• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari status sekolah dan jenis kelamin pada siswa kelas VIII di kota Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari status sekolah dan jenis kelamin pada siswa kelas VIII di kota Yogyakarta."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU

DARI STATUS SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN

PADA

SISWA KELAS VIII DI KOTA YOGYAKARTA

Survei pada Empat SMP di Kota Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma (121334003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang tidak seberapa dan kurang sempurna ini saya persembahkan untuk :

1) TUHAN YESUS yang selalu melindungi saya dalam menjalankan

aktivitas sehari-hari.

2) Orang tua saya Bapak, Ibu, serta kakak saya.

3) Dosen – dosen pendidikan akuntansi terutama dosen pembimbing saya.

4) Saudara – saudara Banyu Biru Nunggal Rasa

5) Teman – teman pendidikan akuntansi 2012

(5)

v

MOTTO

SEDAYA KERSANING GUSTI INGKANG MURBENG

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Februari 2017

Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma

Nomor Mahasiswa : 121334003

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU DARI

STATUS SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN PADA SISWA KELAS VIII

DI KOTA YOGYAKARTA

Survei pada Empat SMP di Kota Yogyakarta

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa

perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 27 Februari 2017

Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU

DARI STATUS SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN PADA

SISWA KELAS VIII

DI KOTA YOGYAKARTA

Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku menyontek ditinjau dari status sekolah dan ada tidaknya perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016. Subjek penelitian ini berjumlah 113 siswa kelas VIII yang terdiri dari 57 siswa laki-laki dan 56 siswa perempuan. Siswa yang diteliti berasal dari sekolah yang berstatus sekolah negeri dan sekolah swasta yang terdiri dari 59 siswa sekolah negeri dan 54 siswa sekolah swasta. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Whitney dengan bantuan program SPSS.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari status sekolah dengan nilai asymp sig = 0,769 ; 2) tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari jenis kelamin dengan nilai asymp sig = 0,185. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap perilaku menyontek berdasarkan status sekolah dan jenis kelamin.

(9)

ix

ABSTRACT

STUDENTS

BEHAVIOR TOWARD CHEATING PERCEIVED

FROM SCHOOL STATUS AND GENDER

A Study Case on Students of the Eighth Class in Yogyakarta

Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma Sanata Dharma University

2017

This research is a case study that aims to find out differences in cheating behavior perceived from school status and gender. This study was conducted from February to April 2016. Subjects in this research were 113 students of the eighth class which consisted of 57 male students and 56 female students. Students in this research were from public schools and private schools which consisted of 59 students from public schools and 54 students from private schools. The data analysis technique was Mann Whitney helped by SPSS program.

The results show that: 1) there is no difference in students’ behavior toward cheating perceived from the school status (Asymp. Sig = 0,769); and 2) there is no difference in students’ behavior toward cheating perceived from gender (Asymp. Sig = 0,185). It can be concluded that there was no difference in the students' behavior toward cheating perceived from the school status and gender.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Gusti Ingkang

Murbeng Dumadi, karena berkat dan kasihNya yang luar biasa sehingga skripsi

ini yang berjudul perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari status sekolah

dan jenis kelamin pada siswa kelas VIII di kota Yogyakarta dapat penulis

selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas

semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung

selama penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih

tersebut kami sampaikan kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

(11)

xi

4. Bapak Drs. Bambang Purnomo S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberikan waktu, sabar dalam mengarahkan, mengoreksi, dan

memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dalam

memberikan bimbingan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian

Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai

pengetahuan dan pengalamannya selama proses perkuliahan.

7. Ibu Theresia Aris Sudarsilah selaku staf sekretariat Program Studi

Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang

telah membantu dalam kelancaran proses belajar dan administrasi

kemahasiswaan.

8. Bapak dan Ibu saya yang sudah memberikan perhatian, bimbingan, nasehat

dalam bentuk materil atau non materil.

9. Adit Kurnia Setyawan yang memberikan dukungan, doa, dan semangat

dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Ardi Setyawan Budi Santosa yang memberikan dukungan dan doa agar

cepat selesai.

11.Danis Sugiharto yang memberikan dukungan dan doa agar cepat selesai.

12.Teman-teman satu dosen bimbingan semangat untuk lulus bersama-sama

dan menjadi sukses.

13.Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2012 atas kebersamannya yang telah

(12)

xii

14.Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk

bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

atas keterbatasan dan kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya

penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 20 Januari 2017

Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma

(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter ... 8

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 8

2. Nilai – nilai Karakter ... 9

B. Perilaku ... 10

1. Pengertian Perilaku ... 10

2. Proses Pembentukan Perilaku ... 12

3. Bentuk Perilaku ... 13

C. Menyontek ... 13

1. Pengertian Menyontek ... 13

2.Faktor – faktor Penyebab Menyontek ... 14

3. Bentuk – bentuk Menyontek... 16

D. Status Sekolah ... 17

1. Pengertian Status Sekolah ... 17

2. Jenis – jenis Jenjang Sekolah... 18

E. Jenis Kelamin ... 21

1. Pengertian Remaja Laki – laki dan Perempuan ... 21

2. Klasifikasi Jenis Kelamin Dipandang Dari Peran Gender ... 23

3. Interaksi Guru dan Siswa ... 23

4. Perbedaan Perilaku Laki – laki dan Perempuan Terhadap Menyontek Dalam Ujian ... 25

(14)

xiv

1. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Dengan

Perilaku Menyontek ... 27

2. Perbedaan Sikap Antara Mahasiswa Laki – laki dan Perempuan Terhadap Perilaku Menyontek Dalam Ujian di Universitas Sanata Dharma ... 28

G. Kerangka Berpikir ... 28

1. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau dari Status Sekolah ... 28

2. Ada Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau Dari Jenis Kelamin ... 29

H. Paradigma Penelitian ... 31

H. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

1. Tempat Penelitian ... 32

2. Waktu Penelitian ... 32

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 32

1. Subjek Penelitian ... 32

2. Objek Penelitian ... 34

2. Pengukuran Variabel ... 34

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel Penelitian ... 34

1. Populasi Penelitian ... 34

2. Sampel Penelitian ... 34

3. Teknik Penarikan Sampel ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 37

1. Uji Validitas Instrumen ... 37

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 44

3. Teknik Analisis Data ... 45

a. Deskripsi Data ... 45

b. Uji Hipotesis ... 48

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 49

A. SMP Kristen Kalam Kudus Yogyakarta ... 49

B. SMP Ngri 8 Yogyakarta ... 50

C. SMP Negeri 2 Yogyakarta ... 51

D. SMP Tumbuh ... 52

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Deskripsi Data ... 53

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 53

a. Berdasarkan Asal Sekolah ... 53

b. Berdasarkan Status Sekolah ... 54

(15)

xv

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 55

a. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ... 55

b. Status Sekolah Negeri ... 56

c. Status Sekolah Swasta ... 57

d. Perilaku Siswa Laki – laki dan Perempuan Terhadap Menyontek ... 57

B. Pengujian Hipotesis ... 59

1. Hipotesis Pertama ... 59

2. Hipotesis Kedua ... 60

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

1. Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Berdasarkan Status Sekolah ... 61

2. Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 63

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan... 65

B. Keterbatasan Penelitian ... 65

C. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Operasional Variabel Perilaku Menyontek ... 36

Tabel 3.2 Sebagian Dari r tabel ... 38

Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek .. 36

Tabel 3.4Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek ... 42

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 45

Tabel 3.6 Nilai Persentil PAP Tipe II ... 46

Tabel 3.7 Rentang Tingkat Perilaku Mnyontek Siswa ... 47

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 53

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah ... 54

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Tabel 5.4 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ... 55

Tabel 5.5 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Negeri ... 56

(17)

xvii

Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status

Sekolah Swasta ... 57

Tabel 5.7 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Sikap

Siswa laki-laki Terhadap Perilaku Menyontek ... 58

Tabel 5.8 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Sikap Siswa

Perempuan Terhadap Perilaku Menyontek ... 58

Tabel 5.9 Hasil Uji Mann-Whitney Test Mengenai Perilaku

Siswa Terhadap Menyontek Berdasarkan Status Sekolah .... 59

Tabel 5.10 Hasil Uji Mann-Whitney Test Mengenai Perilaku Siswa

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 72

Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

Lampiran 3. Data Induk Penelitian ... 85

Lampiran 4. Pengujian Hipotesis ... 90

Lampiran 5. Tabel Statistika ... 92

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku menyontek menjadi fenomena yang perlu diperhatikan dalam

dunia pendidikan. Kebanyakan siswa di SD, SMP, SMA/K maupun

mahasiswa di perguruan tinggi pernah menyontek. Menyontek dapat

dilakukan dengan berbagai cara seperti menulis di atas meja, menulis di

kertas/tissue, menulis di anggota tubuh, bertanya kepada teman, searching

menggunakan ponsel, melihat dan menyalin jawaban teman, menyontek

dengan buku yang diletakkan di laci atau di WC, dan lain-lain.

Perilaku menyontek merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar

dan mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya

pelajar/mahasiswa menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang

tua, guru, dan teman-temannya; tidak siap dalam ulangan/ujian; tidak

percaya diri; kesulitan dalam mata pelajaran tertentu; malas belajar; dan

sebagai bentuk solidaritas antar teman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan

maka dapat dipastikan pendidikan di Indonesia akan mengalami

kemunduran.

Dunia pendidikan perlu mengikis perilaku menyontek ini. Perilaku

menyontek merupakan bagian dari ketidakjujuran. Ketika dunia pendidikan

membiarkan ketidakjujuran ini berlanjut, maka akan memberikan dampak

(20)

penipuan, dan plagiatisme yang marak terjadi merupakan contoh dari

kegagalan dunia pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.

Fakta tentang perilaku ketidakjujuran di dunia pendidikan biasanya

banyak terjadi saat menjelang ujian. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian

dari Hartanto dalam Kharisma (2014 : 21) menunjukkan bahwa intensitas

perilaku menyontek di SMP Swasta di daerah Pondok Cabe Jakarta, berada

pada posisi sedang (53,3%), rendah (33,3%), dan tinggi (13,3%). Bentuk

perilaku menyontek yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain

melihat, menyalin, dan meminta jawaban dari teman-temannya.

Selain itu, ada fakta lain mengenai perilaku menyontek di kota

Yogyakarta. kota yang dikenal dengan sebutan “Kota Pelajar” ini dinobatkan sebagai daerah yang memiliki nilai Indeks Integritas Ujian

Nasional (IIUN) tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 (Harian Republika,

2015 tanggal 19 Mei). Berdasarkan data laporan hasil UN dan IIUN per

kabupaten/kota yang masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemendikbud), kota Yogyakarta meraih nilai tertinggi, yakni sekitar 82,37

dengan rata-rata nasional 63,28.

Di samping itu, perilaku menyontek juga disebutkan dalam website

komunitas air mata guru (www.komunitasairmataguru.blogspot.co.id).

Dalam website tersebut disebutkan banyak kecurangan-kecurangan dalam

UN baik yang dilakukan oleh siswa dan guru. Selain itu, hasil penelitian

longitudinal Anderman dalam Mubiar (2011 : 4) menunjukkan bahwa

(21)

keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan karena

siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah,

struktur kelas, dan lingkungan sekolah yang kompetitif.

Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jenjang pendidikan

yang dilalui oleh peserta didik. Pada jenjang ini, peserta didik dihadapkan

pada perkembangan mental dan moral. Menurut Anderman dalam Mubiar

(2011 : 4), pada usia 12-15 tahun yang umumnya individu duduk di bangku

SMP akan mulai memasuki dunia baru yang berbeda dengan pengalaman di

sekolah dasar serta banyak hal baru yang menuntut individu untuk

menyesuaikan diri, terutama pada siswa kelas VII.

Perubahan keadaan lingkungan belajar mengakibatkan siswa

melakukan tindakan menyontek. Mereka menganggap tindakan itu sebagai

bentuk solidaritas antar teman. Menyontek biasanya dilakukan pada

pelajaran matematika dan ilmu alam atau ilmu pasti, dibandingkan dengan

pelajaran lainnya. Menyontek biasanya terjadi pada waktu ulangan atau

ujian.

Sekolah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bangunan

untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran

(menurut tingkatnya). Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan

formal harus berkewajiban mengembangkan potensi seorang siswa dalam

berbagai aspek kepribadian, sehingga nantinya dapat menjadi manusia yang

mampu berdiri sendiri di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan di sekolah

(22)

kegiatan belajar, kegiatan ini bertujuan menghasilkan perubahan positif

pada diri siswa. Menurut status, di Indonesia lembaga pendidikan/ sekolah

terbagi menjadi dua yaitu sekolah swasta dan negeri.

Sekolah swasta maupun sekolah negeri memiliki karakteristiknya

sendiri, sehingga dengan karakteristik tersebut akan menimbulkan

perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Pada hakikatnya, sekolah

swasta maupun negeri mempunyai tujuan yang sama yakni mencerdaskan

kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Sekolah swasta adalah sekolah sekolah yang diselenggarakan oleh

non-pemerintah atau swasta, penyelenggara sekolah swasta biasanya berupa

badan maupun yayasan pendidikan. Sedangkan sekolah negeri adalah

sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah swasta maupun

negeri dalam menyelenggarakan pendidikan selalu berupaya adar

membentuk siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan dapat

membuat keputusan untuk masa depannya.

Setiap orang memiliki sikap maupun perilaku yang berbeda-beda

terhadap suatu objek atau stimulus begitupun sikap siswa SMP yang

berbeda-beda terhadap perilaku menyontek. Gunarsa (1991) mengatakan

bahwa terdapat perbedaan pada laki-laki dan perempuan, yaitu jika

perempuan lebih mengandalkan aspek-aspek emosional, perasaan dan

suasana hati sedangkan untuk laki-laki lebih terlihat agresif, lebih aktif dan

tidak sabaran dalam menyelesaikan masalah. Tetapi di sisi lain, secara

(23)

perkembangan yang berbeda. Seorang perempuan lebih mempunyai sifat

keibuan yang lemah lembut, berperasaan dan lebih feminin. Sedangkan

laki-laki mempunyai sifat yang maskulin, kasar, lebih perkasa dan lebih

pemberani dibandingkan dengan perempuan.

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena

laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan.

Oleh karena itu laki-laki cenderung lebih agresif dalam menggapai

cita-citanya daripada perempuan. Sifat perempuan berbeda dengan laki-laki.

Kepribadian seorang pria menunjukkan adanya pembagian dan pembatasan

yang jelas antara pikiran, rasio, dan emosionalitas. Jalan pikirannya tidak

dikuasai oleh emosi, perasaan ataupun suasana hati. Perhatiannya lebih

banyak tertuju pada pekerjaan dengan kecenderungan mementingkan

keseluruhannya dan kurang memperhatikan hal-hal yang kecil (Gunarsa

&Gunarsa, 1991). Dalam beraktivitas pun seorang pria lebih agresif, lebih

aktif dan tidak sabar karena itu sifat pria lebih cenderung tidak mau

menunggu, kurang tekun dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan

hidup dan cepat putus asa.

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena

laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan.

Oleh karena itu laki-laki lebih agresif dalam menggapai cita-citanya

daripada perempuan (Kumara, 1990).

Di pihak lain, Prof. Djemari Mardapi, Ph.D. (wawancara dilakukan

(24)

merupakan termasuk daerah putih (daerah yang bersih dari kecurangan

dalam UN). Pernyataan ini bertentangan dengan hasil penelitian Anderman

yang menyatakan bahwa perilaku menyontek sering dilakukan oleh siswa

SMP.

Berdasarkan ketidakkonsistenan antara pendapat Prof. Djemari dan

hasil-hasil penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian yaitu

“Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau Dari Status Sekolah dan Jenis KelaminPada Siswa Kelas VIII di Kota Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau

dari status sekolah?

2. Apakah ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau

dari jenis kelamin?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui tentang perbedaan perilaku siswa-siswi terhadap

menyontek yang ditinjau dari status sosial.

2. Untuk mengetahui tentang perbedaan perilaku siswa-siswi terhadap

(25)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, dan

sekolah dan perguruan tinggi.

1. Guru

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru dalam mengetahui

dan mencegah perilaku menyontek siswa-siswa SMP. Sehingga, hasil

ujian/ulangan yang dihasilkan benar-benar merupakan hasil belajar siswa

dan mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. Dengan

demikian, pengambilan keputusan terkait dengan nilai yang dihasilkan

siswa tidak bias

2. Siswa

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa. Siswa lebih

menyadari tentang kemampuan yang dimiliki dan dapat mengoptimalkan

kompetensi-kompetensi yang ada pada diri siswa.

3. Sekolah dan Perguruan Tinggi

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah dan perguruan

tinggi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter khususnya

kejujuran dalam belajar. Implementasi pendidikan karakter dapat dimulai

dari hal-hal yang sederhana, salah satunya adalah mendidik untuk jujur

(26)

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan

karakter. Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana

untuk menciptakan seseorang yang dapat berguna di masa yang akan

datang, sedangkan karakter adalah suatu atribut yang membentuk dan

membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan komplesitas, mental satu orang

dengan orang lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dan

mampu menciptakan ciri pribadi yang berbeda antara orang satu dan

lainnya. Pendidikan karakter memiliki makna yang sama dengan pendidikan

moral dan pendidikan akhlak, yang mana tujuannya adalah untuk

membentuk karakter pribadi anak supaya menjadi manusia dan warga

negara yang baik.

Secara universal, berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup

bersama berdasarkan beberapa pilar yaitu : kedamaian, menghargai,

kerjasama, kebebasan, kebahagian, kejujuran, kerendahan hati, kasih

sayang, tanggung jawab, kesederhahaan, toleransi, dan persatuan (Samani,

(27)

Tabel 2.1

Nilai-Nilai Karaker dan Deskripsi Karakter No. Nilai Karakter Deskripsi

1 Kedamaian Sikap dan perilaku yang menyukai adanya

harmoni dan bebas dari konflik dan

gangguan, serta suka akan ketenangan.

2 Menghargai Menghargai diri sendiri, orang lain, dan

lingkungan. Bersikap beradab, sopan, tidak

melecehkan, tidak menghina orang lain, dan

tidak menilai orang lain sebelum

mengenalnya dengan baik.

3 Kerjasama Saling membantu untuk mencapai sebuah

tujuan.

4 Kebebasan Tidak adanya paksaan/tekanan yang sengaja

mendesak seseorang untuk bertidak melawan

kehendak diri sendiri.

5 Kebahagiaan Suatu keadaan di mana hadir kesenangan,

ketentraman, dan kepuasan terhadapa apa-apa

yang telah dicapai.

6 Kejujuran Menjunjung tinggi kebenaran, ikhlas dan

lurus hari, tidak suka berbohong, mencuri dan

memfitnah, tidak pernah bermaksud

(28)

7 Kerendahan Hati Mengakui adanya peranan dan jasa orang lain

dan tidak pernah menonjolkan diri.

8 Kasih saying Memiliki dan menunjukkan perasaan penuh

kasih sayang, mencintai, dan bersikap penuh

kelembutan

9 Tanggung Jawab Melakukan tugas sepenuh hati, bekerja

dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras

mencapai prestasi terbaik, mampu

mengontrol diri, dan berdisplin diri.

10 Kesederhanaan Suatu keadaan tentang bagaimana berlaku

sederhana, tidak pamer, bermewah-mewah,

tidak berpikiran melit, dan rumit.

11 Toleransi Menerima secara terbuka orang lain yang

tingkat kematangan dan latar belakang yang

berbeda.

12 Persatuan Menjalin rasa kebersamaan dan saling

melengkapi satu sama lain, serta menjalin

rasa kemanusiaan dan saling toleransi.

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam

(29)

dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku

merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal

dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif

maupun aktif. Perilaku aktif dapat dilihat sedangkan perilaku pasif tidak

tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli

membedakan bentuk-bentuk perilaku menjadi tiga yaitu pengetahuan,

sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowlege,

attitude, practice ( Sarwono, 2004).

Menurut Skinner, sebagaimana yang dikutip oleh Notoatmodjo

(2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon

Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo (2003),

perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati

dan bahkan dapat dipelajari Umum, perilaku manusia pada hakekatnya

adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai

manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup. Menurut penulis yang

disebut perilaku manusia adalah aktifitas yang timbul karena adanya

(30)

2. Proses Pebentukan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut

Abrahm Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar yakni :

a) Kebutuhan fisiologis/ biologis, yang merupakan kebutuhan

poko utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan

seks.

b) Kebutuhan rasa aman, misalnya:

1) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan,

dan perampokan atau kejahatan lainnya.

2) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran,

kerusuhan, peperangan dan lain-lain.

3) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.

c) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya:

1) Mendambakan kesih sayang orang lain baik dari

orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.

2) Ingin dicintai/ mencintai orang lain.

3) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

d) Kebutuhan harga diri, misalnya:

1) Ingin dihargai dan menghargai orang lain.

2) Adanya respek dan perhatian dari orang lain.

3) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup

berdampingan.

(31)

1) Ingin dipuja atau disanjung orang lain.

2) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita.

3) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam

karier, usaha, kekayaan, dan lain-lain.

3. Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu

terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu

tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu:

a. Perilaku Pasif (respons internal).

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu

dan tidak dapat diamati secara langsung.

b. Perilaku Aktif (respons eksternal).

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang

dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

C. Menyontek

1. Pengertian Menyontek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008),

menyontek berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, mencontoh,

menggocoh yang artinya mengutip tulisan, dan lain sebagainya

sebagaimana aslinya, menjiplak. Sedangkan Anderman dan Murdock

dalam Purnamasari (2013) menyatakan bahwa perilaku kecurangan

(32)

bantuan yang tidak diperbolehkan digunakan dalam tugas-tugas akademik

dan atau aktivitas yang mengganggu proses asesmen.

Bower dalam Purnamasari, (2013) mendefinisikan cheating adalah

perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang

sah dan terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademik untuk

menghindari kegagalan akademik. Sedangkan menurut Pincus &

Schemelkin (Mujahidah, 2009) perilaku menyontek merupakan suatu

tindakan curang yang sengaja dilakukan ketika seseorang mencari dan

membutuhkan adanya pengakuan atas hasil belajarnya dari orang lain

meskipun dengan cara yang tidak sah seperti memalsukan informasi

terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

menyontek adalah kegiatan, tindakan atau perbuatan yang dilakukan

secara sengaja dengan menggunakan cara-cara yang tidak jujur atau

curang untuk memalsukan hasil belajar dengan menggunakan bantuan atau

memanfaatkan informasi dari luar secara tidak sah pada saat dilaksanakan

tes atau evaluasi akademik untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Faktor-faktor penyebab menyontek

Salah satu alasan yang mendorong individu untuk menyontek

adalah untuk memuaskan harapan orang tua. Santrock (2003) mengatakan

bahwa tidak jarang orang tua dalam mengasuh atau mendidik

anak-anaknya dipengaruhi oleh keinginan atau ambisi dari orang tua tanpa

(33)

yang terbaik bagi anak-anaknya, namun keinginan tersebut tidak

memperhatikan kemampuan anak.

Sikap orang tua yang mengharapkan terlalu berlebihan pada anak

akan menghambat anak untuk menunjukkan prestasi sesuai dengan potensi

yang dimiliki. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) biasanya anak

menyadari harapan orang tuanya. Oleh karena itu sikap yang terlalu

menuntut dapat menyebabkan anak merasa takut kehilangan kasih sayang

dari orang tuanya. Hal ini menimbulkan rasa rendah diri, gangguan

tingkah laku, berkurangnya motivasi untuk belajar serta ketegangan atau

kecemasan dalam diri anak.

Agustin (2014) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan

siswa menyontek pada saat ujian. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan

dalam kehidupan siswa.

b. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan

dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.

c. Kurang mengerti arti dari pendidikan.

Faktor menyontek juga bisa disebabkan dari status sekolah, status

sekolah yang dimaksud adalah sekolah negeri dan swasta. Sekolah negeri

dan swasta berbeda cara mendidik siswanya. Ada beberapa faktor yang

(34)

a. Sekolah negeri memiliki intensitas menyontek lebih rendah daripada

sekolah swasta, karena fasilitas disekolah negeri lebih memadai dari

sekolah swasta.

b. Pendidik/guru sekolah negeri lebih banyak daripada sekolah swasta,

karena disekolah negeri gurunya merupakan PNS yang sudah jelas

ditetapkan dan ditempatkan disekolah negeri oleh pemerintah.

Sedangkan di sekolah swasta kebanyakan guru adalah guru honorer

yang berasal dari sekolah negeri yang diminta oleh kepala sekolah

swasta untuk mengajar sebagai tenaga pendidik honorer disekolahnya.

c. Kedisiplinan dan kejujuran disekolah negeri sudah ditanamkan sejak

awal peserta didik masuk kesekolah tersebut, sedangkan disekolah

swasta penanaman nilai kedisiplinan dan kejujurannya masih lebih

rendah.

d. Pengawasan terhadap peserta didik disekolah negeri lebih ketat

dibandingkan disekolah swasta.

Selain itu, faktor menyontek juga bisa disebabkan oleh jenis

kelamin siswa. Jenis kelamin yang dimaksud adalah siswa laki-laki dan

perempuan. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan siswa menyontek.

Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Perbedaan sifat antara siswa laki-laki dan perempuan.

b. Lingkungan pergaulan siswa laki-laki dan perempuan.

c. Tingkat kedisiplinan siswa di sekolah.

(35)

Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hetherington and

Feldman dalam Veronikha (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Social Active:

1) Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung.

2) Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang

berlangsung.

b. Individualistic-Opportunistic:

1) Menggunakan HP atau alat elektronik lain yang dilarang ketika

ujian sedang berlangsung.

2) Mempersiapkan catatan yang digunakan pada saat ujian akan

berlangsung.

3) Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman lain

pada saat tes.

c. Individual Planne:

1) Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas.

2) Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung.

3) Memanfaatkan kelengahan/kelemahan guru ketika menyontek.

d. Social Passive:

1) Mengijinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian sedang

berlangsung.

2) Membiarkan orang lain menyalin pekerjaannya.

3) Memberi jawaban tes kepada teman pada saat ujian sedang

(36)

D. Status Sekolah

1. Pengertian Status Sekolah.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan

untuk proses belajar mengajar. Sekolah adalah organisasi kerja sebagai

wadah kerjasama kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai

organisasi, wadah tersebut merupakan alat dan bukan tujuan. Dengan

kata lain sekolah adalah suatu bentuk ikatan kerjasama sekelompok orang

yang bermaksud mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Sekolah

merupakan wujud relasi antar personal yang didasari berbagai motif,

yang menjadi intensif ke satu arah dan kurang intensif ke arah yang lain

(Nawawi, 1981:25).

2. Jenis-jenis jenjang sekolah.

Peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah

mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar

mampu menjalankan tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara

individual maupun sebagai anggota masyarakat. Ditinjau dari sudut

perkembangan anak dan dengan tidak melupakan berbagai faktor lain

yang mempengaruhinya, maka penjenjangan sekolah di Indonesia diatur

sebagai berikut (Nawawi, 1981:32) :

a. Menurut penjenjangan sekolah:

1) Taman kanak-kanak

(37)

3) Sekolah menengah yang terdiri dari Sekolah Menengah

Pertama dan Sekolah Menengah Atas

4) Perguruan Tinggi

b. Menurut jenis sekolah:

1) Sekolah umum, terutama dalam bentuk SD, SMP, SMA

2) Sekolah kejuruan yang diselenggarakan untuk

mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah, sehingga

pada umumnya bertingkat sekolah lanjutan atas.

3) Sekolah khusus untuk anak-anak yang menderita

kelainan sehingga disebut SLB untukl anak cacat mental,

tuna rungu, tuna wicara, dan anak-anak nakal.

c. Menurut penanggung jawab dalam melaksanakan sekolah:

1) Sekolah negeri yakni sekolah dan perguruan tinggi yang

diselenggarakan oleh pemerintah.

2) Sekolah bantuan yakni sekolah diselenggarakan oleh

masyarakat melalui bantuan badan tertentu, yang

mendapat bantuan berupa pembiayaan dan tenaga guru

pemerintah.

3) Sekolah swasta yakni sekolah yang diselenggarakan

sepenuhnya oleh masyarakat melalui suatu badan atau

organisasi tertentu, tanpa mendapat bantuan dari

(38)

Sekolah lanjutan sebagai lembaga pendidikan tingkat menengah,

merupakan kelanjutan dari sekolah dasar yang diselenggarakan untuk

anak-anak yang berumur 12-13 s/d 17-18 tahun. Sekolah dipisahkan

menjadi 2 jenjang yaitu SMP dan SMA. Sekolah Menengah Atas

diperuntukan bagi tamatan SMP yang pada umumnya berusia 15-16 s/d

17-18 tahun.

Berdasarkan Keputusan-Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 1993 sekolah dibagi menjadi dua

yaitu :

a. Sekolah Negeri.

Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh

pemerintah. Tanggung jawab pengelola sekolah (kepala sekolah)

negeri ini sebagai berikut :

1) Penyelenggara kegiatan pendidikan yang meliputi penyusun

program kerja sekolah:

a) Peraturan kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan

penilaian dan proses belajar serta bimbingan penyuluhan.

b) Penyusunan Rencana dan Anggran Belanja Sekolah

(RAPBS).

2) Pembinaan kesiswaan:

1) Pelaksanaan bimbingan dan penilaian bagi guru dan

tenaga pendidik lainnya.

(39)

3) Perencanaan pengembangan, penyalahgunaan dan

pemeliharaan sarana dan prasarana.

b. Sekolah Swasta.

Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh

non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggaraan sekolah swasta

biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan. Tanggung

jawab pengelola sekolah swasta diatur sebagai berikut:

1) Menteri bertanggung jawab atas penngelolaan yang

berkenaan dengan:

a) Pengembangan, pengadaan, dan pendayagunaan

kurikulum.

b) Pembinaan dan pengembangan guru serta tenaga

pendidik lainnya.

c) Penetapan pedoman penyusun buku pelajaran.

d) Penyusun pedoman pengembangan, pengadaan dan

pemanfaatan peralatan pendidikan.

e) Pengawasan penyelengara pendidikan.

2) Yayasan atau badan yang menyelenggarakan sekolah

bertanggung jawab atas pengelolaan yang berkenan dengan:

a) Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta

tenaga kependidikan lainnya.

(40)

c) Keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan,

keindahan, kekeluargaan, dan perundangan sekolah.

d) Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.

e) Penambahan jam pelajaran berkenaan dengan ciri khas

sekolah tanpa mengurangi struktur program.

E. Jenis Kelamin

1. Remaja laki-laki dan perempuan.

Menurut Blakemore, Berenbaun dan Liben dalam buku Jhon W.

Santrock (2014: 184) gender merujuk pada karakteristik orang sebagai

laki-laki dan perempuan. Identitas gender melibatkan makna gender itu

sendiri termasuk pengetahuan pemahaman dan penerimaan sebagai

laki-laki dan perempuan.

Peran jenis kelamin adalah seperangkat harapan yang menetapkan

bagaimana perempuan atau laki-laki harus berpikir, bertindak dan merasa.

Terdapat berbagai cara untuk melihat perkembangannya. Beberapa

pandangan menekankan faktor biologis dalam perilaku dan perempuan

yang lainnya menekankan faktor-faktor sosial atau kognitif. Namun,

bahkan para ahli dengan orientasi lingkungan kuat mengakui bahwa anak

perempuan dan anak laki-laki diperlakukan berbeda karena perbedaan

fisik mereka dan peran mereka yang berbeda dalam reproduksi.

Selain faktor biologis dan sosial, faktor kognitif berkontribusi

terhadap pembangunan gender anak (Martin dan Rubel, 2010 dalam buku

(41)

teori kognitif yang paling banyak diterima dari jenis kelamin, menyatakan

bahwa stereotip gender muncul ketika anak-anak secara bertahap

mengembangkan skema gender, apa gender yang tepat, dan gender yang

tidak pantas dalam budaya mereka. Skema adalah struktur kognitif

jaringan asosiasi yang memadu persepsi individu. Skema gender mengatur

dunia dalam hal perempuan dan laki-laki. Anak-anak secara internal

termotivasi untuk melihat dunia dan bertindak sesuai dengan skema

mereka berkembang sedikit demi sedikit anak-anak memilih gender apa

yang tepat dan gender yang tidak pantas dalam budaya mereka dan

mengembangkan skema gender yang membentuk bagaimana mereka

melihat dunia dan apa yang mereka ingat. Anak-anak termotivasi untuk

bertindak dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin skema tersebut.

2. Klasifikasi jenis kelamin dipandang dari peran gender .

Menurut John W. Santrock (2009: 227) klasifikasi peran

gender melibatkan pengevaluasian anak laki-laki dan anak perempuan

dalam hal kelompok sifat-sifat kepribadian. Dimasa lalu, seorang anak

laki-laki yang diurus dengan baik seharusnya mandiri, agresif, dan kuat.

Seorang wanita yang diurus dengan baik seharusnya mandiri, memiliki sifat

mengasuh dan tidak tertarik pada kekuatan. Pada saat yang sama, secara

keseluruhan, karakteristik maskulin dianggap sehat dan baik oleh

masyarakat, sementara karakteristik feminism dianggap tidak

menyenangkan.

(42)

Bias antara laki-laki dan perempuan hadir di ruang kelas. Guru

berinteraksi lebih banyak dengan anak laki-laki dibandingkan dengan

perempuan disemua tingkat pendidikan. Menurut Blakemore, Berenbaun

dan Liben dalam buku Jhon W. Santrock (2014: 192) ada beberapa faktor

yang mempertimbangkan:

a. Patuh, mengikuti aturan dan menjadi rapih serta teratur dinilai dan

diperkuat dibanyak kelas. Ini adalah perilaku yang biasanya

berhubungan dengan anak perempuan daripada anak laki-laki.

b. Sebagian besar guru adalah perempuan, terutama disekolah dasar.

Hal ini dapat membuat anak laki-laki lebih sulit untuk

mengidentifikasi guru dan meneladani perilaku guru mereka

daripada anak perempuan.

c. Anak laki-laki lebih mungkin untuk teridentifikasi memiliki

masalah belajar dibandingkan dengan anak perempuan.

d. Anak laki-laki lebih mungkin dikritik dibandingkan anak

perempuan.

Berikut ini beberapa faktor yang menjadi bukti bahwa kelas bias terjadi

terhadap anak perempuan, antara lain:

a. Dalam kelas khusus, anak perempuan lebih patuh, anak laki-laki

lebih kasar. Anak laki-laki menuntut perhatian lebih, anak

(43)

khawatir bahwa kecenderungan anak perempuan untuk diam dan

patuh memiliki dampak yaitu ketegasan yang berkurang.

b. Dibanyak kelas, guru menghabiskan lebih banyak waktu dan

memperhatikan anak laki-laki, sedangkan anak perempuan bekerja

dan berinteraksi sendiri.

c. Anak laki-laki mendapatkan intruksi bantuan lebih banyak

dibandingkan anak perempuan ketika mereka mengalami kesulitan

dengan pertanyaan. Guru sering memberikan anak laki-laki lebih

banyak waktu untuk menjawab pertanyaan, petunjuk lebih pada

jawaban yang benar dan selanjutnya mencoba jika mereka

memberi jawaban yang salah.

d. Meskipun anak perempuan di identifikasi untuk program berbakat

lebih dari anak laki-laki disekolah dasar, disekolah tinggi terdapat

lebih banyak anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dalam

program berbakat (Dinas Pendidikan A.S.1999 dalam buku Jhon

W. Santrock 2014:192).

4. Perbedaan perilaku laki-laki dan perempuan terhadap menyontek dalam

ujian.

Sebuah penelitian pada tahun 1984 yang dilakukan oleh Lueptow

(Santrock, 2003), membuktikan bahwa perempuan memiliki tingkat yang

lebih tinggi dalam orientasi berprestasi dalam prestasi akademik daripada

laki-laki. Prestasi bisa jadi merupakan komponen yang kuat dalam peran

(44)

diperlukan adanya prestasi yang berdasarkan kecakapan dan mutu yang

baik (fokus utama adalah perempuan) dan prestasi yang berdasarkan

tuntutan dan kompetensi agresif (fokus utama adalah laki-laki) dimana

perempuan adalah peraih sukses yang ulet, sedangkan laki-laki adalah

pesaing yang ulet (Santrock, 2003).

Walaupun perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam

berprestasi, tetapi karena adanya faktor sosial yang menuntut perempuan

supaya dapat dipercaya, sensitif dan ikut memikirkan kesejahteraan orang

lain. Menurut Nathaniel (kumara, 1990) menyebabkan perempuan

menekankan keinginannya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi

karena perempuan akan dianggap tidak feminism lagi.

Berlawanan dengan sifat feminism, maskulin yang merupakan

karakteristik laki-laki, yaitu mandiri, aktif, kompetitif, mudah membuat

keputusan, cenderung berperan sebagai pemimpin, tidak mudah menyerah,

percaya diri, merasa superior, ambisius dan mampu bertahan dalam

kondisi yang memberikan stress. Hal tersebutlah yang mendorong laki-laki

memiliki perasaan lebih tinggi daripada perempuan sehingga mereka akan

melakukan perbuatan apa saja untuk mencapai keinginannya tersebut.

Dalam sebuah studi nasional yang dilakukan U.S Departement of

Education (Santrock, 2007), laki-laki memperlihatkan performa sedikit

lebih tinggi dibandingkan perempuan. Meskipun demikian, secara

(45)

memperoleh ranking lebih tinggi, dan memiliki kemampuan membaca

yang lebih baik dibandingkan laki. Dibandingkan perempuan,

laki lebih sering dimasukkan dalam khusus/remedial. Dibandingkan

laki-laki, perempuan cenderung lebih baik dalam menangani materi-materi

akademis, memberikan perhatian terhadap pelajaran dikelas, berusaha

lebih keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis dan berpartipasi di

kelas.

F. Penelitian yang Relevan

1. Hubungan antara Motivasi Berprestasi Dengan Perilaku Menyontek.

Penelitian ini dilakukan oleh Alvianto, (2008) Universitas sanata

Dharma. Penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas XI di SMA

Negeri 1 Dukun Kecamatan Muntilan yang berjumlah 70 orang,

menunjukkan bahwa terdapat hubugan negatif yang signifikan antara

variabel motivasi berprestasi dengan perilaku menyontek (r=-0.577,

seigifikansi 0.000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat motivasi

berprestasi pada siswa-siswi, maka akan semakin rendah tingkat perilaku

menyonteknya. Demikian pula sebalikya, semakin rendah tingkat

motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka semakin tinggi tingkat

perilaku menyonteknya.

(46)

Penelitian ini dilakukan oleh Meidiana (2005) Universitas Sanata

Dharma. Penelitian pada mahasiswa USD yang berjumlah 80 orang yang

terdiri dari 40 orang laki-laki dan 40 orang perempuan, menunjukkan

bahwa ada perbedaan sikap antara mahasiswa laki-laki dan perempuan

terhadap perilaku menyontek. Perbandingan nilai mean pada mahasiswa

laki-laki sebesar 132.07 dan pada perempuan sebesar 110.90. Hal ini

menunjukkan bahwa sikap mahasiswa laki-laki lebih permisif daripada

perempuan terhadap perilaku menyontek dalam ujian di USD.

G. Kerangka Berpikir

1. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ditinjau dari Status Sekolah.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan

untuk proses belajar mengajar. Sekolah merupakan lembaga

pendidikan formal yang terbagi menjadi dua macam yaitu sekolah

negeri dan sekolah swasta. Sekolah negeri adalah sekolah yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah swasta adalah sekolah yang

diselenggarakan oleh non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggara

sekolah swasta biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan

melalui suatu badan atau organisasi tertentu, tanpa mendapat bantuan

dari pemerintah.

Status sekolah yang baik adalah sekolah yang dianggap

berpotensi untuk memberikan masa depan yang baik bagi siswa.

Status sekolah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan sikap

(47)

lain baik-buruknya status sekolah dan iklim sekolah akan

mempengaruhi kebiasaan siswa menjadi baik juga. Ada dugaan bahwa

sekolah negeri memiliki intensitas menyontek yang lebih rendah

dibandingkan sekolah swasta, hal ini disebabkan banyak tenaga

pendidik yang membantu dalam mengawasi siswa dalam proses

belajar mengajar sehari-hari maupun saat sedang ujian. Sedangkan

disekolah swasta memiliki intensitas menyontek yang tinggi

dikarenakan kurangnya tenaga pendidik untuk mengawasi keseharian

peserta didik dan saat ujian berlangsung. Dibandingkan dengan

sekolah swasta, sekolah negeri kedisiplinan serta kejujuran yang

ditanamkan sejak awal peserta didik masuk disekolah tersebut dan

biasanya memiliki pengawasan yang sangat ketat sehingga para

peserta didik tidak dapat memiliki kesempatan menyontek terutama

pada saat ujian berlangsung dan peserta didik dengan sendirinya

memiliki semangat dalam belajar dan kepercayaan diri yang tinggi.

2. Ada Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau

Dari Jenis Kelamin.

Peran identitas jenis kelamin adalah salah satu pemahaman

tentang kepribadian manusia bedasarkan jenis kelaminnya (laki-laki

dan perempuan) dan mempengaruhi perilaku dan nilai yang

dikembangkan oleh individu. Perkembangan peran identitas jenis

kelamin pada diri seseorang tidak bisa dilepas dari unsur biologis dan

(48)

Banyak sifat dan ciri-ciri khas perempuan dan laki-laki yang

membedakan antara kedua jenis ini, yaitu perbedaan dan kekhususan

laki-laki dan perempuan sesuai dengan tujuan peranan masing-masing

dan memberi makna kehidupan bagi kehidupan mereka

masing-masing. Suatu pembedaan sangat terlihat pada prestasi mereka di

sekolah, perempuan memiliki tingkat prestasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan

adalah peraih sukses yang ulet, sedangkan laki-laki adalah pesaing

yang ulet (Santrock,2003).

Lingkungan pergaulan siswa laki-laki yang lebih bebas

dibandingkan siswa perempuan juga berpengaruh terhadap prestasi

siswa dan perilaku siswa. Karena lingkungan pergaulan yang bebas ini

membuat siswa laki-laki menjadi malas untuk belajar dibandingkan

dengan perempuan yang lebih memilih belajar daripada pergi untuk

main. Dengan demikian siswa laki-laki sering melakukan tindakan

menyontek disekolah dibandingkan siswa perempuan.

Adanya perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan

dalam bersikap inilah yang membuat peneliti menduga bahwa ada

perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari

jenis kelamin. Sehingga peneliti menduga bahwa ada perbedaan

(49)

H. Paradigma Penelitian

Keterkaitan antara variabel-variabel penelitian dapat disusun dalam

suatu paradigma sebagai berikut:

I. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis 1

Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang

ditinjau dari status sekolah.

Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari

status sekolah.

2. Hipotesis 2

Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang

ditinjau dari jenis kelamin.

Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari

jenis kelamin.

Status Sekolah

(X1)

Jenis Kelamin

(X2)

Perilaku Siswa Terhadap Menyontek

(50)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini siswa

akan berperan sebagai responden. Penelitian ini akan dilakukan di SMP dan hasil atau

kesimpulan ini tidak bisa direalisasikan pada SMP-SMP lainnya di Yogyakarta sebab

penelitian studi kasus merupakan jenis penelitian dengan karakteristik serta masalah

yang mempunyai kaitan antara latar belakang dan kondisi nyata saat ini dari subyek

yang diteliti.

B. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat Penelitian.

Penelitian ini akan dilakukan di SMP Kristen Kalam Kudus, SMP N 2

Yogyakarta, SMP N 8 Yogyakarta, dan SMP Tumbuh.

2. Waktu Penelitian.

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari 2016 – April 2016.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian.

Subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMP yang mempunyai orang

tua berstatus pendidikan serta terdaftar sebagai siswa di sekolah yang berstatus

negeri dan swasta. Siswa yang dipilih oleh peneliti adalah siswa yang berada di

(51)

siswa yang berada pada masa usia anak-anak menuju remaja sehingga memiliki

emosi yang tidak stabil dan dapat mempengaruhi bagaimana mereka berperan.

Menurut Bichler (1972) dalam buku perkembangan peserta didik, remaja berusia

12-15 tahun cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan

pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya percaya diri. Kurangnya

kepercayaan diri inilah yang menyebabkan remaja pada usia tersebut dapat

melakukan hal-hal yang negatif, misalnya menyontek untuk memperoleh nilai

yang tinggi.

Berdasarkan gambaran populasi yang diperoleh oleh peneliti, maka didapat

sampel penelitian. Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah

dan karateristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014:

150), sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi

sesuai dengan karateristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar

dari populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan. Oleh karena itu,

sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karateristik di bawah ini,

yaitu:

a) Terdaftar sebagai siswa sekolah yang berstatus negeri dan swasta.

b) Jenis kelamin siswa.

Penelitian yang ideal mensyaratkan pengambilan sampel yang random untuk

mendapatkan sampel yang representative. Namun keterbatasan yang dimiliki

peneliti dalam hal tenaga, waktu, dan biaya menyebabkan peneliti memilih

(52)

memilih sekelompok subjek yang berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah perilaku siswa terhadap

menyontek.

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

1. Populasi.

Menurut Sugiono (2012: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: objek / subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Sedangkan menurut Margono (2010: 118), populasi adalah seluruh

data yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita

tentukan. Jadi populasi adalah keseluruhan dari subjek yang memiliki karakteristik

untuk diteliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang telah ditentukan.

Oleh sebab itu dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah siswa Sekolah

Menengah Pertama (SMP).

2. Sampel.

Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014: 150),

(53)

dengan karakteristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar dari

populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan rumus Slovin (Umar,

2007: 78) adalah:

n= +NeN

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 2%.

3. Teknik Penarikan Sampel

Pada penelitian ini akan menggunakan teknik penarikan sampel jenis

Proportional Random Sampling yang merupakan pengembangan stratified random

sampling dengan rumus sebagai berikut:

� �

=� ℎ � � − � � � �� �

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

kuesioner. Menurut Sugiyono (2013:230) kuesioner merupakan teknik pengumpulan

(54)

setelah diisi dengan lengkap mengembalikan kepada peneliti. Dalam penelitian ini,

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan

oleh Meidiana (2005) dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,9682. Instrumen yang

dikembangkan oleh Meidiana (2015) ini akan diuji kembali validitas dan

reliabilitasnya sehingga instrument yang dikembangkan benar-benar valid reliable.

Berikut ini adalah dimensi dan indikator peran menyontek:

Tabel 3.1

Favorable Unfavorable 1. Bekerjasama

dengan orang lain dalam mengerjakan ujian

Kognitif 1,2,3,35,48 9,21,28,39,50 Afektif 13,22,31,40,54 5,19,24,42,59

Perilaku 6,26,37,44,57 8,15,33,46,53

2. Menggunakan material yang tidak sah pada saat ujian

Kognitif 12,18,30,36,58 10,11,23,41,51 Afektif 14,25,32,43,60 4,17,29,45,56

Perilaku 20,27,34,47,52 7,16,38,49,55

Setiap butir pernyataan dalam 4 (empat) pilihan kategori, yaitu meliputi SS (Sangat

Setuju), S ( Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Keseluruhan

item pernyataan yang dibuat dari item yang favorable dan item unfavorable. Item

favorable adalah item-item yang menyatakan peran positif atau mendukung perilaku

(55)

peran negatif atau tidak mendukung adanya perilaku menyontek. Item-item disusun

secara acak.

Empat pilihan alternatif dalam item memiliki nilai tersendiri, yaitu untuk

pernyataan favorable, respon SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2 dan

STS diberi nilai 1, sedangkan unfavorable, respon SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2,

TS diberi nilai 3, dan STS diberi nilai 4.

F. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen.

Menurut Sugiyono (2013:203) instrumen yang valid berarti alat ukur yang

digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen

tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi

product moment, sebagai berikut Sugiyono (2013:286):

= ∑ − ∑ ∑

√{ ∑ � − ∑ � }{ ∑ � − ∑

Keterangan:

r = koefisien korelasi antara variabel X dengan Variabel Y

Y= skor total dari seluruh item

X= skor total dari setiap item

(56)

∑ =hasil kali X dan Y

Jika nilai koefisien r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal tersebut

dikatakan valid. Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka butir soal tersebut dapat

dikatakan tidak valid.

Nilai � � dapat di hitung dengan menggunakan sampel sebanyak 113

responden dengan taraf signifikansi 5%, dari responden sebanyak 113 siswa tersebut

dapat dilihat di tabel dengan cara menghitung:

Df= n-2

Keterangan:

Df = degree of freedom (derajat bebas)

n = jumlah responden

Perhitungan � � adalah sebagai berikut:

Df= 113-2 = 111

Tabel 3.2 Sebagian dari r table

Df= n-2 Taraf Signifikansi sebesar 0,05 (5%)

111 0,1867

Jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih besar dari

nilai � � =0,1867, maka item pertanyaan/pernyataan dapat dikatakan valid.

Sebaliknya, jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih kecil

(57)

Pengujian validitas dilakukan secara serentak dengan jumlah responden

sebanyak 113 siswa. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 8 Yogyakarta, SMP Kristen

Kalam Kudus, SMP Tumbuh Yogyakarta dan SMP Negeri 2 Yogyakarta. Berikut ini

disajikan hasil validitas item penelitian ini:

a. Variabel Perilaku Menyontek Siswa

Tabel 3.3

Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 12 -.162 0,1867 Tidak Valid

(58)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 19 .377 0,1867 Valid

Butir 20 .523 0,1867 Valid

Butir 21 .426 0,1867 Valid

Butir 22 -.480 0,1867 Tidak Valid

Butir 23 .400 0,1867 Valid

Butir 36 -.134 0,1867 Tidak Valid

Butir 37 .667 0,1867 Valid

(59)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 46 .519 0,1867 Valid

Butir 47 .666 0,1867 Valid

Butir 48 .652 0,1867 Valid

Butir 49 .485 0,1867 Valid

Butir 50 -.547 0,1867 Tidak Valid

Butir 51 .227 0,1867 Valid

Butir 52 .717 0,1867 Valid

Butir 53 .439 0,1867 Valid

Butir 54 .334 0,1867 Valid

Butir 55 .280 0,1867 Valid

Butir 56 .103 0,1867 Tidak Valid

Butir 57 .679 0,1867 Valid

Butir 58 .567 0,1867 Valid

Butir 59 .307 0,1867 Valid

Butir 60 .703 0,1867 Valid

Table 3.3 menunjukan bahwa ada beberapa butir pertanyaan/ pernyataan

tentang perilaku menyontek adalah tidak valid karena nilai corrected item-total

correlation ( � � = 0,1867). Butir yang tidak valid antara lain 12, 22, 36, 45, 50, dan

56 karena ada beberapa butir pertanyaan/ pernyataan yang tidak valid maka

(60)

Tabel 3.4

Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek

(61)

Gambar

Tabel 5.10 Hasil Uji Mann-Whitney Test Mengenai Perilaku Siswa
Tabel 2.1  Nilai-Nilai Karaker dan Deskripsi Karakter
Tabel 3.1 Operasional Variabel Perilaku Menyontek
Tabel 3.2 Sebagian dari r table
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Pilih nomor urut sesuai dengan kelipatan yang ditetapkan, dimulai dari bilangan pertama yang dipilih.  Berhentilah apabila ukuran sampel

n{inbdhn s^sere krhrba tuh} Lin&r

[r]

AXIAAT PUTUSAN PAILIT BACI HARTA KEKAYAAN DEBITUR MENURUT UNDANG - UNDANG NO.. 4/ Prp / TAHUN

}.AXULTAS EKONOI/tr

Antosianin yang dihasilkan dari bunga telang (Clitoria ternatea L.) dapat digunakan untuk mewarnai es lilin dan warna yang dihasilkan hampir sama dengan warna

DFD adalah alat pembuatan model yang memungkinkan profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional yang dihubungkan satu sama lain dengan

On acid sulfate soils with low and high pyrite content, initial drying increase sums acid cations, but not significantly different between drying for 2 days and 4 days at 45ᵒC..