• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA."

Copied!
291
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Lucky Astria Silalahi NIM 12108244061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,

(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibu tercinta.

(7)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA

Oleh

Lucky Astria Silalahi NIM 12108244061

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan budi pekerti di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. Aspek yang diamati dalam implementasi pendidikan budi pekerti ini adalah strategi pengembangan pendidikan budi pekerti, metode pendidikan budi pekerti dan penanaman nilai-nilai budi pekerti.

Subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, pamong dan peserta didik tahun ajaran 2015/2016. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai budi pekerti yang dikembangkan melalui implementasi pendidikan budi pekerti di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa antara lain religius, sosial, sopan santun, kesetaraan gender, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, sportifitas, tanggungjawab, kerjasama, dan penghargaan terhadap lingkungan. Semua nilai tersebut diintegrasikan melalui strategi pengembangan pendidikan budi pekerti seperti keteladanan atau contoh, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan dan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh semua pihak baik kepala sekolah, pamong maupun peserta didik setiap harinya dengan menggunakan metode pendidikan budi pekerti seperti metode among, metode ngerti, metode ngrasa, dan metode nglakoni yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara.

Kata kunci: pendidikan budi pekerti, sekolah dasar

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Implementsi

Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat sarjana pada program Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa peran serta dari berbagai pihak baik secara moral maupun material. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta dalam mewujudkan masa depan.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan ijin penelitian dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(9)

4. Dr. Wuri Wuryandani, M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan ilmu dan arahan secara tulus serta penuh kesabaran dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepala SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, Nyi Anastasia Riatriasih, M.Pd, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.

6. Para pamong SD Taman Muda Ibu Pawiyatan, yang turut serta memberikan informasi dan bantuan dalam memperlancar penulis dalam penelitian skripsi ini.

7. Seluruh staf dan peserta didik SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. 8. Orangtua yang selalu mendukung dan mendoakan keberhasilan anak-anaknya. 9. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku, yang telah memberikan doa dan

dukungannya.

10. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan karya ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak senantiasa diharapkan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pemikiran baru bagi Pendidikan di Indonesia. Penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi terdapat kesalahan ataupun kekeliruan.

Yogyakarta, 24 Oktober 2016

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti ... 11

B. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti ... 15

C. Nilai-nilai Pendidikan Budi Pekerti ... 19

D. Dasar Pendidikan Budi Pekerti ... 29

E. Strategi Pengembangan Pendidikan Budi Pekerti ... 38

F. Metode Pendidikan Budi Pekerti ... 40

(11)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ... 52

B. Setting Penelitian ... 53

1. Lokasi Penelitian ... 53

2. Waktu Penelitian ... 55

C. Sumber Data ... 54

1. Sumber Data Utama (Primer) ... 55

2. Sumber Data Tambahan (Sekunder) ... 55

D. Subyek dan Objek Penelitian ... 55

1. Subyek Penelitian ... 55

2. Objek Penelitian ... 56

E. Teknik Pengumpulan Data ... 56

1. Observasi ... 57

2. Wawancara ... 58

3. Dokumentasi ... 59

F. Instrumen Penelitian ... 59

1. Pedoman Observasi ... 60

2. Pedoman Wawancara ... 60

G. Teknik Analisis Data ... 64

1. Reduksi Data (Data Reduction) ... 65

2. Penyajian Data (Data Display) ... 66

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification) ... 66

H. Keabsahan Data ... 67

1. Triangulasi Sumber ... 67

2. Triangulasi Teknik 67 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 69

1. Lokasi Sekolah ... 69

2. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah ... 72

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 73

(12)

D. Keterbatasan Penelitian ... 135

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 137

B. Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 139

(13)

DAFTAR TABEL

(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Model Interaktif ... 65

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 142

Lampiran 2. Hasil Observasi ... 145

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ... 177

Lampiran 4. Pedoman Wawancara Guru Kelas (Pamong) ... 179

Lampiran 5. Pedoman Wawancara Siswa ... 183

Lampiran 6. Transkrip Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 186

Lampiran 7. Transkrip Wawancara dengan Guru Kelas (Pamong) ... 192

Lampiran 8. Transkrip Wawancara dengan Peserta Didik ... 206

Lampiran 9. Reduksi Hasil Observasi ... 220

Lampiran 10. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah... 239

Lampiran 11. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Guru Kelas (Pamong) ... 244

Lampiran 12. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Peserta Didik ... 255

Lampiran 13. Dokumentasi Gambar ... 262

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Krisis moral yang dialami bangsa Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Krisis moral ini bukan lagi menjadi sebuah permasalahan sederhana akan tetapi memiliki dampak serius di kalangan peserta didik. Perilaku-perilaku yang mencerminkan adanya krisis moral tersebut mengarah pada rendahnya perilaku kesopanan pada diri siswa, seperti keluar masuk kelas tanpa izin terlebih dahulu kepada guru. Padahal untuk membangun suatu negara yang maju dibutuhkan generasi muda berprestasi yang memiliki budi pekerti yang luhur.

(17)

Pendidikan dapat diartikan sebagai proses yang berkesinambungan, bahwa mendidik manusia adalah proses yang tidak akan pernah selesai. Pendidikan tidak berhenti ketika peserta didik menjadi dewasa, akan tetapi pendidikan akan terus menerus berkembang selama terdapat interaksi antara manusia dengan lingkungan sesama manusia serta dengan lingkungan alamnya.

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh (fisik) anak. Ketiga hal tersebut, yaitu tumbuhnya budi pekerti, intelektual dan fisik anak tidak dapat dipisah-pisahkan agar supaya dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak yang selaras dengan dunianya (Nurul Zuriah, 2007: 122).

(18)

kodrat tersebut agar dapat memperbaiki lakunya hidup dan tumbuhnya (Bartolomeus, 2013: 75).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia. Hal ini dinyatakan di dalam tujuan pendidikan nasional yang ada di Indonesia yaitu dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan tersebut sebenarnya sudah sangat lengkap untuk mendidik anak didik kita menjadi pribadi yang utuh dan mandiri yang dilandasi akhlak dan budi pekerti yang luhur. Namun demikian, dalam kenyataannya tujuan yang mulia tersebut tidak diimbangi oleh kebijakan pemerintah, yang terbukti pada kurikulum sekolah pada tahun 1984 telah menghapuskan mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran di sekolah. Oleh karena itu aspek-aspek yang berkaitan dengan budi pekerti menjadi kurang disentuh, bahkan ada kecenderungan dilupakan sama sekali dalam dunia pendidikan.

(19)

Walaupun budi pekerti merupakan bagian dari mata pelajaran agama yang salah satu bahasannya adalah akhlak atau budi pekerti, pembahasannya tersebut hanya memperoleh porsi yang sangat kecil. Hal ini dikarenakan cukup banyak aspek yang dibahas dalam mata pelajaran agama dengan alokasi waktu yang sangat minim, yaitu hanya dua jam dalam seminggu. Oleh karena itu, sentuhan aspek budi pekerti menjadi sangat kurang. Padahal zaman terus berjalan, budaya dan teknologi terus berkembang sangat cepat, dan arus informasi global bagai tidak terbatas.

Sebagai akibatnya adalah budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada filter yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang konsumeristik, kapitalistik dan hedonistik yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur dari bangsa ini cepat masuk dan mudah ditiru oleh generasi muda kita. Perilaku negatif, seperti tawuran, anarkis, dan premanisme ada di mana-mana. Kenyataan lain yang juga menunjukkan adanya indikator budi pekerti yang gersang adalah banyaknya terjadi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak sekolah di bawah umur. Tindak kejahatan mencuri, menodong, bahkan membunuh terkadang pelakunya adalah pelajar sekolah. Hal ini sangat ironis dan memprihatinkan serta bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.

(20)

meningkatkan kesadaran dan pengalaman moral susila secara luas, yaitu salah satunya dengan meningkatkan pendidikan budi pekerti di sekolah. Pentingnya pendidikan budi pekerti yaitu untuk membentuk jati diri seseorang mempertahankan dan mengembangkan derajat dan martabat manusia dengan tingkah laku yang baik, mencegah berbagai macam kejahatan, dan mencapai tujuan hidup manusia yaitu kebahagian lahir dan batin.

Menanamkan kembali pendidikan budi pekerti pada aktivitas pendidikan di sekolah, akan memberikan pegangan hidup yang kokoh kepada peserta didik dalam menghadapi perubahan sosial. Kematangan kepribadian peserta didik akan menjadikan peserta didik mampu memperjelas dan menentukan sikap dalam memilih budaya-budaya baru yang masuk. Dengan bekal pendidikan budi pekerti secara memadai, akan memperkuat konstruksi moralitas peserta didik sehingga mereka tidak mudah goyah dalam menghadapi berbagai macam godaan dan rayuan negatif di luar sekolah.

Adapun nilai-nilai moralitas dan budi pekerti yang perlu ditanamkan pada jenjang Sekolah Dasar menurut Paul Suparno, dkk (dalam Nurul Zuriah, 2007: 46-50) adalah sebagai berikut: religiusitas, sosialitas, gender, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggungjawab, dan penghargaan terhadap lingkungan alam. Nilai-nilai tersebut terintegrasi pada seluruh kegiatan anak di sekolah.

(21)

memikir-mikirkan, merasa-rasakan dan selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap (dalam perkataan dan tindakannya) yang pantas dan terpuji terhadap sesama dan lingkungannya. Ketika budi (pikiran) dan pekerti (tenaga) seseorang bersatu, maka bersatu jualah gerak, pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauannya, yang lalu menimbulkan tenaga padanya (untuk bertindak yang selaras dengan nilai-nilai dan menimbulkan relasi yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sosialnya).

Jadi, “budi pekerti” itulah yang membuat tiap-tiap manusia berdiri sebagai

manusia merdeka, yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri, menjadi manusia beradab. Namun, kemerdekaan yang dimaksudkan itu, kata Ki Hadjar Dewantara, bukan hanya menyangkut hidup seseorang yang tidak terperintah saja, tetapi seseorang juga harus menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib (penguasaan diri), termasuk mengatur tertibnya relasi dengan kemerdekaan orang lain. Dengan demikian, pendidikan yang mencerdaskan budi pekerti itu berkuasa untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dilenyapkan, maupun dalam arti menutupi, mengurangi tabiat-tabiat jahat yang tak dapat dilenyapkan sama sekali (tabiat biologis) karena sudah bersatu dengan jiwanya (Bartolomeus, 2013: 75-76).

(22)

budi pekerti melalui olah rasa, dan seni budaya serta penerapan sistem among berupa keseimbangan berupa keseimbangan peran orang tua/keluarga, keguruan, dan masyarakat.

Pendidikan yang digunakan Taman Siswa untuk mewujudkan cita-citanya dengan berdasar pada pengenalan pendidikan budi pekerti kepada anak didik di semua mata pelajaran di sekolah sehingga anak bisa menjadi manusia yang luhur dan berguna untuk masyarakat. Jadi, dalam pendidikan yang terpenting bukan masalah kecerdasan saja, tetapi justru humaniora atau budi pekertinya. Sekarang ini banyak manusia cerdas, tetapi jika tidak dibekali dengan budi pekerti yang baik maka mereka akan menggunakan kecerdasannya untuk merugikan orang lain. Pendidikan Budi Pekerti itu sendiri tidak hanya diberikan pada mata pelajaran sosial saja, tetapi juga pada mata pelajaran eksakta.

Implementasi pendidikan budi pekerti di Taman Siswa, disatupadukan ke seluruh mata pelajaran. Pendidikan Budi Pekerti ditanamkan dengan membiasakan berdoa dan memberikan salam sebelum dan sesudah pelajaran. Pelaksanaannya dapat berjalan dengan kondusif jika para pamong atau guru yang ada bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan bersandarkan pada prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

(23)

siswanya untuk berdoa terlebih dahulu atau mengucapkan salam sebelum pelajaran dimulai atau setelah pelajaran selesai. Hal itu merupakan pendidikan budi pekerti yang baik yang harus dibiasakan, keteadanan yang bersumber dari ajaran agama yang penting untuk dilaksanakan menjadi sebuah kebiasaan atau habit. Pendidikan tidak akan berjalan dengan baik, jika pamong tidak bisa menjadi teladan siswanya. Konsep pendidikan among yang diterapkan di Taman Siswa mendasarkan diri pada sistem pendidikan yang berasaskan kekeluargaan. Kekeluargaan intinya adalah kasih sayang dan cinta kasih sehingga hubungan guru dengan siswa seperti hubungan anak dengan orang tuanya. Pamong atau guru diharapkan memberikan bimbingan secara luwes, jangan sampai anak merasa tertekan, karena Taman Siswa mengedepankan pemberian kemerdekaan pada siswanya.

Dalam implementasinya, sistem among disebut dengan tut wuri handayani. Tut Wuri berarti memberikan kemerdekaan. Jadi, selama anak itu mengerjakan dan berpikir positif atau tidak merugikan pribadi atau masyarakat, maka ia diberi kemerdekaan dan kebebasan sehingga anak menjadi aktif, kreatif, inovatif, produktif dan sebagainya.

(24)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka didapatkan identifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan pendidikan belum sepenuhnya menghasilkan generasi yang berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur.

2. Penghapusan mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran di sekolah mengakibatkan degradasi moral pada peserta didik.

3. Belum diketahui implementasi pendidikan budi pekerti di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka peneliti membatasi permasalahan pada belum diketahui implementasi pendidikan budi pekerti di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta.

D.Rumusan Masalah

(25)

E.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan budi pekerti di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak yakni sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan ilmu dan pandangan terkait penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah dasar untuk dapat dijadikan masukan bagi solusi alternatif terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang terjadi pada saat sekarang ini. Serta dapat memberikan kontribusi pemikiran dan memperkaya keilmuan di bidang pendidikan budi pekerti.

2. Secara praktis

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Pengertian Pendidikan Budi Pekerti

Peranan pendidikan bagi manusia sangatlah penting karena manusia telah menyadari tentang arti sebuah kehidupan sehingga pendidikan menjadi perhatian tersendiri dalam rangka mencari eksistensi dirinya. Ki Hadjar Dewantara mengemukakan definisi tentang pendidikan, yaitu sebagai berikut:

Pendidikan menurut pengertian umum adalah: “Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” (Bartolomeus, 2013: 75).

Lebih jelas lagi Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan pengertian pendidikan dalam konteks pengajaran budi pekerti adalah:

“Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak.Komponen-komponen budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak itu tidak boleh dipisah-pisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak.” (Muchlas. S, 2011: 33).

(27)

pendidikan juga merupakan proses penularan nilai dan norma serta penularan keahlian dan keterampilan. Hal ini senada dengan pendapat Ki Buntarsono (dalam Nurul Zuriah, 2007: 123) yang mengatakan bahwa pendidikan seharusnya diarahkan agar tidak hanya mengejar intelektual saja.Akan tetapi, moral anak didiknya juga harus diperkuat. Jika yang dikejar hanya intelektualnya saja maka dinamakan pengajaran, tetapi jika yang dikejar intelektual dan moralnya maka hal itu bisa dikatakan pendidikan.

Budi pekerti terdiri dari dua kata yaitu Budi dan Pekerti. Budi yang berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran, pekerti berarti kelakuan. Secara etimologi Jawa budi berarti nalar, pikiran atau watak, sedangkan pekerti berarti penggawean, watak, tabiat atau akhlak. Dalam bahasa Sanskerta budi berasal dari kata Budh, yaitu kata kerja yang berarti sadar, bangun, bangkit (kejiwaan). Budi adalah penyadar, pembangun, pembangkit. Pekerti dari akar kata Kr yang berarti bekerja, berkarya, berlaku, bertindak (keragaan). Kata budi pekerti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) adalah tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana, serta manusiawi. Budi pekerti didorong oleh kekuatan rohani manusia yakni pemikiran, rasa, dan karsa yang akhirnya muncul menjadi perilaku yang dapat terukur dan menjadi kenyataan dalam kehidupan.

(28)

budi pekerti tidak lain artinya daripada menyokong perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum (Ki Hadjar Dewantara, 1977: 485). Upaya yang dimaksudkan itu berupa anjuran-anjuran, perintah-perintah kepada anak-anak untuk melakukan berbagai perilaku yang baik dengan cara disengaja. Syarat-syaratnya adalah mereka menyadari, menginsyafi dan melakukan anjuran atau perintah gurunya. Sementara pengajar atau pamong adalah penuntun yang menjadi teladan bagi para peserta didiknya dalam berperilaku baik agar mereka mencapai keluhuran budi atau kebijaksanaan (bersatunya lahir dan batin) dan mengalami keselamatan dan kebahagiaan (Bartolomeus, 2013: 75).

Selain dikenal sebagai tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara juga mengembangkan pendidikan budi pekerti yang merupakan salah satu pendukung utama dalam melaksanakan tujuan pendidikan nasional. Menurut Ki Hadjar Dewantara (Hadiwinarto, 2010:44) pendidikan budi pekerti harus mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa kebangsaan menuju pada kesucian, ketertiban dan kedamaian lahir batin, tidak saja syarat-syarat yang sudah ada dan ternyata baik, melainkan juga syarat-syarat zaman baru yang berfaedah dan sesuai dengan maksud dan tujuan kita.

(29)

1) Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang.

2) Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang (lahir batin, material spiritual, dan individu sosial).

3) Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan serta keteladanan.

Pendidikan budi pekerti secara operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk. Dengan demikian, terbentuklah pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.

(30)

baik melalui bimbingan, pengajaran dan latihan sebagai bekal masa depan, sehingga terbentuklah pribadi seutuhnya yang bermoral dan berbudi pekerti luhur.

B.Tujuan Pendidikan Budi Pekerti

Menurut Ramli Zakaria (dalam Hadiwinarto, 2010: 43), pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, sekaligus menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik. Persoalan nilai tidak hanya terkait dengan persoalan kepercayaan, tetapi juga dengan pemahaman, perasaan dan perilaku. Nilai-nilai pendidikan dapat diartikan dalam perasaan atau pengertian yang luas mencakup semua aspek proses guru dengan orang dewasa lainnya menanamkan nilai-nilai kepada anak.

Tujuan pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

(31)

yakni: cipta, rasa, dan karsa. Cipta adalah daya berfikir yang bertugas mencari kebenaran sesuatu; rasa adalah segala gerak gerik hati kita, yang menyebabkan kita mau atau tidak mau, merasa senang atau susah, sedih atau gembira, malu atau bangga, puas atau kecewa, berani atau takut, marah atau belas kasihan, benci atau cinta; sedangkan karsa atau kemauan selalu timbul di samping dan seakan-akan sebagai hasil buah pikiran dari hawa-nafsu kodrati yang ada di dalam jiwa manusia, namun sudah dipertimbangkan oleh pikiran serta diperhalus oleh perasaan (Hadiwinarto, 2010: 45).

(32)

Dalam hal ini, anak-anak dewasa perlu juga diberikan anjuran untuk melakukan berbagai tingkah laku yang baik dengan cara disengaja.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, untuk bagian “Taman-Muda”, bagi anak umur antara 9-12 tahun: dalam “periode hakikat” ini hendaknya anak-anak diberi pengertian tentang segala tingkah laku kebaikan dalam hidupnya sehari-hari. Meskipun caranya masih “occasional” atau “spontan”, namun di kelas tertinggi

bolehlah disediakan jam yang tertentu. Tidak cukup mereka hanya “membiasakan”

saja apa yang dianjurkan atau diperintahkan oleh orang-orang tua di sekelilingnnya. Tidak cukup pula mereka hanya “menginsyafi”, namun perlulah mereka

“menyadari”-nya.Jangan sampai mereka terikat oleh “syari’at yang kosong”.

Terangkanlah sekedarnya maksud dan tujuan pengajaran budi-pekerti, yang pokoknya tidak lain daripada memelihara tata-tertib dalam hidupnya lahir, guna mencapai rasa damai hidup batinnya, baik yang mengenai hidup dirinya sendiri maupun hidup masyarakatnya (Ki Hadjar Dewantara, 1977: 488).

(33)

dan transaksi internalisasi (proses pengorganisasian dan pembiasaan nilai-nilai kebaikan menjadi kepercayaan/keimanan yang mempribadi) (Zubaedi, 2005: 5).

Atas dasar ini, dapat dipahami bahwa titik tekan pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan potensi-potensi kreatif subjek didik agar menjadi manusia “baik”, baik menurut pandangan manusia dan baik menurut pandangan

Tuhan. Persoalan manusia “baik” merupakan persosalan nilai karena menyangkut penghayatan dan pemaknaan yang bersifat afektif ketimbang kognitif. Seseorang akan melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tergantung pada sistem nilai yang dipegangnya. Sistem nilai di sini menjadi preference (pilihan) dari perilaku seseorang yang menjadi ukuran kepatutan atau kepantasan (Zubaedi, 2005: 5).

Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Bartolomeus, 2013: 75), citra seseorang yang memiliki kecerdasan budi pekerti (watak atau pikiran) adalah orang yang senantiasa memikir-mikirkan, merasa-rasakan dan selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap (dalam perkataan dan tindakannya) yang pantas dan terpuji terhadap sesama lingkungannya. Ketika budi (pikiran) dan pekerti (tenaga) seseorang bersatu, maka bersatu jualah gerak, pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauannya, yang lalu menimbulkan tenaga padanya (untuk bertindak yang selaras dengan nilai-nilai dan menimbulkan relasi yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sosialnya).

(34)

1 Membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, sekaligus menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik.

2 Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

3 Membimbing hati nurani peserta didik agar berkembang lebih positif secara bertahap dan berkesinambungan.

4 Memupuk, mengembangkan, menanamkan nilai-nilai dan sifat-sifat positif ke dalam pribadi peserta didik.

5 Mengembangkan potensi-potensi kreatif subjek didik agar menjadi manusia baik.

C.Nilai-nilai Pendidikan Budi Pekerti

(35)

Jika peserta didik telah memiliki karakter dengan seperangkat nilai-nilai budi pekerti di atas, diyakini ia telah menjadi manusia “baik” (Zubaedi, 2005: 4).

Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Bartolomeus, 2013: 77), orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam khazanah nilai-nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih sayang, cinta akan kedamaian, persaudaraan, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan, serta menghargai kesetaraan derajat kemanusiaan dengan sesama. Nilai- nilai itu disemai dalam dan melalui pendidikan sejak usia dini. Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional itu, Ki Hadjar Dewantara yakin bahwa, pendidikan yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai kultural Indonesia juga.

Adapun nilai-nilai budi pekerti yang perlu ditanamkan pada jenjang Sekolah Dasar menurut Paul Suparno (dalam Nurul Zuriah, 2007: 46), adalah sebagai berikut.

1) Religiusitas

(36)

adanya kekuatan dan kekuasaan yang melebihi manusia dan ini semua ada pada Tuhan Yang Mahakuasa yaitu Allah SWT. Di samping itu juga perlu ditanamkan pada anak didik, keyakinan dan kepercayaan bahwa Tuhan adalah maha baik dan maha segalanya, karena segala sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup ada dalam alam semesta dan itu berasal dari Tuhan. Tersedianya segala kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan, tanah yang subur dan indah, kekayaan alam yang melimpah ruah, dan berguna bagi kehidupan ini harus selalu dijaga dengan baik, dan semua berasal dari Tuhan Yang Mahakuasa, Tuhan Yang Mahapengasih dan Tuhan Yang Mahapemurah.

2) Sosialitas

Nilai sosialitas dapat ditanamkan pada anak-anak SD melalui kegiatan baris-berbaris untuk masuk kelas. Ada beberapa anak yang tidak tertib, tidak mau berbaris, dan tidak mau masuk sesuai urutan, tetapi nyelonong masuk begitu saja. Hal ini akan membuat suasana gaduh karena teman-teman lain yang terlewati berteriak dan berkomentar macam-macam. Begitu juga dalam kehidupan bersama ada aturan, tatanan yang perlu untuk diperhatikan dan ditaati bersama agar semua dapat berjalan dengan tertib dan baik. Melalui kegiatan ini, anak-anak sudah dibiasakan untuk hidup bersama secara benar, baik, dan tertib.

(37)

menjunjung tinggi nilai-nilai kerjasama dan sosialitas yang tinggi. Dengan aktivitas dan kegiatan kelompok semacam ini anak dapat diperkenalkan pada sikap saling menghargai, saling membantu, saling memerhatikan, dan saling menghormati satu sama lain. Melalui semangat kerja sama, komitmen yang dibutuhkan dalam hidup bersama dapat semakin ditingkatkan.

3) Gender

Pendidikan jasmani dan kesehatan yang dilakukan melalui kegiatan olahraga di Sekolah Dasar, pada umumnya masih berupa olahraga dasar. Hal ini merupakan peluang dan kesempatan terbuka untuk memberi kesempatan kepada anak perempuan untuk mengikuti setiap kegiatan olahraga yang dilaksanakan di sekolah. Selain untuk membentuk fisik, olahraga dapat digunakan untuk membentuk gambaran bahwa perempuan pun dapat mengikuti berbagai macam kegiatan olahraga, termasuk kegiatan sepakbola sekalipun.

(38)

gender harus dilakukan sejak dini dan dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan.

4) Keadilan

Pada kelas bawah (kelas 1, 2, dan 3) jenjang pendidikan dasar, pengertian keadilan sebaiknya lebih ditekankan pada hal-hal yang sifatnya fisik lahiriah dan kasat mata (konkret), belum pada konsep yang luas dan mendalam. Dorongan dan pemberian kesempatan untuk maju berpartisipasi di depan kelas, menjawab soal, dan menjalankan tugas merupakan bagian dari keadilan awal yang perlu ditanamkan pada diri siswa pada jenjang ini. Keadilan dalam konteks seperti ini perlu dipertegas dengan sikap guru yang menjauhkan diri dari sikap dan penilaian senang (like) dan tidak senang (dislike) atau pilih kasih terhadap seseorang atau sekelompok siswa.

Pada kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6) jenjang pendidikan dasar, pengertian keadilan sudah mulai pada perbedaan hakiki antara laki-laki dan perempuan. Budaya dan kebiasaan berpakaian dan berperilaku yang “pantas dan baik” bagi

(39)

Perlakuan dan pemberian kesempatan serta hak dan kewajiban yang sama bagi laki-laki dan perempuan secara wajar merupakan bagian dari pendidikan keadilan pada anak. Pada jenjang pendidikan dasar ini anak belum diajak untuk mengkaji konsep keadilan secara mendalam, namun lebih rinci dibanding konsep pada kelas rendah.

5) Demokrasi

Melalui pendidikan IPS dan PKn, nilai-nilai demokrasi dapat ditanamkan secara tepat dan akurat. Melalui wahana bidang studi sosial tersebut penanaman jiwa dan nilai demokrasi dapat ditumbuhkan sejak dini pada anak didik. Sikap menghargai adanya perbedaan pendapat secara wajar, jujur, dan terbuka merupakan dasar sikap demokratis yang perlu ditanamkan pada anak didik di jenjang pendidikan dasar. Di samping itu, anak didik juga perlu diajak dan dididik untuk membuat kesepahaman dan kesepakatan bersama secara terbuka dan saling menghormati.

(40)

mayoritas) yang menang atau yang kuat bersuara menang, tetapi juga menghargai suara minoritas dan lebih menjunjung tinggi prinsip kebenaran dan keadilan serta kebaikan bersama.

Prinsip-prinsip di atas dapat diterapkan pada saat pemilihan pengurus kelas, pemilihan regu pramuka, atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Pemilihan yang digelar bukan berdasar senang atau tidak senang, namun berdasar pada prinsip mana yang terbaik untuk perkembangan kelas dan kelompok-kelompok di masa depan. Dalam alam demokrasi berarti juga masyarakat mempunyai tujuan bersama, harapan bersama, dan keprihatinan bersama. Prinsip dari siswa perlu dijunjung tinggi dan ditegakkan dalam kelas-kelas yang demokratis.

6) Kejujuran

(41)

pengamatannya guru dapat menyampaikan nilai kejujuran dan tanggung jawab pada anak dan dampaknya bagi kehidupan kelak.

7) Kemandirian

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana dan wadah yang tepat untuk melatih kemandirian siswa. Melalui kegiatan ini anak dilatih dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin. Kegiatan ekstrakurikuler sangat membantu proses pengembangan ini. Untuk anak yang berbakat diberi kesempatan untuk mengembangkannya, baik dari sisi akademis maupun nonakademis. Kegiatan nonakademis yang cukup menarik dan dikenal secara universal adalah melalui kegiatan pramuka atau gerakan kepanduan lainnya seperti Hizbul Wathon.

Kegiatan pramuka atau HW yang terencana akan membuat anak senang dan terlatih untuk dapat menyelesaikan persoalan, baik secara pribadi maupun kelompok. Anak juga diberi kesempatan yang luas untuk mengambil keputusan pribadi maupun bersama. Kemandirian bukan berarti tidak butuh orang lain, namun justru di dalam kebersamaan dengan orang lain.

8) Daya Juang

(42)

kegiatan olahraga juga merupakan wahana untuk mengembangkan sikap sportivitas (kejujuran) yang tinggi pada anak. Berani bersaing secara wajar, namun juga berani untuk menerima kekalahan dan mengakui kemenangan orang lain dengan setulus hati.

9) Tanggung Jawab

Pembagian tugas piket kelas secara bergiliran merupakan wahana penanaman nilai akan tanggung jawab di lingkungan kelas atau persekolahan. Kebersihan dan kenyamanan kelas bukan hanya tugas karyawan kebersihan sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama. Untuk keperluan kelas maka keterlibatan anggota kelas sangat penting. Dalam proses pengembangan tanggung jawab ini perhatian dan pendampingan guru sangat penting agar apabila anak yang tidak mau bertugas segera mendapat perhatian. Demikian juga apabila ada anak yang selalu menjadi korban kemalasan temannya dapat dilindungi sehingga tanggung jawab dan kebersamaan dalam kelas dapat terjalin dengan baik.

10) Penghargaan terhadap Lingkungan Alam

(43)

sekolah agar tetap asri dan terjaga dengan baik. Lingkungan alam yang hijau dan asri sangat membantu kesehatan dan kenyamanan hidup manusia, membuat seluruh siswa kerasan dan nyaman berada dan belajar di sekolah.

Pelaksanaan kerja bakti membutuhkan perencanaan yang baik karena ada unsur penanaman nilai yang akan disampaikan terutama berkaitan dengan tanggung jawab, kerja sama, gotong royong, kecintaan, serta penghargaan terhadap lingkungan alam. Selain perencanaan yang baik, juga dibutuhkan pengamatan dalam proses pelaksanaannya yang akan menjadi titik pijak pendampingan selanjutnya, baik secara personal, kelompok, maupun klasikal di lingkungan sekolah dasar.

(44)

D.Dasar Pendidikan Budi Pekerti

Dalam menjalankan konsep pendidikannya dalam memajukan tumbuhnya budi pekerti, Ki Hadjar Dewantara menggunakan azas atau dasar yang dicetuskan beliau pada Juli 1922 sebagai berikut:

1 Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengikuti tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum (maatschappelijk saamhoorigheid), itulah azas kita yang pertama. Tertib dan damai (tata lan tentrem, orde en vrede) itulah tujuan kita yang setinggi-tingginya. Tidak adalah “ketertiban” terdapat, kalau tak bersandar pada “perdamaian”. Sebaliknya tak

akan ada orang hidup damai, jika ia dirintangi dalam segala syarat kehidupannya. Bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groi) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluasnya. Maka dari itu pendidikan yang beralaskan syarat “paksaan-hukuman-ketertiban” (“

regering-tucht en orde”, ini perkataan dalam ilmu pendidikan) kita anggap memperkosa

hidup kebatinan anak yang kita pakai sebagai alat pendidikan ialah pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sedikit. Inilah kita namakan “Among method”.

(45)

guna amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang manfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama.

3 Tentang zaman yang akan datang, maka rakyat kita ada di dalam kebingungan. Seringkali kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan harus untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing, yang sukar didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah acapkali kita merusak sendiri kedamaian hidup kita.

4 Oleh karena pengajaran yang hanya terdapat oleh sebagian kecil dari pada rakyat kita itu tidak berfaedah untuk bangsa, maka haruslah golongan rakyat yang terbesar dapat pengajaran yang secukupnya. Kekuatan bangsa dan negeri itu jumlahnya kekuatan orang-orangnya. Maka dari itu lebih baik memajukan pengajaran untuk rakyat umum daripada mempertinggi pengajaran kalau usaha mempertinggi ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengajaran.

5 Untuk dapat berusaha menurut azas dengan bebas dan laluasa, maka kita harus bekerja menurut kekuatan sendiri. Walaupun kita tidak menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah ditolak. Itulah jalannya orang yang tak mau terikat atau terperintah pada kekuasaan, karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri.

(46)

yang kita namakan “zalfbedruipingsysteem”, yang jadi alatnya semua perusahaan

yang hendak hidup tetap dengan berdiri sendiri.

7 Dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesucian hati, berniatlah kita berdekatan dengan sang anak. Kita tidak meminta hak, akan tetapi menyerahkan diri untuk berhamba kepada sang anak.” (Ki Hadjar Dewantara, 1977: 48-49)

Apa yang telah dirumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang azas pendidikannya pada tahun 1977 diadakan perbaikan yang tidak jauh berbeda dari rumusan awal. Azas tersebut yang meliputi:

1. Kodrat Alam

Dasar pendidikan budi pekerti yang pertama yaitu azas kodrat alam yaitu azas yang dimanfaatkan untuk dapat mengembangkan segenap bakat, potensi dan kemungkinan yang terdapat dalam diri manusia secara kodrati. Menurut azas kodrat alam manusia itu terlahir sama dan merdeka.

Jadi, Ki Hadjar Dewantara selalu menganggap bahwa semua orang itu sama dan merdeka. Ki Hadjar Dewantara tidak setuju dan menentang sikap rasis dan foedalisme walaupun beliau adalah keturunan bangsawan. Sesuai dengan kodrat alam semua orang dilahirkan sama. Tidak ada yang tinggi dan tidak ada yang lebih rendah.

(47)

dapat dipahami bahwa sesungguhnya Ki Hadjar Dewantara juga mengakui adanya kekuasaan Tuhan karena yang dimaksud kodrat alam adalah kekuasaan Tuhan.

2. Azas Kemerdekaan

Kemerdekaan merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya, termasuk juga manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk merdeka dan bebas mengatur dirinya. Dalam mencapai kebahagiaan hidupnya, setiap orang mempunyai kebebasan untuk berpikir dan berbuat. Semua orang berhak hidup bahagia. Akan tetapi, kebebasan di sini bukan berarti kebebasan berbuat semaunya. Walaupun setiap orang bebas berpikir dan berbuat, namun ia harus memperhatikan ketertiban masyarakat. Kebebasan seseorang jangan sampai mengganggu dan merusak ketertiban masyarakat.

Ki Hadjar Dewantara menjunjung tinggi kemerdekaan, beliau menolak penjajahan. Dari ketidaksetujuannya mengenai hal itu bahkan beliau menolak bantuan subsidi yang ditawarkan oleh pemerintah Hindia-Belanda kepada Taman Siswa. Dapat dikatakan azas kemerdekaan dapat dimaknai dengan independensi dari seseorang atau oraganisasi. Tidak adanya keterkaitan dengan apapun yang dapat mengurangi rasa kemerdekaan yang ada pada tiap-tiap individu maupun masyarakat, akan tetapi dalam kebebasan ada nilai-nilai yang mengatur.

(48)

menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka, tidak berada dalam kekuasaan golongan apapun. Hal tersebut merupakan cita-cita pendidikan Ki Hadjar Dewantara lewat Taman Siswanya yaitu dengan cara membina manusia yang merdeka lahir dan batin. Ki Hadjar Dewantara mendidik orang agar berpikir merdeka dan bertenaga merdeka. Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara manusia merdeka ialah manusia yang tidak terikat lahir dan batinnya, orang yang merdeka ialah orang yang tidak tergantung pada orang lain (mandiri). Kemerdekaan manusia dibatasi oleh potensi yang ada pada dirinya. Kemerdekaan manusia ada 3 macam: berdiri sendiri (zelfstanding), tidak tergantung kepada orang lain (anafhankelijk) dan dapat mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikking) (Ki Hadjar Dewantara, 1977: 4).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kemerdekaan yang sejati tidak hanya dalam arti kebebasan, akan tetapi keharusan memelihara tertib damainya diri dan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama.

3. Azas Kebudayaan

(49)

Menurut Ki Hadjar Dewantara kebudayaan Indonesia harus berpangkal pada kebudayaan sendiri. Namun, Ki Hadjar Dewantara selalu bersikap terbuka dan tidak menolak unsur-unsur kebudayaan dari luar yang dapat mengembangkan khazanah kebudayaan Indonesia.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, kebudayaan Indonesia merupakan segala puncak dari sari kebudayaan bernilai di seluruh kepulauan Indonesia. Puncak-puncak kebudayaan dari suatu suku bangsa merupakan unsur-unsur budaya lokal yang dapat memperkuat solidaritas nasional (H.A.R Tilaar, 2007: 90).

Jadi, menurut Ki Hadjar Dewantara kebudayaan nasional Indonesia didukung oleh kebudayaan-kebudayaan daerah yang tinggi mutunya, baik yang lama maupun yang ciptaan baru. Kebudayaan nasional Indonesia harus bersambung (kontuinitas) dengan kebudayaan lama. Kebudayaan nasioal Indonesia harus mengumpul menuju ke arah kebudayaan universal (konvergensi) dengan memiliki kepribadian nasional sendiri (konsentrisitas). Tujuan semua ini adalah untuk mengenal budaya dan jati diri tanpa harus meniru dan menjiplak budaya asing yang dapat merusak kebudayaan sendiri.

4. Azas Kebangsaan

(50)

Dewantara untuk mengatasi segala perbedaan dan diskriminasi yang dapat tumbuh dan terjadi berdasarkan daerah, suku, keturunan ataupun keagamaan. Bagi Ki Hadjar Dewantara, kebangsaan tidaklah mempunyai konotasi, rasial biologis, status sosial ataupun keagamaan. Rasa kebangsaan adalah bagian dari rasa kebatinan kita manusia, yang hidup dan dihidupkan di dalam jiwa kita dengan disengaja.

(51)

5. Azas Kemanusiaan

Azas ini pada dasarnya mengandung makna persahabatan antar bangsa-bangsa. Dalam konteks itu, ia menggarisbawahi pentingnya Bangsa Indonesia menjalin persahabatan dengan bangsa-bangsa lain. Manusia di Indonesia hendaknya menjadi sahabat bagi siapa pun juga dan tidak boleh bermusuhan dengan bangsa-bangsa lain. Dalam praksis berbangsa dan bernegara manusia di Indonesia memperlakukan sesamanya secara beradab dalam rasa cinta kasih yang mendalam. Dalam perspektif itu, azas kemanusiaan ini boleh dipandang sebagai azas yang radikal sebab konsep kemanusiaan itu merupakan akar dan sekaligus titik simpul bagi proses hidup yang manusiawi. Ia menjadi landasan kokoh untuk membangun kondisi hidup bermasyarakat yang cinta damai dan saling menghormati dalam konteks sosial yang dewasa ini menjadi sedemikian kompleks, mengglobal, dan sarat dengan persoalan kemanusiaan.

(52)

konteks itu, perspektif kemanusiaan yang beradab mengacu pada pengertian bahwa segala hal yang diciptakan oleh manusia dalam berbagai aspek kehidupan harus selalu sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. “Hasil karya manusia”

idealnya menghantar dirinya pada kondisi hidup yang beradab. Dalam pengertian ini, perkembangan hidup manusia dari jaman ke jaman idealnya adalah peningkatan rasa hormat pada kemanusiaan yang mengkristal dalam apa yang kita sebut dengan kebudayaan.

(53)

E.Strategi Pengembangan Pendidikan Budi Pekerti

Menurut Nurul Zuriah (2011: 86), penerapan pendidikan budi pekerti di lingkungan persekolahan dapat diartikan dengan berbagai strategi pengintegrasian, antara lain sebagai berikut:

1. Keteladanan atau contoh

Suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan sebagai model bagi peserta didik. Dalam hal ini guru berperan langsung bagi peserta didik.

2. Kegiatan spontan

Kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui adanya sikap atau perilaku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan berteriak-teriak, mencoret-coret dinding dan sebagainya.

3. Teguran

Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.

4. Pengkondisian lingkungan

(54)

5. Kegiatan rutin

Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat. Contohnya berbaris memasuki kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam apabila bertemu orang lain.

Sejalan dengan pendapat Nurul di atas, Ali Muhtadi (2010: 9) juga mengungkapkan bahwa berkaitan dengan implementasi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis strategi yang dapat dilakukan adalah melalui: keteladanan, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan, dan kegiatan rutin. Lebih lanjut dijelaskan oleh Ali Muhtadi (2010: 8) untuk strategi pengintegrasian pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan dapat direncanakan oleh guru melalui berbagai kegiatan seperti: bakti sosial, kegiatan cinta lingkungan, kunjungan sosial ke panti jompo atau yayasan yatim piatu atau yayasan anak cacat. Kegiatan ini penting dilakukan guna memberikan pengalaman langsung serta pemahaman dan penghayatan nyata atas prinsip-prinsip moral yang telah ditanamkan guru kepada peserta didik. Dengan berbagai kegiatan tersebut, diharapkan pendidikan budi pekerti tidak hanya berhenti pada aspek kognitif saja, melainkan juga dapat menyentuh aspek afektif, psikomotor peserta didik.

(55)

di sekolah dapat berjalan secara optimal dan efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama dengan orang tua murid berkenaan dengan berbagai kegiatan dan program pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi dalam implementasi pengembangan nilai-nilai budi pekerti perlu menerapkan prinsip yaitu: a) menggunakan prinsip keteladanan dari semua pihak, baik orang tua, guru, masyarakat, maupun pimpinannya, b) menggunakan prinsip kontinuitas/rutinitas (pembiasaan dalam segala aspek keidupan), c) menggunakan prinsip kesadaran untuk bertindak sesuai dengna nilai-nilai budi pekerti yang diajarkan.

F. Metode Pendidikan Budi Pekerti

(56)

merdeka tenaganya. Mengemong anak berarti memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya, tetapi pamong akan bertindak, kalau perlu dengan paksaan, apabila keinginan anak-anak berpotensi membahayakan keselamatannya. Sementara alat atau cara mendidik dalam metode among terdiri dari enam, yakni: 1. Memberi contoh: pamong memberi contoh atau teladan yang baik dan bermoral

kepada peserta didiknya.

2. Pembiasaan: setiap peserta didik dibiasakan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pelajar; sebagai anggota komunitas Taman Siswa, dan sebagai anggota masyarakat secara selaras dengan aturan hidup bersama.

3. Pengajaran: guru atau pamong memberikan pengajaran yang menambahkan pengetahuan peserta didik sehingga mereka menjadi generasi yang pintar, cerdas, benar dan bermoral baik.

4. Perintah, paksaan, dan hukuman: diberikan kepada peserta didik bila dipandang perlu atau manakala peserta didik menyalahgunakan kebebasannya yang dapat berakibat membahayakan kehidupannya.

5. Laku (perilaku): berkaitan dengan sikap rendah hati, jujur, dan taat pada peraturan yang terekspresi dalam perkataan dan tindakan.

6. Pengalaman lahir dan batin: pengalaman kehidupan sehari-hari yang diresapi dan direfleksikan sehingga mencapai tatanan “rasa” dan menjadi kekayaan serta

(57)

Dalam lingkup pendidikan budi pekerti, Ki Hadjar Dewantara memiliki metode pengajaran dan pendidikan tersendiri yang terdiri atas tiga macam metode yang didasarkan pada urutan pengambilan keputusan berbuat, yang artinya ketika kita bertindak haruslah melihat dan mencermati urutan-urutan yang benar sehingga tidak terdapat penyesalan di kemudian hari. Metode tersebut antara lain: ngerti (mengerti), ngrasa (merasakan) dan ngelakoni (melaksanakan) (Moch. Tauhid, 1963: 57).

Dari tiga macam metode pengajaran budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode Ngerti

Metode Ngerti dalam pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara, mempunyai maksud memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya kepada anak. Di dalam pendidikan budi pekerti anak diberikan pengertian tentang baik dan buruk. Berkaitan dengan budi pekerti ini seorang pamong (guru) ataupun orang tua harus berusaha menanamkan pengetahuan tingkah laku yang baik, sopan santun dan tata karma yang baik kepada peserta didiknya. Dengan harapan peserta didiknya akan mengetahui tentang nilai-nilai kebaikan dan dapat memahami apa yang dimaksud dengan tingkah laku yang buruk yang dapat merugikan mereka dan membawa penyesalan pada akhirnya.

(58)

memahami pengetahuan tantang perilaku baik dan buruk serta memiliki budi pekerti (akhlak) yang luhur (mulia)

2. Metode Ngrasa

Metode yang kedua adalah metode Ngrasa yang merupakan kelanjutan dari metode ngerti, metode pendidikan budi pekerti merupakan metode yang bertahap yang merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, yang dimaksud dengan metode Ngrasa adalah berusaha semaksimal mungkin memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini peserta didik akan dididik untuk dapat memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah.

3. Metode Nglakoni

Metode Nglakoni merupakan tahapan terakhir dalam metode pengajaran budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, yang dimaksud dengan metode Nglakoni adalah mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya. Jika tindakan telah dirasakan mempunyai tanggung jawab, tidak mengganggu hak orang lain, tidak menyakiti orang lain maka dia harus melakukan tindakan tersebut.

(59)

kekhasan Indonesia). Praksis pendidikan berdasarkan metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang dalam penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai sosio-kultural dan religius yang khas Indonesia. Maka pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dewasa (dalam intelektualitas, moralitas, sosialitas, spiritualitas). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan metode paksaan, tapi memberikan pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami apa yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan sosialnya; memberikan keteladanan sehingga peserta didik meniru yang baik; memberikan kepercayaan supaya peserta didik menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam tugas-tugasnya kelak. Pamong (guru) boleh terlibat langsung dalam kehidupan anak tatkala anak itu dipandang berada pada jalan yang salah. Tapi pada prinsipnya tidak bersifat paksaan. Keterlibatan pada kehidupan anak tetap dalam konteks penyadaran dan atas dasar kepercayaan bahwa anak adalah pribadi yang tetap harus dihormati hak-haknya untuk dapat bertumbuh menurut kodratnya.

Dalam rangka menerapkan metode among dan untuk menegaskan perbedaan metode pendidikannya dari pendidikan Belanda, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan pentingnya “tritunggal” fatwa pendidikan untuk hidup mereka,

(60)

pasti mantep (kokoh). Kedua, pendidikan dimaksudkan untuk membentuk mentalitas ngandel, kandel, kendel, dan bandel dalam diri subjek didik. Artinya, pendidikan yang menekankan pengolahan kematangan batiniah menumbuhkan rasa percaya diri (ngandel) dan membentuk ‘pendirian yang teguh’ (kandel) pada subjek didik sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang berani (kendel) dan tawakal, tidak cepat menyerah (bandel). Ketiga, pendidikan itu dilaksanakan demi dan untuk membangun kondisi neng, ning, nung, dan nang dalam kesadaran diri peserta didik.Artinya, upaya mendidik adalah upaya membentuk kesucian pikiran dan kebatinan subjek didik (neng). Bila kondisi ini mewarnai aktivitas pendidikan, peserta didik akan mengalami ketenangan hati (ning), yang lantas pula membuat mereka mampu menguasai diri untuk memiliki “kekuasaan atas

diri sendiri” (nung). Manakala subjek didik sudah memiliki ketiga hal itu, mereka sesungguhnya mencapai “kemenangan” (nang) pada dirinya, yakni “kemenangan atas ego diri yang cenderung pongah dan serakah (Bartolomeus,

2013: 81).

G.Kiprah Taman Siswa Dalam Membangun Budi Pekerti

(61)

sekolah tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan kolonial, baik kepentingan dalam bidang politik, ekonomi maupun administrasi. Jadi sama sekali tidak ada kepentingan rakyat Indonesia.

Misi dari Taman Siswa sebagai lembaga pendidikan intinya adalah dengan sarana pendidikan yang ada di Taman Siswa akan mengenalkan kebudayaan sosial dan lain sebagainya kepada anak didik, bukan hanya ilmu pengetahuan saja. Semua itu tidak terlepas dari konsep yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri perguruan Taman Siswa. Bagaimanapun Ki Hadjar Dewantara berperan sebagai pionir pendidikan nasional.Hal ini disebabkan karena pada waktu Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa, pendidikan yang digunakan adalah pendidikan dari Belanda yang bertentangan dengan kehendak Ki Hadjar Dewantara.Sedangkan Ki Hadjar Dewantara dengan kelompoknya merupakan pionir berdirinya pendidikan yang berbeda dengan Belanda, yaitu dengan membuka Taman Siswa, dimana arah sistem pendidikannya sangat jauh berbeda dengan sistem pendidikan Belanda.

(62)

dikenai hukuman pengasingan akibat mendirikan sekolah yang melawan arus dengan sistem pendidikan Belanda.Dalam perkembangan selanjutnya, program pendidikan Taman Siswa dikembangkan melalui program SBII (Sifat, Bentuk, Isi, dan Irama). Artinya, konsep pendidikan di Taman Siswa selalu berkembang sesuai dengan sifat, bentuk, isi, dan irama zaman yang dialami saat itu.Jadi tidak benar kalau Taman Siswa dikatakan tidak reformis. Namun demikian, konsep dasar yang dikembangkannya masih tetap sama, yaitu menumbuhkan jiwa merdeka pada setiap diri anak didik, yaitu merdeka lahir batin, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Dengan tujuan agar anak didik menjadi orang yang beriman, bertakwa, terampil, dan akhirnya menjadi orang yang berguna bagi masyarakat (Nurul Zuriah, 2007: 132).

Taman Siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional suatu pergerakan sosial yang menggunakan kebudayaan sendiri sebagai dasar perjuangannya.Taman Siswa tidak hanya menghendaki pembentukan intelektual saja, tetapi juga dan terutama pendidikan dalam arti pemeliharaan dan latihan susila. Dengan menggunakan dasar kekeluargaan dengan sistem among dapatlah terwujud dengan baik pendidikan budi pekerti terhadap anak bangsa (Soeratman, 1982: 89).

(63)

2. Pusat perguruan: sebagai balai wiyata, yaitu untuk usaha mencari dan memberikan ilmu pengetahuan, di samping pendidikan intelek.

3. Pusat pergerakan pemuda: sebagai daerah merdekanya kaum pemuda atau “Kerajaan Pemuda” untuk melakukan penguasaan diri, yang amat penting untuk

pembentukan watak.

Dalam hal ini, perguruan berdiri sebagai titik pusat dari ketiga pusat tersebut dan menjadi perantara keluarga dan anak-anaknya dengan masyarakat. Antara orang tua, murid dengan guru yang menjadi penasihatnya. Di sini guru harus melaksanakan metode among.

(64)

pendidik selalu mendukung dan menopang (mendorong) para muridnya berkarya ke arah yang benar bagi hidup masyarakat (Bartolomeus, 2013: 78).

Sebagai komunitas pendidikan, sikap dan hidup yang ditanamkan Ki Hadjar Dewantara ke dalam setiap anggota Taman Siswa sebagai dasar dan sikap perjuangan hidup mereka di tengah-tengah masyarakat adalah Trikon (kontinuitas, konsentrisitas, dan konvergensi) (Bartolomeus, 2013: 90-91).

Kontinuitas (atau dasar kultural): terkait dengan kebudayaan yang selalu dinamis dan terbuka untuk nilai-nilai baru dari luar. Bagi Ki Hadjar Dewantara kebudayaan itu adalah garis kehidupan suatu bangsa yang terus berkembang tanpa terputus-putus. Dalam konteks itu, pengaruh dari kebudayaan lain berupa nilai-nilai baru dapat diterima dengan catatan bahwa kebudayaan bangsa sendiri tetap berjalan sebagai penuntun nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, kebudayaan wajib dihidupkan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Kemajuan suatu bangsa adalah ketika bangsa itu tetap setia melajutkan garis hidup dari asal-usulnya yang ditarik terus dari sumber awalnya sembari terbuka menerima nilai-nilai baru, baik dari bangsa sendiri maupun dari bangsa lain.

(65)

suatu lingkungan hidup yang luas cakupannya. Persatuan bangsa tidak akan rugi manakala perasaan cinta keluarga, cinta suku, cinta daerah, cinta agama dan cinta golongan disertai dengan kesadaran bahwa perasaan cinta itu berada dalam kondisi damai dan tertib dari lingkungan yang meliputinya, yakni bangsa. Kesadaran seorang bahwa keluarga, suku, agama, golongan dan daerahnya berada dalam lingkungan bangsa, dan tertib damainya kehidupan keluarganya hanya akan tercapai apabila ada ketertiban dan kedamaian nasional, menjadi jaminan tidak munculnya primordialisme sempit. Demikian juga manakala semangat kebangsaan kita atau nasionalisme mengakui bahwa suatu bangsa hanya bisa hidup tentram dan selamat manakala ada perdamaian dunia, maka luapan ekspresi nasionalisme tidak akan membahayakan kepentingan perdamaian dunia.

Konvergensi (dasar kemasyarakatan): kehidupan di Taman Siswa selalu bertaut erat dengan kehidupan masyarakat yang lebih luas. Berdasarkan keyakinan seperti itu, Ki Hadjar Dewantara membiasakan bahkan mewajibkan setiap anggota Taman Siswa untuk hidup membaur dan menjalin relasi dengan masyarakat luas dalam prinsip saling menghormati perbedaan identitas. Setiap anggota Taman Siswa harus menghubungkan dirinya dengan masyarakat kalau ia ingin hidup mengabdi kepentingan masyarakat. Bagi Ki Hadjar Dewantara, semangat hidup yang memencil dan penyakit menjaga “kemurni-murnian” berdasarkan identitas

(66)

dan diperdebatkan, tetapi merupakan keniscayaan yang wajib diterima sebagai anugerah istimewa dari sang Pencipta.

H.Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dikembangkan berdasarkan rumusan masalah dan digunakan sebagai rambu-rambu untuk memperoleh data penelitian. Berikut ini adalah pertanyaan penelitian yang peneliti kemukakan sebelum diadakan penelitian di lapangan.

1. Bagaimana strategi pengembangan pendidikan budi pekerti di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta?

2. Bagaimana metode pendidikan budi pekerti di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta?

(67)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Andi Prastowo (2012: 24), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi di dalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-metode yang alamiah ketika hasil penelitian yang diharapkan bukanlah generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran kuantitas, namun makna (segi kulaitas) dari fenomena yang diamati. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif deskriptif karena bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan budi pekerti di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.

Dasar pendekatan yang peneliti pergunakan adalah pendapat dari Sugiyono (2010: 15), yang mendeskripsikan metode kualitatif adalah sebagai berikut:

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposivedan snowball, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

(68)

berkaitan dengan dasar dan bentuk pelaksanaan yang menggambarkan secara deskriptif implementasi pendidikan budi pekerti di SD tersebut. Pendekatan kualitatif deskriptif ini banyak menggunakan data yang diamati mendalam dari informan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

B.Setting Penelitian

1. Lokasi Penelitian

(69)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei-Juni 2016 setelah peneliti memperoleh izin penelitian.

C.Sumber Data

Sumber data merupakan hal yang sangat penting dalam mengumpulkan data, hal ini karena sumber data yang akan menentukan relevansi data yang telah dikumpulkan untuk diteliti. Menurut Lofland (dalam Lexy J. Moloeng, 2005: 157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Selain itu, menurut Bisri dalam (Andi Prastowo, 2012: 207), penentuan sumber data berdasarkan jenis data yang telah ditentukan, yakni sumber primer dan sumber sekunder.

Sejalan dengan pendapat Bisri, lebih jelasnya Sugiyono (2010: 308-309) mengungkapkan bahwa, sumber data dalam penelitian berasal dari sumber data utama dan sumber data tambahan. Sumber data utama disebut juga dengan sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sedangkan sumber data tambahan disebut sebagai sumber data sekunder, yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

(70)

1. Sumber data utama (primer) yaitu data yang berasal dari narasumber yang mengalami langsung pelaksanaan pendidikan budi pekerti. Narasumber yang dimaksud adalah pendidik (pamong) yang menjadi pelaksana pendidikan budi pekerti itu sendiri. Agar mendapatkan hasil yang maksimal maka diperlukan narasumber lain yang terlibat dalam proses pendidikan budi pekerti, yakni Kepala Sekolah dan peserta didik SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang juga merupakan pelaksana pendidikan budi pekerti di SD tersebut. Tujuan sumber data primer dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana nilai-nilai luhur budi pekerti terintegrasi pada peserta didik dengan baik dalam pelaksanaannya melalui pengimplementasian pendidikan budi pekerti di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.

2. Sumber data tambahan (sekunder), yaitu berasal dari dokumentasi. Sumber foto inilah yang akan memberikan penguatan bagaimana implementasi pendidikan budi pekerti di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa setelah didapat data dari subjek penelitian.

D.Subyek dan Objek Penelitian

1. Subyek Penelitian

Moloeng (dalam Andi Prastowo, 2012: 195) mengungkapkan bahwa, subyek penelitian adalah informan. Informan adalah “orang-dalam” pada latar

(71)

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan pamong yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan budi pekerti. Kepala sekolah dan pamong dijadikan subjek penelitian karena dianggap lebih memahami bagaimana pengimplementasian pendidikan budi pekerti sesuai dengan aturan dan kebijakan di sekolah tersebut. Selain itu peserta didik yang menjalani pelaksanaan pendidikan budi pekerti juga dijadikan sebagai subjek penelitian untuk mendapatkan data yang bersifat holistik dan menyeluruh, akan tetapi hanya dipilih peserta didik yang sesuai kriteria dan seperlunya.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah informasi yang didapat dari sumber penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah sebagai berikut: a. Strategi pengembangan pendidikan budi pekerti

b. Metode pendidikan budi pekerti

c. Nilai-nilai budi pekerti yang ditanamkan

E.Teknik Pengumpulan Data

(72)

data primer, dan teknik

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Gambar 3. Tempat sampah di depan kelas
Gambar 11. Slogan budi pekerti yang ditempel    Gambar 12. Slogan budi pekerti yang di tempel
Gambar 15. Slogan budi pekerti yang ditempel ditempel di mading lantai dua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.9 menunjukan pengaruh variabel Jumlah Penduduk, Angka Partisipasi Sekolah, dan Angka Partisipasi Murni terhadap upah minimum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia tahun 2018 dengan menggunakan analisis

pada posisi bawah mengeluarkan air lebih deras daripada yang di atas.  Bentuk clay yang semulanya setengah bulat akan berubah

Bagi yang cenderung berpandangan bahwa nasionalisme tidak sejalan dengan agama, barangkali beralasan bahwa nasionalisme adalah sempit, partikular; sedangkan agama adalah

[r]

Kepala jembatan (abutmen) merupakan suatu bangunan /bagian dari konstruksi jembatan yang menerima beban dari bangunan atas dan tekanan tanah yang selnjutnya akan disalurkan

Di dalam mesin pesawat energi kinetik fluida ditingkatkan sedemikian sehingga fluida akan keluar dari mesin dengan kelajuan (densitas fluida tidak berubah) seperti pada gambar

Ekonomi, ilmu politik, kajian budaya dan integrasi sosial (sosiologi) dengan demikian merupakan disiplin yang berhubungan, dan interdependen. Turunan dari sistem sosial, semua