• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Produk Unggulan Daerah Bawang Merah Di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Produk Unggulan Daerah Bawang Merah Di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2

Laporan Akhir Hasil Penelitian

Identifikasi Potensi Pengembangan

Klaster Produk Unggulan Daerah Bawang Merah

Di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso

Kabupaten Nganjuk

Oleh

Prof.Dr. Jabal Tarik Ibrahim, M.Si., dkk.

Kerjasama

FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Dengan

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

KEDIRI

(3)
(4)

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, laporan penelitian Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Produk Unggulan Daerah Bawang Merah Di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk telah dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih layak disampaikan kepada :

1. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri, seluruh pimpinan dan staf yang telah memberi kepercayaan kepada Tim Peneliti dan Lembaga kami untuk melakukan penelitian ini, mulai dari pembahasan TOR, anggaran, proposal, pencairan dana, FGD, diseminasi, dan pelaporan.

2. Pemerintah Kabupaten Nganjuk, khususnya Dinas Pertanian, Bappeda, Kantor Ketahanan Pangan, para penyuluh di Kecamatan Rejoso, Kepala Desa Mojorembun, dan aparat Desa Mojorembun.

3. Para petani dan Kelompok Tani di Desa Mojorembun yang telah menjadi responden dalam penelitian ini.

4. Para enumerator yang telah membantu mengumpulkan data lapangan.

Kami berharap penelitian ini dapat menjadi acuan Kantor Bank Indonesia Perwakilan Kediri dan Pemerintah Kabupaten Nganjuk beserta para pihak lainnya dalam mengembangkan bisnis bawang merah di Nganjuk dan Jawa Timur pada umumnya. Pengembangan bisnis komoditi ini sangat penting, karena telah menjadi mata pencaharian orang banyak baik di sektor hulu, primer, dan hilir. Komoditas ini juga telah menjadi icon kabupaten dan propinsi, menjadi penyumbang product domestic bruto, menyerap tenaga kerja, dan potensi ekspor yang tinggi.

Semoga bermanfaat. Wassalamualaikum wr.wb.

Ketua Tim Peneliti Jabal Tarik Ibrahim

(5)
(6)

6

RINGKASAN

Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan, meningkatkan akses petani kepada Bank, mengendalikan inflasi dari sektor pertanian, melindungi dan memberdayakan petani, Kantor Bank Idonesia memandang perlu untuk mengadakan kegiatan penelitian Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Produk Unggulan Daerah Bawang Merah Di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) memetakan rantai nilai (value chain) produk unggulan daerah (PUD) bawang merah Kabupaten Nganjuk dari hulu sampai ke hilir; prospek pengembangan di tingkat nasional dan kecenderungan global produksi dan konsumsi; (2) mengidentifikasi bantuan teknis yang diperlukan terkait dengan kendala dan perkembangan terkini komoditi bawang merah; (3) menghitung kelayakan usaha bawang merah sebagai referensi bagi lembaga keuangan khususnya perbankan dalam menyalurkan kredit /pembiayaan; (4) Menyusun rekomendasi pengembangan bawang merah di daerah penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

 Pada tingkat nasional, luas panen dan jumlah produksi bawang merah Jawa Timur menduduki ranking kedua. Namun, rata-rata produktivitas menduduki ranking ketiga, artinya sisi intensifikasi produksi bawang merah di Jawa Timur masih memungkinkan ditingkatkan lagi.

 Jumlah produksi nasional dan kebutuhan nasional memungkinkan melakukan ekspor bawang merah dengan catatan perbaikan kualitas produksi mulai dari budidaya, pemanenan, sorting/grading, dan penguatan jaringan ekspor sampai tingkat petani.

 Di Jawa Timur, Kabupaten Nganjuk adalah pemegang rekor tingginya luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah. Berikutnya disusul oleh Probolinggo dan Sampang.

(7)

7

 Rantai nilai bawang merah di daerah penelitian berjalan lancar namun dinamis. Input tersedia lokal walaupun ada beberapa kekurangan (pupuk dan pestisida mahal serta bibit belum terstandarisasi). Produksi dan produktivitas tinggi dan berlangsung sepanjang tahun namun terbanyak di bulan Juli, Agustus, September, Oktober. Produksi bawang olahan belum ada. Sortasi/grading sudah dilakukan tetapi belum memahami standar kualitas ekspor. Perdagangan bergairah karena tersedia pembeli di dalam maupun luar daerah penelitian. Kebutuhan bawang merah dari konsumen masih terus meningkat namun diperlukan kejelian waktu penjualan.

 Usahatani bawang merah membutuhkan biaya sebesar Rp 60.663.084,-/ha. Titik impas harga bawang merah Rp 8.559,-/kg. Jika tanah milik sendiri titik impasnya Rp 7.148,-/kg. Jika harga bawang merah Rp 10.000,-/kg maka keuntungan petani bawang merah sebesar Rp 10.211.916,- (perhitungan perusahaan). R/C ratio 1,17.

 Total biaya pembuatan bawang merah bibit per kilogram sebesar Rp 17.448,- (nilai ini juga bisa digunakan sebagai nilai break event price). Jika harga jual bawang merah bibit sebesar Rp 25.000,- maka keuntungan usaha bawang merah bibit per kg sebesar Rp 7.552,-. Nilai R/C rationya sebesar 1,43.

 Produksi bawang merah Nganjuk diperdagangkan ke luar daerah (93%). Distribusi barang ke seluruh Indonesia baik dalam bentuk bawang merah konsumsi maupun bawang merah bibit. Margin rantai pemasaran (margin tataniaga) sebesar Rp 6.253,-/kg. Total profit dalam rantai pemasaran bawang merah sebesar Rp 4.277,-/kg.

 Pengembangan bawang merah di daerah penelitian terangkum dalam tabel analisis faktor internal dan eksternal.

(8)
(9)

9

DAFTAR ISI Isi Halaman HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2.Tujuan Kajian 5 1.3.Lingkup Kajian 5

BAB II METODE PENELITIAN 6

2.1. Jenis Kajian 6

2.2.Subyek dan Obyek Kajian 6

2.3.Daerah Penelitian 6

2.4.Penentuan Sampel dan Jumlah Sampel Kajian 6 2.5.Jenis Data, Sumber Data, dan Analisis Data 7

BAB III DESKRIPSI BAWANG MERAH 9

3.1.Taksonomi Bawang Merah 9

3.2.Deskripsi Bawang Merah Nasional 9 3.3.Deskripsi Bawang Merah di Jawa Timur 11 3.4.Deskripsi Bawang Merah Kab. Nganjuk 15 BAB IV DESKRIPSI UMUM DESA MOJOREMBUN 18

4.1. Perkembangan Kependudukan 18

4.2. Angkatan Kerja 19

4.3. Produk Domestik Bruto 20

4.4. Pendapatan Per Kapita 21

4.5. Struktur Mata Pencaharian Menurut Sektor 22 4.6. Penguasaan Aset Ekonomi Masyarakat 23

4.7. Pendidikan Masyarakat 25

4.8. Potensi Sumberdaya Alam 27

4.9. Potensi Sumberdaya Manusia 30

4.10. Mata Pencaharian Pokok 31

BAB V KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH (SEMENTARA) 33 5.1. Biaya, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C Ratio

Bawang Merah 33

5.2. Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usaha

Bawang Merah Bibit 36

BAB VI PEMASARAN BAWANG MERAH 38

6.1. Permintaan Bawang Merah Nasional 38 6.2. Permintaan Bawang Merah Jawa Timur 39 6.3. Rantai Pemasaran dan Rantai Pasokan Bawang

Merah dari Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso

Kabupaten Nganjuk 39

6.4. Biaya Pemasaran, Margin Pemasaran, dan Profit Share Pemasaran Bawang Merah di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten 41

(10)

10

Nganjuk.

BAB VII KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, DAN ANCAMAN

USAHATANI BAWANG MERAH 45

7.1. Analisis Faktor Internal Usahatani Bawang Merah di Desa Mojorembun. 46 7.2. Analisis Faktor External Usahatani Bawang

Merah di Desa Mojorembun 48

7.3. Keadaan Rantai Nilai Bawang Merah di Desa

Mojorembun 49

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 52

8.1. Kesimpulan 52

8.2. Rekomendasi 53

DAFTAR PUSTAKA 55

(11)

11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komoditas bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam sayuran, rempah, bumbu penyedap makanan dan bahan obat tradisional yang tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Kelangkaan ketersediaan dalam negeri menyebabkan gejolak harga bawang merah yang menjadi faktor penyumbang meningkatnya inflasi sehingga merugikan masyarakat selaku konsumen walaupun dalam tempo singkat dapat menimbulkan keuntungan di pihak produsen/petani. Kelangkaan ketersediaan juga mendorong masuknya produk/bawang merah impor, sehingga berpeluang pemborosan cadangan devisa dan merugikan petani produsen bawang merah dalam negeri.

Data statistik menunjukkan bahwa bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Beberapa wilayah propinsi penghasil utama bawang merah (luas areal panen > 1.000 ha per tahun) diantaranya adalah Jawa Tengah (36.715 Ha), Jawa Timur (26.030 Ha), Jawa Barat (11.257 Ha), Nusa Tenggara Barat (9.277 Ha), Sulawesi Selatan (4.569 Ha), Sumatera Barat (4.144 Ha), Sumatera Utara (1.048 Ha), DI Yogyakarta (893 Ha), dan Bali (658 Ha). Antara tahun 2009 sampai 2012, kesembilan propinsi tersebut memiliki luas panen rata-rata di atas 1.000 hektar per tahun. Produksi Bawang Merah terpusat di Jawa, hal ini dapat dilihat dari prosentase jumlah produksi bawang merah tahun 2013 dari Pulau Jawa sebesar 787.685 ton (85,16 % dari total produksi nasional). .

Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2014 adalah 4,56kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan. Angka ini merupakan prediksi dari Ditjen PPHP Kementan tahun 2006.

(12)

12

Estimasi permintaan konsumsi bawang merah domestik pada tahun 2014 adalah 938.261 ton dari kebutuhan total sebesar 1.144.961 ton. Kebutuhan ini akan terus meningkatkat sampai jumlah 1.489.079 ton pada tahun 2024.

Produksi bawang merah secara nasional selama periode tahun 2009 sampai tahun 2013 relatif stabil (rata-rata produksi selama lima tahun tersebut sebesar 946.145,2 ton). Jika dilihat dari rata-rata produksi ini maka kebutuhan/permintaan sedikit lebih tinggi dari produksi nasional. Oleh karena itu, kemungkinan peningkatan produksi atau pengaturan produksi antar waktu masih diperlukan.

Di Pulau Jawa, Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu sentra lokasi produsen utama bawang merah bersamaan dengan Brebes dan Probolinggo. Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan atau pengembangan komoditi sumber tekanan inflasi di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri, disusun rencana kegiatan pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk melalui Kantor Dinas Pertanian, Dinas terkait lainnya maupun Lembaga Non Pemerintah (swasta).

Lima kecamatan di Kabupaten Nganjuk dengan luas panen bawang merah paling tinggi pada tahun 2013 dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1.1: Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Lima Kecamatan Terbesar di Kabupaten Nganjuk Tahun 2013 No. Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1 Rejoso 3.134 41.776 13,33 2 Bagor 2.393 30.342 12,68 3 Gondang 2.066 25.804 12,49 4 Wilangan 860 11.079 12,88 5 Sukomoro 827 6.999 8,46

(13)

13

Tujuan pengembangan klaster bawang merah Kabupaten Nganjuk terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri adalah (namun tidak terbatas hal-hal) sebagai berikut:

a. Sinergi kegiatan dalam rangka stabilisasi produksi dan harga bawang merah untuk mendukung ketersediaan secara berkelanjutan dan menekan gejolak harga dengan melibatkan /mengoptimalkan peran para pihak yang terkait terutama petani bawang merah dalam bentuk kegiatan fasilitasi /pemanfaatan /pengelolaan gudang secara optimal.

b. Bersama dengan para pihak terkait meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budidaya bawang merah yang memenuhi azas keamanan pangan dan pencegahan pencemaran lingkungan melalui penerapan praktek pertanian yang baik (Good Agricultural Practices / GAP).

c. Penguatan kelembagaan Kelompok Tani dan atau Gabungan Kelompok tani termasuk upaya peningkatan pengetahuan dalam pengelolaan ekonomi rumah tangga petani dengan program keuangan inklusi (Financial inclusion /FI) antara lain program ‘Tabunganku’ (sosialisasi, promosi dan implementasi program),

d. Meningkatkan akses petani /pedagang /para pihak yang terkait dengan rantai nilai bawang merah terhadap sumber daya keuangan /lembaga perbankan, bekerjasama dengan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB).

Sesuai dengan batasan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebagian besar produsen bawang merah termasuk petani bawang merah di Kabupaten Nganjuk tergolong pengusaha mikro kecil dan menengah (MKM). Selain itu, petani bawang merah menjadi pihak yang lemah dan sering dirugikan ketika panen raya karena harga jual bawang merah yang rendah. Untuk itu, perlu memperhatikan Undang-undang No. 19 Tahun 2013 tentang

(14)

14

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Pada diktum menimbang (c) di konsideran undang-undang ini menyebutkan bahwa sistem pasar yang tidak berpihak kepada petani membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan.

Pasal 3 Undang-undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menyebutkan bahwa usaha perlindungan dan pemberdayaan petani bertujuan untuk : (a) mewujudkan kedaulatan dan kemandirian petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik; (b) menyediakan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan usahatani; (c) memberikan kepastian usahatani; (d) melindungi petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen; (e) meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani serta kelembagaan petani dalam menjalankan usahatani yang produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan (f) menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usahatani.

Memperhatikan undang-undang tersebut maka perlu dilakukan penguatan dan keberlanjutan sistem produksi dan atau distribusi bawang merah sebagai salah satu produk unggulan daerah (PUD) agar dapat mendukung pengembangan ekonomi daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PUD) dapat dijadikan salah satu pedoman yang memadai. Perdagangan bawang merah di dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor perlu memperoleh porsi pembahasan yang memadai mengingat komoditi tersebut merupakan salah satu komoditi yang tergolong dalam penyumbang inflasi. Hal tersebut perlu menjadi pertimbangan karena perdagangan bawang merah global telah membuka peluang berkembangnya produksi dan perdagangan bawang merah dari Indonesia. Beberapa tahun terakhir sudah tercatat ekspor

(15)

15

bawang merah telah dilakukan oleh Kelompok Tani dari beberapa tempat di Indonesia.

Kegiatan program Ketahanan Pangan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri dapat dilaksanakan dengan membangun sinergi kegiatan pengembangan bawang merah di Kabupaten Nganjuk melalui pendekatan klaster dengan strategi pengembangan rantai nilai berdasarkan solusi yang berbasis pasar (Market Based Value Chain Analysis).

(16)

16

1.2 Tujuan Kajian

Tujuan kajian adalah untuk memperoleh:

Pemetaan rantai nilai (value chain) produk unggulan daerah (PUD) bawang merah Kabupaten Nganjuk dari hulu sampai ke hilir; prospek pengembangan di tingkat nasional dan kecenderungan global produksi dan konsumsi

 Identifikasi bantuan teknis yang diperlukan terkait dengan kendala dan perkembangan terkini komoditi bawang merah

 Profil dan kelayakan usaha bawang merah sebagai referensi bagi lembaga keuangan khususnya perbankan dalam menyalurkan kredit /pembiayaan

 Menyusun rekomendasi pengembangan bawang merah di daerah penelitian.

1.3 Lingkup Kajian

Memperhatikan tujuan kajian maka ruang lingkup pekerjaan meliputi:

 Identifikasi faktor-faktor pendorong dan penghambat

 Identifikasi dinamika perkembangan usaha berdasarkan pada tingkat lokal, nasional, regional dan global

 Identifikasi kelayakan usaha berdasarkan aspek produksi, finansial, pemasaran, sosial ekonomi dan lingkungan

 Perumusan masukan dan solusi kendala usaha dan alternatif strategi pemecahan masalah

 Menyampaikan laporan dan mendiskusikan kemajuan pekerjaaan (progress) dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri

 Menyusun dan menyampaikan hasil kajian kepada Bank Indonesia Kediri

(17)

17

 Diseminasi hasil penelitian kepada stakeholder di Kabupaten Nganjuk dengan dukungan beban biaya dari Kantor Perwakilan Bank Indonesi Kediri

(18)

18

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Jenis Kajian

Kajian ini adalah kajian diskriptif kuantitatif dilengkapi pemaparan kualitatif. Kajian ini menggunakan data-data kuantitatif untuk dianalisis dengan alat-alat analisis usahatani dan pemasaran. Selain itu, data-data kualitatif seperti keterangan kebijakan dinas pertanian dan informasi dari petani dan penyuluh juga merupakan data penting yang diperlukan.

2.2 Subjek dan Objek Kajian

Subjek kajian ini adalah petani bawang merah, pedagang bawang merah, pengurus kelompok tani / gapoktan, pegawai Dinas Pertanian, staf BAPPEDA, pegawai BKP3, BPP Kecamatan, eksportir dan pedagang sarana produksi pertanian. Objek kajiannya adalah usahatani dan pemasaran bawang merah dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten.

2.3 Daerah Kajian

Daerah kajian ditentukan secara sengaja di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk. Pertimbangannya adalah sistem usahatani, sistem kelembagaan, dan respon pihak terkait sangat positif terhadap pengembangan bawang merah ke depan. Kecamatan Rejoso adalah kecamatan dengan luas areal panen terbesar bawang merah di Kabupaten Nganjuk (sesuai dengan tabel 1).

2.4 Penentuan Sampel dan Jumlah Sampel Kajian

Sampel kajian ini dipilih secara sengaja sesuai dengan pertimbangan: Kompetensi, kepemimpinan, pemahaman masalah, dan kesiapan dukungan program tahun kedua dan ketiga (program pengembangan oleh Kantor Bank Indonesia Kediri). Pihak yang

(19)

19

dijadikan responden dan jumlah responden yang telah diambil dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

(20)

20

Tabel 2.1. : Kategori Responden dan Jumlah yang Telah

Diambil

2.5. Jenis Data, Sumber Data dan Analisis Data

Kajian ini memerlukan data primer, antara lain : Data usahatani, data pendapat para pihak dari pemerintah tentang pengembangan bawang merah, data harga tingkat petani/pedagang, dan data tentang faktor penghambat/pendorong pengembangan bawang merah. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data luas areal tanam, luas realisasi panen, produktivitas per hektar, harga tiap bulan, dan monografi desa.

Analisis data yang digunakan dapat dilihat dalam tabel berikut:

No. Responden Jumlah

Dinas/Instansi terkait

1 Dinas Pertanian 1

2 BAPPEDA 1

3 Gapoktan /Poktan 7

4 Pelaku Usaha /Petani 30

Instansi /Asosiasi

5 Asosiasi Bawang Merah 3

6 Perbankan 2

7 Exportir 3

8 Pasar Dalam Negeri 3

(21)

21

Tabel 2.2. : Data dan Analisis Data Yang Dipakai No. Tujuan Penelitian Data yang

Diperlukan

Analisis yang Dipakai 1 Mengidentifikasi kendala

teknis agroklimatologi, agronomis, dan sosial dalam pengembangan bawang merah Curah hujan, hari hujan, air irigasi, teknis bercocok tanam, kendala sosial, kompetensi petani Diskriptif kualitatif dan kuantitatif 2 Mengidentifikasi faktor penghambat dan pendorong baik eksternal maupun internal pada sistem usahatani bawang merah

Data tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman sistem usahatani bawang merah Analisis SWOT kualitatif dan kuantitatif 3 Menganalisis kelayakan finansial usahatani bawang merah di tingkat petani. Luas tanah, biaya input, jumlah produksi, harga jual. Analisis biaya Analisis penerimaan Analisis pendapatan R/C ratio Break Even Price 4 Menganalisis rantai

nilai (value chain) komoditas bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Data situasi pembibitan, keutungan usahatani, biaya dan keuntungan pedagang, rantai pemasaran Analisis biaya dan penerimaan pembibit dan pedagang bibit. Analisis margin pemasaran. Analisis profit share dalam rantai pasar 5 Menyusun rekomendasi teknis pengembangan bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Laporan sementara hasil penelitian Focus Group Discussion

(22)

22

BAB III

DESKRIPSI BAWANG MERAH

3.1 Taksonomi Bawang Merah

Bawang merah, bawang putih, dan semua jenis tanaman bawang-bawangan termasuk family Lilyceae berasal dari Asia Tengah. Dan merupakan sayuran umbi multi guna. Sistimatika botani secara rinci sebagai berikut :

Divisi : Spematophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotylledonal

Ordo : Liliaceae(Liliflorae)

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum L. 3.2 Deskripsi Bawang Merah Nasional

Bawang merah merupakan salah satu sayuran rempah yang banyak digunakan sebagai penyedap, pengharum maupun penambah gizi. Demikian pula dengan industri obat-obatan yang membutuhkan bawang untuk campuran obat-obatan. Penerapan sistem budidaya seperti penggunaan bibit yang baik, penanaman, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen akan didapatkan produksi bawang merah yang tinggi (Limbongan dan Maskar, 2003).

Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1.010.772,8 ton, dan konsumsi bawang merah ini meningkat sekitar 5% setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan. Musim panen (tanam) bawang merah di Indonesia berbeda dengan negara lain. Jika di negara lain misalnya China sedang musim tanam, maka di Indonesia sedang panen raya, dan sebaliknya. Sehingga kondisi ini memberi peluang ekspor ke negara lain atau bahkan impor dari negara lain yang berasal dari China, Philipina dan India.

(23)

23

Di Indonesia, daerah potensial produksi bawang merah diantaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Bali dan Sulawesi Selatan. Perkembangan produksi bawang merah Indonesia selama 5 tahun terakhir berfluktuasi, produksi tertinggi pada tahun 2010, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 dan meningkat lagi pada tahun 2013. Namun demikian jika dilihat dari produktivitasnya masih jauh dari potensinya.

Perkembangan produksi bawang merah di sentra produksi dan total Indonesia selama 5 tahun terakhir seperti tabel di bawah ini.

Tabel 3.1.: Produksi dan Luas Panen Bawang Merah Indonesia Tahun 2009 –2013.

Propins i

Produksi (ton) Luas Panen (Ha)

2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013 Jabar 123.58 7 116.396 101.27 3 115.89 6 115.58 5 10.83 7 12.168 10.00 9 11.43 8 11.25 7 Jateng 406.72 5 506.357 372.25 6 381.81 4 419.47 2 38.28 0 45.538 35.71 1 35.82 8 36.71 5 DI Yogya 19.763 19.950 14.407 11.854 9.541 1.628 2.027 1.271 1.180 893 Jatim 181.49 0 203.739 198.38 8 222.86 3 243.08 7 26.35 8 26.507 20.94 0 22.32 3 26.03 0 Sumbar 21.985 25.058 32.442 35.839 42.791 2.416 2.699 3.340 3.670 4.144 Sumut 12.655 9.413 12.449 14.158 8.305 1.379 1.360 1.384 1.581 1.048 Bali 11.554 10.981 9.319 8.666 7.977 1.043 1.013 817 766 658 NTB 133.94 5 104.324 78.300 100.99 0 101.62 8 13.10 5 10.159 9.988 12.33 3 9.277 Sulsel 13.246 23.276 41.710 41.238 44.034 2.629 3.180 4.633 4.518 4.569 Tot. Jawa 731.56 5 846.442 686.32 4 732.42 7 787.68 5 77.10 3 86.240 67.93 1 70.76 9 74.89 5 Luar Jawa 193.38 5 173.052 174.22 0 200.89 1 204.73 5 20.57 2 18.411 20.16 2 22.86 8 19.69 6 Nasiona l 924.95 0 1.019.49 4 860.54 4 933.31 8 992.42 0 97.67 5 104.65 1 88.09 3 93.63 7 94.59 1 Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2014.

(24)

24

Masalah utama usahatani bawang merah saat ini adalah tingginya risiko kegagalan panen karena adanya anomali iklim beberapa tahun terakhir, terutama bila penanaman dilakukan di luar musim. Kondisi iklim yang tidak menentu ini merupakan masalah yang perlu dipecahkan dalam usahatani bawang merah terutama adanya serangan hama dan penyakit yaitu hama Spodoptera exigua, penyakit Alternaria, Fusarium, dan Antraknose. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah menggunakan varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama–penyakit dan mampu berproduksi tinggi serta varietas tersebut disukai oleh konsumen. Disamping itu perlu inovasi teknologi budidaya dalam rangka adaptasi terhadap perubahan iklim.

Banyak varietas bawang merah yang dibudidayakan di Indonesia yaitu sekitar 141 varietas bawang merah termasuk varietas introduksi. Sampai saat ini perbanyakan dari varietas-varietas tersebut dilakukan secara vegetatif dengan umbi, padahal varietas tersebut mampu berbunga dan berbiji secara alami kecuali varietas Sumenep. Kelemahannya varietas ini tidak mampu berbunga dan belum diketahui cara merangsang bunganya, serta berumur panjang walaupun mempunyai kualitas terbaik untuk bawang goreng karena selalu dibiak secara vegetatif maka tidak ada perubahan susunan genetiknya dan karena itu sampai sekarang tidak didapatkan varietas yang tahan terhadap penyakit daun yang sering menggagalkan pertanaman bawang merah.

3.3 Deskripsi Bawang Merah Jawa Timur

Propinsi Jawa Timur luas wilayahnya mencakup 46.712,80 km2. Kondisi topografi di wilayah Propinsi Jawa Timur sangat bervariasi, namun secara umum lebih banyak didominasi oleh adanya topografi pegunungan. Hal ini mengingat Jawa Timur merupakan lintasan pegunungan selatan, dengan elevasi

(25)

25

permukaan tanah maksimum 3.637 m (puncak gunung Mahameru) yang terletak di daerah Lumajang.

Sentra produksi bawang merah utama di Jawa Timur adalah Kabupaten Nganjuk, Probolinggo, dan Sampang. Luas areal panen di Kabupaten Sampang termasuk yang prospektif di masa yang akan datang karena ditanam di areal tadah hujan panen di bulan-bulan Pebruari-Maret dimana produksi kabupaten lain sedang turun. Diskripsi tentang luas panen di beberapa kabupaten di Jawa Timur dapat dilihat dalam tabel berikut.

(26)

26

Tabel 3.2. : Luas Panen Bawang Merah di Kabupaten Sentra Produksi Propinsi Jawa Timur, Tahun 2008-2012.

Kab/Kota

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

Nganjuk

6370

9337

10396

9320

10032

Probolinggo

4821

5201

5049

3431

3923

Sampang

3531

3620

3037

3037

1369

Malang

902

810

652

587

744

Pamekasan

844

1505

2131

598

1585

Kediri

437

620

883

1161

1254

Sumber :Diolah dari Data Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur.

Luas panen bawang merah cenderung mengalami peningkatan di Kabupaten Nganjuk, Pamekasan, dan Kediri. Khusus Kabupaten Kediri selama lima tahun selalu mengalami penambahan luas panen. Luas panen di kabupaten-kabupaten lain cenderung stagnan. Luas panen di Kabupaten Sampang cenderung mengalami penurunan. Keadaan di Kabupaten Sampang perlu mendapat perhatian instansi pemerintah terkait agar salah satu sentra produksi bawang merah Jawa Timur ini tidak hilang.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 h e k t a r 2008 2009 2010 2011 2012

(27)

27

Gambar 3.1. : Luas Panen Bawang Merah (Ha) Enam Kabupaten Sentra Bawang Merah di Jawa Timur, Tahun 2008 sd 2012.

Produksi bawang merah di Propinsi Jawa Timur didominasi oleh produksi di Kabupaten Nganjuk (seiring dengan luas panen bawang merah yang juga didominasi oleh Kabupaten Nganjuk). Selama enam tahun terakhir, produksi Kabupaten Nganjuk selalu di atas 100 ribu ton (kecuali tahun 2008). Produksi di kabupaten lainnya masih jauh dibandingkan dengan produksi di Kabupaten Nganjuk.

Tabel 3.3. : Produksi Bawang Merah (ton) di Sentra Produksi Propinsi Jawa Timur, Tahun 2008-2013.

Kabupaten

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Nganjuk

78419

135550

109018

110846

116507

116391

Probolinggo

53126

54602

35727

33149

42967

39142

Sampang

17105

16815

16782

14751

9019

20401

Pamekasan

4966

8100

9425

647

11819

11647

Malang

8396

6647

4963

4943

5584

7946

Kediri

2974

4295

4708

7569

8040

6402

Sumber :Diolah dari Data Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur.

Jika diilustrasikan dalam bentuk diagram garis maka produksi bawang merah mulai tahun 2008 – 2013 dapat dilihat dalam Gambar x berikut ini.

(28)

28

Gambar 3.2.: Diagram Garis Produksi Bawang Merah di Sentra Produksi Propinsi Jawa Timur, Tahun 2008-2013.

Beberapa sentra produksi cenderung mengalami kenaikan total produksi tahunannya, yaitu Nganjuk, Pamekasan, dan Kediri. Jumlah produksi di Malang dan Sampang cenderung stagnan (kecuali tahun 2013) dan yang cenderung menurun adalah produksi di Kabupaten Probolinggo.

Gambar 3.3.: Produktivitas Bawang Merah per Hektar di Sentra Produksi Propinsi Jawa Timur, Tahun 2008-2013. Produktivitas bawang merah di Nganjuk selalu menunjukkan angka tertinggi dibanding semua produktivitas

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 p r o d u k s i ( t o n ) Tahun Nganjuk Probolinggo Sampang Pamekasan Malang Kediri 0 20 40 60 80 100 120 140 160 2008 2009 2010 2011 2012 2013 k w i n t a l / h a Tahun Nganjuk Probolinggo Sampang Pamekasan Malang Kediri

(29)

29

kabupaten lain. Keadaan ini membuktikan bahwa bawang merah di Nganjuk memang cocok secara agroklimat, keadaan tanah, kecukupan air irigasi, kemampuan petani bercocok tanam, ketersediaan sarana produksi, ketersediaan pasar dan lembaga pemasaran, serta dukungan dinas terkait. Kabupaten Sampang dan Pamekasan memiliki produktivitas yang masih tergolong rendah dan di masa yang akan datang perlu ditingkatkan untuk menjaga pasokan bawang nasional.

Secara berurutan, rata-rata produktivitas (kwintal/ha) bawang merah selama enam tahun (2008-2013) yaitu Nganjuk (125,80 kw/ha), Probolinggo (95,92 kw/ha), Malang (83,82 kw/ha), Kediri (64,56 kw/ha), Sampang (52,99), dan Pamekasan. Produktivitas bawang merah di Nganjuk nilainya dua kali lipat dari produktivitas bawang merah di Kediri, Sampang, dan Pamekasan. Analisa-analisa luas panen, total produksi per tahun, dan produktivitas menunjukkan bahwa posisi Nganjuk sebagai sentra produksi utama bawang merah di Jawa Timur belum tergoyahkan.

3.4 Deskripsi Bawang Merah Kab. Nganjuk

Kabupaten Nganjuk terletak antara 7,21o-7,50o lintang

selatan dan 111,45o – 112,131o Bujur Timur yang diapit oleh

dua gunung. Sebelah selatan Gunung Wilis dan sebelah utara Gunung Pandan. Dengan adanya gunung ini menyebabkan arah angin dari tenggara pada musim kemarau dan pada musim labuhan anginnya lebih cepat sehingga dapat mempengaruhi besarnya evaporasi. Wilayah Kabupaten Nganjuk dialiri Sungai Widas, Sungai Kuncir dan Sungai Rejoso yang dapat mengairi daerah Nganjuk bagian barat, sedang Sungai Brantas dapat mengairi daerah Nganjuk bagian timur.

Daerah pegunungan (lereng gunung Wilis) dengan ketinggian 1.000 – 2.000 m dpl. Daerah ini sangat cocok untuk tanaman cengkeh dan tanaman hortikultura seperti jeruk serta

(30)

30

sayuran. Daerah tengah yaitu daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 60 – 140 m dpl. Daerah ini cocok untuk tanaman padi, palawija dan tebu. Sebelah utara merupakan daerah pegunungan kapur tengah atau pegunungan Kendeng dengan ketinggian antara 60 – 300 m dpl. Daerah ini merupakan daerah hutan jati.

Suhu rata-rata di Kabupaten Nganjuk Tahun 2013 adalah berkisar 21-32 °C, kelembaban rata-rata 55-87 %, kecepatan angin 30 km/jam. Berdasarkan pembagian iklim menurut Schmidt dan Ferguson, maka di Kabupaten Nganjuk terdapat 7 bulan basah dan 5 bulan kering. Dengan demikian berarti Nganjuk mempunyai ratio Q sebesar 0,7 termasuk dalam iklim tipe D yang bercirikan curah hujan basah sampai sedang dengan suhu cukup panas.

Wilayah Kabupaten Nganjuk seluas 122.433,891 ha. Jenis tanah di Kabupaten Nganjuk adalah jenis alluvial, regosol, andosol, latosol, dan grumusol. Jenis tanah alluvial terdapat di Kecamatan Nganjuk, Tanjunganom, Baron, Kertosono, Patianrowo, Prambon, Pace bagian utara, Loceret bagian utara, Bagor, Wilangan bagian timur, Ngronggot, Sukomoro, dan Berbek bagian timur. Jenis tanah latosol terdapat di Kecamatan Ngetos, Berbek bagian barat, Sawahan bagian utara, dan Wilangan bagian barat. Jenis tanah Regosol terdapat di Kecamatan Ngluyu bagian utara dan Lengkong bagian utara. Jenis tanah Andosol terdapat di Kecamatan Loceret bagian selatan, Ngetos bagian selatan dan Sawahan bagian selatan. Jenis tanah Grumusol terdapat di Kecamatan Gondang, Lengkong, Jatikalen, Rejoso dan Ngluyu bagian selatan. Kabupaten Nganjuk, merupakan produsen bawang merah kedua nasional setelah Brebes, Jawa Tengah. Setiap musim panen, petani menikmati penghasilan yang cukup besar. Hal ini menyebabkan bawang merah menjadi fokus ekonomi bagi masyarakat di Nganjuk.

(31)

31

Beberapa tahun terakhir ini dirasakan adanya anomali iklim. Karena adanya perubahan iklim tersebut menyebabkan waktu tanam terpaksa mundur karena perubahan cuaca yang tak menentu dan hujan yang sangat ekstrem, seperti yang terjadi sepanjang tahun 2013. Walaupun terjadi anomali cuaca, petani tetap antusias menanam bawang merah. Penanaman bawang merah di Nganjuk umumnya dilakukan pada bulan Juni setelah panen pada musim tanam sebelumnya yang panen pada bulan Mei.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor diperlukan produk yang mempunyai kualitas baik dan aman konsumsi. Untuk itu proses produksi perlu dilakukan secara baik sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) berbasis norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP).

Varietas yang sering ditanam di daerah Nganjuk adalah Bauji, Super Philip, Katumi dan Thailand. Varietas Super Philip banyak ditanam di musim kemarau, varietas Bauji banyak ditanam di musim penghujan. Varietas Thailand lebih toleran ditanam di kedua musim. Kelebihan lain varietas Thailand adalah tingkat rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua varietas lainnya, sehingga varietas ini mampu mendominasi pertanaman bawang merah di Kabupaten Nganjuk di semua musim tanam. Data Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk menunjukkan, rata-rata produktivitas bawang merah berkisar 10 ton-16 ton per hektar (selama tahun 2008-2013 produktivitas rata-ratanya 12,58 ton/ha).

Produktivitas bawang merah di Kabupaten Nganjuk mengalami fluktuasi, namun masih tetap lebih tinggi dibanding kabupaten lain di Jawa Timur. Demikian juga dengan total produksi per tahun dan luas areal panen bawang merah. Tentu ini merupakan resultante keputusan petani di kabupaten ini untuk memutuskan menanam dan merawat tanaman bawang merah.

(32)

32

Secara empiris, paling banyak dipengaruhi oleh faktor harga bawang merah.

Tabel 3.4. : Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah Kabupaten Nganjuk, Tahun 2008-2013.

Uraian

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Luas panen (ha)

6370

9337

10396

9320

10032

9525

Produksi (ton/tahun)

78419 135550 109018 110846

116507

116391

Produktivitas (kw/ha)

123,11

145,18

104,86

118,93

116,13 146,5882

Sumber : Diolah dari Data Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur.

(33)

33

BAB IV

DISKRIPSI UMUM DESA MOJOREMBUN

4.1 Perkembangan Kependudukan

Keadaan penduduk di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk pada tahun 2013 terdiri dari 1246 kepala keluarga dengan jumlah total penduduk sebanyak 4.186 orang. Tahun 2013 jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki dengan selisih 190 orang. Jumlah penduduk perempuan pada tahun 2013 adalah 2.187 orang dan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.997 orang.

Jumlah penduduk Desa Mojorembun pada tahun 2013 meningkat 78 orang dari tahun 2012. Tahun 2012 jumlah penduduk di Desa Mojorembun sebanyak 4.108 orang dengan jumlah penduduk perempuan 2.137 orang dan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.971 orang

Tabel 4.1.: Jumlah Penduduk

No Jumlah Jenis Kelamin Jumlah

Seluruhnya Laki-Laki Perempuan 1 Jumlah penduduk tahun 2013 1.997 Orang 2.187 Orang 4.186 Orang 2 Jumlah penduduk tahun 2012 1.971 Orang 2.137 Orang 4.108 Orang 3 Jumlah kepala keluarga tahun 2013 1.246 KK 4 Jumlah kepala keluarga tahun 2012 1.281 KK

Sumber: Data Profil Desa Mojorembun,2013

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa prosentase jenis kelamin perempuan lebih besar dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 2.187 orang atau sebesar 52,24% dari jumlah penduduk keseluruhan. Jumlah penduduk pada

(34)

34

tahun tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penduduk sebesar 0,9% dari tahun 2012.

(35)

35

4.2 Angkatan Kerja

Jumlah angkatan kerja penduduk Desa Mojorembun pada rentang usia 18 – 56 tahun sebanyak 3.041 orang. Sebanyak 925 orang (30,41%) bekerja penuh, 835 orang (27,45%) bekerja tidak tentu dan jumlah penduduk cacat yang bekerja sebanyak 6 orang. Pada Tabel 4.2 telah dicantumkan jumlah penduduk usia produktif.

Tabel 4.2.: Angkatan Kerja

No Uraian Keterangan

1 Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18-56 tahun)

3.041 Orang 2 Jumlah penduduk usia 18- 56 tahun yang masih

sekolah dan tidak bekerja 547 Orang

3 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang

menjadi ibu rumah tangga 711 Orang

4 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang

bekerja penuh 925 Orang

5 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang

bekerja tidak tentu 835 Orang

6 Jumlah penduduk 18-56 tahun yang cacat dan

tidak bekerja 17 Orang

7 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat

dan bekerja 6 Orang

Sumber: Data Profil Desa Mojorembun,2013

Desa Mojorembun menjadi sentra produksi Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk. Peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2012 sampai tahun 2013 sebanyak 78 orang menjadi nilai tambah tersendiri bagi desa ini. Jumlah angkatan kerja usia 18-56 tahun di Desa Mojorembun pada tahun 2013 sebanyak 3.041 orang. Jumlah penduduk yang bekerja penuh diberbagai sektor pekerjaan menduduki peringkat pertama dari semua klasifikasi penduduk angkatan kerja usia 18-56 tahun sebesar 925 orang dan peringkat kedua adalah penduduk yang bekerja tidak tentu yaitu sebanyak 835 orang. Jumlah penduduk yang sedang menempuh study dan tidak bekerja sebanyak 547 (17,98%) dari total jumlah penduduk usia 18-56 orang atau 17,98% sedangkan ibu rumah tangga di Desa Mojorembun sebanyak 711 orang

(36)

36

(23,38%). Akan tetapi terdapat penduduk yang cacat yang bekerja dan tidak bekerja. Jumlah penduduk cacat yang tidak bekerja pada tahun 2013 sebanyak 17 (0,55%).orang sedangkan jumlah penduduk cacat yang bekerja sebanyak 6 orang.

4.3. Produk Domestik Bruto.

Desa ini merupakan desa pertanian karena PDB hampir semuanya dihasilkan dari sektor ini dan merupakan desa dengan aktivitas ekonomi yang bagus.

Tabel 4.3.: Produk Domestik Bruto Tahun 2013 A. SUBSEKTOR PERTANIAN

A.1 Tanaman Padi dan Palawija

1. Luas tanaman padi tahun 2013 235 Ha 2. Nilai produksi tahun 2013 Rp 4.935.000.000

3. Biaya pemupukan Rp 846.000.000

4. Biaya bibit Rp 74.100.000

5. Biaya obat Rp 423.000.000

6. Biaya lainnya Rp 635.000.000

A.2 Luas Tanaman Kedelai

1. Luas tanaman tahun 2013 235 ha 2. Nilai produksi tahun2013i Rp 2.505.000.000

3. Biaya pemupukan Rp 900.000.000

4. Biaya bibit Rp 141.000.000

5. Biaya obat Rp 600.000.000

6. Biaya lainnya A.3 Tanaman Bawang Merah

1. Luas tanaman tahun 2013 235 ha 2. Nilai produksi tahun 2013 Rp 70.500.000.000

3. Biaya pemupukan Rp 564.000.000

4. Biaya bibit Rp 16.920.000.000

5. Biaya obat Rp 50.705.000.000

6. Biaya lainnya

(37)

37

Kontribusi sektor pertanian pada Produk Domestik Bruto cukup besar hal ini dapat dilihat dari kontribusi terhadap PDB setiap desa salah satunya di Desa Mojorembun. Terdapat tiga kategori tanaman yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di desa tersebut yaitu tanaman padi dan palawija, tanaman kedelai, dan tanaman bawang merah. Luas areal lahan sub sektor pertanian di Desa Mojorembun seluas 705 Ha. Proporsi luas areal lahan untuk tanaman padi dan palawija, kedelai, serta bawang merah pada tahun 2013 adalah sama, yaitu masing-masing 235 Ha.

Luas areal tanaman padi dan palawija pada tahun 2013 adalah 235 Ha dengan nilai produksi sebesar Rp 4.935.000.000. Budidaya padi dan palawija tidak terlepas dari input produksi yang dikeluarkan oleh petani. Total biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani pada tahun 2013 sebesar Rp 6.913.100.000 yang terdiri dari Rp 846.000.000 untuk biaya pemupukan, Rp 74.100.000 untuk biaya bibit, Rp 423.000.000 untuk biaya obat, dan biaya lain-lain yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 635.000.000. Tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh petani, tidak diimbangi dengan nilai produksi yang dihasilkan pada tahun 2013.

4.4. Pendapatan Perkapita

Dari keseluruhan rumah tangga tani yang terdapat didesa Mojorembun dapat diketahui bahwa pendapatan perkapita masyarakat dari sektor pertanian cukup tinggi, yaitu sebesar Rp 2.500.000 (diatas UMR Kabupaten Nganjuk). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dari sektor pertanian cukup baik.

Tabel 4.4 Pendapatan Perkapita Menurut Sektor Usaha Pertanian

1. Jumlah rumah tangga petani 432 Keluarga 2. Jumlah total rumah tangga

(38)

38

3. Jumlah rumah tangga buruh tani 321 Keluarga 4. Jumlah anggota rumah tangga

buruh tani 1.807 Orang 5. Jumlah pendapatan perkapita dari

sektor pertanian untuk setiap rumah tangga pertanian

Rp 2.500.000 Sumber: Data Profil Desa Mojorembun,2013.

Jumlah rumah tangga petani di Desa Mojorembun pada tahun 2013 sebanyak 432 orang lebih sedikit dibandingkan dengan total rumah tangga perkebunan yaitu 1.728 orang. Ju

mlah anggota rumah tangga buruh tani lebih banyak dibandingan dengan jumlah rumah tangga petani di Desa Mojorembon Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk. Berdasarkan data pihak desa terdapat 321 keluarga buruh tani dari jumlah anggota rumah tangga buruh petani.

4.5. Struktur Mata Pencaharian Menurut Sektor

Adapun sebaran mata pencaharian masyarakat dapat ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.5 Struktur Mata Pencaharian Menurut Sektor 1. Sektor Pertanian

a. Petani 1.876 Orang

b. Buruh Tani 1.421 Orang

2. Sektor Jasa

a. Pensiunan PNS 28 Orang

b. Pensiunan Swasta 17 Orang

c. Pembantu rumah tangga 17 Orang

d. Sopir 16 Orang

e. Buruh migran perempuan 11 Orang

f. Buruh migran laki-laki 9 Orang

g. Wiraswasta lainnya 72 Orang

h. Jasa penyewaan peralatan

pesta 6 Orang

Sumber: Data Profil Desa Mojorembun,2013

Tabel 4.5 menyatakan mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Mojorembun berprofesi pada sektor pertanian yaitu

(39)

39

sebanyak 3.297 orang (94,93%), sedangkan sisanya sebanyak 176 orang (5,07%) tersebar ke dalam beberapa sektor yang di antaranya adalah pegawai negeri sipil, TNI, Polri, pembantu rumah tangga (PRT), dan pada sektor-sektor swasta.

4.6. Penguasaan Aset Ekonomi Masyarakat

Salah satu indikator ekonomi jika ditinjau dari masyarakat pedesaan adalah kepemilikan tanah. Ranking tertinggi kepemilikan aset dari masyarakat Desa Mojorembun adalah tanah. Terdapat 553 orang yang memiliki tanah kurang dari 0,5 Ha. Sedangkan kepemilikan aset berupa tanah dengan luas 0,51-1 Ha dan lebih dari 1 Ha berturut-turut adalah 279 orang dan 8 Orang. Kepemilikan aset berupa tanah dengan luas diatas 1 ha tergolong masih sangat kecil.

Tabel 4.6.: Penguasaan Aset Ekonomi Masyarakat (Tanah, Transportasi, dan Sarana Produksi).

A. Aset Tanah Keterangan

1. < 0,5 ha 553 Orang

2. 0,51 – 1 ha 279 Orang

3. > 1 ha 8 Orang

B. Aset Sarana

Transportasi Umum

1. Memiliki becak 4 Orang 4 unit

2. Memiliki mini bus 3 Orang 7 unit

C. Aset Sarana Produksi 1. Memiliki penggilingan

padi 6 Orang

2. Memiliki traktor 211 Orang

(40)

40

Aset berupa tanah menduduki peringkat pertama sedangkan peringkat kedua adalah aset berupa kepemilikan sarana produksi, serta peringkat ketiga adalah kepemilikan aset sarana transportasi umum. Kepemilikan aset sarana produksi masyarakat Desa Mojorembun relative banyak. Hal ini terlihat dari masyarakat yang memiliki aset traktor yaitu sebanyak 211 orang dan kepemilikan aset penggilingan padi adalah 6 orang.

Kepemilikan aset sarana produksi transportasi umum yang dimiliki oleh masyarakat Desa Mojorembun adalah transportasi becak dan mini bus. Terdapat 4 orang warga Desa Mojorembun yang mempunyai transportasi becak dengan jumlah 4 unit becak. Sedangkan kepemilikan transoprtasi umum mini bus sebanyak 3 orang dengan jumlah 7 unit.

Tabel 4.7.: Penguasaan Aset Ekonomi Masyarakat (Perumahan) D. Aset Perumahan

D.1 Rumah Menurut Dinding Keterangan

1. Tembok 832 Rumah

2. Kayu 211 Rumah

3. Bambu 67 Rumah

4. Tanah liat 42 Rumah

D.2 Rumah Menurut Lantai Keterangan

1. Keramik 732 Rumah

2. Semen 302 Rumah

3. Tanah 49 Rumah

D.3 Rumah Menurut Atap Keterangan

1. Genteng 1200 Rumah

2. Seng 16 Rumah

3. Asbes 32 Rumah

Sumber: Data Profil Desa Mojorembun,2013

Indikator kesejahteraan dari masyarakat di suatu daerah dapat diukur dari rumah yang ditempati, apakah sudah permanen atau masih sementara. Berdasarkan data dari pihak desa, jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah 4186 Orang dengan

(41)

41

total kepala keluarga sebanyak 1.246 KK. Dari total kepala keluarga yang mendiami Desa Mojorembun, terdapat 1152 rumah yang yang tersebar di Desa Mojorembun. Dari 1152 rumah, 72,22% atau 832 rumah dindingnya terbuat dari tembok. Sedangkan sisanya yaitu terdapat 211 rumah yang dindingya terbuat dari kayu, 67 rumah yang dindingnya terbuat dari bambu, dan 42 rumah yang dindingnya terbuat dari tanah liat. Prosentase tertinggi ditempati oleh rumah yang terbuat dari tembok, hal ini berarti masyarakat desa setempat sudah sadar akan pentingnya rumah yang nyaman serta aman. Apabila dilihat dari jenis lantai yang ditempati oleh warga Desa Mojorembun Kabupaten Nganjuk, terdapat 732 rumah yang lantainya terbuat dari keramik, 302 rumah yang laintanya terbuat dari semen, sedangkan sisanya atau 49 rumah yang lantainya terbuat dari tanah.

Tabel 4.8.: Pemilikan Aset Ekonomi Lainnya

No Uraian Keterangan

1 Jumlah keluarga memiliki TV dan elektronik lainnya

1193 Keluarga 2 Jumlah keluarga memiliki sepeda

motor/sejenisnya

1063 Keluarga 3 Jumlah keluarga yang memiliki buku

tabungan bank

672 Keluarga 4 Jumlah keluarga yang memiliki buku surat

berharga

1200 Keluarga 5 Jumlah keluarga yang memiliki sertifikat

tanah

1067 Keluarga 6 Jumlah keluarga yang memiliki perusahaan

industri kecil

27 Keluarga 7 Jumlah keluarga memiliki usaha di pasar

tradisional

12 Keluarga Sumber: Data Profil Desa Mojorembun,2013

Aset ekonomi yang dimiliki oleh penduduk Desa Mojorembun tidak hanya kepemilikan akan tanah akan tetapi asset yang dimiliki oleh penduduk Desa Mojorembun mencakup alat elektronik, sepeda motor dan sejenisnya, buku tabungan bank, buku surat berharga, sertifikat tanah, perusahaan industri kecil, usaha di pasar tradisional. Jumlah penduduk yang

(42)

42

mempunyai aset ekonomi berupa buku surat berharga sebanyak 1.200 Keluarga sedangkan jumlah keluarga yang mempunyai usaha di pasar tradisional mempunyai jumlah paling kecil diantara keluarga yang mempunyai aset ekonomi lainya. Kepemilikan aset alat elektronik relatif tinggi dibandingkan kepemilikan aset sertifikat tanah yaitu sebanyak 1.193 keluarga yang memiliki aset alat elektronik dan sebanyak 1.067 keluarga yang memiliki sertifikat tanah.

4.7. Pendidikan Masyarakat

Pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong yang berpengaruh pada program pengembangan Desa Mojorembun. Oleh karena itu bauran tingkat pendidikan masyarakat akan menjadi perhatian dalam upaya pengembangan potensi produk unggulan daerah (PUD). Adapun sebaran tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.9.: Tingkat Pendidikan Penduduk

NO. Uraian Keterangan

1 Jumlah penduduk buta aksara dan huruf

latin -

2 Jumlah penduduk usi 3-6 tahun yang masuk

TK dan Kelompok Bermain Anak 460 Orang

3 Jumlah penduduk anak dan penduduk cacat

fifik dan mental 32 Orang

4 Jumlah penduduk sedang SD/sederajat 632 Orang 5 Jumlah penduduk tamat SD/sederajat 741 Orang 6 Jumlah penduduk tidak tamat SD/sederajat 924 Orang 7 Jumlah penduduk sedang SLTP/sederajat 1.012 Orang 8 Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat 781 Orang 9 Jumlah penduduk sedang SLTA/sederajat 971 Orang 10 Jumlah penduduk tidak tamat

SLTP/sederajat 532 Orang

11 Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat 1.412 Orang

(43)

43

13 Jumlah penduduk sedang D2 12 Orang

14 Jumlah penduduk sedang D3 357 Orang

15 Jumlah penduduk sedang S1 268 Orang

16 Jumlah penduduk tamat S2 4 Orang

17 Jumlah penduduk tamat S3 1 Orang

18 Jumlah penduduk tamat SLB B 1 Orang

19 Jumlah penduduk cacat fisik dan mental 16 Orang Sumber: Data Profil Desa Mojorembun,2013

Keadaan tingkat pendidikan masyarakat Desa Mojorembun diketahui bahwa umumnya sudah bersekolah. Dapat diketahui pula sebanyak 1.412 orang sudah mengenyam pendidikan wajib minimal 12 tahun, sebanyak 373 orang sedang melaksanakan pendidikan Diploma, 268 sedang menempuh pendidikan Strata-1, dan sebanyak 4 orang telah tamat program pendidikan strata-2 dan 1 orang telah selesai menempuh pendidikan strata-3. Jumlah masyarakat yang telah menempuh pendidikan formal yang cukup banyak dengan sebaran tingkat pendidikan yang tinggi pula dapat diasumsikan bahwa setiap program pengembangan yang dilaksanakan di Desa Mojorembun dapat berjalan dengan baik. 4.8. Potensi Sumber Daya Alam

4.8.1. Potensi Umum

Desa Mojorembun merupakan desa sentra produksi bawang merah dengan luas total wilayah sebesar 373,7 ha dengan batas-batas wilayah berikut ini :

Sebelah utara : Ngadiboyo Sebelah

selatan : Sidokare Sebelah timur : Setren

Sebelah barat : Banaran Wetan

Dari luas total wilayah Desa Mojorembun luas lahan persawahan sebesar 321 ha, luas lahan persawahan tersebut

(44)

44

paling dominan dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk pemukiman, pekarangan dan kuburan atau pemakaman. Dari data ini terlihat bahwa Desa Mojorembun merupakan desa pertanian dengan potensi yang sangat bagus karena hamparan sawah berpengairan teknis yang luas. Luas wilayah menurut penggunaannya dapat dilihat pada tada tabel berikut :

Tabel 4.10.: Luas Wilayah Menurut Penggunaan

No Uraian Keterangan 1 Luas pemukiman 40 ha 2 Luas persawahan 321 ha 3 Luas pekarangan 12 ha 4 Luas kuburan 0,7 ha Total luas 373,7 ha

Sumber: Data Potensi Desa Mojorembun,2013

Desa ini adalah desa ideal untuk pengusahaan pertanian, baik dilihat dari segi agroklimatologi maupun hamparan lahan yang luas serta dukungan sistem irigasi teknis yang baik beserta sumberdaya manusia yang cukup. Pendidikan petani dan penduduk secara keseluruhan juga baik seperti yang telah diuraikan dalam sub bab sebelumnya.

Tabel 4.11.: Orbitasi Daerah

No Orbitasi Unit/Keterangan

1 Jarak ke ibu kota kecamatan 5 Km

A Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan kendaraan bermotor

0,25 Jam

B Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor

0,30 Jam

2 Jarak ke ibukota kabupaten/kota 12 Km

A Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan kendaraan bermotor

0,25 Jam

B Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan berjalan kaki

(45)

45

atau kendaraan non bermotor

3 Jarak ke ibukota provinsi 120 Km

A Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan kendaraan bermotor

3 Jam

B Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor Sumber: Data Potensi Desa Mojorembun,2013

Akses jalan menuju kesebuah pemerintahan memang tidak bias dipisahkan dari kondisi perekonomian masayarakat dari sebuah desa. Orbitase atau jarak dari Desa Mojorembun Kabupaten Ngajuk ke Ibukota Kecamatan adalah 5 Km dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor, jalan kaki atau tanpa kendaraan bermotor. Apabila menggunakan kendaraan bermotor, dari Desa Mojorembun menuju ke ibukota kecamatan dapat ditempuh selama 0,25 jam sedangkan jika ditempuh tanpa menggunakan kendaraan bermotor atau jalan kaki dapat ditempuh selama 0,10 jam.

Desa Mojorembun merupakan sentra penghasil bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Desa Mojorembun terletak 12 Km dari Ibukota kabupaten dengan waktu tempuh 0,25 jam menggunakan kendaraan bermotor. Kabupaten Nganjuk terletak di Pulau Jawa tepatnya adalah di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Nganjuk terkenal dengan sebutan Kota Angin. Desa Mojorembun menduduki peringkat pertama produksi bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Orbitase Desa Mojorembun ke Ibukota Provinsi adalah 120 km. Orbitase ke Ibukota Provinsi dapat mempengaruhi tataniaga pemasaran bawang merah ke pasar lokal Jawa Timur maupun Nasional. Untuk mengakses menuju ke Ibukota Provinsi Jawa Timur yaitu Surabaya, dapat ditempuh dalam waktu 3 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor.

4.8.2 Pertanian.

Komoditi yang banyak dibudidayakan di Desa Mojorembun adalah komoditi tanaman pangan seperti bawang merah, padi,

(46)

46

serta kedelai. Berdasarkan data dari Desa Mojorembun, terdapat 890 keluarga petani dari total 1.246 total kepala keluarga yang ada, berarti 71,42% adalah keluarga petani. Akan tetapi, tidak semua keluarga petani mempunyai lahan pertanian tanaman pangan. Terdapat 421 keluarga atau 47,3% keluarga tani yang memiliki tanah pertanian sedangkan keluarga tani yang tidak memiliki lahan pertanian sebanyak 465 keluarga (52,24%).

Tabel 4.12.: Pemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan

No Uraian Keterangan

1 Jumlah keluarga memiliki tanah pertanian 421 Keluarga

2 Tidak memiliki 465 Keluarga

3 Memiliki kurang dari 1 ha 881 Keluarga

4 Memiliki 1,0-5,0 ha 4 Keluarga

5 Memiliki 5,1-10 ha - Keluarga

6 Memiliki lebih dari 10 ha - Keluarga 7 Jumlah total keluarga petani 890 Kelua

rga Sumber: Data Potensi Desa Mojorembun,2013

Jumlah keluarga tani yang mempunyai lahan pertanian kurang dari 1 Ha sebanyak 881 keluarga, sedangkan untuk kepemilikan lahan 1,0-5,0 Ha sebanyak 4 keluarga. Keadaan ini terjadi karena proses fragmentasi lahan masih terus terjadi. Fragmentasi lahan bisa terjadi karena proses jual beli tanah dan sistem pewarisan kepada anak-anak petani yang cenderung membagi-bagi tanahnya sesuai dengan jumlah anaknya.

Tabel 4.13.: Luas Tanaman Pangan Menurut Komoditas Pada Tahun Ini

No. Uraian Satuan (Ha) Satuan (Ton/ha)

1 Kacang kedelai 310 Ha 12 Ton/ha*

2 Padi sawah 312 Ha 10 Ton/ha

3 Bawang merah 310 Ha 12 Ton/ha

(47)

47

Komoditi yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Nganjuk khususnya di Desa Mojorembun adalah sub sektor pertanian komoditi tanaman pangan seperti kacang kedelai, padi sawah, dan bawang merah. Budidaya padi sawah menjadi keunggulan di Desa ini pada musim tanama 2013. Sebanyak 312 Ha luas lahan di Desa Mojorembun ditanami padi sawah dengan produktivitas 10 Ton/ha. Luas areal untuk budidaya kacang kedelai dan bawang merah adalah sama yaitu masing-masing 310 Ha dengan produktivitas masing-masing 12 Ton/ha.

4.9. Potensi Sumber Daya Manusia

Keberhasilan ekonomi di suatu daerah tidak terlepas dari campur tangan dari sumberdaya manusia yang ada. Terdapat 1281 Kepala Keluarga di Desa Mojorembun dengan total penduduk 4.186 orang. Prosentase penduduk perempuan lebih banyak daripada prosentase penduduk laki-laki. Di Desa Mojorembun, terdapat 2.189 orang jumlah penduduk perempuan dari jumlah total penduduk dan 1.997 orang merupakan jumlah penduduk laki-laki. Sedangkan kepadatan penduduk di Desa Mojorembun sebesar 891 per km2 .

Tabel 4.14.: Jumlah Penduduk

No Uraian Keterangan

1 Jumlah laki-laki 1.997 Orang

2 Jumlah perempuan 2.189 Orang

3 Jumlah total 4.186 Orang

4 Jumlah kepala keluarga 1281 KK

5 Kepadatan penduduk 891 per km2

Sumber: Data Potensi Desa Mojorembun,2013.

4.10. Mata Pencaharian Pokok

Terdapat 18 macam jenis mata pencaharian masyarakat Desa Mojorembun yaitu Petani, Buruh Tani, Pegawai Negeri Sipil, Pengrajin Industri Rumah Tangga, Pedagang Keliling, Montir, Bidan Swasta, Perawat Swasta, TNI, POLRI, pensiunan

(48)

48

PNS/TNI/POLRI, Karyawan Perusahaan Swasta, Makelar/Broker/Mediator, Sopir, Tukang Becak, Tukang Ojek, Tukang Cukur, dan Tukang Batu/Kayu.

Tabel 4.15.: Mata Pencaharian Pokok

No. Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan

1 Petani 600 Orang ...Orang

2 Buruh tani 721 Orang ...Orang

3 Pegawai negeri sipil 62 Orang ...Orang

4 Pengerajin industri rumah tangga 4 Orang ...Orang

5 Pedagang keliling 6 Orang ...Orang

6 Montir 4 Orang ...Orang

7 Bidan swasta Orang 3 Orang

8 Perawat swasta Orang 1 Orang

9 TNI 4 Orang ...Orang

10 POLRI 8 Orang ...Orang

11 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 47 Orang ...Orang 12 Karyawan perusahaan swasta 83 Orang ...Orang 13 Makelar/broker/mediator 12 Orang ...Orang

14 Sopir 72 Orang ...Orang

15 Tukang becak 6 Orang ...Orang

16 Tukang ojek 1 Orang ...Orang

17 Tukang cukur 1 Orang ...Orang

18 Tukang batu/kayu 28 Orang ...Orang

Sumber: Data Potensi Desa Mojorembun,2013

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Mojorembun Kabupaten Nganjuk sebagai buruh tani. Sebanyak 721 orang dari 4.186 total jumlah penduduk tahun 2013 bekerja sebagai buruh tani. Sebanyak 600 orang menjadi petani komoditi tanaman pangan seperti kedelai, padi, dan bawang merah sedangkan sisanya bekerja di berbagai sektor seperti pada table di atas.

(49)
(50)

50

BAB V

KELAYAKAN USAHA TANI BAWANG MERAH

5.1 Biaya, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C Ratio Bawang Merah.

Usahatani bawang merah memerlukan modal kerja yang cukup besar untuk pembiayaan usahataninya. Total biaya usahatani sebesar Rp 50.663.084,- yang sebagian besar dipakai untuk biaya tenaga kerja dan bibit. Prosentase penggunaan biaya tenaga kerja mencapai 44,72% dari total biaya. Prosentase penggunaan biaya untuk bibit mencapai 36,43%. Jadi, biaya usahatani sebagian besar atau 81,15% digunakan untuk pembelian bibit dan membayar tenaga kerja. Harga bibit berkisar Rp 10.000,- sd Rp 20.000,- per kilogram. Keadaan ini terjadi karena pada musim tanam tahun 2014 petani Desa Mojorembun Kec. Rejoso banyak yang membeli (bukan hasil menyimpan produksi sendiri) karena pada tahun 2013 harga bawang merah di desa ini cukup tinggi sehingga semua produksinya dijual. Upah tenaga kerja berkisar Rp 25.000,- sd Rp 40.000,- per orang/hari tergantung lama dan jenis pekerjaan. Prosentase pengeluaran untuk pembelian pupuk sebesar 10,80% dan obat-obatan mencapai 7,84%.

Tabel 5.1.: Biaya Usahatani Bawang Merah per Hektar di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk, Tahun 2014 (Tidak Termasuk Sewa Tanah).

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

BIAYA TETAP

Pajak Rp 109.859

BIAYA TIDAK TETAP

Bibit Rp 18.456.338 Tenaga kerja Rp 22.654.647 Pupuk Rp 5.469.283 Obat tanaman Rp 3.972.957 TOTAL BIAYA Rp 50.663.084 PRODUKSI 7.087,5 (kg)

HARGA SAAT PENELITIAN

Rp 7.019/kg

(51)

51

Sumber : Data Primer, diolah. 2014.

Produksi rata-rata bawang merah di Desa Mojorembun pada musim tanam April-Agustus 2014 sebesar 7,087 ton/ha. Menurut petani, di desa ini produksi biasanya lebih dari 10 ton/ha. Berdasarkan catatan Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, produksi bawang merah dapat mencapai 13,2 ton/ha (Laporan Akhir, Pelayanan Informasi Kabupaten Nganjuk Tahun 2013). Pada saat penelitian, harga rata-rata yang diterima petani sebesar Rp 7.019,-/kg. Dengan demikian penerimaan usahatani bawang merah hanya mencapai Rp. 49.747.163,-/ha. Jika kondisi seperti ini, petani akan mengalami kerugian sebesar Rp 915.921,- /ha. Dalam kondisi seperti ini, petani hanya mendapat ongkos dari keringatnya sendiri atau ongkos atas tenaga kerja dirinya. Petani akan untung jika harga bawang merah di atas break even point (break even price) yaitu Rp 7.148,-/kg. Jika harga tetap Rp 7.019,-/kg maka petani akan mengalami break even product sebesar 7,217 ton/ha.

BE PRICE Rp 7.148

R/C 0,98

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

BIAYA TETAP pajak

Rp 109.859

Sewa Rp 10.000.000

BIAYA TIDAK TETAP

Bibit Rp 18.456.338

tenaga kerja Rp 22.654.647

Pupuk

Rp 5.469.283

(52)

52

Jika petani menyewa tanah maka BEP harga bawang merah harus sebesar Rp. 8.559,-/kg atau jika harganya tetap Rp 7.019,-/kg maka petani harus mampu memproduksi minimal 8,642 ton/ha. Analisis usahatani bawang merah yang memasukkan biaya sewa tanah dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.2.: Biaya Usahatani Bawang Merah per Hektar di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk, Tahun 2014.

Jika harga jual disimulasi naik menjadi Rp 10.000,-/kg dan Rp 12.000,-/kg serta keadaan lain tetap (biaya, produksi, dan harga sama seperti perhitungan di atas) maka petani akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10.211.916,-/ha dan Rp 24.386.916,-/ha.

Tabel 5.3. : Simulasi Keuntungan Usahatani Bawang Merah per Hektar di Desa Mojorembun Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk, Tahun 2014.

JIKA HARGA JUAL Rp 10.000/kg

Produksi 7.087,5 kg Harga Rp 10.000/kg Penerimaan Rp 70.875.000 Total biaya Rp 60.663.084 Keuntungan Rp 10.211.916 R/C 1,17 B/C 0,17

JIKA HARGA JUAL Rp 12.000/kg

Produksi 7.087,5 kg Harga Rp 12.000/kg obat tanaman Rp 3.972.957 TOTAL BIAYA Rp 60.663.084 PRODUKSI 7.087,5 kg

HARGA SAAT PENELITIAN

Rp 7.019/kg PENERIMAAN Rp 49.747.163 BE PRICE Rp 8.559 R/C 0,820056601

(53)

53

Penerimaan Rp 85.050.000 Total biaya Rp 60.663.084 Keuntungan Rp 24.386.916 R/C 1,40 B/C 0,40

Pada tingkat harga Rp 10.000,-/kg dan Rp 12.000,-/kg, rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan petani masing-masing sebesar 0,17 atau 17% dan 0,40 atau 40%.Lama usahatani bawang merah mulai dari persiapan lahan sampai panen ± 3 bulan. Analogi pemikiran ini dapat digunakan untuk melihat kelayakan membayar kredit yaitu jika tingkat pengembalian modal usahatani ini mencapai 17% atau 40% per tiga bulan maka kemampuan membayar bunga kredit maksimal adalah 5,67% per bulan dan 13,33% per bulan.

Jika produksi bawang merah didasarkan pada data sekunder yang dicatat oleh kantor desa yaitu 12 ton per hektar dan harga pada saat akhir penelitian rata-rata Rp 7.250,-/kg serta biaya total Rp 60.663.084,- maka penerimaan usahatani dapat mencapai Rp 87.000.000,- dan penerimaan sebesar Rp 26.336.916,- per hektar sekali panen.

5.2. Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usaha Bawang Merah Bibit.

Jika petani membuat menjual bawang merahnya menjadi bibit bawang merah dan menyimpannya selama 4 bulan, maka petani mengeluarkan beberapa biaya. Perhitungan biaya, penerimaan, dan pendapatan usaha bawang merah bibit (sengaja tidak ditulis usaha bibit bawang merah yang berkonotasi harus mempersiapkan sejak penanaman) disajikan dalam tabel perhitungan sebagai berikut:

Tabel 5.4.: Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usaha Bawang Merah Bibit (Jumlah 5.000 kg dalam 4 Bulan).

No Uraian Pengeluaran Jumlah Harga/satuan Nilai (Rp) 1 Nilai awal bawang merah 5000 kg 7019 (Rp/kg) 35095000

Gambar

Tabel  1.1:  Luas  Panen,  Produksi,  dan  Produktivitas  Lima  Kecamatan  Terbesar  di  Kabupaten  Nganjuk  Tahun  2013  No
Tabel 2.2. : Data dan Analisis Data Yang Dipakai
Tabel 3.1.:  Produksi dan Luas Panen Bawang Merah Indonesia  Tahun 2009 –2013.
Tabel  3.2.  :  Luas  Panen  Bawang  Merah  di  Kabupaten  Sentra  Produksi Propinsi Jawa Timur, Tahun 2008-2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Risiko adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan untuk memahami signifikansi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu risiko, baik secara

Penyebaran varietas unggul sangat beragam dan tidak terkontrol, diduga hal ini menjadi salah satu faktor yang menghambat peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas

Waskita Karya (Persero) Tentang Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Tahun 2007.. Risk Budgeting and The Art of Good Risk

1 Perusahaan melakukan proses yang terprediksi secara terus-menerus pada proses pengoperasian penetapan kerangka kerja manajemen risiko teknologi informasi yang sejalan

• Setelah siswa berlatih menjawab pertanyaan, siswa dapat menyampaikan perkiraan informasi dari teks nonfiksi berdasarkan kata-kata kunci yang terdapat pada judul dengan tepat..

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga serta verifikasi dokumen kualifikasi oleh Kelompok Kerja

Kegiatan guru pada langkah pembelajaran dengan menggunakan metode SAS meliputi: guru menampilkan beberapa gambar yang disertai dengan ber- cerita tentang gambar; guru

Dana tahapan per masa masuk sekolah yang diberikan perusahaan pada peserta asuransi sistem syariah merupakan persentase dari jumlah premi yang dibayar oleh peserta,