i
PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU
DARI STATUS SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN
PADA
SISWA KELAS VIII DI KOTA YOGYAKARTA
Survei pada Empat SMP di Kota Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma (121334003)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya yang tidak seberapa dan kurang sempurna ini saya persembahkan untuk :
1) TUHAN YESUS yang selalu melindungi saya dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari.
2) Orang tua saya Bapak, Ibu, serta kakak saya.
3) Dosen – dosen pendidikan akuntansi terutama dosen pembimbing saya.
4) Saudara – saudara Banyu Biru Nunggal Rasa
5) Teman – teman pendidikan akuntansi 2012
v
MOTTO
SEDAYA KERSANING GUSTI INGKANG MURBENG
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 27 Februari 2017
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma
Nomor Mahasiswa : 121334003
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU DARI
STATUS SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN PADA SISWA KELAS VIII
DI KOTA YOGYAKARTA
Survei pada Empat SMP di Kota Yogyakarta
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 27 Februari 2017
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU
DARI STATUS SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN PADA
SISWA KELAS VIII
DI KOTA YOGYAKARTA
Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku menyontek ditinjau dari status sekolah dan ada tidaknya perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016. Subjek penelitian ini berjumlah 113 siswa kelas VIII yang terdiri dari 57 siswa laki-laki dan 56 siswa perempuan. Siswa yang diteliti berasal dari sekolah yang berstatus sekolah negeri dan sekolah swasta yang terdiri dari 59 siswa sekolah negeri dan 54 siswa sekolah swasta. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Whitney dengan bantuan program SPSS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari status sekolah dengan nilai asymp sig = 0,769 ; 2) tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari jenis kelamin dengan nilai asymp sig = 0,185. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap perilaku menyontek berdasarkan status sekolah dan jenis kelamin.
ix
ABSTRACT
STUDENTS
’
BEHAVIOR TOWARD CHEATING PERCEIVED
FROM SCHOOL STATUS AND GENDER
A Study Case on Students of the Eighth Class in Yogyakarta
Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma Sanata Dharma University
2017
This research is a case study that aims to find out differences in cheating behavior perceived from school status and gender. This study was conducted from February to April 2016. Subjects in this research were 113 students of the eighth class which consisted of 57 male students and 56 female students. Students in this research were from public schools and private schools which consisted of 59 students from public schools and 54 students from private schools. The data analysis technique was Mann Whitney helped by SPSS program.
The results show that: 1) there is no difference in students’ behavior toward cheating perceived from the school status (Asymp. Sig = 0,769); and 2) there is no difference in students’ behavior toward cheating perceived from gender (Asymp. Sig = 0,185). It can be concluded that there was no difference in the students' behavior toward cheating perceived from the school status and gender.
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Gusti Ingkang
Murbeng Dumadi, karena berkat dan kasihNya yang luar biasa sehingga skripsi
ini yang berjudul perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari status sekolah
dan jenis kelamin pada siswa kelas VIII di kota Yogyakarta dapat penulis
selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas
semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung
selama penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih
tersebut kami sampaikan kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
xi
4. Bapak Drs. Bambang Purnomo S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan waktu, sabar dalam mengarahkan, mengoreksi, dan
memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian
Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai
pengetahuan dan pengalamannya selama proses perkuliahan.
7. Ibu Theresia Aris Sudarsilah selaku staf sekretariat Program Studi
Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang
telah membantu dalam kelancaran proses belajar dan administrasi
kemahasiswaan.
8. Bapak dan Ibu saya yang sudah memberikan perhatian, bimbingan, nasehat
dalam bentuk materil atau non materil.
9. Adit Kurnia Setyawan yang memberikan dukungan, doa, dan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Ardi Setyawan Budi Santosa yang memberikan dukungan dan doa agar
cepat selesai.
11.Danis Sugiharto yang memberikan dukungan dan doa agar cepat selesai.
12.Teman-teman satu dosen bimbingan semangat untuk lulus bersama-sama
dan menjadi sukses.
13.Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2012 atas kebersamannya yang telah
xii
14.Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk
bantuan dan dukungannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
atas keterbatasan dan kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya
penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 20 Januari 2017
Lusiarta Tri Atmaja Bayu Kusuma
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter ... 8
1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 8
2. Nilai – nilai Karakter ... 9
B. Perilaku ... 10
1. Pengertian Perilaku ... 10
2. Proses Pembentukan Perilaku ... 12
3. Bentuk Perilaku ... 13
C. Menyontek ... 13
1. Pengertian Menyontek ... 13
2.Faktor – faktor Penyebab Menyontek ... 14
3. Bentuk – bentuk Menyontek... 16
D. Status Sekolah ... 17
1. Pengertian Status Sekolah ... 17
2. Jenis – jenis Jenjang Sekolah... 18
E. Jenis Kelamin ... 21
1. Pengertian Remaja Laki – laki dan Perempuan ... 21
2. Klasifikasi Jenis Kelamin Dipandang Dari Peran Gender ... 23
3. Interaksi Guru dan Siswa ... 23
4. Perbedaan Perilaku Laki – laki dan Perempuan Terhadap Menyontek Dalam Ujian ... 25
xiv
1. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Dengan
Perilaku Menyontek ... 27
2. Perbedaan Sikap Antara Mahasiswa Laki – laki dan Perempuan Terhadap Perilaku Menyontek Dalam Ujian di Universitas Sanata Dharma ... 28
G. Kerangka Berpikir ... 28
1. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau dari Status Sekolah ... 28
2. Ada Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau Dari Jenis Kelamin ... 29
H. Paradigma Penelitian ... 31
H. Hipotesis Penelitian ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
1. Tempat Penelitian ... 32
2. Waktu Penelitian ... 32
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 32
1. Subjek Penelitian ... 32
2. Objek Penelitian ... 34
2. Pengukuran Variabel ... 34
D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel Penelitian ... 34
1. Populasi Penelitian ... 34
2. Sampel Penelitian ... 34
3. Teknik Penarikan Sampel ... 35
E. Teknik Pengumpulan Data ... 35
F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 37
1. Uji Validitas Instrumen ... 37
2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 44
3. Teknik Analisis Data ... 45
a. Deskripsi Data ... 45
b. Uji Hipotesis ... 48
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 49
A. SMP Kristen Kalam Kudus Yogyakarta ... 49
B. SMP Ngri 8 Yogyakarta ... 50
C. SMP Negeri 2 Yogyakarta ... 51
D. SMP Tumbuh ... 52
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Deskripsi Data ... 53
1. Deskripsi Responden Penelitian ... 53
a. Berdasarkan Asal Sekolah ... 53
b. Berdasarkan Status Sekolah ... 54
xv
2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 55
a. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ... 55
b. Status Sekolah Negeri ... 56
c. Status Sekolah Swasta ... 57
d. Perilaku Siswa Laki – laki dan Perempuan Terhadap Menyontek ... 57
B. Pengujian Hipotesis ... 59
1. Hipotesis Pertama ... 59
2. Hipotesis Kedua ... 60
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61
1. Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Berdasarkan Status Sekolah ... 61
2. Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 63
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan... 65
B. Keterbatasan Penelitian ... 65
C. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Operasional Variabel Perilaku Menyontek ... 36
Tabel 3.2 Sebagian Dari r tabel ... 38
Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek .. 36
Tabel 3.4Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek ... 42
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 45
Tabel 3.6 Nilai Persentil PAP Tipe II ... 46
Tabel 3.7 Rentang Tingkat Perilaku Mnyontek Siswa ... 47
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 53
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah ... 54
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54
Tabel 5.4 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ... 55
Tabel 5.5 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Negeri ... 56
xvii
Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status
Sekolah Swasta ... 57
Tabel 5.7 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Sikap
Siswa laki-laki Terhadap Perilaku Menyontek ... 58
Tabel 5.8 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Sikap Siswa
Perempuan Terhadap Perilaku Menyontek ... 58
Tabel 5.9 Hasil Uji Mann-Whitney Test Mengenai Perilaku
Siswa Terhadap Menyontek Berdasarkan Status Sekolah .... 59
Tabel 5.10 Hasil Uji Mann-Whitney Test Mengenai Perilaku Siswa
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 72
Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80
Lampiran 3. Data Induk Penelitian ... 85
Lampiran 4. Pengujian Hipotesis ... 90
Lampiran 5. Tabel Statistika ... 92
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perilaku menyontek menjadi fenomena yang perlu diperhatikan dalam
dunia pendidikan. Kebanyakan siswa di SD, SMP, SMA/K maupun
mahasiswa di perguruan tinggi pernah menyontek. Menyontek dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti menulis di atas meja, menulis di
kertas/tissue, menulis di anggota tubuh, bertanya kepada teman, searching
menggunakan ponsel, melihat dan menyalin jawaban teman, menyontek
dengan buku yang diletakkan di laci atau di WC, dan lain-lain.
Perilaku menyontek merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar
dan mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya
pelajar/mahasiswa menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang
tua, guru, dan teman-temannya; tidak siap dalam ulangan/ujian; tidak
percaya diri; kesulitan dalam mata pelajaran tertentu; malas belajar; dan
sebagai bentuk solidaritas antar teman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan
maka dapat dipastikan pendidikan di Indonesia akan mengalami
kemunduran.
Dunia pendidikan perlu mengikis perilaku menyontek ini. Perilaku
menyontek merupakan bagian dari ketidakjujuran. Ketika dunia pendidikan
membiarkan ketidakjujuran ini berlanjut, maka akan memberikan dampak
penipuan, dan plagiatisme yang marak terjadi merupakan contoh dari
kegagalan dunia pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.
Fakta tentang perilaku ketidakjujuran di dunia pendidikan biasanya
banyak terjadi saat menjelang ujian. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian
dari Hartanto dalam Kharisma (2014 : 21) menunjukkan bahwa intensitas
perilaku menyontek di SMP Swasta di daerah Pondok Cabe Jakarta, berada
pada posisi sedang (53,3%), rendah (33,3%), dan tinggi (13,3%). Bentuk
perilaku menyontek yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain
melihat, menyalin, dan meminta jawaban dari teman-temannya.
Selain itu, ada fakta lain mengenai perilaku menyontek di kota
Yogyakarta. kota yang dikenal dengan sebutan “Kota Pelajar” ini dinobatkan sebagai daerah yang memiliki nilai Indeks Integritas Ujian
Nasional (IIUN) tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 (Harian Republika,
2015 tanggal 19 Mei). Berdasarkan data laporan hasil UN dan IIUN per
kabupaten/kota yang masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), kota Yogyakarta meraih nilai tertinggi, yakni sekitar 82,37
dengan rata-rata nasional 63,28.
Di samping itu, perilaku menyontek juga disebutkan dalam website
komunitas air mata guru (www.komunitasairmataguru.blogspot.co.id).
Dalam website tersebut disebutkan banyak kecurangan-kecurangan dalam
UN baik yang dilakukan oleh siswa dan guru. Selain itu, hasil penelitian
longitudinal Anderman dalam Mubiar (2011 : 4) menunjukkan bahwa
keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan karena
siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah,
struktur kelas, dan lingkungan sekolah yang kompetitif.
Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jenjang pendidikan
yang dilalui oleh peserta didik. Pada jenjang ini, peserta didik dihadapkan
pada perkembangan mental dan moral. Menurut Anderman dalam Mubiar
(2011 : 4), pada usia 12-15 tahun yang umumnya individu duduk di bangku
SMP akan mulai memasuki dunia baru yang berbeda dengan pengalaman di
sekolah dasar serta banyak hal baru yang menuntut individu untuk
menyesuaikan diri, terutama pada siswa kelas VII.
Perubahan keadaan lingkungan belajar mengakibatkan siswa
melakukan tindakan menyontek. Mereka menganggap tindakan itu sebagai
bentuk solidaritas antar teman. Menyontek biasanya dilakukan pada
pelajaran matematika dan ilmu alam atau ilmu pasti, dibandingkan dengan
pelajaran lainnya. Menyontek biasanya terjadi pada waktu ulangan atau
ujian.
Sekolah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bangunan
untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran
(menurut tingkatnya). Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan
formal harus berkewajiban mengembangkan potensi seorang siswa dalam
berbagai aspek kepribadian, sehingga nantinya dapat menjadi manusia yang
mampu berdiri sendiri di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan di sekolah
kegiatan belajar, kegiatan ini bertujuan menghasilkan perubahan positif
pada diri siswa. Menurut status, di Indonesia lembaga pendidikan/ sekolah
terbagi menjadi dua yaitu sekolah swasta dan negeri.
Sekolah swasta maupun sekolah negeri memiliki karakteristiknya
sendiri, sehingga dengan karakteristik tersebut akan menimbulkan
perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Pada hakikatnya, sekolah
swasta maupun negeri mempunyai tujuan yang sama yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Sekolah swasta adalah sekolah sekolah yang diselenggarakan oleh
non-pemerintah atau swasta, penyelenggara sekolah swasta biasanya berupa
badan maupun yayasan pendidikan. Sedangkan sekolah negeri adalah
sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah swasta maupun
negeri dalam menyelenggarakan pendidikan selalu berupaya adar
membentuk siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan dapat
membuat keputusan untuk masa depannya.
Setiap orang memiliki sikap maupun perilaku yang berbeda-beda
terhadap suatu objek atau stimulus begitupun sikap siswa SMP yang
berbeda-beda terhadap perilaku menyontek. Gunarsa (1991) mengatakan
bahwa terdapat perbedaan pada laki-laki dan perempuan, yaitu jika
perempuan lebih mengandalkan aspek-aspek emosional, perasaan dan
suasana hati sedangkan untuk laki-laki lebih terlihat agresif, lebih aktif dan
tidak sabaran dalam menyelesaikan masalah. Tetapi di sisi lain, secara
perkembangan yang berbeda. Seorang perempuan lebih mempunyai sifat
keibuan yang lemah lembut, berperasaan dan lebih feminin. Sedangkan
laki-laki mempunyai sifat yang maskulin, kasar, lebih perkasa dan lebih
pemberani dibandingkan dengan perempuan.
Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena
laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan.
Oleh karena itu laki-laki cenderung lebih agresif dalam menggapai
cita-citanya daripada perempuan. Sifat perempuan berbeda dengan laki-laki.
Kepribadian seorang pria menunjukkan adanya pembagian dan pembatasan
yang jelas antara pikiran, rasio, dan emosionalitas. Jalan pikirannya tidak
dikuasai oleh emosi, perasaan ataupun suasana hati. Perhatiannya lebih
banyak tertuju pada pekerjaan dengan kecenderungan mementingkan
keseluruhannya dan kurang memperhatikan hal-hal yang kecil (Gunarsa
&Gunarsa, 1991). Dalam beraktivitas pun seorang pria lebih agresif, lebih
aktif dan tidak sabar karena itu sifat pria lebih cenderung tidak mau
menunggu, kurang tekun dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan
hidup dan cepat putus asa.
Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena
laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan.
Oleh karena itu laki-laki lebih agresif dalam menggapai cita-citanya
daripada perempuan (Kumara, 1990).
Di pihak lain, Prof. Djemari Mardapi, Ph.D. (wawancara dilakukan
merupakan termasuk daerah putih (daerah yang bersih dari kecurangan
dalam UN). Pernyataan ini bertentangan dengan hasil penelitian Anderman
yang menyatakan bahwa perilaku menyontek sering dilakukan oleh siswa
SMP.
Berdasarkan ketidakkonsistenan antara pendapat Prof. Djemari dan
hasil-hasil penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian yaitu
“Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau Dari Status Sekolah dan Jenis KelaminPada Siswa Kelas VIII di Kota Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau
dari status sekolah?
2. Apakah ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau
dari jenis kelamin?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang perbedaan perilaku siswa-siswi terhadap
menyontek yang ditinjau dari status sosial.
2. Untuk mengetahui tentang perbedaan perilaku siswa-siswi terhadap
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, dan
sekolah dan perguruan tinggi.
1. Guru
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru dalam mengetahui
dan mencegah perilaku menyontek siswa-siswa SMP. Sehingga, hasil
ujian/ulangan yang dihasilkan benar-benar merupakan hasil belajar siswa
dan mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. Dengan
demikian, pengambilan keputusan terkait dengan nilai yang dihasilkan
siswa tidak bias
2. Siswa
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa. Siswa lebih
menyadari tentang kemampuan yang dimiliki dan dapat mengoptimalkan
kompetensi-kompetensi yang ada pada diri siswa.
3. Sekolah dan Perguruan Tinggi
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah dan perguruan
tinggi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter khususnya
kejujuran dalam belajar. Implementasi pendidikan karakter dapat dimulai
dari hal-hal yang sederhana, salah satunya adalah mendidik untuk jujur
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan
karakter. Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana
untuk menciptakan seseorang yang dapat berguna di masa yang akan
datang, sedangkan karakter adalah suatu atribut yang membentuk dan
membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan komplesitas, mental satu orang
dengan orang lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dan
mampu menciptakan ciri pribadi yang berbeda antara orang satu dan
lainnya. Pendidikan karakter memiliki makna yang sama dengan pendidikan
moral dan pendidikan akhlak, yang mana tujuannya adalah untuk
membentuk karakter pribadi anak supaya menjadi manusia dan warga
negara yang baik.
Secara universal, berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup
bersama berdasarkan beberapa pilar yaitu : kedamaian, menghargai,
kerjasama, kebebasan, kebahagian, kejujuran, kerendahan hati, kasih
sayang, tanggung jawab, kesederhahaan, toleransi, dan persatuan (Samani,
Tabel 2.1
Nilai-Nilai Karaker dan Deskripsi Karakter No. Nilai Karakter Deskripsi
1 Kedamaian Sikap dan perilaku yang menyukai adanya
harmoni dan bebas dari konflik dan
gangguan, serta suka akan ketenangan.
2 Menghargai Menghargai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Bersikap beradab, sopan, tidak
melecehkan, tidak menghina orang lain, dan
tidak menilai orang lain sebelum
mengenalnya dengan baik.
3 Kerjasama Saling membantu untuk mencapai sebuah
tujuan.
4 Kebebasan Tidak adanya paksaan/tekanan yang sengaja
mendesak seseorang untuk bertidak melawan
kehendak diri sendiri.
5 Kebahagiaan Suatu keadaan di mana hadir kesenangan,
ketentraman, dan kepuasan terhadapa apa-apa
yang telah dicapai.
6 Kejujuran Menjunjung tinggi kebenaran, ikhlas dan
lurus hari, tidak suka berbohong, mencuri dan
memfitnah, tidak pernah bermaksud
7 Kerendahan Hati Mengakui adanya peranan dan jasa orang lain
dan tidak pernah menonjolkan diri.
8 Kasih saying Memiliki dan menunjukkan perasaan penuh
kasih sayang, mencintai, dan bersikap penuh
kelembutan
9 Tanggung Jawab Melakukan tugas sepenuh hati, bekerja
dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras
mencapai prestasi terbaik, mampu
mengontrol diri, dan berdisplin diri.
10 Kesederhanaan Suatu keadaan tentang bagaimana berlaku
sederhana, tidak pamer, bermewah-mewah,
tidak berpikiran melit, dan rumit.
11 Toleransi Menerima secara terbuka orang lain yang
tingkat kematangan dan latar belakang yang
berbeda.
12 Persatuan Menjalin rasa kebersamaan dan saling
melengkapi satu sama lain, serta menjalin
rasa kemanusiaan dan saling toleransi.
B. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam
dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku
merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal
dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif
maupun aktif. Perilaku aktif dapat dilihat sedangkan perilaku pasif tidak
tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli
membedakan bentuk-bentuk perilaku menjadi tiga yaitu pengetahuan,
sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowlege,
attitude, practice ( Sarwono, 2004).
Menurut Skinner, sebagaimana yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon
Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo (2003),
perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari Umum, perilaku manusia pada hakekatnya
adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai
manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup. Menurut penulis yang
disebut perilaku manusia adalah aktifitas yang timbul karena adanya
2. Proses Pebentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut
Abrahm Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar yakni :
a) Kebutuhan fisiologis/ biologis, yang merupakan kebutuhan
poko utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan
seks.
b) Kebutuhan rasa aman, misalnya:
1) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan,
dan perampokan atau kejahatan lainnya.
2) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran,
kerusuhan, peperangan dan lain-lain.
3) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
c) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya:
1) Mendambakan kesih sayang orang lain baik dari
orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
2) Ingin dicintai/ mencintai orang lain.
3) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
d) Kebutuhan harga diri, misalnya:
1) Ingin dihargai dan menghargai orang lain.
2) Adanya respek dan perhatian dari orang lain.
3) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup
berdampingan.
1) Ingin dipuja atau disanjung orang lain.
2) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita.
3) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam
karier, usaha, kekayaan, dan lain-lain.
3. Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu
terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu
tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu:
a. Perilaku Pasif (respons internal).
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu
dan tidak dapat diamati secara langsung.
b. Perilaku Aktif (respons eksternal).
Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang
dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.
C. Menyontek
1. Pengertian Menyontek
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008),
menyontek berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, mencontoh,
menggocoh yang artinya mengutip tulisan, dan lain sebagainya
sebagaimana aslinya, menjiplak. Sedangkan Anderman dan Murdock
dalam Purnamasari (2013) menyatakan bahwa perilaku kecurangan
bantuan yang tidak diperbolehkan digunakan dalam tugas-tugas akademik
dan atau aktivitas yang mengganggu proses asesmen.
Bower dalam Purnamasari, (2013) mendefinisikan cheating adalah
perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang
sah dan terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademik untuk
menghindari kegagalan akademik. Sedangkan menurut Pincus &
Schemelkin (Mujahidah, 2009) perilaku menyontek merupakan suatu
tindakan curang yang sengaja dilakukan ketika seseorang mencari dan
membutuhkan adanya pengakuan atas hasil belajarnya dari orang lain
meskipun dengan cara yang tidak sah seperti memalsukan informasi
terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
menyontek adalah kegiatan, tindakan atau perbuatan yang dilakukan
secara sengaja dengan menggunakan cara-cara yang tidak jujur atau
curang untuk memalsukan hasil belajar dengan menggunakan bantuan atau
memanfaatkan informasi dari luar secara tidak sah pada saat dilaksanakan
tes atau evaluasi akademik untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Faktor-faktor penyebab menyontek
Salah satu alasan yang mendorong individu untuk menyontek
adalah untuk memuaskan harapan orang tua. Santrock (2003) mengatakan
bahwa tidak jarang orang tua dalam mengasuh atau mendidik
anak-anaknya dipengaruhi oleh keinginan atau ambisi dari orang tua tanpa
yang terbaik bagi anak-anaknya, namun keinginan tersebut tidak
memperhatikan kemampuan anak.
Sikap orang tua yang mengharapkan terlalu berlebihan pada anak
akan menghambat anak untuk menunjukkan prestasi sesuai dengan potensi
yang dimiliki. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) biasanya anak
menyadari harapan orang tuanya. Oleh karena itu sikap yang terlalu
menuntut dapat menyebabkan anak merasa takut kehilangan kasih sayang
dari orang tuanya. Hal ini menimbulkan rasa rendah diri, gangguan
tingkah laku, berkurangnya motivasi untuk belajar serta ketegangan atau
kecemasan dalam diri anak.
Agustin (2014) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan
siswa menyontek pada saat ujian. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan
dalam kehidupan siswa.
b. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan
dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.
c. Kurang mengerti arti dari pendidikan.
Faktor menyontek juga bisa disebabkan dari status sekolah, status
sekolah yang dimaksud adalah sekolah negeri dan swasta. Sekolah negeri
dan swasta berbeda cara mendidik siswanya. Ada beberapa faktor yang
a. Sekolah negeri memiliki intensitas menyontek lebih rendah daripada
sekolah swasta, karena fasilitas disekolah negeri lebih memadai dari
sekolah swasta.
b. Pendidik/guru sekolah negeri lebih banyak daripada sekolah swasta,
karena disekolah negeri gurunya merupakan PNS yang sudah jelas
ditetapkan dan ditempatkan disekolah negeri oleh pemerintah.
Sedangkan di sekolah swasta kebanyakan guru adalah guru honorer
yang berasal dari sekolah negeri yang diminta oleh kepala sekolah
swasta untuk mengajar sebagai tenaga pendidik honorer disekolahnya.
c. Kedisiplinan dan kejujuran disekolah negeri sudah ditanamkan sejak
awal peserta didik masuk kesekolah tersebut, sedangkan disekolah
swasta penanaman nilai kedisiplinan dan kejujurannya masih lebih
rendah.
d. Pengawasan terhadap peserta didik disekolah negeri lebih ketat
dibandingkan disekolah swasta.
Selain itu, faktor menyontek juga bisa disebabkan oleh jenis
kelamin siswa. Jenis kelamin yang dimaksud adalah siswa laki-laki dan
perempuan. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan siswa menyontek.
Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Perbedaan sifat antara siswa laki-laki dan perempuan.
b. Lingkungan pergaulan siswa laki-laki dan perempuan.
c. Tingkat kedisiplinan siswa di sekolah.
Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hetherington and
Feldman dalam Veronikha (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Social Active:
1) Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung.
2) Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang
berlangsung.
b. Individualistic-Opportunistic:
1) Menggunakan HP atau alat elektronik lain yang dilarang ketika
ujian sedang berlangsung.
2) Mempersiapkan catatan yang digunakan pada saat ujian akan
berlangsung.
3) Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman lain
pada saat tes.
c. Individual Planne:
1) Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas.
2) Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung.
3) Memanfaatkan kelengahan/kelemahan guru ketika menyontek.
d. Social Passive:
1) Mengijinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian sedang
berlangsung.
2) Membiarkan orang lain menyalin pekerjaannya.
3) Memberi jawaban tes kepada teman pada saat ujian sedang
D. Status Sekolah
1. Pengertian Status Sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan
untuk proses belajar mengajar. Sekolah adalah organisasi kerja sebagai
wadah kerjasama kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai
organisasi, wadah tersebut merupakan alat dan bukan tujuan. Dengan
kata lain sekolah adalah suatu bentuk ikatan kerjasama sekelompok orang
yang bermaksud mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Sekolah
merupakan wujud relasi antar personal yang didasari berbagai motif,
yang menjadi intensif ke satu arah dan kurang intensif ke arah yang lain
(Nawawi, 1981:25).
2. Jenis-jenis jenjang sekolah.
Peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah
mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar
mampu menjalankan tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara
individual maupun sebagai anggota masyarakat. Ditinjau dari sudut
perkembangan anak dan dengan tidak melupakan berbagai faktor lain
yang mempengaruhinya, maka penjenjangan sekolah di Indonesia diatur
sebagai berikut (Nawawi, 1981:32) :
a. Menurut penjenjangan sekolah:
1) Taman kanak-kanak
3) Sekolah menengah yang terdiri dari Sekolah Menengah
Pertama dan Sekolah Menengah Atas
4) Perguruan Tinggi
b. Menurut jenis sekolah:
1) Sekolah umum, terutama dalam bentuk SD, SMP, SMA
2) Sekolah kejuruan yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah, sehingga
pada umumnya bertingkat sekolah lanjutan atas.
3) Sekolah khusus untuk anak-anak yang menderita
kelainan sehingga disebut SLB untukl anak cacat mental,
tuna rungu, tuna wicara, dan anak-anak nakal.
c. Menurut penanggung jawab dalam melaksanakan sekolah:
1) Sekolah negeri yakni sekolah dan perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
2) Sekolah bantuan yakni sekolah diselenggarakan oleh
masyarakat melalui bantuan badan tertentu, yang
mendapat bantuan berupa pembiayaan dan tenaga guru
pemerintah.
3) Sekolah swasta yakni sekolah yang diselenggarakan
sepenuhnya oleh masyarakat melalui suatu badan atau
organisasi tertentu, tanpa mendapat bantuan dari
Sekolah lanjutan sebagai lembaga pendidikan tingkat menengah,
merupakan kelanjutan dari sekolah dasar yang diselenggarakan untuk
anak-anak yang berumur 12-13 s/d 17-18 tahun. Sekolah dipisahkan
menjadi 2 jenjang yaitu SMP dan SMA. Sekolah Menengah Atas
diperuntukan bagi tamatan SMP yang pada umumnya berusia 15-16 s/d
17-18 tahun.
Berdasarkan Keputusan-Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 1993 sekolah dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Sekolah Negeri.
Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah. Tanggung jawab pengelola sekolah (kepala sekolah)
negeri ini sebagai berikut :
1) Penyelenggara kegiatan pendidikan yang meliputi penyusun
program kerja sekolah:
a) Peraturan kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan
penilaian dan proses belajar serta bimbingan penyuluhan.
b) Penyusunan Rencana dan Anggran Belanja Sekolah
(RAPBS).
2) Pembinaan kesiswaan:
1) Pelaksanaan bimbingan dan penilaian bagi guru dan
tenaga pendidik lainnya.
3) Perencanaan pengembangan, penyalahgunaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana.
b. Sekolah Swasta.
Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh
non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggaraan sekolah swasta
biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan. Tanggung
jawab pengelola sekolah swasta diatur sebagai berikut:
1) Menteri bertanggung jawab atas penngelolaan yang
berkenaan dengan:
a) Pengembangan, pengadaan, dan pendayagunaan
kurikulum.
b) Pembinaan dan pengembangan guru serta tenaga
pendidik lainnya.
c) Penetapan pedoman penyusun buku pelajaran.
d) Penyusun pedoman pengembangan, pengadaan dan
pemanfaatan peralatan pendidikan.
e) Pengawasan penyelengara pendidikan.
2) Yayasan atau badan yang menyelenggarakan sekolah
bertanggung jawab atas pengelolaan yang berkenan dengan:
a) Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta
tenaga kependidikan lainnya.
c) Keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan,
keindahan, kekeluargaan, dan perundangan sekolah.
d) Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
e) Penambahan jam pelajaran berkenaan dengan ciri khas
sekolah tanpa mengurangi struktur program.
E. Jenis Kelamin
1. Remaja laki-laki dan perempuan.
Menurut Blakemore, Berenbaun dan Liben dalam buku Jhon W.
Santrock (2014: 184) gender merujuk pada karakteristik orang sebagai
laki-laki dan perempuan. Identitas gender melibatkan makna gender itu
sendiri termasuk pengetahuan pemahaman dan penerimaan sebagai
laki-laki dan perempuan.
Peran jenis kelamin adalah seperangkat harapan yang menetapkan
bagaimana perempuan atau laki-laki harus berpikir, bertindak dan merasa.
Terdapat berbagai cara untuk melihat perkembangannya. Beberapa
pandangan menekankan faktor biologis dalam perilaku dan perempuan
yang lainnya menekankan faktor-faktor sosial atau kognitif. Namun,
bahkan para ahli dengan orientasi lingkungan kuat mengakui bahwa anak
perempuan dan anak laki-laki diperlakukan berbeda karena perbedaan
fisik mereka dan peran mereka yang berbeda dalam reproduksi.
Selain faktor biologis dan sosial, faktor kognitif berkontribusi
terhadap pembangunan gender anak (Martin dan Rubel, 2010 dalam buku
teori kognitif yang paling banyak diterima dari jenis kelamin, menyatakan
bahwa stereotip gender muncul ketika anak-anak secara bertahap
mengembangkan skema gender, apa gender yang tepat, dan gender yang
tidak pantas dalam budaya mereka. Skema adalah struktur kognitif
jaringan asosiasi yang memadu persepsi individu. Skema gender mengatur
dunia dalam hal perempuan dan laki-laki. Anak-anak secara internal
termotivasi untuk melihat dunia dan bertindak sesuai dengan skema
mereka berkembang sedikit demi sedikit anak-anak memilih gender apa
yang tepat dan gender yang tidak pantas dalam budaya mereka dan
mengembangkan skema gender yang membentuk bagaimana mereka
melihat dunia dan apa yang mereka ingat. Anak-anak termotivasi untuk
bertindak dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin skema tersebut.
2. Klasifikasi jenis kelamin dipandang dari peran gender .
Menurut John W. Santrock (2009: 227) klasifikasi peran
gender melibatkan pengevaluasian anak laki-laki dan anak perempuan
dalam hal kelompok sifat-sifat kepribadian. Dimasa lalu, seorang anak
laki-laki yang diurus dengan baik seharusnya mandiri, agresif, dan kuat.
Seorang wanita yang diurus dengan baik seharusnya mandiri, memiliki sifat
mengasuh dan tidak tertarik pada kekuatan. Pada saat yang sama, secara
keseluruhan, karakteristik maskulin dianggap sehat dan baik oleh
masyarakat, sementara karakteristik feminism dianggap tidak
menyenangkan.
Bias antara laki-laki dan perempuan hadir di ruang kelas. Guru
berinteraksi lebih banyak dengan anak laki-laki dibandingkan dengan
perempuan disemua tingkat pendidikan. Menurut Blakemore, Berenbaun
dan Liben dalam buku Jhon W. Santrock (2014: 192) ada beberapa faktor
yang mempertimbangkan:
a. Patuh, mengikuti aturan dan menjadi rapih serta teratur dinilai dan
diperkuat dibanyak kelas. Ini adalah perilaku yang biasanya
berhubungan dengan anak perempuan daripada anak laki-laki.
b. Sebagian besar guru adalah perempuan, terutama disekolah dasar.
Hal ini dapat membuat anak laki-laki lebih sulit untuk
mengidentifikasi guru dan meneladani perilaku guru mereka
daripada anak perempuan.
c. Anak laki-laki lebih mungkin untuk teridentifikasi memiliki
masalah belajar dibandingkan dengan anak perempuan.
d. Anak laki-laki lebih mungkin dikritik dibandingkan anak
perempuan.
Berikut ini beberapa faktor yang menjadi bukti bahwa kelas bias terjadi
terhadap anak perempuan, antara lain:
a. Dalam kelas khusus, anak perempuan lebih patuh, anak laki-laki
lebih kasar. Anak laki-laki menuntut perhatian lebih, anak
khawatir bahwa kecenderungan anak perempuan untuk diam dan
patuh memiliki dampak yaitu ketegasan yang berkurang.
b. Dibanyak kelas, guru menghabiskan lebih banyak waktu dan
memperhatikan anak laki-laki, sedangkan anak perempuan bekerja
dan berinteraksi sendiri.
c. Anak laki-laki mendapatkan intruksi bantuan lebih banyak
dibandingkan anak perempuan ketika mereka mengalami kesulitan
dengan pertanyaan. Guru sering memberikan anak laki-laki lebih
banyak waktu untuk menjawab pertanyaan, petunjuk lebih pada
jawaban yang benar dan selanjutnya mencoba jika mereka
memberi jawaban yang salah.
d. Meskipun anak perempuan di identifikasi untuk program berbakat
lebih dari anak laki-laki disekolah dasar, disekolah tinggi terdapat
lebih banyak anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dalam
program berbakat (Dinas Pendidikan A.S.1999 dalam buku Jhon
W. Santrock 2014:192).
4. Perbedaan perilaku laki-laki dan perempuan terhadap menyontek dalam
ujian.
Sebuah penelitian pada tahun 1984 yang dilakukan oleh Lueptow
(Santrock, 2003), membuktikan bahwa perempuan memiliki tingkat yang
lebih tinggi dalam orientasi berprestasi dalam prestasi akademik daripada
laki-laki. Prestasi bisa jadi merupakan komponen yang kuat dalam peran
diperlukan adanya prestasi yang berdasarkan kecakapan dan mutu yang
baik (fokus utama adalah perempuan) dan prestasi yang berdasarkan
tuntutan dan kompetensi agresif (fokus utama adalah laki-laki) dimana
perempuan adalah peraih sukses yang ulet, sedangkan laki-laki adalah
pesaing yang ulet (Santrock, 2003).
Walaupun perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam
berprestasi, tetapi karena adanya faktor sosial yang menuntut perempuan
supaya dapat dipercaya, sensitif dan ikut memikirkan kesejahteraan orang
lain. Menurut Nathaniel (kumara, 1990) menyebabkan perempuan
menekankan keinginannya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi
karena perempuan akan dianggap tidak feminism lagi.
Berlawanan dengan sifat feminism, maskulin yang merupakan
karakteristik laki-laki, yaitu mandiri, aktif, kompetitif, mudah membuat
keputusan, cenderung berperan sebagai pemimpin, tidak mudah menyerah,
percaya diri, merasa superior, ambisius dan mampu bertahan dalam
kondisi yang memberikan stress. Hal tersebutlah yang mendorong laki-laki
memiliki perasaan lebih tinggi daripada perempuan sehingga mereka akan
melakukan perbuatan apa saja untuk mencapai keinginannya tersebut.
Dalam sebuah studi nasional yang dilakukan U.S Departement of
Education (Santrock, 2007), laki-laki memperlihatkan performa sedikit
lebih tinggi dibandingkan perempuan. Meskipun demikian, secara
memperoleh ranking lebih tinggi, dan memiliki kemampuan membaca
yang lebih baik dibandingkan laki. Dibandingkan perempuan,
laki lebih sering dimasukkan dalam khusus/remedial. Dibandingkan
laki-laki, perempuan cenderung lebih baik dalam menangani materi-materi
akademis, memberikan perhatian terhadap pelajaran dikelas, berusaha
lebih keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis dan berpartipasi di
kelas.
F. Penelitian yang Relevan
1. Hubungan antara Motivasi Berprestasi Dengan Perilaku Menyontek.
Penelitian ini dilakukan oleh Alvianto, (2008) Universitas sanata
Dharma. Penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas XI di SMA
Negeri 1 Dukun Kecamatan Muntilan yang berjumlah 70 orang,
menunjukkan bahwa terdapat hubugan negatif yang signifikan antara
variabel motivasi berprestasi dengan perilaku menyontek (r=-0.577,
seigifikansi 0.000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat motivasi
berprestasi pada siswa-siswi, maka akan semakin rendah tingkat perilaku
menyonteknya. Demikian pula sebalikya, semakin rendah tingkat
motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka semakin tinggi tingkat
perilaku menyonteknya.
Penelitian ini dilakukan oleh Meidiana (2005) Universitas Sanata
Dharma. Penelitian pada mahasiswa USD yang berjumlah 80 orang yang
terdiri dari 40 orang laki-laki dan 40 orang perempuan, menunjukkan
bahwa ada perbedaan sikap antara mahasiswa laki-laki dan perempuan
terhadap perilaku menyontek. Perbandingan nilai mean pada mahasiswa
laki-laki sebesar 132.07 dan pada perempuan sebesar 110.90. Hal ini
menunjukkan bahwa sikap mahasiswa laki-laki lebih permisif daripada
perempuan terhadap perilaku menyontek dalam ujian di USD.
G. Kerangka Berpikir
1. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ditinjau dari Status Sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan
untuk proses belajar mengajar. Sekolah merupakan lembaga
pendidikan formal yang terbagi menjadi dua macam yaitu sekolah
negeri dan sekolah swasta. Sekolah negeri adalah sekolah yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah swasta adalah sekolah yang
diselenggarakan oleh non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggara
sekolah swasta biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan
melalui suatu badan atau organisasi tertentu, tanpa mendapat bantuan
dari pemerintah.
Status sekolah yang baik adalah sekolah yang dianggap
berpotensi untuk memberikan masa depan yang baik bagi siswa.
Status sekolah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan sikap
lain baik-buruknya status sekolah dan iklim sekolah akan
mempengaruhi kebiasaan siswa menjadi baik juga. Ada dugaan bahwa
sekolah negeri memiliki intensitas menyontek yang lebih rendah
dibandingkan sekolah swasta, hal ini disebabkan banyak tenaga
pendidik yang membantu dalam mengawasi siswa dalam proses
belajar mengajar sehari-hari maupun saat sedang ujian. Sedangkan
disekolah swasta memiliki intensitas menyontek yang tinggi
dikarenakan kurangnya tenaga pendidik untuk mengawasi keseharian
peserta didik dan saat ujian berlangsung. Dibandingkan dengan
sekolah swasta, sekolah negeri kedisiplinan serta kejujuran yang
ditanamkan sejak awal peserta didik masuk disekolah tersebut dan
biasanya memiliki pengawasan yang sangat ketat sehingga para
peserta didik tidak dapat memiliki kesempatan menyontek terutama
pada saat ujian berlangsung dan peserta didik dengan sendirinya
memiliki semangat dalam belajar dan kepercayaan diri yang tinggi.
2. Ada Perbedaan Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau
Dari Jenis Kelamin.
Peran identitas jenis kelamin adalah salah satu pemahaman
tentang kepribadian manusia bedasarkan jenis kelaminnya (laki-laki
dan perempuan) dan mempengaruhi perilaku dan nilai yang
dikembangkan oleh individu. Perkembangan peran identitas jenis
kelamin pada diri seseorang tidak bisa dilepas dari unsur biologis dan
Banyak sifat dan ciri-ciri khas perempuan dan laki-laki yang
membedakan antara kedua jenis ini, yaitu perbedaan dan kekhususan
laki-laki dan perempuan sesuai dengan tujuan peranan masing-masing
dan memberi makna kehidupan bagi kehidupan mereka
masing-masing. Suatu pembedaan sangat terlihat pada prestasi mereka di
sekolah, perempuan memiliki tingkat prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan
adalah peraih sukses yang ulet, sedangkan laki-laki adalah pesaing
yang ulet (Santrock,2003).
Lingkungan pergaulan siswa laki-laki yang lebih bebas
dibandingkan siswa perempuan juga berpengaruh terhadap prestasi
siswa dan perilaku siswa. Karena lingkungan pergaulan yang bebas ini
membuat siswa laki-laki menjadi malas untuk belajar dibandingkan
dengan perempuan yang lebih memilih belajar daripada pergi untuk
main. Dengan demikian siswa laki-laki sering melakukan tindakan
menyontek disekolah dibandingkan siswa perempuan.
Adanya perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan
dalam bersikap inilah yang membuat peneliti menduga bahwa ada
perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari
jenis kelamin. Sehingga peneliti menduga bahwa ada perbedaan
H. Paradigma Penelitian
Keterkaitan antara variabel-variabel penelitian dapat disusun dalam
suatu paradigma sebagai berikut:
I. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis 1
Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang
ditinjau dari status sekolah.
Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari
status sekolah.
2. Hipotesis 2
Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang
ditinjau dari jenis kelamin.
Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari
jenis kelamin.
Status Sekolah
(X1)
Jenis Kelamin
(X2)
Perilaku Siswa Terhadap Menyontek
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini siswa
akan berperan sebagai responden. Penelitian ini akan dilakukan di SMP dan hasil atau
kesimpulan ini tidak bisa direalisasikan pada SMP-SMP lainnya di Yogyakarta sebab
penelitian studi kasus merupakan jenis penelitian dengan karakteristik serta masalah
yang mempunyai kaitan antara latar belakang dan kondisi nyata saat ini dari subyek
yang diteliti.
B. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat Penelitian.
Penelitian ini akan dilakukan di SMP Kristen Kalam Kudus, SMP N 2
Yogyakarta, SMP N 8 Yogyakarta, dan SMP Tumbuh.
2. Waktu Penelitian.
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari 2016 – April 2016.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian.
Subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMP yang mempunyai orang
tua berstatus pendidikan serta terdaftar sebagai siswa di sekolah yang berstatus
negeri dan swasta. Siswa yang dipilih oleh peneliti adalah siswa yang berada di
siswa yang berada pada masa usia anak-anak menuju remaja sehingga memiliki
emosi yang tidak stabil dan dapat mempengaruhi bagaimana mereka berperan.
Menurut Bichler (1972) dalam buku perkembangan peserta didik, remaja berusia
12-15 tahun cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya percaya diri. Kurangnya
kepercayaan diri inilah yang menyebabkan remaja pada usia tersebut dapat
melakukan hal-hal yang negatif, misalnya menyontek untuk memperoleh nilai
yang tinggi.
Berdasarkan gambaran populasi yang diperoleh oleh peneliti, maka didapat
sampel penelitian. Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah
dan karateristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014:
150), sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi
sesuai dengan karateristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar
dari populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan. Oleh karena itu,
sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karateristik di bawah ini,
yaitu:
a) Terdaftar sebagai siswa sekolah yang berstatus negeri dan swasta.
b) Jenis kelamin siswa.
Penelitian yang ideal mensyaratkan pengambilan sampel yang random untuk
mendapatkan sampel yang representative. Namun keterbatasan yang dimiliki
peneliti dalam hal tenaga, waktu, dan biaya menyebabkan peneliti memilih
memilih sekelompok subjek yang berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat yang
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).
2. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah perilaku siswa terhadap
menyontek.
D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
1. Populasi.
Menurut Sugiono (2012: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek / subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sedangkan menurut Margono (2010: 118), populasi adalah seluruh
data yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita
tentukan. Jadi populasi adalah keseluruhan dari subjek yang memiliki karakteristik
untuk diteliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang telah ditentukan.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
2. Sampel.
Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014: 150),
dengan karakteristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar dari
populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan.
Dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan rumus Slovin (Umar,
2007: 78) adalah:
n= +NeN
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 2%.
3. Teknik Penarikan Sampel
Pada penelitian ini akan menggunakan teknik penarikan sampel jenis
Proportional Random Sampling yang merupakan pengembangan stratified random
sampling dengan rumus sebagai berikut:
� �
=� ℎ �� � −ℎ � � � �� �
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
kuesioner. Menurut Sugiyono (2013:230) kuesioner merupakan teknik pengumpulan
setelah diisi dengan lengkap mengembalikan kepada peneliti. Dalam penelitian ini,
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Meidiana (2005) dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,9682. Instrumen yang
dikembangkan oleh Meidiana (2015) ini akan diuji kembali validitas dan
reliabilitasnya sehingga instrument yang dikembangkan benar-benar valid reliable.
Berikut ini adalah dimensi dan indikator peran menyontek:
Tabel 3.1
Favorable Unfavorable 1. Bekerjasama
dengan orang lain dalam mengerjakan ujian
Kognitif 1,2,3,35,48 9,21,28,39,50 Afektif 13,22,31,40,54 5,19,24,42,59
Perilaku 6,26,37,44,57 8,15,33,46,53
2. Menggunakan material yang tidak sah pada saat ujian
Kognitif 12,18,30,36,58 10,11,23,41,51 Afektif 14,25,32,43,60 4,17,29,45,56
Perilaku 20,27,34,47,52 7,16,38,49,55
Setiap butir pernyataan dalam 4 (empat) pilihan kategori, yaitu meliputi SS (Sangat
Setuju), S ( Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Keseluruhan
item pernyataan yang dibuat dari item yang favorable dan item unfavorable. Item
favorable adalah item-item yang menyatakan peran positif atau mendukung perilaku
peran negatif atau tidak mendukung adanya perilaku menyontek. Item-item disusun
secara acak.
Empat pilihan alternatif dalam item memiliki nilai tersendiri, yaitu untuk
pernyataan favorable, respon SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2 dan
STS diberi nilai 1, sedangkan unfavorable, respon SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2,
TS diberi nilai 3, dan STS diberi nilai 4.
F. Pengujian Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas Instrumen.
Menurut Sugiyono (2013:203) instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi
product moment, sebagai berikut Sugiyono (2013:286):
= ∑ − ∑ ∑
√{ ∑ � − ∑ � }{ ∑ � − ∑
Keterangan:
r = koefisien korelasi antara variabel X dengan Variabel Y
Y= skor total dari seluruh item
X= skor total dari setiap item
∑ =hasil kali X dan Y
Jika nilai koefisien r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal tersebut
dikatakan valid. Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka butir soal tersebut dapat
dikatakan tidak valid.
Nilai � � dapat di hitung dengan menggunakan sampel sebanyak 113
responden dengan taraf signifikansi 5%, dari responden sebanyak 113 siswa tersebut
dapat dilihat di tabel dengan cara menghitung:
Df= n-2
Keterangan:
Df = degree of freedom (derajat bebas)
n = jumlah responden
Perhitungan � � adalah sebagai berikut:
Df= 113-2 = 111
Tabel 3.2 Sebagian dari r table
Df= n-2 Taraf Signifikansi sebesar 0,05 (5%)
111 0,1867
Jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih besar dari
nilai � � =0,1867, maka item pertanyaan/pernyataan dapat dikatakan valid.
Sebaliknya, jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih kecil
Pengujian validitas dilakukan secara serentak dengan jumlah responden
sebanyak 113 siswa. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 8 Yogyakarta, SMP Kristen
Kalam Kudus, SMP Tumbuh Yogyakarta dan SMP Negeri 2 Yogyakarta. Berikut ini
disajikan hasil validitas item penelitian ini:
a. Variabel Perilaku Menyontek Siswa
Tabel 3.3
Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 12 -.162 0,1867 Tidak Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 19 .377 0,1867 Valid
Butir 20 .523 0,1867 Valid
Butir 21 .426 0,1867 Valid
Butir 22 -.480 0,1867 Tidak Valid
Butir 23 .400 0,1867 Valid
Butir 36 -.134 0,1867 Tidak Valid
Butir 37 .667 0,1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 46 .519 0,1867 Valid
Butir 47 .666 0,1867 Valid
Butir 48 .652 0,1867 Valid
Butir 49 .485 0,1867 Valid
Butir 50 -.547 0,1867 Tidak Valid
Butir 51 .227 0,1867 Valid
Butir 52 .717 0,1867 Valid
Butir 53 .439 0,1867 Valid
Butir 54 .334 0,1867 Valid
Butir 55 .280 0,1867 Valid
Butir 56 .103 0,1867 Tidak Valid
Butir 57 .679 0,1867 Valid
Butir 58 .567 0,1867 Valid
Butir 59 .307 0,1867 Valid
Butir 60 .703 0,1867 Valid
Table 3.3 menunjukan bahwa ada beberapa butir pertanyaan/ pernyataan
tentang perilaku menyontek adalah tidak valid karena nilai corrected item-total
correlation ( � � = 0,1867). Butir yang tidak valid antara lain 12, 22, 36, 45, 50, dan
56 karena ada beberapa butir pertanyaan/ pernyataan yang tidak valid maka
Tabel 3.4
Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek