• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti

Menurut Ramli Zakaria (dalam Hadiwinarto, 2010: 43), pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, sekaligus menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik. Persoalan nilai tidak hanya terkait dengan persoalan kepercayaan, tetapi juga dengan pemahaman, perasaan dan perilaku. Nilai-nilai pendidikan dapat diartikan dalam perasaan atau pengertian yang luas mencakup semua aspek proses guru dengan orang dewasa lainnya menanamkan nilai-nilai kepada anak.

Tujuan pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara mengemukakan bahwa untuk mewujudkan manusia susila atau makhluk yang berbudi dan beradab, mutlak

yakni: cipta, rasa, dan karsa. Cipta adalah daya berfikir yang bertugas mencari kebenaran sesuatu; rasa adalah segala gerak gerik hati kita, yang menyebabkan kita mau atau tidak mau, merasa senang atau susah, sedih atau gembira, malu atau bangga, puas atau kecewa, berani atau takut, marah atau belas kasihan, benci atau cinta; sedangkan karsa atau kemauan selalu timbul di samping dan seakan-akan sebagai hasil buah pikiran dari hawa-nafsu kodrati yang ada di dalam jiwa manusia, namun sudah dipertimbangkan oleh pikiran serta diperhalus oleh perasaan (Hadiwinarto, 2010: 45).

Menurut Ki Hadjar Dewantara (Nurul Zuriah, 2007: 124) tujuan pemberian pengajaran budi pekerti seharusnya dihubungkan dengan tingkatan perkembangan jiwa yang ada di dalam hidup anak-anak, mulai kecilnya sampai dewasanya. Pengajaran budi pekerti tidak lain artinya daripada mendukung perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban dari sifatnya yang umum. Menganjurkan dan kalau perlu memerintahkan anak-anak untuk duduk yang baik dan manis, jangan berteriak-teriak agar tidak mengganggu anak-anak yang lain, bersih badan dan pakaiannya, hormat terhadap ibu-bapak dan orang tua lainnya, menolong teman yang perlu ditolong, demikian seterusnya. Itu semua sudah merupakan pengajaran budi pekerti. Terhadap anak-anak kecil cukuplah kita membiasakan mereka untuk bertingkah laku yang baik, sedangkan bagi anak-anak yang sudah dapat berfikir, seyogianyalah diberikan keterangan, agar mereka mendapat pengertian serta keinsafan tentang kebaikan dan keburukan.

Dalam hal ini, anak-anak dewasa perlu juga diberikan anjuran untuk melakukan berbagai tingkah laku yang baik dengan cara disengaja.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, untuk bagian “Taman-Muda”, bagi anak umur antara 9-12 tahun: dalam “periode hakikat” ini hendaknya anak-anak diberi pengertian tentang segala tingkah laku kebaikan dalam hidupnya sehari-hari. Meskipun caranya masih “occasional” atau “spontan”, namun di kelas tertinggi bolehlah disediakan jam yang tertentu. Tidak cukup mereka hanya “membiasakan” saja apa yang dianjurkan atau diperintahkan oleh orang-orang tua di sekelilingnnya. Tidak cukup pula mereka hanya “menginsyafi”, namun perlulah mereka “menyadari”-nya.Jangan sampai mereka terikat oleh “syari’at yang kosong”. Terangkanlah sekedarnya maksud dan tujuan pengajaran budi-pekerti, yang pokoknya tidak lain daripada memelihara tata-tertib dalam hidupnya lahir, guna mencapai rasa damai hidup batinnya, baik yang mengenai hidup dirinya sendiri maupun hidup masyarakatnya (Ki Hadjar Dewantara, 1977: 488).

Ada dua aspek yang menjadi orientasi pendidikan budi pekerti. Pertama, membimbing hati nurani peserta didik agar berkembang lebih positif secara bertahap dan berkesinambungan. Hasil yang diharapkan, hati nurani pesera didik akan mengalami perubahan dari yang semula bercorak egosentris menjadi altruis. Kedua, memupuk, mengembangkan, mananamkan nilai-nilai dan sifat-sifat positif ke dalam pribadi peserta didik. Seiring dengan itu, pendidikan budi pekerti juga mengikis dan menjauhkan peserta didik dari sifat-sifat dan nilai-nilai yang buruk.

dan transaksi internalisasi (proses pengorganisasian dan pembiasaan nilai-nilai kebaikan menjadi kepercayaan/keimanan yang mempribadi) (Zubaedi, 2005: 5).

Atas dasar ini, dapat dipahami bahwa titik tekan pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan potensi-potensi kreatif subjek didik agar menjadi manusia “baik”, baik menurut pandangan manusia dan baik menurut pandangan Tuhan. Persoalan manusia “baik” merupakan persosalan nilai karena menyangkut penghayatan dan pemaknaan yang bersifat afektif ketimbang kognitif. Seseorang akan melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tergantung pada sistem nilai yang dipegangnya. Sistem nilai di sini menjadi preference (pilihan) dari perilaku seseorang yang menjadi ukuran kepatutan atau kepantasan (Zubaedi, 2005: 5).

Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Bartolomeus, 2013: 75), citra seseorang yang memiliki kecerdasan budi pekerti (watak atau pikiran) adalah orang yang senantiasa memikir-mikirkan, merasa-rasakan dan selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap (dalam perkataan dan tindakannya) yang pantas dan terpuji terhadap sesama lingkungannya. Ketika budi (pikiran) dan pekerti (tenaga) seseorang bersatu, maka bersatu jualah gerak, pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauannya, yang lalu menimbulkan tenaga padanya (untuk bertindak yang selaras dengan nilai-nilai dan menimbulkan relasi yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sosialnya).

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa tujuan dari pendidikan budi pekerti antara lain sebagai berikut:

1 Membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, sekaligus menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik.

2 Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

3 Membimbing hati nurani peserta didik agar berkembang lebih positif secara bertahap dan berkesinambungan.

4 Memupuk, mengembangkan, menanamkan nilai-nilai dan sifat-sifat positif ke dalam pribadi peserta didik.

5 Mengembangkan potensi-potensi kreatif subjek didik agar menjadi manusia baik.