• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Strategi Pengembangan Pendidikan Budi Pekerti di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta

a. Keteladanan atau contoh

1) Berpakaian dengan sopan dan rapi

Kepala sekolah dan pamong berusaha menjadi contoh atau model yang baik bagi siswa, salah satunya dalam hal berpakaian. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah dapat diketahui bahwa untuk mendisiplinkan anak berpakaian rapi harus berawal dari diri sendiri terlebih dahulu sebagai contoh bagi anak-anak di sekolah. Berikut pernyataan AR:

“Karena kalau budi pekerti itu harus dari diri kita sendiri dulu, jadi kita memberikan contoh dari diri kita sendiri dulu, baik dalam hal

sesuai kok kita ngajarin, ya tetap ga sempurna, mbak. Tapi kita juga harus tetap berproses, oh kemaren saya kurang ini kurang ini... Dan saya sendiri tidak mau mbak, kalau bawah sampai atas itu belum rapi saya tidak akan berangkat duluan, gitu. Itu cara kita ya dari kita dulu.” (Rabu, 15 Juni 2016, Lampiran 6)

Pernyataan kepala sekolah tersebut diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh pamong. Pada Selasa, 09 Juni 2016 AS mengatakan, “Setiap hari Senin itu biasanya selalu dicek kerapian anak- anak dalam berpakaian. Seperti yang saya bilang tadi, kita mencontohkan dulu, jadi saya harus berpakaian rapi dulu, karena tidak etis rasanya anak- anak kita minta untuk berpakaian rapi dan sopan tetapi gurunya malah tidak rapi (Hasil wawancara dengan pamong lainnya terlampir).

Wawancara dengan kepala sekolah dan pamong menunjukkan bahwa untuk membiasakan peserta didik agar berpakaian rapi dan sopan adalah dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Kepala sekolah dan pamong senantiasa berpakaian rapi dan sopan agar dapat menjadi contoh dan teladan bagi para peserta didiknya. Hal tersebut dilakukan pamong dan kepala sekolah sebagai salah satu bentuk pendidikan budi pekerti bagi peserta didik.

Hasil wawancara yang disampaikan kepala sekolah dan pamong juga didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik. Saat peneliti menanyakan pendapat mereka apakah bapak/ibu guru sudah

berpakaian rapi dan sopan, peserta didik menjawab sudah (wawancara dengan peserta didik terlampir).

Hasil wawancara kepala sekolah, pamong dan peserta didik diperkuat dengan hasil dokumentasi berupa lembar tata tertib kelas yang dibuat oleh wali kelas dan disepakati bersama oleh peserta didik dan pamong. Lembar tata tertib kelas tersebut ditempel di mading dalam kelas. (Gambar 19 terlampir).

Hasil wawancara dan dokumentasi diperkuat dengan hasil observasi selama peneliti melakukan pengamatan, terlihat bahwa kepala sekolah dan semua pamong berpakaian rapi, sopan dan sesuai aturan yaitu pada hari Senin memakai seragam coklat (keki), Selasa memakai seragam batik hijau, Rabu memakai seragam hijau pemkot, Kamis memakai batik biru tamansiswa, Jumat seragam biru dongker dan Sabtu memakai seragam batik hitam tamansiswa (Lampiran 2).

Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah dan semua pamong sudah berusaha memberikan contoh atau teladan yang baik kepada peserta didik. Kepala sekolah dan pamong senantiasa berpakaian rapi, sopan dan sesuai dengan aturan berpakaian yang telah ditetapkan oleh sekolah.

2) Bertutur kata dengan baik

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan AS selaku pamong kelas pada Selasa, 09 Juni 2016 ia menyatakan bahwa jika ia berkata kasar maka anak-anak juga akan meniru. Berikut pernyataan AS:

“Saya di sekolah sering memberikan nasehat bagaimana berbicara yang sopan, dan terkadang jika ada yang berbicara tidak sopan saya tegur juga. Dan saya juga secara tidak langsung mengajarkan kepada mereka untuk berbicara sopan dengan mencontohkan, jadi di kelas saya tidak pernah berkata kasar pada anak-anak, karena kalau saya berkata kasar nanti anak-anak juga menirunya, seperti itu.”

Pernyataan di atas didukung oleh pengakuan peserta didik El bahwa pamong tidak pernah marah. El mengungkapkan “...Bu AS itu kalau di kelas tidak pernah marah...” (Hasil wawancara dengan peserta didik lainnya terlampir). Dari hasil wawancara kepala sekolah juga didapatkan data bahwa ketika kepala sekolah menegur hal-hal yang kurang sopan, ia mendahului kalimatnya dengan kata maaf, seperti yang diungkapkannya pada Rabu/15 Juni 2016:

“....sering kalo ada yang datang ke sini dan kurang sopan “mohon maaf pakai celananya celana atau pakai baju?”, dan saya langsung nengok “dan mohon maaf pakai sepatu ya mbak”, itu salah satu pembiasaan...”

Namun, dari pengakuan kepala sekolah masih ada satu dua orang pamong yang berbicaranya masih kurang keibuan yang mungkin dikarenakan faktor usia yang masih muda atau ingin merasa lebih akrab sehingga disesuaikan dengan jaman sekarang. Hasil wawancara kepala

sekolah, pamong dan peserta didik diperkuat dengan hasil dokumentasi berupa lembar tata tertib kelas yang dibuat oleh wali kelas dan disepakati bersama oleh peserta didik dan pamong (Gambar 19 terlampir).

Hasil wawancara dengan kepala sekolah, pamong dan peserta didik diperkuat dengan hasil observasi selama pengamatan baik di dalam maupun di luar kelas, terlihat bahwa pamong bertutur kata dengan baik, saat ada peserta didik yang berbicara tidak sopan pamong tidak langsung memarahi peserta didik, akan tetapi memberikan nasehat-nasehat yang baik. Pada hari Selasa, 24 Mei 2016 ketika kegiatan pembelajaran di dalam kelas salah satu peserta didik yang tergolong cukup nakal di kelasnya berbicara tidak sopan dengan mengucapkan kata ‘ngeyel’ kepada pamong, akan tetapi pamong tidak lantas memarahi peserta didik tersebut, pamong menghampiri peserta didik tersebut dan berkata, “Rn, kata ngeyel itu tidak sopan, tidak boleh diucapkan kepada yang lebih besar dari kita...”, kemudian peserta didik tersebut hanya tertunduk. Pamong juga kerapkali memberikan pengertian kepada semua peserta didik bagaimana berbicara dengan sopan dan bertingkah laku baik, baik di sela-sela pembelajaran maupun di luar kelas. Hal tersebut juga terlihat saat pamong mengajar di dalam kelas, pamong tidak pernah marah kepada peserta didik (Lampiran 9).

Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi dapat disimpulkan bahwa pamong sudah memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Pamong senantiasa bertutur kata baik, tidak pernah memarahi ataupun membentak peserta didiknya. Selain itu pamong dan kepala sekolah juga sering memberikan nasehat ataupun pengertian kepada peserta didik.

3) Mengucapkan salam apabila bertemu orang

Kegiatan mengucapkan salam sudah menjadi pembiasaan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan seperti yang disampaikan kepala sekolah berdasarkan wawancara. Pada hari Rabu, 15 Juni 2016 AR mengatakan bahwa salah satu tugas piket pamong yaitu menyambut siswa dengan senyum, salam dan sapa. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pamong AS yang menyatakan bahwa peserta didik tidak hanya dibiasakan bersalaman, akan tetapi juga menyapa.

“Bukan hanya salam tapi menyapa, jadi anak-anak itu dibiasakan untuk ramah. Sebenarnya membuat anak menjadi terbiasa itu dari kita. Karena biasanya anak-anak itu sukanya meniru, jadi kita memberikan contoh dari diri kita sendiri dulu, sebagai guru kita itu digugu dan ditiru, jadi dari ucapan dari perbuatan kita, kita harus memberikan contoh yang baik ke anak-anak, nanti sejalan dengan itu pasti mereka meniru apa yang kita lakukan. Jadi terkadang saya terlebih dahulu yang menyapa mereka, jadi nanti mereka terbiasa juga memberikan salam kepada orang lain.” (Selasa, 09 Juni 2016)

Keterangan yang diberikan oleh AS didukung dengan pernyataan Lr yang menyatakan, “...biasanya siswa bertemu pamong itu saling berjabat tangan...” (Hasil wawancara terlampir).

Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan pamong menunjukkan bahwa kepala sekolah dan pamong senantiasa melaksanakan kegiatan 5S. Kepala sekolah dan pamong bertugas menyambut siswa dengan senyum, salam dan sapa. Hal tersebut dilakukan kepala sekolah dan pamong sebagai bentuk teladan dan contoh bagi para peserta didik agar mereka juga terbiasa untuk mengucapkan salam kepada orang lain. Selain itu panggilan untuk pamong di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan adalah Nyi, Ki, dan Ni. Ni untuk pamong perempuan yang belum memiliki suami, Nyi untuk pamong perempuan yang sudah memiliki suami dan Ki untuk pamong laki-laki.

Pernyataan Lr didukung oleh penuturan peserta didik El saat ditanya apakah ia mengucapkan salam apabila bertemu dengan pamong. El menuturkan:

“Iya,Salam Bu.., misalnya ketemu Bu AS, Salam Bu AS, gitu. Kalau di sini itu guru perempuan kalau udah menikah dipanggil Nyi, kalau belum menikah dipanggil Ni, kalau guru laki-laki dipanggil Ki. Jadi kalo pagi-pagi itu kalo Bu AS masuk bilangnya Salam Ni AS...” (Jumat, 09 Juni 2016).

Hasil wawancara dengan pamong, kepala sekolah dan peserta didik di atas diperkuat dengan hasil dokumentasi berupa slogan 5S (senyum,

setiap kelas, lembar daftar rincian tugas piket SD Taman Muda Ibu Pawiyatan yang ditempel di dinding kantor pamong, slogan pembiasaan SD Taman Muda Ibu Pawiatan Tamansiswa yang ditempel di dinding depan ruang kantor kepala sekolah dan pamong, serta foto dokumentasi pelaksaan kegiatan senyum salam sapa oleh kepala sekolah dan pamong (Gambar 7, 47, 43 dan 49 terlampir).

Hasil wawancara dan dokumentasi berkaitan dengan pembiasaan salam diperkuat dengan hasil observasi selama peneliti melakukan pengamatan. Baik kepala sekolah, pamong, karyawan dan peserta didik saling mengucapkan salam dan sesekali berjabat tangan ketika berpapasan (Lampiran 2).

Dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi menunjukkan bahwa pembiasaan untuk mengucapkan salam dan berjabat tangan terlaksana setiap harinya, pamong dan kepala sekolah memberikan contoh atau teladan yang baik kepada peserta didik.

4) Tidak merokok di lingkungan sekolah

Menurut hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah AR mengatakan bahwa baik ia sendiri, pamong, semua karyawan dan peserta didik tidak boleh ada yang merokok di lingkungan sekolah.

“...baik saya, pamong, semua karyawan dan peserta didik tidak boleh ada yang merokok selagi berada di lingkungan sekolah,

karena dampaknya sangat tidak baik bagi seluruh warga sekolah. Merokok itu tidak baik bagi kesehatan, dan juga sangat tidak baik jika dilihat oleh peserta didik. Tidak etis rasanya jika kita melarang peserta didik untuk tidak boleh merokok sementara ada pamong atau karyawan sekolah yang merokok di lingkungan sekolah.” (Rabu, 15 Juni 2016)

Namun, keterangan yang diberikan AR tidak sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh peserta didik Ft saat ditanya apakah pernah melihat ada yang merokok di lingkungan sekolah, Ft mengatakan, “...dulu pernah ada anak kelas 5 yang merokok di belakang sekolah”. Kemudian saat peneliti bertanya lebih lanjut apakah pernah melihat bapak/ibu guru merokok di sekolah, Ft menjawab dengan lugas, “...ga pernah. Kan ada peraturannya tidak boleh merokok. Kalau gurunya aja merokok gimana murid-muridnya” (hasil wawancara dengan peserta didik lainnya terlampir). Hasil wawancara diperkuat dengan hasil dokumentasi yang peneliti dapatkan berupa slogan peringatan kawasan tanpa rokok yang ditempel di dinding depan kantor pamong (Gambar 44).

Hasil wawancara dan dokumentasi diperkuat dengan hasil observasi yang peneliti dapatkan selama di lapangan. Hasil observasi menunjukkan bahwa baik pamong maupun seluruh karyawan tidak ada yang merokok selama berada di lingkungan sekolah (Lampiran 2).

Dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi yang peneliti dapatkan menunjukkan bahwa kepala sekolah, pamong dan seluruh

peserta didik dengan tidak adanya yang merokok di sekitar lingkungan sekolah.

b. Kegiatan spontan

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah pada hari Rabu, 15 Juni 2016, diperoleh data bahwa kegiatan spontan yang dilakukan kepala sekolah adalah memanggil secara pribadi pamong yang berbicara kurang sopan, kemudian diberi pengertian, kepala sekolah juga mencatat sebagai supervisi, namun hal tersebut dilakukan tergantung permasalahannya seperti yang diungkapkan AR:

“...masalahnya misalnya dalam perkataannya di depan umum, contohnya kalau pamong sering berkata “Lu sih..”, itu kan kata-kata yang tidak sesuai dengan kita, nah saya gantian “Lah, Lu kok berani sama saya itu gimana?”, nah itu kan pengembalian dari kata dan dia mengerti, oh berarti dia tidak senang dengan kata-kata seperti itu. Jadi itu tergantung masalahnya, tidak harus dia dipanggil secara pribadi itu tidak.”

Selain itu kegiatan spontan yang dilakukan oleh pamong dan kepala sekolah adalah memberikan penguatan berupa pujian. Hasil wawancara kepala sekolah mengatakan bahwa setelah peserta didik ditegur karena berbicara tidak sopan, ia diberi nasehat dan ketika peserta didik tersebut mulai berubah, kepala sekolah memberikan pujian kepada peserta didik tersebut, AR mengatakan, “....kalau dia bersikap sopan terus saya bilang “hebat” saya puji, nah sekarang dia sudah jarang berkata-kata seperti itu.” Hasil wawancara kepala sekolah didukung dengan hasil wawancara peneliti dengan pamong pada Selasa, 09 Juni 2016, diperoleh data bahwa

pamong sesering mungkin memberikan pujian kepada anak-anak yang melakukan perbuatan baik, AS mengatakan, “Saya sesering mungkin memberikan pujian kepada anak-anak dan biasanya kasih poin ke anaknya, jadi mereka termotivasi dan merasa saya dihargai...” (Hasil wawancara dengan pamong lainnya terlampir).

Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan pamong menunjukkan bahwa kepala sekolah dan pamong sering memberikan pujian kepada peserta didik sebagai bentuk motivasi. Hal tersebut siperkuat dengan penuturan siswa Ft saat ditanya apakah bapak/ibu guru pernah memuji dia saat melakukan perbuatan baik, Ft mengatakan, “Pernah, sering. Misalnya aku kan pernah disuruh siram tanaman pagi-pagi sama Bu AR (Kepala Sekolah), terus Bu AR bilang Terimakasih, anak baik.. seperti itu.” (Hasil wawancara dengan peserta didik lainnya terlampir). Hasil wawancara diperkuat dengan dokumentasi berupa papan perolehan poin yang ditempel di papan tulis depan kelas (Gambar 3).

Hasil wawancara dan dokumentasi diperkuat dengan hasil observasi selama pengamatan. Pada hari Selasa, 24 Mei 2016 pamong memberikan pengertian kepada peserta didik Rn yang melakukan perbuatan tidak baik, Rn berteriak-teriak di dalam kelas, pamong dengan spontan mengingatkan Rn untuk tidak berteriak-teriak dan memberikan pengertian bahwa berteriak itu tidak baik dan akan mengganggu teman

memberikan pujian terhadap perilaku peserta didik yang sudah baik dan memberikan poin. Hari Senin, 23 Mei 2016 salah satu peserta didik El selalu menghadap ke belakang berbicara dengan temannya saat pamong menjelaskan, kemudian pamong meminta El untuk mendengarkan dan duduk menghadap ke depan, El pun berbalik badan dan menghadap kedepan sesuai perintah pamong, dengan spontan pamong memberikan pujian kepada El dengan berkata, “Nah, anak baik”. Selain itu pamong juga memberikan poin sebagai bentuk pujian dan motivasi kepada peserta didik (Hasil observasi terlampir).

Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi dapat disimpulkan bahwa kegiatan spontan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pamong adalah dengan memberikan pengertian bagaimana sikap atau perilaku baik yang seharusnya ketika menjumpai pamong lain atau peserta didik yang melakukan hal yang kurang baik dan memberikan penguatan terhadap perilaku atau perbuatan yang sudah baik seperti pujian dan pemberian poin sebagai bentuk motivasi.

c. Teguran

Teguran diberikan kepala sekolah dan pamong apabila peserta didik melakukan perbuatan yang kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan pamong, diperoleh data bahwa biasanya teguran diberikan apabila ada peserta didik yang sering meribut atau berbicara tidak sopan, akan tetapi terkadang ada anak yang tidak bisa ditegur. Saat peneliti menanyakan

apakah ibu memberikan teguran kepada peserta didik yang melakukan perbuatan tidak baik atau melanggar peraturan sekolah, AS menjawab:

“Iya, tapi kadang anak itu ada yang tidak bisa ditegur. Biasanya kalau sudah sering meribut atau berbicara tidak sopan saya menegur anak itu, minimal anak itu disuruh diam dulu. Kemudian diberi nasehat itu ketika memang anaknya itu kondisinya sudah tenang.” (Selasa, 09 Juni 2016)

Namun, untuk hal berpakaian guru jarang menegur peserta didik, hal ini diperkuat dengan pernyataan siswa saat peneliti menanyakan apakah diberi teguran jika berpakaian tidak rapi, Ft mengaku, “...ga pernah, karena kita rapi terus. Kecuali seragamnya beda, apa misalnya kalau Senin ga pake kaos kaki putih ga pake sapatu hitam” (Lampiran 8). Hasil wawancara dengan peserta didik menunjukkan bahwa guru jarang memberikan teguran kepada peserta didik dalam hal berpakaian. Hal tersebut dikarenakan peserta didik senantiasa berpakaian rapi dan sopan.

Selain memberikan teguran pamong dan kepala sekolah juga memberikan nasehat kepada peserta didik. Pernyataan kepala sekolah dan pamong didukung hasil wawancara dengan peserta didik saat peneliti bertanya apakah pernah dinasehati oleh pamong agar melakukan perbuatan baik, Ft menjawab, “Pernah. Ya misalnya kamu ga boleh kayak gini itu perbuatan yang tidak baik...” (Hasil wawancara dengan peserta didik lainnya terlampir). Hasil wawancara kepala sekolah, pamong dan peserta didik diperkuat dengan hasil dokumentasi yang peneliti dapatkan berupa

lembar penegakan tata tertib yang ditempel di dinding kantor pamong (Gambar 48).

Hasil wawancara dan dokumentasi diperkuat dengan hasil pengamatan selama peneliti melakukan observasi. Pamong memberikan teguran kepada peserta didik yang melakukan perbuatan kurang baik dan memberikan nasehat. Pada hari Sabtu, 19 Mei 2016 sebelum ujian dimulai peserta didik agak ribut, kemudian pamong menegur peserta didik agar tidak ribut dan memberi peringatan apabila belum siap untuk melaksanakan ujian dipersilahkan keluar ruangan terlebih dahulu (Hasil observasi terlampir, Lampiran 2).

Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi dapat disimpulkan bahwa pamong memberikan teguran dan nasehat kepada peserta didik yang melakukan perbuatan kurang baik.

d. Pengkondisian lingkungan

Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh data bahwa ada beberapa kegiatan sekolah yang dilakukan dalam menjaga lingkungan sekolah agar tetap asri diantaranya lomba penghijauan dan kebersihan antar kelas. AR juga menyatakan bahwa sekolah juga sudah menyediakan fasilitas yang memadai seperti tempat sampah yang terdiri dari tiga jenis. Berikut pernyataan AR:

“...sudah disediakan fasilitas seperti tempat sampah itu sudah ada tiga jenisnya, kalau untuk membuang sampah sembarangan anak- anak SD di sini sudah tahu ada peraturan didenda, jadi mereka

sudah saling mengingatkan. Ada lomba kebersihan antar kelas dan biasanya kita apresiasi dengan memberi hadiah. Ada lomba penghijauan, nanti di depan ada banyak tanaman-tanaman hijau...” Pernyataan kepala sekolah diperkuat dengan pernyataan pamong Lr yang mengatakan’ “...jadi kita setiap kelas ada 2 tempat sampah di depan kelas, satu untuk organik dan satu lagi untuk non organik. Kita juga ada reward, kalo misalkan nanti kelasnya terbersih, terkreatifitas itu tiap tahunnya pasti diumumin.”

Selain mengadakan kegiatan dan penyediaan fasilitas tempat sampah yang memadai, sekolah juga menempel beberapa slogan-slogan mengenai budi pekerti di dinding-dinding sekolah. Hal tersebut didukung hasil wawancara peneliti dengan siswa Ft saat ditanya pernah membaca slogan yang ditempel di dinding-dinging sekolah, Ft mengaku, “Pernah. Senyum, sapa, salam, sopan, santun. Terus 6K”. Senada dengan pengakuan Ft, El juga mengatakan, “Pernah. Itu banyak di dalam kelas, ada tulisan bersih pangkal sehat, kebersihan sebagian dari iman.” (Lampiran 12).

Hasil wawancara dengan kepala sekolah, pamong, dan peserta didik diperkuat dengan hasil pengamatan selama observasi. Dari hasil observasi didapatkan data bahwa di depan masing-masing kelas mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 terdapat dua tempat sampah yang terdiri dari tempat sampah organik dan non organik. Di depan kantor pamong dan kepala sekolah juga tersedia tiga tempat sampah yaitu tempat sampah organik, non organik dan bahan beracun berbahaya (b3). Selain penyediaan fasilitas

tempat sampah yang memadai, sekolah juga menempel slogan mengenai budi pekerti di tempat yang strategis yang mudah dibaca oleh peserta didik. Slogan-slogan tersebut ditempel di dinding depan kantor pamong dan kepala sekolah, di setiap anak tangga, di dinding dekat tangga, di kelas, dan di mading yang terlihat jelas dan mudah dibaca oleh peserta didik, diantaranya slogan 5S, 5T, 6K, nilai-nilai budi pekerti seperti mandiri, kreatif, jujur, tanggungjawab, dan lain-lain yang ditempel di setiap anak tangga. Selain slogan, di setiap kelas juga ditempel tata tertib kelas, visi, misi dan tujuan sekolah. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil dokumentasi berupa foto-foto slogan dan lembar tata tertib kelas (Gambar 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21 dan 22).

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa pengkondisian lingkungan dilakukan dengan beberapa kegiatan seperti lomba kebersihan antar kelas, lomba penghijauan, penyediaan fasilitas tempat sampah yang memadai di depan setiap kelas juga kantor pamong dan kepala sekolah, menempelkan slogan budi pekerti 5S, 5T dan 6K di dinding depan kantor pamong dan kepala sekolah serta di dalam kelas, nilai-nilai budi pekerti seperti mandiri, kreatif, jujur, tanggungjawab dan lain-lain di setiap anak tangga, di kelas dan di mading, serta aturan tata tertib kelas, visi, misi dan tujuan sekolah di dinding depan kantor dan di setiap kelas yang terlihat jelas dan mudah dibaca oleh peserta didik.

e. Kegiatan rutin