ANALISIS STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TITANUS (Leea aequata L.) SECARA SPEKTROSKOPI INFRA MERAH, SPEKTROFOTOMETRI
UV DAN SPEKTROFOTOMETRI MASSA
SKRIPSI
OLEH:
RAYMOND RAFAEL BARUS NIM 141501127
PROGRAM SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TITANUS (Leea aequata L.) SECARA SPEKTROSKOPI INFRA MERAH, SPEKTROFOTOMETRI
UV DAN SPEKTROFOTOMETRI MASSA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
RAYMOND RAFAEL BARUS NIM 141501127
PROGRAM SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TITANUS (Leea aequata L.) SECARA SPEKTROSKOPI INFRA MERAH, SPEKTROFOTOMETRI
UV DAN SPEKTROFOTOMETRI MASSA
OLEH
RAYMOND RAFAEL BARUS 141501127
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 15 Agustus 2018
Disetujui Oleh Dosen Pembimbing,
Drs. Nahitma Ginting, M. Si., Apt.
NIP 195406281983031002
Panitia Penguji
Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP 195116081980031002
Drs. Nahitma Ginting, M. Si., Apt NIP195406281983031002
Dra. Tuty Roida Pardede, M. Si., Apt.
NIP 195401101980032001
Medan, Oktober 2018 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Salam kasih dan damai sejahtera
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Struktur Senyawa Organik dari Fraksi Etil Asetat Daun Titanus (Leea Aequata L.) secara Spektroskopi Infra Merah, Spektrofotometri UV dan Spektrofotometri Massa”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr.
Masfria M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah mendidik penulis selama perkuliahan dan membantu kemudahan administrasi hingga selesai. Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan motivasi selama perkuliahan. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku tim penguji yang telah memberikan petunjuk, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada orangtua tercinta, ibu saya, Elisabeth br. Simarmata dan ayah saya, Amon Edie Barus yang telah memberikan doa, dukungan dan pengorbanan baik materi maupun non materi, serta
kepada abang dan kakak terkasih Lince br. Barus, Venansius Barus, Cecilia br.
Barus, Natafael Sembiring, Rasa br. Sembiring, keponakan saya Queenzania dan Fabrizio, serta seluruh keluarga yang selalu setia memberikan doa, semangat dan motivasi.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman terkhusus Afrizal Sinaga, Asael Pardede, Coky Simanjuntak, Posman Saragih, , Roy Siagian, Hans Nababan, Brandon Salim, Natanael, Aldo, keluaraga asuh (Fey Limbong, Roni, Taniya), teman-teman asisten Laboratorium Kimia Organik (Posman Saragih, Ruben Setiawan, Putri Panjaitan, Luluan Manullang, Wina Barus, Datitha Barus, Lea Ginting, Fransisca Tarigan, Mega, Indah) serta seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2018 Penulis
Raymond Rafael Barus NIM 141501127
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan dibawah ini,
Nama : Raymond Rafael Barus
Nomor Induk Mahasiswa : 141501127 Program Studi : Sarjana Farmasi
Judul Skripsi : Analisis Struktur Senyawa Organik dari Fraksi Etil Asetat Daun Titanus (Leea Aequata L.) secara Spektroskopi Infra Merah, Spektrofotometri UV dan Spektrofotometri Massa
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.
Medan, Agustus 2018 Yang membuat pernyataan
Raymond Rafael Barus NIM 141501127
ANALISIS STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TITANUS (Leea aequata L.) SECARA SPEKTROSKOPI
INFRA MERAH, SPEKTROFOTOMETRI UV DAN SPEKTROFOTOMETRI MASSA
ABSTRAK
Tumbuhan titanus (Leea aequata L.) merupakan tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini merupaka keluarga dari Leeaceae. Dimana masyarakat Karo, Provinsi Sumatera Utara biasanya menggunakan bulung titanus (daun titanus) sebagai obat luka akibat gigitan anjing, anti titanus dan antikejang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur senyawa hasil isolasi dari fraksi etil asetat daun titanus dengan menggunakan spektrofotometer UV, spektrofotometer IR, dan spektrofotometer massa.
Penelitian ini menggunakan daun titanus yang diambil dari Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara . Kemudian sampel dikeringkan, diblender hingga menjadi serbuk, serbuk simplisia, selanjutnya diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, fraksinasi menggunakan etil asetat, lalu fraksi etil asetat dihidrolisis menggunakan HCl 2N, diekstraksi dengan etil asetat untuk menarik aglikon. Dilanjutkan dengan pemisahan dengan kromatografi kertas preparatif. Isolat yang didapatkan dianalisis strukturnya menggunakan alat spektrofotometer UV, IR, dan GCMS.
Hasil isolasi diperoleh 1 isolat murni dengan harga Rf 0,5 (merah muda).
Dengan alat spektrofotometer UV diperoleh panjang gelombang 356,2 nm (pita I) dan 256,8 (pita II), dengan spektrofotometer inframerah diperoleh gugus fungsi OH, C=O, C-O, C=C aromatik, dan C-H alifatis, sedangakan dengan GCMS harga m/z adalah 400 dengan kemungkinan struktur senyawa flavonoid dengan substitusi gugus OH pada posisi3, 5, 7, 4’ dan 3, 4-dihidroksisikloheksil pada posisi 8, sehingga senyawa itu bernama 8-(3,4-dihidroksisikloheksil)-3,5,7,4’- tetrahidroksiflavon dan rumus molekulnya adalah C21H20O8. Hasil ini masih belum dapat dipastikan karena data dari ketiga spektrum belum cukup dan harus dilengkapi data spektroskopi NMR atau difraksi sinar X.
Kata kunci: Leea aequata L., isolasi, kromatografi kertas, spektrofotometer IR, spektrofotometer UV, spektrofotometer massa
STRUCUTURE ANALYSIS OF ORGANIC COMPOUND FROM ETHYL ACETATE FRACTION OF TITANUS LEAVES (Leea aequata L.) USING INFRARED SPECTROSOPY, UV SPECTROPHOTOMETRY, AND MASS
SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
Titanus plant (Leea aequata L.) is plant that is used as a traditional medicine.
This plant is one of familia Leeaceae. Where the people of Karo, North Sumatera Province usually use bulung titanus (titanus leaf) as a medicine for dog-bitten wound, anti titanus, and anti seizure. The purpose of this research is to know the structure of isolated compound from ethyl acetate fraction of titanus leaves using spectrophotometer UV, spectrophotometer IR, and mass spectrophotometer.
This research use the titanus leaves that was gotten from Sukanalu Village, Barusjahe Sub-district, Karo Regency, North Sumatera Province. Then sample was dried, milled to be powder, then the simplicia powder was extracted with maseration using ethenol 96%, fractinated using ethyl acetat, then the ethyl acetate fraction was hydrolized using HCl 2N, extracted using ethyl acetate to dissolve the aglicon.
Followed by separation using preparative KKt. The strucuture of the isolate obtained was analyzed using UV, IR spectrophotometer and GCMS.
The result of isolation was 1 pure isolate at Rf 0.5 (pink). With UV spectrophotometer obtained the wavelength at 356.2 nm (band I) and 256.8 (band II), with the infrared spectrophotometer obtained OH, C=O, C-O, aromatic C=C, and aliphatic C-H, then with GCMS the m/z is 400 and the structure is flavonoid compound that substitued with OH group in position 3, 5, 7, 4’ and 3,4- dihydroxycyclohexyl in position 8, so the compound’s name is 8-(3,4- dihydroxcyclohexyl)-3,5,7,4’-tetrahydroxyflavon and the molecular formula is C21H20O8. This result cannot be ascertained because data from the three spectrums is not enough and must be supplemented with data from NMR spectroscopy or X- ray diffraction.
Keywords: Leea aequata L., isolation, paper chromatography, IR, spectrophotometer, UV spectrophotometer, mass spectrophotometer
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Hipotesis ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Uraian Tumbuhan ... 7
2.1.1 Klasifikasi ... 7
2.1.2 Nama Lain ... 7
2.1.3 Morfologi Tumbuhan ... 7
2.1.4 Habitat dan Daerah Tumbuh ... 8
2.1.5 Khasiat ... 8
2.1.6 Kandungan Kimia ... 9
2.2 Ekstraksi ... 9
2.3 Senyawa Flavonoida ... 11
2.4 Kromatografi ... 14
2.4.1 Kromatografi Kertas ... 15
2.5 Spektrofotometri ... 16
2.5.1 Spektrofotometri UV ... 17
2.5.2 Spektrofotometri IR ... 18
2.5.3 Spektrofotometri Massa ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Lokasi Penelitian ... 21
3.2 Jenis Penelitian ... 21
3.3 Alat ... 21
3.4 Bahan ... 22
3.5 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 22
3.5.1 Pengumpulan Bahan Baku ... 22
3.5.2 Identifikasi Sampel ... 22
3.5.3 Pengolahan Sampel ... 22
3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 23
3.6.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N ... 23
3.6.2 Pereaksi Aluminium Klorida 5% ... 23
3.7 Ekstraksi Simplisia ... 23
3.8 Fraksinasi Cair-Cair ... 23
3.9 Hidrolisis Senyawa Glikosida-Flavonoid ... 24
3.10 Isolasi Senyawa Secara Kromatografi Kertas Preparatif ... 24
3.11 Uji Kemurnian Terhadap Isolat ... 25
3.11.1Uji Kromatografi Kertas 1 Arah ... 25
3.11.2Uji Kromatografi Kertas 2 Arah ... 25
3.12 Analisis Struktur Senyawa Isolat ... 26
3.12.1Spektrofotometri UV ... 26
3.12.2Spektrofotometeri Inframerah (IR) ... 26
3.12.3Spektrofotometeri Massa ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Identifikasi Sampel ... 27
4.2 Simplisia ... 27
4.3 Ekstraksi ... 27
4.4 Fraksinasi Cair-Cair ... 27
4.5 Skrining Fitokimia ... 28
4.6 Hidrolisis Glikosida Flavonoid ... 29
4.7 Isolasi Senyawa Secara Kromatografi Kertas Preparatif ... 30
4.8 Uji Kemurnian Terhadap Isolat ... 30
4.9 Analisis Struktur Isolat ... 30
4.9.1 Spektrofotometer UV ... 30
4.9.2 Spektrofotometer IR ... 31
4.9.3 Spektrofotometer Massa ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
5.1 Kesimpulan ... 36
5.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
LAMPIRAN ... 40
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 4.1 Hasil skrining senyawa metabolit sekunder ekstrak etanol dan
fraksi etil asetat daun titanus (bulung titanus) ... 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka flavonoid ... 11
2.2 Struktur dasar flavonoida ... 11
2.3 Struktur flavon ... 12
2.4 Struktur flavonol ... 12
2.5 Struktur flavanon ... 13
2.6 Struktur flavanonol ... 13
2.7 Struktur auron ... 13
2.8 Struktur kalkon... 13
2.9 Struktur isoflavon... 14
2.10 Struktur antosianidin ... 14
2.11 Sistem sinamoil dan benzoil ... 18
2.12 Pola fragmentasi ion pada senyawa flavon ... 20
4.1 Struktur senyawa isolat ... 34
4.2 Pola fragmentasi ion senyawa secara retro-Diels-Alder ... 35
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN
Gambar Halaman
1 Tumbuhan Titanus ... 42
2 Daun Titanus Segar ... 42
3 Simplisia Daun Titanus ... 43
4 Serbuk Simplisia Daun Titanus ... 43
5 Kromatogram Hasil KKt Preparatif ... 49
6 Kromatogram hasil KKT 1 arah ... 50
7 Kromatogram Hasil KKt 2 Arah ... 51
8 Alat Spektrofotometer UV ... 52
9 Alat Spektrofotometer IR ... 53
10 Alat GCMS ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 40
2 Bagan Pembuatan Serbuk Simplisia ... 41
3 Gambar Tumbuhan ... 42
4 Gambar Simplisia Daun Titanus... 43
5 Perhitungan Persen Rendemen Simplisia Daun Titanus ... 44
6 Bagan Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Titanus ... 45
7 Bagan Kerja Pembuatan Fraksi Etil Asetat Daun Titanus ... 46
8 Bagan Kerja Hidrolisis Glikosida ... 47
9 Bagan Isolasi Fraksi Etil Asetat Daun Titanus ... 48
10 Hasil Kromatografi Kertas Preparatif ... 49
11 Kromatogram Hasil KKt 1 Arah dengan Fase Gerak Forestal ... 50
12 Kromatogram Hasil KKt 2 Arah dengan Fase Gerak Forestal dan BAW ... 51
13 Gambar Alat Spektrofotometer UV ... 52
14 Gambar Alat Spektrofotometer IR ... 53
15 Gambar Alat GCMS ... 54
16 Hasil Spektrum UV ... 55
17 Hasil Spektrum IR ... 56
18 Hasil Spektrum Massa ... 57
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jauh sebelum penjajahan Belanda, bangsa Indonesia telah mengenal pengobatan secara tradisional, misalnya dengan tumbuhan, hewan, mineral, doa, dan pijat. Sayangnya, cara-cara ini tidak dicatat dengan baik, karena teknik pengobatannya diajarkan secara lisan. Dalam perkembangannya banyak tekik pengobatan kuno yang hilang atau terlupakan. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan obat dan penggunaannya harus dilestarikan oleh generasi penerusnya.
Hal tersebut disebabkan pengetahuan yang dilakukan oleh nenek moyang zaman dahulu sebenarnya sangat bermanfaat dan aman bagi kesehatan. Di antara berbagai jenis tanaman di Indonesia beberapa jenis tumbuhan memiliki khasiat sebagai obat (Hariana, 2008).
Daun titanus (Leea aequata L.) merupakan tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional. Batang dan akarnya digunakan sebagai astringen, antelmentik, gangguan pencernaan, sakit kuning, demam kronis dan malaria. Daun dan rantingnya digunakan sebagai antiseptik dan mengobati luka (Khare, 2007).
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dapat disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Senyawa flavonoid, saponin dan steroid/triterpenoid merupakan senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus (Robinson, 1991). Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Clostridium tetani. Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi
dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. (Adams, 1997).
Rahman, dkk. (2013), telah melakukan penelitian terhadap daun Leea indica yang mempunyai famili sama dengan Leea aequata yaitu Leeaceae.
Berdasarkan hasil skrining fitokimia, tanaman Leea indica mengandung metabolit sekunder yaitu alkaloid, glikosida, steroid/terpenoid, flavonoid dan tanin. Hasil uji mikrobiologi ekstrak etanol daun Leea indica menunjukkan bahwa ekstrak etanol tersebut menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Ekstrak etanol daun titanus memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa (Malinda, 2015).
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bahan simplisia. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada susunan jaringan, kandungan air, bahan tanaman dan jenis zat yang diekstraksi. Metode ekstraksi dapat digunakan dengan cara panas atau cara dingin. Metode yang umum digunakan adalah cara dingin, yaitu maserasi atau bisa juga disebut perendaman, maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Fraksinansi merupakan metode pemisahan campuran menjadi beberapa fraksi yang berbeda susunannya.
Fraksinasi diperlukan untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama yang lain. Prosedur pemisahan senyawa dilakukan berdasarkan perbedaan kepolarannya. Sehingga penelitian ini digunakan fraksinasi dengan n- heksan untuk menarik senyawa non polar, lalu difraksiasi kembali dengan etil asetat
untuk menarik senyawa polar yang salah satunya adalah senyawa fenol yaitu flavonoid. Metode dari fraksinasi yang biasa digunakan dalah metode ekstraksi cair-cair dan dilanjutkan dengan kromatografi (Muchtaridi, dkk., 2015).
Kromatografi merupakan cara untuk mengisolasi senyawa murni pada skala miligram sampai skala gram untuk menelaah struktur, uji biologi, uji farmakologi, senyawa pembanding, dan senyawa baku untuk penentuan kuantitatif (Hostettmann dan Host, 1986).
Spektrofotometer ultraviolet adalah interaksi yang terjadi antara energi yang berupa sinar monokromatis dari sumber energi materi berupa molekul. Besar energi yang diserap menyebabkan elektron tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi yang memiliki energi lebih tinggi (Silverstein, dkk., 2005).
Pada prinsipnya, bila radiasi inframerah dilewatkan memlalui suatu cuplikan, maka molekul-molekulnya dapat menyerap energi sehingga terjadi transisi antara vibrasi dasar dan vibrasi tingkat tereksitasi. Pengabsorbsian energi dideteksi oleh spektrofotometer inframerah, yang memplot jumlah radiasi inframerah yang diteruskan melalui suatu cuplikan sebagai fungsi frekuensi atau panjang gelomabang radiasi. Plot disebut spektrum inframerah yang memberikan gugus fungsional (Silverstein, dkk., 2005).
Konsep spektometri massa cukup simpel: suatu senyawa diionisasi, ion dipisahkan berdasarkan perbandingan massa/muatan, dan jumlah ion yang menunjukkan satuan massa/muatan direkam sebagai spektrum (Silverstein, dkk., 2005).
Penelitian yang telah dilakukan adalah ekstrak etanol daun titanus memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan
Pseudomonas aeruginosa yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas. Berdasarkan skrinning fitokimia, tumbuhan Leea aequata L.
mengandung metabolit sekunder yaitu alkaloid, glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, dan tanin (Malinda, 2015), memiliki aktivitas antikejang terhadap ileum marmut (Cavia cobaya) terisolasi secara in vitro (Sinaga, 2016), dan memiliki aktivitas antikejang terhadap trakea marmut (Rumapea, 2017). Pada fraksi etil asetat daun titanus, berdasarkan skrinning fitokimia mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid, tanin, glikosida, dan saponin (Anugrahwati, 2018), memiliki aktivitas antkejang terhadap jantung tikus (Lubis, 2018), aktivitas antikejang terhadap otot gastrocnemius katak (Ujung, 2018), dan aktivitas antikejang terhadap usus besar marmut (Manurung, 2018). Pada hasil isolasi dari fraksi etil asetat daun titanus secara kromatografi kertas menggunakan fase gerak forestal, fase diam kertas Whattmann dan penampak bercak AlCl3 , serta hasil spektrum UV dengan panjang gelombang 356,2 nm (Pita I) dan 276,0 nm (Pita II) dan hasil spektrum IR dengan gugus fungsi yang terdapat adalah gugus OH, C-H alifatik, C=O karbonil,C-H aromatik, C-O dan C=C aromatik mengindikasikan isolat ini adalah suatu senyawa flavonoid (Anugrahwati, 2018). Sehingga pada penelitian ini dilakukan elusidasi strktur senyawa organik hasil isolasi dari fraksi eil asetat daun titanus (Leea aequata L.) dengan spektrofotometer UV, inframerah dan massa yang meliputi ekstraksi serbuk simplisia daun titanus, fraksinasi ekstrak etanol daun titanus, dilanjutkan dengan kromatografi kertas (KKt) dengan fase gerak forestal dan penampak noda selanjutnya dipisahkan dengan KKt preparatif.
Isolat yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer UV, spektrofotometer IR, dan spektrofotometer massa.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada hasil isolasi dari fraksi etil asetat daun titanus?
2. Berapa panjang geombang maksimum pada hasil spektrum UV dan apa gugus fungsi yang terdapat dari hasil spektrum IR pada senyawa hasil isolasi yang diperoleh dari fraksi etil asetat daun titanus?
3. Bagaimana struktur, rumus molekul dan berapa massa molekul daei senyawa organik yang ada pada isolat dari fraksi etil asetat daun titanus?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis analisis sebagai berikut:
1. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada hasil isolasi dari fraksi etil asetat daun titanus adalah flavonoid.
2. Panjang geombang maksimum pada hasil spektrum UV adalah 356,2 nm (Pita I) dan 276,0 nm (pita II) dan gugus fungsi yang terdapat dari hasil spektrum IR pada senyawa hasil isolasi yang diperoleh dari fraksi etil asetat daun titanus adalah gugus O-H, C-H alifatis, C=O aldehid, C=C, C-H aromatik, dan C-O.
3. Struktur senyawa organik yang ada pada isolat dari fraksi etil asetat daun titanus adalah senyawa flavonoid yang tersubstitusi gugus hidroksi, dengan rumus molekul C21H20O8, dan massa molekul 400.
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada hasil isolasi dari fraksi etil asetat daun titanus.
2. Untuk mengetahui berapa panjang geombang maksimum pada hasil spektrum UV dan gugus fungsi yang terdapat dari hasil spektrum IR pada senyawa hasil isolasi yang diperoleh dari fraksi etil asetat daun titanus.
3. Untuk mengetahui struktur, rumus molekul, dan massa molekul dari senyawa organik yang ada pada isolat dari fraksi etil asetat daun titanus.
1.5 Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat diketahui struktur senyawa hasil isolasi dari fraksi etil asetat daun titanus secara spektroskopi UV, IR, dan massa.
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Klasifikasi
Berikut klasifikasi tumbuhan menurut Anonim (2001):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rhamnales
Suku : Leeaceae
Marga : Leea
Jenis : Leea aequata L.
2.1.2 Nama Lain
Nama daerah Ginggiyang (Sunda), Girang (Jawa Tengah), Jirang (Madura), Kayu Ajer Perempuan (Melayu), Mali-mali (Makassar), dan Uka (Buru dan Maluku) (Anonim, 2001).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan Leea aequata L. berupa perdu, tahunan, tinggi 1,5-3 m.
Batang berkayu, bercabang, bentuk bulat, masih muda berambut, hijau. Daun majemuk, anak daun lanset, bertangkai pendek, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, panjang. Bunga majemuk, bentuk malai, tangkai bersegi, kelopak bulat telur, panjang 6-25 cm, lebar 3-8 cm, kuning keputih-puithan. Buah
kotak, bentuk bualat, diameter ±12 mm, masih muda hijau setelah tua hitam. Biji kecil, segitiga, putih kekuningan. Akar tunggang, coklat muda (Anonim, 2001).
2.1.4 Habitat dan Daerah Tumbuh
Tumbuhan ini tumbuh tersebar di seluruh pulau Jawa pada ketinggian kurang dari 1000 m di atas permukaan laut, sebagai semak yang tidak berduri yang tumbuh di tepi sungai-sungai dan di bawah belukar lain di lembah-lembah (Kumoro, 2015).
Dari penelitian sebelumnya, yaitu Malinda (2015), Sinaga (2016), Rumapea (2017), Anugrahwati (2018), dan pada penelitian ini tumbuhan ini ditemukan di dataran tinggi Karo, Sumatera Utara.
2.1.5 Khasiat
Daun Leea aequata berkhasiat sebagai obat luka baru dan pegal linu.
Untuk obat luka baru dipakai ±30 gram daun segar Leea aequata, dicuci, ditumbuk sampai lumat, ditempelkan pada luka dan dibalut dengan kain bersih (Anonim, 2001).
Penelitian yang telah dilakukan adalah ekstrak etanol daun titanus memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas aeruginosa yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas (Malinda, 2015), memiliki aktivitas antikejang terhadap ileum marmut terisolasi secara in vitro (Sinaga, 2016), dan memiliki aktivitas antikejang terhadap trakea marmut (Rumapea, 2017). Pada fraksi etil asetat daun titanus memiliki aktivitas antkejang terhadap jantung tikus (Lubis, 2018), aktivitas antikejang terhadap otot gastrocnemius katak (Ujung, 2018), dan aktivitas antikejang terhadap usus besar marmut (Manurung, 2018).
2.1.6 Kandungan Kimia
Biji Leea aequata mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol (Anonim, 2001). Sedangkan daunnya mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid (Malinda, 2015).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida, dan lain-lain.
Senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat. Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat dalam tumbuhan atau tanaman yang memiliki khasiat pengobatan (Kumoro, 2015). Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
a. Cara dingin 1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia mengguanakan pelarut beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Kumoro, 2015).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah suatu proses penyarian simplisia meggunakan alat yang
disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Kumoro, 2015).
b. Cara panas 1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didih pelarut dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu (Kumoro, 2015).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dimana untuk bahan yang tahan pemanasan dengan cara meletakkan bahan sampel yang akan diekstraksi di dalam sebuah kantung ekstrak (kertas saring) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang akan bekerja kontinu sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel (Kumoro, 2015).
3. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada ttemperatur 40-50°C (Kumoro, 2015).
4. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit (Kumoro, 2015).
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan mengguanakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit (Kumoro, 2015).
2.3 Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1982).
Gambar 2.1 Kerangka flavonoid Sistem penomoran untuk turunan flavonoid adalah:
Gambar 2.2 Struktur dasar flavonoida
Flavonida terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dari flavonoida yang berbeda golongan dan jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal.
Flavonoida pada tumbuhan terdapat dalam berbagai bentuk struktur molekul dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu, dalam menganalisis flavonoida lebih baik memeriksa aglikon yang telah terhidrolisis daripada dalam
bentuk glikosida dengan strukturnya yang rumit dan kompleks (Harbone, dkk., 1975).
Senyawa flavonoida dapat diklasifikasikan sbagai berikut:
1. Flavon dan flavonol
Flavon dan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan kuning. Flavon berbeda dari flavonol karena pada flavon tidak terdapat gugus 3-hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan UV-nya, gerakan kromatografinya, serta reaksi warnanya dan karena itu flavon dapat dibedakan dari flavonol berdasarkan ketiga sifat tersebut. Hanya ada dua flavon yang umum, yaitu apigenin dan luteolin. Jenis yang paling umum adalah 7-glikosida. Flavonol dalam tumbuhan sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida. Aglikon flavonol yang umumnya dijumpai yaitu kamferol, kuersetin, an mirisetin (Harbone, dkk., 1975).
Gambar 2.3 Struktur flavon Gambar 2.4 Struktur flavonol 2. Flavanon dan flavanonol
Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Flavanon dan flavanonol tidak berwarna atau hanya kuning sedikit.
Flavanon (dihidroflavon) sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa glikosidanya dikenal, misalnya hesperidin dan naringin. Flavanonol
(dihidroflavonol) merupakan flavonoida yang kurang dikenal, dan senyawa ini tidak diketahui terdapat sebagai glikosida (Harbone, dkk., 1975).
Gambar 2.5 Struktur flavanon Gambar 2.6 Struktur flavanonol 3. Auron dan kalkon
Auron berupa bercak kuning, dengan sinar lampu UV mereka tampak berbeda, warna auron kuning dan berubah menjadi merah jingga bila diuapi amonia.
Kalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat dengan sinar lampu UV.
Salah satu kalkon yang umum, yaitu: butein, dan salah satu auron yang umum, yaitu: aureusidin. Keduanya terdapat di alam sebagai glikosida dan terdapat khas dalam suku Compositae (Harbone, dkk., 1975).
Gambar 2.7 Struktur auron Gambar 2.8 Struktur kalkon 4. Isoflavon
Isoflavon sukar dicirikan dikarenakan reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna apapun. Beberapa isoflavon memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar lampu ultra violetnya bila diuapi dengan uap amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung pudar yang dengan amonia berubah menjadi coklat pudar. Isoflavon merupakan golongan flavonoida
Gambar 2.9 Struktur Isoflavon 5. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas di dalam tumbuhan, antosianin merupakan pembentuk dasar pigmen warna merah, ungu, dan biru pada tanaman, terutama sebagai bahan pewarna dan buah- buahan. Sebagian besar antosianin adalah glikosida dan aglikonnya disebut antosianidin, yang terbentuk terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam.
Antosianin yang paling umum adalah sianidin yang berwarna merah lembayung (Harbone, dkk., 1975).
Gambar 2.10 Struktur antosianidin
2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan perpindahan dari komponen-komponen-komponen senyawa di antara 2 fase yaitu fase diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat cair). Jika fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi, dikarenakan fase gerak dapat berupa zat cair atau gas (Watson, 2005).
2.4.1 Kromatografi kertas (KKt)
Kromatografi kertas (KKt) pada hakekatnya adalah KLT pada lapisan tipis selulosa atau kertas. Metode ini merupakan jenis dari sistem partisi dimana fase gerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut-pelarut organik dan air. Kertas yang digunakan pada percobaan awal adalah kertas Whatmann No. 1, sedangkan kertas Whatmann No. 3 biasanya digunakan untuk pemisahan pada jumlah yang lebih besar karena dapat menampung lebih banyak cuplikan (Markham, 1982).
Keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaan pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan. Senyawa pada KKt biasanya dideteksi sebagai bercak berwarna atau bercak berfluoresensi UV setelah direaksikan dengan penampak bercak (Harbone, dkk., 1975). Keuntungan lain ialah jumlah flavonoida yang diperlukan untuk analisis sangat sedikit (biasanya skitar 0,1 mg) (Markham, 1982).
Menurut Markham (1982), hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemisahan secara KKt:
1. Metode pemisahan (penaikan, penurunan, atau mendatar).
2. Macam dari kertas.
3. Pemilihan dan pembuatan pelarut.
4. Kesetimbangan dalam bejana yang dipilih.
5. Pembuatan cuplikan.
6. Waktu pengembangan.
7. Metode deteksi dan identifikasi.
Gerakan noda suatu senyawa dalam pengembang tertentu disebut bilangan Rf senyawa dalam pengembang. Bilangan Rf didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan fase gerak (diukur dari garis awal), dimana jarak noda dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut. Karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Pembanding bilangan Rf flavonoida yang belum dikenal dapat diidentifikasi dengan Rf yang telah dikenal dari jenis flavonoida tumbuhan lain dan sejenis dengan tumbuhan yang akan diidentifikasi merupakan cara yang berguna untuk membandingkan flavonoida yang sedang diidentifikasi dengan flavonoida yang tidak ada di laboratorium (Markham, 1982).
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, suhu, kesetimbangan, sifat dari penyerap, tebal dan kerataan lapisan penyerap, pelarut, kertas, sifat dari campuran, derajat kejenuhan dari bejana pengembangan, tekhnik percobaan dan jumlah cuplikan yang digunakan (Markham, 1982).
2.5 Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi dan cara
ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Watson, 2005).
2.5.1 Spektrofotometri UV
Prinsip kerja spektrofotometer UV adalah interaksi yang terjadi antara energi yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi berupa molekul. Besar energi yang diserap tertentu dan menyebabkan elektron tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi yang memiliki energi lebih tinggi. Prinsip kerja spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert Beer, yaitu bila cahaya monokromatik (Io) melalui media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi. Serapan yang kuat timbul bila transisi disertai dengan perubahan besar di dalam momen transisi (Silverstein, dkk., 2005).
Spektrum flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-400 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigennya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi (Markham, 1982). Pada umumnya serapan pada pita II dapat dianggap berasal dari sitem benzoil cincin A dan pita I dari sistem sinamoil cincin B (Harbone, dkk., dkk., 1975).
Gambar 2.11 Sistem sinamoil dan benzoil 2.5.2 Spektrofotometri IR
Spektrum infra merah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1 (panjang gelombang lebih daripada 100 μm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul. Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis-garis melainkan berupa pita- pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai disertai sejumlah perubahan energi putaran. Letak pita di spektrum inframerah dalam bilangan gelombang (Silverstein, dkk., 2005).
Pada prinsipnya, bila radiasi inframerah dilewatkan melalui suatu cupikan, maka molekul-molekulnya dapat menyerap energi sehingga terjadi transisi antara vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi. Pengabsorbsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer inframerah, yang memplot jumlah radiasi inframerah yang diteruskan melalui suatu cupikan sebagai fungsi frekuensi atau panjang gelombang radiasi. Plot disebut spektrum inframerah yang memberikan gugus fungsional (Silverstein, dkk., 2005).
Pada temperatur di atas temperatur nol absolut, semua atom di dalam molekul bervibrasi antara satu dengan yang lain. Ketika frekuensi dari vibrasi spesifik sama dengan frekuensi dari radiasi inframerah yang mengenai langsung
derajat kebebasan sebesar jumlah derajat kebebasan atom-atomnya. Setiap atom di dalam koordinat cartesius mempunyai tiga derajat kebebasan yag menyatakan kedudukan relatifnya terhadap atom-atom lainnya di dalam molekul. Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat terukur pada spektra IR adalah adanya perbedaan momen dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan akan menimbulkan fluktuasi momen dipol yang menghasilkan gelombang listrik (Stuart, 2004).
Untuk pengukuran menggunakan IR biasanya pada daerah bilangan gelombang 400-4500 cm-1. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut daerah IR sedang, dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi ikatan- ikatan dalam seyawa organik. Suatu ikatan kimia dapat bervibrasi sesuai dengan level energinya sehingga memberikan level yang spesifik. Hal inilah yang menjadi dasar pengukuran spektroskopi inframerah. Jenis-jenis vibrasi molekul biasanya terdiri dari enam macam, yaitu symmetrical stretching, assymmetrical stretching, scissoring, rocking, wagging, dan twisting. Daerah inframerah dibagi menjadi tiga sub daerah, yaitu inframerah dekat (14000-4000 cm-1), inframerah sedang (4000- 400 cm-1), dan inframerah jauh (400-10 cm-1) (Stuart, 2004).
2.5.3 Spektrofotometeri Massa
Konsep dari spektrometri massa secara relatif mudah: suatu senyawa terionisasi (metode ionisasi), ionnya terpisah berdasarkan perbandingan massa/muatannya (metode pemisahan ion), dan jumlah ion yang mewakili setiap satuan massa/muatan terekam sebagai sebuah spektrum. Contohnya, pada mode elctron-impact (EI) yang sering digunakan, alat spektrometer massa membombardir molekul pada fase gas dengan sinar elektron berenergi tinggi dan merekam hasilnya
pada sebuah spektrum ion positif, dimana telah terpisah berdasarkan massa per muatan (m/z) (Silverstein, dkk., 2005).
Biasanya spektrometer massa dikombinasikan dengan alat kromatografi, yaitu kromatografi gas (GC-MS) atau kromatografi cair (LC-MS). Spektrometer massa ditemukan tersebar luas penggunaannya pada analisis senyawa yang spektrum massanya telah diketahui dan analisis senyawa yang sama sekali belum diketahui. Pada kasus senyawa yang telah diketahui, pencarian komputer membandingkan spektrum massa dari senyawa dengan perpusatakaan spektrum massa. Kongruensi spektrum massa adalah bukti yang meyakinkan untuk identifikasi dan sering diterima di lapangan. Pada kasus senyawa yang belum diketahui, iom molekul, pola fragmentasi, dan bukti dari spektrometri lain (misalnya IR dan NMR) dapat membawa ke identifikasi senyawa baru (Silverstein, dkk., 2005).
Fragmentasi paling berguna untuk identifikasi flvonoid adalah yang melibatkan pemutusan dari fragmen cincin A dan cincin B. Setiap ion digambarkan dengan A1, A2... dan B1, B2... dan seterusnya. Masing-masing ion-ion ini diturunkan dari reaksi retro-Diels-Alder (RDA) (kecuali kalkon yang mengalami pemisahan langsung pada kedua sisi gugus karbonil) (Harbone, dkk., 1975). Fragmentasi retro- Diels-Alder menghasilkan kation radikal diena dan alkena netral – secara hipotesis prekursor pembentuk turunan sikloheksena yang disiapkan untuk sikloadisi [4π + 2π] diena + dienofil yang dikenal dengan reaksi Diels-Alder (Pavia, dkk., 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Oleopangan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan pada bulan Januari 2018 – Mei 2018.
3.2 Jenis Penelitian
Metode penelitian dilakukan secara eksperimental meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak dan fraksinasi, isolasi senyawa menggunakan KKt preparatif menggunakan fase gerak forestal dan penampak bercak AlCl3, dilanjutkan uji kemurnian KKt 1 arah dan KKt 2 arah. Isolat yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer UV, spektrofotometer inframerah, dan Gas Chromatography – Mass Spectrofotometry (GCMS).
3.3 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas yang biasa dipakai di laboratorium, alat penguap vakum putar, blender, botol kaca, cawan porselen, kompor, kertas Whatmann no 1, kuvet, labu alas bulat, lampu UV, neraca analitik, neraca kasar, penangas air, pendingin bola, penyemprot, plastik bening, sirkulator air, Hotplate-Magnetic Stirrer, Spektrofotometer UV, GCMS, Spektroskop Infra Merah, statif dan klem, sudip, tutup karet, vial.
3.4 Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun titanus (Leea aequta) dan baha kimia yang digunakan, yaitu: aluminium (III) klorida, asam asetat glasial (Merck), asam klorida pekat (Merck), akuades, etanol (Bratachem), etil asetat (Bratachem), n- butanol, metanol (Merck), n-heksan (Bratachem), kalium Bromida.
3.5 Penyiapan Bahan Tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, dan pembuatan simplisia daun titanus.
3.5.1 Pengumpulan bahan baku
Sampel yang digunakan adalah daun titanus yang masih segar berwarna hijau (tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda) yang diambil dari Desa Suka Nalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain
3.5.2 Identifikasi sampel
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.
3.5.3 Pengolahan sampel
Sebanyak 6,5 kg daun titanus dibersihkan dari pengotor dengan cara mencuci di bawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan, ditimbang berat basah, dirajang, dikeringkan dalam rak pengering selama 5 hari, disortasi kering, ditimbang berat kering. Sampel dianggap kering apabila sudah rapuh, kemudian sampel diserbukan dan disimpan dalam wadah plastik.
3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.6.1 Pereaksi asam klorida 2 N
Diambil asam klorida pekat sebanyak 83 ml, lalu diencerkan dengan air suling hingga 500 ml.
3.6.2 Pereaksi aluminium klorida 5%
Ditimbang 5 g aluminium klorida, kemudian dilarutkan dalam metanol hingga 100 ml.
3.7 Ekstraksi Simplisia
Sebanyak 600 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah toples kaca bertutup, kemudian dituangkan 4500 ml (75 bagian) etanol ke dalamnya, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, setelah 5 hari disaring, ampas dimasukkan lagi dengan 1500 ml (25 bagian) etanol hingga diperoleh 100 bagian penyari, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Hasil maserasi disaring, kemudian dipekatkan dengan alat penguap vakum putar pada suhu 50°C sampai diperoleh ekstrak cukup kental dan dipekatkan di atas penangas air hingga menjadi kental.
3.8 Fraksinasi Cair-Cair
Fraksinasi cair-cair masing-masing dengan pelarut n-heksan dan etil asetat.
Cara kerja:
Sebanyak 20 g ekstrak etanol ditambahkan 40 ml etanol, lalu dilarutkan dengan air panas sebanyak 100 ml, lalu dimasukkan ke dalam corong pisah,
difraksinasi dengan n-heksan sebanyak 100 ml, dilakukan tiga kali, diperoleh lapisan atas (fraksi n-heksan) dan lapisan bawah. Lapisan bawah difraksinasi dengan etil asetat sebanyak 100 ml, dilakukan tiga kali, diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi sisa. Fraksi etil asetat dipekatkan hingga menjadi kental (Rohman, 2009).
3.9 Hidrolisis Senyawa Glikosida-Flavonoid
Glikosida flavonoid (1 mg) dihidrolisis dengan 5 ml HCl 2N : MeOH (1:1) dalam labu alas bulat 25 ml, kemudian direfluks selama 60 menit. Lalu dipisahkan dengan etil asetat (Markham, 1982).
Ditimbang sebanyak 80 mg fraksi etil asetat daun titanus, dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Ditambahkan 200 ml metanol dan 200 ml HCl 2 N. Direfluks pada suhu 78°C selama 1 jam. Setelah itu didinginkan, lalu dimasukkan ke dalam corong pisah. Ditambahkan 100 ml etil asetat, diekstraksi, dan diambil lapisan atas (lapisan etil asetat). Dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu dipekatkan di atas penangas air.
3.10 Isolasi Senyawa Secara Kromatografi Kertas Preparatif
Pemisahan senyawa fraksi etil asetat dengan cara KKt preparatif dilakukan menurut Markham (1982). Untuk KKt preparatif digunakan fase diam kertas Whatmann No. 3.
Fraksi etil asetat daun titanus memberikan pemisahan terbaik dengan menggunakan fase gerak forestal (asam setat : air : HCl pekat = 30 : 10 : 3) dengan penampak bercak AlCl3. (Anugrahwati, 2018).
Cara kerja:
Fraksi etil asetat yang telah dihidrolisis ditotolkan pada kertas Whatmann No.3, kemudian ditotolkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak forestal, dielusi sampai garis tanda, selanjutnya kertas dikeluarkan, dikeringkan, diamati secara visual lalu diamati di bawah sinar UV 366 nm. Pita yang dibentuk diberi tanda dan digunting berupa potongan-potongan kecil, lalu dilarutkan dengan merendamnya dalam metanol selama 24 jam sekali-sekali dikocok dan disaring. Selanjutnya sari dikumpulkan dan dipekatkan.
3.11 Uji Kemurnian terhadap Isolat 3.11.1 Uji kromatografi kertas 1 arah
Uji kemurnian isolat secara satu arah dilakukan dengan KKt menggunakan fase gerak Forestal (asam asetat : air : HCl pekat = 30:10:3).
Isolat ditotolkan pada kertas Whatmann no. 1, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan uap fase gerak, dielusi sampai garis tanda, selanjutnya kertas dikeluarkan, dikeringkan dan diamati secara visual, di bawah sinar UV 366 nm.
3.11.2 Uji kromatografi kertas 2 arah
Kromatografi kertas dua arah menggunakan 2 sistem fase gerak yaitu forestal sebagai fase gerak I an BAW sebagai fase gerak II.
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada kertas Whatmann no. 1, lalu dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan uap fase gerak I (forestal), kemudian dielusi sampai tanda batas. Kertas diangkat dan dikeringkan, selanjutnya dielusi kembali
dengan fase gerak II (BAW) dengan arah yang berbeda. Kertas dikeluarkan, dikeringkan, diamati secara visual, di bawah sinar UV 366 nm.
3.12 Analisis Struktur Senyawa Isolat
Struktur senyawa isolat dianalisis dengan spektrofotometer UV dan IR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU Medan, dan dengan alat GCMS di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
3.12.1 Spektrofotometri UV
Isolat dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet yang telah dibilas dengan larutan sampel. Absorbnsi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 200-400 nm (Markham, 1982).
3.12.2 Spektrofotometri Inframerah (IR)
Karakterisasi isolat denga spektrofotometer inframerah dilakukan dengan cara mencampur isolat denga KBr menggunakan alat mixture vibrator, kemudian dicetak menjadi pelet dan dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer inframerah lalu diukur spektrum inframerah pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1 (Watson, 2005).
3.12.3 Spektrofotometri Massa
Dilakukan dengan kondisi alat: kolom kapiler DB-5 MS (silika 30 m x 250 μm x 0,25 μm) digunakan pada suhu kolom 50°C (0 menit) hingga 290°C dengan laju 15°C/menit menggunakan gas pembawa helium pada tekanan tetap 7,6411 psi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Sampel
Hasil identifikasi daun titanus dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor, menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti adalah Leea aequata L., suku Leaceae (Malinda, 2015). Hasilnya dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 40.
4.2 Simplisia
Berat daun titanus segar yang didapat adalah 6,5 kg. Berat simplisia yang didapat adalah 1,5 kg. Persen rendemennya adalah 23,08%. Hal ini diakibatkan tingginya kadar air yang ada di daun titanus.
4.3 Ekstraksi
Hasil ekstraksi 600 g simplisia daun titanus dengan cara menggunakan pelarut etanol 96% diperoleh sebanyak 60,5 g. Penggunaan pelarut etanol 96%
untuk menarik semua senyawa kimia pada daun baik bersifiat polar maupun nonpolar.
4.4 Fraksinasi Cair-Cair
Dari 20 g ekstrak etanol yang digunakan untuk fraksinasi cair-cair diperoleh fraksi etil asetat yaitu 11.83 g. Sebelum difraksinasi dengan etil asetat, ekstrak terlebih dahulu difraksinasi dengan n-heksan bertujuan untuk menarik