bawah ini, saya :
Nama : Putri Ayuningtyas NRP : 0130007
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Bandung Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DERAJAT STRES PADA MANAGER
MENENGAH ATAS DALAM MENJALANI MASA PERSIAPAN PENSIUN DI
KANTOR PUSAT PT. “X” BANDUNG”
Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Kristen Maranatha Bandung berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), mendistribusikannya dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.
Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Bandung Pada Tanggal : 8 Januari 2007
Yang menyatakan,
(Putri Ayuningtyas)
Lembar Judul……….. i
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……….. xi
DAFTAR ISI……….. xiii 2.1.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Penilaian………..
2.1.7. Stres Peran……… 2.1.8. Stres Perkawinan……….. 2.1.9. Stres Kerja……….. 2.1.10. Reaksi Terhadap Stres………. 2.1.11. Stress Management……….. 2.3. Periode Perkembangan Usia Madya Lanjut……… 2.3. Arti Bekerja………... 2.5.1. Penyesuaian Diri terhadap Masa Pensiun ………... 2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri terhadap Masa
Pensiun... 2.5.3. Ciri-ciri Individu yang Berhasil Menyesuaikan Diri...
3.4.1. Populasi Sasaran……….. 3.4.2. Teknik Sampling……… 3.4.3. Karakteristik Populasi………... 3.4.4. Teknik Analisis Data……….
81 81 82 83
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Responden……… 4.2. Hasil Penelitian………. 4.3. Pembahasan……….
85 87 92
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan…………...………. 5.2. Saran………..
5.2.1. Saran Praktis………... 5.2.2. Saran Teoritis………...
100 102 102 103
DAFTAR PUSTAKA……… 104
DAFTAR RUJUKAN……… 106
LAMPIRAN
Bagan 1.1. Bagan Kerangka Pikir……….. 15
Bagan 2.1. Bagan Pendekatan Stres sebagai Stimulus………. 20
Bagan 2.2. Bagan Pendekatan Stres sebagai Respon……….. 23
Bagan 2.3. Bagan Model Stres berdasarkan Pendekatan Interaksional…………. 26
Bagan 2.4. Bagan Stres menurut Cummings dan Cooper (1988)……… 39
Bagan 2.5. Bagan Organizational Stressors……… 49
Bagan 3.1. Bagan Skema Rancangan Penelitian……… 74
Bagan 3.2. Bagan Aspek dan Indikator………. 76
Tabel 4.1. Tabel Gambaran Responden – Jenis Kelamin………. 85
Tabel 4.2. Tabel Gambaran Responden – Latar Belakang Pendidikan………….. 85
Tabel 4.3. Tabel Gambaran Responden – Penghasilan……… 86
Tabel 4.4. Tabel Gambaran Responden – Jumlah Anggota Keluarga yang Masih Menjadi Tanggungan……… 87
Tabel 4.5. Tabel Derajat Stres……… 88
Tabel 4.6. Tabel Derajat Stres dengan Efek Subyektif………... 88
Tabel 4.7. Tabel Derajat Stres dengan Efek Tingkah Laku………... 89
Tabel 4.8. Tabel Derajat Stres dengan Efek Kognitif……….. 90
Tabel 4.9. Tabel Derajat Stres dengan Efek Fisiologis……….. 90
Tabel 4.10. Tabel Derajat Stres dengan Efek Kesehatan……….. 91
Tabel 4.11. Tabel Derajat Stres dengan Efek Organisasi……….. 92
Lampiran 1 : Kuesioner Derajat Stres Lampiran 2 : Kisi-kisi Alat Ukur
Lampiran 3 : Tabel Hasil Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 4 : Tabel Karakteristik Responden
Lampiran 5 : Tabel Jawaban Derajat Stres Lampiran 6 : Tabel Skoring Aspek Efek Subyektif Lampiran 7 : Tabel Skoring Aspek Efek Tingkah Laku Lampiran 8 : Tabel Skoring Aspek Efek Kognitif Lampiran 9 : Tabel Skoring Aspek Efek Fisiologis Lampiran 10 : Tabel Skoring Aspek Efek Kesehatan Lampiran 11 : Tabel Skoring Aspek Efek Organisasi Lampiran 12 : Tabel Skoring Stres
Lampiran 13 : Tabel Skoring Stres per Aspek Lampiran 14 : Tabel Skoring Data Penunjang
Lampiran 15 : Crosstabulation Derajat Stres – Data Penunjang 1. Jenis Kelamin (Tabel 4.12.)
2. Usia (Tabel 4.13.)
3. Latar Belakang Pendidikan (Tabel 4.14.) 4. Alasan Bekerja (Tabel 4.15.)
5. Penghasilan (Tabel 4.16.)
6. Keinginan Untuk Bekerja Kembali (Tabel 4.17.)
8. Tanggungan Keluarga (Tabel 4.19.) 9. Penghayatan Pensiun (Tabel 4.20.) 10. Peran yang Harus Dijalani (Tabel 4.21.) 11. Tuntutan Pribadi (Tabel 4.22.)
12. Tuntutan Lingkungan (Tabel 4.23.) 13. Dukungan Keluarga (Tabel 4.24.)
PENGANTAR
Perkenalkan nama saya Putri Ayuningtyas, mahasiswi Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha. Dalam rangka menyusun tugas akhir, saya
membutuhkan bantuan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu dan mengisi kuesioner
sehubungan dengan penelitian yang sedang saya lakukan. Penelitian saya bertujuan
ingin mengetahui bagaimana Bapak/Ibu menghayati Masa Persiapan Pensiun dari
perusahaan dimana Bapak/Ibu bekerja selama ini.
Data yang saya dapatkan dari Bapak/Ibu akan sangat bermanfaat bagi
penelitian ini dan akan dijaga kerahasiaannya. Oleh karena itu, Bapak/Ibu tidak
perlu merasa ragu-ragu dalam mengisinya. Supaya tidak terjadi kesalahan, saya
mohon sebelum mengisi, Bapak/Ibu terlebih dahulu membaca petunjuk cara
pengisian yang terdapat dalam setiap bagian kuesioner yang akan Bapak/Ibu isi.
Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak ada yang salah, sepanjang jawaban
tersebut sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu rasakan dalam menghadapi Masa
Pensiun.
Saya sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu
dan membantu saya mengisi kuesioner ini. Atas perhatian dan bantuannya, saya
ucapkan banyak terima kasih.
Hormat Saya,
DATA PRIBADI
1. Nama (inisial) :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (coret yang tidak perlu)
3. Tanggal / Bulan / Tahun Lahir : / /
4. Posisi Terakhir dan Masa kerja : &
5. Pendidikan Terakhir :
6. Agama :
7. Hobby :
Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu pilihan yang paling mewakili
keadaaan Bapak/Ibu di kolom yang telah tersedia.
8. Riwayat kesehatan :
a. Kondisi Kesehatan Sebelum Memasuki Masa Pensiun
sehat
memiliki penyakit yang diderita, yaitu ………
b. Kondisi Kesehatan Mendekati Masa Pensiun (3 bulan yang lalu sampai
sekarang)
sehat
memiliki penyakit yang diderita, yaitu ………
9. Sebelum memasuki masa pensiun, latar belakang Bapak/Ibu bekerja karena :
alasan ekonomi hobby
memanfaatkan ilmu yang telah diperoleh
10. Jumlah penghasilan total per bulan selama menjalani Masa Persiapan Pensiun
saat ini : (termasuk dari penghasilan tambahan)
< Rp 5.000.000,-
Rp 5.000.000,- – Rp 7.500.000,-
Rp 7.500.000,. – Rp 10.000.000,-
Rp 10.000.000,- – Rp 15.000.000,-
> Rp 15.000.000,-
11. Terpikirkah oleh Bapak/Ibu akan bekerja setelah pensiun ?
ya tidak
12. Apakah Bapak/Ibu memiliki sumber penghasilan tambahan pada saat ini :
tidak ya
Kalau “Ya”, berasal dari :
bantuan dari anak/saudara
simpanan/tabungan
mengontrakkan rumah
pekerjaan sampingan
lainnya, sebutkan ………
13. Jumlah anak : ……… orang
No. Jenis Kelamin :
L / P
Pendidikan Pekerjaan Masih menjadi tanggungan (√) atau tidak (x)
7. 8. 9. 10.
Jumlah tanggungan keluarga saat ini dan setelah pensiun (termasuk istri/suami,
anak, dsb) adalah ……… orang.
14. Apakah Bapak/Ibu sudah mempunyai cucu ?
belum
sudah, ……… orang
15. Bagi Bapak/Ibu, menghadapi masa pensiun merupakan saat yang :
sangat menyenangkan
cukup menyenangkan
kurang menyenangkan
tidak menyenangkan
16. Menurut Bapak/Ibu, peran Bapak/Ibu dalam lingkungan saat menghadapi masa
pensiun ini :
sangat jelas
cukup jelas
kurang jelas
tidak jelas
17. Tuntutan Bapak/Ibu terhadap diri sendiri dalam menghadapi masa pensiun ini :
sangat tinggi
tinggi
cukup
rendah
18. Menurut penghayatan Bapak/Ibu, tuntutan lingkungan terhadap Bapak/Ibu dalam
menghadapi masa pensiun ini :
sangat tinggi
tinggi
cukup
19. Apakah keluarga memberikan dukungan pada Bapak/Ibu dalam menghadapi
masa pensiun ini :
sangat mendukung
kurang mendukung
PEDOMAN PENGISIAN
Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan-pernyataan mengenai keadaan yang
mungkin Bapak/Ibu rasakan dalam menghadapi masa pensiun. Bacalah setiap
pernyataan dengan seksama dan Bapak/Ibu diminta untuk memberikan tanda silang (X)
pada salah satu pilihan yang paling mewakili keadaaan Bapak/Ibu di kolom yang telah
tersedia.
Berilah tanda silang pada lajur :
Sl : bila pernyataan selalu Bapak/Ibu rasakan.
Sr : bila pernyataan sering Bapak/Ibu rasakan.
Jr : bila pernyataan jarang Bapak/Ibu rasakan.
TP : bila pernyataan tidak pernah Bapak/Ibu rasakan.
No. Dalam menghadapi masa pensiun ini, hal-hal yang saya
rasakan adalah :
Sl Sr Jr TP
1. … orang lain menilai saya negatif.
2. … tidak peduli dengan keadaan di sekitar.
3. … hari-hari yang saya jalani akhir-akhir ini semakin membosankan.
4. … sedih karena harus berpisah dengan rekan-rekan kerja saya dan hal
tersebut membuat saya depresi.
5. … tidak memiliki tenaga untuk menyelesaikan masalah saya.
6. … lebih mudah frustrasi dalam menyelesaikan masalah yang tengah
dihadapi.
7. … menyesal dulu tidak bekerja dengan sebaik mungkin.
8. … malu karena akan menjadi seorang pensiunan.
9. … menjadi pemurung.
10. … kurang merasa percaya diri saat menghadapi masa pensiun.
11. … lebih merasa kesepian bila dibandingkan saat masih aktif dulu.
12. … lebih banyak melakukan kesalahan dalam aktivitas sehari-hari
dibandingkan saat masih aktif bekerja dulu.
13. … membutuhkan obat-obatan penenang lebih sering daripada
sebelumnya.
No. Dalam menghadapi masa pensiun ini, hal-hal yang saya
rasakan adalah :
Sl Sr Jr TP
15. … menjadi kurang berselera makan.
16. … lebih banyak merokok.
17. … dilanda keraguan saat harus mengambil keputusan.
18. … menjadi sulit melakukan konsentrasi.
19. … menjadi sulit mengingat hal-hal penting.
20. … lebih mudah tersinggung bila dikritik.
21. … menjadi lebih keras kepala.
22. … denyut jantung saya berdebar lebih kencang akhir-akhir ini.
23. … lebih banyak berkeringat bila dibandingkan saat masih aktif bekerja
duu.
24. … lebih mudah mengalami sakit kepala daripada sebelum menjelang
pensiun.
25. … lebih mudah mengalami migrain (sakit kepala sebelah).
26. … mengalami mimpi buruk hampir setiap hari.
27. … mengalami sulit tidur bila dibandingkan saat masih aktif bekerja
dulu.
28. … menjadi mudah merasa sakit.
29. … tidak ingin pergi ke kantor lagi meskipun diijinkan oleh perusahaan.
30. … mengalami kesulitan komunikasi dalam berelasi dengan
rekan-rekan satu kantor saya.
31. … tidak suka dengan suasana kerja di kantor akhir-akhir ini yang saya
rasakan semakin tidak kondusif untuk bekerja.
32. … jadwal kerja yang saya jalani sekarang terasa lebih memberatkan.
33. … kurang peduli dengan tujuan dan kemajuan perusahaan.
34. … khawatir mengenai kondisi-kondisi yang akan saya hadapi.
35. … membiarkan hari-hari berlalu tanpa aktivitas berarti.
36. … jenuh karena kurangnya aktivitas yang dapat saya jalani.
37. … depresi karena tidak lama lagi harus melepas pekerjaan yang
selama ini telah menghidupi saya.
38. … cepat merasa lelah meskipun mengerjakan pekerjaan ringan.
39. … kebijakan perusahaan mengenai usia pensiun, belum tepat bagi
saya karena saya merasa masih dapat mengabdikan diri pada
perusahaan.
40. … merasa bersalah karena pengabdian saya pada perusahaan masih
No. Dalam menghadapi masa pensiun ini, hal-hal yang saya
rasakan adalah :
Sl Sr Jr TP
41. … malu karena dipandang tidak berguna lagi.
42. … lebih banyak melamun.
43. … merasa tidak percaya pada kemampuan diri sendiri ketika akan
melakukan kegiatan baru.
44. … merasa terkucil karena akan segera pensiun.
45. … sulit melakukan segala sesuatunya dengan benar.
46. … membutuhkan bantuan obat-obatan agar bisa tidur nyenyak.
47. … ingin membentak jika marah.
48. … sulit untuk memaksakan diri untuk makan dengan lahap.
49. … sulit menahan diri untuk mengurangi merokok.
50. … sulit mengambil keputusan.
51. … konsentrasi saya kurang fokus dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari.
52. … menjadi mudah lupa harus mengerjakan apa.
53. … sulit menerima kritik dari orang lain.
54. … mengalami kekakuan berpikir yang semakin menjadi-jadi.
55. … lebih mudah berdebar-debar.
56. … lebih mudah berkeringat, padahal dulu tidak pernah terjadi
demikian.
57. … mengalami gangguan sakit kepala hampir setiap hari.
58. … migrain yang selama ini saya derita semakin sering saya rasakan.
59. … ketika malam hari akhir-akhir ini saya lebih mudah terbangun karena
mimpi buruk yang saya alami.
60. … mudah terbangun di tengah malam dan tidak dapat tertidur kembali.
61. … dalam kondisi tidak sehat, para ahli mengatakan sumber penyakit
saya adalah terlalu banyak pikiran dan kekhawatiran.
62. … merasa malas untuk pergi ke kantor padahal saat masih aktif
bekerja tidak pernah saya rasakan.
63. … menjadi tidak dapat bekerjasama secara baik dengan rekan-rekan
kerja saya.
64. … suasana kerja di kantor yang tidak lagi senyaman yang saya
rasakan saat masih aktif bekerja dulu.
65. … kurang puas dengan hasil kerja saya bila dibandingkan dengan saat
masih aktif bekerja dulu.
KISI-KISI ALAT UKUR DERAJAT STRES
Keterangan : Bold = item dibuang.
Dalam menghadapi masa persiapan pensiun ini, hal-hal yang saya rasakan adalah :
Aspek Indikator Item
1.
Subyektif
1. kecemasan
2. apatis
3. kejenuhan
4. depresi
5. keletihan
1. … orang lain menilai saya negatif. (+)
2. … khawatir mengenai kondisi-kondisi yang akan saya hadapi. (+)
3. … tidak peduli dengan keadaan di sekitar. (+)
4. … membiarkan hari-hari berlalu tanpa aktivitas berarti. (+)
5. … hari-hari yang saya jalani akhir-akhir ini semakin membosankan. (+)
6. … jenuh karena kurangnya aktivitas yang dapat saya jalani. (+)
7. … sedih karena harus berpisah dengan rekan-rekan kerja saya dan hal tersebut
membuat saya depresi. (+)
8. … depresi karena tidak lama lagi harus melepas pekerjaan yang selama ini telah
menghidupi saya. (+)
9. … tidak memiliki tenaga untuk menyelesaikan masalah saya. (+)
6. frustrasi
7. rasa bersalah
8. rasa malu
9. murung
10. rendahnya rasa
percaya diri
11. merasa terasing
11. … lebih mudah frustrasi dalam menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi.
(+)
12. … kebijakan perusahaan mengenai usia pensiun, belum tepat bagi saya karena
saya merasa masih dapat mengabdikan diri pada perusahaan. (+)
13. … menyesal dulu tidak bekerja dengan sebaik mungkin. (+)
14. … merasa bersalah karena pengabdian saya pada perusahaan masih belum
maksimal. (+)
15. … malu karena akan menjadi seorang pensiunan. (+)
16. … malu karena dipandang tidak berguna lagi. (+)
17. … menjadi pemurung. (+)
18. … lebih banyak melamun. (+)
19. … kurang merasa percaya diri saat menghadapi masa pensiun. (+)
20. … merasa tidak percaya pada kemampuan diri sendiri ketika akan melakukan
kegiatan baru. (+)
21. … lebih merasa kesepian bila dibandingkan saat masih bekerja dulu. (+)
2. Tingkah
Laku
1. meningkatnya
kecelakaan
2. ketergantungan
obat
3. ledakan emosi
4. hilang nafsu
makan
5. merokok
berlebihan
23. … lebih banyak melakukan kesalahan dalam aktivitas sehari-hari dibandingkan
saat masih aktif bekerja dulu. (+)
24. … sulit melakukan segala sesuatunya dengan benar. (+)
25. … membutuhkan obat-obatan penenang lebih sering daripada
sebelumnya. (+)
26. … membutuhkan bantuan obat-obatan agar bisa tidur nyenyak. (+)
27. … menjadi lebih mudah marah. (+)
28. … ingin membentak jika marah. (+)
29. … menjadi kurang berselera makan. (+)
30. … sulit untuk memaksakan diri untuk makan dengan lahap. (+)
31. … lebih banyak merokok. (+)
32. … sulit menahan diri untuk mengurangi merokok. (+)
3. Kognitif 1. tidak mampu
mengambil
keputusan
33. … dilanda keraguan saat harus mengambil keputusan. (+)
2. sulit
berkonsentrasi
3. sering lupa
4. sensitif berlebihan
terhadap kritik
5. mental blocks
35. … menjadi sulit melakukan konsentrasi. (+)
36. … konsentrasi saya kurang fokus dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari. (+)
37. … menjadi sulit mengingat hal-hal penting. (+)
38. … menjadi mudah lupa harus mengerjakan apa. (+)
39. … akhir-akhir ini Lebih mudah tersinggung bila dikritik. (+)
40. … sulit menerima kritik dari orang lain. (+)
41. … menjadi lebih keras kepala. (+)
42. … mengalami kekakuan berpikir yang semakin menjadi-jadi. (+)
4.
Fisiologis
1. denyut jantung
bertambah cepat
2. berkeringat
43. … denyut jantung saya berdebar lebih kencang akhir-akhir ini. (+)
44. … lebih mudah berdebar-debar. (+)
45. … lebih banyak berkeringat bila dibandingkan saat masih aktif bekerja dulu. (+)
46. … lebih mudah berkeringat. (+)
5.
Kesehatan
1. sakit kepala 47. … lebih mudah mengalami sakit kepala daripada sebelum menjelang pensiun.
(+)
2. migrain
3. mimpi buruk
4. insomnia
9. gangguan
psikosomatis
49. … lebih mudah mengalami migrain (sakit kepala sebelah). (+)
50. … migrain yang selama ini saya derita semakin sering saya rasakan. (+)
51. … mengalami mimpi buruk hampir setiap hari. (+)
52. … ketika malam hari akhir-akhir ini saya lebih mudah terbangun karena mimpi
buruk yang saya alami. (+)
53. … mengalami sulit tidur bila dibandingkan saat masih bekerja dulu. (+)
54. … mudah terbangun di tengah malam dan tidak dapat tertidur kembali. (+)
55. … akhir-akhir ini saya menjadi mudah merasa sakit. (+)
56. … dalam kondisi tidak sehat, para ahli mengatakan sumber penyakit saya
adalah terlalu banyak pikiran dan kekhawatiran. (+)
6.
Organisasi
1. meningkatnya
absensi
2. relasi dengan
rekan kerja yang
57. … tidak ingin pergi ke kantor lagi meskipun diijinkan oleh perusahaan. (+)
58. … malas untuk pergi ke kantor padahal saat masih aktif bekerja tidak pernah
saya rasakan. (+)
59. … mengalami kesulitan komunikasi dalam berelasi dengan rekan-rekan satu
rendah
3. merasakan
suasana kerja yang
negatif
4. muncul
ketidakpuasan
dalam bekerja
5. menurunnya
loyalitas terhadap
organisasi
60. … menjadi tidak dapat bekerjasama secara baik dengan rekan-rekan kerja
saya. (+)
61. … tidak suka dengan suasana kerja di kantor akhir-akhir ini yang saya rasakan
semakin tidak kondusif untuk bekerja. (+)
62. … suasana kerja di kantor yang tidak lagi senyaman yang saya rasakan saat
masih aktif bekerja dulu. (+)
63. … jadwal kerja yang saya jalani sekarang terasa lebih memberatkan. (+)
64. … kurang puas dengan hasil kerja saya bila dibandingkan dengan saat masih
aktif dulu padahal saya yakin mengerjakannya dengan baik. (+)
65. … kurang peduli dengan tujuan dan kemajuan perusahaan. (+)
HASIL PERHITUNGAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
DERAJAT STRES
A. Validitas Aspek Efek Subyektif
ITEM KOEFISIEN KETERANGAN
1 0.753 Diterima
2 0.473 Diterima
3 0.285 Ditolak
4 0.444 Diterima
5 0.545 Diterima
6 0.816 Diterima
7 0.313 Diterima
8 0.261 Ditolak
9 0.417 Diterima
10 0.533 Diterima
11 0.359 Diterima
34 0.672 Diterima
35 0.566 Diterima
36 0.593 Diterima
37 0.520 Diterima
38 0.844 Diterima
39 0.481 Diterima
40 0.458 Diterima
41 0.488 Diterima
42 0.206 Ditolak
43 0.833 Diterima
44 0.858 Diterima
B. Validitas Aspek Efek Tingkah Laku
ITEM KOEFISIEN KETERANGAN
12 0.633 Diterima
13 -0.187 Ditolak
14 0.756 Diterima
15 0.755 Diterima
16 0.116 Ditolak
45 0.773 Diterima
46 0.417 Diterima
47 0.688 Diterima
48 0.793 Diterima
49 0.189 Ditolak
Derajat Reliabilitas Aspek Efek Tingkah Laku = 0,857
C. Validitas Aspek Efek Kognitif
ITEM KOEFISIEN KETERANGAN
17 0.572 Diterima
18 0.763 Diterima
19 0.582 Diterima
20 0.768 Diterima
21 0.701 Diterima
50 0.629 Diterima
51 0.858 Diterima
52 0.635 Diterima
53 0.786 Diterima
54 0.867 Diterima
D. Validitas Aspek Efek Fisiologis
ITEM KOEFISIEN KETERANGAN
22 0.391 Diterima
23 0.587 Diterima
55 0.896 Diterima
56 0.518 Diterima
Derajat Reliabilitas Aspek Efek Fisiologis = 0,797
E. Validitas Aspek Efek Kesehatan
ITEM KOEFISIEN KETERANGAN
24 0.693 Diterima
25 0.255 Ditolak
26 0.296 Ditolak
27 0.463 Diterima
28 0.694 Diterima
57 0.799 Diterima
58 0.363 Diterima
59 0.584 Diterima
60 0.790 Diterima
61 0.378 Diterima
Derajat Reliabilitas Aspek Efek Kesehatan = 0,846
F. Validitas Aspek Efek Organisasi
ITEM KOEFISIEN KETERANGAN
29 0.639 Diterima
30 0.764 Diterima
31 0.833 Diterima
33 0.751 Diterima
62 0.770 Diterima
63 0.871 Diterima
64 0.841 Diterima
65 0.823 Diterima
66 0.722 Diterima
Derajat Reliabilitas Aspek Efek Organisasi = 0,947
Derajat Reliabilitas
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Subyek JK Usia Posisi Terakhir Masa
Kerja
Officer I Logistik 30 thn STM 4 orang
3. A. K. R.
L 56 thn
Auditor 30 thn Akademi 7 orang
4. D. A.
L 56 thn
Manager Sisyan 30 thn SLTA 4 orang
5. K. S.
L 55 thn
Account Manager 30 thn SMA 3 orang
6. N. N. S.
L 56 thn
Staff Ahli 27 thn Sarjana
Muda
Fungsional 32 thn SLA 3 orang
12. M. U. S.
L 56 thn
Staff Ahli Direksi 30 thn Akademi 3 orang
TABEL SKORING STRES PER ASPEK
No. Nama
SUBYEKTIF TINGKAH LAKU KOGNITIF FISIOLOGIS KESEHATAN ORGANISASI
1 I. M. 1 5 3 1 5 1 2 6 2 2 4 3 1
2 A. F. H. 1 4 1 1 2 2 1 4 1 4 3 3 1
3 A. K. R. 1 5 2 3 3 2 1 7 1 1 1 3 1
4 D. A. 1 5 1 3 3 2 1 4 2 2 3 3 1
5 K. S. 1 4 1 1 2 2 1 3 2 2 3 2 1
6 N. N. S. 1 5 2 4 4 1 2 4 1 2 2 3 1
7 S. H. M. 1 2 3 4 2 1 1 2 2 3 3 3 1
8 E. S. A. 1 3 3 4 2 1 1 3 1 3 3 3 1
9 S. 1 3 2 1 4 1 1 4 3 3 2 2 2
10 P. E. B. S. 1 1 1 1 3 2 1 4 2 1 3 3 1
11 E. S. H. 1 5 1 3 3 2 1 3 1 2 2 2 1
12 M. U. S. 1 5 3 4 5 1 2 3 2 1 3 3 1
13 J. P. T. 1 5 3 3 5 2 2 7 2 1 3 2 1
14 M. A. P. 1 5 2 4 3 1 1 3 2 1 2 2 1
15 A. P. 1 4 1 4 5 1 2 2 2 2 3 3 1
16 A. 1 5 1 3 1 1 2 4 2 1 3 3 1
17 B. E. S. T. 1 7 1 1 4 1 2 3 1 1 3 4 1
18 E. S. 1 5 2 3 3 2 1 2 1 1 3 3 1
19 Y. H. 2 4 3 3 4 2 1 4 1 1 3 3 1
20 X. 1 2 2 1 4 2 1 6 2 2 3 3 1
21 S. U. H. 1 5 3 3 5 2 2 1 1 1 3 2 1
22 Y. 1 4 2 3 3 2 1 5 1 1 3 2 1
23 B. S. P. 1 3 3 4 1 2 1 4 1 1 1 1 1
24 S. F. N. 1 3 2 3 2 2 2 2 1 1 3 3 1
25 I. N. S. 1 4 2 3 4 1 2 1 2 2 2 3 1
26 A. S. M. 1 5 1 3 1 1 2 2 2 1 3 3 1
27 R. M. 1 4 3 3 4 1 2 4 2 1 1 2 1
28 R. S. 1 4 1 3 1 1 2 3 2 2 3 3 1
29 I. N. S. 1 4 2 3 4 2 2 2 1 1 3 2 1
CROSSTABULATION DERAJAT STRES DENGAN DATA PENUNJANG
Tabel 4.12. Crosstabs Derajat Stres dengan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Tabel 4.13. Crosstabs Derajat Stres dengan Usia
Usia
Tabel 4.14. Crosstabs Derajat Stres dengan Latar Belakang Pendidikan
Latar Belakang Pendidikan Derajat
Stres SMU/sederajat Diploma/Akademi S1
Tabel 4.15. Crosstabs Derajat Stres dengan Alasan Bekerja
Alasan Bekerja Derajat
Stres Alasan ekonomi Memanfaatkan ilmu yang diperoleh
Tabel 4.16. Crosstabs Derajat Stres dengan Penghasilan
Penghasilan Derajat
Stres <Rp5juta Rp5-7.5juta Rp7,5-10juta Rp10-15juta >Rp15juta
TOTAL
Tabel 4.17. Crosstabs Derajat Stres dengan Keinginan untuk Bekerja Kembali
Tabel 4.18. Crosstabs Derajat Stres dengan Penghasilan Tambahan
Tabel 4.19. Crosstabs Derajat Stres dengan Tanggungan Keluarga
Tanggungan Keluarga
Tabel 4.20. Crosstabs Derajat Stres dengan Penghayatan Pensiun
Tabel 4.21. Crosstabs Derajat Stres dengan Peran yang Harus Dijalani
Peran Derajat
Stres Sangat Jelas Cukup Jelas Kurang Jelas Tidak Jelas
TOTAL
Tabel 4.22. Crosstabs Derajat Stres dengan Tuntutan Pribadi
Tuntutan Pribadi Derajat
Stres Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah TOTAL
Tabel 4.23. Crosstabs Derajat Stres dengan Tuntutan Lingkungan
Tuntutan Lingkungan Derajat
Tabel 4.24. Crosstabs Derajat Stres dengan Dukungan Keluarga
Dukungan Keluarga Derajat
Stres Sangat Mendukung Kurang Mendukung Tidak Mendukung
TOTAL
5 0 0 5
Rendah
16,7% 0% 0% 16,7%
22 1 0 23
Cenderung rendah
73,3% 3,3% 0% 76,7%
2 0 0 2
Cenderung tinggi
6,7% 0% 0% 6,7%
0 0 0 0
Tinggi
0% 0% 0% 0%
29 1 0 30
TOTAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa adalah bekerja yang
dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang menghasilkan suatu produk yang
bernilai, yaitu uang dan kepuasan kerja (H. B. I. Setiawan, 1989). Selain itu, bekerja
juga merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan sekaligus akan menunjang kemandirian orang yang
bersangkutan.
Dalam bekerja, individu akan mengikatkan diri kepada peraturan yang
berlaku di tempat atau badan usaha atau perusahaan tempat bekerja. Peraturan itu
akan menuntut para karyawannya untuk patuh dan menyesuaikan diri. Salah satu
kebijakan yang dimiliki oleh hampir semua badan usaha atau perusahaan adalah
kebijakan mengenai usia pensiun bagi karyawannya. Setiap karyawan yang telah
mencapai usia tertentu harus menerima dan melaksanakan kebijakan mengenai
masa pensiun. Adanya kebijakan mengenai usia pensiun menjadikan masa pensiun
sebagai salah satu masa yang harus dihadapi oleh hampir semua karyawan, yaitu
yang berkenaan dengan masalah berakhirnya kesempatan kerja bagi orang
tersebut. Dengan demikian, pensiun juga merupakan akhir pola hidup atau masa
transisi ke pola hidup yang baru (Schwartz, 1974 dalam Elizabeth B. Hurlock,
1980).
Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan
sehingga menjelang masanya tiba, sebagian orang sudah merasa cemas karena
tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapinya kelak (
www.e-psikologi.com/usia/pensiun). Salah satu faktor yang dapat membuat individu
merasa sulit untuk melepaskan pekerjaannya dan menjalani masa pensiunnya
adalah keberartian atau makna dari pekerjaannya itu sendiri (Hurlock, 1980).
Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu
faktor terpenting yang bisa mendatangkan pelbagai bentuk kepuasan yang terkait
dengan finansial, jabatan, dan pengukuhan harga diri. Oleh karenanya pensiun
merupakan kejadian kehidupan yang dianggap mengakibatkan pelbagai masalah
dalam penyesuaian kehidupan pada usia lanjut. Apabila bekerja merupakan suatu
hal yang penting bagi kehidupan seseorang, maka pensiun mengakibatkan
“keadaan yang terputus dari peran seseorang” (Riley and Waring, 1976 dalam
Turner&Helms, 1995).
Adanya perubahan-perubahan ketika memasuki masa pensiun kemudian
mengarahkan individu untuk melakukan penyesuaian diri terhadap masa
pensiunnya. Namun pada kenyataannya, hal tersebut tidaklah semudah yang
dibayangkan karena dalam menjalani proses itu tidak jarang para calon pensiunan
mengalami stres. Kenyataan ini sejalan dengan pernyataan Blau (1972; dalam Bell,
1979) yaitu orang yang telah pensiun seringkali bukan hanya mengalami kesendirian
tapi juga menganggap dirinya tidak berharga. Juga diungkapkan dalam Suara
Hidayatullah (edisi 05/tahun XI, September 1998), “Menghadapi masa pensiun,
bukan hal yang mudah untuk dijalani. Banyak orang yang mengalami stres
karenanya”.
Sebagaimana dituturkan sebelumnya, pensiun selalu menyangkut perubahan
peran, perubahan keinginan dan nilai, yang dampaknya akan menyangkut terjadinya
perubahan menyeluruh dalam pola hidup. Mengingat begitu banyaknya situasi
‘kehilangan’ yang harus diterima oleh seseorang ketika menghadapi masa pensiun,
maka persiapan menjelang masa pensiun itu menjadi kunci dari keberhasilan
penyesuaian diri pada masa pensiun. Sebagaimana ditegaskan oleh Louis Harris &
Associates (1981 dalam Turner&Helms, 1995) bahwa faktor “kurang persiapan”
atau “lack of preparedness”, mengakibatkan individu kurang dapat menyesuaikan
diri dengan semua dampak psikologis dan material yang menyertai masa pensiun.
Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena
adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu.
Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri.
Atchley (1977) mengatakan bahwa proses penyesuaian diri yang paling sulit adalah
pada masa pensiun. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Holmes dan Rahe
(1967), mengungkapkan bahwa pensiun menempati posisi 10 besar untuk posisi
stres. Dengan memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran
sosialnya di masyarakat, prestise, kekuasaan, kontak sosial, bahkan harga diri akan
berubah juga karena kehilangan peran (Eyde, 1983). Bahkan akibat yang paling
buruk pada pensiunan adalah bisa mengakibatkan depresi dan bunuh diri
(Zimbardo, 1979). Sedangkan akibat pensiun secara fisiologis oleh Liem & Liem
(1978) dikatakan bisa menyebabkan masalah penyakit terutama gastrointestinal,
gangguan saraf, berkurangnya kepekaan. Ia menyebut penyakit di atas, dengan
istilah retirement syndrome. Dampak pensiun bukan hanya bersifat negatif saja,
namun juga terdapat dampak positifnya, yakni seseorang bisa terbebas dari rutinitas
kerja. Ada perasaan puas karena sudah berhasil menyelesaikan tugas dan
kewajibannya. Bahkan Perlmutter (1981) mengatakan bahwa sebagian besar kaum
pensiun menunjukkan perasaan puas, tetap merasa dirinya berguna dan dapat
mempertahankan rasa identitasnya. Rasa depresi dan kecemasan yang timbul
biasanya berada pada tingkat ringan dan sifatnya hanya sementara. Kalaupun
depresi bertambah hal itu disebabkan oleh gangguan fisik dan bukan karena masa
pensiun itu sendiri (
http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-rika%20eliana.pdf).
Hilangnya peran yang berkesinambungan dan kurangnya peran yang jelas
menyebabkan penyempitan peran yang signifikan bagi banyak orang saat menjalani
masa pensiunnya. Hilangnya wibawa dan kekuasaan, rutinitas, dan kontak sosial
dapat mengurangi identitas dan self-esteem para calon pensiunan. Bahkan
fenomena post power syndrome sering pula terjadi pada diri pensiunan (Elizabeth
B. Hurlock, 1980).
Istilah post power syndrome pun menjadi identik dengan mereka yang
menderita stres di masa pensiun. Bahkan istilah Memasuki Persiapan Pensiun yang
disingkat 'MPP' sering diplesetkan menjadi ‘Mati Pelan Pelan’. Padahal bagi yang
ingin menikmati hidup secara utuh, masa pensiun adalah masa terindah dalam hidup
manusia. Di masa pensiun individu bebas menikmati hari-hari tanpa beban dan
rutinitas kerja yang melelahkan. (www.astaga.com/karir).
Bagi karyawan yang menduduki jabatan ‘cukup’ tinggi, misalnya
manajer-menengah ke atas, masa pensiun berarti saat hilangnya karir dan segala bentuk
fasilitas yang menyertainya, terlebih jika yang bersangkutan masih merasa sehat
dan kuat untuk bekerja. Keadaan ini kemungkinan akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan mental yang dapat menimbulkan perasaan cemas maupun
stres. (Harian umum Pikiran Rakyat, 14 Februari 1998) Seorang bapak yang
sebelum pensiun menjabat sebagai salah satu direksi di sebuah perusahaan
menyatakan bahwa dirinya merasa masih mampu untuk tetap bekerja. Ia pun
manambahkan bahwa besarnya uang pensiun yang diterima setiap bulannya hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dari hasil wawancara awal yang dilakukan Peneliti dengan seorang bapak
yang telah memasuki masa pensiun diperoleh bahwa saat akan menjalani masa
persiapan pensiun (MPP) dirinya merasa stres. Di satu sisi karena faktor usia,
dirinya harus menghentikan pekerjaan sebagai suatu aktivitas rutin. Tapi di sisi lain,
secara fisik dirinya masih mampu untuk bekerja dan masih sehat untuk berkarya.
Bapak tersebut merasakan dengan pensiun ada sesuatu yang hilang dalam
kehidupannya, terutama rutinitas bekerja di kantor. Oleh karena itulah untuk
meredakan stres yang dirasakan, dirinya memilih untuk meneruskan bekerja di
perusahaan lain sesudah memasuki masa pensiunnya tersebut.
Dalam menjalani masa persiapan pensiun pihak PT. “X” memiliki kebijakan,
manager menengah atas yang memasuki masa persiapan pensiun dibebastugaskan
namun masih menerima gaji penuh selama setahun sebelum pensiun. Hal ini
dilakukan dengan harapan manager menengah atas yang akan pensiun dapat
mengantisipasi hal-hal yang akan dialaminya di masa pensiun, belajar bahwa masa
pensiun bukan hal yang menakutkan dan karenanya harus berusaha menyesuaikan
diri dengan pola kehidupan baru, yang diharapkan dapat mengurangi stres dan
membantu individu dalam mengatasi masa pensiun.
Dari hasil wawancara dengan bagian Direktorat SDM PT. “X, ditemukan
bahwa setiap tahunnya fenomena stres dalam menghadapi pensiun yang biasanya
diibaratkan sebagai “mati pelan-pelan” sering dihadapi oleh para calon pensiunan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para calon pensiunan itu pula, diketahui
bahwa hal tersebut diakibatkan oleh tidak adanya lagi kegiatan rutin yang selama ini
dijalani, merasa bingung mengisi waktu luang, dan merasa bahwa dirinya sudah
tidak berguna lagi di masyarakat.
Masa pensiun bagi sebagian individu merupakan suatu masa yang memiliki
karakter serba tidak jelas karena menjadi tanda perubahan atau terhentinya kerja
rutin seseorang sehingga mengakibatkan timbulnya stres. Bagi manager menengah
atas yang memandang bahwa menghadapi masa pensiun ini dipenuhi oleh segala
kekhawatiran akan kondisi yang akan dihadapi maka situasi tersebut akan
menimbulkan stress-appraisal. Apabila para manager menengah atas merasa
bahwa masa pensiun bukanlah situasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan
dirinya maka akan menimbulkan irrelevant. Sedangkan jika para manager
menengah atas menghayati masa pensiun sebagai hal yang positif dan dianggap
dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya maka akan menimbulkan benign-positive
sehingga berdasarkan hal tersebut maka derajat stres yang akan dihayati oleh para
manager menengah atas yang menjalani masa persiapan pensiun ada yang rendah
bahkan dapat dianggap sebagai tantangan.
Berbekal dari masalah-masalah yang telah dipaparkan di atas, maka Peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai derajat stres pada manager
menengah atas dalam menjalani masa persiapan pensiun di Kantor Pusat PT. “X”
Bandung.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka ingin diketahui :
Sejauh mana derajat stres yang dihayati manager menengah atas dalam menjalani
masa persiapan pensiun di Kantor Pusat PT. “X” Bandung.
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Maksud Penelitian
Adapun maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
memperoleh gambaran mengenai derajat stres pada manager
menengah atas dalam menjalani masa persiapan pensiun di kantor
pusat PT. “X” Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat stres
pada manager menengah atas dalam menjalani masa persiapan
pensiun yang menggejala melalui efek-efeknya di kantor pusat PT. “X”
Bandung.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
1.4.1. Kegunaan Ilmiah
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan antara lain untuk :
a. Memberikan sumbangan informasi bagi bidang Psikologi Industri &
Organisasi secara khusus tentang derajat stres pada manager menengah
atas dalam menjalani masa persiapan pensiun.
b. Sebagai landasan informatif untuk penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan derajat stres pada manager menengah atas dalam
menjalani masa persiapan pensiun.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain :
a. Memberikan informasi bagi manager menengah atas di Kantor Pusat PT.
“X” Bandung mengenai derajat stres yang pada umumnya dirasakan para
manager menengah atas sehingga mereka menghayati adanya rasa
senasib sehingga hal ini bisa menjadi social support bagi mereka dalam
menjalani masa persiapan pensiun untuk meredakan stres yang mungkin
dihayati.
b. Sebagai masukan/informasi untuk bagian HRD/SDM di perusahaan,
mengenai hal-hal yang kelak mungkin akan dialami manager menengah
atas perusahaannya dan derajat stres dalam menjalani masa persiapan
pensiun, sehingga bagian HRD/SDM nantinya dapat menindaklanjuti
dengan mengadakan program stress management.
1.5. KERANGKA PEMIKIRAN
Bagi setiap individu, bekerja merupakan suatu tugas perkembangan yang
harus dipenuhi sehingga dengan bekerja individu dapat memenuhi kebutuhan dan
hidup mandiri. Namun dalam bekerja pun, ada akhir yang harus dijalani dan dalam
hal ini berhenti bekerja tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Setiap individu
yang bekerja pada akhirnya akan mengalami pensiun karena faktor usia yang
dianggap tidak produktif lagi. Pensiun merupakan salah satu kejadian yang
bermakna dalam kehidupan individu yang bekerja, juga merupakan transisi dari usia
dewasa ke usia lanjut (Kimmel, 1980). Pensiun juga merupakan berakhirnya masa
kerja secara formal dan mulainya suatu peran yang baru dalam hidup seseorang
yang berkaitan dengan harapan-harapan baru terhadap tingkah lakunya, dan
pendefinisian kembali dirinya (Turner&Helms, 1995). Pensiun berkaitan dengan
perubahan dari suatu peran yang secara ekonomis produktif, yang terdefinisi dengan
jelas, ke suatu peran yang secara ekonomis tidak produktif, yang seringkali tidak
jelas (Ransom, Sutch,&Williamson, 1991; Schuller, 1989; dalam Turner&Helms,
1995). Masa ini merupakan masa peralihan tatkala individu mulai melepaskan
pekerjaannya dan mengurangi sebagian tanggung jawab sosialnya (Donna R. Eyde
& Jay A. Rich, 1983).
Bersamaan dengan masuknya individu pada masa pensiun, dirinya akan
dihadapkan pada berbagai perubahan, misalnya berkurangnya pendapatan,
berubahnya identitas diri dan peran, bertambahnya waktu luang, berkurangnya
kontak sosial (Turner dalam Turner&Helms, 1995). Perubahan-perubahan yang
dialami pada saat akan memasuki pensiun, menuntut individu untuk melakukan
penyesuaian diri. Bagaimana seorang individu menyesuaikan diri terhadap
perubahan yang dihadapinya, dapat dilihat dari reaksi individu tehadap situasi
tersebut. Schneiders (1964 dalam Lazarus & Folkman, 1984) mengungkapkan,
“Setiap individu memberikan reaksi yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi,
dan hal ini tergantung pada proses pendekatannya. Seseorang mungkin akan dapat
bereaksi tanpa adanya beban, akan tetapi orang lain menganggapnya sebagai suatu
situasi yang membebani atau mengancamnya. Reaksi individu terhadap situasi
tersebut seringkali dikatakan sebagai penyesuaian diri”. Dalam hal ini, situasi yang
harus dihadapi tersebut adalah situasi pensiun. Juga diungkapkan bahwa sikap
individu terhadap masa pensiun seringkali menentukan pola penyesuaian diri
(Coleman, 1990; Hughes, 1990; dalam Turner&Helms, 1995).
Proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh para manager menengah atas
yang menjalani masa persiapan pensiun ini seringkali menjadi stressor. Berdasarkan
teori dari Lazarus (1976) stressor tersebut antara lain: Social Demand (tuntutan
sosial), Role Ambiguity (ketidakjelasan peran), dan Role Stagnation (kemandekan
peran). Social Demand atau tuntutan sosial yang harus dihadapi para manager
menengah atas tersebut adalah berupa harapan-harapan normatif dari lingkungan
tentang tingkah laku yang harus ia jalani. Hal ini dapat terjadi pada manager
menengah atas yang menjalani masa persiapan pensiun di Kantor Pusat PT. “X”
Bandung, terutama saat lingkungan menuntut mereka untuk dapat melakukan
kegiatan bermanfaat saat pensiun tiba.
Stressor yang kedua yaitu adanya Role Ambiguity atau adanya
ketidakjelasan individu terhadap peran yang harus dijalani selama masa pensiun.
Manager menengah atas yang menjalani masa persiapan pensiun di Kantor Pusat
PT. “X” Bandung cenderung mengalami kebingungan mengenai hal yang harus
dilakukan saat memasuki masa pensiun. Kebingungan atau ketidakpahaman yang
dialami oleh manager menengah atas ini dapat mengganggu keseimbangan diri
mereka. Hal ini dapat menjadi penyebab stres dalam diri manager menengah atas
tersebut, karena mampu memunculkan rasa cemas.
Faktor terakhir adalah Role Stagnation, atau adanya perasaan bahwa peran
yang mereka jalani mengalami kemandekan. Dalam hal ini, para manager
menengah atas yang menjalani masa persiapan pensiun di Kantor Pusat PT. “X”
Bandung merasakan adanya kemandekan dalam kegiatan maupun peran yang
harus dijalankan dalam kehidupan sehari-harinya. Pada umumnya, para calon
pensiunan ini merasa bahwa masa pensiun merupakan proses terhentinya kegiatan
produktif mereka. Perasaan kemandekan ini dapat menjadi penyebab stres
(stressor) bagi manager menengah atas yang menjalani masa persiapan pensiun di
Kantor Pusat PT. “X” Bandung.
Menurut Lazarus & Folkman (1984), stres adalah hubungan spesifik antara
individu dengan lingkungan yang dinilai sebagai tuntutan yang melebihi sumber daya
dan membahayakan kesejahteraannya atau dengan kata lain stres merupakan
fenomena yang menunjukkan respon individu terhadap keadaan lingkungan. Apabila
individu merasakan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan yang melebihi
kemampuan yang dimiliki maka stres akan muncul.
Stres atau tidaknya individu, tergantung dari cara individu menilai situasi atau
peristiwa yang dihadapinya dan sumber-sumber daya yang dimilikinya, yang
dinamakan penilaian kognitif (cognitive appraisals). Penilaian kognitif ini menurut
Lazarus (1984), merupakan suatu proses evaluatif yang menjelaskan terjadinya
stres sebagai akibat dari interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Jadi,
walaupun penyebab stresnya serupa, dalam hal ini menjalani masa persiapan
pensiun, akan tetapi penghayatan setiap karyawan tentu berbeda-beda.
Bentuk penghayatan stres yang dihasilkan melalui proses penilaian kognitif
menurut Lazarus (1984), menjadi tiga macam, yaitu irrelevant, benign-positive, dan
stress appraisals. Suatu situasi dapat dirasakan oleh manager menengah atas tidak
berpengaruh terhadap kesejahteraan dirinya, tidak bermakna, tidak ada keterkaitan
sehingga dapat diabaikan dinamakan irrelevant. Bentuk penghayatan
benign-positive terjadi jika suatu situasi dihayati sebagai hal yang positif dan dianggap
dapat meningkatkan kesejahteraan diri individu dan stress appraisals terjadi jika
suatu situasi menimbulkan penghayatan harm/loss (gangguan kerugian/perasaan
kehilangan), threat (ancaman), dan challenge (tantangan).
Ketiga penghayatan ini dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya derajat
stres yang dialami manager menengah atas berdasarkan penghayatan dalam
menjalani masa persiapan pensiun. Bagaimana manager menengah atas menilai
masa pensiun sebagai tuntutan baginya dan apakah kondisi pensiun dinilai
membahayakan kesejahteraannya, hal ini diasumsikan dapat menimbulkan stres
bagi manager menengah atas. Dengan adanya ketiga penghayatan di atas,
manager menengah atas yang menjalani masa persiapan pensiun dapat menghayati
situasi yang dihadapinya, sehingga akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya
derajat stres yang dialami oleh manager menengah atas tersebut. Dengan demikian,
melalui proses penilaian kognitif, manager menengah atas yang menjalani masa
persiapan pensiun dapat menilai situasi atau peristiwa dan sumber daya yang
dimilikinya untuk menghadapi stressor (penyebab stres) dan hambatan yang ada.
Stres yang dialami manager menengah atas dalam menjalani masa
persiapan pensiun selanjutnya dapat muncul dalam berbagai reaksi efek atau gejala
yang dapat dikelompokkan dalam berbagai bentuk. Menurut Cox (1978) terdapat 6
efek dari stres yang dapat dialami oleh manager menengah atas tersebut, yaitu :
efek subyektif, seperti kecemasan yang muncul pada saat manager menengah
atas mulai menyadari masa pensiun yang sudah mulai dekat dan merasa tidak
mampu berbuat apa-apa untuk meredakannya sehingga dapat menambah rasa
cemas itu sendiri. Menurut Sarafino (1990), stres mampu memunculkan bentuk
reaksi-reaksi emosional, seperti takut (fear), cemas (anxiety), depresi, dan marah.
Kedua, efek tingkah laku seperti merokok dan minum alkohol dalam jumlah
yang banyak bagi manager menengah atas yang memang perokok dan menyukai
minum alkohol. Dalam bentuk tingkah laku sosial, stres juga mampu membuat
manager menengah atas yang menjalani masa persiapan pensiun menjadi bersikap
kurang peduli dengan keadaan sekitarnya. Ketiga, efek kognitif seperti sulit
berkonsentrasi dan tidak mampu mengambil keputusan. Hal ini didukung oleh
Cohen (1986) bahwa tingkat stres yang tinggi dapat mengganggu daya ingat serta
atensi individu dalam aktivitas kognisinya.
Keempat, perubahan fisiologis seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan laju pernafasan, meningkatnya denyut jantung, meningkatnya
metabolisme tubuh, munculnya ketegangan otot, mengeluarkan keringat berlebih,
gangguan pernafasan, gangguan pencernaan, darah tinggi, dan sebagainya. Kelima,
efek organisasi misalnya meningkatnya ketidakhadiran di saat akhir pengabdian,
serta produktivitas yang rendah. Sedangkan efek keenam adalah efek kesehatan
misalnya insomnia, migren, sakit kepala. Jadi apabila individu berada dalam kondisi
stres yang tinggi secara terus menerus maka akan menimbulkan penyakit seperti
hipertensi, depresi, nyeri di dada, luka lambung, dan serangan jantung.
Dengan demikian, derajat stres yang ada pada diri manager menengah atas
dalam menghadapi masa pensiun di kantor pusat PT. “X” Bandung dapat terdeteksi
melalui gejala yang dimunculkannya, yaitu seperti : efek subyektif, efek tingkah laku,
efek kognitif, efek fisiologis, efek organisasi, dan efek kesehatan.
Secara skematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Asumsi-asumsi :
1. Bekerja sebagai suatu tugas perkembangan yang harus dijalani pada akhirnya
akan terhenti, namun berhenti bekerja tidak sesederhana itu karena ada
perubahan yang harus dijalani.
2. Perubahan yang dialami oleh manager menengah atas yang menghadapi masa
pensiun di kantor pusat PT. “X” Bandung memerlukan penyesuaian diri.
3. Setiap penyesuaian diri rentan terkena stres apabila individu memaknakan masa
pensiun sebagai situasi perubahan yang memiliki ketidakpastian, yang
mengancam dan membahayakan kesejahteraan individu.
4. Tuntutan sosial (Social Demand), peran yang tidak jelas (Role Ambiguity), dan
kemandekan peran (Role Stagnation) menjadi stressor bagi manager menengah
atas yang menghadapi masa pensiun di kantor pusat PT. “X” Bandung. Penilaian
kognitif manager menengah atas yang menghadapi masa pensiun di kantor
pusat PT. “X” Bandung terhadap stressor, menentukan tinggi atau rendahnya
derajat stres pada manager menengah atas tersebut.
5. Derajat stres manager menengah atas yang menghadapi masa pensiun di kantor
pusat PT. “X” Bandung dapat terdeteksi melalui 6 efek dari stres, yaitu : efek
subyektif, efek tingkah laku, efek kognitif, efek fisiologis, efek kesehatan, dan
efek organisasi yang terbagi menjadi kategori tinggi, moderat cenderung tinggi,
moderat cenderung rendah, dan rendah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data
mengenai stres terhadap 30 orang manager menengah atas yang akan menjalani
masa persiapan pensiun di Kantor Pusat PT.”X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Derajat stres manager menengah atas yang akan menjalani masa persiapan
pensiun di Kantor Pusat PT.”X” Bandung sebagian besar berada pada derajat
yang tergolong moderat cenderung rendah, dan memiliki tingkatan yang moderat
cenderung rendah pula pada efek subyektif, efek tingkah laku, efek kognitif, efek
fisiologis, efek kesehatan, dan efek organisasi.
2. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa stres yang dihayati pada derajat moderat
cenderung rendah, secara berurutan menggejala pada efek subyektif, efek
kognitif, efek organisasi, efek kesehatan, efek tingkah laku, dan efek fisiologis.
Sebagian besar manager menengah atas (70%) yang menghayati stres pada
derajat moderat cenderung rendah memperlihatkan efek subyektif yang moderat
cenderung rendah. Sebagian besar manager menengah atas (60%) dan 16,7%
manager menengah atas yang menghayati stres pada derajat moderat
cenderung rendah dan rendah memperlihatkan efek kognitif yang moderat
cenderung rendah. Sebanyak 50% manager menengah atas yang menghayati
stres pada derajat moderat cenderung rendah memperlihatkan efek organisasi
yang moderat cenderung rendah. Sebanyak 50% manager menengah atas yang
menghayati stres pada derajat rendah memperlihatkan aspek efek fisiologis yang
moderat cenderung rendah. Sebanyak 46,7% manager menengah atas yang
berada pada stres pada derajat moderat cenderung rendah memperlihatkan efek
tingkah laku yang moderat cenderung rendah. Sebanyak 46,7% manager
menengah atas yang menghayati stres pada derajat moderat cenderung rendah
memperlihatkan efek kesehatan yang moderat cenderung rendah.
3. Stres yang dihayati oleh manager menengah atas yang moderat cenderung
rendah dapat dijelaskan melalui Social Demand, Role Ambiguity, dan Role
Stagnation. Dari faktor Social Demand yang dapat berasal dari keluarga dan
lingkungan sekitar sebagai lingkungan yang utama, sebagian besar manager
menengah atas yang akan menjalani masa persiapan pensiun di Kantor Pusat
PT.”X” Bandung dengan stres pada derajat yang tergolong moderat cenderung
rendah menyatakan bahwa dukungan keluarga dirasakan sangat mempengaruhi
karena mereka merasa adanya perhatian dan rasa aman yang dapat
menyangga stres. Dari faktor Role Ambiguity ditemukan bahwa sebagian besar
manager menengah atas yang akan menjalani masa persiapan pensiun di
Kantor Pusat PT.”X” Bandung merasa cukup jelas peran yang harus dijalaninya
dalam menjalani masa persiapan pensiun ini, dengan demikian manager
menengah atas yang akan menjalani masa persiapan pensiun akan mampu
melakukan perannya yang sesuai dengan tuntutan lingkungan dengan baik
sehingga tidak akan menimbulkan stres yang berlebihan dalam dirinya. Dari
faktor Role Stagnation ditemukan bahwa sebagian besar manager menengah
atas yang akan menjalani masa persiapan pensiun di Kantor Pusat PT.”X”
Bandung yang menghayati stres pada derajat moderat cenderung rendah
merasa bahwa latar belakang bahwa alasan mereka bekerja adalah untuk
memanfaatkan ilmu yang diperoleh mampu mengurangi perasaan kemandekan
sehingga mampu menunjukkan derajat stres yang tidak terlalu tinggi.
4. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa manager menengah atas yang
akan menjalani masa persiapan pensiun di Kantor Pusat PT.”X” Bandung melalui
penilaian kognitif yang dimilikinya memandang situasi masa pensiun sebagai hal
yang positif dan dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya, serta memiliki
sumber daya yang melebihi tuntutan sosial yang ada sehingga cukup mampu
mentolerir stres. Penilaian kognitif dan sumber daya tersebut cukup mampu
diterapkan secara efektif dalam menghadapi masalah yang muncul dalam
menjalani masa persiapan pensiunnya.
5.2. SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya
maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:
5.2.1. Saran Praktis
1. Memberikan informasi kepada pihak Kantor Pusat PT.”X” Bandung, khususnya
mengenai derajat stres pada manager menengah atas yang akan menjalani
masa persiapan pensiun, dan kaitannya dengan tuntutan dan sumber daya yang
dimiliki sebagai suatu hal yang dihayati dapat meningkatkan kesejahteraan