• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN BELAJAR TUNTAS PADA SEKOLAH TEKNOLOGI MENENGAH : Studi Kasus tentang Ketuntasan Belajar dalam Mata Pelajaran Praktek Kejuruan Bangunan pada Tiga STM di Kotamadya Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN BELAJAR TUNTAS PADA SEKOLAH TEKNOLOGI MENENGAH : Studi Kasus tentang Ketuntasan Belajar dalam Mata Pelajaran Praktek Kejuruan Bangunan pada Tiga STM di Kotamadya Bandung."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN BELAJAR TUNTAS

PADA

SEKOLAH TEKNOLOGI MENENGAH

Studi Kasus tentang Ketuntasan Belajar dalam Mata Pelajaran Praktek Kejuruan Bangunan

pada Tiga STM di Kotamadya Bandung

IS

Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung untuk memenuhi sebagian syarat Program Pascasarjana

Bidang Studi Pengembangan Kurikulum

O l e h :

TRIONO ADIL 9032278/XXII-14

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

DISETUJUI OLEH PEMBIMBING

Prof. Dr. NANA SXAODIH SUKMADINATA

PEMBIMBING I

Dr. R IBRAHIM, MA PEMBIMBING I I

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

UCAPAN TERIMA KASIH iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR BAGAN x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

BAB I . PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Masalah Penelitian 10

1. Rumusan Masalah 10

2. Pembatasan Masalah 12

3. Pertanyaan Penelitian 14

C. Tujuan Penelitian 16

D. Manfaat Penelitian 16

BAB II KETUNTASAN BELAJAR DALAM MATA PELAJARAN PRAKTEK KEJURUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PELAKSANAANNYA 18

A. Hakikat Sistim Belajar Tuntas 18

1. Teori Belajar Tuntas 18

2. Teori Belajar Dalam Belajar Tuntas 20 3. Langkah-langkah Proses Pencapaian Ketunta

san Belajar 25

4. Komponen-komponen Pendekatan Belajar

Tuntas 30

5. Model-model Belajar Tuntas 37

B. Kurikulum Pendidikan Kejuruan 41

1. Pengertian Kurikulum 41

2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Kejuru

-an 42

3. Pengembangan Kurikulum Sekolah Teknologi

Menengah (STM) 44

4. Cakupan Pelaksanaan Belajar Tuntas dalam

Mata Pelajaran Praktek Kejuruan Bangunan 48

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan

Belajar Tuntas di Sekolah 52

(4)

2. Faktor Siswa

55

3. Faktor Kepala Sekolah

56

4. Faktor Sarana Pendukung

58

D. Cuplikan Hasil Penelitian yang Relevan

59

BAB.Ill PROSEDUR PENELITIAN

61

A. Metoda Penelitian

61

B. Sumber Data dan Prosedur

Penentuan

Subjek

Penelitian

62

1. Sumber Data

62

2. Prosedur Penentuan Subjek Penelitian .... 63

C. Teknik Pengumpulan Data

65

1. Observasi

65

2. Wawancara

65

3. Analisis Dokumen

66

D. Tahap-tahap Penelitian

68

1. Tahap Pra-lapangan

68

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

74

3. Tahap Analisis Data

77

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI

81

A. Deskripsi

82

1. Belajar Tuntas dalam Dokumen

Kurikulum

82

2a. Pelaksanaan Belajar Tuntas di STM negeri

x

87

a. Belajar Tuntas yang dilaksanakan Guru.. 87

b. Faktor-faktor yang melatarbelakangi Guru

dalam menerapkan Belajar Tuntas di STM

negeri X 106

1). Konsep guru tentang Belajar Tuntas

106

2). Bentuk pengelolaan

dan

bimbingan

Kepala Sekolah kepada guru dalam

pelaksanaan Belajar Tuntas .... 108 3). Dukungan fasilitas belajar 109 3. Dampak Belajar Tuntas Kepada siswa .... 113

2b. Pelaksanaan Belajar Tuntas di STM negeri

Y 114

a. Belajar Tuntas yang dilaksanakan Guru 114

b. Faktor-faktor yang melatarbelakangi Guru

dalam Menerapkan Belajar Tuntas di STM

negeri Y 126

1). Konsep guru tentang Belajar

Tuntas 126

2). Bentuk

Pengelolaan

dan

bimbingan

Kepala Sekolah Kepada Guru dalam

(5)

b) . Bentuk bimbingan 147 3). Dukungan fasilitas belajar 129 c. Dampak Belajar Tuntas bagi siswa 132 2c. Pelaksanaan Belajar Tuntas di STM swasta

x 133

a. Belajar Tuntas yang dilaksanakan guru . 133

b. Faktor-faktor

yang

Melatarbelakangi

Guru dalam Menerapkan Belajar Tuntas di

STM swasta X 143

1). Konsep Guru tentang Belajar Tuntas 143

2). Bentuk Pengelolaan

dan

Bimbingan

Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan

Belajar Tuntas 146

3). Dukungan Fasilitas Belajar 147

c. Dampak Belajar Tuntas bagi Siswa

148

B. Interpretasi Hasil Penelitian

149

1. Konsep Belajar Tuntas dalam Dokumen

Kurikulum 14g

2. Belajar Tuntas yang dilaksanakan Guru

dan Faktor-faktor yang Melatarbelakangi

Guru dalam Penerapannya 153

3. Dampak Belajar Tuntas bagi Siswa 161

BAB. V KESIMPULAN, PEMBAHASAN DAN REKOMENDASI

165

A. KESIMPULAN 165

1. Kesimpulan-kesimpulan khusus 165

a. Belajar Tuntas dalam dokumen 165

b. Belajar Tuntas yang dilaksanakan guru

166

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi .... 167 d. Dampak pengajaran bagi siswa 169

2. Kesimpulan umum 170

B. PEMBAHASAN 171

C. REKOMENDASI 183

1. Rekomendasi kepada guru kejuruan .... 183 2. Rekomendasi kepada para Kepala Sekolah . 185

3. Rekomendasi kepada lembaga yang

mempersi-apkan guru-guru STM 186

4. Rekomendasi kepada Dikmenjur dan Balitbang

Depdikbud 187

(6)

LAMPIRAN

196

(7)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan

1. Jenis Pelajaran dengan Berbagai

Batasan

Belajar 25

2. Komponen-komponen Belajar Tuntas

Model

Bl oom „ 38

3. Komponen-komponen Belajar Tuntas Model

Torshen 3g

4. Komponen-komponen Belajar Tuntas Model

Jacobsen 41

5. Model Pelaksanaan Mengajar Guru pada STM

Negeri X gj

6. Sistim Pengadaan Alat dan Bahan di STM

Negeri X WZ

7. Pelaksanaan

Mengajar

Guru

pada

STM

Negeri Y 120

8. Sistim Pengadaan Alat dan Bahan di STM

Negeri Y .,, 13^

9. Pelaksanaan

Mengajar

Guru

pada

STM

swasta X j42

10. Belajar Tuntas Model Tradisional 173

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Halaman

1. Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Siswa

dalam Pendekatan Belajar Non-tuntas

dan Belajar Tuntas 22

2. Penyajian Materi dengan Memperhatikan Urutan Pokok Bahasan dengan Menerapkan

Belajar Tuntas dan Non Tuntas 23

[image:8.595.134.467.91.788.2]
(9)

DAFTAR TABEL

Hala man

Tabel 1. Latar Belakang Responden di STM

Negeri

X 88

2. Bentuk Persiapan Mengajar Guru Reponden

di STM Negeri X 90

3. Latar Belakang Responden di STM Negeri

Y H5

4. Bentuk Perencanaan Mengajar Guru

Responden di STM Negeri Y 116

5. Latar Belakang Responden di STM Swasta

X 134

6. Bentuk Persiapan Mengajar Guru Repsonden

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

Pendidikan

memegang

peranan

penting

dalam

upaya

peningkatan kualitas sumber

daya

manusia,

baik

sosial,

spiritual,

intelektual,

maupun

profesional.

Sekolah

Teknologi Menengah

(STM)

merupakan

bagian

dari

sistim

Pendidikan

Nasional,

juga

mengemban

misi di

atas,

khususnya

dalam

mempersiapkan

tenaga

kerja

terampil

tingkat menengah. Sehubungan dengan misi

di

atas,

dalam

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

tahun

1993

telah

dijelaskan tentang arah

pembangunan

pendidikan

menengah

yaitu:

Mencerdaskan kehidupan

bangsa

secara

terpadu

dan

diarahkan pada peningkatan kualitas

serta

pemerataan

pendidikan, terutama peningkatan

kualitas

pendidikan

dasar serta jumlah dan kualitas

pendidikan

kejuruan,

sehingga

memenuhi

kebutuhan

pembangunan

nasional

dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Berdasarkan acuan di atas, tujuan

Sekolah

Menengah

Kejuruan (SMK), secara khusus Sekolah

Teknologi

Menengah

(STM). adalah:

1. Menyiapkan siswa untuk memasuki

lapangan

kerja,

serta mengembangkan sikap profesional.

2. Menyiapkan siswa agar mampu memilih karir,

mampu

berkompetisi dan mampu mengembangkan diri.

3. Menyiapkan tenaga kerja

tingkat

menengah

untuk

mengisi kebutuhan dunia usaha dan

industri

pada

saat ini maupun masa yang akan datang.

4. Menyiapkan

tamatan

menjadi

warga

negara

yang

produktif, adaptif, dan kreatif. (Depdikbud, 1993 : 1)
(12)

pendidikan kejuruan dalam menyiapkan tenaga kerja terampil

tingkat

menengah

cukup

besar.

Oleh

karena

itu,

pengembangan

dan

perbaikan,

serta

cara

pengelolaan

kurikulum

kejuruan

harus

terus

diupayakan

agar

dapat

memenuhi

tuntutan

perkembangan

serta

perubahan

yang

terjadi di lingkungan kerja dan industri.

Untuk menjawab tuntutan di atas, pemerintah

melalui

Departemen

Pendidikan

dan

Kebudayaan

telah

melakukan

berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan sekolah

kejuruan.

Upaya-upaya

tersebut

antara

lain

melalui

perbaikan

dan

penyempurnaan

kurikulum,

peningkatan

kemampuan

guru

dengan

berbagai

program

penataran,

pengadaan

alat-alat

praktek,

pengadaan

buku-buku

penunjang, dan penyempurnaan berbagai

sistim pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar.

Pembaharuan

kurikulum

Sekolah

Teknologi

Menengah

(STM) pada hakekatnya merupakan hasil

dari

penyempurnaan

dan

penyusunan

kurikulum

sebelumnya.

Pembaharuan

yang

dimaksud

adalah

penyempurnaan

berdasarkan

hasil

pelaksanaan kurikulum di sekolah-sekolah

dan

penyesuaian

terhadap

tuntutan

perkembangan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi yang berkembang di

dunia

kerja

dan

industri.

Beberapa aspek pembaharuan yang terdapat pada

kurikulum

STM tahun 1984 dan kurikulum STM tahun 1994 dapat

dilihat

dari persamaan dan perbedaannya. Pada kurikulum STM

tahun

(13)

dan program kejuruan. Pada kurikulum STM tahun

1984 mata

pelajaran dikelompokkan menjadi MPDU

(Mata Pelajaran

Dasar Umum), MPDK (Mata Pelajaran Dasar Kejuruan), dan MPK

(Mata Pelajaran Kejuruan). Perbandingan beban belajar pada

kurikulum STM tahun 1984 antara MPDU + MPDK dengan

MPK

adalah 60 :40. Pada kurikulum STM tahun 1994 perbandingan

beban belajar tersebut berbeda-beda

sesuai

dengan

karakteristik masing-masing program studi.

Jumlah beban

belajar pada kurikulum STM tahun

1984

ditetapkan 40

jam/minggu, pada kurikulum STM tahun 1994

jumlah beban

belajar ditetapkan minimal 42 jam/minggu.

Pembagian

waktu belajar dalam satu tahun pada

kurikulum

STM

tahun

1984 dilaksanakan dalam dua

semester,

pada

kurikulum

STM tahun 1994 dilaksanakan dalam

tiga catur

wulan.

Di

lihat dari

segi penulisan GBPP, kurikulum STM

tahun

1984 ditulis dengan sistim "matrik/kolom", pada

kurikulum

STM tahun 1994 ditulis dalam bentuk

"narasi".

Di lihat dari segi metode, pada kurikulum STM

tahun

1984 telah dicantumkan dan ditetapkan metode apa yang akan

digunakan, sedangkan pada kurikulum

STM

tahun

1994

hal

tersebut tidak dicantumkan. Kenyataan lapangan menunjukkan

bahwa metode dan

strategi yang akan digunakan

pada

hekekatnya guru di sekolah lah yang paling memahaminya,

hal

tersebut sesuai dengan pertimbangan

kemampuannya

(14)

dan program kejuruan. Pada kurikulum STM tahun

1984

mata

pelajaran dikelompokkan

menjadi

MPDU

(Mata

Pelajaran

Dasar Umum), MPDK (Mata Pelajaran Dasar Kejuruan), dan MPK

(Mata Pelajaran Kejuruan). Perbandingan beban belajar pada

kurikulum STM tahun 1984 antara MPDU +

MPDK

dengan

MPK

adalah 60 :40. Pada kurikulum STM tahun 1994

perbandingan

beban

belajar

tersebut

berbeda-beda

sesuai

dengan

karakteristik masing-masing program

studi.

Jumlah

beban

belajar

pada kurikulum STM

tahun

1984

ditetapkan

40

jam/minggu, pada kurikulum STM tahun 1994

jumlah beban

belajar

ditetapkan

minimal

42 jam/minggu.

Pembagian

waktu belajar dalam satu tahun pada

kurikulum

STM

tahun

1984 dilaksanakan dalam

dua

semester,

pada

kurikulum

STM tahun 1994 dilaksanakan dalam

tiga

catur wulan.

Di

lihat

dari

segi

penulisan GBPP, kurikulum

STM

tahun

1984 ditulis dengan sistim "matrik/kolom" , pada kurikulum

STM tahun 1994 ditulis dalam bentuk

"narasi".

Di lihat dari segi metode, pada kurikulum STM

tahun

1984 telah dicantumkan dan ditetapkan metode apa yang akan

digunakan, sedangkan pada kurikulum

STM

tahun

1994

hal

tersebut tidak dicantumkan. Kenyataan lapangan menunjukkan

bahwa

metode

dan

strategi

yang

akan

digunakan

pada

hekekatnya guru di sekolah

lah

yang

paling

memahaminya

hal

tersebut

sesuai

dengan

pertimbangan

kemampuannya

masing-masing, serta dengan

pertimbangan

kondisi

sarana

(15)

siswa dan berbagai aspek

lain yang

terdapat

dalam

pelaksanaannya.

Dalam

buku

I

Kurikulum

Sekolah

Menengah Kejuruan (Landasan, Program dan Pengembangan)

tahun 1994, ada .beberapa strategi yang dianjurkan

untuk

diterapkan guru seperti:

sistim

Belajar

Tuntas,

sistim

Belajar Bertahap, sistim Pelatihan

Produksi,

dan

sistim

f/ira Usaha.

Mengingat setiap siswa mempunyai kecepatan dan

kemampuan belajar yang berbeda-beda, tentunya waktu yang

dibutuhkan seorang siswa untuk mencapai

"taraf mampu

/

penguasaan tuntas"

dalam. mengusai suatu keterampilan

akan

berlainan.

Oleh karena

itu,

metode

penyampaian

dan

pengorganisasian materi merupakan hal yang cukup

penting

untuk dipertimbangkan guru sebelum pelaksanaan

kegiatan

belajar mengajar.

Dalam pelaksanaan selama

ini,

ada

anggapan

bahwa

siswa dalam satu kelas

mempunyai

kemampuan dan

cara

belajar yang sama. Adanya perbedaan

individu dalam satu

kelas umumnya disadari para guru,

namun

kurang menjadi

perhatian guru dalam kegiatan belajar mengajar.

Dengan

adanya kondisi siswa yang berbeda-beda, timbul pertanyaan,

apakah perlakuan-perlakuan yang

sama seperti dilakukan

selama ini

terhadap

semua siswa dapat

mencapai

hasil

belajar yang sama?. Kondisi

yang

ada dalam diri

siswa

sendiri juga tak kalah pentingnya untuk diperhitungkan,

(16)

Kondisi-kondisi di atas harus menjadi perhatian bagi

guru bila diinginkan siswa mampu melakukan pekerjaan

atau

menguasai

keterampilan

sesuai

dengan

standar

yang

ditetapkan. Memang sulit untuk menciptakan

suatu

situasi

dimana

seluruh

siswa di

kelas

dengan

kemampuan

yang

berbeda-beda serta dengan tingkat pemahaman yang

berbeda,

diharapkan menguasai suatu keterampilan baru sampai tuntas

dalam satuan waktu yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Dengan berlakunya kurikulum STM tahun 1994, saat ini

guru diberi kesempatan untuk menerapkan berbagai

strategi

kegiatan belajar mengajar sesuai dengan

kondisi

sekolah,

kemampuan guru itu

sendiri,

dan

sarana

pendukung yang

tersedia. Dalam penelitian kajian akan difokuskan terhadap

bagaimana upaya-upaya yang dilakukan guru dalam

mengajar,

agar sebahagian besar

siswa

menguasai

materi

pelajaran

sampai tuntas dan menguasai

keterampilan

yang

diajarkan

sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Dalam

modul

Pemasyarakatan

Kurikulum

1994,

tentang sistim Belajar Tuntas dijelaskan :

Keberhasilan belajar siswa, ditetapkan oleh

tingkat

penguasaan

keterampilan

atau

kompetensi

yang

disyaratkan oleh lapangan kerja, atau dengan kata lain

menggunakan

pendekatan

Belajar

Tuntas

dengan

menggunakan

Penilaian

Acuan

Patokan

(PAP)

(Depdikbud,1994:5).

Konsekuensi dengan

diterapkannya

sistim

Belajar

Tuntas

dalam kurikulum SMK 1994, hendaknya

guru

dalam

kegiatan

belajar

mengajarnya

memperhatikan

perbedaan

kemampuan

(17)

waktu

yang

dibutuhkannya.

Dalam

modul

Program

Akta

Mengajar V-B Komponen Bidang

Studi

Teknologi

Pengajaran

dijelaskan tentang ciri-ciri Belajar Tuntas, antara lain :

a.

Pengajaran didasarkan

atas

tujuan-tujuan

pengajaran

yang

telah

ditetapkan.

Maksudnya

strategi

kegiatan

belajar mengajar

diarahkan

kepada

pencapaian

tujuan

pengajaran yang

merupakan

sebagai

ukuran

pencapaian

tingkat

penguasaan

siswa.

Dengan

demikian

kegiatan

belajar mengajar dan alat evaluasi yang digunakan harus

berorientasi kepada tujuan yang sudah ditetapkan.

b.

Memperhatikan perbedaan

individu.

Perbedaan

individu

siswa adalah perbedaan kemampuan

siswa

dalam

belajar

dan

perbedaan

kecepatan

belajar,

dengan

demikian

strategi kegiatan belajar mengajar harus bervariasi sesuai dengan terdapat perbedaan tersebut.

c.

Evaluasi

dilakukan

secara

kontinu

dan

menggunakan

kriteria

(PAP).

Dalam

Belajar

Tuntas

penilaian

dilakukan terus-menerus agar

dapat

diperoleh

balikan

dan sistematis. Evaluasi dilakukan

pada

awal,

selama

dan

pada

akhir

kegiatan

belajar

mengajar,

dalam

pelaksanaannya menggunakan

kriteria

(Penilaian

Acuan

Patokan

=

PAP),

yaitu

dengan

membandingkan

hasil

belajar siswa dengan patokan

keberhasilan

yang

telah

ditetapkan sebelumnya.
(18)

menguasai tujuan pengajaran, sedangkan perbaikan kepada

siswa

yang

telah

tuntas.

Program

perbaikan

dan

pengayaan merupakan konsekuensi diterapkan evaluasi

secara kontinu, yang merupakan suatu

pengakuan

adanya

perbedaan individu antara siswa.

e.

Menggunakan prinsip CBSA (Cara

Belajar

Siswa

Aktif).

Prinsip CBSA memungkinkan siswa

untuk

belajar

sesuai

dengan

kemampuan

belajar

dan

kecepatan

belajar

masing-masing.

Prinsip

di

atas

memungkinkan

dan

mendorong

siswa

untuk

bertanya,

berinisiatif

dapat

belajar melalui pengalaman, yang

pada

akhirnya

dapat

meningkatkan ketuntasan belajar siswa.

f.

Menggunakan satuan pelajaran kecil.

Penerapan

strategi

Belajar

Tuntas

menganjurkan

pemenggalan

materi

pelajaran dalam satuan-satuan pelajaran menjadi menjadi

unit-unit

belajar

atau

penggalan-penggalan.

Dengan

menggunakan

satuan

pelajaran

kecil

/

penggalan-penggalan akan dapat meningkatkan ketuntasan

belajar siswa. Penggalan-penggalan materi

yang

dibuat

merupakan

urutan-urutan

keterampilan

yang

saling

berhubungan dan berkesinambungan.

Melalui

sistim

Belajar

Tuntas

dapat

diatasi

kekurangan, kelemahan, dan kesulitan belajar siswa,

yaitu

apabila kepada siswa diberikan kegiatan remedial,

bantuan

(19)

mempelajari dan menguasai keterampilan apabila kepada

mereka diberikan kualitas pengajaran yang baik serta

disediakan waktu yang cukup. Berdasarkan pendapat Carroll

dan Bloom di atas, tampaknya siswa dengan kemampuan

belajar berbeda-beda pada akhirnya akan dapat mencapai

hasil akhir sama. Perbedaannya hanya jumlah waktu yang

dibutuhkan. Keberhasilan belajar siswa

lebih

banyak

ditentukan oleh faktor kesempatan belajar atau waktu yang

digunakan serta kualitas penyajian yang diterima siswa.

Dengan menerapkan Belajar Tuntas,

diharapkan

melalui

sistim pengajaran yang tepat, sebahagian besar siswa akan

dapat mempelajari dan menguasai seluruh

bahan pelajaran

yang diberikan. Pendukung sistim Belajar Tuntas seperti

Bloom dan Block berpendapat bahwa keberhasilan siswa dalam

belajar sebetulnya lebih banyak ditentukan oleh waktu yang

betul-betul digunakan oleh siswa, kualitas penyajian yang

diterima siswa,

minat siswa,

kemampuan siswa memahami

pelajaran, dan cara belajar siswa. Dalam pelaksanaannya,

agar tercapai tingkat penguasaan yang diinginkan,

guru

harus mampu menciptakan kondisi belajar sesuai dengan

karakteristik siswa.

Banyak faktor yang

ikut

mempengaruhi

ketuntasan

(20)

melalui penelitian yang sistematis serta telah dilengkapi

dengan berbagai

material

kurikulum,

selanjutnya perlu

dilihat

bagaimana

implementasinya.

Faktor

guru

yang

melaksanakan, dalam

arti

bagaimana

guru

mengajar

ikut

mempengaruhi

kualitas

pelaksanaan

dan

kualitas

hasil

kurikulum. Memperhatikan beberapa faktor di atas,

menurut

Soedijarto "

Apabila terjadi

penurunan

mutu

pendidikan,

yang pertama sekali harus

diamati

dan

dianalisis

ialah

kualitas proses belajar mengajar di

kelas

"

(1990:160).

Berdasarkan

kenyataan

lapangan,

apabila ditinjau

dari

aspek bagaimana guru mengembangkan kurikulum pada

tingkat

sekolah, masih ditemukan guru membuat

persiapan

mengajar

dengan menulisnya secara terperinci, sehingga

pada

waktu

membuat persiapan

mengajar

sering

disibukkan memikirkan

apa yang harus mereka lakukan, bukan memikirkan

apa yang

seharusnya dilakukan

siswa

agar

materi

dapat

dikuasai

siswa

sampai

tuntas.

Apabila

kebiasaan

pengembangan

kurikulum

guru

masih

seperti

di

atas,

maka

akan

mengakibatkan penekanan

kegiatan

belajar

terletak

pada

kegiatan mengajar saja, bukan pada kegiatan belajar siswa.

Masalah di atas diakui oleh Ivor

K.

Davies

(djaJLajn

Anna

Rifai,1995:4), bahwa:

Banyak pengajar yang cenderung untuk mengajar secara

berlebihan. Mereka terlalu banyak menciptakan

situasi

dan suasana belajar yang cocok untuk dirinya

sendiri,

serta sering peran pelajar ditentukan

dengan

terlalu

sempit.

Mereka

terlalu

banyak

membuat

keputusan-keputusan bagi pelajarnya tanpa

memikirkan

kebutuhan

pelajar itu sendiri.

(21)

tampaknya masalah yang perlu mendapatkan perhatian

adalah

guru, yaitu bagaimana guru mengajar agar sebahagian

besar

materi/keterampilan yang diajarkan

dapat

dikuasai

siswa

sampai

tuntas.

Jadi

bagaimana

kualitas

pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar guru dilapangan merupakan

salah

satu faktor yang ikut mempengaruhi rendahnya mutu

lulusan

STM.

Memperhatikan

pentingnya

penguasaan

keterampilan

sepenuhnya bagi

siswa dalam

mata

pelajaran

praktek

kejuruan, dan besarnya peranan guru dalam kegiatan belajar

mengajar, dalam arti bagaimana upaya-upaya yang

dilakukan

guru

dalam

mengajar

serta bagaimana

guru

mentransfer

keterampilan agar dikuasai siswa sampai

tuntas.

Peneliti

tertarik untuk meneliti

lebih

jauh tentang

pelaksanaan

Belajar Tuntas oleh para guru dalam mata pelajaran praktek

kejuruan serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya dan

dampak pelaksanaannya bagi siswa.

|

B. Masalah Penelitian

Dari

gambaran

latar

belakang

penelitian

yang

dipaparkan, masalah pokok yang akan diteliti berkisar pada

permasalahan ketuntasan

belajar

yang

dilaksanakan

guru

dalam mata pelajaran praktek kejuruan bangunan

pada tiga

STM di kotamadya Bandung.

1. Rumusan Masalah

[image:21.595.56.516.56.755.2]
(22)

kurikulum dan pelaksanaannya oleh guru dalam mata

pelajaran praktek kejuruan, faktor-faktor apa saja yang

melatarbelakangi guru dalam pelaksanaannya dan bagaimana

dampak yang dihasilkannya?

Pelaksanaan Belajar Tuntas yang diteliti menyangkut

kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru

dalam

mata

pelajaran praktek kejuruan bangunan dilihat dari konsep Belajar Tuntas. Kegiatan guru yang dimaksud adalah kegiatan dalam penyiapan unit persiapan mengajar dalam dimensi kurikulum sebagai rencana kegiatan. Belajar Tuntas yang dilaksanakan guru secara umum menyangkut kegiatan dalam melakukan persiapan mengajar,pelaksanaan, dan

penilaian. Perencanaan berhubungan dengan kegiatan bagaimana guru mengembangkan tujuan kurikulum dalam bentuk

urutan-urutan keterampilan dan bentuk-bentuk persiapan mengajar yang dibuat guru. Pelaksanaan berkenaan dengan komponen-komponen Belajar Tuntas. Penilaian dalam dilihat dari bagaimana guru menetapkan dan menggunakan kriteria, dan acuan dalam proses penilaian keterampilan, selama dan setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Berkenaan dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi guru dalam penerapan Belajar Tuntas, akan dilihat dari karakteristik kurikulum, pelaksana kurikulum, kepala sekolah, sarana pendukung. Dari berbagai faktor di atas,

faktor guru dalam penelitian ini akan lebih ditekankan kepada dua faktor saja yaitu, faktor guru dan faktor luar

(23)

guru.

Faktor

guru

meliputi

pengetahuan

guru

tentang

konsep Belajar Tuntas,

pengalaman

mengajar

guru,

latar

belakang pendidikan guru, pengalaman

penataran/pendidikan

lanjutan. Faktor luar guru, akan

dilihat

dari

bimbingan

dan

pengawasan

yang

dilakukan

Kepala

Sekolah/Kepala

Instalasi,

terhadap

guru-guru

dan

dukungan

fasilitas

belajar yang tersedia di sekolah. Faktor

luar

yang

lain

adalah siswa, meliputi kemampuan siswa memahami penyajian,

ketekunan

siswa dalam

belajar,

motivasi

siswa

dalam

belajar, dan faktor-faktor lain yang ada dalam diri

siswa

sendiri.

Dampak pelaksanaan

Belajar

Tuntas

dilihat

dari

pengaruhnya terhadap kegiatan

siswa

selama

belajar

dan

setelah kegiatan belajar, meliputi

hasil

praktek

siswa,

kepuasan siswa terhadap hasil

kerjanya,

kerjasama

antar

siswa

dalam

belajar,

dan

berbagai

dampak

terhadap

aktivitas belajar siswa.

2. Pembatasan Masalah

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar,

dapat

diterapkan berbagai model Belajar Tuntas.

Pertama:

model

"Bloom",

yang

terdiri

dari

komponen-komponen berbentuk urutan-urutan tugas yang harus

dikerjakan siswa. Biasanya dari tugas

satu

sampai

tugas

tiga dan

seterusnya. Dalam

setiap

tugas

diberikan

tes

formatif dan perbaikan. Siswa yang telah

menguasai

tugas

(24)

terhadap siswa yang belum menguasai diberikan

kegiatan

perbaikan. Apabila dalam

program

perbaikan

siswa

telah

menguasai sepenuhnya sampai tuntas, ia

dapat

melanjutkan

ke

tugas/job

selanjutnya.

Untuk

tugas dua,

tiga dan

seterusnya prinsipnya sama dengan tugas pertama tadi.

Kedua : model "Torshen",

yang

didalamnya

terdapat

komponen-komponen

penilaian

awal,

penyajian,

penilaian

diagnostik,

preskripsi,

dan

penilaian

akhir.

Dalam

pelaksanaan

Belajar

Tuntas

model

Torshen

siswa

dikelompokkan berdasarkan

hasil penilaian awal

ke

dalam

dua kegiatan, yaitu kelompok siswa yang

telah

menguasai

dan kelompok siswa yang belum menguasai. Kelompok

pertama

adalah siswa yang belum menguasai kemampuan

awal,

kepada

mereka diberikan kegiatan remedial. Kelompk kedua adalah

siswa yang

telah menguasai

kemampuan

awal,

kepada

diberikan kegiatan pengayaan.

Ketiga:

model

"Jacobsen",

yang

terdiri

dari

komponen

tujuan,

penilaian

awal,

kegiatan

remedial,

penyajian materi, penilaian formatif, kegiatan

alternatif

/ evaluasi kegiatan

alternatif,

dan

penilaian

sumatif.

Dalam pelaksanaannya, model ini dapat dilaksanakan

dengan

tiga bentuk, sesuai

dengan

kondisi

perbedaan

kemampuan

siswa yang ditemukan dalam satu

kelas.

Menurut

Jacobsen

(1989) ada tiga keraungkinan bentuk dalam

pelaksanaannya,

yaitu:

jalur utama,

jalur

alternatif

/

perbaikan,

dan

pengayaan.

(25)

Dalam pelaksanaan penelitian Belajar Tuntas,

ketiga

yang

telah dijelaskan

sebelumnya yaitu

model

Bloom,

Torshen

dan

Jacobseb

tersebut

akan

digunakan

sebagai

pedoman

dalam

menganalisis

bagaimana

guru

mengajarkan

suatu keterampilan agar semua siswa dapat menguasai materi

yang diajarkan. Penelitian ini secara khusus akan dibatasi

dalam beberapa hal berikut.

a. Perencanaan

Perencanaan,

meliputi

kegiatan

guru

dalam

mengembangkan materi

pelajaran,

bentuk-bentuk

persiapan

mengajar yang dibuat guru.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan

meliputi,

pengelolaan

aktivitas

belajar

siswa,

upaya-upaya

yang dilakukan

guru

dalam

mengoptimalkan penguasaan

keterampilan

siswa,

mekanisme

pelaksanaan remedial, pengayaan, bantuan

individual,

dan

mengatasi kesulitan belajar siswa.

c. Penilaian

Kegiatan penilaian meliputi,

penilaian

kemajuan

belajar

siswa,

penilaian

kegiatan

remedial,

penilaian

kegiatan

alternatif,

penilaian

kegiatan

pengayaan

dan

penilaian sumatif.

3. Pertanyaan Penelitian

Rumusan

masalah

pokok

yang

akan

diteliti,

selanjutnya

dijabarkan

lagi

dalam

sejumlah

pertanyaan

(26)

a. Belajar Tuntas dalam dokumen kurikulum.

1). Bagaimana kejelasan konsep Belajar Tuntas

dalam dokumen kurikulum?

2). Bagaimana kesesuaian konsep Belajar Tuntas

dalam dokumen kurikulum dengan konsep Belajar

Tuntas.

b. Belajar Tuntas yang dilaksanakan guru dan

faktor-faktor yang melatarbelakangi guru dalam

pelaksanaannya.

1). Belajar Tuntas yang dilaksanakan guru

a). Bagaimana guru membuat persiapan mengajar?

b). Bagaimana guru mengelola kegiatan belajar dilihat dari : penilaian awal; remedial; feedback; perbaikan; pengayaan; kesulitan belajar siswa; bantuan individual?

c) Bagaimana guru menilai kegiatan belajar dilihat dari : kemajuan belajar siswa;

keberhasilan belajar siswa?

2). Faktor-faktor yang melatarbelakangi guru

dalam pelaksanaan Belajar Tuntas.

a). Bagaimana konsep guru tentang Belajar

Tuntas.

b). Bagaimana bimbingan dan pengawasan Kepala Sekolah terhadap guru,

c). Bagaimana dukungan fasilitas belajar

(27)

yang tersedia di sekolah?

c. Dampak pelaksanaan Belajar Tuntas

1). Bagaimana pengaruh Belajar Tuntas bagi siswa

dilihat dari : kemajuan

belajar;

minat

dan

sikap? C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian diharapkan

dapat

ditemukan bentuk pelaksanaan Belajar Tuntas yang sesuai

dengan karakteristik mata pelajaran praktek kejuruan dan

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi guru dalam

pelaksanaannya, serta dampak pelaksanaannya.

Secara

operasional,

penelitian

bertujuan

untuk

pencapaian sasaran dalam menjawab pokok permasalahan,

yaitu guna memperoleh gambaran nyata bagaimana

guru

mengajarkan keterampilan,

dilihat dari konsep Belajar

Tuntas.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, manfaat

penelitian

ini

berkaitan

dengan upaya perbaikan/penyesuaian pelaksanaan

konsep

Belajar Tuntas.

Hasil

penelitian

diharapkan

dapat

digunakan

sebagai

bahan

masukan

terhadap

perbaikan

pelaksanaan bentuk Belajar Tuntas,

terutama yang sesuai

dengan mata pelajaran praktek kejuruan.

Secara praktis,

hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat dimanfaatkan

oleh berbagai

pihak dalam kalangan

[image:27.595.60.521.78.753.2]
(28)

1. Guru yang

mengasuh

mata

pelajaran

praktek

kejuruan

dalam upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan

kegiatan

belajar mengajar dalam sistim Belajar Tuntas.

2. Institusi yang menyiapkan

calon

guru,

sebagai

bahan

masukan

untuk

membekali

calon

guru

dengan

materi

Belajar Tuntas.

3.

Peneliti

lanjutan,

sebagai

bahan

masukan

guna

memperbaiki

dan

menemukan

bentuk

pelaksanaan

yang

sesuai

dengan

karakteristik

mata

pelajaran

praktek

kejuruan.

(29)
(30)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN A. Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan/metode kuali

tatif, atau menurut Lincoln dan

Guba

(1985)

menggunakan

pendekatan

inkuiri

naturalistik.

Pada

pelaksanaannya

dilakukan dalam situasi lapangan penelitian bersifat

alamiah, apa adanya dan tanpa

intervensi

dari

peneliti.

Nasution menyebutnya dengan pendekatan naturalistik

kualitatif, dimana "menentukan fokus merupakan faktor yang

amat penting dalam penelitian kualitatif,

meskipun

fokus

tersebut masih mungkin mengalami perubahan selama berlangsungnya penelitian itu".

Dalam menentukan fokus, peneliti melakukan studi

pendahuluan ke

lapangan.

Hasil

dari

studi

pendahuluan

dikonsultasikan kepada pembimbing

guna

menetapkan

fokus

penelitian,

dalam

hal

ini

difokuskan

pada

proses

pelaksanaan Belajar Tuntas dalam

mata

pelajaran

praktek

kejuruan oleh guru STM.

Pendekatan kualitatif dipandang sesuai dengan masalah penelitian ini, hal ini didasari bahwa peneliti akan mempelajari fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar

dalam

mata

pelajaran

praktek

kejuruan bangunan di beberapa STM

di

Kotamadya

Bandung.

Dalam hal ini, penelitian diarahkan guna

memperoleh

data

dari permasalahan-permasalahan yang menyangkut

tentang

:

(31)

apa, mengapa dan bagaimana tentang sesuatu yang diteliti.

B. Sumber Data dan Prosedur Penentuan Subjek Penelitian

1. Sumber Data

Fokus masalah penelitian adalah penerapan konsep Belajar Tuntas dalam mata pelajaran praktek kejuruan, faktor-faktor yang melatarbelakangi guru dalam penerapannya dan dampaknya bagi siswa. Untuk mendapatkan

data yang sesuai dengan fokus masalah tersebut terlebih

dahulu dicari, dipilih, dan ditetapkan sumber datanya. Untuk itu, menurut Nasution (1992:107) bahwa

"...apa yang ditemukan dalam suatu kelompok belum tentu

berlaku bagi kelompok lain, sehingga perlu mempelajari

beberapa kelompok lain sampai tercapai taraf ketuntasan

dan diperoleh kesamaan kesimpulan mengenai suatu gejala

atau konsep".

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian dilakukan pada 3 (tiga) sekolah dengan harapan dapat

meningkatkan keabsahan hasil penelitian. Cara untuk meningkatkan keabsahan " . ..penelitian dilakukan dalam

beberapa lokasi" (Nasution,1992:107)

Yang menjadi sumber data pada ketiga lokasi penelitian tersebut terdiri dari sumber data pokok dan sumber data penunjang. Sumber data pokok adalah guru-guru

yang membina mata pelajaran praktek kejuruan. Data yang

akan diperoleh dari sumber data pokok, meliputi antara

(32)

bagaimana guru melaksanakan ketuntasan belajar, dan bagaimana guru menilainya, dan faktor-faktor yang

melatarbelakangi guru dalam pelaksanaan ketuntasan

belajar. Sumber data penunjang terdiri dari Kepala

Sekolah/Kepala instalasi, kepala bengkel, siswa, dan

beberapa dokumen. Melalui Kepala Sekolah akan diperoleh

informasi tentang bimbingan dan pengawasan yang diberikan

terhadap guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, dan pengelolaan fasilitas praktek dan sarana pendukung lainnya. Melalui siswa akan diperoleh informasi tentang

aktivitas siswa dan guru, respon siswa, motivasi belajar siswa, dan cara belajarnya serta kemampuan siswa memahami materi/keterampilan yang diajarkan. Melalui dokumen akan

diperoleh informasi tentang latar belakang pendidikan

guru, pengalaman mengajar, pengalaman mengikuti penataran/pendidikan lanjutan dan data lainnya dari buku

I, II, IIA, III dan dokumen lain yang berhubungan dengan

masalah penelitian.

2. Prosedur Penentuan Subjek Penelitian.

Telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh karena itu, yang akan dijadikan subjek penelitian perlu diseleksi terlebih dahulu. Nasution (1992:32) menyatakan bahwa "Dalam penelitian naturalistik yang dijadikan sampel

hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi". Sampel data berdasarkan kejadian, dan situasi pelaksanaan

(33)

kegiatan belajar mengajar yang diobservasi. Sampel dipilih

secara

"purposive

"

yaitu

berkenaan

dengan

tujuan

penelitian.

Merujuk

kepada

kutipan

di

atas,

yang

dijadikan

responden dalam

penelitian

adalah:

(1)

guru-guru

yang

masih aktif mengajar mata pelajaran praktek kejuruan;

(2)

guru-guru

tersebut

diutamakan

yang

sudah

mempunyai

pengalaman mengajar cukup

lama;

(3)

guru

yang

menjadi

responden adalah guru yang bersedia serta mempunyai

cukup

waktu untuk memberikan informasi.

Dalam

pelaksanaan

penelitian,

sebagai

lokasi

penelitian diambil sampel Kotamadya Bandung telah ditempuh

prosedur/dengan pertimbangan sebagai berikut:

a) Penentuan sampel

Kotamadya

Bandung

berkenaan

dengan

memudahkan

peneliti

dalam

menelusuri

data

yang

diperlukan dari sumber data.

b) Guru yang dijadikan responden, mewakili STM yang

berlo-kasi di Kotamadya Bandung terdiri dari berbagai sekolah

dengan fasilitas praktek yang cukup

memadai

(pertama,

BLPT khusus sebagai tempat praktek STM negeri yang

ada

Kotamadya Bandung; kedua, STM negeri yang telah mandiri

dengan fasilitas praktek lengkap dan

menempati

gedung

BLPT swasta (yang

pada

awalnya

direncanakan

sebagai

tempat praktek khusus STM swasta se-Kotamadya

Bandung;

ketiga, STM swasta yang secara hanya mempunyai

jurusan

(34)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian , antara lain: (1) observasi; (2) wawancara;

dan (3) analisis dokumen.

1. Observasi

Berkenaan dengan penggunaan observasi sebagai teknik pengumpulan data, dalam penelitian ini diterapkan observasi partisipasif. Observasi dilakukan pada saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar praktek sehingga dapat diperoleh data mengenai apa dan bagaimana penerapan konsep Belajar Tuntas dalam pengajaran, sedangkan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan mengapa dilakukan dengan wawancara. Kegiatan observasi dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh data yang memadai.Kegiatan peneliti lebih berperan sebagai pengamat, meskipun kadang-kadang juga ikut serta secara seadanya sebagai pelaku kegiatan, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan

praktek.

2. Wawancara

Tujuan dilaksanakan wawancara adalah untuk

mendapatkan data tentang bagaimana guru menerapkan konsep

Belajar Tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Data yang

diperoleh digunakan sebagai dasar untuk menelusuri

konsep guru tentang Belajar Tuntas, serta faktor-faktor

yang melatarbelakangi perilaku guru dalam menerapkan

Belajar Tuntas.

(35)

Dalam

penelitian

ini,

dilakukan

wawancara

tak

terstruktur

yang

terfokus

dan

yang

berisi

pertanyaan

dengan struktur tertentu namun terpusat pada satu

masalah

pokok tertentu. Selain itu, juga dilakukan wawancara bebas

yang berisi

pertanyaan-pertanyaan

yang

berpindah-pindah

dari satu pokok masalah ke pokok

masalah

lain

sepanjang

berkaitan

dengan

dan

dapat

memperjelas

aspek-aspek

ditelusuri.

Aspek-aspek yang

ditinjau

dalam

wawancara

adalah

aspek

yang

lebih

ditekankan

pada

bagaimana

guru

mengajarkan suatu materi praktek agar dapat dikuasai

oleh

siswa sampai tuntas.

Aspek-aspek

tersebut

diambil

dari

ciri-ciri Belajar Tuntas. Ciri-ciri

tersebut

selanjutnya

dirinci lebih operasional sehingga dapat dirumuskan

dalam

bentuk pertanyaan yang diajukan saat wawancara.

Wawancara

juga dilakukan terhadap Kepala

Sekolah/Kepala

Instalasi,

Kepala Bengkel dan siswa, guna

mendukung

informasi

yang

didapat dari guru. Dalam pelaksanaannya

dibuat

pedoman /

panduan wawancara, yang dalam pelaksanaannya tidak terlalu

terikat pada pedoman tersebut. 3. Analisis Dokumen

Selain menggunakan kedua teknik pengumpulan data

di

atas, juga dilakukan pengumpulan data yang relevan

dengan

memanfaatkan studi dokumentasi.

(36)

(buku I Landasan, Program dan Pengembangan,

buku

II

dan

II-A Garis-Garis Besar Program Pengajaran,

dan

buku

III

Petunjuk

Pelaksanaan);

modul-modul

Pemasyarakatan

Kurikulum, yang terdiri dari (modul

1.1.

Kurikulum

SMK,

modul

1.2

Pengembangan

Kurikulum

SMK,

modul

1.3

Pelaksanaan Kurikulum SMK,

modul

II

Sistem

Pengelolaan

Kurikulum Pendidikan Menengah Kejuruan,

modul

III

Peran

dan Tugas

Unsur-Unsur

di

Wilayah

dalam

Pembinaan

dan

Pengembangan Kurikulum SMK, modul IV Pengikutsertaan Dunia

Usaha/Industri

dalam

Pengembangan

Kurikulum;

latar

belakang

pendidikan

guru,

bentuk

persiapan

mengajar,

data fasilitas bahan

dan

alat

praktek,

serta

beberapa

dokumen lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.

Dalam studi analisis dokumen diarahkan guna

memperoleh data mengenai kedudukan

konsep Belajar

Tuntas,

prosedur

pelaksanaan

Belajar

Tuntas,

kelengkapan

admnistrasi

pelaksanaan

tugas

mengajar

guru

dan

tugas-tugas

siswa.

Observasi,

wawancara,

dan

analisis

dokumen seperti dijelaskan

di

atas

adalah

teknik

yang

digunakan dalam

penelitian

untuk

mengumpulkan/menjaring

data, sedangkan yang menggunakan adalah peneliti sendiri.

Berdasarkan

pandangan

di

atas,

penelitilah

yang

berperan sebagai instrumen penelitian, dan

terjun

secara

langsung ke lapangan. Dalam

proses

pengumpulan

data

di

lapangan peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara,

dan analisis dokumen serta dibantu dengan catatan lapangan

(37)

dan alat perekam.

D. Tahap-tahap Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri

dari tiga tahap, yaitu; (1) tahap pra-lapangan; (2)

tahap

pekerjaan lapangan; (3) tahap analisis data.

1. Tahap pra-lapangan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi: (a)

survei pendahuluan; (b) menyusun rancangan penelitian; (c)

memilih lapangan penelitian; dan (d) mengurus perizinan.

(a) Survei Pendahuluan

Sebelum menyusun

rancangan

penelitian,

terlebih

dahulu dilakukan survei pendahuluan

ke

beberapa

Sekolah

Teknologi

Menengah

(STM)

negeri

dan

STM

swasta

di

Kotamadya Bandung. Dari hasil survei pendahuluan ditemukan

sebuah masalah yang menarik dan bermanfaat untuk

diteliti

lebih lanjut, yaitu masalah ketuntasan belajar dalam

mata

pelajaraan praktek kejuruan.

Gambaran hasil survei

pendahuluan,

adalah

sebagai

berikut. Di STM negeri

X,

pelaksanaan

kegiatan

belajar

mengajar dilakukan sepenuhnya di sekolah tersebut. Guru

menyadari ada perbedaan

kemampuan

siswa

dalam

belajar,

namun pada pelaksanaan

kegiatan

belajar

mengajar,

guru

masih sering

memberi

perlakuan

dengan

materi,

metode,

jumlah

waktu,

dan

kriteria

sama

untuk

semua

siswa.

Kondisi seperti di atas

merupakan

kendala

yang

umumnya

(38)

keterbatasan alat, keterbatasan bahan, keterbatasan waktu,

dan rasio guru siswa. Kegiatan remedial diberikan guru

dalam bentuk pengulangan kembali praktek dengan bahan dan topik yang sama. Kegiatan ini diberikan kepada siswa yang gagal/salah dalam prakteknya, namun juga tergantung ketersediaan bahan dan alat yang ada. Untuk kegiatan pengayaan kadang-kadang diberikan terhadap siswa yang dalam prakteknya cepat selesai dan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Terhadap siswa yang lebih cepat selesai dalam mengerjakan job sheet, guru memberikan kegiatan kepada siswa dalam bentuk membuat laporan praktek, membuat gambar kerja dan perhitungan bahan untuk job praktek selanjutnya, dan kadang-kadang memberikan penjelasan teori secara ringkas.

Di Sekolah Teknologi Menengah (STM) negeri Y, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan sepenuhnya di sekolah tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran praktek kejuruan, sudah mulai menerapkan prinsip-prinsip Belajar Tuntas, walaupun

belum secara utuh. Bagi siswa yang lebih dahulu mencapai

ketuntasan/mempunyai kemampuan cepat dalam praktek

diberikan kesempatan untuk melanjutkan ke job berikutnya.

Bentuk kegiatan remedial yang diberikan guru yaitu dengan

penambahan waktu untuk mengerjakan job yang belum selesai atau job yang gagal. Bentuk kegiatan pengayaan yang diberikan guru terhadap siswa yang lebih awal mencapai

(39)

ketuntasan

belajarnya

adalah

sebagai

berikut:

tugas

mempersiapkan

job

selanjutnya,

persiapan

bahan,

dan

kadang-kadang materi/kegiatan perawatan

dan

pemeliharaan

alat praketek.

Di

Sekolah

Teknologi

Menengah

(STM)

negeri

Z,

pelaksanaan

kegiatan

belajar

mengajar

dalam

mata

pelajaran praktek kejuruan dilaksanakan bukan di sekolah

tersebut. Pelaksanaan

kegiatan

belajar

mengajar

khusus

untuk mata pelajaran praktek, dilaksanakan di lembaga lain

yang khusus sebagai tempat praktek. Setelah dilacak ke

lembaga tempat siswa melaksanakan praktek kejuruan,

dalam

kegiatan

belajar

mengajar

pada

prinsipnya

telah

diterapkan. Prinsip-prinsip Belajar Tuntas tersebut dalam

bentuk-bentuk kegiatan belajar, antara

lain

:

remedial,

maju berkelanjutan,

adanya pengelompokkan

kegiatan belajar

siswa menurut kemampuan yang berbeda-beda.

Di

Sekolah

Teknologi

Menengah

(STM)

swasta

X,

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam mata pelajaran

praktek kejuruan dilaksanakan sepenuhnya di sekolah tersebut. Guru menyadari perbedaan-perbedaan kemampuan

siswa dalam belajar, namun dalam pelaksanaannya belum bisa

diterapkan, hal ini

dengan

alasan

karena

faktor

alat,

bahan,

dan

rasio

guru

siswa.

Umumnya

dalam

kegiatan

belajar mengajar guru memberikan bahan, waktu, dan

metoda

yang sama. Berdasarkan hasil survei pendahuluan di atas,

(40)

sekolah dalam kadar tertentu telah menerapkan beberapa

prinsip Belajar Tuntas. Namun dilaksanakan dengan cara yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh faktor yang berbeda pula, padahal di sekolah-sekolah tersebut digunakan kuriulum yang sama. Oleh karena itu, masalah ketuntasan belajar dalam mata pelajaran praktek kejuruan cukup

menarik dan bermanfaat untuk diteliti lebih mendalam.

(b) Menyusun Rancangan Penelitian

Dari hasil survei pendahuluan, disusun rancangan

penelitian untuk diajukan dan didiskusikan dengan pembimbing. Pada prinsipnya permasalahan yang akan diteliti disetujui oleh pembimbing, namun masih perlu

dilakukan beberapa perbaikan untuk memperjelas dan

mempertajam permasalahan dan fokus penelitian. Dari saran-saran pembimbing diadakan perbaikan dan penyempurnaan serta perlu dilengkapi dengan panduan

pengumpulan data.

(c) Memilih Lapangan Penelitian

Pemilihan lapangan penelitian bertujuan untuk mendapatkan kesesuaian antara masalah yang akan diteliti dengan lokasi penelitian. Hal ini dimaksudan agar lokasi penelitian yang dipilih dapat memberi data yang diperlukan guna menjawab permasalahan dan memecahkan masalah. Karena masalah penelitian yang akan dikaji adalah ketuntasan belajar dalam mata pelajaran praktek kejuruan, maka lokasi

penelitian yang

sesuai

dengan

masalah

tersebut

adalah

(41)

sekolah-sekolah yang sejenis dengan STM negeri X dan STM negeri Y. Sekolah yang dijadikan lokasi penelitian dipilih

yang menggunakan kurikulum dengan program studi yang sama,

dan telah menerapkan prinsip-prinsip Belajar Tuntas. Juga

sekolah yang dijelaskan di atas telah memiliki peralatan

praktek cukup memadai dengan pengelolaan bahan dan alat

praktek sudah berjalan baik.

Memperhatikan adanya perbedaan bentuk pelaksanaan kurikulum oleh guru di tiap-tiap sekolah dengan kondisi alat, bahan, dan rasio guru siswa serta fasilitas ruang, maka dengan sendirinya efektivitas ketuntasan belajar akan berbeda pula sesuai dengan karakteristik siswanya. Anderson dan Block (dalam Dunkin,1987:59) mengajukan suatu pertanyaan "...whether students at a l l ability levels

benefit equally well from mastery learning or whether the

increased learning of lower ability students i s purchased

at the cost of descreased learning of high-ability

students" .

Berdasarkan kutipan di atas, dalam penelitian ini akan ditetapkan lapangan penelitian berdasarkan kondisi sekolah menyangkut guru, fasilitas sekolah, siswa, dan juga berdasarkan hasil survei pendahuluan. Juga dengan mempertimbangkan data sekolah-sekolah STM negeri dan

swasta yang ada di bidang Dikmenjur, maka dalam penelitian

ini ditetapkan tiga sekolah sebagai lokasi penelitian.

(42)

sebagai berikut: pertama STM negeri X merupakan suatu

lembaga yang

khusus

menyelenggarakan

praktek

kejuruan

untuk seluruh

STM

negeri

se-kotamadya

Bandung semenjak

tahun 1976. Juga telah memiliki peralatan praktek yang cukup lengkap; kedua STM negeri Y adalah yang menempati gedung Balai Latihan Pendidikan Teknik (BLPT) yang

menurut rencananya sebagai tempat praktek STM swasta

se-kotamadya Bandung. Namun akhirnya karena besarnya biaya pengelolaan dan banyaknya STM swasta di Bandung gedung ini tidak dapat berfungsi sebagai tempat praktek STM swasta, tetapi semua peralatan beserta gedung ini ditempati oleh STM negeri Y; ketiga STM swasta Z merupakan sekolah yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum (PU), sudah cukup lama berdiri dan telah memiliki gedung sendiri, peralatan, serta rasio guru- murid cukup memadai.

(d) Mengurus Perizinan

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini, prosedur pengurusan perizin yang ditempuh antara lain, sebagai berikut:

- Surat permohonan izin penelitian dari Rektor IKIP Bandung, u.b Pembantu Rektor I, No.6996/PT.25.H.l/N/1994 tertanggal 13 Oktober 1994, ditujukan kepada Kepala Direktorat Sosial Politik Propinsi DATI I Jawa Barat. - Surat Rekomendasi Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I

Jawa Barat, Direktorat Sosial Politik, No.070.1/4681, tertanggal 15 November 1994, ditujukan kepada Kepala

(43)

Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat.

- Surat izin Kepala Kanwil Depdikbud Jawa

Barat

a.n

plh

Koordinator

Urusan

Administrasi,

NO.6905/I02/N/1994,

tertanggal 30 November 1994.

- Surat izin Kepala Kantor

Depdikbud

Kotamadya

Bandung,

No.6319/102.ll/N/1994,

tertanggal

12

Desember

1994,

ditujukan

kepada

Kepala

Sekolah

Teknologi

Menengah

(STM) negeri dan swasta serta Balai

Latihan

Pendidikan

Teknik (BLPT).

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan merupakan tahap pengumpulan

data. Pada tahap ini ada sejumlah kegiatan yang

merupakan

sub-sub kegiatan

pekerjaan

lapangan.

Langkah

pekerjaan

lapangan (pelaksanaan pengumpulan data), penulis mengikuti

prosedur seperti yang

dikemukakan

Nasution

(1992:33-34)

yaitu : (a) tahap orientasi, (b) tahap

eksplorasi

, dan

(c) tahap "member check",

a. Tahap Orientasi

Tahap

orientasi

ini

merupakan

kegiatan

memasuki

lapangan

masih

dalam

bentuk

pejajagan.

Kegiatan

yang

dilakukan mengarah kepada upaya untuk memperoleh informasi

yang seluas-luasnya mengenai hal-hal

bersifat

umum

yang

berkenaan

dengan

masalah

penelitian.

Pada

tahap

ini

kegiatan

peneliti

adalah

menciptakan

hubungan

yang

harmonis antara

peneliti

dengan

responden

penelitian.

(44)

Sekolah,

Wakil

Kepala

Sekolah,

Kepala

Instalasi,

dan

guru-guru.

Untuk

memperoleh

informasi

seluas-luasnya

dilakukan wawancara dengan berbagai pihak

di

atas.

Dari

hasil wawancara diperoleh informasi dan data tambahan yang

berhubungan

dengan

masalah

penelitian.

Informasi

yang

didapat selanjutnya dianalisis dan dikonsultasikan dengan

pembimbing untuk menentukan, memperjelas

dan

mempertajam

fokus penelitian. Berdasarkan data hasil tahap

orientasi,

kemudian ditetapkan fokus masalah dalam penelitian.

Untuk

dapat

terciptanya

hubungan

yang

harmonis

dengan responden,

peneliti

melakukan

pendekatan

antara

laian dengan cara : (1) menjelaskan peran peneliti

kepada

responden,

bahwa keberadaan

peneliti

bukanlah

untuk

mengevaluasi atau

menilai

guru,

akan

tetapi

merupakan

kegiatan belajar dari pengalaman

guru

di

lapangan;

(2)

menjelaskan

bahwa

informasi

yang

diterima

dijamin

kerahasiaannya dan bukan untuk menilai sekolah serta tidak

mempunyai pengaruh terhadap posisi responden

di

sekolah;

(3) melakukan kunjungan berulang-ulang.

b. Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi merupakan tahap

pengumpulan

data.

Kegiatan yang dilakukan sudah mengarah kepada hal-hal yang

dianggap mempunyai hubungan dengan fokus masalah. Meskipun

tidak lagi bersifat umum, tetapi sudah lebih mengarah

dan

terstruktur

serta

masih

terbuka.

Pengumpulan

data

dilakukan berdasarkan prinsip penelitian kualitatif, yaitu

(45)

berusaha

memahami

makna

dari

peristiwa

manusia

dalam

situasi tertentu. Dengan

demikian

penekanannya terletak

pada pemahaman yang timbul

dari

tafsiran

terhadap

interaksi, perilaku, dan peristiwa.

Pengumpulan data melalui teknik wawancara dilakukan

dalam bentuk percakapan

informal

yang

mengandung

unsur

spontanitas dengan memanfaatkan

waktu

luang.

Meskipun

dilakukan secara informal, akan tetapi dalam menggali data

atau

informasi

yang diperlukan

diarahkan

pada

fokus

penelitian.

Wawancara dilakukan terhadap

responden

sebagai sumber data primer maupun

terhadap responden

sebagai sumber data sekunder.

Setiap

informasi

yang

diberikan responden

selalu

di

cek

kebenarannya

dengan

respoden

lainnya.

Dalam hal

ini,

digunakan

teknik

triangulasi,

yaitu dengan membandingkan dan mengecek

balik

derajat kebenaran

informasi/data yang diperoleh dengan

guru, siswa maupun Kepala Sekolah.

Dalam menjaring data

digunakan

teknik

observasi,

wawancara dan dokumentasi. Selama proses pengumpulan data

dilapangan

selalu di

cek

kebenaran

dan

kesesuaiannya

melalui member check dan triangulasi.

c. Tahap "member check"

Memeber

check

dilakukan

agar

responden

mengecek

kebenaran data yang telah diberikannya, sehingga data yang

(46)

kebenarannya oleh sumber informasi, dan

selanjutnya

data

tersebut juga

harus

dibenarkan

oleh

sumber

data

atau

informan lain",

yaitu dengan cara mempelajari

data

hasil

(observasi dan wawancara). Selanjutnya data ditulis

dalam

bentuk laporan dan dikonfirmasikan kepada responden

untuk

disesuaikan dengan informasi yang

telah

mereka

berikan.

Bila ditemukan

informasi

yang

dianggap

kurang

sesuai,

segera diperbaiki. Demikian juga, apabila ditemukan adanya

kekurangan dari informasi yang telah diberikan sebelumnya,

segera disempurnakan dan diperbaiki. Member check

dilakukan

sampai

informasi

yang

diterima

benar-benar

sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh respoden.

3. Tahap Analisis Data

Tahap

analisis

data

pada

prinsipnya

merupakan

kegiatan proses pengumpulan data agar

dapat

ditafsirkan.

Berarti pada tahap analisis data,

terdapat dua

hal

yang

saling berhubungan, yaitu

analisis

data

dan

penafsiran

data. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh

data yang didapat dari berbagai sumber, yaitu

dari

hasil

pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Menurut Bogdan dan Biklen (1982:146-162) analisis data dilakukan selama di

lapangan

dan

setelah

meninggalkan

lapangan.

Langkah-langkah analisis selama di lapangan adalah

:

(1)

mempersempit

fokus,

(2)

menetapkan

tipe

studi,

(3)

mengembangkan secara

terus-menerus

pertanyaan

analitis,

(4)

menuliskan

komentar

peneliti

sendiri,

(5)

(47)

mengupayakan penjajagan tentang ide dan tema penelitian

terhadap subjek responden sebagai analisis penjajagan, (6)

mempelajari kembali rujukan yang relevan selama di

lapangan, (7) menggunakan metaphora,

analog

dan

konsep.

Sedangkan langkah-langkah

analisis

setalah

meninggalkan

lapangan adalah : (1) membuat kategori masalah dan

menyusun kodenya, (2) menata sekuensi atau urutan penelaahannya.

Langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data. Maksud diadakan reduksi data adalah membuat laporan untuk

(dirangkum, dipilah, dan difokuskan

pada

hal-hal

pokok)

dijadikan bahan mentah yang

telah

diringkas

agar

lebih

mudah dikendalikan.

Reduksi data dilakukan selama pengumpulan data

berlangsung.

Data

yang

diperoleh

melalui

observasi,

wawancara, dan dokumentasi ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang rinci. Hal ini dilakukan untuk

menajamkan, menggolongkan, menjauhkan, membuang hal-hal

tidak

perlu

dan

pengorganisasian

untuk

mempermudah

melakukan langkah-langkah analisis berikutnya. Aspek-aspek

yang direduksi semua hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Aspek-aspek yang direduksi antara

lain :

(48)

lapangan,

dan

abstraksi

dari

hasil

dokumentasi,

selanjutnya

dipilah-pilah

sesuai

dengan

kategori

masalahnya.

Kategori-kategori

tersebut

diuraikan

untuk

memahami

aspek yang terdapat didalamnya sambil

melihat/menelaah

hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Membuat tata urutan masalah guna memberikan tafsiran yang menggambarkan perspektif peneliti untuk memberikan

makna

terhadap

hasil

analisis

data

dari

kategori

masalah tersebut.

Langkah selanjutnya dari tahap analisis data

adalah

menafsirkan data. Dengan demikian antara analisis data dan

penafsiran data merupakan satu

kesatuan

tahap

kegiatan.

Menurut

Patton

(dalam

Moleong,1990:103)

tujuan

dari

reduksi data adalah untuk

"Memberikan arti yang signifikan

terhadap analisis, menjelaskan pola

uraian,

dan

mencari

hubungan diantara dimensi-dimensi uraian".

Merujuk

kepada

kutipan di atas, penafsiran dilakukan : (1)

untuk memberi

makna

terhadap

data

tentang

kejelasan

dan

kesesuaian

konsep Belajar Tuntas dalam dokumen kurikulum dengan

yang

dilaksanakan; (2) bentuk Belajar Tuntas yang

dilaksanakan

guru;(3) bentuk

penilaian

kegiatan

belajar

siswa

;(4)

faktor-faktor yang melatarbelakangi guru dalam

menerapkan

Belajar Tunas, meliputi: (a) konsep guru

tentang

Belajar

Tuntas,

(b)

bentuk

pengelolaan

dan

bimbingan

yang

diberikan

Kepala

Sekolah

kepada

guru,

(c)

dukungan

(49)

fasilitas belajar,

dan

(d)

dampak

pelaksanaan

Belajar

Tuntas bagi

siswa.

Selanjutnya

dicari

hubungan

antara

konsep

Belajar

Tuntas

yang

dilaksanakan

guru

dengan

faktor-faktor

yang

melatarbelakangi

guru

dalam

penerapannya, serta hubungan dengan dampaknya bagi siswa. Dalam pelaksanaannya, penafsiran data berdasarkan data

dengan

memperhatikan

keterkaitan

antara

data

yang

terkumpul

(data

observasi,

data

wawancara,

dan

data

dokumentasi).

Hal

di

atas

dilakukan

untuk

mengurangi

imajinasi yang berlebihah dari peneliti dalam

menafsirkan

Gambar

Gambar:
gambaranlatar
gambarannyata

Referensi

Dokumen terkait

"Kalau tidak dapat, bagaimanalah jadinya nasibku nanti?" katanya. Dengan kesal, disuruhnyalah rombongan itu mencarikan ke Bakkara, sedartg dia sendiri tetap

[r]

ANALISIS HOJODOUSHI IKU DAN KURU SEBAGAI UNGKAPAN YANG MENYATAKAN ASPEK BENTUK – TEIKU DAN - TEKURU.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga hanya dengan bimbingan, pertolongan, dan kasih sayang-Nya lah

Pada desain interior diperlukan untuk menemukan dan menganalisa data-data yang berhubungan erat dengan desain interior radio Jeje FM Surabaya seperti halnya

dalam proses belajar yang merujuk pada aktivitas belajar siswa yang merujuk. pada

Penelitian ini mendeskripsikan manajemen pondok pesantren dalam pendidikan moral masyarakat yang fokus kajiannya adalah di pondok pesantren Raudiatul Muta’allimin di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pola bimbingan terstruktur pada penyelesaian karya teknologi bagi mahasiswa PT Elektro FT UNY yang akan habis masa studinya antara lain