• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kemandirian anak prasekolah yang dititipkan di (Taman Penitipan Anak (TPA) dengan anak yang diasuh oleh Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan kemandirian anak prasekolah yang dititipkan di (Taman Penitipan Anak (TPA) dengan anak yang diasuh oleh Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANAK PRASEKOLAH YANG DITITIPKAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DENGAN ANAK YANG DIASUH OLEH ASISTEN RUMAH TANGGA(ART) DI RUMAH

Bella Rusiana Putri

ABSTRAK

Penelitian deskriptif komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak prasekolah yang dititipkan di Taman Penitipan Anak (TPA) dengan anak prasekolah yang diasuh oleh Asisten Rumah Tangga(ART) di rumah. Hipotesis menyatakan bahwa ada perbedaan kemandirian antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan oleh ART di lingkungan rumah dimana kemandirian anak yang diasuh di TPA lebih tinggi daripada anak yang diasuh asisten rumah tangga di rumah. Desain penelitian menggunakan Independent Sample t-test. Subjek penelitian adalah kelompok anak di TPA dan anak yang diasuh oleh ART masing-masing 5 subjek. Analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan anak yang diasuh oleh ART.Tingkat kemandirian tersebut ditunjukkan dari jenis aktivitas yang merupakan indikator kemandirian. Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh anak di TPA yaitu “Mau bermain bersama dengan teman-teman” dan paling jarang dilakukan adalah “Dapat tidur sendiri tanpa ditemani”, sedangkan aktivitas anak yang diasuh oleh ART yang paling sering adalah “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” dan aktivitas paling jarang dilakukan adalah “Dapat menata tempat tidurnya”. Aktivitas “Mau bermain bersama” menjadi aktivitas paling banyak dilakukan karena di lingkungan TPA terdapat banyak anak seusia yang mempunyai karakter yang sama yaitu suka bermain, sedangkan aktivitas “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” menjadi aktivitas paling sering dilakukan anak yang diasuh oleh ART sebagai bentuk pencarian perhatian orang di sekitarnya karena anak yang diasuh oleh ART tidak mempunyai teman sehingga membutuhkan perhatian.

(2)

ii

DIFFERENCE OF INDEPENDENCE PRESCHOOL CHILDREN DEPOSITED IN DAYCARE WITH HOUSEHOLD RAISED BY ASSISTANT

AT HOME

Bella Rusiana Putri

ABSTRACT

This comparative descriptiveresearchaimed to determine differences preschoolers independence deposited in the landfill with preschool children are cared for by assistant at home. The hypothesis states that there is a difference between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and by assistantat home environment where children are nurtured independence in landfill higher than children cared for at home household assistant. The study design using independent sample t-test. The subjects were a group of children in the landfill and the children are cared for by assistant at home 5 each subject. Analysis of the data shows that there are significant differences between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and children are taken care of by assistant at home. The level of independence is shown on the type of activity which is an indicator of independence. Activities most often committed by children in a landfill is "Want to play along with friends" and most rarely performed is "to sleep alone without the company", while the activity of the child who was raised by assistant at home most often is "to express the desire when they want to toilet "and most rarely performed activities is" to arrange his bed ". Activities "Want to play together" became the most activity is done because in a landfill environment there are a lot of children the same age who have the same character that loves to play, while the activity "to express a desire when they want to the toilet" to be an activity most frequently performed of children taken care of by assistant at home as search form for the attention of those around the child who was raised by assistant at home does not have any friends that need attention.

(3)

i SKRIPSI

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANAK PRASEKOLAH YANG DITITIPKAN DI (TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DENGAN ANAK YANG DIASUH OLEH ASISTEN RUMAH TANGGA (ART) DI RUMAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Bella Rusiana Putri

109114109

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“ Perasaan senang itu harus hadir setiap hari meskipun hanya secuil”

-Penulis-

“Katakan apa yang ingin kau katakan, lakukan apa yang ingin kau lakukan. Just be Your Self.”

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

1. Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mama dan Ayahku tersayang.

(8)
(9)

vii

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANAK PRASEKOLAH YANG DITITIPKAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DENGAN ANAK YANG DIASUH OLEH ASISTEN RUMAH TANGGA (ART) DI RUMAH

Bella Rusiana Putri

ABSTRAK

Penelitian deskriptif komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak prasekolah yang dititipkan di Taman Penitipan Anak (TPA) dengan anak prasekolah yang diasuh oleh Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah. Hipotesis menyatakan bahwa ada perbedaan kemandirian antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan oleh ART di lingkungan rumah dimana kemandirian anak yang diasuh di TPA lebih tinggi daripada anak yang diasuh asisten rumah tangga di rumah. Desain penelitian menggunakan Independent Sample t-test. Subjek penelitian adalah kelompok anak di TPA dan anak yang diasuh oleh ART masing-masing 5 subjek. Analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan anak yang diasuh oleh ART. Tingkat kemandirian tersebut ditunjukkan dari jenis aktivitas yang merupakan indikator kemandirian. Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh anak di TPA yaitu “Mau bermain bersama dengan teman-teman” dan paling jarang dilakukan adalah “Dapat tidur sendiri tanpa ditemani”, sedangkan aktivitas anak yang diasuh oleh ART yang paling sering adalah “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” dan aktivitas paling jarang dilakukan adalah “Dapat menata tempat tidurnya”. Aktivitas “Mau bermain bersama” menjadi aktivitas paling banyak dilakukan karena di lingkungan TPA terdapat banyak anak seusia yang mempunyai karakter yang sama yaitu suka bermain, sedangkan aktivitas “Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke toilet” menjadi aktivitas paling sering dilakukan anak yang diasuh oleh ART sebagai bentuk pencarian perhatian orang di sekitarnya karena anak yang diasuh oleh ART tidak mempunyai teman sehingga membutuhkan perhatian.

(10)

viii

DIFFERENCE OF INDEPENDENCE PRESCHOOL CHILDREN DEPOSITED IN DAYCARE WITH HOUSEHOLD RAISED BY ASSISTANT

AT HOME

Bella Rusiana Putri

ABSTRACT

This comparative descriptive research aimed to determine differences preschoolers independence deposited in the landfill with preschool children are cared for by assistant at home. The hypothesis states that there is a difference between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and by assistant at home environment where children are nurtured independence in landfill higher than children cared for at home household assistant. The study design using independent sample t-test. The subjects were a group of children in the landfill and the children are cared for by assistant at home 5 each subject. Analysis of the data shows that there are significant differences between the independence of children cared for by caregivers in the landfill and children are taken care of by assistant at home. The level of independence is shown on the type of activity which is an indicator of independence. Activities most often committed by children in a landfill is "Want to play along with friends" and most rarely performed is "to sleep alone without the company", while the activity of the child who was raised by assistant at home most often is "to express the desire when they want to toilet "and most rarely performed activities is" to arrange his bed ". Activities "Want to play together" became the most activity is done because in a landfill environment there are a lot of children the same age who have the same character that loves to play, while the activity "to express a desire when they want to the toilet" to be an activity most frequently performed of children taken care of by assistant at home as search form for the attention of those around the child who was raised by assistant at home does not have any friends that need attention.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan kebaikan-Nya sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. Skripsi

ini selesai berkat dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi dan

Dosen pembimbing akademik

2. Bapak Pulus Eddy Suhartanto M, Si. Selaku Kepala Program Studi Psikologi

dan selaku dosen yang telah membantuku dalam detik-detik menjelang

pendaftaran ujian.

3. Ibu Dra.Lusia Pratidarmanastiti M.S (Alm), selaku pembimbing skripsi.

Terimakasih atas waktu, perhatian, motivasi, bimbingan dan kesabarannya

dalam membimbingku. Bahkan hingga akhir hayatmu, engkau masih berjuang

untuk mendampingiku dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh staf Fakultas Psikologi, atas keramahan dan kesabaran dalam

pelayanannya.

6. Ayah dan Mama, orang tua yang selalu kucintai. Terimakasih Ayah dan

Mama yang selalu memberikan doa terbaik dan dukungan untuk anak

(13)

xi

terkadang membuatku emosi, namun itulah orang tua yang menginginkan

anaknya segera lulus.

7. Ales dan Ille, terimakasih adek-adekku tersayang. Terimakasih Ales sudah

meluangkan waktu untuk menemani mengerjakan revisi, hehe.

8. Untuk Semua sahabat dan teman-teman angkatan 2008, 2009, 2010, 2011,

2012, dan teman-teman seperjuangan di Fakultas Psikologi. Vian, Dien, Niko,

Vita, dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Untuk Saudaraku di Mapasadha, Gemblong, Dodol, Rambak, Cethil, Laler,

Kocor, Kosak, Momok, Jalang, Mas Mlongo, Mas Sempal, Pak Koci, Mas

Ngomple, Mas Tholo, Mas Blorok, Mas Soel, Mas Ndombley, Mbak Moci,

Bondes, Tempus, dan semuanya yang tidak tertulis.

10. Sahabat arung jeram, Kasim, Deky, Uba, Ayuk, Nanut, Lelly, Nyentet, Gatal,

Kancil, Badeg, Bispak, Tukik, Kecing, Adict, Arya, Panjing, dan yang

lainnya.

11. Teman-teman di TK Ceria Timoho, Miss Anies, Miss Yannie, Miss Mutia, Mr

Ali, Miss Win, Miss pungky, Mr Nana, Miss Agatha dan Dilah. Terimaksih

teman-teman asisten yang bersedia meluangkan waktu untuk menggantikan

kelasku ketika aku ijin untuk bimbingan, Nunu, Tyas, Verin, Vina, Fitri,

Andre, Gita, Daru, Denis, Ayuk dan Bayu. Terimakasih juga telah

mengijinkan untuk mengambil data observasi.

12. Teman-teman Outbound, Mas Acong, Mas Warno, Pakdhe, Mas Widhi, Mas

Tabe, Cingur, Olga, Tita, Daru, Mbak Harvie, Mbak Jessie, Wedhus, Eva,

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN MOTTO ... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...

B. Rumusan Masalah ...

C. Tujuan Penelitian ...

D. Manfaat Penelitian ...

1. Manfaat Teoritis ...

(16)

xiv BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Usia Dini ...

B. Kemandirian ...

1. Pengertian Kemandirian ...

2. Aspek-Aspek Kemandirian ...

3. Tingkatan Kemandirian ...

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian...

5. Kemandirian Anak Usia Dini ...

C. Orang Tua dan Lingkungan Keluarga ...

D. Taman Penitipan Anak (TPA) ...

E. Kemandirian Anak yang Diasuh oleh Pengasuh TPA dan

Asisten Rumah Tangga di Rumah ...

F. Hipotesis Penelitian ...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ...

B. Fokus Penelitian ...

C. Subjek Penelitian ...

D. Metode Pengumpulan Data ...

1. Observasi Perilaku ...

2. Dokumentasi ...

E. Variabel Penelitian ...

F. Definisi Operasional ...

(17)

xv

G. Populasi dan Sampel ...

H. Analisis Data ...

1. Uji Asumsi ...

2. Uji Hipotesis ...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ...

1. Data Penelitian ...

2. Uji Hipotesis ...

C. Pembahasan ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

31

31

41

42

43

43

44

46

54

55

56

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Try Out ...

Tabel 3. 2 Korelasi antar Observer ...

Tabel 3.3 Data TPA Observer 1 ...

Tabel 3.4 Data TPA Observer 2 ...

Tabel 3.5 Analisis Data Subjek TPA ...

Tabel 3.6 Data ART Observer 1 ...

Tabel 3.7 Data ART Observer 2 ...

Tabel 3.8 Analisis Data Subjek ART ...

Tabel 3.9 Analisis Data TPA dan ART per Subjek .... ...

Tabel 4.1 Data Perhitungan Independent Sample T-Tes ...

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Independent Sample T-Tes ...

32

33

34

35

36

37

38

39

40

43

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah “golden age” atau

masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka

untuk tumbuh dan berkembang secara cepat. Menurut Kartini & Tanjung

(2005), aspek-aspek kepribadian yang ada dalam perkembangan individu

diantaranya adalah aspek bahasa, aspek kecerdasan, aspek motorik, aspek

sosial, dan aspek emosi. Menurut Hurlock (1980), masa kanak-kanak

berlangsung dari usia 2-6 tahun.

Seperti diketahui bahwa usia dini tersebut merupakan masa usia

prasekolah dimana masa tersebut dikenal dengan masa emas atau golden age.

Peluang emas pada masa anak-anak tersebut membuat banyak orang tua

memberikan stimulasi dan perhatian ekstra agar potensi anak dapat

berkembang maksimal. Menurut Warisyah (2015), orang tua berperan aktif

dalam keberhasilan anaknya. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan di

rumah sangat dibutuhkan, baik dalam hal memberikan dorongan atau motivasi,

kasih sayang, tanggung jawab moral, tanggung jawab sosial, tanggung jawab

atas kesejahteraan anak baik lahir maupun batin. Menurut Ismira (dalam

Fatimah, 2012), orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh

dan membimbing anak. Dalam pengasuhan anak, orang tua akan memberikan

(20)

perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap

keinginan anaknya.

Salah satu aspek yang menjadi fokus bagi anak usia dini adalah

kemandirian. Menurut Utami dkk. (2013), kemandirian merupakan salah satu

indikator dalam aspek sosio-emosional. Kemandirian sangat penting karena

berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan anak dalam mengurus diri

sendiri. Lie dan Prasasti (2004) menyatakan bahwa pada usia 2-6 tahun anak

mulai menjelajahi dunia sekitar dan mengembangkan otonominya seiring

dengan perkembangan berbagai keterampilan, seperti motorik kasar dan

motorik halus.

Ketika anak mulai mengeksplorasi berbagai keterampilan dengan

kemampuan yang dimiliki, maka termasuk dalam kemandirian. Seperti

dikemukakan Wiyani (2012) bahwa keterampilan dan kemampuan yang

dimiliki anak merupakan bentuk kemandirian anak usia dini yang disesuaikan

dengan tugas perkembangannya, seperti belajar berjalan, belajar makan, dan

belajar berinteraksi dengan orang lain. Menurut Soetjiningsih (1995),

memasuki masa prasekolah, orang tua berperan untuk melatih kemandirian

anak. Kemandirian anak dapat terlihat dalam berbagai hal seperti bersosialisasi,

belajar, dan berperilaku hidup bersih dan sehat.

Pentingnya kemandirian dikemukakan oleh Lie dan Prasasti (2004)

yaitu agar anak bisa menjalani kehidupan tanpa ketergantungan kepada orang

lain. Kriteria anak yang sudah mencapai kemandirian dikemukakan oleh

(21)

menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh

kontrol orang lain terutama orang tua. Menurut Wiyani (2012), karakter

mandiri yang dimiliki anak akan sangat bermanfaat bagi anak dalam

melakukan prosedur keterampilan dan bergaul dengan orang lain.

Sebagaimana diketahui bahwa Warisyah (2015) mengemukakan bahwa

keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Pendidikan pertama bagi anak

adalah pendidikan di rumah sehingga orang tua berperan aktif dalam

keberhasilan anaknya. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan di rumah

sangat dibutuhkan, baik dalam hal memberikan dorongan atau motivasi, kasih

sayang, tanggung jawab moral, tanggung jawab sosial, tanggung jawab atas

kesejahteraan anak baik lahir maupun batin. Sayangnya dengan perkembangan

jaman yang semakin modern dan tuntutan yang semakin banyak membuat

banyak ibu harus bekerja. Hal ini dapat membuat peran ibu tidak maksimal

dalam mendidik anak di rumah terutama mengenai kemandirian anak.

Berdasarkan hasil observasi, terdapat tiga alternatif dalam pengasuhan

anak selama ibu bekerja yaitu menitipkan anak kepada anggota keluarga,

diasuh oleh asisten rumah tangga (ART), dan pengasuhan di TPA (Taman

Penitipan Anak). Asisten rumah tangga maupun TPA merupakan pihak yang

berada di luar hubungan keluarga sehingga ikatan dengan anak yang diasuh

tidak sekuat hubngan keluarga yang cenderung terlalu sayang sehingga

memanjakan dan menuruti kemauan anak. Dalam penelitian ini peneliti tertarik

untuk melihat perbandingan antara pengasuhan asisten rumah tangga dengan

(22)

Asisten rumah tangga atau pembantu rumah tangga melaksanakan

tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah,

mengasuh anak majikan dan berbagai tugas lain yang diberikan oleh majikan.

Dengan perkataan lain, pekerjaan yang harus dilakukan oleh PRT sangatlah

banyak dan bervariasi tergantung dari kehidupan rumah tangga majikan

(Astuti, 1995), sedangkan di TPA, pengasuh atau yang berperan sebagai guru

mempunyai beberapa tugas. Ada beberapa tugas seorang guru dalam sebuah

pembelajaran di Taman Kanak-kanak serta fungsinya dalam melakukan

pengajaran, diantara tugas pokok dan fungsi tenaga pendidik atau guru di

Taman Kanak-kanak meliputi: (1) membimbing, membantu dan mengarahkan

peserta didik untuk belajar mengenal diri dan lingkungannya dengan cara yang

menyenangkan (mainan, seni, dan keindahan), (2) membimbing dan membantu

siswa meningkatkan kemampuan komunikasi verbal (dalam bentuk perbuatan

dan tingkah laku) dan nonverbal (mengarah pada penggunaan bahasa lisan

yang baik dan benar), (3) memperkenalkan nama-nama benda di sekelilingnya

kepada peserta didik, (4) memberikan dasar-dasar pengetahuan tentang agama

dan akhlak mulia, (5) membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik

untuk dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan fisik, intelektual,

psikologis, dan sosialnya (Muliawan, 2009).

Dari penjelasan tugas masing-masing ART dan TPA tersebut terlihat

jelas bahwa keberadaan asisten rumah tangga (ART) dengan pengasuh di TPA

(23)

pekerjaan rumah tangga dan pengasuh TPA khusus untuk mengasuh dan

mendidik anak dalam melewati perkembangan sesuai usianya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada Januari 2015,

sudah banyak TPA yang menggunakan kurikulum PAUD sebagai dasar untuk

mengarahkan perkembangan anak. Soetjiningsih (1995) mengemukakan bahwa

fokus perkembangan anak usia dini meliputi perkembangan motorik kasar,

motorik halus, personal sosial dan bahasa. Perkembangan anak usia dini

tersebut dipenuhi dengan adanya kurikulum PAUD yang ada di Indonesia,

seperti dikemukakan oleh Suminah dkk. (2015) bahwa program PAUD untuk

mengembangkan seluruh potensi anak yang mencakup lingkup perkembangan

nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan

seni. Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa,

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi.

Dengan adanya program yang jelas tersebut maka dasar pendidikan

yang ada di TPA lebih terarah. Anak dapat diarahkan dan diajari untuk

bersosialisasi dan mengemukakan keinginan. Anak juga diajari untuk

melakukan berbagai aktivitas secara sendirian seperti makan, memakai sepatu

(24)

Pengasuh di TPA berbeda dengan asisten rumah tangga di rumah.

Menurut Yunita (t.t), orangtua mengeluh tentang perkembangan kemandirian

dan tanggung jawab anaknya karena banyak kasus terjadi karena praktek

pengasuhan yang dilakukan oleh asisten rumah tangga yang mereka miliki. Hal

tersebut karena kurang tepatnya perilaku yang diberikan kepada anak. Perlu

adanya pendidikan atau program untuk asisten rumah tangga sehingga

perkembangan anak termasuk kemandiriannya dapat terwujud dengan optimal.

Dari uraian penjelasan mengenai pendidikan yang dilakukan di TPA

dan di lingkungan rumah oleh asisten rumah tangga diketahui bahwa

pengasuhan anak di lingkungan keluarga berbeda dengan pengasuhan di TPA.

Perbedaan perilaku tersebut dapat mempengaruhi perkembangan anak terutama

dalam kemandirian. Watson dan Lindgren (Barus, 1999) berpendapat bahwa

kemandirian meliputi pengertian mengenai kebebasan untuk mengambil

inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam

berusaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Menurut Monks (dalam Musdalifah, 2007), kemandirian meliputi perilaku

mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai

rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.

Kemandirian adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan

kemampuan seseorang yang dapat menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang

(25)

Erikson (1963) menyatakan bahwa anak harus mulai dilatih

kemandiriannya sejak usia 1,5 - 3 tahun. Tugas perkembangan yang harus

diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat

memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.

Masa prasekolah adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah

mulai menunjukkan perkembangan, pada masa ini anak harus dilatih atau

dibiasakan mengenal bagaimana dia harus bertingkah laku, seperti mencuci

tangan sebelum makan, dan menggosok gigi sebelum tidur (Friedman, 2001).

Pengasuhan di TPA dibagi dalam jenjang usia yaitu usia kurang dari 2 tahun,

antara 2-4 tahun berada pada ruang playgroup, dan lebih dari 4 sampai 6 tahun

berada di TK. Sesuai dengan pendapat Erikson tersebut maka kemandirian

dapat dilatih mulai usia 1,5 tahun, dan jika disesuaikan dengan rentang usia

pengasuhan yang ada di TPA maka penelitian mengambil rentang paling dekat

dengan usia 1,5 tahun yaitu antara 2 - 4 tahun.

Penelitian ini menggunakan metode observasi karena penelitian ini

berupa pengamatan perilaku. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan

non partisipan yaitu observer tidak terlibat dalam proses aktivitas orang-orang

yang diteliti. Observer hanya mengamati dan mencatat, yang selanjutnya

digunakan peneliti sebagai dasar untuk menganalisis dan membuat kesimpulan

dari apa yang telah dilihat observer. Melalui observasi, peneliti dapat

membandingkan berbagai perilaku kemandirian yang dimiliki anak usia 2 - 4

tahun antara pengasuhan yang dilakukan ART di lingkungan rumah dan di

(26)

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana gambaran perbedaan kemandirian anak prasekolah yang

diasuh di TPA dengan anak yang diasuh oleh asisten rumah tangga di rumah?”

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui gambaran perbedaan kemandirian anak usia prasekolah yang

diasuh di TPA dengan anak yang diasuh oleh asisten rumah tangga di rumah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memperkaya pengetahuan mengenai kelebihan dan kelemahan anak usia

dini yang dititipkan di TPA, serta memberikan sumbangan bagi ilmu

psikologi dan memberi referensi bagi peneliti yang ingin meneliti tentang

pengasuhan anak usia dini khususnya berkaitan dengan kemandirian.

2. Manfaat Praktis

Memberikan gambaran bagi para orang tua tentang pentingnya melatih

kemandirian anak agar lebih percaya diri dan tidak menggantungkan pada

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Anak Usia Dini

1. Definisi Perkembangan Anak Usia Dini

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun

2013 Tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif,

disebutkan bahwa definisi anak usia dini adalah anak sejak janin dalam

kandungan sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dikelompokkan atas

janin dalam kandungan sampai lahir, lahir sampai dengan usia 28 (dua

puluh delapan) hari, usia 1 (satu) sampai dengan 24 (dua puluh empat)

bulan, dan usia 2 (dua) sampai dengan 6 (enam) tahun. Menurut Mansur

(2005) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola

pertumbuhan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangannya.

Masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia 2-6 tahun, oleh orang

tua disebut sebagai usia problematis, menyulitkan, atau main; oleh pendidik

disebut usia pra sekolah; dan oleh ahli psikolog disebut sebagai

prakelompok, penjelajah atau usia bertanya (Hurlock, 1980). Pada usia dini

merupakan masa emas (golden age), karena anak mengalami pertumbuhan

dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan pada masa

mendatang. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini

(28)

adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat atau masa emas (golden age).

Menurut Monks dkk. (1998), perkembangan diartikan sebagai “suatu

proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali.

Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak

dapat diputar kembali”. Perkembangan juga dapat diartikan sebagai “proses

yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi

yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pematangan dan belajar”.

Desmita (2005) mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada

pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung

serangkaian perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah

dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui

pertumbuhan dan belajar. Berdasarkan definisi-definisi tersebut,

perkembangan diartikan sebagai proses perubahan secara terus menerus dari

fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah melalui pertumbuhan dan belajar.

Berdasarkan definisi perkembangan dan anak usia dini di atas maka

dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak usia dini adalah proses

perubahan secara terus menerus anak usia 0-6 tahun melalui pertumbuhan

dan belajar.

2. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini

Dalam perkembangan anak usia dini, terdapat aspek-aspek yang

mengalami perkembangan yang meliputi aspek fisik/motorik, aspek

(29)

a. Perkembangan fisik/motorik

Perkembangan fisik/motorik akan mempengaruhi kehidupan anak

baik secara langsung ataupun tidak langsung (Hurlock, 1978). Hurlock

menambahkan bahwa secara langsung, perkembangan fisik akan

menentukan kemampuan dalam bergerak. Secara tidak langsung,

pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaimana

anak memandang dirinya sendiri dan orang lain.

Perkembangan fisik meliputi perkembangan badanm otot kasar

dan otot halus, yang selanjutnya lebih disebut dengan motorik kasar dan

motorik halus (Suyanto, 2005). Perkembangan motorik kasar

berhubungan dengan gerakan dasar yang terkoordinasi dengan otak

seperti berlari, berjalan, melompat, memukul dan menarik. Motorik halus

berfungsi untuk melakukan gerakan yang lebih spesifik seperti menulis,

melipat, menggunting, mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu.

b. Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak

berkembang dan berfungsi sehingga dapat berpikir (Mansur, 2005). Keat

(dalam Purwanti dan Widodo, 2005) menyatakan bahwa perkembangan

kognitif merupakan proses mental yang mencakup pemahaman tentang

dunia, penemuan pengetahuan, pembuatan perbandingan, berfikir dan

mengerti. Proses mental yang dimaksud adalah proses pengolahan

(30)

pemecahan masalah, dan pembentukan konsep. Hal ini juga menjangkau

kreativitas, imajinasi dan ingatan.

c. Perkembangan bahasa

Penguasaan bahasa anak berkembang menurut hukum alami,

yaitu mengikuti bakat, kodrat, dan ritme yang alami. Menurut Lenneberg

(dalam Zubaidah, 2003), perkembangan bahasa anak berjalan sesuai

jadwal biologisnya. Hal ini digunakan sebagai dasar mengapa anak pada

umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan pada umur tertentu

belum dapat berbicara.

Perkembangan bahasa tidaklah ditentukan pada umur, namun

mengarah pada perkembangan motoriknya, namun perkembangan

tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahasa anak akan muncul

dan berkembang melalui berbagai situasi interaksi sosial dengan orang

dewasa (Kartono, 1995). Bahasa memiliki peranan yang sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari. Suhartono (2005) menyatakan bahwa

peranan bahasa bagi anak usia dini diantaranya sebagai sarana untuk

berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk berbicara dan sarana

agar anak mampu membaca dan menulis. Melalui bahasa seseorang dapat

menyampaikan keinginan dan pendapatnya pada orang lain.

d. Perkembangan sosio emosi

Emosi merupakan perasaan atau afeksi yang melibatkan

perpaduan antara gejolak fisiologis dan gejala perilaku yang terlihat

(31)

dalam kehidupan terutama dalam hal penyesuaian pribadi dan sosial anak

dengan lingkungan. Adapun dampak perkembangan emosi adalah

sebagai berikut: 1) emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman

sehari-hari, 2) emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan, 3)

emosi merupakan suatu bentuk komunikasi, 4) emosi mengganggu

aktifitas mental, dan 6) reaksi emosi yang diulang-ulang akan menjadi

kebiasaan (Soemantri, 2004).

Seiring bertambahnya usia anak, berbagai ekspresi emosi

diungkapkan secara terpola karena anak sudah dapat mempelajari reaksi

orang lain (Saputra dan Rudyanto, 2005). Reaksi emosi yang timbul

berubah lebih proporsional, seperti sikap tidak menerima dengan

cemberut dan sikap tidak patuh atau nakal. Saputra dan Rudyanto (2005)

menambahkan beberapa ciri-ciri emosi pada anak antara lain: 1) emosi

anak berlangsung singkat dan sementara, 2) terlihat lebih kuat dan hebat,

3) bersifat sementara, 4) sering terjadi, dan 5) dapat diketahui dengan

jelas dari tingkah lakunya.

Ismail (dalam Harun, 2009) menyatakan bahwa pada tahap ini

anak akan mengalami perkembangan yang positif dalam kreativitas,

banyak ide, imajinasi, berani mencoba, berani mengambil resiko dan

mudah bergaul. Pada tahap ini anak dapat menunjukkan sikap inisiatif,

yaitu mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak bebas dan mulai

(32)

perilaku yang diharapkan dalam lingkungan sosialnya, serta bertanggung

jawab atas apa yang dilakukannya.

B. Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri

sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian berasal dari kata

diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari

perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan

merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh

aspek kepribadian (Bahara, 2008 dalam Putra, 2012). Kemandirian juga

dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung

kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh (Parker, 2005).

Watson dan Lindgren (Barus, 1999) berpendapat bahwa kemandirian

meliputi pengertian mengenai kebebasan untuk mengambil inisiatif,

mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam

berusaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Mönks (dalam Musdalifah, 2007) mengemukakan bahwa

kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi

hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan

sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian adalah hasrat untuk

melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat dapat dipahami

(33)

a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk

maju demi kebaikan dirinya.

b. Mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah

yang dihadapi.

c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

d. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.

Dari berbagai definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa

kemandirian adalah kemampuan seseorang yang dapat menyelesaikan

sesuatu tanpa bantuan orang lain secara penuh.

2. Aspek-aspek Kemandirian

Ada beberapa aspek dalam kemandirian pada anak seperti yang

dijelaskan Martin (2000), yaitu:

a. Self-regulation, anak mampu menyesuaikan tingkah laku agar sesuai

dengan apa yang mereka ketahui dapat diterima oleh lingkungan

sosialnya. Anak berusaha menghindari tingkah laku-tingkah laku yang

menurut pengalamannya tidak harus dan tidak patut dilakukan. Tingkah

laku-tingkah laku yang menjadi indikator adanya self-segulation di

antaranya dapat memasukkan makanan ke dalam mulut dengan benar,

dapat menggunakan alat makan/minum dengan benar, membuang

sampah pada tempatnya, mau merapikan mainan ke tempat semula,

makan dengan rapi, mau bersalaman dengan orang baru, makan dan

minum pada waktu yang ditetapkan, mau menghabiskan makanan atau

(34)

teman-teman dan mematuhi peraturan yang ada, tidak meminta bantuan

terus-menerus, mau tidur sendiri, tidak menangis saat ditinggal, dan mau

meminjamkan mainan pada temannya.

b. Self-control, anak mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan tuntuan

sosial yaitu jenis perilaku yang disenangi oleh orang tua di rumah atau

guru di sekolah. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator

adanya self-control di antaranya bisa duduk atau jongkok di WC dengan

posisi yang benar, tidak mengompol, dan tidak merengek saat

menyampaikan sesuatu.

c. Self-efficacy, anak memiliki perasaan mampu mengerjakan sendiri

sesuatu secara efektif. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator

adanya self-determination di antaranya mau membereskan mainan tanpa

disuruh, mengambil gelasnya sendiri dengan satu tangan, mencoba

menyisir rambut sendiri, mencoba memakai atau melepaskan pakaian

sendiri, mencoba memakai atau melepaskan kaus kaki atau sepatu

sendiri, menggosok gigi sendiri tanpa dibantu, menolak bantuan yang

ditawarkan apabila merasa mampu.

d. Self-determination, anak mampu menentukan sendiri apa yang ingin atau

akan dilakukannya. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator

adanya self determination di antaranya bisa memilih baju yang akan

dipakai, memilih mainannya sendiri, dan mampu menentukan makanan

(35)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda antara anak yang

satu dengan yang lainnya.Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan

kemampuan individual anak. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat kemandirian anak (Soetjiningsih, 1995) :

a. Faktor Internal

1) Faktor emosi ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan

tidak terganggunya kebutuhan emosi anak

2) Faktor intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk

mengatasi masalah yang dihadapi anak.

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapai atau

tidaknya kemandirian anak prasekolah. Pada usia ini anak

membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana-kemari dan

mempelajari lingkungan.

2) Karakteristik sosial mempengaruhi kemandirian anak, misalnya

tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan

anak-anak dari keluarga kaya.

3) Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat

mandiri dibanding dengan anak yang kurang mendapat stimulasi.

4) Pola asuh, anak dapat mandiri dengan diberi kesempatan, dukungan

(36)

5) Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan

sewajarnya karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi kurang

mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi dua arah antara orang tua

dan anak berjalan lancar dan baik.

6) Kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan

orang tua, dengan pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan

pada anak karena orang tua dapat menerima informasi dari luar

terutama cara meningkatkan kemandirian anak.

7) Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah untuk mencari

nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai

perkembangan usianya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, ibu dapat

memantau langsung kemandirian anak dan bisa memandirikan

anaknya

4. Kemandirian Anak pada Usia Dini

Kemandirian pada anak mulai berkembang di usia 1 - 2 tahun atau

ketika anak memasuki tahapan autonomy versus shame and doubt menurut

teori perkembangan psikososial Erikson. Ketika memasuki tahapan ini, anak

mulai merasa kalau dirinya sudah besar dan berusaha untuk melepaskan diri

dari caregiver atau orang-orang yang dekat dengan mereka dengan cara

menjadi mandiri. Bentuk kemandirian pada anak di tahapan ini biasanya

ditunjukkan dengan adanya penolakan terhadap bantuan yang ditawarkan,

misalnya menolak dibantu saat berpakaian, ingin makan sendiri meskipun

(37)

benar, ingin jalan sendiri, dan lain semacamnya (Papalia, Olds, & Feldman,

2009). Pada usia-usia ini, tingkah laku-tingkah laku mandiri yang

ditampilkan anak cenderung berupa tingkah laku yang sesuai dengan

tingkah laku yang diinginkan lingkungan. Caregiver pada tahapan ini

memiliki tugas untuk mendorong perilaku-perilaku itu agar muncul tidak

lagi karena perilaku itu diinginkan lingkungan, tetapi karena adanya

keinginan dari dalam diri anak untuk berlaku mandiri (Martin, 2000).

Erikson (1950, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009)

mengidentifikasi usia 1,5 - 3 tahun sebagai tahap kedua dalam

perkembangan kepribadian (autonomy versus shame and doubt) yang

ditandai dengan adanya perubahan dari kontrol eksternal ke kontrol internal

(self-control). Pada tahapan ini, nilai yang berkembang adalah will.

C. Taman Penitipan Anak (TPA)

Pengasuhan di TPA menggunakan dasar pendidikan yaitu PAUD

(Pendidikan Anak Usia Dini). Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa,

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi.

Dengan adanya keterlibatan pemerintah dalam pendidikan anak usia

(38)

sesuai kurikulum dan pengasuhan yang tersistem. Adanya faktor ini maka

segala upaya dilakukan dalam mencapai kemandirian anak.

D. Asisten Rumah Tangga

Asisten Rumah Tangga atau yang dikenal dengan pembantu rumah

tangga merupakan salah satu mata pencaharian di Indonesia. Keberadaan

pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu rumah tangga

sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia baik di kota-kota

maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai Pembantu Rumah Tangga

(PRT). PRT melaksanakan tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci,

memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak majikan dan berbagai tugas

lain yang diberikan oleh majikan. Dengan perkataan lain, pekerjaan yang harus

dilakukan oleh PRT sangatlah banyak dan bervariasi tergantung dari kehidupan

rumah tangga majikan (Astuti, 1999).

E. Kemandirian Anak yang Diasuh oleh Pengasuh TPA dan Asisten rumah tangga di Rumah

Beberapa anak di sekitar kita yang mengalami hambatan kemandirian,

yaitu anak yang belum mampu menyelesaikan tugas perkembangan pada

usianya, seperti anak usia 3 tahun yang belum mampu buang air di toilet.

Individu yang belum mampu menyelesaikan tugas perkembangannya akan

mengalami kegagalan pada tugas perkembangan selanjutnya (Havighurts

dalam Berns, 2010).

Kemandirian dapat mulai diajarkan pada anak ketika anak berusia 1,5-3

(39)

lingkungan merupakan faktor penting yang dapat membantu anak untuk

mencapai kemandiriannya. Lingkungan yang mendukung kemandirian

termasuk orang-orang di dalam lingkungan tersebut. Saat ini pengasuhan anak

dilakukan di rumah atau TPA. Orang tua terutama ibu yang bekerja dan tidak

bisa mengasuh anak secara langsung memiliki 2 alternatif pengasuhan yaitu

pengasuhan di lingkungan rumah dengan asisten rumah tangga atau

pengasuhan di TPA dengan pengasuh TPA. Kedua alternatif tersebut memiliki

kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Pengasuhan anak di lingkungan rumah dengan asisten rumah tangga

memiliki kelebihan bahwa anak tetap berada di lingkungan rumah yang

nantinya anak mengenal lingkungan dimana ia tumbuh dan merasa nyaman.

Sayangnya, pengasuh anak dengan asisten rumah tangga tidak mempunyai

dasar pendidikan tentang pengasuhan anak terutama mengenai kemandirian.

Selain itu, fokus pengasuhan anak sering terbagi karena dilakukan bersamaan

dengan menyelesaikan tanggung jawab rumah misalnya memasak, mencuci,

dan membersihkan rumah sehingga pengasuh tidak mengajarkan hal-hal yang

membuat anak mandiri.

Berbeda dengan pengasuhan anak di TPA. TPA memiliki kurikulum

Pendidikan Anak Usia Dini, termasuk pendidikan kemandirian dan pengasuh

anak di TPA mempunyai dasar pendidikan dalam pengasuhan anak sehingga

dapat mendidik sesuai dengan kurikulum yang ada. Kekurangannya adalah

fokus pengasuhan anak terbagi dengan anak-anak lainnya karena seorang

(40)

dari satu, fokus utama tetap terhadap anak, sehingga pengasuh tetap dapat

mengajarkan kemandirian.

F. Hipotesis

Dari uraian di atas dapat diambil hipotesis bahwa ada perbedaan

kemandirian antara anak yang diasuh oleh pengasuh di TPA dan oleh asisten

rumah tangga di lingkungan rumah, dimana kemandirian anak yang diasuh di

TPA lebih tinggi daripada anak yang diasuh oleh ART di rumah. Lebih

(41)

Skema Kerangka Pikir

Anak diasuh oleh ART di lingkungan rumah

Anak diasuh di Taman Penitipan Anak (TPA)

1. Pengasuh anak tidak mempunyai dasar pendidikan tentang

pengasuhan anak terutama mengenai kemandirian 2. Fokus pengasuhan anak

sering terbagi karena dilakukan bersamaan dengan menyelesaikan tanggung jawab rumah misalnya memasak,

mencuci, dan membersihkan rumah sehingga pengasuh tidak mengajarkan hal-hal yang membuat anak mandiri

1. TPA memiliki kurikulum PAUD, termasuk pendidikan kemandirian

2. Pengasuh anak mempunyai dasar pendidikan dalam pengasuhan anak sehingga dapat mendidik sesuai dengan kurikulum yang ada

3. Fokus pengasuhan anak terbagi dengan anak-anak lainnya karena seorang pengasuh dapat mengasuh antara 3-5 anak 4. Meskipun anak yang diasuh

lebih dari satu, fokus utama tetap terhadap anak, sehingga pengasuh tetap dapat

mengajarkan kemandirian. Orang tua bekerja

Anak kurang mandiri

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif komparatif

kuantitatif. Penelitian deskriptif komparatif kuantitatif digunakan untuk

membandingkan dua kelompok atau lebih. Karakteristik penelitian deskriptif

komparatif kuantitatif adalah peneliti melakukan identifikasi dan deskripsi

mengenai suatu fenomena tanpa berusaha menggambarkan hubungan sebab

akibat. Metode dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu metode dengan

data penelitian berupa angka-angka dan analisis yang menggunakan statistik.

Metode ini disebut sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi

kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan

sistematis (Sugiyono, 2012).

B. Fokus Penelitian

Pada penelitian ini peneliti ingin menyajikan rangkaian penelitian yang

terfokus kemandirian pada anak usia prasekolah (2-4 tahun) yang diasuh oleh

pengasuh di TPA dan asisten rumah tangga di lingkungan rumah.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang dalam penelitian ini adalah anak usia 2-4 tahun yang

diasuh oleh asisten rumah tangga dan anak usia 2-4 tahun yang diasuh oleh

pengasuh di TPA.

(43)

D. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi Perilaku

Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara

sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti (Hadi, 2004). Observasi

dalam penelitian ini adalah dengan cara melihat aktivitas-aktivitas/perilaku

anak usia 2-4 tahun. Observasi di TPA dilakukan mulai pukul 10.00-15.00

dengan istirahat pukul 11.00-12.00 (jam istirahat/tidur siang), sedangkan

observasi di lingkungan rumah dilakukan mulai pagi setelah anak mandi dan

sarapan dengan jumlah jam observasi sama dengan yang di TPA. Observasi

dilakukan dengan mengamati aktivitas yang mengarah ke kemandirian

berdasarkan indikator-indikator kemandirian.

2. Dokumentasi

Dokumen ialah setiap bahan tertulis atau film (Moleong, 2012).

Dokumen dalam penelitian ini adalah kurikulum di TPA dan profil subjek

penelitian (responden).

E. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

1. Variabel independen (variabel bebas) yaitu anak usia prasekolah (2-4 tahun)

yang dititipkan di TPA dan yang diasuh oleh asisten rumah tangga di rumah

(44)

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini merupakan indikator yang

digunakan untuk mengukur kemandirian anak usia 2-4 tahun. Indikator yang

digunakan berdasarkan teori Martin (2000) yang meliputi aspek

self-regulation, self-control, self-efficacy dan self-determination.

1. Self-regulation, yaitu anak mampu menyesuaikan tingkah laku agar sesuai

dengan apa yang mereka ketahui dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.

Sub indikator adanya self-segulation yaitu:

a. Membuang sampah pada tempatnya

b. Dapat tidur sendiri tanpa ditemani

c. Patuh pada pengasuh

d. Mau meminjamkan mainan pada temannya

e. Tidak menangis saat ditinggal orang tua bekerja

f. Mau berbagi sesuatu yang dimilikinya dengan temannya misalnya

makanan

g. Mau bermain bersama dengan teman-teman

2. Self-control, yaitu anak mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan

tuntuan sosial yaitu jenis perilaku yang disenangi oleh orang tua di rumah

atau guru di sekolah. Sub indikator adanya self-control yaitu:

a. Berani dan mampu mengucapkan salam

b. Berdoa sebelum makan

(45)

d. Tidak marah-marah ketika tidak mendapatkan mainan yang

diinginkannya.

e. Mampu menata tempat tidurnya

f. Mau berkenalan dengan orang baru

3. Self-efficacy, yaitu anak memiliki perasaan mampu mengerjakan sendiri

sesuatu secara efektif. Sub indikator adanya self-determination yaitu:

a. Mau dan mampu makan sendiri

b. Mau dan mampu membereskan mainan setelah selesai digunakan

c. Mampu mengambil gelasnya dan minum sendiri

d. Mau dan mampu menyisir rambut sendiri

e. Mau mencoba memakai/melepaskan pakaian sendiri

f. Mau mencoba memakai/melepaskan kaus kaki dan sepatu sendiri

g. Mampu menggosok gigi sendiri

h. Mampu melepaskan celana sendiri saat mau buang air/mandi

i. Mau dan mampu buang air sendiri di WC

4. Self-determination, yaitu anak mampu menentukan sendiri apa yang ingin

atau akan dilakukannya. Sub indikator adanya self-determination yaitu:

a. Dapat mengungkapkan keinginan ketika ingin ke kamar mandi

b. Mampu memilih baju yang ingin dipakainya

c. Mampu memilih mainan kesukaannya

d. Mampu memilih makanan kesukaannya

(46)

Dari definisi operasional di atas maka dapat diukur kemandirian anak

usia prasekolah dimana semakin sering aktivitas dilakukan sendiri dan semakin

banyak indikator yang terpenuhi maka anak dinilai semakin mandiri.

G. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang berada

di lingkungan TPA dan di rumah. Jumlah anak usia prasekolah yang dititipkan

di TPA sebanyak 15 anak. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik sampling kuota, yaitu teknik untuk menentukan

sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota)

yang diinginkan (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini, ciri yang dimaksud

yaitu anak usia 2-4 tahun. Selain itu, pendapat Suharsimi Arikunto (2006)

menyatakan apabila subyeknya kurang dari 100 maka semua populasi lebih

baik diambil (penelitian populasi). Berdasarkan ciri yang ditentukan maka

sampel dalam penelitian ini anak usia 2-4 tahun berjumlah 6 anak.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan professional

judgment, yaitu sebagai ahli. Dalam penelitian ini ahli yang menguji

validitas item adalah dosen pembimbing.

2. Reliabilitas

Menurut Supratiknya (1998), reliabilitas adalah konsistensi dan

stabilitas. Suatu tes disebut reliabel atau konsisten bila sejumlah orang

(47)

berbeda dengan tes yang sama, dites dengan dua versi berbeda dari tes yang

sama, serta dites dengan kelompok-kelompok item berlainan dari tes yang

sama. Secara statistik reliabilitas ditunjukkan dengan korelasi. Angka atau

koefisien korelasi yang menunjukkan reliabilitas disebut koefisien

reliabilitas. Menurut Sekaran (2006), reliabilitas atau keandalan suatu

pengukuran menunjukkan sejauh mana pengukuran tersebut tanpa bias

(bebas dari kesalahan) karena hal tersebut menjamin pengukuran yang

konsisten lintas waktu dan lintas beragam item dalam instrument. Dengan

kata lain, keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai

stabilitas serta konsistensi dimana instrument mengukur konsep dan

membantu menilai “ketepatan” sebuah pengukuran.

Dalam penelitian ini, reliabilitas diukur dengan metode analisis

Reliability Statistics Cronbach’s Alpha. Penggunaan metode analisis

tersebut untuk melihat reliabilitas konsistensi internal, dimana dihitung

berdasarkan varians masing-masing item tes dan pada dasarnya merupakan

estimasi dari rata-rata koefisien belah dua (Azwar dalam Supratiknya,

1998).

Kriteria suatu instrumen dikatakan reliabel dengan menggunakan

teknik ini yaitu apabila koefisien reliabilitas hitung (r11) lebih besar dari

0,600 maka instrumen tersebut dikatakan reliabel, dan sebaliknya jika

koefisien reliabilitas hitung (r11) memiliki nilai maksimal 0,600 atau di

(48)

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data kedua observer, maka

diperoleh nilai reliabilitas masing-masing yang disajikan dalam tabel

[image:48.595.83.514.197.630.2]

berikut,

Tabel 3.1. Reliabilitas data observer

Observer

TPA ART

Obs.1 Obs.2 Obs.3 Obs.1 Obs.2 Obs.3 Observer 1 0,785 0,719 0,811 0,913 0,925 0,929

Observer 2 0,715 0,720 0,811 0,892 0,915 0,916

Dapat dilihat bahwa nilai antara reliabilitas observer 1 dan observer

2 berbeda meskipun keduanya sama-sama > 0,600, sehingga data yang

digunakan adalah data dari observer 1.

I. Analisis Data

1. Uji Asumsi

Asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan uji beda dengan

independent sample t-test adalah uji normalitas dan uji homogenitas varian.

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas berguna untuk mengetahui apakah populasi data

terdistribusi dengan normal ataukah tidak. Uji ini biasanya dilakukan

untuk mengukur data berskala ordinal, interval, maupun rasio. Jika

analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas

harus terpenuhi, artinya data harus terdistribusi dengan normal. Jika data

(49)

metode yang digunakan adalah statistik nonparametrik. Uji Normalitas

menggunkan uji One Sample Kolmogorof-Smirnov (1 Sample K-S)

dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan

terdistribusi dengan normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05

(Wiyono, 2011).

Berdasarkan hasil perhitungan normalitas diketahui bahwa pada

pengasuhan di TPA semua data terdistribusi dengan normal yang

ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0,999 (p > 0,05). Begitu juga

dengan data di ART, semua data terdistribusi dengan normal yang

ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0,952 (p > 0,05). Hasil

perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas menunjukkan bahwa dua atau lebih kelompok

data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama

(Santoso, 2013). Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam

analisis independent sample t test. Cara untuk mengujinya adalah

dengan melihat nilai probabilitas (sig.) pada Levene Test menggunakan

perangkat lunak SPSS. Uji normalitas dengan menggunakan Levene Test

memiliki kriteria pengujian yaitu, nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari

0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varian sama,

sedangkan jika nilai probabilitas (sig.) lebih kecil dari 0,05 maka data

berasal dari populasi yang mempunyai varian tidak sama. Berdasarkan

(50)

diketahui bahwa antara data di TPA dengan ART berasal dari populasi

yang mempunyai varian sama yang ditunjukkan dengan signifikansi yaitu

0,195 (p > 0,05). Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis merupakan perhitungan yang bertujuan untuk

mengetahui hasil secara kuantitatif data yang telah diperoleh di lapangan.

Analisis data secara lengkap dilakukan dengan independet sample t-tes

untuk mengetahui perbedaan secara signifikan mengenai kemandirian

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Data Penelitian

Data penelitian diperoleh dari pengamatan 2 observer terhadap anak

yang diasuh di TPA dan diasuh oleh ART di rumah dengan masing-masing

subjek sebanyak 5 anak. Berdasarkan perhitungan korelasi antar observer

menunjukkan bahwa antara kedua observer tidak berbeda secara signifikan

dan hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai reliabilitas observer 1

memiliki rata-rata yang lebih tinggi dari observer 2. Berdasarkan hal

tersebut maka data yang digunakan adalah pengamatan dari observer 1.

Berdasarkan hasil perhitungan dari observer tersebut maka diperoleh

data yang merupakan analisis data TPA dan ART per subjek yang disajikan

pada Tabel 4.1 berikut,

Tabel 4.1. Data Perhitungan Independent Sampel T-Test

Subjek TPA ART

1 155 120

2 137 68

3 121 84

4 133 119

5 104 40

Data pada Tabel 4.1 tersebut digunakan untuk mengukur

kemandirian anak yang diasuh di TPA dengan anak yang diasuh oleh ART

(52)

yang diolah dengan Independent Sampel T-Test mennggunakan SPSS. Hasil

[image:52.595.52.571.202.644.2]

perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut,

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Independent Sampel T-Test

Group Statistics

Grup N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Skor 1 5 130,00 18,974 8,485

2 5 86,20 34,237 15,311

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. T df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Skor Equal variances

assumed

1,997 ,195 2,502 8 ,037 43,800 17,505 3,432 84,168 Equal variances

not assumed

2,502 6,245 ,045 43,800 17,505 1,370 86,230

2. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang

signifikan pada kemandirian anak antara pengasuhan di TPA dan ART. Dari

hasil perhitungan dengan independent sample t-test di atas dapat dilihat

bahwa ada perbedaan antara kemandirian anak yang diasuh di TPA dengan

yang diasuh oleh ART, yang ditunjukkan dari nilai t = 2,502, dan p value

(Sig) < 0,05 (p=0,037).

Kemandirian anak di TPA lebih tinggi dibandingkan anak yang

(53)

yang diasuh oleh ART sebesar 86,2. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis

dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada

kemandirian anak antara pengasuhan di TPA dan yang diasuh oleh ART.

Kemandirian anak di TPA lebih tinggi dibandingkan anak yang diasuh oleh

ART.

Pada pengasuhan di TPA, subjek yang memiliki kemandirian paling

tinggi yaitu Nesha, sedangkan kemandirian paling rendah yaitu Raphael.

Adapun berdasarkan pengasuhan oleh ART, subjek yang paling tinggi

kemandiriannya adalah Vania dan Vinka, sedangkan kemandirian paling

rendah yaitu Samuel. Secara keseluruhan, kemandirian paling tinggi

dimiliki oleh Nesha dan kemandirian paling rendah yaitu Samuel.

Kemandirian yang diamati berdasarkan pengamatan mengenai

aktivitas yang menunjukkan perilaku kemandirian. Adapun perilaku yang

sering muncul pada pengasuhan di TPA yaitu “Mau bermain bersama

dengan teman-teman” dan perilaku paling jarang muncul yaitu “Dapat tidur

sendiri tanpa ditemani”. Sedangkan pada pengasuhan di ART, perilaku yang

sering muncul adalah “Dapat mengungkapkan keinginan ke toilet” dan

perilaku yang jarang muncul adalah “Mampu menata tempat tidur”.

B. Pembahasan

Hasil hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

antara kemandirian anak yang diasuh di TPA dengan yang diasuh di ART

dengan p value (Sig) < 0,05 (p=0,037). Hasil statistik menunjukkan bahwa

(54)

lebih tinggi dibandingkan pengasuhan oleh ART dengan skor mean sebesar

130, sedangkan skor mean anak yang diasuh oleh ART sebesar 86,2.

Kemandirian (otonomi) merupakan salah satu tugas perkembangan

yang harus diselesaikan sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan

ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu hubungan antara anak dan orang tuanya

terdapat suatu sikap atau tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu

kemandirian. Masa prasekolah adalah masa dimana perkembangan kognitif

sudah mulai menunjukkan perkembangan, pada masa ini anak harus dilatih

atau dibiasakan mengenal bagaimana dia harus bertingkah laku, seperti

mencuci tangan sebelum makan, dan menggosok gigi sebelum tidur (Friedman,

2001). Watson dan Lindgren (Barus, 1999) berpendapat bahwa kemandirian

meliputi pengertian mengenai kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi

hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam berusaha, dan

melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Kemandirian anak di TPA lebih tinggi karena didukung oleh berbagai

faktor. Pengasuhan di TPA berkaitan dengan tenaga pengajar,

sistem/kurikulum pendidikan dan teman sebaya. Seorang pengasuh di TPA

dituntut untuk mempunyai kemampuan dasar pendidikan menjadi pengasuh

yang terdidik sehingga mampu untuk mengasuh sekaligus mendidik anak

sesuai kurikulum yang ada. Pengasuhan di TPA memiliki kurikulum yang

sudah disusun oleh Dinas Pendidikan untuk pendidikan anak prasekolah.

Kurikulum tersebut meliputi perkembangan fisik, kecerdasan, sosio-emosional

(55)

(Pendidikan Anak Usia Dini). Selain kurikulum dan pengasuhan yang

tersistem, dalam lingkungan TPA anak akan mempunyai teman sebaya

sehingga belajar dalam bersosialisasi dengan prinsip take and give (belajar

kemampuan sosial). Selain itu TPA juga menanamkan kemandirian kepada

anak. Misalnya ketika makan, pengasuh TPA akan menyiapkan makanan untuk

anak, lalu membiarkan anak mencoba makan secara mandiri. Jika anak

kesulitan untuk menyendok makanan, pengasuh akan membantu untuk

menyendok makanan tersebut, lalu membiarkan anak belajar memasukkan

makanan sendiri ke dalam mulut. Perlahan-lahan anak dibantu hingga dapat

makan sendiri.

Sesuai pendapat Soetjiningsih (1995), bahwa lingkungan merupakan

faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak prasekolah.

Pada usia ini anak membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana-kemari dan

mempelajari lingkungan, dalam hal ini lingkungan sekolah. Selain itu, anak

yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding

dengan anak yang kurang mendapat stimulasi. Di lingkungan TPA, anak lebih

distimulasi dibandingkan pengasuhan ART. Anak di TPA diajari bagaimana

melakukan sesuatu, namun anak yang diasuh ART cenderung dituruti. Hal ini

juga dipengaruhi latar belakang pendidikan pengasuh dimana TPA merupakan

tenaga pendidik sedangkan ART hanya sebagai pengasuh.

Pendapat Soetjiningsih tersebut didukung oleh hasil pengamatan dan

penelitian bahwa lingkungan TPA mampu memberikan stimulus yaitu anak

(56)

merupakan perilaku paling sering muncul di TPA membuktikan bahwa

stimulus di TPA mampu memberikan kemandirian dalam bersosialisasi yang

terarah dan teratur, sementara perilaku dapat tidur sendiri tanpa ditemani

menjadi aktivitas paling jarang dilakukan karena aktivitas tidur bukan hal yang

menarik saat anak berkumpul dengan teman-teman seusianya.

Berbeda dengan pengasuhan yang dilakukan oleh ART, stimulus yang

diberikan memang kurang terarah dan teratur yang menyebabkan anak kurang

tertarik untuk dapat mandiri. Seperti diketahui, ART yang bekerja di rumah

tidak hanya bertugas untuk mengasuh namun juga menjalankan kewajiban lain

seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci dan kegiatan lain yang

berkaitan dengan rumah tangga. Seorang ART juga dapat berperan menjadi

satu-satunya orang yang menemani anak melakukan aktivitasnya misalnya

bermain, makan dan sebagainya. Peran ganda yang menjadi tanggung jawab

ART menyebabkan anak kadang-kadang harus bermain dan bereksplorasi

sendiri sesuai keinginannya dan tanpa dasar pendidikan kemandirian. Selain

itu, „kesendirian‟ yang dirasakan anak terkadang membuatnya melakukan

sesuatu untuk menarik ART agar memperhatikannya di tengah-tengah

kesibukan menjalankan kewajiban rumah tangga. Salah satunya adalah ke

toilet. Perilaku inilah yang paling sering muncul pada anak yang diasuh ART,

hal ini sebagai bentuk minta perhatian anak kepada ART. Sedangkan perilaku

paling jarang adalah menata tempat tidur. Hal ini karena segala kebutuhan

termasuk menata tempat tidur merupakan tanggung jawab ART sehingga anak

(57)

Setiap anak memiliki tingkat kemandirian masing-masing, ada anak

yang memiliki kemandirian yang tinggi dan ada yang rendah. Pada pengasuhan

di TPA, subjek yang memiliki kemandirian paling tinggi yaitu Nesha,

sedangkan kemandirian paling rendah yaitu Raphael. Nesha melakukan

Gambar

Tabel 3.1. Reliabilitas data observer
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Independent Sampel T-Test
Tabel 1. Data Observer 1 (TPA) Mikhael
Tabel 2. Analisis Data Subjek TPA Berdasarkan Interval II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah: (1) Mendeskripsikan karakteristik peternak dan peternakan ayam petelur di Jawa Barat dan

Tujuan dalam kertas kerja ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan kaca dengan teknik melt quenching dan mengetahui bagaimana pengaruh dari samarium okside pada

Dengan model pembelajaran TAI ini diharapkan akan lebih aktif lagi dan siswa tidak berpatokan pada guru, sehingga terciptanya interaksi antara siswa dengan guru dan antara

Langkah-langkah yang digunakan untuk interpretasi dan analisis deskriptif adalah (1) Alasan pemilihan tugas sebagai titik awal untuk analisis, (2) Analisis awal solusi siswa yang

Arrester dengan Rating voltage dan Arus nominal discharge berapa yang akan anda pilih (silakan menggunakan. datasheet yang ada pada contoh di slide

Stasiun merupakan wadah kegiatan pelayanan penumpang dan barang dalam melakukan perpindahan sistem angkutan yang dapat memberikan kejelasan arah poncapaian bagi.. umum / publik

Kheong et al., (2010b) juga melaporkan bahwa penambahan bahan organik berupa TKS secara nyata meningkatkan total biomassa akar kelapa sawit terutama pada kedalaman 30 -