i
PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU
DARI STATUS SEKOLAH DAN TINGKAT PENGHASILAN
ORANG TUA PADA SISWA KELAS VIII DI KOTA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Andreas Panji Wicaksono
NIM : 121334023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :
1.
Tuhan Yesus
2.
Kedua Orang Tuaku : Bapak Asmono dan Ibu Sri Wiyanti
3.
Adik saya : Iga Aswiyanti
4.
Teman cowok di kelas : Umex, Mamix, Boy, Tombol,
Gendut, Yosep, Pather, Bima, Galing, Marsel, Dani, Si
Cun, Tomi.
5.
Sahabat-sahabatku Pendidikan Akuntansi dan Pendidikan
Ekonomi.
6.
Teman motivasi : Arnita, Christin, Grace, Herlambang,
Firman, Lambang, Andang, Bajuri, Roni.
Kupersembahan karya ini untuk Almamaterku:
v
Motto
“Kuatkan dan teguhkan hatimu,
janganlah takut dan jangan gemetar
karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu,
Dialah yang berjalan menyertai engkau,
Ia tidak akan membiarkan engkau dan
tidak akan meninggalkan
engkau.”(Ulangan 31 : 6)
“TUHAN Memberkati engkau dan
melindungi engkau.”
viii
ABSTRAK
PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU
DARI STATUS SEKOLAH DAN TINGKAT PENGHASILAN
ORANG TUA PADA SISWA KELAS VIII DI KOTA
YOGYAKARTA
Andreas Panji Wicaksono
Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaaan perilaku siswa kelas VIII terhadap menyontek yang ditinjau dari status sekolah dan tingkat penghasilan orang tua. Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi kasus.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8, SMP Negeri 2, SMP Kristen Kalam Kudus, dan SMP Tumbuh Yogyakarta pada bulan Februari 2016 – April 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII berjumlah 113 responden. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Whitney untuk variabel status sekolah dan Kruskal-Wllis untuk variabel tingkat penghasilan orang tua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tidak ada perbedaan perilaku siswa SMP terhadap menyontek yang ditinjau dari status sekolah (nilai Asymp. Sig
0,888), (2) tidak ada perbedaan perilaku siswa SMP terhadap menyontek yang ditinjau dari tingkat penghasilan orang tua kelompok ayah (nilai Asymp. Sig
0,776) dan tingkat penghasilan orang tua kelompok ibu (nilai Asymp. Sig 0,128).
ix
ABSTRACT
THE BEHAVIOR OF STUDENTS IN CHEATING PERCEIVED
FROM SCHOOL STATUS AND PARENT’S INCOME ON THE
EIGHTH GRADE STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL IN
YOGYAKARTA
Andreas Panji Wicaksono
Universitas Sanata Dharma
2017
This research aims to identify whether there is a difference in students’ of the eighth grade students’ toward cheating perceived from school status and parents’ income. This research is a case study.
This research was conducted in several junior high school in Yogyakarta. There were SMP Negeri 8; SMP Negeri 2, SMP Kristen Kalam Kudus, dan SMP Tumbuh Yogyakarta. This research was carried out from February to April 2016. The respondents of this research are 113 students’ of the eighth grade of Junior High School. The data were collected though questionnare and analyze by Mann
Whitney’s theory for the variable of school status and Kruskal-Wallis’ theory to
analyze the parents’ income.
The result of research shows that: (1) there is no difference in students’
behavior towards cheating perceived from school status (Asymp. Sig value is
0,888), (2) there is no difference in students’ towards cheating perceived from father’s income (Asymp. Sig value is 0,776) and for mother’s income (Asymp.
Sig value is 0,128).
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Dan Tingkat Penghasilan Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII Di Kota Yogyakarta” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik
secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
xi
4. Bapak Drs. Bambang Purnomo S.E., M.Si.. selaku Dosen Pembimbing,
terima kasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus
Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan
membimbing saya selama proses perkuliahan.
6. Ibu Theresia Aris Sudarsilah selaku staf secretariat Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang
telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses perkuliahan.
7. Kedua Orang tuaku, Bapak Asmono dan Ibu Sri Wiyanti yang selalu
memberikan nasihat, doa, motivasi, perhatian, dan kasih sayang untuk
dukungan moral.
8. Adiku Iga Aswiyanti telah memberikan doa, dukungan moral dalam
penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman satu dosen pembimbing: Siwi, Mega, There, Tomo, Yosep,
Bayu, Jalu, Denny.
10.Teman-teman satu angkatan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas empat tahun yang
luar biasa ini dan dinamika kita yang mendewasakan dimasa perkuliahan.
Sukses untuk kita semua.
11.Semua pihak yang mendukung membantu dalam penyusunan skripsi ini
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTAK ... viii
ABSTRACT... viiii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xix
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Pendidikan Karakter dan Nilai Karakter ... 9
B. Perilaku ... 11
C. Menyontek ... 14
D. Status Sekolah ... 18
E. Penghasilan Orang Tua ... 24
F. Penelitian Yang Relevan ... 26
G. Kerangka Berpikir ... 27
H. Paradigma Penelitian ... 30
I. Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
A. Jenis Penelitian ... 31
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
C. Subyek dan Obyek Penelitian... 32
D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 36
xv
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 56
A. SMP Negeri 8 Yogyakarta ... 56
B. SMP Negeri 2 Yogyakarta ... 59
C. SMP Tumbuh Yogyakarta... 62
D. SMP Kristen Kalam Kudus Yogyakarta ... 62
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Deskripsi Penelitian ... 64
B. Pengujian Hipotesis ... 77
C. Pembahasan ... 80
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Keterbatasan ... 85
C. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 88
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi Karakter ... 10
Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 33
Tabel 3.2 Operasional Variabel Perilaku Menyontek ... 35
Tabel 3.3 Sebagian r tabel ... 38
Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek ... 39
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek ... 43
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 49
Tabel 3.7 Nilai Presentil PAP Tipe II ... 50
Tabel 3.8 Rentang Tingkat Perilaku Menyontek ... 52
Tabel 3.9 Pedoman Teknik Pengolahan Data ... 53
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 63
xvii
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan
Pengahsilan Orang Tua ... 65
Tabel 5.4 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek ... 67
Tabel 5.5 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Negeri ... 68
Tabel 5.6 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Swasta ... 69
Tabel 5.7 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa
Terhadap Menyontek Ditinjau Dari
Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah) < Rp 1.000.000 ... 70
Tabel 5.8 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa
Terhadap Menyontek Ditinjau
Dari Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah)
Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 ... 71
Tabel 5.9 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Ditinjau Dari Dari
xviii
Tabel 5.10 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Ditinjau Dari
Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ibu) < Rp 1.000.000 ... 73
Tabel 5.11 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa
Terhadap Menyontek Ditinjau
Dari Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah)
Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 ... 74
Tabel 5.12 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Ditinjau Dari Dari
Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah) > Rp 3.000.000 ... 75
Tabel 5.13 Hasil uji Kruskal Wallis Mengenai Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Berdasarkan Akreditasi Sekolah. ... 76
Tabel 5.14 Hasil uji Kruskal Wallis Mengenai Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Berdasarkan
Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah). ... 77
Tabel 5.15 Hasil uji Kruskal Wallis Mengenai Perilaku Siswa Terhadap
Menyontek Berdasarkan
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Organisasi SMP Negeri 8 Yogyakarta ... 55
Gambar 4.2 Skema Hubungan dan Standar
Pendidikan Nasional Dengan Pembagian
Tugas Wakasek dan Kepala Tata Usaha
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran ... 90
Lampiran I Koesioner ... 91
Lampiran II Data Induk ... 101
Lampiran III Validitas Dan Reabilitas ... 113
Lampiran IV Uji Mann Whiteney dan Kruskal Wallis ... 119
Lampiran V Surat Ijin ... 124
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia.
Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk
selalu berkembang dalam dunia pendidikan. Pemerintah Indonesia juga
mencanangkan tentang pendidikan yaitu yang disebut dengan Pendidikan
Nasional. Pendidikan Nasional sesuai dengan Garis-garis Besar Halauan
Negara (GBHN) 1993, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh,
cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab,
dan produktif serta sehat jasmani dan rohani (Sekretariat Republik Indonesia,
1993).
Tetapi tujuan yang sangat baik itu nampaknya sulit tercapai apabila
pelajar dari mahasiswa di Indonesia sering berbuat curang, tidak jujur serta
asal-asalan pada saat ujian, yaitu dengan menyontek. Perilaku menyontek
merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar dan mahasiswa untuk
mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya pelajar/mahasiswa
menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang tua, guru, dan
mata pelajaran tertentu, malas belajar, dan sebagai bentuk solidaritas antar
teman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan maka dapat dipastikan pendidikan
di Indonesia akan mengalami kemunduran.
Perilaku menyontek menjadi fenomena yang perlu diperhatikan dalam
dunia pendidikan. Kebanyakan siswa di SD, SMP, SMA/K maupun mahasiswa
di perguruan tinggi pernah menyontek. Menyontek dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti menulis di atas meja, menulis di kertas/tissue, menulis di
anggota tubuh, bertanya kepada teman, searching menggunakan ponsel, melihat
dan menyalin jawaban teman, menyontek dengan buku yang diletakkan di laci
atau di WC, dan lain-lain.
Perilaku menyontek merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar dan
mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya
pelajar/mahasiswa menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang tua,
guru, dan teman-temannya, tidak siap dalam ulangan/ujian, tidak percaya diri,
kesulitan dalam mata pelajaran tertentu, malas belajar, dan sebagai bentuk
solidaritas antar teman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan maka dapat
dipastikan pendidikan di Indonesia akan mengalami kemunduran.
Dunia pendidikan perlu mengikis perilaku menyontek ini. Perilaku
menyontek merupakan bagian dari ketidakjujuran. Ketika dunia pendidikan
membiarkan ketidakjujuran ini berlanjut, maka akan memberikan dampak pada
plagiatisme yang marak terjadi merupakan contoh dari kegagalan dunia
pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.
Fakta tentang perilaku ketidakjujuran di dunia pendidikan biasanya
banyak terjadi saat menjelang ujian. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian dari
Hartanto dalam Kharisma (2014 : 21) menunjukkan bahwa intensitas perilaku
menyontek di SMP Swasta di daerah Pondok Cabe Jakarta, berada pada posisi
sedang (53,3%), rendah (33,3%), dan tinggi (13,3%). Bentuk perilaku
menyontek yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain melihat,
menyalin, dan meminta jawaban dari teman-temannya.
Selain itu, ada fakta lain mengenai perilaku menyontek di kota
Yogyakarta. kota yang dikenal dengan sebutan “Kota Pelajar” ini dinobatkan
sebagai daerah yang memiliki nilai Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN)
tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 (Harian Republika, 2015 tanggal 19
Mei). Berdasarkan data laporan hasil UN dan IIUN per kabupaten/kota yang
masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kota
Yogyakarta meraih nilai tertinggi, yakni sekitar 82,37 dengan rata-rata nasional
63,28.
Di samping itu, perilaku menyontek juga disebutkan dalam website
komunitas air mata guru (www.komunitasairmataguru.blogspot.co.id). Dalam
website tersebut disebutkan banyak kecurangan-kecurangan dalam UN baik
yang dilakukan oleh siswa dan guru. Selain itu, hasil penelitian longitudinal
dilakukan siswa SMP dikarenakan adanya perubahan keadaan lingkungan
belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan karena siswa mengalami masa
transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah, struktur kelas, dan lingkungan
sekolah yang kompetitif.
Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jenjang pendidikan
yang dilalui oleh peserta didik. Pada jenjang ini, peserta didik dihadapkan pada
perkembangan mental dan moral. Menurut Anderman dalam Mubiar (2011 : 4),
pada usia 12-15 tahun yang umumnya individu duduk di bangku SMP akan
mulai memasuki dunia baru yang berbeda dengan pengalaman di sekolah dasar
serta banyak hal baru yang menuntut individu untuk menyesuaikan diri,
terutama pada siswa kelas VIII.
Perubahan keadaan lingkungan belajar mengakibatkan siswa melakukan
tindakan menyontek. Mereka menganggap tindakan itu sebagai bentuk
solidaritas antar teman. Menyontek biasanya dilakukan pada pelajaran
matematika dan ilmu alam atau ilmu pasti, dibandingkan dengan pelajaran
lainnya. Menyontek biasanya terjadi pada waktu ulangan atau ujian.
Sekolah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bangunan untuk
belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut
tingkatnya). Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal harus
berkewajiban mengembangkan potensi seorang siswa dalam berbagai aspek
kepribadian, sehingga nantinya dapat menjadi manusia yang mampu berdiri
proses kegiatan terencana dan terorganisir yang terdiri atas kegiatan belajar,
kegiatan ini bertujuan menghasilkan perubahan positif pada diri siswa. Menurut
status, di Indonesia lembaga pendidikan/sekolah terbagi menjadi dua yaitu
sekolah swasta dan negeri.
Sekolah swasta maupun sekolah negeri memiliki karakteristiknya sendiri,
sehingga dengan karakteristik tersebut akan menimbulkan perbedaan antara
yang satu dengan yang lain. Pada hakikatnya, sekolah swasta maupun negeri
mempunyai tujuan yang sama yakni mencerdaskan kehidupan bangsa seperti
yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Sekolah swasta adalah sekolah
sekolah yang diselenggarakan oleh non-pemerintah atau swasta, penyelenggara
sekolah swasta biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan. Sedangkan
sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah
swasta maupun negeri dalam menyelenggarakan pendidikan selalu berupaya
agar membentuk siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan dapat
membuat keputusan untuk masa depannya.
Keberhasilan setiap siswa dalam dunia pendidikan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor intern seperti motivasi, cara belajar, kelengkapan sarana dan
prasarana pendidikan serta faktor ekstern seperti lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga (orang tua) maupun lingkungan masyarakat. Di dalam
lingkungan keluarga, banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
pekerjaan orang tua, di mana faktor terssebut menentukan tingkat pendapatan
yang pada akhirnya akan menentukan berbagai kebutuhan pendidikan siswa.
Seorang siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang pekerjaan
yang berpenghasilan tinggi, semua kebutuhan dapat dipenuhi, seperti misalnya
sekolah di pendidikan formal, selain itu orang rua juga mampu memasukkan
anaknya di pendidikan non formal (bimbingan belajar) agar mereka lebih dapat
memahami materi yang diajarkan di sekolah. Begitupun sebaliknya, siswa yang
memiliki orang tua dengan latar belakang perkerjaan yang berpenghasilan
rendah, fasilitas tidak dapat terpenuhi sehingga dituntut untuk memikirkan
kebutuhan lain sehingga anak tidak ada waktu untuk belajar.
Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa
dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi,
anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam Santrock
(2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan dan
pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial, kurang stimulasi
intelektual, lebih banyak menonton TV, fasilitas sekolah dan perawatan anak
rendah, serta orang tua yang kurang terlibat dalam kegiatan sekolah mereka,
lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih berbahaya,
memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut dapat
memungkinkan mereka malas untuk belajar dan dapat menimbulkan perilaku
Di pihak lain, Prof. Djemari Mardapi, Ph.D. (wawancara dilakukan bulan
Agustus 2015) menyatakan bahwa pada tahun 2015, wilayah DIY merupakan
termasuk daerah putih (daerah yang bersih dari kecurangan dalam UN).
Pernyataan ini bertentangan dengan hasil penelitian Anderman yang
menyatakan bahwa perilaku menyontek sering dilakukan oleh siswa SMP.
Berdasarkan ketidakkonsistenan antara pendapat Prof. Djemari dan
hasil-hasil penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian yaitu “Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau Dari Status Sekolah dan Tingkat
Penghasilan Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII Di Kota Yogyakarta ”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada perbedaan perilaku siswa/siswi terhadap menyontek yang
ditinjau dari status sekolah?
2. Apakah ada perbedaan perilaku siswa/siswi terhadap menyontek yang
ditinjau dari penghasilan orang tua?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui perbedaan perilaku
antara siswa di smp yang negeri atau swasta dan perbedaan perilaku siswa
berdasarkan tingkat penghasilan orang tua terhadap menyontek di kota
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, dan
sekolah dan perguruan tinggi.
1. Guru
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru dalam mengetahui dan
mencegah perilaku menyontek siswa-siswa SMP. Sehingga, hasil
ujian/ulangan yang dihasilkan benar-benar merupakan hasil belajar siswa
dan mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. Dengan
demikian, pengambilan keputusan terkait dengan nilai yang dihasilkan
siswa tidak bias.
2. Siswa
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa. Siswa lebih
menyadari tentang kemampuan yang dimiliki dan dapat mengoptimalkan
kompetensi-kompetensi yang ada pada diri siswa.
3. Sekolah dan Perguruan Tinggi
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah dan perguruan
tinggi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter khususnya
kejujuran dalam belajar. Implementasi pendidikan karakter dapat dimulai
dari hal-hal yang sederhana, salah satunya adalah mendidik untuk jujur
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter.
Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk
menciptakan seseorang yang dapat berguna di masa yang akan datang,
sedangkan karakter adalah suatu atribut yang membentuk dan membedakan ciri
pribadi, ciri etis, dan komplesitas, mental satu orang dengan orang lainnya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan
usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dan mampu menciptakan ciri pribadi
yang berbeda antar orang satu dan lainnya. Pendidikan karakter memiliki
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak, yang mana
tujuannya adalah untuk membentuk karakter pribadi anak supaya menjadi
manusia dan warga negara yang baik.
Secara universal, berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup
bersama berdasarkan beberapa pilar yaitu : kedamaian, menghargai, kerjasama,
kebebasan, kebahagian, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung
jawab, kesederhahaan, toleransi, dan persatuan (Samani, 2013 : 43). Nilai-nilai
Tabel 2.1
Nilai-Nilai Karaker dan Deskripsi Karakter
No. Nilai Karakter Deskripsi
1 Kedamaian Sikap dan perilaku yang menyukai adanya
harmoni dan bebas dari konflik dan
gangguan, serta suka akan ketenangan.
2 Menghargai Menghargai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Bersikap beradab, sopan, tidak
melecehkan, tidak menghina orang lain, dan
tidak menilai orang lain sebelum
mengenalnya dengan baik.
3 Kerjasama Saling membantu untuk mencapai sebuah
tujuan.
4 Kebebasan Tidak adanya paksaan/tekanan yang sengaja
mendesak seseorang untuk bertidak melawan
kehendak diri sendiri.
5 Kebahagian Suatu keadaan di mana hadir kesenangan,
ketentraman, dan kepuasan terhadap apa-apa
yang telah dicapai.
6 Kejujuran Menjunjung tinggi kebenaran, ikhlas dan
memfitnah, tidak pernah bermaksud
menjerumuskan orang lain.
7 Kerendahan Hati Mengakui adanya peranan dan jasa orang lain
dan tidak pernah menonjolkan diri.
8 Kasih sayang Memiliki dan menunjukkan perasaan penuh
kasih sayang, mencintai, dan bersikap penuh
kelembutan.
9 Tanggung Jawab Melakukan tugas sepenuh hati, bekerja
dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras
mencapai prestasi terbaik, mampu
mengontrol diri, dan berdisplin diri.
10 Kesederhanaan Suatu keadaan tentang bagaimana berlaku
sederhana, tidak pamer, bermewah-mewah,
tidak berpikiran melit, dan rumit.
11 Toleransi Menerima secara terbuka orang lain yang
tingkat kematangan dan latar belakang yang
berbeda.
12 Persatuan Menjalin rasa kebersamaan dan saling
melengkapi satu sama lain, serta menjalin
B. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi
seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif maupun aktif. Perilaku aktif dapat
dilihat sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi,
atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku menjadi
tiga yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan
istilah knowledge, attitude, practice ( Sarwono, 2004).
Menurut Skinner, sebagaimana yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon
Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo (2003), perilaku
adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari Umum, perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses
interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia
aktifitas yang timbul karena adanya respon serta dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung.
2. Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut
Abrahm Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar yakni :
a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan poko
utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks.
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya:
1) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, dan
perampokan atau kejahatan lainnya.
2) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan,
peperangan dan lain-lain.
3) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit.
4) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya:
1) Mendambakan kasih sayang orang lain baik dari orang tua,
saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
2) Ingin dicintai/mencintai orang lain.
3) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
d. Kebutuhan harga diri, misalnya:
1) Ingin dihargai dan menghargai orang lain.
3) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup
berdampingan.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :
1) Ingin dipuja atau disanjung orang lain.
2) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita.
3) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier,
usaha, kekayaan, dan lain-lain.
3. Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu
terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu
tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu:
a. Perilaku Pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu
dan tidak dapat diamati secara langsung.
b. Perilaku Aktif (respons eksternal)
Perlaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang
dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.
C. Menyontek
1. Pengertian Menyontek
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008),
menyontek berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, mencontoh,
aslinya, menjiplak. Sedangkan Anderman dan Murdock dalam Purnamasari
(2013) menyatakan bahwa perilaku kecurangan akademik merupakan
penggunaan segala kelengkapan dari materi ataupun bantuan yang tidak
diperbolehkan digunakan dalam tugas-tugas akademik dan atau aktivitas yang
mengganggu proses asesmen.
Bower dalam Purnamasari, (2013) mendefinisikan cheating adalah
perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah
dan terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademik untuk menghindari
kegagalan akademik. Sedangkan menurut Pincus & Schemelkin (Mujahidah,
2009) perilaku menyontek merupakan suatu tindakan curang yang sengaja
dilakukan ketika seseorang mencari dan membutuhkan adanya pengakuan atas
hasil belajarnya dari orang lain meskipun dengan cara yang tidak sah seperti
memalsukan informasi terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
menyontek adalah kegiatan, tindakan atau perbuatan yang dilakukan secara
sengaja dengan menggunakan cara-cara yang tidak jujur atau curang untuk
memalsukan hasil belajar dengan menggunakan bantuan atau memanfaatkan
informasi dari luar secara tidak sah pada saat dilaksanakan tes atau evaluasi
akademik untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Faktor-faktor penyebab menyontek
Salah satu alasan yang mendorong individu untuk menyontek adalah
tidak jarang orang tua dalam mengasuh atau mendidik anak-anaknya
dipengaruhi oleh keinginan atau ambisi dari orang tua tanpa melihat
kemampuan anaknya. Orang tua bermaksud ingin memberikan yang terbaik
bagi anak-anaknya, namun keinginan tersebut tidak memperhatikan
kemampuan anak.
Sikap orang tua yang mengharapkan terlalu berlebihan pada anak akan
menghambat anak untuk menunjukkan prestasi sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) biasanya anak menyadari
harapan orang tuanya. Oleh karena itu sikap yang terlalu menuntut dapat
menyebabkan anak merasa takut kehilangan kasih sayang dari orang tuanya.
Hal ini menimbulkan rasa rendah diri, gangguan tingkah laku, berkurangnya
motivasi untuk belajar serta ketegangan atau kecemasan dalam diri anak.
Agustin (2014) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan
siswa menyontek pada saat ujian. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif.
b. Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan
dalam kehidupan siswa.
c. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam
d. Anak remaja sering menyontek daripada anak SD, karena masa remaja
bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di
kalangan teman-teman sekelasnya.
e. Kurang mengerti arti dari pendidikan.
Disadari atau tidak, siswa yang menyontek pada saat ujian disebabkan oleh
satu atau lebih faktor-faktor di atas.
Faktor menyontek juga bisa bisa terjadi dari status sekolah, status
sekolah yang dimaksud adalah status sekolah negeri dan swasta. Sekolah
negeri dan swasta jelas berbeda cara mendidiknya. Ada beberapa faktor yang
mengeakibatkan siswa menyontek. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Peraturan belajar mengajar di kelas yang ditetapkan oleh pihak
sekolah.
b. Pendidik/guru.
c. Keadaan gedung dan tugas belajar.
Selain itu, faktor menyontek juga bisa disebabkan oleh tingkat
penghasilan orang tua. Tingkat penghasilan orang tua yang dimaksud adalah <
Rp 1.000.000, Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000, dan > Rp 3.000.000. Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa menyontek dari tingkat penghasilan
orang tua. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Besarnya penghasilan yang masuk.
b. Besarnya keluarga (jumlah anggota keluarga).
d. Taraf pendidikan keluarga dan status sosial.
e. Lingkungan sosial dan ekonomi keluarga itu.
Perilaku menyontek ini akan mengakibatkan perilaku atau watak tidak
percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membaca
buku pelajaran tetapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan
menyontek, menghalalkan segala macam cara, dan akhirnya menjadi koruptor
(Buchari dalam Prihatnaningtyas 2014). Dengan demikian tampak bahwa
perilaku menyontek secara tidak langsung membelajarkan pada siswa untuk
menjadi seorang koruptor.
3. Bentuk-Bentuk Menyontek
Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hetherington and
Feldman dalam Veronikha (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Social Active
1) Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung.
2) Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang
berlangsung.
b. Individualistic-Opportunistic
1) Menggunakan HP atau alat elektronik lain yang dilarang ketika ujian
sedang berlangsung.
2) Mempersiapkan catatan yang digunakan pada saat ujian akan
3) Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman lain
pada saat tes.
c. Individual Planned
1) Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas.
2) Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung.
3) Memanfaatkan kelengahan/kelemahan guru ketika menyontek.
d. Social Passive
1) Mengijinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian sedang
berlangsung.
2) Membiarkan orang lain menyalin pekerjaannya.
3) Memberi jawaban tes kepada teman pada saat ujian sedang
berlangsung.
D. Status Sekolah
1. Pengertian Status Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan untuk
proses belajar mengajar. Sekolah adalah organisasi kerja sebagai wadah
kerjasama kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai organisasi,
wadah tersebut merupakan alat dan bukan tujuan. Dengan kata lain sekolah
adalah suatu bentuk ikatan kerjasama sekelompok orang yang bermaksud
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Sekolah merupakan wujud
relasi antar personal yang didasari berbagai motif, yang menjadi intensif ke
2. Jenis-jenis jenjang sekolah
Peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah
mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu
menjalankan tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual
maupun sebagai anggota masyarakat. Ditinjau dari sudut perkembangan
anak dan dengan tidak melupakan berbagai faktor lain yang
mempengaruhinya, maka penjenjangan sekolah di Indonesia diatur sebagai
berikut (Nawawi, 1981:32) :
a. Menurut penjenjangan sekolah
1) Taman kanak-kanak.
2) Sekolah dasar.
3) Sekolah menengah yang terdiri dari Sekolah Menengah
Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
4) Perguruan Tinggi.
b. Menurut jenis sekolah
1) Sekolah umum, terutama dalam bentuk SD, SMP, SMA.
2) Sekolah kejuruan yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah, sehingga
pada umumnya bertingkat sekolah lanjutan atas.
3) Sekolah khusus untuk anak-anak yang menderita kelainan
sehingga disebut SLB untuk anak cacat mental, tuna rungu,
4) Sekolah yang diselenggarakan oleh Departement Agama
dengan penjenjangan.
c. Menurut penanggung jawab dalam melaksanakan sekolah
1) Sekolah negeri yakni sekolah dan perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
2) Sekolah bantuan yakni sekolah diselenggarakan oleh
masyarakat melalui bantuan badan tertentu, yang mendapat
bantuan berupa pembiayaan dan tenaga guru pemerintah.
3) Sekolah swasta yakni sekolah yang diselenggarakan
sepenuhnya oleh masyarakat melalui suatu badan atau
organisasi tertentu, tanpa mendapat bantuan dari pemerintah.
Sekolah lanjutan sebagai lembaga pendidikan tingkat menengah,
merupakan kelanjutan dari sekolah dasar yang diselenggarakan untuk
anak-anak yang berumur 12-13 s/d 17-18 tahun. Sekolah dipisahkan menjadi 2
jenjang yaitu SMP dan SMA. Sekolah Menengah Atas diperuntukan bagi
tamatan SMP yang pada umumnya berusia 15-16 s/d 17-18 tahun. Dengan
demikian sekolah ini diselenggarakan dalam tiga jenjang atau kelas secara
vertikal, yang terdiri dari X s/d XII.
Berdasarkan Keputusan-Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 1993 sekolah dibagi menjadi dua
1) Sekolah Negeri
Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah. Tanggung jawab pengelola sekolah (kepala sekolah)
negeri ini sebagai berikut :
a. Penyelenggara kegiatan pendidikan yang meliputi:
1) Penyusun program kerja sekolah.
2) Peraturan kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan penilaian
dan proses belajar serta bimbingan penyuluhan.
3) Penyusunan Rencana dan Anggaran Belanja Sekolah
(RAPBS).
b. Pembinaan kesiswaan
1) Pelaksanaan bimbingan dan penilaian bagi guru dan tenaga
pendidik lainnya.
2) Penyelenggaraan administrasi sekolah.
3) Perencanaan pengembangan, penyalahgunaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana.
2) Sekolah Swasta
Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh
non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggaraan sekolah swasta
biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan. Tanggung
a. Menteri bertanggung jawab atas penngelolaan yang berkenaan
dengan:
1) Pengembangan, pengadaan, dan pendayagunaan kurikulum.
2) Pembinaan dan pengembangan guru serta tenaga pendidik
lainnya.
3) Penetapan pedoman penyusun buku pelajaran.
4) Penyusun pedoman pengembangan.
5) Penyusun pedoman pengembangan, pengadaan dan
pemanfaatan peralatan pendidikan.
6) Pengawasan penyelengara pendidikan.
b. Yayasan atau badan yang menyelenggarakan sekolah
bertanggung jawab atas pengelolaan yang berkenan dengan:
1) Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta
tenaga kependidikan lainnya.
2) Pengadaan, pemanfaatan tanah, gedung, dan ruang kelas.
3) Keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kekeluargaan,
dan perundangan sekolah.
4) Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
5) Penambahan jam pelajaran berkenaan dengan ciri khas
sekolah tanpa mengurangi struktur program.
Sekolah negeri merupakan sekolah yang diselenggarakan oleh
diselenggarakan oleh non pemerintah. Sekolah negeri lebih memiliki kelebihan
dalam hal fasilitas serta guru/pendidik. Sekolah negeri memliki fasilitas yang
lengkap. Sehingga akan lebih menunjang proses belajar mengajar di sekolah.
Jika dilihat dari guru/pendidik sekolah negeri memiliki banyak guru dengan
begitu akan lebih mudah mengawasi siswanya di sekolah. Sedangkan sekolah
swasta hanya memiliki sedikit guru, dengan begitu akan kesulitan dalam
mengawasi siswanya di sekolah, ditambah lagi guru-guru di sekolah swasta
merupakan guru honorer. Tidak seperti di negeri yang merupakan pegawai
tetap. Selain itu perbedaan peraturan yang ditetapkan antara sekolah negeri dan
swasta juga berbeda. Sekolah negeri cenderung lebih ketat dalam hal peraturan
di sekolah, sehingga siswa di sekolah negeri lebih disiplin dalam proses belajar
mengajar di sekolah.
E. Penghasilan Orang Tua
Jaman sekarang untuk dapat bertahan hidup dengan layak, orang harus
bekerja. Dengan bekerja orang memperoleh upah atau imbalan untuk
memenuhi kebutuhan hidup, baik hidup pribadi maupun hidup
berkeluarga/rumah tangga. Orang harus bekerja keras untuk memperoleh
penghasilan. Penghasilan yang di dapat itu kemudian dibelanjakan guna
memenuhi kebutuhan hidup baik berupa barang dan jasa. Besar jumlah yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tergantung dari berbagai hal (Gilarso,
1986:42):
2. Besarnya keluarga (jumlah anggota keluarga).
3. Tingkat biaya hidup.
4. Taraf pendidikan keluarga dan status sosial. Misalnya pola
kebutuhan seorang dokter berbeda dengan pola kebutuhan seorang
guru atau seorang tukang kayu. Dengan demikian jumlah dan pola
pengeluarannya akan berbeda pula.
5. Lingkungan sosial dan ekonomi keluarga itu (misal tinggal di desa,
di kota kecil, ataupun di kota besar seperti Jakarta).
Dengan penghasilan yang dihasilkan hendaknya orang tua
memperhatikan perkembangan anak khususnya pendidikan. Tingkat
penghasilan berpengaruh terhadap pemenuhan fasilitas pada si anak. Semakin
tinggi tingkat penghasilan orang tua, semakin banyak pula fasilitas yang akan
di dapat oleh si anak, misalnya orang tua bisa memberikan komputer, gadget
canggih serta bisa memasukkan anaknya di pendidikan non formal
(bimbingan belajar) agar mereka lebih dapat memahami materi yang diajarkan
di sekolah.
Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa
dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi,
anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam Santrock
(2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan dan
pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial, kurang stimulasi
rendah, serta orang tua yang kurang terlibat dalam kegiatan sekolah mereka,
lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih berbahaya
memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut dapat
memungkinkan mereka malas untuk belajar dan menimbulkan perilaku
menyimpang di sekolah, seperti menyontek.
F. Penelitian yang Relevan
1. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan perilaku Menyontek
Penelitian ini dilakukan oleh Alvianto, (2008) Universitas Sanata
Dharma. Penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas XI di SMA Negeri
1 Dukun Kecamatan Muntilan yang berjumlah 70 orang, menunjukkan
bahwa terdapat hubugan negatif yang signifikan antara variabel motivasi
berprestasi dengan perilaku menyontek (r=-0.577, signifikansi 0.000). Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi,
maka akan semakin rendah tingkat perilaku menyonteknya. Demikian pula
sebaliknya, semakin rendah tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi,
maka semakin tinggi tingkat perilaku menyonteknya.
2. Perbedaan Sikap antara Mahasiswa Laki-Laki dan Perempuan
Terhadap Perilaku Menyontek dalam Ujian di Universitas Sanata
Dharma.
Penelitian ini dilakukan oleh Meidiana (2005) Universitas Sanata
Dharma. Penelitian pada mahasiswa USD yang berjumlah 80 orang yang
ada perbedaan sikap antara mahasiswa laki-laki dan perempuan terhadap
perilaku menyontek. Perbandingan nilai mean pada mahasiswa laki-laki
sebesar 132.07 dan pada perempuan sebesar 110.90. Hal ini menunjukkan
bahwa sikap mahasiswa laki-laki lebih permisif daripada perempuan terhadap
perilaku menyontek dalam ujian di USD.
G. Kerangka Berpikir
1. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ditinjau dari Status Sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan
untuk proses belajar mengajar. Sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal yang terbagi menjadi dua macam yaitu sekolah negeri dan sekolah
swasta. Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah. Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh
non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggara sekolah swasta biasanya berupa
badan maupun yayasan pendidikan melalui suatu badan atau organisasi
tertentu, tanpa mendapat bantuan dari pemerintah.
Status sekolah yang baik adalah sekolah yang dianggap berpotensi
untuk memberikan masa depan yang baik bagi siswa. Ada dugaan bahwa
sekolah swasta memiliki intensitas menyontek yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sekolah negeri, hal ini disebabkan karena sekolah
negeri lebih memiliki kelebihan dalam hal fasilitas serta guru/pendidik.
Sekolah negeri memliki fasilitas yang lengkap. Sehingga akan lebih
pendidik sekolah negeri memiliki banyak guru dengan begitu akan lebih
mudah mengawasi siswa nya di sekolah. Sedangkan sekolah swasta hanya
memiliki sedikit guru, dengan begitu akan kesulitan dalam mengawasi
siswanya di sekolah, ditambah lagi guru-guru di sekolah swasta merupakan
guru honorer. Tidak seperti di negeri yang merupakan pegawai tetap. Selain
itu perbedaan peraturan yang ditetapkan antara sekolah negeri dan swasta
juga berbeda. Sekolah negeri cenderung lebih ketat dalam hal peraturan di
sekolah, sehingga siswa di sekolah negeri lebih disiplin dalam proses belajar
mengajar di sekolah dengan begitu siswa akan lebih tertib dan juga akan
berperilaku baik di sekolah.
Status sekolah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan sikap
siswa setelah lulus dari bangku sekolah menengah pertama. Dengan kata lain
baik-buruknya status sekolah dan iklim sekolah akan mempengaruhi
kebiasaan siswa menjadi baik juga. Sehingga peneliti menduga bahwa ada
perbedaan perilaku menyontek berdasarkan dan status sekolah.
2. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau dari Tingkat Penghasilan
Orang Tua
Semakin tinggi tingkat penghasilan orang tua akan dapat memenuhi
segala fasilitas yang diperlukan anak dalam belajar misalnya selain dapat
menempuh pendidikan formal, si anak juga dapat menempuh pendidikan
nonformal seperti mengikuti bimbel atau les privat. Hal tersebut membuat
diajarkan di sekolah sehingga anak tidak melakukan tindakan menyontek.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat penghasilan orang tua tidak dapat
memenuhi fasilitas yang diperlukan si anak dalam belajar sehingga membuat
anak dituntut untuk memikirkan kebutuhan lain yang akhirnya anak tidak
ada waktu untuk belajar, kelelahan dan cenderung melakukan tindakan
menyontek pada saat ujian.
Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa
dibandingkan dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi,
anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam
Santrock (2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan
dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial, kurang
stimulasi intelektual, lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih
berbahaya, memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut
dapat memungkinkan mereka malas untuk belajar dan dapat menimbulkan
perilaku penyimpangan di sekolah, seperti menyontek.
Teori-teori dan penjelasan yang didapat, sehingga peneliti menduga ada
perbedaan sikap terhadap perilaku menyontek berdasarkan tingkat
H. Paradigma Penelitian
Keterkaitan antara variabel-variabel penelitian dapat disusun dalam suatu
paradigma sebagai berikut:
I. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis 1
Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau
dari status sekolah.
Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari
status sekolah.
2. Hipotesis 2
Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau
dari tingkat penghasilan orang tua.
Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari
tingkat penghasilan orang tua.
Status Sekolah (X1)
Tingkat Penghasilan Orang Tua
(X2)
Perilaku Siswa Terhadap Menyontek
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Menurut Sangaji dan Shopian
(2010:35) studi kasus adalah penelitian yang melakukan penyelidikan secara
mendalam mengenai subjek tertentu untuk memberikan gambaran lengkap mengenai
subjek tertentu. Dalam penelitian ini siswa akan berperan sebagai responden.
Penelitian ini akan dilakukan di SMP dan hasil atau kesimpulan ini tidak bisa
direalisasikan pada SMP-SMP lainnya di Yogyakarta sebab penelitian studi kasus
merupakan jenis penelitian dengan karakteristik serta masalah yang mempunyai
kaitan antara latar belakang dan kondisi nyata saat ini dari subyek yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMP N 8 Yogyakarta, SMP N 2 Yogyakarta,
SMP Kalam Kudus Yogyakarta dan SMP Tumbuh Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi di SMP Negeri 8 Yogyakarta,
SMP Negeri 2 Yogyakarta, SMP Kalam Kudus Yogyakarta dan SMP Tumbuh
Yogyakarta.
2. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah perilaku
siswa/siswi terhadap menyontek.
Siswa yang dipilih oleh peneliti adalah siswa yang berada di kelas VIII,
karena peneliti berpendapat siswa yang berada dikelas VIII adalah siswa yang
berada pada masa usia anak-anak menuju remaja sehingga memiliki emosi yang
tidak stabil dan dapat mempengaruhi bagaimana mereka berperan. Menurut
Bichler (1972) dalam buku perkembangan peserta didik, remaja berusia 12-15
tahun cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya
sendiri yang disebabkan kurangnya percaya diri. Kurangnya kepercayaan diri
inilah yang menyebabkan remaja pada usia tersebut dapat melakukan hal-hal yang
negative, misalnya menyontek untuk memperoleh nilai yang tinggi.
Berdasarkan gambaran populasi yang diperoleh oleh peneliti, maka didapat
sampel penelitian. Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah
dan karateristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014:
sesuai dengan karateristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar
dari populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan. Oleh karena itu,
sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karateristik di bawah ini,
yaitu:
1. Latar belakang penghasilan orang tua siswa yang dibagi menjadi kurang
dari Rp 1.000.000,00, Rp 1.000.000,00 – Rp 3.000.000,00, lebih dari Rp 3.000.000,00 dan lainnya
2. Terdaftar sebagai siswa sekolah yang berstatus negri dan swasta.
Penelitian yang ideal mensyaratkan pengambilan sampel yang random untuk
mendapatkan sampel yang representative. Namun keterbatasan yang dimiliki
peneliti dalam hal tenaga, waktu, dan biaya menyebabkan peneliti memilih
menggunakan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Teknik ini
memilih sekelompok subjek yang berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat yang
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).
D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiono (2012: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sedangkan menurut Margono (2010: 118), populasi adalah seluruh data yang
populasi adalah keseluruhan dari subjek yang memiliki karakteristik untuk diteliti
dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang telah ditentukan.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
Oleh sebab itu dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah siswa/i
kelas VIII di SMP Negeri 8 Yogyakarta, SMP Negeri 2 Yogyakarta, SMP Kalam
Kudus Yogyakarta dan SMP Tumbuh Yogyakarta pada tahun ajaran 2015/2016.
Adapun jumlah populasi penelitian ini sebanyak 113 responden. Nama sekolah dan
jumlah siswa sebagai berikut :
Tabel 3.1
Nama Sekolah dan Jumlah siswa
No. Nama Sekolah Jumlah Siswa
1. SMP Negeri 8 Yogyakarta 29
2. SMP Negeri 2 Yogyakarta 30
3. SMP Kristen Kalam Kudus Yogyakarta 30
4. SMP Tumbuh Yogyakarta 24
Jumlah Siswa 113
Alasan Memilih hanya beberapa sekolah di daerah Kota Yogyakarta karena
adanya pertimbangan terhadap kesediaan waktu, tenaga, dan biaya penelitian
2. Sampel
Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014: 150),
sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi sesuai
dengan karakteristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar dari
populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan.
Dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan rumus Slovin (Umar,
2007: 78) adalah:
n= +NeN
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 2%.
3. Teknik Penarikan Sampel
Pada penelitian ini akan menggunakan teknik penarikan sampel jenis
Proportional Random Sampling yang merupakan pengembangan stratified random
sampling dengan rumus sebagai berikut:
� �
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
kuesioner. Menurut Sugiyono (2013:230) kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data di mana partisipan/responden mengisi pertanyaan atau pernyataan kemudian
setelah diisi dengan lengkap mengembalikan kepada peneliti. Dalam penelitian ini,
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Meidiana (2005) dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,9682. Instrumen yang
dikembangkan oleh Meidiana (2015) ini akan diuji kembali validitas dan
reliabilitasnya sehingga instrument yang dikembangkan benar-benar valid reliable.
Berikut ini adalah dimensi dan indikator peran menyontek:
Tabel 3.2
Operasional Variabel Perilaku Menyontek
No . Konteks atau Aspek Komponen Perilaku Item
Favorable Unfavorable
1. Bekerjasama
dengan orang
lain dalam
mengerjakan
ujian
Kognitif 1,2,3,35,48 9,21,28,39,50
Afektif 13,22,31,40,54 5,19,24,42,59
Perilaku 6,26,37,44,57 8,15,33,46,53
2. Menggunakan material yang
Kognitif 12,18,30,36,58 10,11,23,41,51
No
.
Konteks atau
Aspek
Komponen
Perilaku
Item
Favorable Unfavorable
tidak sah pada
saat ujian
Perilaku 20,27,34,47,52 7,16,38,49,55
Setiap butir pernyataan dalam 4 (empat) pilihan kategori, yaitu meliputi SS
(Sangat Setuju), S ( Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).
Keseluruhan item pernyataan yang dibuat dari item yang favorable dan item
unfavorable. Item favorable adalah item-item yang menyatakan peran positif atau
mendukung perilaku mencontek, sedangkan item yang unfavorable adalah item-item
yang menyatakan peran negatif atau tidak mendukung adanya perilaku mencontek.
Item-item disusun secara acak.
Empat pilihan alternatif dalam item memiliki nilai tersendiri, yaitu untuk
pernyataan favorable, respon SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2 dan
STS diberi nilai 1, sedangkan unfavorable, respon SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2,
F. Pengujian Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas Instrumen
Menurut Sugiyono (2013:203) instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi
product moment, sebagai berikut Sugiyono (2013:286):
= ∑ − (∑ (∑
√{ ∑ � − (∑ � }{ ∑ � − (∑
Keterangan:
r = koefisien korelasi antara variabel X dengan Variabel Y
Y= skor total dari seluruh item
X= skor total dari setiap item
N=jumlah responden
∑ =hasil kali X dan Y
Jika nilai koefisien r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal tersebut
dikatakan valid. Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka butir soal tersebut dapat
dikatakan tidak valid.
Nilai � � dapat di hitung dengan menggunakan sampel sebanyak 113
responden dengan taraf signifikansi 5%, dari responden sebanyak 113 siswa tersebut
Df= n-2
Keterangan:
Df = degree of freedom (derajat bebas)
n = jumlah responden
Perhitungan � � adalah sebagai berikut:
Df= 113-2 = 111
Tabel 3.3 Sebagian dari r table
Df= n-2
Taraf Signifikansi sebesar 0,05
(5%)
111 0,1867
Jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih besar dari
nilai � � =0,1867, maka item pertanyaan/pernyataan dapat dikatakan valid.
Sebaliknya, jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih kecil
� � =0,1867, maka item pertanyaan/pernyataan dikatakan tidak valid.
Pengujian validitas dilakukan secara serentak dengan jumlah responden
sebanyak 113 siswa. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 8 Yogyakarta, SMP Kristen
Kalam Kudus, SMP Tumbuh Yogyakarta dan SMP Negeri 2 Yogyakarta. Berikut ini
a. Variabel Perilaku Menyontek Siswa
Tabel 3.4
Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 1 .376 0,1867 Valid
Butir 2 .572 0,1867 Valid
Butir 3 .449 0,1867 Valid
Butir 4 .313 0,1867 Valid
Butir 5 .430 0,1867 Valid
Butir 6 .424 0,1867 Valid
Butir 7 .356 0,1867 Valid
Butir 8 .322 0,1867 Valid
Butir 9 .476 0,1867 Valid
Butir 10 .339 0,1867 Valid
Butir 11 .313 0,1867 Valid
Butir 12 -.162 0,1867 Tidak Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 14 .657 0,1867 Valid
Butir 15 .235 0,1867 Valid
Butir 16 .545 0,1867 Valid
Butir 17 .376 0,1867 Valid
Butir 18 .389 0,1867 Valid
Butir 19 .377 0,1867 Valid
Butir 20 .523 0,1867 Valid
Butir 21 .426 0,1867 Valid
Butir 22 -.480 0,1867 Tidak Valid
Butir 23 .400 0,1867 Valid
Butir 24 .357 0,1867 Valid
Butir 25 .593 0,1867 Valid
Butir 26 .568 0,1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 28 .522 0,1867 Valid
Butir 29 .209 0,1867 Valid
Butir 30 .285 0,1867 Valid
Butir 31 .571 0,1867 Valid
Butir 32 .651 0,1867 Valid
Butir 33 .681 0,1867 Valid
Butir 34 .680 0,1867 Valid
Butir 35 .568 0,1867 Valid
Butir 36 -.134 0,1867 Tidak Valid
Butir 37 .667 0,1867 Valid
Butir 38 .553 0,1867 Valid
Butir 39 .454 0,1867 Valid
Butir 40 .549 0,1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 42 .548 0,1867 Valid
Butir 43 .692 0,1867 Valid
Butir 44 .638 0,1867 Valid
Butir 45 .103 0,1867 Tidak Valid
Butir 46 .519 0,1867 Valid
Butir 47 .666 0,1867 Valid
Butir 48 .652 0,1867 Valid
Butir 49 .485 0,1867 Valid
Butir 50 -.547 0,1867 Tidak Valid
Butir 51 .227 0,1867 Valid
Butir 52 .717 0,1867 Valid
Butir 53 .439 0,1867 Valid
Butir 54 .334 0,1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 56 .103 0,1867 Tidak Valid
Butir 57 .679 0,1867 Valid
Butir 58 .567 0,1867 Valid
Butir 59 .307 0,1867 Valid
Butir 60 .703 0,1867 Valid
Tabel 3.4 menunjukan bahwa ada beberapa butir pertanyaan/pernyataan
tentang perilaku menyontek adalah tidak valid karena nilai corrected item-total
correlation ( � � = 0,1867). Butir yang tidak valid antara lain 12, 22, 36, 45, 50, dan
56 karena ada beberapa butir pertanyaan/ pernyataan yang tidak valid maka
dilakukan pengujian validitas ulang.
Tabel 3.5
Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 1 .389 0.1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 3 .454 0.1867 Valid
Butir 4 .313 0.1867 Valid
Butir 5 .441 0.1867 Valid
Butir 6 .448 0.1867 Valid
Butir 7 .348 0.1867 Valid
Butir 8 .322 0.1867 Valid
Butir 9 .480 0.1867 Valid
Butir 10 .374 0.1867 Valid
Butir 11 .346 0.1867 Valid
Butir 13 .458 0.1867 Valid
Butir 14 .666 0.1867 Valid
Butir 15 .237 0.1867 Valid
Butir 16 .560 0.1867 Valid
Butir 17 .371 0.1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 19 .383 0.1867 Valid
Butir 20 .516 0.1867 Valid
Butir 21 .465 0.1867 Valid
Butir 23 .426 0.1867 Valid
Butir 24 .355 0.1867 Valid
Butir 25 .582 0.1867 Valid
Butir 26 .573 0.1867 Valid
Butir 27 .666 0.1867 Valid
Butir 28 .525 0.1867 Valid
Butir 29 .188 0.1867 Valid
Butir 30 .281 0.1867 Valid
Butir 31 .567 0.1867 Valid
Butir 32 .655 0.1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 34 .684 0.1867 Valid
Butir 35 .573 0.1867 Valid
Butir 37 .674 0.1867 Valid
Butir 38 .559 0.1867 Valid
Butir 39 .453 0.1867 Valid
Butir 40 .552 0.1867 Valid
Butir 41 .366 0.1867 Valid
Butir 42 .552 0.1867 Valid
Butir 43 .683 0.1867 Valid
Butir 44 .654 0.1867 Valid
Butir 46 .502 0.1867 Valid
Butir 47 .679 0.1867 Valid
Butir 48 .653 0.1867 Valid
No Item r hitung r tabel Keterangan
Butir 51 .222 0.1867 Valid
Butir 52 .729 0.1867 Valid
Butir 53 .448 0.1867 Valid
Butir 54 .328 0.1867 Valid
Butir 55 .289 0.1867 Valid
Butir 57 .688 0.1867 Valid
Butir 58 .565 0.1867 Valid
Butir 59 .298 0.1867 Valid
Butir 60 .702 0.1867 Valid
Tabel 3.5 setelah menghapus butir pertanyaan/pernyataan yang tidak valid dan
melakukan penguji