UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK
TANAMAN TANDUK RUSA (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) TERHADAP SEL HeLa
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Theodorus Kristianto Dau NIM : 138114120
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK
TANAMAN TANDUK RUSA (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) TERHADAP SEL HeLa
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Theodorus Kristianto Dau NIM : 138114120
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
Halaman Persembahan
I see the stars, I hear the rolling thunder,
Thy power throughout the universe displayed.
Anargyroi
“Accepting no payment for their services”
Ku persembahkan skripsi ini untuk :
Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus Yang Maha Kuasa pencipta
langit dan bumi, pelindung dan penyelamat dunia
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK TANAMAN TANDUK RUSA
(Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) TERHADAP SEL HeLa” dengan
baik. Laporan akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm.) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada: 1. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Ibu Dr. Puji Astuti., M.Sc., Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt. selaku penguji yang telah mendukung terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi ini serta selalu memberikan saran serta arahan yang berharga bagi penulis.
4. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt. selaku penguji yang telah mendukung terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi ini serta selalu memberikan saran serta arahan yang berharga bagi penulis.
5. Ibu Dita Maria Virginia, M. Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing Akedemik yang senantiasa membimbing dari awal hingga akhir dan terus memberikan dorongan semangat dan motivasi.
6. Laboran Laboratorium Farmakognosi Fitokimia (Mas Wagiran) serta seluruh dosen dan staff Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu proses pelaksanaan skripsi dan perkuliahan dari awal hingga akhir.
viii
8. Natasha Queen Ferdinand yang telah berjuang menyelesaikan skripsi hingga selesai, melewati segala rintangan dan menjalaninya baik dalam suka maupun duka.
9. Sari Kusumastuti, atas cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan, doa, semangat yang telah diberikan dengan tulus.
10.“mancing mania” dan “Medicine Man” atas perjuangannya di Fakultas
Famasi.
11.Penghuni dan pejuang Rollando, Ari, Talino, Zelin, Lupy, Alex atas canda tawa dan kebahagiannya.
12.Teman-teman FSM C, FST dan seluruh angkatan 2013 yang telah berbagi suka dan duka selama berada di Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
13.Seluruh pihak yang tidak dapat diucapkan namanya satu per satu yang telah mendukung penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembacanya. Terima kasih.
Yogyakarta, Februari 2017
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
PENDAHULUAN ... 1
METODE PENELITIAN ... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5
Uji Sitotoksik Daun Tanduk Rusa ... 5
Skrining Fitokimia ... 10
KESIMPULAN ... 14
DAFTAR PUSTAKA ... 15
LAMPIRAN ... 17
x
DAFTAR TABEL
Tabel I. Koefisien Korelasi (r) dan IC50 Ekstrak dan Fraksi
Daun Tanduk Rusa Terhadap Sel HeLa ... 7 Tabel I. Koefisien Korelasi (r) dan IC50 Ekstrak dan Fraksi
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ekstrak etanol 70% (A), fraksi n-heksan (B),
etil asetat (C) dan metanol (E) daun tanduk rusa ... 6
Gambar 2. Efek reagen MTT terhadap pembentukan kristal formazan pada sel T47D... 7
Gambar 3. Efek fraksi n-heksan terhadap pertumbuhan sel HeLa ... 9
Gambar 4. Identifikasi fraksi non polar ... 11
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ... 17
Lampiran 2. Determinasi Tanaman Tanduk Rusa (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) ... 18
Lampiran 3. Kunci Determinasi Tanaman Tanduk Rusa ... 19
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen ... 21
Lampiran 5. Penghitungan Nilai IC50 ... 23
xiii
UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK
TANAMAN TANDUK RUSA (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) TERHADAP SEL HeLa
Theodorus Kristianto Dau
Fakultas Farmasi,Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282, Indonesia.
Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529
theodoruskris@gmail.com
ABSTRAK
Kanker serviks menjadi salah satu kanker dengan prevalensi terbesar. Penemuan obat antikanker diawali dengan penelusuran zat sitotoksik pada tanaman. Tanaman paku merupakan tanaman yang tersebar di dataran Indonesia di mana salah satunya adalah tanaman paku tanduk rusa. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelusuran efek sitotoksik tanaman tanduk rusa (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) terhadap sel HeLa.
Uji aktivitas sitotoksik dilakukan dengan metode MTT untuk mengetahui efek sitotoksik berdasarkan nilai IC50. Pengujian dilakukan dengan menggunakan ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol. KLT digunakan untuk penelusuran golongan senyawa aktif tanaman tanduk rusa dengan pereaksi semprot lieberman burchard, AlCl3, FeCl3, dragendorf dan anisaldehid-asam sulfat.
Efek sitotoksik hanya terdapat pada fraksi n-heksan yang memiliki efek sitotoksik rendah dengan nilai IC50 281,6 µg/ml. Nilai r yang didapatkan lebih tinggi dari r tabel (0,8783) taraf kepercayaan 95% (P<0,05) yaitu sebesar 0,9662 yang menunjukkan adanya efek dose dependent pada setiap konsentrasi fraksi (500, 250, 125, 62,5, 31,25 µg/ml). Uji aktivitas sitotoksik terhadap sel line lain yaitu T47D menunjukkan hasil tidak toksik untuk kesemua ekstrak dan fraksi. Hasil skrining fitokimia terhadap fraksi n-heksan menunjukkan adanya kandungan flavonoid, triterpenoid dan fenol.
xiv
UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK
TANAMAN TANDUK RUSA (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) TERHADAP SEL HeLa
Theodorus Kristianto Dau
Fakultas Farmasi,Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282, Indonesia.
Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529
theodoruskris@gmail.com
ABSTRACT
Cervical cancer became one of the cancers with the greatest prevalence. The discovery of anticancer drugs begins with the search for cytotoxic substances in plants. Fern is a plant that spread in the plains of Indonesia where one of them is the staghorn fern. This study aims to conduct searches cytotoxic effects of staghorn plants (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) against HeLa cells.
Cytotoxic activity test was conducted using MTT method so that it can be seen the effects cytotoxic by looking at IC50 value. Tests carried out using 70%
ethanol extract, fraction of n-hexane, ethyl acetate and methanol. TLC is used to search the group chemical compound plant with lieberman burchard, AlCl3,
FeCl3, dragendorf and anisaldehid-asam sulfat reagent spray.
Cytotoxic effects just appreance in fraction of n-hexane which has low cytotoxic level with IC50 value 281.6 µ g/ml. n-Hexane r value (0.9662 ) is higher
than r table (0.8783) confidence level of 95% (P < 0.05), which showed a dose dependent effect at each concentration fraction (500, 250, 125, 62.5, 31.25 µ g/ml). Cytotoxic activity test against other cell line that is T47D do not show cytotoxic activity result for all extract and fraction. Phytochemical screening of the n-hexane fraction show that it contains flavonoids, triterpenoids and phenols so that need further search.
Keywords : Cytotoxicity, HeLa Cell, IC50, Phytochemical Screening, Platycerium
1
PENDAHULUAN
Serviks adalah daerah bawah pada ujung sempit rahim yang mengarah dari rahim ke vagina (jalan lahir). Kanker serviks terjadi ketika sel-sel di leher rahim mulai tumbuh di luar kendali dan menyerang jaringan di dekatnya atau menyebar ke seluruh tubuh (Dollinsky and Hill-Kayser, 2015). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa, di Indonesia kanker serviks menjadi kasus penyakit kanker terbesar dengan persentase 0,8%, dari hasil wawancara yang mengaku pernah didiagnosis kanker oleh dokter dengan 1,4% prevalensi kanker di Indonesia (Litbangkes, 2013).
Kultur sel dari kanker serviks adalah sel HeLa. Sel HeLa merupakan sel yang didapat dari penderita adenocarcinoma agresif. Sel HeLa tumbuh secara pesat dalam kultur sel dan menjadi kultur sel manusia yang pertama (Lucey et al, 2009). Sel HeLa telah mengalami adaptasi yang kuat untuk kondisi pengembangbiakan (Rahbari et al. 2009).
Human Papiloma Virus (HPV) menjadi potensi onkogenik kanker serviks karena interaksi dari dua onkoprotein yang dihasilkan virus tersebut yaitu E6 dan E7. Protein dari HPV tersebut berisiko tinggi menyebabkan degradasi dan inaktivasi p53 dan protein Rb (Gadducci et al. 2011). Penyebab timbulnya kanker tentunya selalu berbeda untuk setiap jenis kanker sehingga menghasilkan kultur sel yang berbeda. Seperti pada kultur sel T47D yang berasal dari kanker payudara yang mayoritas kemunculannya disebabkan kurangnya efek perbaikan DNA oleh double-strand breaks (DSBs) pada gen BRCA1 dan BRCA2. Selain itu kanker payudara juga diketahui dari mutasi sel somatik pada TP53 (Knowles dan Shelby, 2006).
Penemuan obat antikanker yang berasal dari tanaman didapatkan dari senyawa bioaktif metabolit sekunder yang dihasilkan oleh sistem pertahanan kimia kompleks tanaman sebagai penghalang atau membunuh pemangsa. Produk dari tanaman menyediakan obat yang dapat diakses dengan jalur spesifik dan tentunya dapat menyediakan dasar rangka struktur kimia (template) untuk desain obat kedepannya (Cragg
et al, 2005). Meskipun tanaman dianggap sebagai sumber utama obat antikanker, hanya 5-15% dari sekitar 250.000 spesies dari tanaman tingkat tinggi yang telah dipelajari senyawa bioaktifnya dan hal ini yang menjadikan bahwa ada potensi yang besar untuk memanfaatkan tanaman sebagai senyawa antikanker (Saeidnia and Abdollahi, 2014).
2
senyawa fenolik yaitu myricetin, sinapic acid, protocatechuic acid, p-hydroxybenzoic acid dan gallic acid (Chai et al, 2013). Penelitian tanaman paku di Indonesia terutama pada tingkat genus Platycerium belum terlihat signifikan. Berdasarkan uraian di atas, dilakukan uji sitotoksik tanaman tanduk rusa (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) untuk mengetahui aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dan dilakukan penelusuran akan kandungan metabolit yang dimiliki tanaman tersebut.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah vial, ependorf, tabung konikal, 96-wellplate, tissue culture bottle, elisa reader, neraca analitik, sentrifuge, inkubator 37ºC 5% CO2, lemari es, Bio Safety Cabinet (BSC), tangki nitrogen cair, hemocytometer, mikroskop inverted (olimpus), mikropipet (5 µl-20 µl, 20 µl-200 µl, 200 µl-1000 µl, tip (putih, biru, kuning), pisau, saringan 40 mesh, orbital shaker, kertas saring, pompa vakum, blender, vorteks, eksikator, cawan porselen, erlenmeyer, tabung reaksi, pipa kapiler, pipet, oven,
rotary evaporator, lemari asam, serta lampu sinar UV254 dan UV366 mm.
Bahan digunakan adalah daun (batang palsu) tanduk rusa (Platycerium bifurcatum
(Cav.) C. Chr.), aquadest, etanol 70%, n-heksan, etil asetat, metanol, kultur sel HeLa, kultur sel T47D, media komplit (media kultur RPMI berisi FBS 10% (Gibco), penisilin-streptomisin 1% (Gibco), dan fungizon 0,5% (Gibco)), Phosphat Buffer Saline (PBS) PH7,4 (8 g NaCl, 0,2 g KH2PO4 1,15 g Na2HPO4 dalam 1 L aquadest), Tripsin-EDTA 0,25% (Gibco), DMSO, 3-(4,5-dimetilthiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromide (MTT),
reagent stopper (10% (w/v) natrium deosil sulfat dalam 0,1 N HCl), silica gel 60 F254, fase gerak (n-heksan : etil asetat) dan pereaksi semprot (liebermann burchard, dragendorf, AlCl3, FeCl3 dan anisaldehid-asam sulfat).
Determinasi Tanaman
Bahan digunakan adalah daun dari tanaman tanduk rusa (Platycerium bifurcatum
(Cav.) C. Chr.) yang menempel pada pohon mahoni (Swietenia macrophylla king) yang tumbuh di Gedung Pusat Sanata Dharma, Yogyakarta. Determinasi tanaman dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
3
Serbuk daun masing-masing sebanyak ± 30 g dilarutkan dalam etanol 70% sebanyak 300 ml. Erlenmeyer ditutup menggunakan alumunium foil. Proses maserasi dilakukan dengan penggojokkan pada suhu ruang selama 24 jam dengan orbital shaker. Selanjutnya filtrat etanol 70% dipisahkan dari residunya dengan melakukan penyaringan menggunakan kertas saring dengan bantuan corong buchner dan pompa vakum. Filtrat kemudian disimpan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai. Residu yang diperoleh kemudian dimaserasi kembali selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan penyaringan untuk memperoleh filtrat etanol 70%. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang hingga memperoleh filtrat bening. Filtrat diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu ± 50°C sehingga diperoleh ekstrak pekat. Kemudian ditimbang berat ekstrak kental etanol 70% dan dicatat bobotnya.
Ekstrak tanduk rusa yang sudah dikeringkan di dalam oven, diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 1 g. Ekstrak dilarutkan menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 10 ml kemudian divortex selama 10 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Hasil akan membentuk dua fase, berupa padat (residu) dan cair. Diambil fase cair sebagai fraksi n-heksana. Dilakukan secara berulang-ulang sehingga filtrat tidak berwarna. Selanjutnya dilanjutkan secara bertahap untuk fraksi etil asetat dan metanol.
Uji sitotoksik
Panen Sel
Sel HeLa dalam media komplit yang telah dikembangkan dari nitrogen cair, dihitung jumlahnya menggunakan haemocytometer. Sel dengan kepadatan 104 sel/sumuran ditransfer ke dalam lubang sumuran pada 96-well plate kecuali kontrol media, masing-masing 100 µl. Setiap kali mengisi 12 sumuran, sel diresuspensi agar tetap homogen. Keadaan sel diamati dengan mikroskop inverted untuk melihat distribusi sel. Sel diinkubasi dalam inkubator CO2 selama 24 jam.
Perlakuan Sel
4
kemudian media sel dibuang. Seri konsentrasi sampel dari pengenceran stok (500, 250, 125, 62,5, 31,25, 15,6, 7,8 µg/ml) dimasukkan ke dalam sumuran (replikasi 3 kali) dan diinkubasi di dalam inkubator CO2. Lama inkubasi adalah 24 jam. Dibuat kontrol sel dengan memberi media komplit 100 µl pada lubang sumuran berisi sel tanpa perlakuan.
Pengujian dengan MTT
Reagen MTT dalam PBS (0,5 mg/ml) sebanyak 1,0 ml diencerkan dengan medium komplit sampai 10,0 ml. Media sel dibuang dan ditambahkan 100 µl reagen MTT ke setiap lubang sumuran. Sel diinkubasi selama 4 jam di dalam inkubator CO2 pada suhu 37oC. Sel uji yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk kompleks berwarna ungu. Jika formazan telah jelas terbentuk, ditambahkan reagen stopper. Plate dibungkus dengan kertas dan diinkubasi di tempat gelap pada temperatur kamar selama semalam. Absorbansi masing-masing sumuran dibaca dengan elisa reader pada panjang gelombang 595 nm.
Analisa Data
Data absorbansi yang diperoleh dari uji aktivitas sitotoksik dikonversikan ke dalam bentuk persentase viabilitas sel yang dihitung menggunakan rumus :
% sel hidup 100%
Data yang berupa viabilitas sel kemudian dianalisis dengan program Microsoft Excell
untuk mendapatkan linearitas (r) antara konsentrasi bahan uji versus persentase sel yang viabel, serta untuk menghitung nilai IC50.
Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis untuk ekstrak etanol 70%, dan fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol.
Fase diam : Silica gel 60 F254 alumunium
Fase gerak : n-heksan : etil asetat (4:1) sebanyak 10 ml
5
untuk mendeteksi senyawa kimia tanaman (Jork et al, 1990a) pada fraksi yang banyak mengandung spot. Kemudian dipanaskan dengan suhu 100oC selama 2 menit.
Triterpenoid
Disemprot dengan reagen liebermann burchard (1 ml H2SO4, 10 ml anhidrat asetat, 50 ml kloroform). Diamati di bawah sinar UV dan cahaya tampak akan adanya perubahan warna biru-hijau (Harborne, 1984).
Fenol
Penyemprotan dilakukan dengan reagen besi (III) klorida (0,1 sampai 1 g besi (III) klorida hexahydrate dilarutkan dalam 100 ml etanol). Kemudian dipanaskan dengan suhu 100oC sampai 110oC selama 5 sampai 10 menit. Akan terbentuk spot kurang berwarna dengan latar belakang kuning dan spot terbentuk warna biru kehijauan setelah di panaskan (Jork et al, 1990b).
Flavonoid
Disemprot dengan reagen alumunium klorida (0,2 sampai 1 g alumunium klorida dalam 100 ml etanol). Dilihat di bawah sinar UV366, hasil fluorosensi warna kuning mengindikasikan adanya flavonoid (Jork et al, 1990a).
Alkaloid
Disemprot dengan reagen dragendorf. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya spot berwarna jingga (Tona et al, 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman tanduk rusa (Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr.) yang digunakan
sebagai sampel telah dilakukan determinasi untuk memastikan kebenaran spesies tanaman
tersebut (Lampiran 2.), dimana ciri-ciri tanaman ditelusuri dan dijabarkan pada Lampiran
3. berdasarkan literatur yang diacu. Ekstraksi daun tanaman tanduk rusa yang dilakukan dengan etanol 70% didapatkan hasil sebanyak 3 cawan ekstrak kental dengan masing masing rendemen 1,2%; 1,423%; 1,333%. Hasil ekstrak yang didapat kemudian digunakan
untuk tahap selanjutnya yaitu fraksinasi menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan
6
uji sitotoksik dan penelusuran profil metabolit tanaman tanduk rusa (Lampiran 4.).
Gambar 1. Ekstrak etanol 70% (A), fraksi n-heksan (B), etil asetat (C) dan metanol (D) daun tanduk rusa
Uji Sitotoksik Daun Tanduk Rusa
Pengujian dengan metode 3- (4,5-dimethylthiazol-2-yl) -2,5 diphenyl tetrazolium bromide atau yang biasa dikenal dengan MTT didasarkan konversi dari reagen MTT menjadi kristal formazan oleh sel hidup yang digunakan untuk mendeterminasi aktivitas mitokondria. Karena bagi kebanyakan populasi sel jumlah keseluruhan aktivitas mitokondria berhubungan dengan jumlah sel yang hidup. Pengujian ini secara luas digunakan untuk mengukur in vitro efek sitotoksik obat pada jalur kultur sel atau sel primer pasien (Van Meerloo et al, 2011). Analisis data dilakukan dengan cara mengkonversikan rerata nilai absorbansi menjadi % viabilitas sel yang kemudian dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak dan juga fraksi (disajikan dalam bentuk grafik) pada lampiran 5.
Pembentukkan kristal formazan dari reagen MTT terjadi akibat proses penerimaan NADH dan pelepasan NAD+ yang terjadi didalam mitokondria. Proses pembentukan ini
B
D
C
7
Gambar 2. Efek reagen MTT terhadap pembentukan kristal formazan pada sel T47D
Sel normal pasca inkubasi 24 jam (A) 4 jam setelah pemberian reagen MTT berubah bentuk dan berwarna ungu (B). Perubahan ini menunjukkan sel tersebut hidup saat diberikan reagen MTT
tentunya terjadi didalam bagian sel. Pembacaan kristal formazan dilakukan dengan elisa reader yang hasilnya berupa nilai absorbansi. Formazan perlu dilisis dengan menggunakan
reagen stopper agar keluar dari sel dan dapat dilakukan pembacaan nilai absorbansi. Proses lisis yang kurang mengakibatkan terganggunya pembacaan nilai absorbansi dari kristal formazan. Oleh sebab itu data yang digunakan pada sel HeLa pada fraksi etil asetat dan metanol menggunakan seri konsentrasi yang dimulai dari 250; 125; 62,5; 31,25; dan 15,6 µg/ml tidak seperti mayoritas perhitungan data yang menggunakan konsentrasi 500; 250; 125; 62,5 dan 31,25 µg/ml.
Tabel I. Koefisien Korelasi (r) dan IC50 Ekstrak dan Fraksi Daun Tanduk Rusa Terhadap Sel HeLa
Kultur Sel Bahan Uji r IC50 µg/ml Efek Sitotoksik
sel HeLa
n-heksan 0,9662 281,6 toksik (rendah)
etil asetat 0,8165 649,5 tidak toksik
metanol 0,9003 824,4 tidak toksik
ekstrak etanol 70% 0,9616 713,5 tidak toksik
Koefisien korelasi (r) dan konsentrasi yang diperlukan untuk membunuh 50% sel (IC50) didapatkan dari
kurva perbandingan antara konsentrasi dan % viabilitas sel
Fraksi n-heksan memiliki aktivitas sitotoksik yang lebih baik dibandingkan dengan fraksi etil asetat, fraksi metanol dan ekstrak etanol 70%. Hal ini ditunjukkan dari % viabilitas sel terkecil yaitu 21,819% pada tingkat konsentrasi 500 µg/ml dari seri konsentrasi fraksi n-heksan. Melihat sitotoksik yang rendah pada sel HeLa / tidak melihat
A
u
B
8
efek yang menjanjikan, maka perlu dikonfirmasi apakah memiliki efek yang sama untuk sel lainnnya. Ekstrak dan fraksi tanaman tanduk rusa kemudian diujikan kepada kultur sel lainnya yaitu kultur sel dari kanker payudara, sel T47D yang dipilih secara acak untuk mengetahui seberapa luas efek sitotoksiknya dan apakah memiliki kemiripan efek. Hasil menunjukkan % viabilitas sel terkecil juga didapat pada fraksi n-heksan pada tingkat konsentrasi 500 µg/ml yaitu 89,147%. Namun % viabilitas sel ini terbilang cukup tinggi bahkan populasinya lebih dari 50% yang menandakan pada tingkat konsentrasi tertinggi (500 µg/ml) tidak mampu membunuh populasi sel T47D lebih dari 50%. Semakin kecil % viabilitas sel maka semakin kecil jumlah sel yang berhasil hidup yang berarti semakin tinggi kemampuan ekstrak untuk membunuh sel kanker tersebut.
Tabel II. Koefisien Korelasi (r) dan IC50 Ekstrak dan Fraksi Daun Tanduk Rusa Terhadap Sel T47D
Kultur Sel Bahan Uji r IC50 µg/ml Efek Sitotoksik
sel T47D
n-heksan 0,9913 1329,5 tidak toksik
etil asetat 0,8345 3345,5 tidak toksik
metanol 0,9201 7785,5 tidak toksik
ekstrak etanol 70% 0,8158 3056,2 tidak toksik
Koefisien korelasi (r) dan konsentrasi yang diperlukan untuk membunuh 50% sel (IC50) didapatkan dari
kurva perbandingan antara konsentrasi dan % viabilitas sel
Pada sel T47D % viabilitas sel yang didapatkan tidak menunjukkan penurunan tetapi menunjukkan adanya peningkatan nilai yang lebih dari 100% untuk fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat pada tingkat konsentrasi 250; 125; 62,5; 31,25 µg/ml, ekstrak etanol 70% pada tingkat konsentrasi 62,5; 31,25 µg/ml, serta fraksi metanol untuk keseluruhan tingkat konsentrasi. Kejadian ini menunjukkan adanya induksi yang dilakukan oleh ekstrak dan fraksi tanduk rusa di mana induksi tersebut mendorong proliferasi sel yang mengakibatkan tidak munculnya efek toksik melainkan meningkatkan jumlah pertumbuhan sel T47D. Kondisi ini berlainan dengan apa yang terjadi pada sel HeLa yang menghasilkan efek toksik untuk kesemua ekstrak dan fraksi sehingga kejadian ini menandakan bahwa ekstrak dan fraksi tanduk rusa memiliki efek yang berbeda-beda terhadap kultur sel yang berbeda.
9
metanol 0,9003 dan ekstrak etanol 70% 0,9616 terhadap sel HeLa memiliki nilai lebih besar dibandingkan nilai r tabel yaitu 0,8783 pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05) n=5. Hal ini menunjukkan adanya dose dependent yaitu seiring meningkatnya konsentrasi maka akan meningkatkan efek sitotoksik terhadap kultur sel. Hal demikian pun juga terjadi pada pengujian dengan sel T47D untuk fraksi n-heksan dengan nilai r 0,9913 dan fraksi metanol dengan nilai r 0,9201.
Penurunan jumlah sel mencerminkan penghambatan pertumbuhan sel dan sensitivitas obat maka biasanya ditentukan sebagai konsentrasi obat yang diperlukan untuk penghambatan pertumbuhan mencapai 50% dibandingkan dengan pertumbuhan kontrol (50% konsentrasi penghambatan, IC50) (Van Meerloo et al, 2011). Kriteria untuk mengkategorikan efek sitotoksik ekstrak maupun fraksi didasarkan oleh U.S. National Cancer Institute (NCI) dengan kategori yaitu : IC50 ≤ 20 µg/ml = efek sitotoksik tinggi, IC50 21 – 200 µg/ml = efek sitotoksik sedang, IC50 201 – 500 µg/ml = efek sitotoksik rendah dan IC50 > 501 µg/ml = tidak memiliki efek sitotoksik (Sajjadi et al, 2015). Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui fraksi n-heksan merupakan satu satunya fraksi yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 sebesar 281,6 µg/ml. Namun efek sitotoksik tersebut tergolong dalam kategori yang rendah. Efek sitotoksik tidak tampak pada fraksi etil asetat, fraksi metanol dan ekstrak etanol 70% serta pada pengujian dengan sel T47D. Walaupun pada pengujian terhadap sel T47D fraksi n-heksan mendapatkan IC50 terkecil (terbaik) namun nilai tersebut masih masuk kedalam kategori tidak toksik.
Gambar 3. Efek fraksi n-heksan terhadap pertumbuhan sel HeLa
Pertumbuhan sel setelah mengalami inkubasi selama 24 jam agar kondisi sel kembali normal. Sel yang tidak mengalami perlakuan atau disebut kontrol sel (A) dan sel yang mengalami perlakuan fraksi n-heksan konsentrasi 500 µg/ml (B)
A
B
10
DMSO yang digunakan untuk melarutkan sampel ditelusuri akan adanya pengaruh penggunaannya terhadap hasil dari pengujian efek sitotoksik. Pengujian dilakukan terhadap kultur sel HeLa maupun sel T47D dengan membandingkan hasil % viabilitas sel dengan penggunaan DMSO pada tiap konsentrasi pengujian sebenarnya. Larutan DMSO diambil sebanyak 100 µl untuk setiap ekstrak seberat 0,01 g agar didapat konsentrasi sebesar 100.000 µg/ml. Dari larutan tersebut dibuat konsentrasi 500 µg/ml dengan mencampurkan media komplit dan kemudian diencerkan setengah secara berurut-urut dari konsentrasi awal. Perbandingan antara DMSO dan media komplit dalam setiap tingkat konsentrasi tersebut yang kemudian dihitung perbandingannya v/v dalam bentuk persen sehingga setiap campuran perbandingan v/v (DMSO dalam larutan) dibandingkan dengan % viabilitas sel. Hasil % viabilitas sel yang didapatkan pada Sel HeLa tidak mengalami penurunan signifikan berkisar dari 95,340% hingga 113,539 %. Begitu juga untuk pengujian dengan sel T47D memiliki rentang nilai yang dekat antara 75,387% hingga 82,751%. Pada pengujian kontrol pelarut, sel T47D memiliki % viabilitas yang lebih kecil dibanding pengujian sitotoksik, hal ini karena pada pengujian sitotoksik tidak ditemukan adanya efek sitotoksik melainkan efek yang membantu proliferasi sel bahkan meningkat hingga viabilitas sel lebih dari 100%. Dari hasil tersebut pelarut DMSO tidak mempegaruhi hasil uji sitotoksik. Hal ini juga dipertegas dari nilai r hitung yang lebih rendah dibandingkan nilai r tabel sehingga tidak menunjukkan adanya dose dependent.
Skrining Fitokimia
Fraksi n-heksan yang merupakan pelarut non polar diketahui memiliki aktivitas
sitotoksik berdasarkan nilai IC50 yang didapat pada percobaan dengan sel HeLa maka dilakukan penelusuran akan kandungan metabolit tanaman tanduk rusa pada fase non polar
(Gambar. 4). Fraksi n-heksan yang di fraksinasi dengan pelarut yang bersifat non polar
mengandung berbagai senyawa kimia yang ditunjukkan dengan banyaknya spot dengan beragam warna. Ketika dibandingkan dengan hasil kromatogram pada ekstrak lainnya terlihat perbedaan adanya bercak spot. Hal tersebut dapat meyakinkan bahwa fase gerak tersebut mampu menjalankan totolan pada fase non polar dan menunjukkan fraksinasi yang
dilakukan menghasilkan pemisahan yang baik. Selanjutnya fraksi n-heksan di jalankan
kembali menggunakan fase diam dan fase gerak yang sama serta dianalisis dengan reagen
semprot anisaldehid-asam sulfat untuk melihat kandungan metabolit tanaman tanduk rusa
11
Gambar 4. Identifikasi fraksi non polar
Penampakan dari identifikasi fase non polar menggunakan fase diam Alumunium Silica Gel F254 dan fase
gerak n-heksan : etil asetat (4:1) dengan urutan penotoloan fraksi n-heksan (1), etil asetat (2), metanol (3) dan ekstrak etanol 70% (4). Penampakan pada sinar tampak (A), dibawah sinar UV254 (B) dan sinar UV366 (C)
Reaksi pada anisaldehid-asam sulfat menghasilkan 8 spot yang terbentuk dengan warna yang dihasilkan berbeda-beda pada penampakan sinar tampak, sinar UV254 dan UV366 (Gambar 5.). Spot yang dihasilkan sama untuk sinar tampak dan UV366 namun untuk UV254 hanya menampilkan 3 spot saja dengan nilai Retardation factor (Rf) 0,04; 0,19 dan 0,47. Spot yang menunjukkan hasil positif muncul setelah dilakukan pemanasan selama 2 menit pada suhu 100oC yang diamati pada sinar tampak dengan nilai Rf 0,04; 0,40; 0,47 dan 0,68 dengan spot berwarna merah. Hasil spot berwarna merah yang muncul mengindikasi akan adanya saponin, minyak penting, terpenoid, propylpropanoid, bitter principles, fenol, steroid, antioksidan (Wagner, 1996; Jork et al, 1990a). Hasil positif pada anisaldehid-asam sulfat di telusuri lagi dengan reagen spesifik yaitu liebermann burchard
untuk mendeteksi triterpenoid, AlCl3 untuk mendeteksi flavonoid, FeCl3 untuk mendeteksi fenol dan dragendorf untuk mendeteksi alkaloid (Harborne, 1984, Jork et al, 1990a, Jork et al, 1990b, Tona et al, 1998).
Fraksi n-heksan ditotol dan dijalankan kembali pada plat alumunium lainnya dengan fase gerak yang sama. Pereaksi semprot liebermann burchard digunakan untuk mendeteksi senyawa triterpenoid. Plat yang telah dijalankan disemprot dengan reagen
liebermann burchard menunjukkan hasil positif untuk dua bercak. Spot tersebut berada pada Rf 0,04 dan 0,46 jika di deteksi dengan sinar UV366 dimana ada perubahan warna dari
12
Gambar 5. Identifikasi fraksi n-heksan dengan anisaldehid-asam sulfat
Penampakan sebelum (1) dan setelah (2) di semprot reagen anisaldehid-asam sulfat dari identifikasi fraksi n-heksan menggunakan fase diam Alumunium Silica Gel F254 dan fase gerak n-heksan : etil asetat (4:1).
Perbandingan penampakan pada sinar tampak (A), dibawah sinar UV254 (B) dan sinar UV366 (C)
jingga ke hijau kekuningan cerah untuk spot dengan Rf 0,04 dan merah ke hijau kekuningan cerah untuk spot dengan Rf 0,46. Hal ini diperkuat dengan munculnya warna merah pada sinar tampak setelah pemanasan yang sebelumnya berwarna latar belakang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi n-heksan mengandung senyawa triterpenoid. Pereaksi semprot AlCl3 digunakan untuk mendeteksi senyawa flavonoid. Deteksi dibawah sinar UV366 setelah disemprot dengan reagen AlCl3 menunjukkan hasil positif untuk satu bercak spot pada Rf 0,08. Spot pada Rf 0,08 mengalami perubahan warna dari ungu menjadi jingga sehingga fraksi n-heksan mengandung flavonoid. Hal ini diperkuat dengan spot tersebut tetap berwarna kuning setelah di semprot saat diamati dibwah sinar tampak. Pereaksi semprot FeCl3 digunakan untuk mendeteksi senyawa fenol. Deteksi dengan reagen FeCl3 menunjukkan hasil positif dari adanya perubahan warna dari kuning menjadi hijau kebiruan gelap. Perubahan warna yang dilihat dengan sinar tampak setelah dipanaskan selama 5 menit dengan suhu 100oC pada spot dengan Rf 0,11. Bercak spot tersebut menunjukkan fraksi n-heksan mengandung fenol. Pereaksi semprot dragendorf
digunakan untuk mendeteksi senyawa alkaloid. Deteksi dengan reagen dragendorf
menunjukkan hasil negatif untuk semua bercak spot (tidak ada perubahan warna) sehingga fraksi n-heksan tidak mengandung alkaloid.
A 1 B 2 1 C 2
13
Tabel III. Rf Kromatogram KLT Tanduk Rusa Reagen
Identifik asi
Sinar Tampak UV254 UV366 Reak
si Nilai spot Rf dan reaksi yang terjadi setelah penyemprotan menggunakan reagen anisaldehid-asam sulfat, liebermann burchard (tritepenoid), AlCl3 (flavonoid), FeCl3 (fenol) dan dragendorf (alkaloid) untuk fraksi
n-heksan menggunakan fase diam Alumunium Silica Gel F254 dan fase gerak n-heksan : etil asetat (4:1) secara
14
Dari penyemprotan reagen yang dilakukan, sebagian menunjukkan terjadinya reaksi antara kromatogram dengan pereaksi semprot. Reaksi tersebut ditunjukkan ketika di semprot dengan reagen anisaldehid-asam sulfat, liebermann burchard, AlCl3, FeCl3 sehingga menunjukkan akan adanya triterpenoid, flavonoid dan fenol namun tidak mengandung alkaloid (Lampiran 6.).
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Chai, T.T., et al., 2013. Anti-Proliferative, Antioxidant and Iron-Chelating Properties of the
Tropical Highland Fern, Phymatopteris triloba (Houtt) Pichi Serm (Family
Polypodiceae). Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 12 (5), 747-753.
Cragg, G.M., Kingston, D.G.I., & Newman, D.J., 2005. Introduction. In: G.M. Cragg,
D.G.I. Kingston, and D.J. Newman, eds. Anticancer Agents From Natural
Product. Boca Raton, FL: CRC Press, 1-3.
Harborne, J.B., 1984. Phytochemical Methods A Guide To Modern Techniques of Plant
Analysis. 2nd ed. London: Chapman and Hall.
Jork, H., Funk, W., Fischer, W., & Wimmer, H., 1990a. Thin-Layer Chromatography
Reagents and Detection Methods; Physical and Chemical Detection Methods. vol. 1a. trans. Frank and J.A. Hampson. Weinheim, Germany: VCH Verlagsgesellschaft.
Jork, H., Funk, W., Fischer, W., & Wimmer, H., 1990b. Thin-Layer Chromatography
Reagents and Detection Methods; Physical and Chemical Detection Methods. vol. 1b. trans. Frank and J.A. Hampson. Weinheim, Germany: VCH Verlagsgesellschaft.
Litbangkes, 2013. RISKESDAS Dalam Angka: Indonesia Tahun 2013. Kementrian
Kesehatan RI (Online), http://labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/ laporan/RKD/2013/RKD_dalam_angka_final.pdf diakses tanggal 9 Agustus 2016.
Lucey, B.P., Nelson-Rees, W.A., & Hutchins, G.M., 2009. Henrietta Lacks, HeLa Cells,
and Cell Culture Contamination. Archive Phatology Laboratory Medicine, 133
(9), 1463-1467.
Rahbari, R., et al., 2009. A novel L1 retrotransposon marker for HeLa cell line
identification. BioTechniques, 46 (4), 277-284.
Saeidnia, S. & Abdollahi, M.A., 2014. Perspective Studies on Novel Anticancer Drugs
from Natural Origin; a Comprehensive Review. International Journal of
Pharmacology, 10 (2), 90-108.
Sajjadi, A.E., Ghadnadian, M., Haghighi, M., & Mouhebat, L., 2015. Cytotoxic Effect of
Cousinia verbascifolia Bunge Against OVCAR-3 and HT-29 Cancer Cells.
Journal of Herbmed Pharmacology, 4 (1), 15-19.
16
Phytochemical Screening of Some Congolese Medicine Plants. Journal of
Ethnopharmacology, 61, 57-65.
Van Meerloo, J., Kaspers, G.J.L., & Cloos, J., 2011. Cell Sensitivity assays: the MTT
Assay. Methods in Molecular Biology, 731, 237-245.
Wagner, H. and Bladt, S., 1996. Plant Drug Analysis A Thin Layer Chromatography Atlas.
17
LAMPIRAN
18
19
Lampiran 3. Kunci Determinasi Tanaman Tanduk Rusa
Kunci Determinasi Platycerium bifurcatum C. Chr.
1.a. Tumbuhan-tumbuhan tidak dengan bunga sejati, artinya tidak ada benang sari
atau putik dan perhiasan bunga. Tumbuh-tumbuhan berspora. (golongan 1). .... 17
Golongan 1. Paku dan Paku-pakuan 17.b. Tumbuh-tumbuhan darat atau rawa, berakar di tanah ... 18
18.b. Daun-daun lain macamnya ... 19
19.b. Daun lebih besar dan lain bentuknya. Bagian yang fertile berbentuk bulir atau tidak. Sporangia tidak demikian letaknya ... 22
22.b. Tumbuh-tumbuh lain; tidak ada bagian fertile yang berbentuk bulir ... 23
23.b. Daun fertile tidak demikian ... 24
24.b. daun lain ... 25
25.b. paku lainnya ... 26 26. b. paku lainnya ... 11. Polypodiceae
Fam. 11. Polypodiaceae – Paku-pakuan sejati
Paku tanah atau epiphyt. Tidak ada batang yang sesungguhnya di atas tanah. Akar rimpang kerapkali bersisik. Daun mempunyai hubungan beruas atau tidak dengan akar rimpang atau hubungan dengan tonjolan di atas akar rimpang (pendukung daun), tunggal atau majemuk; daun muda menggulung secara spiral. Sporangia pada sisi bawah daun (kadang-kadang pada tepi daun); semua berturutan atau dalam kelompok (sori), hamper selalu bertangkai, dengan cincin vertical terdiri dari sel yang berdinding tebal, hanya terputus pada tertancapnya tangkai tersebut, jarang sekali dengan cincin yang miring tetapi sempurna, membuka melintang, mudah rontok. Sori berbeda-beda menurut penempatan bentuk besar, telanjang atau tertutup oleh tepi daun selaput penutup. Selaput penutupnya banyak variasinya dalam hal cara menancap, bentuk dan besarnya, tetapi tinggal atau rontok.
20
bebas dari sporangia, tidak terkumpul menjadi timbunan; tidak ada selaput penutup ... 2 2.a.Daun steril dengan banyak urat daun yang berjalan menjadi satu, sehingga terbentuk jala urat daun dengan mata jala, mata jala dengan urat yang bebas atau tidak ... 3 3.b. Daun bercangap atau menyirip... 4
4.a. Daun dimorph : sebagian umumnya berbagi, menempel pada batang pohon, cabang atau lereng batu, steril; sebagian bercabang menggarpu, kerapkali menggantung dank dang-kadang sekali fertil ... 3. Platycerium
3. Platycerium
Eiphyt yang kokoh, kadang-kadang tumbuh di bukit berbatu. Daun sarang bervariasi dari bentuk ginjal melalui oval yang lebar sampai bentuk baji; yang kecil dengan tepi yang keseluruhannya menempel, tidak bercangap atau bercangap tidak dalam, yang lebih besar dengan ujung daun yang menjauhi tempelan, melekuk dalam tetapi tidak teratur; duduk, melekat pada akar rimpang dan menutupi ini, menangkap sampah, di mana akar menembus. Daun sesungguhnya 1-7 pertanaman, lebih besar dari pada daun sarang, menggarpu 2-4 kali, menggantung, di atas tangkai yang panjangnya 2-5 cm, dengan kaki berbentuk baji, panjang 40-100 cm, ujung tajuk tumpul, pada permulaannya berambut bintang, kemudian gundul. Sporangia di sisi bawah dari bagian atas dari ujung tajuk daun. Jawa Tengah dan Timur, di tempat kering, 50-500 m. Hutan, pohon tepi jalan, batang pohon di daerah perkebunan; kerapkali menjadi tanaman hias. Hertshoornvaren, N. Simbar menjangan, J.
Platycerium bifurcatum C. Chr.
Berdasarkan buku:
21
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen
Ekstrak Etanol 70% Cawan 1 Bobot cawan : 29,59 g Bobot cawan + isi : 33,19 g Bobot ekstrak : 3,6 g
% rendemen : 1,2%
Ekstrak Etanol 70% Cawan 3 Bobot cawan : 36,49 g Bobot cawan + isi : 40,49 g Bobot ekstrak : 4 g
% rendemen : 1,333%
Ekstrak Etanol 70% Cawan 2 Bobot cawan : 31,32 g Bobot cawan + isi : 35,59 g Bobot ekstrak : 4,27 g
% rendemen : 1,423%
Fraksi n-Heksan Cawan 1
Bobot cawan : 27,9291 g Bobot cawan + isi : 27,9371 g Bobot fraksi : 0,008 g
% rendemen : 0,08%
Fraksi n-Heksan Cawan 2
Bobot cawan : 29,3833 g Bobot cawan + isi : 29,3937 g Bobot fraksi : 0,0104 g
% rendemen : 0,104%
Fraksi Etil Asetat Cawan 1 Bobot cawan : 29,6115 g Bobot cawan + isi : 29,6182 g Bobot fraksi : 0,0067 g
% rendemen : 0,067%
Fraksi Etil Asetat Cawan 2 Bobot cawan : 36,8962 g Bobot cawan + isi : 36,9019 g Bobot fraksi : 0,0057 g
22 Fraksi Metanol Cawan 1
Bobot cawan : 30,0622 g Bobot cawan + isi : 31,1075 g Bobot fraksi : 1,0453 g
% rendemen : 10,453%
Fraksi Metanol Cawan 2
Bobot cawan : 26,0178 g Bobot cawan + isi : 25,1178 g Bobot fraksi : 0,9 g
23
Lampiran 5. Penghitungan Nilai IC50
Tabel % Viabilitas Sel HeLa Akibat Fraksi n-Heksan Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel HeLa Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,9662 > r tabel, terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel dengan
konsentrasi fraksi n-heksan.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 281,6 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi n-heksan yaitu y = -0,1093x + 80,789.
y = -0.1093x + 80.789
24
Tabel % Viabilitas Sel T47D Akibat Fraksi n-Heksan Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel T47D Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,9913 > r tabel, terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel dengan
konsentrasi fraksi n-heksan.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 1329,5 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi n-heksan yaitu y = -0,0473x+112,89.
y = -0.0473x + 112.89
25
Tabel % Viabilitas Sel HeLa Akibat Fraksi Etil Asetat Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel HeLa Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,8165 < r tabel, tidak terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel
dengan konsentrasi fraksi etil asetat.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 649,5 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi etil asetat yaitu y = -0,0349x + 72,67.
y = -0.0349x + 72.67
26
Tabel % Viabilitas Sel T47D Akibat Fraksi Etil Asetat Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel T47D Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,8345 < r tabel, tidak terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel
dengan konsentrasi fraksi etil asetat.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 3345,5 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi etil asetat yaitu y = -0,0167x+105,87.
y = -0.0167x + 105.87
27
Tabel % Viabilitas Sel HeLa Akibat Fraksi Metanol Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel HeLa Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,9003 > r tabel, terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel dengan
konsentrasi fraksi metanol.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 924,4 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi metanol yaitu y = -0,0335x + 80,97.
y = -0.0335x + 80.97
28
Tabel % Viabilitas Sel T47D Akibat Fraksi Metanol Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel T47D Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,9201 > r tabel, terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel dengan
konsentrasi fraksi metanol.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 7785,5 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi metanol yaitu y = -0,0069x+103,72.
y = -0.0069x + 103.72
29
Tabel % Viabilitas Sel HeLa Akibat Ekstrak Etanol 70% Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel HeLa Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,9616 > r tabel, terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel dengan
konsentrasi fraksi metanol.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 713,5 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi metanol yaitu y = -0,0613x+93,742.
y = -0.0613x + 93.742
30
Tabel % Viabilitas Sel T47D Akibat Ekstrak Etanol 70% Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Percobaan Sel T47D Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,8158 < r tabel, tidak terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel
dengan konsentrasi fraksi metanol.
3. Nilai IC50 yang didapat yaitu 3056,28 µg/ml berdasarkan persamaan garis linier yang didapat fraksi metanol yaitu y = -0,0167x+101,04.
y = -0.0167x + 101.04
31
Tabel Absorbansi Uji Kontrol Pelarut Pada Sel HeLa Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Uji Kontrol Pelarut Pada Sel HeLa Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=5 adalah 0,8783. 2. r = 0,8627 < r tabel, tidak terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel
dengan konsentrasi kontrol pelarut terhadap sel HeLa.
32
Tabel Absorbansi Uji Kontrol Pelarut Pada Sel T47D Konsen
Data yang di garis bawah tidak digunakan
Tabel Absorbansi Kontrol Sel dan Media Uji Kontrol Pelarut Pada Sel T47D Kontrol Absorbansi
1. Nilai r tabel untuk taraf kepercayaan 95% (P<0,05), n=4 adalah 0,95. 2. r = 0,6293 < r tabel, tidak terdapat hubungan linier antara % viabilitas sel
dengan konsentrasi kontrol pelarut terhadap sel T47D.
33
Lampiran 6. Hasil Identifikasi Golongan Fraksi n-Heksan Menggunakan KLT
Perbandingan hasil KLT fraksi n-heksan sebelum (1) dan sesudah (2)
di semprot dengan reagen
liebermann burchard menggunakan fase diam alumunium silica gel F254 dan fase gerak n-heksan : etil asetat (4:1) di bawah sinar tampak (A), UV254 (B), dan UV366 (C).
Perbandingan hasil KLT fraksi n-heksan sebelum (1) dan sesudah (2) di semprot dengan reagen AlCl3 menggunakan fase diam alumunium silica gel F254 dan fase gerak n-heksan : etil asetat (4:1) di bawah sinar tampak (A), UV254 (B), dan UV366 (C).
1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2
A B C
34
Perbandingan hasil KLT fraksi n-heksan sebelum (1) dan sesudah (2) di semprot dengan reagen FeCl3 menggunakan fase diam alumunium silica gel F254 dan fase gerak n-heksan : etil asetat (4:1) di bawah sinar tampak (A), UV254 (B), dan UV366 (C)
Perbandingan hasil KLT fraksi n-heksan sebelum (1) dan sesudah (2)
di semprot dengan reagen
dragendorf menggunakan fase diam alumunium silica gel F254 dan fase gerak n-heksan : etil asetat (4:1) di bawah sinar tampak (A), UV254 (B), dan UV366 (C)
1 A 2 1 B 2 1 C 2
A B C
35
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Theodorus Kristianto Dau, Lahir di Bumi Emas, 7 Maret 1995. Putra pertama pasangan Bapak Tarsisius Didik dan Ibu Ester Sri Rahayu. Penulis menempuh pendidikan di TK Mater Dei Pamulang (1998-2001), SDK Mater Dei Pamulang (2001-2007), SMPK Mater Dei Pamulang (2007-2010), SMAK Mater Dei Pamulang (2010-2013). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Fakultas Farmasi pada tahun 2013.