• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

F. Metode Pendidikan Budi Pekerti

Dalam pendidikan telah dikenal beberapa aspek yang penting dan berpengaruh terhadap kesuksesan dalam mewujudkan tujuan pendidikan, salah satunya adalah aspek metode pengajaran. Hal ini dikarenakan metode pengajaran terkait dengan proses interaksi dan komunikasi antara pendidik dengan peserta didik. Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Bartolomeus, 2013: 78-79), metode pendidikan yang cocok untuk membentuk kepribadian generasi muda di Indonesia adalah yang sepadan dengan makna “pendagogik”, yakni Momong, Among dan Ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh. Mendidik adalah mengasuh anak dalam nilai-nilai. Dalam sistem among ini, pengajaran berarti mendidik anak menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan

merdeka tenaganya. Mengemong anak berarti memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya, tetapi pamong akan bertindak, kalau perlu dengan paksaan, apabila keinginan anak-anak berpotensi membahayakan keselamatannya. Sementara alat atau cara mendidik dalam metode among terdiri dari enam, yakni: 1. Memberi contoh: pamong memberi contoh atau teladan yang baik dan bermoral

kepada peserta didiknya.

2. Pembiasaan: setiap peserta didik dibiasakan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pelajar; sebagai anggota komunitas Taman Siswa, dan sebagai anggota masyarakat secara selaras dengan aturan hidup bersama.

3. Pengajaran: guru atau pamong memberikan pengajaran yang menambahkan pengetahuan peserta didik sehingga mereka menjadi generasi yang pintar, cerdas, benar dan bermoral baik.

4. Perintah, paksaan, dan hukuman: diberikan kepada peserta didik bila dipandang perlu atau manakala peserta didik menyalahgunakan kebebasannya yang dapat berakibat membahayakan kehidupannya.

5. Laku (perilaku): berkaitan dengan sikap rendah hati, jujur, dan taat pada peraturan yang terekspresi dalam perkataan dan tindakan.

6. Pengalaman lahir dan batin: pengalaman kehidupan sehari-hari yang diresapi dan direfleksikan sehingga mencapai tatanan “rasa” dan menjadi kekayaan serta sumber inspirasi untuk mencapai kehidupan yang membahagiakan diri dan sesama.

Dalam lingkup pendidikan budi pekerti, Ki Hadjar Dewantara memiliki metode pengajaran dan pendidikan tersendiri yang terdiri atas tiga macam metode yang didasarkan pada urutan pengambilan keputusan berbuat, yang artinya ketika kita bertindak haruslah melihat dan mencermati urutan-urutan yang benar sehingga tidak terdapat penyesalan di kemudian hari. Metode tersebut antara lain: ngerti (mengerti), ngrasa (merasakan) dan ngelakoni (melaksanakan) (Moch. Tauhid, 1963: 57).

Dari tiga macam metode pengajaran budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode Ngerti

Metode Ngerti dalam pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara, mempunyai maksud memberikan pengertian yang sebanyak- banyaknya kepada anak. Di dalam pendidikan budi pekerti anak diberikan pengertian tentang baik dan buruk. Berkaitan dengan budi pekerti ini seorang pamong (guru) ataupun orang tua harus berusaha menanamkan pengetahuan tingkah laku yang baik, sopan santun dan tata karma yang baik kepada peserta didiknya. Dengan harapan peserta didiknya akan mengetahui tentang nilai-nilai kebaikan dan dapat memahami apa yang dimaksud dengan tingkah laku yang buruk yang dapat merugikan mereka dan membawa penyesalan pada akhirnya.

Selain itu pamong juga memiliki tugas untuk mengajarkan tentang hakikat hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama. Dengan tujuan akhir peserta didik diarahkan untuk mampu menjadi manusia yang merdeka dan

memahami pengetahuan tantang perilaku baik dan buruk serta memiliki budi pekerti (akhlak) yang luhur (mulia)

2. Metode Ngrasa

Metode yang kedua adalah metode Ngrasa yang merupakan kelanjutan dari metode ngerti, metode pendidikan budi pekerti merupakan metode yang bertahap yang merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, yang dimaksud dengan metode Ngrasa adalah berusaha semaksimal mungkin memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini peserta didik akan dididik untuk dapat memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah.

3. Metode Nglakoni

Metode Nglakoni merupakan tahapan terakhir dalam metode pengajaran budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, yang dimaksud dengan metode Nglakoni adalah mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya. Jika tindakan telah dirasakan mempunyai tanggung jawab, tidak mengganggu hak orang lain, tidak menyakiti orang lain maka dia harus melakukan tindakan tersebut.

Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Bartolomeus, 2013: 87), pendidikan bukan hanya masalah bagaimana membangun budi (pikiran, kognisi) namun juga pekerti (tenaga) anak-anak Indonesia, agar mereka kelak mampu menjadi

kekhasan Indonesia). Praksis pendidikan berdasarkan metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang dalam penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai sosio-kultural dan religius yang khas Indonesia. Maka pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dewasa (dalam intelektualitas, moralitas, sosialitas, spiritualitas). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan metode paksaan, tapi memberikan pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami apa yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan sosialnya; memberikan keteladanan sehingga peserta didik meniru yang baik; memberikan kepercayaan supaya peserta didik menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam tugas-tugasnya kelak. Pamong (guru) boleh terlibat langsung dalam kehidupan anak tatkala anak itu dipandang berada pada jalan yang salah. Tapi pada prinsipnya tidak bersifat paksaan. Keterlibatan pada kehidupan anak tetap dalam konteks penyadaran dan atas dasar kepercayaan bahwa anak adalah pribadi yang tetap harus dihormati hak-haknya untuk dapat bertumbuh menurut kodratnya.

Dalam rangka menerapkan metode among dan untuk menegaskan perbedaan metode pendidikannya dari pendidikan Belanda, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan pentingnya “tritunggal” fatwa pendidikan untuk hidup mereka, yakni pertama, tetep, antep, dan mantep. Artinya, pendidikan adalah upaya terencana untuk membangun ketetapan pikiran dan batin subjek didik. Kondisi demikian penting agar subjek didik dalam semakin dewasa dan berkualitas atau

pasti mantep (kokoh). Kedua, pendidikan dimaksudkan untuk membentuk mentalitas ngandel, kandel, kendel, dan bandel dalam diri subjek didik. Artinya, pendidikan yang menekankan pengolahan kematangan batiniah menumbuhkan rasa percaya diri (ngandel) dan membentuk ‘pendirian yang teguh’ (kandel) pada subjek didik sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang berani (kendel) dan tawakal, tidak cepat menyerah (bandel). Ketiga, pendidikan itu dilaksanakan demi dan untuk membangun kondisi neng, ning, nung, dan nang dalam kesadaran diri peserta didik.Artinya, upaya mendidik adalah upaya membentuk kesucian pikiran dan kebatinan subjek didik (neng). Bila kondisi ini mewarnai aktivitas pendidikan, peserta didik akan mengalami ketenangan hati (ning), yang lantas pula membuat mereka mampu menguasai diri untuk memiliki “kekuasaan atas diri sendiri” (nung). Manakala subjek didik sudah memiliki ketiga hal itu, mereka sesungguhnya mencapai “kemenangan” (nang) pada dirinya, yakni “kemenangan atas ego diri yang cenderung pongah dan serakah (Bartolomeus, 2013: 81).