i
PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANAK PRASEKOLAH YANG DITITIPKAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DENGAN ANAK YANG DIASUH OLEH ASISTEN RUMAH TANGGA(ART) DI RUMAH
Bella Rusiana Putri
ABSTRAK
Penelitian deskriptif komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak prasekolah yang dititipkan di Taman Penitipan Anak (TPA) dengan anak prasekolah yang diasuh oleh Asisten Rumah Tangga(ART) di rumah. Hipotesis menyatakan bahwa ada perbedaan kemandirian antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan oleh ART di lingkungan rumah dimana kemandirian anak yang diasuh di TPA lebih tinggi daripada anak yang diasuh asisten rumah tangga di rumah. Desain penelitian menggunakan Independent Sample t-test. Subjek penelitian adalah kelompok anak di TPA dan anak yang diasuh oleh ART masing-masing 5 subjek. Analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan anak yang diasuh oleh ART.Tingkat kemandirian tersebut ditunjukkan dari jenis aktivitas yang merupakan indikator kemandirian. Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh anak di TPA yaitu “Mau bermain bersama dengan teman-teman” dan paling jarang dilakukan adalah “Dapat tidur sendiri tanpa ditemani”, sedangkan aktivitas anak yang diasuh oleh ART yang paling sering adalah “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” dan aktivitas paling jarang dilakukan adalah “Dapat menata tempat tidurnya”. Aktivitas “Mau bermain bersama” menjadi aktivitas paling banyak dilakukan karena di lingkungan TPA terdapat banyak anak seusia yang mempunyai karakter yang sama yaitu suka bermain, sedangkan aktivitas “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” menjadi aktivitas paling sering dilakukan anak yang diasuh oleh ART sebagai bentuk pencarian perhatian orang di sekitarnya karena anak yang diasuh oleh ART tidak mempunyai teman sehingga membutuhkan perhatian.
ii
DIFFERENCE OF INDEPENDENCE PRESCHOOL CHILDREN DEPOSITED IN DAYCARE WITH HOUSEHOLD RAISED BY ASSISTANT
AT HOME
Bella Rusiana Putri
ABSTRACT
This comparative descriptiveresearchaimed to determine differences preschoolers independence deposited in the landfill with preschool children are cared for by assistant at home. The hypothesis states that there is a difference between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and by assistantat home environment where children are nurtured independence in landfill higher than children cared for at home household assistant. The study design using independent sample t-test. The subjects were a group of children in the landfill and the children are cared for by assistant at home 5 each subject. Analysis of the data shows that there are significant differences between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and children are taken care of by assistant at home. The level of independence is shown on the type of activity which is an indicator of independence. Activities most often committed by children in a landfill is "Want to play along with friends" and most rarely performed is "to sleep alone without the company", while the activity of the child who was raised by assistant at home most often is "to express the desire when they want to toilet "and most rarely performed activities is" to arrange his bed ". Activities "Want to play together" became the most activity is done because in a landfill environment there are a lot of children the same age who have the same character that loves to play, while the activity "to express a desire when they want to the toilet" to be an activity most frequently performed of children taken care of by assistant at home as search form for the attention of those around the child who was raised by assistant at home does not have any friends that need attention.
i SKRIPSI
PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANAK PRASEKOLAH YANG DITITIPKAN DI (TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DENGAN ANAK YANG DIASUH OLEH ASISTEN RUMAH TANGGA (ART) DI RUMAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Bella Rusiana Putri
109114109
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
“ Perasaan senang itu harus hadir setiap hari meskipun hanya secuil”
-Penulis-
“Katakan apa yang ingin kau katakan, lakukan apa yang ingin kau lakukan. Just be Your Self.”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
1. Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mama dan Ayahku tersayang.
vii
PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANAK PRASEKOLAH YANG DITITIPKAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DENGAN ANAK YANG DIASUH OLEH ASISTEN RUMAH TANGGA (ART) DI RUMAH
Bella Rusiana Putri
ABSTRAK
Penelitian deskriptif komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak prasekolah yang dititipkan di Taman Penitipan Anak (TPA) dengan anak prasekolah yang diasuh oleh Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah. Hipotesis menyatakan bahwa ada perbedaan kemandirian antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan oleh ART di lingkungan rumah dimana kemandirian anak yang diasuh di TPA lebih tinggi daripada anak yang diasuh asisten rumah tangga di rumah. Desain penelitian menggunakan Independent Sample t-test. Subjek penelitian adalah kelompok anak di TPA dan anak yang diasuh oleh ART masing-masing 5 subjek. Analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan anak yang diasuh oleh ART. Tingkat kemandirian tersebut ditunjukkan dari jenis aktivitas yang merupakan indikator kemandirian. Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh anak di TPA yaitu “Mau bermain bersama dengan teman-teman” dan paling jarang dilakukan adalah “Dapat tidur sendiri tanpa ditemani”, sedangkan aktivitas anak yang diasuh oleh ART yang paling sering adalah “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” dan aktivitas paling jarang dilakukan adalah “Dapat menata tempat tidurnya”. Aktivitas “Mau bermain bersama” menjadi aktivitas paling banyak dilakukan karena di lingkungan TPA terdapat banyak anak seusia yang mempunyai karakter yang sama yaitu suka bermain, sedangkan aktivitas “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” menjadi aktivitas paling sering dilakukan anak yang diasuh oleh ART sebagai bentuk pencarian perhatian orang di sekitarnya karena anak yang diasuh oleh ART tidak mempunyai teman sehingga membutuhkan perhatian.
viii
DIFFERENCE OF INDEPENDENCE PRESCHOOL CHILDREN DEPOSITED IN DAYCARE WITH HOUSEHOLD RAISED BY ASSISTANT
AT HOME
Bella Rusiana Putri
ABSTRACT
This comparative descriptive research aimed to determine differences preschoolers independence deposited in the landfill with preschool children are cared for by assistant at home. The hypothesis states that there is a difference between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and by assistant at home environment where children are nurtured independence in landfill higher than children cared for at home household assistant. The study design using independent sample t-test. The subjects were a group of children in the landfill and the children are cared for by assistant at home 5 each subject. Analysis of the data shows that there are significant differences between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and children are taken care of by assistant at home. The level of independence is shown on the type of activity which is an indicator of independence. Activities most often committed by children in a landfill is "Want to play along with friends" and most rarely performed is "to sleep alone without the company", while the activity of the child who was raised by assistant at home most often is "to express the desire when they want to toilet "and most rarely performed activities is" to arrange his bed ". Activities "Want to play together" became the most activity is done because in a landfill environment there are a lot of children the same age who have the same character that loves to play, while the activity "to express a desire when they want to the toilet" to be an activity most frequently performed of children taken care of by assistant at home as search form for the attention of those around the child who was raised by assistant at home does not have any friends that need attention.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan kebaikan-Nya sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. Skripsi
ini selesai berkat dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi dan
Dosen pembimbing akademik
2. Bapak Pulus Eddy Suhartanto M, Si. Selaku Kepala Program Studi Psikologi
dan selaku dosen yang telah membantuku dalam detik-detik menjelang
pendaftaran ujian.
3. Ibu Dra.Lusia Pratidarmanastiti M.S (Alm), selaku pembimbing skripsi.
Terimakasih atas waktu, perhatian, motivasi, bimbingan dan kesabarannya
dalam membimbingku. Bahkan hingga akhir hayatmu, engkau masih berjuang
untuk mendampingiku dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
5. Seluruh staf Fakultas Psikologi, atas keramahan dan kesabaran dalam
pelayanannya.
6. Ayah dan Mama, orang tua yang selalu kucintai. Terimakasih Ayah dan
Mama yang selalu memberikan doa terbaik dan dukungan untuk anak
xi
terkadang membuatku emosi, namun itulah orang tua yang menginginkan
anaknya segera lulus.
7. Ales dan Ille, terimakasih adek-adekku tersayang. Terimakasih Ales sudah
meluangkan waktu untuk menemani mengerjakan revisi, hehe.
8. Untuk Semua sahabat dan teman-teman angkatan 2008, 2009, 2010, 2011,
2012, dan teman-teman seperjuangan di Fakultas Psikologi. Vian, Dien, Niko,
Vita, dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
9. Untuk Saudaraku di Mapasadha, Gemblong, Dodol, Rambak, Cethil, Laler,
Kocor, Kosak, Momok, Jalang, Mas Mlongo, Mas Sempal, Pak Koci, Mas
Ngomple, Mas Tholo, Mas Blorok, Mas Soel, Mas Ndombley, Mbak Moci,
Bondes, Tempus, dan semuanya yang tidak tertulis.
10. Sahabat arung jeram, Kasim, Deky, Uba, Ayuk, Nanut, Lelly, Nyentet, Gatal,
Kancil, Badeg, Bispak, Tukik, Kecing, Adict, Arya, Panjing, dan yang
lainnya.
11. Teman-teman di TK Ceria Timoho, Miss Anies, Miss Yannie, Miss Mutia, Mr
Ali, Miss Win, Miss pungky, Mr Nana, Miss Agatha dan Dilah. Terimaksih
teman-teman asisten yang bersedia meluangkan waktu untuk menggantikan
kelasku ketika aku ijin untuk bimbingan, Nunu, Tyas, Verin, Vina, Fitri,
Andre, Gita, Daru, Denis, Ayuk dan Bayu. Terimakasih juga telah
mengijinkan untuk mengambil data observasi.
12. Teman-teman Outbound, Mas Acong, Mas Warno, Pakdhe, Mas Widhi, Mas
Tabe, Cingur, Olga, Tita, Daru, Mbak Harvie, Mbak Jessie, Wedhus, Eva,
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN MOTTO ... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...
B. Rumusan Masalah ...
C. Tujuan Penelitian ...
D. Manfaat Penelitian ...
1. Manfaat Teoritis ...
xiv BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Usia Dini ...
B. Kemandirian ...
1. Pengertian Kemandirian ...
2. Aspek-Aspek Kemandirian ...
3. Tingkatan Kemandirian ...
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian...
5. Kemandirian Anak Usia Dini ...
C. Orang Tua dan Lingkungan Keluarga ...
D. Taman Penitipan Anak (TPA) ...
E. Kemandirian Anak yang Diasuh oleh Pengasuh TPA dan
Asisten Rumah Tangga di Rumah ...
F. Hipotesis Penelitian ...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...
B. Fokus Penelitian ...
C. Subjek Penelitian ...
D. Metode Pengumpulan Data ...
1. Observasi Perilaku ...
2. Dokumentasi ...
E. Variabel Penelitian ...
F. Definisi Operasional ...
xv
G. Populasi dan Sampel ...
H. Analisis Data ...
1. Uji Asumsi ...
2. Uji Hipotesis ...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...
1. Data Penelitian ...
2. Uji Hipotesis ...
C. Pembahasan ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
31
31
41
42
43
43
44
46
54
55
56
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Try Out ...
Tabel 3. 2 Korelasi antar Observer ...
Tabel 3.3 Data TPA Observer 1 ...
Tabel 3.4 Data TPA Observer 2 ...
Tabel 3.5 Analisis Data Subjek TPA ...
Tabel 3.6 Data ART Observer 1 ...
Tabel 3.7 Data ART Observer 2 ...
Tabel 3.8 Analisis Data Subjek ART ...
Tabel 3.9 Analisis Data TPA dan ART per Subjek .... ...
Tabel 4.1 Data Perhitungan Independent Sample T-Tes ...
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Independent Sample T-Tes ...
32
33
34
35
36
37
38
39
40
43
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah “golden age” atau
masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka
untuk tumbuh dan berkembang secara cepat. Menurut Kartini & Tanjung
(2005), aspek-aspek kepribadian yang ada dalam perkembangan individu
diantaranya adalah aspek bahasa, aspek kecerdasan, aspek motorik, aspek
sosial, dan aspek emosi. Menurut Hurlock (1980), masa kanak-kanak
berlangsung dari usia 2-6 tahun.
Seperti diketahui bahwa usia dini tersebut merupakan masa usia
prasekolah dimana masa tersebut dikenal dengan masa emas atau golden age.
Peluang emas pada masa anak-anak tersebut membuat banyak orang tua
memberikan stimulasi dan perhatian ekstra agar potensi anak dapat
berkembang maksimal. Menurut Warisyah (2015), orang tua berperan aktif
dalam keberhasilan anaknya. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan di
rumah sangat dibutuhkan, baik dalam hal memberikan dorongan atau motivasi,
kasih sayang, tanggung jawab moral, tanggung jawab sosial, tanggung jawab
atas kesejahteraan anak baik lahir maupun batin. Menurut Ismira (dalam
Fatimah, 2012), orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh
dan membimbing anak. Dalam pengasuhan anak, orang tua akan memberikan
perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap
keinginan anaknya.
Salah satu aspek yang menjadi fokus bagi anak usia dini adalah
kemandirian. Menurut Utami dkk. (2013), kemandirian merupakan salah satu
indikator dalam aspek sosio-emosional. Kemandirian sangat penting karena
berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan anak dalam mengurus diri
sendiri. Lie dan Prasasti (2004) menyatakan bahwa pada usia 2-6 tahun anak
mulai menjelajahi dunia sekitar dan mengembangkan otonominya seiring
dengan perkembangan berbagai keterampilan, seperti motorik kasar dan
motorik halus.
Ketika anak mulai mengeksplorasi berbagai keterampilan dengan
kemampuan yang dimiliki, maka termasuk dalam kemandirian. Seperti
dikemukakan Wiyani (2012) bahwa keterampilan dan kemampuan yang
dimiliki anak merupakan bentuk kemandirian anak usia dini yang disesuaikan
dengan tugas perkembangannya, seperti belajar berjalan, belajar makan, dan
belajar berinteraksi dengan orang lain. Menurut Soetjiningsih (1995),
memasuki masa prasekolah, orang tua berperan untuk melatih kemandirian
anak. Kemandirian anak dapat terlihat dalam berbagai hal seperti bersosialisasi,
belajar, dan berperilaku hidup bersih dan sehat.
Pentingnya kemandirian dikemukakan oleh Lie dan Prasasti (2004)
yaitu agar anak bisa menjalani kehidupan tanpa ketergantungan kepada orang
lain. Kriteria anak yang sudah mencapai kemandirian dikemukakan oleh
menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh
kontrol orang lain terutama orang tua. Menurut Wiyani (2012), karakter
mandiri yang dimiliki anak akan sangat bermanfaat bagi anak dalam
melakukan prosedur keterampilan dan bergaul dengan orang lain.
Sebagaimana diketahui bahwa Warisyah (2015) mengemukakan bahwa
keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Pendidikan pertama bagi anak
adalah pendidikan di rumah sehingga orang tua berperan aktif dalam
keberhasilan anaknya. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan di rumah
sangat dibutuhkan, baik dalam hal memberikan dorongan atau motivasi, kasih
sayang, tanggung jawab moral, tanggung jawab sosial, tanggung jawab atas
kesejahteraan anak baik lahir maupun batin. Sayangnya dengan perkembangan
jaman yang semakin modern dan tuntutan yang semakin banyak membuat
banyak ibu harus bekerja. Hal ini dapat membuat peran ibu tidak maksimal
dalam mendidik anak di rumah terutama mengenai kemandirian anak.
Berdasarkan hasil observasi, terdapat tiga alternatif dalam pengasuhan
anak selama ibu bekerja yaitu menitipkan anak kepada anggota keluarga,
diasuh oleh asisten rumah tangga (ART), dan pengasuhan di TPA (Taman
Penitipan Anak). Asisten rumah tangga maupun TPA merupakan pihak yang
berada di luar hubungan keluarga sehingga ikatan dengan anak yang diasuh
tidak sekuat hubngan keluarga yang cenderung terlalu sayang sehingga
memanjakan dan menuruti kemauan anak. Dalam penelitian ini peneliti tertarik
untuk melihat perbandingan antara pengasuhan asisten rumah tangga dengan
Asisten rumah tangga atau pembantu rumah tangga melaksanakan
tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah,
mengasuh anak majikan dan berbagai tugas lain yang diberikan oleh majikan.
Dengan perkataan lain, pekerjaan yang harus dilakukan oleh PRT sangatlah
banyak dan bervariasi tergantung dari kehidupan rumah tangga majikan
(Astuti, 1995), sedangkan di TPA, pengasuh atau yang berperan sebagai guru
mempunyai beberapa tugas. Ada beberapa tugas seorang guru dalam sebuah
pembelajaran di Taman Kanak-kanak serta fungsinya dalam melakukan
pengajaran, diantara tugas pokok dan fungsi tenaga pendidik atau guru di
Taman Kanak-kanak meliputi: (1) membimbing, membantu dan mengarahkan
peserta didik untuk belajar mengenal diri dan lingkungannya dengan cara yang
menyenangkan (mainan, seni, dan keindahan), (2) membimbing dan membantu
siswa meningkatkan kemampuan komunikasi verbal (dalam bentuk perbuatan
dan tingkah laku) dan nonverbal (mengarah pada penggunaan bahasa lisan
yang baik dan benar), (3) memperkenalkan nama-nama benda di sekelilingnya
kepada peserta didik, (4) memberikan dasar-dasar pengetahuan tentang agama
dan akhlak mulia, (5) membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik
untuk dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan fisik, intelektual,
psikologis, dan sosialnya (Muliawan, 2009).
Dari penjelasan tugas masing-masing ART dan TPA tersebut terlihat
jelas bahwa keberadaan asisten rumah tangga (ART) dengan pengasuh di TPA
pekerjaan rumah tangga dan pengasuh TPA khusus untuk mengasuh dan
mendidik anak dalam melewati perkembangan sesuai usianya.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada Januari 2015,
sudah banyak TPA yang menggunakan kurikulum PAUD sebagai dasar untuk
mengarahkan perkembangan anak. Soetjiningsih (1995) mengemukakan bahwa
fokus perkembangan anak usia dini meliputi perkembangan motorik kasar,
motorik halus, personal sosial dan bahasa. Perkembangan anak usia dini
tersebut dipenuhi dengan adanya kurikulum PAUD yang ada di Indonesia,
seperti dikemukakan oleh Suminah dkk. (2015) bahwa program PAUD untuk
mengembangkan seluruh potensi anak yang mencakup lingkup perkembangan
nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan
seni. Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa,
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi.
Dengan adanya program yang jelas tersebut maka dasar pendidikan
yang ada di TPA lebih terarah. Anak dapat diarahkan dan diajari untuk
bersosialisasi dan mengemukakan keinginan. Anak juga diajari untuk
melakukan berbagai aktivitas secara sendirian seperti makan, memakai sepatu
Pengasuh di TPA berbeda dengan asisten rumah tangga di rumah.
Menurut Yunita (t.t), orangtua mengeluh tentang perkembangan kemandirian
dan tanggung jawab anaknya karena banyak kasus terjadi karena praktek
pengasuhan yang dilakukan oleh asisten rumah tangga yang mereka miliki. Hal
tersebut karena kurang tepatnya perilaku yang diberikan kepada anak. Perlu
adanya pendidikan atau program untuk asisten rumah tangga sehingga
perkembangan anak termasuk kemandiriannya dapat terwujud dengan optimal.
Dari uraian penjelasan mengenai pendidikan yang dilakukan di TPA
dan di lingkungan rumah oleh asisten rumah tangga diketahui bahwa
pengasuhan anak di lingkungan keluarga berbeda dengan pengasuhan di TPA.
Perbedaan perilaku tersebut dapat mempengaruhi perkembangan anak terutama
dalam kemandirian. Watson dan Lindgren (Barus, 1999) berpendapat bahwa
kemandirian meliputi pengertian mengenai kebebasan untuk mengambil
inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam
berusaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Menurut Monks (dalam Musdalifah, 2007), kemandirian meliputi perilaku
mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai
rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kemandirian adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan
kemampuan seseorang yang dapat menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang
Erikson (1963) menyatakan bahwa anak harus mulai dilatih
kemandiriannya sejak usia 1,5 - 3 tahun. Tugas perkembangan yang harus
diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat
memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Masa prasekolah adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah
mulai menunjukkan perkembangan, pada masa ini anak harus dilatih atau
dibiasakan mengenal bagaimana dia harus bertingkah laku, seperti mencuci
tangan sebelum makan, dan menggosok gigi sebelum tidur (Friedman, 2001).
Pengasuhan di TPA dibagi dalam jenjang usia yaitu usia kurang dari 2 tahun,
antara 2-4 tahun berada pada ruang playgroup, dan lebih dari 4 sampai 6 tahun
berada di TK. Sesuai dengan pendapat Erikson tersebut maka kemandirian
dapat dilatih mulai usia 1,5 tahun, dan jika disesuaikan dengan rentang usia
pengasuhan yang ada di TPA maka penelitian mengambil rentang paling dekat
dengan usia 1,5 tahun yaitu antara 2 - 4 tahun.
Penelitian ini menggunakan metode observasi karena penelitian ini
berupa pengamatan perilaku. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan
non partisipan yaitu observer tidak terlibat dalam proses aktivitas orang-orang
yang diteliti. Observer hanya mengamati dan mencatat, yang selanjutnya
digunakan peneliti sebagai dasar untuk menganalisis dan membuat kesimpulan
dari apa yang telah dilihat observer. Melalui observasi, peneliti dapat
membandingkan berbagai perilaku kemandirian yang dimiliki anak usia 2 - 4
tahun antara pengasuhan yang dilakukan ART di lingkungan rumah dan di
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana gambaran perbedaan kemandirian anak prasekolah yang
diasuh di TPA dengan anak yang diasuh oleh asisten rumah tangga di rumah?”
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui gambaran perbedaan kemandirian anak usia prasekolah yang
diasuh di TPA dengan anak yang diasuh oleh asisten rumah tangga di rumah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memperkaya pengetahuan mengenai kelebihan dan kelemahan anak usia
dini yang dititipkan di TPA, serta memberikan sumbangan bagi ilmu
psikologi dan memberi referensi bagi peneliti yang ingin meneliti tentang
pengasuhan anak usia dini khususnya berkaitan dengan kemandirian.
2. Manfaat Praktis
Memberikan gambaran bagi para orang tua tentang pentingnya melatih
kemandirian anak agar lebih percaya diri dan tidak menggantungkan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkembangan Anak Usia Dini
1. Definisi Perkembangan Anak Usia Dini
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun
2013 Tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif,
disebutkan bahwa definisi anak usia dini adalah anak sejak janin dalam
kandungan sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dikelompokkan atas
janin dalam kandungan sampai lahir, lahir sampai dengan usia 28 (dua
puluh delapan) hari, usia 1 (satu) sampai dengan 24 (dua puluh empat)
bulan, dan usia 2 (dua) sampai dengan 6 (enam) tahun. Menurut Mansur
(2005) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola
pertumbuhan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya.
Masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia 2-6 tahun, oleh orang
tua disebut sebagai usia problematis, menyulitkan, atau main; oleh pendidik
disebut usia pra sekolah; dan oleh ahli psikolog disebut sebagai
prakelompok, penjelajah atau usia bertanya (Hurlock, 1980). Pada usia dini
merupakan masa emas (golden age), karena anak mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan pada masa
mendatang. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini
adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat atau masa emas (golden age).
Menurut Monks dkk. (1998), perkembangan diartikan sebagai “suatu
proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali.
Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak
dapat diputar kembali”. Perkembangan juga dapat diartikan sebagai “proses
yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi
yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pematangan dan belajar”.
Desmita (2005) mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada
pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung
serangkaian perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah
dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui
pertumbuhan dan belajar. Berdasarkan definisi-definisi tersebut,
perkembangan diartikan sebagai proses perubahan secara terus menerus dari
fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah melalui pertumbuhan dan belajar.
Berdasarkan definisi perkembangan dan anak usia dini di atas maka
dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak usia dini adalah proses
perubahan secara terus menerus anak usia 0-6 tahun melalui pertumbuhan
dan belajar.
2. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Dalam perkembangan anak usia dini, terdapat aspek-aspek yang
mengalami perkembangan yang meliputi aspek fisik/motorik, aspek
a. Perkembangan fisik/motorik
Perkembangan fisik/motorik akan mempengaruhi kehidupan anak
baik secara langsung ataupun tidak langsung (Hurlock, 1978). Hurlock
menambahkan bahwa secara langsung, perkembangan fisik akan
menentukan kemampuan dalam bergerak. Secara tidak langsung,
pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaimana
anak memandang dirinya sendiri dan orang lain.
Perkembangan fisik meliputi perkembangan badanm otot kasar
dan otot halus, yang selanjutnya lebih disebut dengan motorik kasar dan
motorik halus (Suyanto, 2005). Perkembangan motorik kasar
berhubungan dengan gerakan dasar yang terkoordinasi dengan otak
seperti berlari, berjalan, melompat, memukul dan menarik. Motorik halus
berfungsi untuk melakukan gerakan yang lebih spesifik seperti menulis,
melipat, menggunting, mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu.
b. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak
berkembang dan berfungsi sehingga dapat berpikir (Mansur, 2005). Keat
(dalam Purwanti dan Widodo, 2005) menyatakan bahwa perkembangan
kognitif merupakan proses mental yang mencakup pemahaman tentang
dunia, penemuan pengetahuan, pembuatan perbandingan, berfikir dan
mengerti. Proses mental yang dimaksud adalah proses pengolahan
pemecahan masalah, dan pembentukan konsep. Hal ini juga menjangkau
kreativitas, imajinasi dan ingatan.
c. Perkembangan bahasa
Penguasaan bahasa anak berkembang menurut hukum alami,
yaitu mengikuti bakat, kodrat, dan ritme yang alami. Menurut Lenneberg
(dalam Zubaidah, 2003), perkembangan bahasa anak berjalan sesuai
jadwal biologisnya. Hal ini digunakan sebagai dasar mengapa anak pada
umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan pada umur tertentu
belum dapat berbicara.
Perkembangan bahasa tidaklah ditentukan pada umur, namun
mengarah pada perkembangan motoriknya, namun perkembangan
tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahasa anak akan muncul
dan berkembang melalui berbagai situasi interaksi sosial dengan orang
dewasa (Kartono, 1995). Bahasa memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Suhartono (2005) menyatakan bahwa
peranan bahasa bagi anak usia dini diantaranya sebagai sarana untuk
berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk berbicara dan sarana
agar anak mampu membaca dan menulis. Melalui bahasa seseorang dapat
menyampaikan keinginan dan pendapatnya pada orang lain.
d. Perkembangan sosio emosi
Emosi merupakan perasaan atau afeksi yang melibatkan
perpaduan antara gejolak fisiologis dan gejala perilaku yang terlihat
dalam kehidupan terutama dalam hal penyesuaian pribadi dan sosial anak
dengan lingkungan. Adapun dampak perkembangan emosi adalah
sebagai berikut: 1) emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman
sehari-hari, 2) emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan, 3)
emosi merupakan suatu bentuk komunikasi, 4) emosi mengganggu
aktifitas mental, dan 6) reaksi emosi yang diulang-ulang akan menjadi
kebiasaan (Soemantri, 2004).
Seiring bertambahnya usia anak, berbagai ekspresi emosi
diungkapkan secara terpola karena anak sudah dapat mempelajari reaksi
orang lain (Saputra dan Rudyanto, 2005). Reaksi emosi yang timbul
berubah lebih proporsional, seperti sikap tidak menerima dengan
cemberut dan sikap tidak patuh atau nakal. Saputra dan Rudyanto (2005)
menambahkan beberapa ciri-ciri emosi pada anak antara lain: 1) emosi
anak berlangsung singkat dan sementara, 2) terlihat lebih kuat dan hebat,
3) bersifat sementara, 4) sering terjadi, dan 5) dapat diketahui dengan
jelas dari tingkah lakunya.
Ismail (dalam Harun, 2009) menyatakan bahwa pada tahap ini
anak akan mengalami perkembangan yang positif dalam kreativitas,
banyak ide, imajinasi, berani mencoba, berani mengambil resiko dan
mudah bergaul. Pada tahap ini anak dapat menunjukkan sikap inisiatif,
yaitu mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak bebas dan mulai
perilaku yang diharapkan dalam lingkungan sosialnya, serta bertanggung
jawab atas apa yang dilakukannya.
B. Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian berasal dari kata
diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan
merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh
aspek kepribadian (Bahara, 2008 dalam Putra, 2012). Kemandirian juga
dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung
kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh (Parker, 2005).
Watson dan Lindgren (Barus, 1999) berpendapat bahwa kemandirian
meliputi pengertian mengenai kebebasan untuk mengambil inisiatif,
mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam
berusaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Mönks (dalam Musdalifah, 2007) mengemukakan bahwa
kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi
hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan
sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian adalah hasrat untuk
melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat dapat dipahami
a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk
maju demi kebaikan dirinya.
b. Mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah
yang dihadapi.
c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
d. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
Dari berbagai definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa
kemandirian adalah kemampuan seseorang yang dapat menyelesaikan
sesuatu tanpa bantuan orang lain secara penuh.
2. Aspek-aspek Kemandirian
Ada beberapa aspek dalam kemandirian pada anak seperti yang
dijelaskan Martin (2000), yaitu:
a. Self-regulation, anak mampu menyesuaikan tingkah laku agar sesuai
dengan apa yang mereka ketahui dapat diterima oleh lingkungan
sosialnya. Anak berusaha menghindari tingkah laku-tingkah laku yang
menurut pengalamannya tidak harus dan tidak patut dilakukan. Tingkah
laku-tingkah laku yang menjadi indikator adanya self-segulation di
antaranya dapat memasukkan makanan ke dalam mulut dengan benar,
dapat menggunakan alat makan/minum dengan benar, membuang
sampah pada tempatnya, mau merapikan mainan ke tempat semula,
makan dengan rapi, mau bersalaman dengan orang baru, makan dan
minum pada waktu yang ditetapkan, mau menghabiskan makanan atau
teman-teman dan mematuhi peraturan yang ada, tidak meminta bantuan
terus-menerus, mau tidur sendiri, tidak menangis saat ditinggal, dan mau
meminjamkan mainan pada temannya.
b. Self-control, anak mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan tuntuan
sosial yaitu jenis perilaku yang disenangi oleh orang tua di rumah atau
guru di sekolah. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator
adanya self-control di antaranya bisa duduk atau jongkok di WC dengan
posisi yang benar, tidak mengompol, dan tidak merengek saat
menyampaikan sesuatu.
c. Self-efficacy, anak memiliki perasaan mampu mengerjakan sendiri
sesuatu secara efektif. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator
adanya self-determination di antaranya mau membereskan mainan tanpa
disuruh, mengambil gelasnya sendiri dengan satu tangan, mencoba
menyisir rambut sendiri, mencoba memakai atau melepaskan pakaian
sendiri, mencoba memakai atau melepaskan kaus kaki atau sepatu
sendiri, menggosok gigi sendiri tanpa dibantu, menolak bantuan yang
ditawarkan apabila merasa mampu.
d. Self-determination, anak mampu menentukan sendiri apa yang ingin atau
akan dilakukannya. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator
adanya self determination di antaranya bisa memilih baju yang akan
dipakai, memilih mainannya sendiri, dan mampu menentukan makanan
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda antara anak yang
satu dengan yang lainnya.Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan
kemampuan individual anak. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kemandirian anak (Soetjiningsih, 1995) :
a. Faktor Internal
1) Faktor emosi ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan
tidak terganggunya kebutuhan emosi anak
2) Faktor intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi anak.
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapai atau
tidaknya kemandirian anak prasekolah. Pada usia ini anak
membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana-kemari dan
mempelajari lingkungan.
2) Karakteristik sosial mempengaruhi kemandirian anak, misalnya
tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan
anak-anak dari keluarga kaya.
3) Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat
mandiri dibanding dengan anak yang kurang mendapat stimulasi.
4) Pola asuh, anak dapat mandiri dengan diberi kesempatan, dukungan
5) Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan
sewajarnya karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi kurang
mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi dua arah antara orang tua
dan anak berjalan lancar dan baik.
6) Kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan
orang tua, dengan pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan
pada anak karena orang tua dapat menerima informasi dari luar
terutama cara meningkatkan kemandirian anak.
7) Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah untuk mencari
nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai
perkembangan usianya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, ibu dapat
memantau langsung kemandirian anak dan bisa memandirikan
anaknya
4. Kemandirian Anak pada Usia Dini
Kemandirian pada anak mulai berkembang di usia 1 - 2 tahun atau
ketika anak memasuki tahapan autonomy versus shame and doubt menurut
teori perkembangan psikososial Erikson. Ketika memasuki tahapan ini, anak
mulai merasa kalau dirinya sudah besar dan berusaha untuk melepaskan diri
dari caregiver atau orang-orang yang dekat dengan mereka dengan cara
menjadi mandiri. Bentuk kemandirian pada anak di tahapan ini biasanya
ditunjukkan dengan adanya penolakan terhadap bantuan yang ditawarkan,
misalnya menolak dibantu saat berpakaian, ingin makan sendiri meskipun
benar, ingin jalan sendiri, dan lain semacamnya (Papalia, Olds, & Feldman,
2009). Pada usia-usia ini, tingkah laku-tingkah laku mandiri yang
ditampilkan anak cenderung berupa tingkah laku yang sesuai dengan
tingkah laku yang diinginkan lingkungan. Caregiver pada tahapan ini
memiliki tugas untuk mendorong perilaku-perilaku itu agar muncul tidak
lagi karena perilaku itu diinginkan lingkungan, tetapi karena adanya
keinginan dari dalam diri anak untuk berlaku mandiri (Martin, 2000).
Erikson (1950, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009)
mengidentifikasi usia 1,5 - 3 tahun sebagai tahap kedua dalam
perkembangan kepribadian (autonomy versus shame and doubt) yang
ditandai dengan adanya perubahan dari kontrol eksternal ke kontrol internal
(self-control). Pada tahapan ini, nilai yang berkembang adalah will.
C. Taman Penitipan Anak (TPA)
Pengasuhan di TPA menggunakan dasar pendidikan yaitu PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini). Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa,
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi.
Dengan adanya keterlibatan pemerintah dalam pendidikan anak usia
sesuai kurikulum dan pengasuhan yang tersistem. Adanya faktor ini maka
segala upaya dilakukan dalam mencapai kemandirian anak.
D. Asisten Rumah Tangga
Asisten Rumah Tangga atau yang dikenal dengan pembantu rumah
tangga merupakan salah satu mata pencaharian di Indonesia. Keberadaan
pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu rumah tangga
sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia baik di kota-kota
maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai Pembantu Rumah Tangga
(PRT). PRT melaksanakan tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci,
memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak majikan dan berbagai tugas
lain yang diberikan oleh majikan. Dengan perkataan lain, pekerjaan yang harus
dilakukan oleh PRT sangatlah banyak dan bervariasi tergantung dari kehidupan
rumah tangga majikan (Astuti, 1999).
E. Kemandirian Anak yang Diasuh oleh Pengasuh TPA dan Asisten rumah tangga di Rumah
Beberapa anak di sekitar kita yang mengalami hambatan kemandirian,
yaitu anak yang belum mampu menyelesaikan tugas perkembangan pada
usianya, seperti anak usia 3 tahun yang belum mampu buang air di toilet.
Individu yang belum mampu menyelesaikan tugas perkembangannya akan
mengalami kegagalan pada tugas perkembangan selanjutnya (Havighurts
dalam Berns, 2010).
Kemandirian dapat mulai diajarkan pada anak ketika anak berusia 1,5-3
lingkungan merupakan faktor penting yang dapat membantu anak untuk
mencapai kemandiriannya. Lingkungan yang mendukung kemandirian
termasuk orang-orang di dalam lingkungan tersebut. Saat ini pengasuhan anak
dilakukan di rumah atau TPA. Orang tua terutama ibu yang bekerja dan tidak
bisa mengasuh anak secara langsung memiliki 2 alternatif pengasuhan yaitu
pengasuhan di lingkungan rumah dengan asisten rumah tangga atau
pengasuhan di TPA dengan pengasuh TPA. Kedua alternatif tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pengasuhan anak di lingkungan rumah dengan asisten rumah tangga
memiliki kelebihan bahwa anak tetap berada di lingkungan rumah yang
nantinya anak mengenal lingkungan dimana ia tumbuh dan merasa nyaman.
Sayangnya, pengasuh anak dengan asisten rumah tangga tidak mempunyai
dasar pendidikan tentang pengasuhan anak terutama mengenai kemandirian.
Selain itu, fokus pengasuhan anak sering terbagi karena dilakukan bersamaan
dengan menyelesaikan tanggung jawab rumah misalnya memasak, mencuci,
dan membersihkan rumah sehingga pengasuh tidak mengajarkan hal-hal yang
membuat anak mandiri.
Berbeda dengan pengasuhan anak di TPA. TPA memiliki kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini, termasuk pendidikan kemandirian dan pengasuh
anak di TPA mempunyai dasar pendidikan dalam pengasuhan anak sehingga
dapat mendidik sesuai dengan kurikulum yang ada. Kekurangannya adalah
fokus pengasuhan anak terbagi dengan anak-anak lainnya karena seorang
dari satu, fokus utama tetap terhadap anak, sehingga pengasuh tetap dapat
mengajarkan kemandirian.
F. Hipotesis
Dari uraian di atas dapat diambil hipotesis bahwa ada perbedaan
kemandirian antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan oleh asisten
rumah tangga di lingkungan rumah, dimana kemandirian anak yang diasuh di
TPA lebih tinggi daripada anak yang diasuh oleh ART di rumah. Lebih
Skema Kerangka Pikir
Anak diasuh oleh ART di lingkungan rumah
Anak diasuh di Taman Penitipan Anak (TPA)
1. Pengasuh anak tidak mempunyai dasar pendidikan tentang
pengasuhan anak terutama mengenai kemandirian 2. Fokus pengasuhan anak
sering terbagi karena dilakukan bersamaan dengan menyelesaikan tanggung jawab rumah misalnya memasak,
mencuci, dan membersihkan rumah sehingga pengasuh tidak mengajarkan hal-hal yang membuat anak mandiri
1. TPA memiliki kurikulum PAUD, termasuk pendidikan kemandirian
2. Pengasuh anak mempunyai dasar pendidikan dalam pengasuhan anak sehingga dapat mendidik sesuai dengan kurikulum yang ada
3. Fokus pengasuhan anak terbagi dengan anak-anak lainnya karena seorang pengasuh dapat mengasuh antara 3-5 anak 4. Meskipun anak yang diasuh
lebih dari satu, fokus utama tetap terhadap anak, sehingga pengasuh tetap dapat
mengajarkan kemandirian. Orang tua bekerja
Anak kurang mandiri
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif komparatif
kuantitatif. Penelitian deskriptif komparatif kuantitatif digunakan untuk
membandingkan dua kelompok atau lebih. Karakteristik penelitian deskriptif
komparatif kuantitatif adalah peneliti melakukan identifikasi dan deskripsi
mengenai suatu fenomena tanpa berusaha menggambarkan hubungan sebab
akibat. Metode dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu metode dengan
data penelitian berupa angka-angka dan analisis yang menggunakan statistik.
Metode ini disebut sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi
kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan
sistematis (Sugiyono, 2012).
B. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini peneliti ingin menyajikan rangkaian penelitian yang
terfokus kemandirian pada anak usia prasekolah (2-4 tahun) yang diasuh oleh
pengasuh di TPA dan asisten rumah tangga di lingkungan rumah.
C. Subjek Penelitian
Subjek yang dalam penelitian ini adalah anak usia 2-4 tahun yang
diasuh oleh asisten rumah tangga dan anak usia 2-4 tahun yang diasuh oleh
pengasuh di TPA.
D. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi Perilaku
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti (Hadi, 2004). Observasi
dalam penelitian ini adalah dengan cara melihat aktivitas-aktivitas/perilaku
anak usia 2-4 tahun. Observasi di TPA dilakukan mulai pukul 10.00-15.00
dengan istirahat pukul 11.00-12.00 (jam istirahat/tidur siang), sedangkan
observasi di lingkungan rumah dilakukan mulai pagi setelah anak mandi dan
sarapan dengan jumlah jam observasi sama dengan yang di TPA. Observasi
dilakukan dengan mengamati aktivitas yang mengarah ke kemandirian
berdasarkan indikator-indikator kemandirian.
2. Dokumentasi
Dokumen ialah setiap bahan tertulis atau film (Moleong, 2012).
Dokumen dalam penelitian ini adalah kurikulum di TPA dan profil subjek
penelitian (responden).
E. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
1. Variabel independen (variabel bebas) yaitu anak usia prasekolah (2-4 tahun)
yang dititipkan di TPA dan yang diasuh oleh asisten rumah tangga di rumah
F. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini merupakan indikator yang
digunakan untuk mengukur kemandirian anak usia 2-4 tahun. Indikator yang
digunakan berdasarkan teori Martin (2000) yang meliputi aspek
self-regulation, self-control, self-efficacy dan self-determination.
1. Self-regulation, yaitu anak mampu menyesuaikan tingkah laku agar sesuai
dengan apa yang mereka ketahui dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
Sub indikator adanya self-segulation yaitu:
a. Membuang sampah pada tempatnya
b. Dapat tidur sendiri tanpa ditemani
c. Patuh pada pengasuh
d. Mau meminjamkan mainan pada temannya
e. Tidak menangis saat ditinggal orang tua bekerja
f. Mau berbagi sesuatu yang dimilikinya dengan temannya misalnya
makanan
g. Mau bermain bersama dengan teman-teman
2. Self-control, yaitu anak mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan
tuntuan sosial yaitu jenis perilaku yang disenangi oleh orang tua di rumah
atau guru di sekolah. Sub indikator adanya self-control yaitu:
a. Berani dan mampu mengucapkan salam
b. Berdoa sebelum makan
d. Tidak marah-marah ketika tidak mendapatkan mainan yang
diinginkannya.
e. Mampu menata tempat tidurnya
f. Mau berkenalan dengan orang baru
3. Self-efficacy, yaitu anak memiliki perasaan mampu mengerjakan sendiri
sesuatu secara efektif. Sub indikator adanya self-determination yaitu:
a. Mau dan mampu makan sendiri
b. Mau dan mampu membereskan mainan setelah selesai digunakan
c. Mampu mengambil gelasnya dan minum sendiri
d. Mau dan mampu menyisir rambut sendiri
e. Mau mencoba memakai/melepaskan pakaian sendiri
f. Mau mencoba memakai/melepaskan kaus kaki dan sepatu sendiri
g. Mampu menggosok gigi sendiri
h. Mampu melepaskan celana sendiri saat mau buang air/mandi
i. Mau dan mampu buang air sendiri di WC
4. Self-determination, yaitu anak mampu menentukan sendiri apa yang ingin
atau akan dilakukannya. Sub indikator adanya self-determination yaitu:
a. Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke kamar mandi
b. Mampu memilih baju yang ingin dipakainya
c. Mampu memilih mainan kesukaannya
d. Mampu memilih makanan kesukaannya
Dari definisi operasional di atas maka dapat diukur kemandirian anak
usia prasekolah dimana semakin sering aktivitas dilakukan sendiri dan semakin
banyak indikator yang terpenuhi maka anak dinilai semakin mandiri.
G. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang berada
di lingkungan TPA dan di rumah. Jumlah anak usia prasekolah yang dititipkan
di TPA sebanyak 15 anak. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik sampling kuota, yaitu teknik untuk menentukan
sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota)
yang diinginkan (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini, ciri yang dimaksud
yaitu anak usia 2-4 tahun. Selain itu, pendapat Suharsimi Arikunto (2006)
menyatakan apabila subyeknya kurang dari 100 maka semua populasi lebih
baik diambil (penelitian populasi). Berdasarkan ciri yang ditentukan maka
sampel dalam penelitian ini anak usia 2-4 tahun berjumlah 6 anak.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan professional
judgment, yaitu sebagai ahli. Dalam penelitian ini ahli yang menguji
validitas item adalah dosen pembimbing.
2. Reliabilitas
Menurut Supratiknya (1998), reliabilitas adalah konsistensi dan
stabilitas. Suatu tes disebut reliabel atau konsisten bila sejumlah orang
berbeda dengan tes yang sama, dites dengan dua versi berbeda dari tes yang
sama, serta dites dengan kelompok-kelompok item berlainan dari tes yang
sama. Secara statistik reliabilitas ditunjukkan dengan korelasi. Angka atau
koefisien korelasi yang menunjukkan reliabilitas disebut koefisien
reliabilitas. Menurut Sekaran (2006), reliabilitas atau keandalan suatu
pengukuran menunjukkan sejauh mana pengukuran tersebut tanpa bias
(bebas dari kesalahan) karena hal tersebut menjamin pengukuran yang
konsisten lintas waktu dan lintas beragam item dalam instrument. Dengan
kata lain, keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai
stabilitas serta konsistensi dimana instrument mengukur konsep dan
membantu menilai “ketepatan” sebuah pengukuran.
Dalam penelitian ini, reliabilitas diukur dengan metode analisis
Reliability Statistics Cronbach’s Alpha. Penggunaan metode analisis
tersebut untuk melihat reliabilitas konsistensi internal, dimana dihitung
berdasarkan varians masing-masing item tes dan pada dasarnya merupakan
estimasi dari rata-rata koefisien belah dua (Azwar dalam Supratiknya,
1998).
Kriteria suatu instrumen dikatakan reliabel dengan menggunakan
teknik ini yaitu apabila koefisien reliabilitas hitung (r11) lebih besar dari
0,600 maka instrumen tersebut dikatakan reliabel, dan sebaliknya jika
koefisien reliabilitas hitung (r11) memiliki nilai maksimal 0,600 atau di
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data kedua observer, maka
diperoleh nilai reliabilitas masing-masing yang disajikan dalam tabel
[image:48.595.83.514.197.630.2]berikut,
Tabel 3.1. Reliabilitas data observer
Observer
TPA ART
Obs.1 Obs.2 Obs.3 Obs.1 Obs.2 Obs.3 Observer 1 0,785 0,719 0,811 0,913 0,925 0,929
Observer 2 0,715 0,720 0,811 0,892 0,915 0,916
Dapat dilihat bahwa nilai antara reliabilitas observer 1 dan observer
2 berbeda meskipun keduanya sama-sama > 0,600, sehingga data yang
digunakan adalah data dari observer 1.
I. Analisis Data
1. Uji Asumsi
Asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan uji beda dengan
independent sample t-test adalah uji normalitas dan uji homogenitas varian.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas berguna untuk mengetahui apakah populasi data
terdistribusi dengan normal ataukah tidak. Uji ini biasanya dilakukan
untuk mengukur data berskala ordinal, interval, maupun rasio. Jika
analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas
harus terpenuhi, artinya data harus terdistribusi dengan normal. Jika data
metode yang digunakan adalah statistik nonparametrik. Uji Normalitas
menggunkan uji One Sample Kolmogorof-Smirnov (1 Sample K-S)
dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan
terdistribusi dengan normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05
(Wiyono, 2011).
Berdasarkan hasil perhitungan normalitas diketahui bahwa pada
pengasuhan di TPA semua data terdistribusi dengan normal yang
ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0,999 (p > 0,05). Begitu juga
dengan data di ART, semua data terdistribusi dengan normal yang
ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0,952 (p > 0,05). Hasil
perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas menunjukkan bahwa dua atau lebih kelompok
data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama
(Santoso, 2013). Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam
analisis independent sample t test. Cara untuk mengujinya adalah
dengan melihat nilai probabilitas (sig.) pada Levene Test menggunakan
perangkat lunak SPSS. Uji normalitas dengan menggunakan Levene Test
memiliki kriteria pengujian yaitu, nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari
0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varian sama,
sedangkan jika nilai probabilitas (sig.) lebih kecil dari 0,05 maka data
berasal dari populasi yang mempunyai varian tidak sama. Berdasarkan
diketahui bahwa antara data di TPA dengan ART berasal dari populasi
yang mempunyai varian sama yang ditunjukkan dengan signifikansi yaitu
0,195 (p > 0,05). Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan perhitungan yang bertujuan untuk
mengetahui hasil secara kuantitatif data yang telah diperoleh di lapangan.
Analisis data secara lengkap dilakukan dengan independet sample t-tes
untuk mengetahui perbedaan secara signifikan mengenai kemandirian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Data Penelitian
Data penelitian diperoleh dari pengamatan 2 observer terhadap anak
yang diasuh di TPA dan diasuh oleh ART di rumah dengan masing-masing
subjek sebanyak 5 anak. Berdasarkan perhitungan korelasi antar observer
menunjukkan bahwa antara kedua observer tidak berbeda secara signifikan
dan hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai reliabilitas observer 1
memiliki rata-rata yang lebih tinggi dari observer 2. Berdasarkan hal
tersebut maka data yang digunakan adalah pengamatan dari observer 1.
Berdasarkan hasil perhitungan dari observer tersebut maka diperoleh
data yang merupakan analisis data TPA dan ART per subjek yang disajikan
pada Tabel 4.1 berikut,
Tabel 4.1. Data Perhitungan Independent Sampel T-Test
Subjek TPA ART
1 155 120
2 137 68
3 121 84
4 133 119
5 104 40
Data pada Tabel 4.1 tersebut digunakan untuk mengukur
kemandirian anak yang diasuh di TPA dengan anak yang diasuh oleh ART
yang diolah dengan Independent Sampel T-Test mennggunakan SPSS. Hasil
[image:52.595.52.571.202.644.2]perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut,
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Independent Sampel T-Test
Group Statistics
Grup N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Skor 1 5 130,00 18,974 8,485
2 5 86,20 34,237 15,311
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. T df
Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Skor Equal variances
assumed
1,997 ,195 2,502 8 ,037 43,800 17,505 3,432 84,168 Equal variances
not assumed
2,502 6,245 ,045 43,800 17,505 1,370 86,230
2. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang
signifikan pada kemandirian anak antara pengasuhan di TPA dan ART. Dari
hasil perhitungan dengan independent sample t-test di atas dapat dilihat
bahwa ada perbedaan antara kemandirian anak yang diasuh di TPA dengan
yang diasuh oleh ART, yang ditunjukkan dari nilai t = 2,502, dan p value
(Sig) < 0,05 (p=0,037).
Kemandirian anak di TPA lebih tinggi dibandingkan anak yang
yang diasuh oleh ART sebesar 86,2. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis
dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada
kemandirian anak antara pengasuhan di TPA dan yang diasuh oleh ART.
Kemandirian anak di TPA lebih tinggi dibandingkan anak yang diasuh oleh
ART.
Pada pengasuhan di TPA, subjek yang memiliki kemandirian paling
tinggi yaitu Nesha, sedangkan kemandirian paling rendah yaitu Raphael.
Adapun berdasarkan pengasuhan oleh ART, subjek yang paling tinggi
kemandiriannya adalah Vania dan Vinka, sedangkan kemandirian paling
rendah yaitu Samuel. Secara keseluruhan, kemandirian paling tinggi
dimiliki oleh Nesha dan kemandirian paling rendah yaitu Samuel.
Kemandirian yang diamati berdasarkan pengamatan mengenai
aktivitas yang menunjukkan perilaku kemandirian. Adapun perilaku yang
sering muncul pada pengasuhan di TPA yaitu “Mau bermain bersama
dengan teman-teman” dan perilaku paling jarang muncul yaitu “Dapat tidur
sendiri tanpa ditemani”. Sedangkan pada pengasuhan di ART, perilaku yang
sering muncul adalah “Dapat mengungkapkan keinginan ke toilet” dan
perilaku yang jarang muncul adalah “Mampu menata tempat tidur”.
B. Pembahasan
Hasil hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemandirian anak yang diasuh di TPA dengan yang diasuh di ART
dengan p value (Sig) < 0,05 (p=0,037). Hasil statistik menunjukkan bahwa
lebih tinggi dibandingkan pengasuhan oleh ART dengan skor mean sebesar
130, sedangkan skor mean anak yang diasuh oleh ART sebesar 86,2.
Kemandirian (otonomi) merupakan salah satu tugas perkembangan
yang harus diselesaikan sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan
ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu hubungan antara anak dan orang tuanya
terdapat suatu sikap atau tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Masa prasekolah adalah masa dimana perkembangan kognitif
sudah mulai menunjukkan perkembangan, pada masa ini anak harus dilatih
atau dibiasakan mengenal bagaimana dia harus bertingkah laku, seperti
mencuci tangan sebelum makan, dan menggosok gigi sebelum tidur (Friedman,
2001). Watson dan Lindgren (Barus, 1999) berpendapat bahwa kemandirian
meliputi pengertian mengenai kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi
hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam berusaha, dan
melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Kemandirian anak di TPA lebih tinggi karena didukung oleh berbagai
faktor. Pengasuhan di TPA berkaitan dengan tenaga pengajar,
sistem/kurikulum pendidikan dan teman sebaya. Seorang pengasuh di TPA
dituntut untuk mempunyai kemampuan dasar pendidikan menjadi pengasuh
yang terdidik sehingga mampu untuk mengasuh sekaligus mendidik anak
sesuai kurikulum yang ada. Pengasuhan di TPA memiliki kurikulum yang
sudah disusun oleh Dinas Pendidikan untuk pendidikan anak prasekolah.
Kurikulum tersebut meliputi perkembangan fisik, kecerdasan, sosio-emosional
(Pendidikan Anak Usia Dini). Selain kurikulum dan pengasuhan yang
tersistem, dalam lingkungan TPA anak akan mempunyai teman sebaya
sehingga belajar dalam bersosialisasi dengan prinsip take and give (belajar
kemampuan sosial). Selain itu TPA juga menanamkan kemandirian kepada
anak. Misalnya ketika makan, pengasuh TPA akan menyiapkan makanan untuk
anak, lalu membiarkan anak mencoba makan secara mandiri. Jika anak
kesulitan untuk menyendok makanan, pengasuh akan membantu untuk
menyendok makanan tersebut, lalu membiarkan anak belajar memasukkan
makanan sendiri ke dalam mulut. Perlahan-lahan anak dibantu hingga dapat
makan sendiri.
Sesuai pendapat Soetjiningsih (1995), bahwa lingkungan merupakan
faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak prasekolah.
Pada usia ini anak membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana-kemari dan
mempelajari lingkungan, dalam hal ini lingkungan sekolah. Selain itu, anak
yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding
dengan anak yang kurang mendapat stimulasi. Di lingkungan TPA, anak lebih
distimulasi dibandingkan pengasuhan ART. Anak di TPA diajari bagaimana
melakukan sesuatu, namun anak yang diasuh ART cenderung dituruti. Hal ini
juga dipengaruhi latar belakang pendidikan pengasuh dimana TPA merupakan
tenaga pendidik sedangkan ART hanya sebagai pengasuh.
Pendapat Soetjiningsih tersebut didukung oleh hasil pengamatan dan
penelitian bahwa lingkungan TPA mampu memberikan stimulus yaitu anak
merupakan perilaku paling sering muncul di TPA membuktikan bahwa
stimulus di TPA mampu memberikan kemandirian dalam bersosialisasi yang
terarah dan teratur, sementara perilaku dapat tidur sendiri tanpa ditemani
menjadi aktivitas paling jarang dilakukan karena aktivitas tidur bukan hal yang
menarik saat anak berkumpul dengan teman-teman seusianya.
Berbeda dengan pengasuhan yang dilakukan oleh ART, stimulus yang
diberikan memang kurang terarah dan teratur yang menyebabkan anak kurang
tertarik untuk dapat mandiri. Seperti diketahui, ART yang bekerja di rumah
tidak hanya bertugas untuk mengasuh namun juga menjalankan kewajiban lain
seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci dan kegiatan lain yang
berkaitan dengan rumah tangga. Seorang ART juga dapat berperan menjadi
satu-satunya orang yang menemani anak melakukan aktivitasnya misalnya
bermain, makan dan sebagainya. Peran ganda yang menjadi tanggung jawab
ART menyebabkan anak kadang-kadang harus bermain dan bereksplorasi
sendiri sesuai keinginannya dan tanpa dasar pendidikan kemandirian. Selain
itu, „kesendirian‟ yang dirasakan anak terkadang membuatnya melakukan
sesuatu untuk menarik ART agar memperhatikannya di tengah-tengah
kesibukan menjalankan kewajiban rumah tangga. Salah satunya adalah ke
toilet. Perilaku inilah yang paling sering muncul pada anak yang diasuh ART,
hal ini sebagai bentuk minta perhatian anak kepada ART. Sedangkan perilaku
paling jarang adalah menata tempat tidur. Hal ini karena segala kebutuhan
termasuk menata tempat tidur merupakan tanggung jawab ART sehingga anak
Setiap anak memiliki tingkat kemandirian masing-masing, ada anak
yang memiliki kemandirian yang tinggi dan ada yang rendah. Pada pengasuhan
di TPA, subjek yang memiliki kemandirian paling tinggi yaitu Nesha,
sedangkan kemandirian paling rendah yaitu Raphael. Nesha melakukan