• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap siswa terhadap perilaku mencontek ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat penghasilan orang tua : studi kasus pada siswa kelas VIII SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Kota Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sikap siswa terhadap perilaku mencontek ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat penghasilan orang tua : studi kasus pada siswa kelas VIII SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Kota Yogyakarta."

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek Yang Ditinjau Dari Jenis Kelamin dan Tingkat Penghasilan Orang Tua

Studi Kasus pada Siswa kelas VIII di SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Kota Yogyakarta

Siwi Dwi Pangestu Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sikap siswa kelas VIII terhadap perilaku mencontek yang ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat penghasilan orang tua. Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi kasus.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Yogyakarta pada bulan Februari 2016 –April 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII berjumlah 339. Sampel berjumlah 120 responden diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Whitney untuk variabel jenis kelamin dan Kruskal-Willis untuk variabel tingkat penghasilan orang tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) tidak ada perbedaan sikap siswa SMP terhadap perilaku mencontek yang ditinjau dari jenis kelamin (nilai Asymp.

Sig atau nilai probabilitas 0,313), (2) tidak ada perbedaan sikap siswa SMP

(2)

ix ABSTRACT

ATTITUDES OF STUDENTS TOWARDS CHEATING BEHAVIOR

PERCEIVED FROM GENDER AND LEVEL OF PARENT’S INCOME

A Case Study on the Eighth Grade Students of Ten State Junior High School and Maria Immaculata Junior High School in Yogyakarta

Siwi Dwi Pangestu Sanata Dharma University

2016

This study aims to determine whether there is difference in the attitude of the eighth grade students towards cheating behavior perceived from gender and income level of the parents. This study is a case study.

The research was conducted at Ten State Junior High School and Maria Immaculata Junior High School in Yogyakartafrom February 2016 to April 2016. The population in this study were 339 students. The samples were 120 respondents drawn by applying purposive sampling technique. Data were collected by questionnaires. Data analysis technique were Mann Whitney test for variables sex and Kruskal-Willis for variable income levels of parents.

(3)

i

SIKAP SISWA TERHADAP PERILAKU MENCONTEK

DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN TINGKAT

PENGHASILAN ORANG TUA

Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Kota Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Kekhususan Pendidikan Akuntansi

Oleh:

SIWI DWI PANGESTU

NIM : 121334004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

Dengan penuh kasih dan sukacita

kupersembahkan dengan sepenuh hati

karya sederhanaku ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus,

Kedua Orang Tuaku dan Kakakku Ismoyo Djati,

My Beloved Danang Kristiawan,

Sahabatku: Vena,Ella,Mitha,Natal,Siska,Gisel,Helen

Semua Teman-temanku,

Semua Keluargaku, dan

(7)

v

MOTTO

Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu,

dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu

(Amsal 3: 5-6)

Never think you are ugly

or fat or anything...

God created you the way

you are for a reason...

and God doesn’t

(8)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Juli 2016

Penulis

(9)

vii

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Univesitas Sanata Dharma:

Nama : Siwi Dwi Pangestu

Nomor Mahasiswa : 121334004

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

SIKAP SISWA TERHADAP PERILAKU MENCONTEK DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN TINGKAT PENGHASILAN ORANG TUA

Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Kota Yogyakarta.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal : 28 Juli 2016

Yang menyatakan

(10)

viii ABSTRAK

Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek Yang Ditinjau Dari Jenis Kelamin dan Tingkat Penghasilan Orang Tua

Studi Kasus pada Siswa kelas VIII di SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Kota Yogyakarta

Siwi Dwi Pangestu Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sikap siswa kelas VIII terhadap perilaku mencontek yang ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat penghasilan orang tua. Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi kasus.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Yogyakarta pada bulan Februari 2016 –April 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII berjumlah 339. Sampel berjumlah 120 responden diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Whitney untuk variabel jenis kelamin dan Kruskal-Willis untuk variabel tingkat penghasilan orang tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) tidak ada perbedaan sikap siswa SMP terhadap perilaku mencontek yang ditinjau dari jenis kelamin (nilai Asymp.

Sig atau nilai probabilitas 0,313), (2) tidak ada perbedaan sikap siswa SMP

(11)

ix ABSTRACT

ATTITUDES OF STUDENTS TOWARDS CHEATING BEHAVIOR

PERCEIVED FROM GENDER AND LEVEL OF PARENT’S INCOME

A Case Study on the Eighth Grade Students of Ten State Junior High School and Maria Immaculata Junior High School in Yogyakarta

Siwi Dwi Pangestu Sanata Dharma University

2016

This study aims to determine whether there is difference in the attitude of the eighth grade students towards cheating behavior perceived from gender and income level of the parents. This study is a case study.

The research was conducted at Ten State Junior High School and Maria Immaculata Junior High School in Yogyakartafrom February 2016 to April 2016. The population in this study were 339 students. The samples were 120 respondents drawn by applying purposive sampling technique. Data were collected by questionnaires. Data analysis technique were Mann Whitney test for variables sex and Kruskal-Willis for variable income levels of parents.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha

Pengasih dan Maha Murah atas berkat, rahmat, dan kasih-Nya yang telah

dilimpahkan sehingga dengan segala keterbatasan yang ada, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat oada waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini mengalami banyak tantangan dan hambatan yang

merupakan pelajaran yang berharga bagi penulis. Namun akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi yang berjudul Sikap Siswa SMP Terhadap

Perilaku Menyontek ditinjau dari Jenis Kelamin dan Pekerjaan Orang Tua ini,

penulis mendapat banyak bimbingan, saran, masukan dan dukungan dari berbagai

pihak. Maka pada kesempatan ini penulis dengan sepenuh hati menyampaikan

rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ign. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. Selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma

(13)

xi

3. Bapak Ign. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. Selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. Selaku dosen pembimbing

skripsi, yang dengan sabar dan tulus membimbing penulis menyusun

skripsi, memberikan saran, masukan, semangat, dorongan serta pelajran

hidup yang berharga.

5. Bapak Dr. S. Widanarto Prijowuntanto, S.Pd, M.Si. yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini.

6. Semua karyawan di sekretariat Pendidikan Akuntansi atas segala

keramahannya dalam membantu penulis selama kuliah di Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Bapak Petrus Supraptijan, Bapakku, yang telah berjuang dengan seluruh

tenaganya sehingga penulis bisa menempuh pendidikan hingga perguruan

tinggi serta selalu memberikan dukungan dan semangat selama kuliah.

8. Titin Sumarni, Ibukku, yang selalu dan tak pernah berhenti memberi doa,

saran, dukungan, semangat, kasih sayang selama menjalani perkuliahan ini

serta tak pernah jenuh mendengarkan keluh kesahku.

9. Kakakku, Mas Ismoyo Djati, S.E. yang selalu memberi dukungan, saran ,

dan masukan.

10. Mbah Kasiati, Lek Agus, Mba Khoir yang selalu mendukungku dengan

(14)

xii

11. Yang terkasih, Danang Kristiawan, yang selalu menemaniku serta selalu

memberikan semangat dan dukungan.

12. Mba Kembar, Mba Rury dan Mba Mbul yang selalu menemaniku dalam

mengerjakan skripsi ini serta memberikan dorongan dan semangat di saat

aku lelah dan galau.

13. Bude Mur yang selalu mengingatkanku untuk mengerjakan skripsi.

14. Teman-teman yang paling kusayang (Vena, Ella, Gisel, Helen, Markodil,

Natal, Mbokde, Mita) yang saling memberikan dukungan dan semangat.

15. Rekan-rekan dalam mengerjakan skripsi (Ocep, There, Mega, Tombol,

Mamik).

16. Teman-Teman PAK’12 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

17. Kepala Tata Usaha dan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Yogyakarta yang

telah bersedia membantu dalam proses pengisian kuesioner.

18. Ibu Novi dan Siswa Kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta yang

telah bersedia membantu dalam proses pengisian kuesioner.

19. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada

penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu berbagai saran, kritik, dan

masukan sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

(16)

xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter ... 10

B. Sikap... 11

C. Mencontek ... 15

D. Remaja... 19

E. Gender ... 28

F. Penghasilan Orang Tua ... 32

G. Kerangka Berpikir ... 34

H. Hipotesis... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 39

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 39

(17)

xv

F. Teknik Pengumpulan Data ... 47

G. Teknik Pengujian Instrumen Penelitian ... 51

H. Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 66

A. SMP Negeri 10 Yogyakarta ... 66

B. SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta... 74

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 81

A. Deskripsi Penelitian ... 81

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 85

C. Pengujian Hipotesis... 91

D. Pembahasan... 95

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran... 99

C. Keterbatasan ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi Karakter ... 10

Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 40

Tabel 3.2 Skor Skala Likert dalam Kuesioner ... 46

Tabel 3.3 Operasional Variabel Sikap Mencontek ... 48

Tabel 3.4 Rincian Item Favourable dan Unfavourable ... 50

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas ... 51

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Kedua ... 54

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Ketiga ... 56

Tabel 3.8 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 59

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian... 60

Tabel 3.10 Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II ... 61

Tabel 3.11 Rentang Skor Variabel Sikap Mencontek ... 62

Tabel 4.1 Jumlah Guru dan Pegawai SMP Negeri 10 Yogyakarta ... 71

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SMP Negeri 10 Yogyakarta ... 72

(19)

xvii

Tabel 4.4 Jumlah Guru dan Pegawai SMP Maria Immaculata Yogyakarta ... 80

Tabel 4.5 Jumlah Siswa SMP Maria Immaculata Yogyakarta ... 80

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah... 81

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah ... 82

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 83

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Tingkat Penghasilan Orang Tua ... 83

Tabel 5.5 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek ... 84

Tabel 5.6 Hasil Pengujian Normalitas Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki... 85

Tabel 5.7 Hasil Pengujian Normalitas Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki... 86

(20)

xviii

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Normalitas Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Mencontek Berdasarkan Tingkat Penghasilan Orang Tua

Rp 2.000.000–Rp 5.000.000 ... 88

Tabel 5.10 Hasil Pengujian Normalitas Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Mencontek Berdasarkan Tingkat Penghasilan Orang Tua

> Rp 5.000.000... 89

Tabel 5.11 Hasil Uji Homogenitas Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 90

Tabel 5.12 Hasil Uji Homogenitas Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek

Berdasarkan Tingkat Penghasilan Orang Tua... 90

Tabel 5.13 Hasil Uji Mann Whitney ... 93

(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ... 104

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian... 105

Lampiran 2 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 112

Lampiran 3 Uji Prasyarat Analisis ... 119

Lampiran 4 Uji Hipotesis ... 124

Lampiran 5 Data Induk Penelitian ... 127

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia.

Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk

selalu berkembang dalam dunia pendidikan. Pemerintah Indonesia juga

mencanangkan tentang pendidikan yaitu yang disebut dengan Pendidikan

Nasional. Pendidikan Nasional sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan

Negara (GBHN) 1993, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia

Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh,

cerdas, kreatif. Terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,

bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani (Sekretariat

Republik Indonesia, 1993).

Tetapi tujuan yang sangat baik itu nampaknya sukit tercapai apabila

pelajar dan mahasiswa di Indonesia sering berbuat curang, tidak jujur serta

asal-asalan pada saat ujian, yaitu dengan mencontek. Perilaku menyontek

merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar dan mahasiswa untuk

mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya pelajar/mahasiswa

menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang tua, guru, dan

teman-temannya; tidak siap dalam ulangan/ujian; tidak percaya diri; kesulitan

(24)

antar teman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan maka dapat dipastikan

pendidikan di Indonesia akan mengalami kemunduran.

Perilaku menyontek menjadi fenomena yang perlu diperhatikan

dalam dunia pendidikan. Kebanyakan siswa di SD, SMP, SMA/K maupun

mahasiswa di perguruan tinggi pernah menyontek. Menyontek dapat

dilakukan dengan berbagai cara seperti menulis di atas meja, menulis di

kertas/tissue, menulis di anggota tubuh, bertanya kepada teman, searching

menggunakan ponsel, melihat dan menyalin jawaban teman, menyontek

dengan buku yang diletakkan di laci atau di WC, dan lain-lain.

Dunia pendidikan perlu mengikis perilaku menyontek ini. Perilaku

menyontek merupakan bagian dari ketidakjujuran. Ketika dunia pendidikan

membiarkan ketidakjujuran ini berlanjut, maka akan memberikan dampak

pada pembangunan karakter manusia Indonesia. Pencurian, korupsi,

penipuan, dan plagiarisme yang marak terjadi merupakan contoh dari

kegagalan dunia pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.

Keberhasilan setiap siswa dalam dunia pendidikan dapat dipengaruhi

oleh berbagai faktor intern seperti motivasi, cara belajar, kelengkapan

sarana dan prasarana pendidikan serta faktor ekstern seperti lingkungan

sekolah, lingkungan keluarga (orang tua) maupun lingkungan masyarakat.

Di dalam lingkungan keluarga, banyak faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan, salah satunya yaitu latar

(25)

pendapatan yang pada akhirnya akan menentukan berbagai kebutuhan

pendidikan siswa.

Seorang siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang

pekerjaan yang berpenghasilan tinggi, semua kebutuhan dapat dipenuhi,

seperti misalnya sekolah di pendidikan formal, selain itu orang tua juga

mampu memasukkan anaknya di pendidikan non formal (bimbingan belajar)

agar mereka lebih dapat memahami materi yang diajarkan di sekolah.

Begitupun sebaliknya, siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang

pekerjaan yang berpenghasilan rendah, fasilitas tidak dapat terpenuhi

sehingga dituntut untuk memikirkan kebutuhan lain sehingga anak tidak ada

waktu untuk belajar.

Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa

dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi,

anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam

Santrock (2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan

dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial; kurang

stimulasi intelektual; lebih banyak menonton TV, fasilitas sekolah dan

perawatan anak rendah, serta orang tua yang kurang terlibat dalam kegiatan

sekolah mereka, lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih

berbahaya, memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut

dapat memungkinan mereka malas untuk belajar dan dapat menimbulkan

(26)

Fakta tentang perilaku ketidakjujuran di dunia pendidikan biasanya

banyak terjadi saat menjelang ujian. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian

dari Hartanto dalam Kharisma (2014: 21) menunjukkan bahwa intensitas

perilaku menyontek di SMP Swasta di daerah Pondok Cabe Jakarta, berada

pada posisi sedang (53,3%), rendah (33,3%), dan tinggi (13,3%). Bentuk

perilaku menyontek yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain

melihat, menyalin, dan meminta jawaban dari teman-temannya.

Selain itu, ada fakta lain mengenai perilaku menyontek di kota

Yogyakarta. Kota yang dikenal dengan sebutan “Kota Pelajar” ini

dinobatkan sebagai daerah yang memiliki nilai Indeks Integritas Ujian

Nasional (IIUN) tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 (Harian Republika,

2015 tanggal 19 Mei). Berdasarkan data laporan hasil UN dan IIUN per

kabupaten/kota yang masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemendikbud), kota Yogyakarta meraih nilai tertinggi, yakni sekitar 82,37

dengan rata-rata nasional 63,28.

Tetapi di sisi lain, seorang siswa Sekolah Menengah Umum (SMU)

favorit di Surabaya melakukan penelitian terhadap 98 teman sekolahnya

menemukan bahwa 80 % dari sampel penelitiannya itu pernah mencontek.

80 % tersebut, 52 % tergolong sering mencontek dan 28 % jarang

(Widiawan, 1997). Menurut Info Aktual Muda (24 Juli 1999),

pelajar-pelajar dari SD (Sekolah Dasar), SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama)

dan SMU (Sekolah Menengah Umum) bahkan mahasiswa banyak yang

(27)

bahkan mahasiswa S-2 yang sudah dianggap lebih dewasa pun ada yang

melakukan tindakan kecurangan ini. Hal tersebut menjadi suatu yang

biasa-biasa saja karena seringnya orang melihat kecurangan-kecurangan seperti

itu. (Majalah Pelajar Kuntum, Maret 1998). Tindakan mencontek bukan lagi

menjadi hal yang memalukan, asalkan tidak diketahui guru atau dosen, tidak

menjadi masalah yang penting nilai bagus. Halal atau tidaknya cara itu

tampaknya tidak terlalu dipermasalahkan, yang penting nilai baik dan bagus

tanpa harus belajar dengan keras.

Di samping itu, perilaku menyontek juga disebutkan dalam website

komunitas air mata guru (www.komunitasairmataguru.blogspot.co.id).

Dalam website tersebut disebutkan banyak kecurangan-kecurangan dalam

UN baik yang dilakukan oleh siswa dan guru. Selain itu, hasil penelitian

longitudinal Anderman dalam Mubiar (2011: 4) menunjukkan bahwa

menyontek sering dilakukan siswa SMP dikarenakan adanya perubahan

keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan karena

siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah,

struktur kelas, dan lingkungan sekolah yang kompetitif.

Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jenjang pendidikan

yang dilalui oleh peserta didik. Pada jenjang ini, peserta didik dihadapkan

pada perkembangan mental dan moral. Menurut Anderman dalam Mubiar

(2011 : 4), pada usia 12-15 tahun yang umumnya individu duduk di bangku

(28)

sekolah dasar serta banyak hal baru yang menuntut individu untuk

menyesuaikan diri, terutama pada siswa kelas VII.

Perubahan keadaan lingkungan belajar mengakibatkan siswa

melakukan tindakan mencontek. Mereka menganggap tindakan itu sebagai

bentuk solidaritas antar teman. Menyontek biasanya dilakukan pada

pelajaran matematika dan ilmu alam atau ilmu pasti, dibandingkan dengan

pelajaran lainnya. Menyontek biasanya terjadi pada waktu ulangan atau

ujian.

Setiap orang memiliki sikap maupun perilaku yang berbeda-beda

terhadap suatu objek atau stimulus begitu pun sikap siswa SMP yang

berbeda-beda terhadap perilaku mencontek. Gunarsa (1991) mengatakan

bahwa terdapat perbedaan pada laki-laki dan perempuan, yaitu jika

perempuan lebih mengandalkan aspek-aspek emosional, perasaan dan

suasana hati sedangkan untuk laki-laki lebih terlihat agresif, lebih aktif dan

tidak sabaran dalam menyelesaikan masalah. Tetapi di sisi lain, secara

psikologis dan fisiologis ternyata laki-laki dan perempuan mempunyai

perkembangan yang berbeda. Seorang perempuan lebih mempunyai sifat

keibuan yang lemah lembut, berperasaan dan lebih feminin. Sedangkan

laki-laki mempunyai sifat yang maskulin, kasar, lebih perkasa dan lebih

pemberani dibandingkan dengan perempuan.

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena

laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan.

(29)

cita-citanya daripada perempuan. Sifat perempuan berbeda dengan laki-laki.

Kepribadian seorang pria menunjukkan adanya pembagian dan pembatasan

yang jelas antara pikiran, rasio, dan emosionalitas. Jalan pikirannya tidak

dikuasai oleh emosi, perasaan ataupun suasana hati. Perhatiannya lebih

banyak tertuju pada pekerjaan dengan kecenderungan mementingkan

keseluruhannya dan kurang memperhatikan hal-hal yang kecil (Gunarsa &

Gunarsa, 1991). Dalam beraktivitas pun seorang pria lebih agresif, lebih

aktif dan tidak sabar karena itu sifat pria lebih cenderung tidak mau

menunggu, kurang tekun dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan

hidup dan cepat putus asa.

Banyaknya pendapat dan pernyataan parah tokoh serta fenomena di

atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui secara nyata, jelas, dan

secara dekat tentang kenyataan sebenarnya mengenai sikap siswa SMP

terhadap perilaku mencontek. Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitan dengan judul: Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Mencontek Yang Ditinjau Dari Jenis Kelamin dan Tingkat Penghasilan

Orang Tua. Studi Kasus pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 10 dan SMP

Maria Immaculata Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan sikap siswa/siswi terhadap perilaku

(30)

2. Apakah ada perbedaan sikap siswa/siswi terhadap perilaku

mencontek yang ditinjau dari tingkat penghasilan orang tua?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu:

1. untuk mengetahui tentang perbedaan sikap siswa/siswi terhadap

perilaku mencotek yang ditinjau dari jenis kelamin.

2. untuk mengetahui tentang perbedaan sikap siswa/siswi terhadap

perilaku mencotek yang ditinjau dari tingkat penghasilan orang tua.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, dan

sekolah dan perguruan tinggi.

1. Guru

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru dalam mengetahui dan

mencegah perilaku menyontek siswa-siswa SMP. Sehingga, hasil

ujian/ulangan yang dihasilkan benar-benar merupakan hasil belajar

siswa dan mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya.

Dengan demikian, pengambilan keputusan terkait dengan nilai yang

dihasilkan siswa tidak bias.

2. Siswa

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa. Siswa lebih

menyadari tentang kemampuan yang dimiliki dan dapat

(31)

3. Sekolah dan Perguruan Tinggi

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah dan perguruan

tinggi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter khususnya

kejujuran dalam belajar. Implementasi pendidikan karakter dapat

dimulai dari hal-hal yang sederhana, salah satunya adalah mendidik

(32)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan

karakter. Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana

untuk menciptakan seseorang yang dapat berguna di masa yang akan

datang, sedangkan karakter adalah suatu atribut yang membentuk dan

membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan komplesitas, mental satu orang

dengan orang lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dan

mampu menciptakan ciri pribadi yang berbeda antara orang satu dan

lainnya. Pendidikan karakter memiliki makna yang sama dengan pendidikan

moral dan pendidikan akhlak, yang mana tujuannya adalah untuk

membentuk karakter pribadi anak supaya menjadi manusia dan warga

negara yang baik.

Secara universal, berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup

bersama berdasarkan beberapa pilar yaitu: kedamaian, menghargai,

kerjasama, kebebasan, kebahagian, kejujuran, kerendahan hati, kasih

sayang, tanggung jawab, kesederhahaan, toleransi, dan persatuan (Samani,

2013 : 43). Nilai-nilai karakter tersebut dijabarkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter dan Deskripsi Karakter No. Nilai Karakter Deskripsi

(33)

gangguan, serta suka akan ketenangan.

2 Menghargai Menghargai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Bersikap beradab, sopan, tidak melecehkan, tidak menghina orang lain, dan tidak menilai orang lain sebelum mengenalnya dengan baik.

3 Kerjasama Saling membantu untuk mencapai sebuah tujuan.

4 Kebebasan Tidak adanya paksaan/tekanan yang sengaja mendesak seseorang untuk bertidak melawan kehendak diri sendiri.

5 Kebahagian Suatu keadaan di mana hadir kesenangan, ketentraman, dan kepuasan terhadapa apa-apa yang telah dicapai.

6 Kejujuran Menjunjung tinggi kebenaran, ikhlas dan lurus hari, tidak suka berbohong, mencuri dan memfitnah, tidak pernah bermaksud menjerumuskan orang lain.

7 Kerendahan Hati Mengakui adanya peranan dan jasa orang lain dan tidak pernah menonjolkan diri.

8 Kasih sayang Memiliki dan menunjukkan perasaan penuh kasih sayang, mencintai, dan bersikap penuh kelembutan

9 Tanggung Jawab Melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri, dan berdisplin diri.

10 Kesederhanaan Suatu keadaan tentang bagaimana berlaku sederhana, tidak pamer, bermewah-mewah, tidak berpikiran melit, dan rumit.

11 Toleransi Menerima secara terbuka orang lain yang tingkat kematangan dan latar belakang yang berbeda.

12 Persatuan Menjalin rasa kebersamaan dan saling melengkapi satu sama lain, serta menjalin rasa kemanusiaan dan saling toleransi.

B. Sikap

1. Pengertian Sikap

Pengertian sikap didefinisikan berbeda-beda oleh para ahli.

(34)

terhadap hal-hal yang ditemuinya seperti benda, orang ataupun fenomena.

Sikap membutuhkan stimulus untuk menghasilkan respon. Sikap

merupakan perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun

perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada suatu objek. Istilah sikap

atau attitude pada awalnya digunakan untuk menunjukkan status mental

individu. Sikap dapat menuntun perilaku individu sehigga individu akan

bertindak sesuai dengan sikap yang diekspresikan. Kesadaran individu

untuk menentukan tingkah laku nyata dan perilaku yang mungkin terjadi

itulah yang dimaksud dengan sikap.

Kurinasih (2014, 65) mendefinisikan sikap sebagai sebuah

ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh

seseorang. Selanjutnya Kurinasih menjelaskan bahwa sikap dapat

dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.

Ahmadi dalam Sukarmin (2009), menyatakan bahwa sikap merupakan

kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negative terhadap objek atau

situasi secara konsisten. Winkel (1999) memiliki pendapat yang berbeda

dengan pendapat-pendapat sebelumnya. Winkel (1999) berpendapat

bahwa sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali

dalam mengambil tindakan, lebih-lebih jika terbuka berbagai

kemungkinan untuk bertindak.

Dari pengertian-pengertian sikap di atas, dapat disimpulkan

bahwa sikap merupakan nilai yang dimiliki seseorang dalam merespon

(35)

2. Komponen Sikap

Azwar (2005) menggolongkan komponen-komponen sikap ke

dalam tiga komponen yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif yakni kepercayaan seseorang mengenai

apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan yang dibentuk menjadi

dasar pengetahuan seseorang terhadap objek yang diharapkan.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif

sesorang terhadap suatu objek sikap. Reaksi emosional dari komponen

afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan yang dipercayai bagi

objek tertentu.

c. Komponen Konatif

Komponen konatif menunjukkan perilaku yang ada dalam diri

seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

3. Faktor pembentuk sikap

Faktor-faktor pembentuk sikap individu menurut Azwar (2005)

yaitu:

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi meninggalkan kesan yang kuat dan dapat

(36)

apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan

faktor emosional.

b. Kebudayaan

Kebudayaan menanamkan pengaruh sikap terhadap berbagai

masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,

karena kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu yang

menjadi anggota kelompok masyarakat.

c. Orang Lain yang Dianggap Penting

Pada umumnya individu cenderung memiliki sikap konformis

atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.

Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang dianggap penting.

d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam penyampaian

informasi, media massa memberikan pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan sugesti tersebut

apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai suatu hal

sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Pemahaman baik dan buruk, sesuatu yang boleh dan tidak

(37)

moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan, maka

konsep tersebut ikut berperan dalam menetukan sikap individu

terhadap suatu hal.

f. Emosional

Suatu bentuk sikap pernyataan yang didasari oleh emosi

berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

C. Menyontek

1. Pengertian Menyontek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008),

menyontek berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, mencontoh,

menggocoh yang artinya mengutip tulisan, dan lain sebagainya

sebagaimana aslinya, menjiplak. Sedangkan Anderman dan Murdock

dalam Purnamasari (2013) menyatakan bahwa perilaku kecurangan

akademik merupakan penggunaan segala kelengkapan dari materi ataupun

bantuan yang tidak diperbolehkan digunakan dalam tugas-tugas akademik

dan atau aktivitas yang mengganggu proses asesmen.

Bower dalam Purnamasari, (2013) mendefinisikan cheating adalah

perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang

sah dan terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademik untuk

menghindari kegagalan akademik. Sedangkan menurut Pincus &

(38)

tindakan curang yang sengaja dilakukan ketika seseorang mencari dan

membutuhkan adanya pengakuan atas hasil belajarnya dari orang lain

meskipun dengan cara yang tidak sah seperti memalsukan informasi

terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

menyontek adalah kegiatan, tindakan atau perbuatan yang dilakukan

secara sengaja dengan menggunakan cara-cara yang tidak jujur atau

curang untuk memalsukan hasil belajar dengan menggunakan bantuan atau

memanfaatkan informasi dari luar secara tidak sah pada saat dilaksanakan

tes atau evaluasi akademik untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Faktor-faktor penyebab menyontek

Salah satu alasan yang mendorong individu untuk menyontek

adalah untuk memuaskan harapan orang tua. Santrock (2003) mengatakan

bahwa tidak jarang orang tua dalam mengasuh atau mendidik

anak-anaknya dipengaruhi oleh keinginan atau ambisi dari orang tua tanpa

melihat kemampuan anaknya. Orang tua bermaksud ingin memberikan

yang terbaik bagi anak-anaknya, namun keinginan tersebut tidak

memperhatikan kemampuan anak.

Sikap orang tua yang mengharapkan terlalu berlebihan pada anak

akan menghambat anak untuk menunjukkan prestasi sesuai dengan potensi

yang dimiliki. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) biasanya anak

(39)

menuntut dapat menyebabkan anak merasa takut kehilangan kasih sayang

dari orang tuanya. Hal ini menimbulkan rasa rendah diri, gangguan

tingkah laku, berkurangnya motivasi untuk belajar serta ketegangan atau

kecemasan dalam diri anak.

Agustin (2014) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan

siswa menyontek pada saat ujian. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa

angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif.

b. Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan

dalam kehidupan siswa.

c. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan

dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.

d. Anak remaja sering menyontek daripada anak SD, karena masa remaja

bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di

kalangan teman-teman sekelasnya.

e. Kurang mengerti arti dari pendidikan.

Disadari atau tidak, siswa yang menyontek pada saat ujian disebabkan oleh

satu atau lebih faktor-faktor di atas.

Perilaku menyontek ini akan mengakibatkan perilaku atau watak

tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau

membaca buku pelajaran tetapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk

bahan menyontek, menghalalkan segala macam cara, dan akhirnya

(40)

demikian tampak bahwa perilaku menyontek secara tidak langsung

membelajarkan pada siswa untuk menjadi seorang koruptor.

3. Bentuk-Bentuk Menyontek

Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hetherington and

Feldman dalam Veronikha (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Social Active

1) Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung

2) Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang

berlangsung

b. Individualistic-Opportunistic

1) Menggunakan HP atau alat elektronik lain yang dilarang ketika

ujian sedang berlangsung.

2) Mempersiapkan catatan yang digunakan pada saat ujian akan

berlangsung.

3) Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman lain

pada saat tes.

c. Individual Planned

1) Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas.

2) Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung.

3) Memanfaatkan kelengahan/kelemahan guru ketika menyontek.

(41)

1) Mengijinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian sedang

berlangsung.

2) Membiarkan orang lain menyalin pekerjaannya.

3) Memberi jawaban tes kepada teman pada saat ujian sedang

berlangsung.

D. Remaja

1. Pengertian Remaja

Siswa dalam penelitian ini memiliki batasan istilah, yaitu lebih

dikhususkan pada remaja awal yang kurang lebih berlangsung di masa

sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan

pubertal terbesar terjadi di masa ini. Masa remaja ini didefinisikan

sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan

masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif,

dan sosial-emosional. Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri

memasuki masa dewasa (Santrock, 2007:20).

Remaja atau adolescence berasal dari kata kerja latin “adolescere”

yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Piaget menyatakan bahwa istilah

adolescence ini mempunyai arti luas mencakup kematangan mental,

emosional, dan sosial (Hurlock, 1990). Menurut Melly (1984) Remaja

adalah merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, di

mana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lahi, tetapi juga

belum dapat disebut orang dewasa. Taraf perkembangan ini pada

(42)

kanak-kanak menuju arah kedewasaan. Selain itu, WHO (dalam Sarwono,

2001) mendefinisikan tentang remaja sebagai berikut:

a. Individu yang berkembang dari pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mengalami kematangan secara

seksual.

b. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola

identifikasi dari kanak-kanak manjadi dewasa.

c. Terjadinya peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Banyak ahli memberikan batasan tentang usia remaja. Sarwono

(2001) mengungkapkan bahwa batasan usia remaja di Indonesia adalah

antara 11 sampai 24 tahun dan belum menikah. Selain itu, Monks, dkk

(2004) membagi usia remaja ini dalam tiga bagian yaitu: masa remaja

awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa

remaja akhir (18-21 tahun). Dalam hal ini penulis lebih mengarahkan

kepada subjek masa remaja awal. Berbeda dengan pendapat Santrock

(2007), usia remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir

pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun.

Anna Freud menggambarkan masa adolecencia sebagai suatu

proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan

dengan perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan dengan

orang tua dan cita-cita mereka. Neidhart juga melihat masa adolecencia

(43)

dalam keluarga menuju ke kehidupan dengen kedudukan yang ”mandiri”

(Gunarsa, 2003).

Berdasarkan beberapa pendapat para tokoh di atas, dapat

disimpulkan bahwa remaja merupakan proses perkembangan atau masa

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa untuk menuju

kehidupan yang lebih mandiri yang mencakup kematangan mental,

emosional, sosial, kematangan psikologis dan terjadi

perubahan-perubahan organ seksual.

2. Tahap-tahap Perkembangan Masa Remaja

Perubahan organ-organ reproduksi yang semakin matang pada

remaja akan menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja yang

main kuat dalam dirinya (Dariyi, 2004). Remaja memasuki usia subur

dan produktif. Artinya, secara fisiologis, mereka telah mencapai

kematangan organ-organ reproduksi. Kematangan organ reproduksi

tersebut mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial baik

dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Mereka berupaya

mengembangkan diri melalui pergaulan, dengan membentuk teman

sebayanya. Selain itu, remaja harus belajar pola-pola tingkah laku sosial

yang dilakukan orang dewasa dalam lingkungan kebudayaan pada

masyarakat di mana mereka hidup (Meidina, 200)

Bloos (Sarwono, 2001) mengatakan bahwa terdapat tiga tahap

perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri menuju

(44)

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Tahap ini remaja merasa heran dengan perubahan-perubahan pada

tubuhnya beserta munculnya dorongan-dorongan yang menyertai

perubahan tersebut. Mereka seperti terangsang dengan lawan jenis dan

mudah terangsang secara erotis.

Keadaan perasaaan emosinya juga sangat peka sehingga tidak

stabil. Remaja awal dilanda pergolakan, sehingga selalu mengalami

perubahan dalam perbuatannya. Remaja awal cenderung mempunyai

kepekaan berlebihan sehingga sulit dimengerti dan juga sulit mengerti

orang yang lebih dewasa.

b. Remaja Madya (15-18 tahun)

Remaja madya sangat membutuhkan kawan-kawan. Mereka

mempunyai kecenderungan mencintai diri sendiri dan menyukai

teman yang mempunyai sifat yang sama dengan dirinya.

c. Remaja akhir (18-24 tahun)

Tahap ini adalah masa menuju periode dewasa yang ditandai

pencapaian 5 hal, yaitu:

1) Minatnya yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan

pengalaman-pengalaman baru.

(45)

4) Egosentrisnya (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

diganti dengan keseimbangan antara kepentingan sendiri dengan

kepentingan orang lain.

5) Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadi dari masyarakat

umum.

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Robert dalam bukunya Human Development and Education

(Melly, 1984) menyebutkan adanya sepuluh tugas perkembangan remaja,

yaitu:

a. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman

sebanyanya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis

kelamin lain.

Artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita dan

laki-laki sebagai pria, menjadi manusia dewasa di antara orang-orang

dewasa. Mereka dapat berkerjasama dengan orang lain dengan

tujuan-tujuan bersama, dapat menahan dan mengendalikan perasaan-perasaan

pribadi dan belajar memimpin orang lain dengan atau tanpa dominasi.

b. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin

masing, artinya mempelajari dan menerima peranan

masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan/ norma-norma masyarakat.

c. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya

(46)

d. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa

lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang

tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungannya terhadap

orang tua atau orang lain.

e. Mencapai kebebasan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup

berdasarkan usaha sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki.

Akan tetapi dewasa ini bagi kaum wanitapun tugas ini

berangsur-angsur menjadi tambah penting.

f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. Artinya

belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakatnya dan

mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

g. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah

tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan

keluarga dan memiliki anak. Bagi wanita ini harus dilengkapi dengan

pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengurus rumah tangga

(home management) dan mendidik anak.

h. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang

diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Maksudnya ialah,

bahwa untuk menjadi warga negara yang baik perlu memiliki

pengetahuan tentang hukum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi,

tentang hakikat manusia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.

i. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung

(47)

orang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati serta mentaati

nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional

maupun nasional.

j. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam

tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidupnya. Norma-norma tersebut

secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam menetapkan

kedudukan manusia dalam hubungannya dengan sang pencipta, alam

semesta dan dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain;

membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara

nilai-nilai pribadi dengan yang lain.

Kesuksesan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan pada

suatu masa kehidupan tertentu akan mendatangkan keadaan di mana

seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik. Keberhasilan dalam

melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang akan membuat seseorang

dapat melaksanakan tugas-tugas selanjutnya. Sebaliknya kegagalan

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan dalam masa

kehidupan tertentu dapat menyulitkan pelaksanaan tugas-tugas

perkembangan dalam masa kehidupan selanjutnya.

Mohammad Ali, dkk (2005: 12) mengatakan tugas-tugas

perkembangan remaja yang amat penting adalah mampu menerima

keadaan dirinya, memahami peran seks/jenis kelamin, mengembangkan

kemandirian, mengembangkan tanggung jawab pribadi dan sosial,

(48)

Selain itu tugas yang lain adalah belajar untuk memperoleh kemampuan

bersosialiasi, mengerti peranan sosial, tingkah laku secara sosial, serta

norma-norma sebagai pedoman hidup. Hal tersebut sangat berguna untuk

melakukan penyesuaian dengan kehidupan sehari-hari. Membentuk

hubungan sosial dengan teman sebayanya secara umum lebih cenderung

di mana individu banyak beraktivitas.

Tugas perkembangan tersebut harus mereka jalani dengan baik,

karena apabila tidak dijalani dan gagal maka dapat mempegaruhi

kehidupan sosialnya selanjutnya. Selain itu jika tidak dijalani dengan

baik, tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan antisosial maupun

asusila karena tugas-tugas perkembangan tersebut kurang berkembang

dengan baik, sebagai contoh jika siswa tidak memiliki pengetahuan dan

perkembangan norma yang baik serta rasa sosial dengan lingkungan tidak

baik maka ia cenderung melakukan tindakan mencontek.

4. Remaja Laki-laki dan Perempuan

Sang Pencipta menciptakan perbedaan antara laki-laki dan

perempuan sesungguhnya memiliki tujuan yang jelas. Semua yang

diciptakan-Nya baik adanya. Kehidupan manusia dan maknanya dapat

mencapai hasil yang baik, maka perbedaan antara pribadi, perbedaan

jenis kelamin laki-laki dan perempuan perlu dijajaki. Dalam hal ini,

pengetahuan mengenai perbedaan jenis kelamin ini dapat membawa

manusia menuju saling penyesuaian dan saling penyempurnaan,

(49)

pengetahuan dalam menjajaki proses penyesuaian dan penyempurnaan

untuk menjadi manusia yang baik.

Pemahaman tentang kepribadian manusia yang berdasarkan jenis

kelaminnya dan mempengaruhi perilaku dan nilai yang dikembangkan

oleh individu merupakan peran identitas jenis kelamin. Perkembangan

tersebut yang terjadi pada diri seseorang tidak bisa lepas dari unsur

biologis dan psikologis.

Kartono (1997:317) menyebutkan bahwa manusia diciptakan

menjadi dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Ahli gender yang

memiliki orientasi lingkungan yang kuat mengakui bahwa anak

perempuan dan anak laki-laki diperlakukan secara berbeda karena

perbedaan fisik mereka dan peran mereka yang berbeda dalam reproduksi

(Santrock, 2014:184). Lingkungan keluarga, terutama pola asuh kedua

orang tua memegang peran penting dalam menyikapi perbedaan ini.

Dengan pola asuh yang baik dan benar, seorang anak laki-laki dan

perempuan akan berperilaku sesuai dengan peran mereka masing-masing.

Secara pesikologis dan fisiologis ternyata laki-laki dan perempuan

mempunyai perkembangan yang berbeda. Seorang perempuan lebih

mempunyai sifat keibuan yang lemah lembut, berperasaan dan lebih

feminim. Sedangkan laki-laki mempunyai sifat yang maskulin, kasar, dan

lebih perkasa.

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena

(50)

perempuan. Oleh karena itu laki-laki cenderung lebih agresif dalam

menggapai cita-citanya daripada perempuan. Sifat perempuan berbeda

dengan laki-laki. Kepribadian seorang pria menunjukkan adanya

pembagian dan pembatasan yang jelas antara pikiran, rasio, dan

emosionalitas. Jalan pikirannya tidak dikuasai oleh emosi, perasaan

ataupun suasana hati. Perhatiannya lebih banyak tertuju pada pekerjaan

dengan kecenderungan mementingkan keseluruhannya dan kurang

memperhatikan hal-hal yang kecil (Gunarsa & Gunarsa, 1991). Dalam

beraktivitas pun seorang pria lebih agresif, lebih aktif dan tidak sabar

karena itu sifat pria lebih cenderung tidak mau menunggu, kurang tekun

dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan hidup dan cepat putus asa.

E. Gender

Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin

(John M. Echols dan Hassan Sadhily, 1983:256). Seacar umum, pengertian

gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan

apabila dilihat daru nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies

Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep cultural,

berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan

karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang

dalam masyarakat. Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegaskan bahwa

istilah gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini:

gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, gender sebagai

(51)

gender sebagai suatu persoalan social budaya, gender sebagai sebuah

konsep untuk analisis, gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang

kenyataan. (http://aagsyugimbal.blogspot.co.id/2011/02/teori-gender.html)

Menurut Sarlito (2005:86) peran yang dimiliki oleh gender pada

hakikatnya adalah bagian dari peran social pula. Sama halnya dengan anak

yang harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap orang tua atau

sebagi murid terhadap guru. Dengan begitu, ia harus mempelajari perannya

sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya.

Berbeda dengan anggapan awam, peran gender tidak hanya ditentukan oleh

jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh lingkungan dan

factor-faktor lainnya. Tidak otomatis seorang anak laki-laki harus bermain

mobil-mobilan dan robot-robotan, sedangkan anak perempuan bermain

boneka dan rumah-rumahan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak anak

laki-laki tertarik pada boneka-boneka dan anak perempuan pada

robot-robotan. Mereka akhirnya tetap menjadi orang dewasa pria atau wanita yang

normal.

Dewasa ini, kontroversi gender masih dalam perbincangan masyarakat. Ketidakadilan dan diskriminasi gender menyebabkan berbagai

pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki secara

langsung berupa perlakuan dan sikap, maupun tidak langsung berupa

dampak suatu perundang-undangan dan kebijakan menimbulkan berbagai

ketidak-adialan yang telah berakar dalam sejarah dan budaya serta dalam

(52)

Hyde (1986, 2005) dalam buku Santrock (2007: 233) berkesimpulan bahwa

perbedaan gender tersebut terlalu dibesar-besarkan, khususnya sangat

dipengaruhi oleh buku-buku popular seperti buku John Gray (1982) dan

Deborah Tannen (1990), ia berpendapat bahwa hasil penelitian

memperlihatkan perempuan dan laki-laki itu memiliki factor-faktor

psikologis yangs serupa. Dalam sebuah rangkuman baru-baru ini, Hyde

(2005) merangkum hasil dari 44 analisis terhadap perbedaan dan persamaan

gender. Dalam sebagian besar bidang, perbedaan gender itu hampir tidak

ada atau bahkan tidak ada sama sekali, termasuk dalam hal kemampuan

matematika, komunikasi, dan agresi.

Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender

dengan kata sex. Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara

biologis, yang secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin,

laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau

ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanent atau universal. Jenis kelamin

atau sex adalah adalah karakteristik biologis hormonal dan anatomis. Sex

tidak bias berubah, permanent dan tidak bias dipertukarkan karena bersifat

mutlak. Sedangkan gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan

dalam hal persifatan, peran, fungsi, hak, perilaku yang dibentuk oleh

masyarakat. Karenanya ia bersifat relatif, dapat berubah, dan dapat

dipertukarkan. Perubahan ciri dan sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke

waktu dan dari tempat ke tempat. Istilah gender dikemukakan oleh para

(53)

yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan

bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari, dan disosialisasikan.

Pembedaan ini sangat penting karena selama ini kita sering sekali

mencampuradukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah

dengan yang bersifat non kodrat (gender) yang sebenarnya bisa berubah

atau diubah. Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk

memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap

telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki. Dengan mengenali

perbedaan gender sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, akan

memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realitas relasi

perempuan dan laki-laki yang dinamis, yang lebih cocok dengan kenyataan

yang ada dalam masyarakat. Kita perlu memisahkan perbedan jenis kelamin

dan gender, karena konsep jenis kelamin biologis yang bersifat permanen

dan statis itu tidak dapat digunakan sebagai alat analisis yang berguna untuk

memahami realitas kehidupan dan dinamika perubahan relasi laki-laki dan

perempuan. Di pihak lain, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis

kelas, analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang

selama ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat

menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi

gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan begitu

analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus mengoreksi alat analisis

sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi

(54)

Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki-laki dan perempuan

yang dibentuk, dibuat dan dikontruksikan oleh masyarakat dan dapat

berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

(http://harriansaga.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-dan-teori-gender.html).

F. Penghasilan Orang Tua

Jaman sekarang untuk dapat bertahan hidup dengan layak, orang harus

bekerja. Dengan bekerja orang memperoleh upah atau imbalan yang untuk

memenuhi kelangsungan hidup, baik hidup pribadi maupun hidup

berkeluarga/rumah tangga. Orang harus bekerja keras untuk memperoleh

penghasilan. Penghasilan yang di dapat itu kemudian dibelanjakan guna

memenuhi kebutuhan hidup baik berupa barang dan jasa. Besar jumlah yang

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tergantung dari berbagai hal (Gilarso,

1986:42):

1. Besarnya penghasilan yang masuk

2. Besarnya keluarga (jumlah anggota keluarga) 3. Tingkat biaya kebutuhan hidup

4. Taraf pendidikan keluarga dan status sosial. Misalnya pola kebutuhan seorang dokter berbeda dengan pola kebutuhan seorang guru atau seorang tukang kayu. Dengan demikian jumlah dan pola pengeluarannya akan berbeda pula.

5. Lingkungan sosial dan ekonomi keluarga itu (misalnya tinggal di desa, di kota kecil, ataupun di kota besar seperti Jakarta).

Dengan penhasilan yang dihasilkan hendaknya orang tua

memperhatikan perkembangan anak khususnya pendidikan. Tingkat

(55)

Semakin tinggi tingkat penghasilan orang tua, semakin banyak pula fasilitas

yang akan di dapat oleh si anak, misalnya orang tua bisa memberikan

komputer, gadget canggih serta bisa memasukkan anaknya di pendidikan

non formal (bimbingan belajar) agar mereka lebih dapat memahami materi

yang diajarkan di sekolah.

Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa

dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi,

anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam

Santrock (2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan

dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial; kurang

stimulasi intelektual; lebih banyak menonton TV, fasilitas sekolah dan

perawatan anak rendah, serta orang tua yang kurang terlibat dalam kegiatan

sekolah mereka, lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih

berbahaya, memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut

dapat memungkinan mereka malas untuk belajar dan dapat menimbulkan

perilaku menyimpang di sekolah, seperti mencontek.

G. Kerangka Berpikir

1. Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek Yang Ditinjau dari Jenis

Kelamin.

Dalam penelitian ini tidak hanya memfokuskan mengenai jenis

kelamin atau sex, tetapi juga tentang perbedaan gender di mana gender

merupakan perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang dibentuk,

(56)

dengan perkembangan jaman. Setiap manusia laki-laki dan manusia

perempuan pasti memiliki perbedaan. Menurut Gunarsa (1991) terdapat

perbedaan pada laki-laki dan perempuan, yaitu jika perempuan lebih

mengandalkan aspek-aspek emosional, perasaan dan suasana hati

sedangkan untuk laki-laki lebih terlihat agresif, lebih aktif dan tidak

sabaran dalam menyelesaikan masalah. Tetapi di sisi lain, secara

psikologis dan fisiologis ternyata laki-laki dan perempuan mempunyai

perkembangan yang berbeda. Seorang perempuan lebih mempunyai sifat

keibuan yang lemah lembut, berperasaan dan lebih feminin. Sedangkan

laki-laki mempunyai sifat yang maskulin, kasar, lebih perkasa dan lebih

pemberani dibandingkan dengan perempuan.

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena

laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada

perempuan. Oleh karena itu laki-laki cenderung lebih agresif dalam

menggapai cita-citanya daripada perempuan. Sifat perempuan berbeda

dengan laki-laki. Kepribadian seorang pria menunjukkan adanya

pembagian dan pembatasan yang jelas antara pikiran, rasio, dan

emosionalitas. Jalan pikirannya tidak dikuasai oleh emosi, perasaan

ataupun suasana hati. Perhatiannya lebih banyak tertuju pada pekerjaan

dengan kecenderungan mementingkan keseluruhannya dan kurang

memperhatikan hal-hal yang kecil (Gunarsa & Gunarsa, 1991). Dalam

(57)

karena itu sifat pria lebih cenderung tidak mau menunggu, kurang tekun

dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan hidup dan cepat putus asa.

Maka jika dilihat dari pernyataan tersebut, sikap laki-laki

perempuan memperlihatkan adanya perbedaan terhadap sikap

mencontek. Laki-laki lebih merasa pemberani, dibandingkan dengan

perempuan. Laki-laki bertindak tidak dengan perasaan, sehingga jika ada

kesempatan untuk melakukan kecurangan, laki-laki cenderung langsung

menggunakan kesempatan itu, sedangkan untuk perempuan, mereka lebih

menggunakan perasaan dan lembut sehingga mereka kemungkinan tidak

mempunyai keberanian.

2. Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek Yang Ditinjau dari Tingkat

Penghasilan Orang Tua

Semakin tinggi tingkat penghasilan orang tua akan dapat

memenuhi segala fasilitas yang diperlukan anak dalam belajar misalnya

selain dapat menempuh pendidikan formal, si anak juga dapat menempuh

pendidikan nonformal seperti mengikuti bimbel atau les privat. Hal

tersebut membuat anak lebih semangat dalam belajar dan lebih

memahami materi yang diajarkan di sekolah sehingga anak tidak

melakukan tindakan mencotek. Sebaliknya, semakin rendah tingkat

penghasilan orang tua tidak dapat memenuhi fasilitas yang diperlukan si

anak dalam belajar sehingga memuat anak dituntut untuk memikirikan

kebutuhan lain yang akhirnya anak tidak ada waktu untuk belajar,

(58)

Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan

bahwa dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara

ekonomi, anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans

(2004) dalam Santrock (2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga,

kekerasan, kekacauan dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang

dukungan sosial; kurang stimulasi intelektual; lebih banyak menonton

TV, fasilitas sekolah dan perawatan anak rendah, serta orang tua yang

kurang terlibat dalam kegiatan sekolah mereka, lebih banyak polusi dan

ramai, rumah berisik, dan lebih berbahaya, memburuknya lingkungan.

Dengan adanya pendapat tersebut dapat memungkinan mereka malas

untuk belajar dan dapat menimbulkan perilaku menyimpang di sekolah,

seperti mencontek.

Teori-teori dan penjelasan yang didapat, muncul kerangka berpikir

ada perbedaan sikap terhadap perilaku mencontek berdasarkan tingkat

penghasilan orang tua.

G. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah kesimpulan sementara yang belum final dan

masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dalam pengertian ini

merupakan perumusan jawaban dugaan atau sementara sehingga menjadi

tuntutan dalam mencari jawaban yang sebenarnya atas dasar kerangka

berpikir di atas.

(59)

Hipotesis 1:

Ho1: tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku mencontek

berdasarkan jenis kelamin.

Ha1: ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku mencontek

berdasarkan jenis kelamin.

Hipotesis 2 :

Ho1: tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku mencontek

berdasarkan tingkat penghasilan orang tua.

Ha1: ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku mencontek

(60)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Menurut Sangaji dan

Shopian (2010:35) studi kasus adalah penelitian yang melakukan

penyelidikan secara mendalam mengenai subjek tertentu untuk memberikan

gambaran lengkap mengenai subjek tertentu. Dalam penelitian ini siswa akan

berperan sebagai responden. Penelitian ini akan dilakukan di SMP dan hasil

atau kesimpulan ini tidak bisa direalisasikan pada SMP-SMP lainnya di

Yogyakarta sebab penelitian studi kasus merupakan jenis penelitian dengan

karakteristik serta masalah yang mempunyai kaitan antara latar belakang dan

kondisi nyata saat ini dari subyek yang diteliti.

B. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah negeri dan swasta yaitu SMPN 10

dan SMP Maria Immaculata di Kota Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari 2016 – April

Gambar

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Normalitas Sikap Siswa Terhadap Perilaku
Gambar 4.1 Struktur Organisasi SMP Negeri 10 Yogyakarta ............................ 69
Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter dan Deskripsi Karakter No. Nilai Karakter Deskripsi
Tabel 3.5 Menunjukkan  bahwa  ada 10 item pernyataan  yang  tidak
+5

Referensi

Dokumen terkait

Simulasi turbin diawali dengan membuat model turbin serta mesh yang akan digunakan sebagai domain komputasi di dalam CATIA dan ANSYS ICEM CFD.. Setelah itu simulasi dilanjutkan

AXIAAT PUTUSAN PAILIT BACI HARTA KEKAYAAN DEBITUR MENURUT UNDANG - UNDANG NO.. 4/ Prp / TAHUN

Antosianin yang dihasilkan dari bunga telang (Clitoria ternatea L.) dapat digunakan untuk mewarnai es lilin dan warna yang dihasilkan hampir sama dengan warna

Anggaran untuk PTS dialokasikan oleh Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau oleh Pemerintah daerah dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja

n{inbdhn s^sere krhrba tuh} Lin&r

[r]

Enjin inferens adalah program komputer yang memacu sehingga rumusan atau penyelesaian; dan pada masa yang sama ia menyediakan metodologi perhitungan untuk maklumat tersimpan

On acid sulfate soils with low and high pyrite content, initial drying increase sums acid cations, but not significantly different between drying for 2 days and 4 days at 45ᵒC..