• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPAM Draft Final

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RPAM Draft Final"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Hal 1 dari 83

1.

PENDAHULUAN

1.1.

PROFIL KOTA BANDUNG

Kota Bandung terletak di Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat. Secara geografis, Kota Bandung terletak pada koordinat 1070 36’ Bujur Timur dan 6055’ Lintang Selatan. Wilayah Kota Bandung dilewati oleh 15 sungai sepanjang 265,05 km, dimana sungai utamanya adalah Sungai Cikapundung, beserta anak-anak sungai yang bermuara di Sungai Citarum. Gambar 1 memperlihatkan peta orientasi Kota Bandung.

Dari aspek geologis , kondisi tanah Kota Bandung sebagian besar merupakan lapisan aluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagan barat dan tengah tersebar jenis tanah Andosol. Iklim Kota Bandung secara umum sejuk, dengan kelembaban tingg,i karena dipengaruhi iklim pegunungan di sekitarnya. Curah hujan masih cukup tinggi. Namun dalam beberapa tahun terakhir, kondisi suhu rata-rata udara Kota Bandung cenderung mengalami kenaikan yang disebabkan oleh peningkatan sumber polutan dan dampak dari perubahan iklim, serta pemanasan global.

1.1.1.

Kondisi Geografis

Dilihat dari posisi geografisnya, Kota Bandung berada pada posisi yang strategis bagi perekonomian nasional, karena terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau Jawa, yaitu :

a. Barat – Timur , pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros

tengah yang menghubungkan Ibu Kota Provisi Banten dan Jawa Tengah.

b. Utara – Selatan, selain menjadi penghubung utama ibu kota

negara dengan wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil perkebunan, peternakan dan perikanan.

Gambar 1. Peta Orientasi Kota Bandung (Sumber : LPKJ Walikota Bandung, 2011)

Posisi strategis Kota Bandung juga terlihat dalam Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) , dimana Kota Bandung ditetapkan

(2)

Hal 2 dari 83

dalam sistem perkotaan nasional sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya. Selain itu, Kota Bandung ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung, yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis nasional.

1.1.2.

Batasan Administrasi Daerah

Batas-batas Kota Bandung adalah sebagai berikut (Gambar 2):

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

Gambar 2. Peta Wilayah Administratif Kota Bandung

1.1.3.

Aspek Kependudukan

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Pertumbuhan penduduk yang makin cepat, mendorong pertumbuhan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya. Perkembangan penduduk di Kota Bandung selama ini menunjukkan peningkatan, dapat dilihat dari jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 2.394.873 jiwa, menjadi sebanyak 2.412.148 jiwa pada tahun 2011, sehingga Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Bandung pada tahun 2011 mencapai 1,10%.

(3)

Hal 3 dari 83

Pertumbuhan penduduk ini selain dikarenakan adanya fertilitas yang cukup tinggi (pertumbuhan penduduk alami), juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk migrasi, dimana terdapat migrasi masuk yang lebih besar daripada migrasi keluar (migrasi neto positif) atau dengan kata lain penduduk yang datang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang keluar Kota Bandung. Jumlah penduduk tersebut mendiami wilayah

seluas 167,30 km2, sehingga rata-rata kepadatan penduduk pada

tahun 2011 adalah 14.471 jiwa per km2. Adapun rincian jumlah dan

komposisi penduduk KotaBandung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Bandung

1.1.4.

Aspek Kesehatan Masyarakat

1.1.4.1. Indikator Indeks Kesehatan

Indikator Indeks Kesehatan dari target sebesar 81,25 dapat terealisasi sebesar 81,32. Indeks Kesehatan memberikan kontribusi terhadap capaian nilai indeks pembangunan manusia (IPM) yang menggambarkan kualitas pembangunan manusia di suatu daerah, artinya tingkat kesehatan warga Kota Bandung telah mengalami peningkatan dan mendukung terhadap terwujudnya pembangunan kualitas manusia yang lebih baik. Keberhasilan pencapaian target tidak terlepas dari adanya perencanaan strategis dalam bidang kesehatan yang berdampak terhadap program-program pembangunan bidang kesehatan, dimana program-program tersebut dapat langsung menyentuh masyarakat baik bersifat promotif, preventif, dan kuratif. Namun demikian, masih ada sejumlah kendala yang menjadi tantangan pembangunan dalam bidang kesehatan, khususnya dalam rangka meningatkanIndeks Kesehatan, antara lain sumber daya manusia (SDM) bidang kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan yang belum optimal (jumlah, persebaran, dan implementasi regulasi), mobilitas penduduk yang tidak terkendali, serta terjadinya pergeseran antara masyarakat agraris ke industri, yang

mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan yang

menambah permasalahan kesehatan, terutama munculnya penyakit-penyakit degeneratif. Terkait dengan hal tersebut, upaya antisipatif yang terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung adalah meningkatkan kebijakan pembangunan yang berwawasan

(4)

Hal 4 dari 83

kesehatan, optimalisasi sumber daya manusia dan sarana

prasarana, serta meningkatkan sosialisasi pembangunan

kesehatan kepada masyarakat.

1.1.4.2. Indikator Usia Harapan Hidup (UHH)

Indikator usia harapan hidup (UHH) dari target sebesar 73,75 tahun dapat terealisasi sebesar 73,79 tahun. Definisi UHH adalah perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak 0 tahun yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. UHHmenjadi dasar penghitungan Indeks Kesehatan. Peningkatan UHH merupakanhasil kumulatif

dari berbagi kegiatan, baik yang bersifat preventif,

promotif,maupun kuratif di berbagai tingkatan pelayanan kesehatan.

1.1.5.

Aspek Penyediaan Air Minum

Pada aspek penyediaan air minum, Pemerintah Kota Bandung telah menyusun Master Plan Penyediaan Air Baku untuk SistemPenyediaan Air Minum Kota Bandung, dari target sebesar 100% dapatterealisasi sesuai target. Tersedianya masterplan penyediaan air baku ini akandigunakan sebagai acuan dalam pengembangan penyediaan air baku dan akanlebih mendorong peningkatan ketersediaan kuantitas air minum di KotaBandung.

Sementara untuk air baku pemerintah kota Bandung dapat merealisasi sebesar 2.937 liter/detik. Terkait dengan hal tersebut, upaya yang akandilakukan adalah penambahan debit dari mata air di Kawasan Bandung Utaradan air permukaan di Kawasan

Bandung Selatan (Program SPAM RegionalBandung Selatan sebanyak 700 liter/detik) dan optimalisasi Instalasi PengolahanAir (IPA), serta sumur bor. Indikator Peningkatan Ketersediaan Kuantitas dan Kualitas Air (AirPermukaan, Air Tanah Dangkal, dan

Air Tanah Dalam) yang Berkelanjutan,dari target kumulatif sebanyak 26.300 sumur resapan (target tahun 2011sebanyak 1.800

sumur resapan), secara kumulatif dapat terealisasi

sebanyak38.158 sumur resapan (realisasi tahun 2011 sebanyak 6.892 sumur resapan).Nilai realisasi tersebut merupakan jumlah

pembuatan sumur resapan denganpartisipasi dari

(5)

Hal 5 dari 83

1.2.

PROFIL PDAM TIRTAWENING KOTA BANDUNG

1.2.1.

Sejarah PDAM Tirtawening

Sejarah pendirian PDAM Kota Bandung dimulai sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Pembentukan PDAM Kota Bandung sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dilakukan berdasarkan peraturan Daerah (Perda) Kotamadya Bandung Nomor 7/PD/1974 jo Perda Nomor 22/1981 jo Perda Nomor 08/1987 yang telah diubah untuk terakhir kalinya dengan Perda nomor 15 Tahun 2009. Pada tahun 1978 sampai dengan tahun 1985, untuk meningkatkan debit air, mulai dilaksanakan pembangunan fisik Pengembangan Air Minum Tahap I atau BAWS I, dengan membuat Sumur Artesis sepanjang jalan kereta api. Tahun 1985 sampai dengan 1991 membangun Mini Plant Cibeureum dengan air bakunya dari Sungai Cibeureum, Mini Plant Pakar, air bakunya dari Sungai Cikapundung dan membangun Intake Siliwangi, serta pembangunan saluran air kotor sepanjang 176,30 km.Dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, maka masalah-masalah sanitasi lingkungan merupakan masalah yang cukup penting untuk diperhatikan, diantaranya masalah pembuangan air kotor.Pada tahun 1978 – 1979, Pemerintah Kota Bandung melaksanakan studi "Bandung Urban Development and Sanitary" yang mengusulkan strategi penanganan pengembangan Divisi Air Kotor Kota Bandung.

Pada tahun 1979 – 1994, Pemerintah Kota Bandung melalui "Bandung Urban Development Project (BUDP)" tahap I dan II memperoleh bantuan dana dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dan penyertaan modal dari Pemerintah, untuk membangun sarana air limbah dan Instalasi Pengolahan Air Limbah.

Sarana air limbah yang dibangun berupa jaringan perpipaan air limbah yang berada di daerah berpenduduk padat, yaitu Bandung Barat, Bandung Timur dan Bandung Tengah-Selatan, sedangkan Instalasi Pengolahan Air Kotor dibangun di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung.

1.2.2.

Dasar Status Hukum Pendirian Perusahaan

Dasar status hukum pendirian PDAM adalah:

• Pembentukan PDAM Kota Bandung sebagai Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD) berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya Bandung Nomor 7/PD/1974. Dikukuhkan dan disyahkan oleh Gubernur Jawa Barat tanggal 31 Oktober 1974 No. 340/AU/Perund/SK/1974.

• Peraturan Daerah No.22/PD/1981 tentang perubahan untuk

pertama kali PERDA tentang pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Dati II Bandung.

• Diubah untuk terakhir kalinya dengan Perda Nomor 08

Tahun 1987, Pengelolaan Air Kotor masuk ke dalam PDAM Kota Bandung.

(6)

Hal 6 dari 83

• Per tanggal 07 November 2009 PDAM Kota Bandung

berganti nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum Tirtawening Kota Bandung, yang telah disahkan oleh Walikota Bandung melalui Peraturan Daerah Kota Bandung No. 15 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Air Minum.

1.2.3.

Visi dan Misi

a. Visi

Visi PDAM Kota Bandung adalah:

“Terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan air bersih dan air kotor yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan “.

b. Misi

Misi PDAM Kota Bandung adalah:

1. Memberikan pelayanan dan kemanfaatan umum kepada

seluruh masyarakat, melalui pelayanan air bersih dan air kotor yang berwawasan lingkungan.

2. Mewujudkan pengelolaan keuangan perusahaan secara

mandiri melalui pendapatan yang diperoleh dari masyarakat dan dikembalikan lagi kepada masyarakat, guna meningkatkan pelayanan dan penyediaan air bersih maupun sarana air kotor.

3. Meningkatkan pengolahan kualitas air bersih dan air kotor

yang sesuai dengan standar kesehatan dan lingkungan.

4. Mewujudkan penambahan cakupan pelayanan air bersih dan

air kotor yang disesuaikan dengan pertambahan penduduk Kota Bandung.

1.2.4.

Maksud dan Tujuan

Sesuai Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 15 Tahun 2009 PDAM Tirtawening PDAM Kota Bandung didirikan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:

a. Menyelenggarakan usaha pengelolaan air minum dan air

limbah bagi kepentingan umum, dalam jumlah dan mutu yang memadai, serta usaha lainnya di bidang air minum dan air limbah

b. Memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan

Pemerintah Daerah di bidang air minum dan air limbah

dalam rangka menunjang pembangunan dengan

menetapkan prinsip perusahaan.

1.2.5.

Tugas Pokok

Sesuai Peraturan Walikota Bandung NOMOR 236 TAHUN 2009 : “Tugas pokok Perusahaan Daerah adalah bergerak di bidang pengelolaan air minum dan pengelolaan sarana air kotor di Daerah, untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat yang mencakup aspek ekonomi, sosial, kesehatan dan pelayanan umum“.

(7)

Hal 7 dari 83

1.2.6.

Fungsi

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana

dimaksud, PDAM menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

a) perumusan kebijakan dan strategi usaha pengelolaan air

minum dan sarana air limbah;

b) melaksanakan pelayanan umum/jasa kepada masyarakat

konsumen dalam penyediaan air bersih dan sarana air kotor;

c) perencanaan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan

prasarana air minum dan air limbah;

d) pelaksanaan pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan

sarana dan prasarana air minum dan air limbah;

e) pengelolaan keuangan Perusahaan Daerah untuk membiayai

kelangsungan hidup Perusahaan Daerah dan pembangunan daerah;

f) pengelolaan pegawai PDAM;

g) evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan dan

usaha PDAM kepada Walikota melalui Badan Pengawas.

1.2.7.

Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Struktur organisasi dan SDM PDAM Kota Bandung tercantum pada Gambar 3.

(8)

Hal 8 dari 83

(9)

Hal 9 dari 83

Sumber Daya Manusia tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan (2013)

Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai

SD 64 SMP 138 SMA 194 SMK 142 D3 25 D4 1 S1 140 S2 15 JUMLAH 719

1.2.8.

Sumber Air Baku

Sumber air PDAM Tirtawening Kota Bandung berasal dari 3 (tiga) jenis sumber yaitu : (a) Air Permukaan ; (b) Mata Air dan (c) Sumur Bor. Tabel 3 – 5 memperlihatkan kapasitas dari masing-masing jenis sumber yang dicatat pada bulan Juni tahun 2012.

Tabel 3. Kapasitas Sumber Air dari Air Permukaan

Tabel 4. Kapasitas Sumber Air dari Mata Air

TERPASANG PRODUKSI (*)

A. AIR PERMUKAAN 1 Sungai Cikapundung

- Dago Pakar l/det 600 535

- MP Dago Pakar l/det 60 40

- Dago Bengkok/Bdk Singa l/det - 400

- Pompa cikapundung/Bdk Singa l/det 150

-2 Sungai Cibeureum - MP Cibeureum l/det 40 40 3 Sungai Cirateun - MP Cirateun l/det - -4 Sungai Cipanjalu - MP Cipanjalu l/det 20 20 5 Sungai Cisangkuy - Badaksinga l/det 1.800 1.215 TOTAL A l/det 2.670 2.250 KAPASITAS (L/DET)

SUMBER AIR BAKU SATUAN

TERPASANG PRODUKSI (*)

B MATA AIR

1 Bandung Utara l/det 100,00 97,00

1 Reservoar XI 100,00 67,00

2 BPC I 4,00

3 BPC II 6,00

4 BPC III 14,00

5 BPC IV 6,00

Total air masuk 100,00 97,00

2 Bandung Timur l/det 10,00

1 Mata Air Cisurupan 5,00 5,00

2 Mata Air Pasir Impun 5,00 5,00

Total air masuk 10,00 10,00

TOTAL B l/det 110,00 107,00

(10)

Hal 10 dari 83

Tabel 5. Kapasitas Sumber Air dari Sumur Bor

1.2.9.

Kualitas Air Baku

Mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas air baku pasokan IPA Badak Singa telah melampaui Baku Mutu kualitas air kelas I (Tabel 6). Kelas tersebut adalah kualitas air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum.

TERPASANG PRODUKSI (*) C SUMUR BOR

1 Bandung Barat l/det 89,00 69,74 1 Sumur Cijerah 1 (blok 8) 5,00 2,17 2 Sumur Cijerah 2 (blok 9) 5,00 4,77 3 Sumur Gempol Asri 8,00 6,60 4 Sumur Bumi Asri 5,00 2,10 5 Sumur Saibi 6,00 5,52 6 Sumur Citarip 5,00 2,10 7 Sumur AW 8 8,00 6,60 8 Sumur AW 9 5,00 3,60 9 Sumur AW 10 - -10 Sumur AW 11 12,00 11,84 11 Sumur AW 12 - -12 Sumur AW 13 11,00 10,90 13 Sumur AW 14 3,00 2,70 14 Sumur Kopo Kencana 3,00 2,07 15 Sumur Kopo Plaza 3,00 2,12 16 Sumur Dadali 2,00 0,90 17 Sumur Sumber Sari 1 3,00 2,10 18 Sumur Sumber Sari 2 3,00 2,29 19 Sumur Taman Lingkar 2,00 1,36 Total air masuk 89,00 69,74 2 Bandung Timur l/det 68,00 51,29 1 Sumur AW 1 6,00 5,70 2 Pusenif 2,00 0,04 3 Mekarwangi 1 2,00 1,93 4 Mekarwangi 2 4,00 3,40 5 Sumur AW 5 7,00 6,60 6 Sumur AW 6 7,00 6,40 7 Sumur Arcamanik 1 5,00 3,15 8 Sumur Arcamanik 2 5,00 2,04 9 Sumur Arcamanik 3 2,00 -10 Sumur Arcamanik 4 8,00 7,70 11 Sumur Pratista 8,00 7,03 12 Sumur Sukapura 5,00 3,61 13 Sumur Pasantren 5,00 3,07 14 Sumur Margahayu Raya - -15 Sumur Raflesia 2,00 0,62

68,00

51,29 TOTAL C l/det 157,00 121,03 TOTAL A+B+C 2.937,00 2.477,63 * DATA PER JUNI 2012

LAPTOP MPJ/DEKSTOP/BAHAN-BAHAN BP 2013-2017/RENCANA PRODUKSI 2013

(11)

Hal 11 dari 83

Tabel 6. Kualitas Air Baku IPA Badak Singa

Sumber: PDAM Tirtawening, 2013

1.2.10.

Proses Pengolahan

Proses pengolahan air minum di IPA Badak Singa adalah sebagai berikut (Gambar 1-4) :

a) Sistem pengolahan adalah proses pengolahan lengkap.

Instalasi didesain untuk menghasilkan air bersih yang memenuhi standar air minum. Pengambilan sumber air baku dilakukan melalui bangunan penyadap air (intake/bak I), kemudian dilanjutkan dengan proses pengendapan awal (prasedimentasi/bak II), dan dari Sungai Cisangkuy dialirkan secara gravitasi ke IPA Badaksinga , sedangkan dari Sungai Cikapundung dialirkan dengan menggunakan pompa.

b) Air baku masuk ke bak pengumpul air baku (collector tank)

di instalasi pengolahan. Air baku umumnya mengandung kotoran dan colloidal berwarna. Untuk memisahkan kotoran ini, dibubuhkan bahan kimia/koagulan pengikat kotoran, yaitu PAC/Poly Alumunium Chloride (proses koagulasi). Pengadukan koagulan terjadi secara hidrolis gravitasi dengan memanfaatkan terjunan/water jump pada ambang pelimpah utama, yang sekaligus berfungsi sebagai pengaduk cepat (rapid mix) agar koagulan tercampur merata.

c) Ikatan antara kotoran/kolid bermuatan negatif dengan

koagulan(PAC) bermuatan positif disebut floc. Proses pembentukan floc (proses flokulasi) di Instalasi Badaksinga dilakukan dengan dua cara, yaitu secara mekanis (paddle stirring) di kompartemen accelator dan hidrolis/baffle

No PARAMETER SATUAN BAKU

MUTU LOKASI SAMPLING SILIWANGI CISANGKUY DAGO

FISIKA 1 residu terlarut mg/L 1000 86,9 44,30 76,80 2 residu tersuspensi mg/L 50 19 58 47 3 Suhu °C Deviasi 3 22,8 22,3 22,0 KIMIA 1 NH3-N mg/L 0,5 0,27 0,23 0,60 2 Arsen mg/L 0,05 <0,005 <0,005 <0,005 3 Barium mg/L 1 <1,2 <1,2 <1,2 4 Besi mg/L 0,3 0,03 <0,005 0,07 5 Boron mg/L 1 0,20 <0,1 <0,1 6 BOD5 mg/L 2 6 6 5 7 COD mg/L 10 18,29 21,78 15,45 8 pH mg/L 6,0-9,0 7,67 6,83 7,44 9 Deterjen (MBAS) mg/L 0,2 0,05 0,05 0,08 10 Fenol mg/L 0,001 <0,005 <0,005 <0,005 11 Fluorida mg/L 0,5 0,12 0,12 0,14 12 Fosfat mg/L 0,2 0,24 0,13 0,08 13 Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,005 <0,003 14 Klorida mg/L 600 7,42 3,83 6,94 15 Klorin bebas mg/L 0,03 <0,01 <0,01 <0,01 16 Kobalt mg/L 0,2 0,04 <0,01 0,03 17 Khrom mg/L 0,05 0,05 0,04 0,03 18 Mangan mg/L 0,1 0,18 0,10 0,13

19 Minyak dan lemak mg/L 1 <1 <1 <1 20 N sebagai NO3 mg/L 10 2,94 2,17 2,67 21 N sebagai NO2 mg/L 0,06 0,10 0,08 0,04 22 DO mg/L >6 6,34 6,38 6,35 23 Raksa mg/L 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 24 Selenium mg/L 0,01 <0,01 <0,01 <0,01 25 Seng mg/L 0,05 <0,02 <0,02 <0,02 26 Sianida mg/L 0,02 <0,05 <0,05 <0,05 27 Sulfat mg/L 400 4,65 8,18 8,06 28 Sulfide mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005 29 Tembaga mg/L 0,02 <0,02 0,02 <0,02 30 Timbal mg/L 0,03 <0,01 <0,01 0,01 MIKROBIOLOGI 1 Coliform jml/ 100 mL 1000 2,9x104 4,6x104 1,5x104 2 E.Coli jml/ 100 mL 100 1,2x104 9,3x104 4,3x104

(12)

Hal 12 dari 83

channel di flocculator. Di accelator, selain terjadi proses pengendapan floc, juga terjadi proses sedimentasi.

d) Floc-floc halus yang tidak terendapkan akan tersaring di bak

filter/proses penyaringan floc (proses filtrasi). Kemudian sebelum air masuk ke bak penampungan sementara (reservoir), diberikan pembubuhan gas chlor sebagai bahan

pembunuh bakteri/desinfektan (proses desinfeksi).

Selanjutnya air hasil produksi siap dialirkan/didistribusikan.

Gambar 4. Skema Pengolahan Air Minum

1.2.11.

Transmisi dan Distribusi

1.2.11.1. Transmisi

Sistem transmisi eksisting dan rencana tercantum pada Gambar 5. Pasokan air baku dari bak prasedimentasi Cisangkuy dialirkan melalui dua pipa transmisi air baku sepanjang ±31,25 km menuju IPA Badak Singa Kota Bandung. Sebagai pemasok utama kebutuhan air baku IPA Badak Singa, kedua pipa transmisi dari Cisangkuy ini dilengkapi dengan 6 titik gabungan (interkoneksi), yang berfungsi untuk melakukan by pass saat perbaikan dan perawatan.

Pipa transmisi lama (Cikalong Lama, 1959) yang berukuran Ø 800 mm – Ø 900 mm memiliki kapasitas desain pengaliran 1.000 liter/detik dan terbuat dari cast iron. Sedangkan pipa transmisi baru (Cikalong Baru, 1990) berukuran Ø 850 mm dengan kapasitas desain pengaliran 800 liter/detik. Material pipa terbuat dari besi/steel berlapis semen/cement lining di bagian dalam.

Pengoperasian pipa transmisi berjalan secara otomatis dan harus dilakukan pemeliharaan terhadapnya, dengan membuka pipa pembuangan secara berkala untuk membuang kotoran dan lumpur melalui katup Wash Out (WO).

SUMBER AIR SUNGAI (INTAKE) PENGENDAPAN AWAL (PRASEDIMENTASI) BAK PENGUMPUL (COLLECTOR TANK) KOMPARTEMEN (FLOCULATOR / ACCELATOR) PEMBUBUHAN BAHAN KIMIA

(PROSES KOAGULASI)

PROSES PENGADUKAN CEPAT (RAPID MIX)

FLOCULATOR (PROSES FLOKULASI)

ACCELATOR (PROSES FOKULASI & SEDIMENTASI)

SETLER (PROSES SEDIMENTASI) LAMA BARU BAK PENYARINGAN (PROSES FILTRASI) RESERVOIR SIAP DIDISTRIBUSIKAN KE PELANGGAN PEMBUBUHAN DESINFEKTAN (DESINFEKSI)

(13)

Hal 13 dari 83

(14)

Hal 14 dari 83

1.2.11.2. Sistem Distribusi

Sistem perpipaan distribusi PDAM Tirtawening Kota Bandung pada prinsipnya merupakan gabungan dari sistem ring dan sistem cabang. Saat ini PDAM memiliki keterbatasan supply jaringan pipa, sehingga pipa dengan diameter besar saling terhubung satu sama lain untuk memberikan tambahan suplai ke wilayah jaringan yang memiliki debit dan tekanan yang sangat rendah.

Untuk melayani seluruh pelanggan, distribusi air dilakukan dengan sistem gilir di sebagian besar wilayah distribusi. Hanya wilayah utara saja yang mendapatkan aliran secara kontinu selama 24 jam per hari. Saat ini, rata-rata jam pengaliran baru mencapai ± 15 jam/hari.

Sistem Pendistribusian PDAM Tirtawening Kota Bandung dibagi menjadi 4 (empat) wilayah, yakni Wilayah Utara, Barat, Tengah Selatan dan Timur (Gambar 6). Menurut jenis pendistribusiannya terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu :

a. Sistem Jaringan Pipa

Sistem Pendistribusian air melalui jaringan pipa dengan cara gravitasi ke daerah pelayanan.

b. Sistem Pelayanan Air Tangki

Armada tangki siap beroperasi melayani kebutuhan masyarakat secara langsung selama 24 jam.

c. Sistem Kran Umum dan Terminal Air

Merupakan sarana pelayanan air bersih untuk daerah pemukiman tertentu yang dinilai cukup padat, dan sebagian penduduknya

belum mampu menjadi pelanggan air minum melalui sambungan rumah. Tarif yang diterapkan adalah tarif sosial.

Gambar 6. Sistem Distribusi PDAM Tirtawening Kota Bandung

1.2.12.

Kualitas Air Minum

Kualitas air minum IPA Badak Singa diperiksa secara rutin setiap bulannya. Kualitasnya memenuhi baku mutu yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Rekapitulasi data pengukuran ditampilkan pada Tabel 7.

(15)

Hal 15 dari 83

Tabel 7. Kualitas Air Minum IPA Badak Singa Tahun 2013

1.2.13.

Pengelolaan Lumpur Eksisting

Saat ini, lumpur IPA Badak Singa berasal dari hasil proses sedimentasi, air pencucian unit filtrasi, dan air pencucian unit-unit pengolahan air minum (Gambar 7). Seluruh residu tersebut dibuang langsung ke Sungai CIkapundung melalui saluran pipa secara gravitasi.

Gambar 7. Sistem Pengelolaan Lumpur Eksisting

1.2.14.

Data Jumlah Kehilangan Air, Tarif dan Pelanggan

Hingga saat ini, perusahaan telah memiliki 151.045 sambungan yang melayani 72,19% penduduk Kota Bandung.Tabel 8 memperlihatkan data jumlah kehilangan air, tarif dan pelanggan.

NO PARAMETER SATUAN BAKU

MUTU JAN FEB MAR APR MEI

FISIKA 1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau 2 Kekeruhan NTU 5 0.65 0.34 0,63 0,54 0,62 3 Rasa - Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa 4 Suhu °C Deviasi 3 5,3 7,3 - 4,3 6,1 5 Warna PtCo 15 <5 <5 <5 <5 <5 KIMIA 1 pH - 6,5-8,5 6.64 6.74 6,75 6.63 7.27 2 Sisa Chlor mg/L 0,2-1,0 0.85 0.86 0,87 0.84 0.74 MIKRO-BIOLOGI 1 Coliform jml/ 100 mL 1000 0 0 0 0 0 2 E.Coli jml/ 100 mL 100 0 0 0 0 0 SungaiCIkapundung

Pipa Pembuangan Lumpur

Reservoir pembubuhan koagulasi Accelator Filtrasi Distribusi Air Baku Bak Pembagi Pengadukan lambat (Flokulasi) Filtrasi Sedimentasi pengadukan cepat Aliran air Aliran lumpur

(16)

Hal 16 dari 83

Tabel 8. Jumlah Kehilangan Air, Tarif dan Pelanggan

No Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 (RKAP-P)

1 Jumlah Kehilangan Air (sesuai

hasil audit) (000 m3/tahun) 26.603.014 26.000.787 23.942.012

2 Tarif Air Minum

a. Tarif Dasar (Rp./m3) 4.471 4.736 4.570

b. Nomor & Tanggal Surat

Keputusan - -

Perwal 221/2007

c. Berlaku Efektif per tanggal - - 1 Mei 2007

3 Jangka Waktu Penagihan Piutang

(hari) 74 103 108

4 Jumlah Karyawan per 1000

pelanggan (orang) 5,35 5,02 5,35

5 a. Jumlah Pelanggan (unit) 150.236 153.936 153.665

- Sosial dan HidranUmum 2.109 2.054 1.953

- Rumah Tangga 126.442 122.542 122.205 - Instansi Pemerintah 2.427 2.338 2.309 - Niaga 18.785 26.476 26.713 - Industri 473 526 485 - Khusus - - - - Lain-lain - - -

b. Jumlah Pelanggan Water Meter

Tidak Berfungsi (unit) 2.359 35.888 36.472

6 Jumlah Air Terjual (000 m3/tahun) 35.062 35.888 36.427

- Sosial (000 m3/tahun) 1.316 1.278 1.250

- Rumah Tangga (000 m3/tahun) 24.897 24.193 24.277

- Instansi Pemerintah (000

m3/tahun) 3.078 2.950 3.194

- Niaga (000 m3/tahun) 5.356 7.194 7.629

- Industri (000 m3/tahun) 236 127 121

- Khusus (000 m3/tahun) - - -

(17)

Hal 17 dari 83

1.3.

UJI COBA RPAM-OPERATOR

1.3.1.

Langkah Kerja RPAM-Operator

RPAM-Operator merupakan salah satu bagian dari 3 (tiga) komponen RPAM-Indonesia. Pelaksanaan ujicoba penyusunan Model RPAM-Operator di PDAM Tirtawening Kota Bandung ini merupakan kegiatan yang didukung oleh Badan Perencanaan Pembangungan Nasional (Bappenas), Direktorat Permukiman dan Perumahan. Ujicoba ini dilakukan dengan melaksanakan Manual RPAM-Operator yang telah disusun oleh konsultan secara langsung melalui serangkaian On the Job Training (OJT).

Seluruh OJT telah dilakukan dan menghasilkan keluaran (output) sesuai dengan Langkah Kerja Manual RPAM untuk Operator Air Minum yang telah dikembangkan untuk operator berbasis institusi (PDAM). Skema langkah kerja tersebut tersaji

pada Gambar . Gambar 8. Langkah Kerja Manual RPAM-Operator

1.3.2.

4-K sebagai Acuan Risiko dan Kinerja

Sebagai acuan penilaian besarnya risiko, acuan hasil produksi dan juga acuan kinerja RPAM, 4K (Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas dan Keterjangkauan) didefinisikan sebagai berikut:

• K1(Kualitas) adalah acuan kualitas air minum yang layak

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. K1 ini akan

M1: Penyusunan Tim RPAM M2: Membuat Rantai Pasok M4-3: Re-analisa risiko &

prioritas risiko M8: Membuat SOP M9: Membuat Program Pendukung M10: Review RPAM R E N C A N A P E R B A IK A N D A N P E N G E M B A N G A N M11: Revisi RPAM setelah terjadinya kecelakaan M4-2: Validasi tindak pengendali an M3: Investigasi Resiko Identifikasi M3-1: bahaya M3-2: Kejadian bahaya M3-3: Analisa risiko & priortias

risiko M4-1: Tindakan pengend alian M6-1: pengawasan tindak pengendalian M6-2: Pemenuha n batas kritis M7-1: Monitoring pemenuhan persyaratan M7-2: Audit internal eksternal M7-3: Kepuasan pelanggan M81: Kondisi normal M A N A JE M E N P E N G E N D A L IA N R E S IK O A S S E S S M E N T TA H A P P E R S IA P A N M5-1: Membuat rencana pengembangan M5-2: Investasi besar Modifikasi sistem Membuat tindakan koreksi 2 6 2 3 3 4 4 2 2 5 5 2 1 1 6 6 Y T Y Y T T T Y 6 T T Y Y Y T T T Y

(18)

Hal 18 dari 83

menggunakan standar air minum yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/Per./IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,

• K2(Kuantitas) adalah acuan jumlah air yang dinilai

mencukupi bagi pola hidup/penggunaan air masyarakat. K2 ini akan menggunakan Standar Kebutuhan Pokok Air Minum, yaitu sebesar 10 m3/kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari,

• K3(Kontinyuitas) adalah acuan tidak terputusnya aliran air ke

dari instalasi pengolahan air minum kepelanggan. K3 ini akan menggunakan standar lama pengaliran tak terputus selama 24 jam/hari dengan tekanan air minum (dinamis) di daerah pelayanan sebesar 1,5 – 5 bar (15 – 50 meter kolom air), dan

• K4(Keterjangkauan) adalah acuan harga air minum yang

layak bagi masyarakat. Tarif air minum memenuhi prinsip keterjangkauan apabila pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi Standar Kebutuhan Pokok Air Minum tidak melampaui 4% dari pendapatan masyarakat/pelanggan.

1.3.3.

Komitmen dan Kesiapan PDAM Tirtawening Kota

Bandung dalam Uji Coba RPAM-Operator

PDAM Tirtawening Kota Bandungsebagai Operator

penyedia air minum berkomitmen penuh untuk menjaga kualitas air minum yang diproduksinya memenuhi 4K (kualitas, kuantitas, kontinyuitas, dan keterjangkauan). Komitmen ini ditujukan semata-mata untuk memenuhi harapan pelanggan, menjaga

kesehatan masyarakat, dan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Dari diskusi yang internal yang dilakukan beberapa staf kunci PDAM Tirtawening Kota Bandung, dihasilkan beberapa poin-poin komitmen. PDAM Tirtawening Kota Bandung berkomitmen secara INTERNAL dalam proses Produksi & Distribusi untuk:

1. Menyediakan peralatan yang handal

2. Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia

3. Menyediakan pasokan listrik/spareparts/bahan kimia yang

berkualitas.

4. Melaksanakan pemeliharaan secara berkala dan terukur.

5. Memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dan instruksi

kerja

6. Memiliki sasaran mutu.

Dan secara EKSTERNAL berkomitmen untuk:

1. Menjalankan Visi & Misi PDAM Tirtawening Kota Bandung.

2. Mendukung pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 16

Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air.

3. Menjalankan Standarisasi Kualitas Air.

4. Mendukung secara penuh program WSP (Water and

Sanitation Program)

5. Mendukung Program MDG’s (Millennium Development

(19)

Hal 19 dari 83

Komitmen ini dituangkan dalam satu dokumen khusus yang disebut sebagai Lembar Komitmen (Lampiran 1 : Hasil Pelaksanaan M1).

1.3.4.

Tim RPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung

Setelah komitmen bersama didapatkan dan Lembar Komitmen disusun, langkah selanjutnya adalah pembentukan Tim RPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung. Berikut daftar Tim RPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung (Gambar 9):

Ketua Tim : Ir. Agung Sugianto, M.Eng

Koordinator Teknis : Ir. Agus Setiyawan

Sub Koordinator : Ir. Hj. Novera Deliyasma, MT

Syahriani, ST

Endang Sukahar, ST

Trisna Gumilar, ST

Sekretaris : Ir. Erry Malda

Sriyani Wahyuningsih, S.Sos

Koordinator Pelaporan : Ir. Herry Yustiana

Dewi Reswati P, SE

Anggota : Arif Dharma, ST

Kurniawati

Abun Gunawan

Anton Kusnadi

Gambar 9. Struktur Tim RPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung

1.3.5.

Rencana Kerja Tim RPAM PDAM Tirtawening Kota

Bandung

Selanjutnya Tim RPAM menyusun rencana kerja seperti tersaji pada Tabel 9.

Ketua TIM (Ir. Agung Sugianto, M.Eng)

Penangung Jawab (Direksi)

Koordinator Teknis (Ir. Agus Setiawan)

Kesekretariatan (Ir. Erry Malda)

Sekretaris (Sriyaniwahyuningsih, S.Sos) Pelaporan (Herry Yustiana) Sub Koordinator Produksi I (Ir. Novera Deliyasma, MT)

Sub Koordinator Produksi II (Syahriani, ST ) Sub Koordinator Distribusi (Endangg Sukahar, ST) Sub Koordinator Teknologi & Informasi

(Trisna Gumelar, ST) Anggota: 1. Dewi Reswati, SE 2. Arif Darma 3. Kurniawati 4. Abun Gunawan 5. Anton Kusnadi

(20)

Hal 20 dari 83

Tabel 9. Rencana Kerja RPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung

III IV I II III IV I II III IV I II

1 M1 Galang Komitmen & Susun Tim RPAM Yani

2 M2 Definisi & Uraian Sistem Erry

3 M3-1Identifikasi Bahaya & Sumber Bahaya Dewi

4 M3-2Identifikasi Kejadian Bahaya Dewi

5 M4-1Ada Tindakan Pengendalian? Dewi

6 M4-2Tindakan Pengendalian Eksiting & Rencana Herry

7 M4-3 Reanalisis & Prioritasi Risiko Herry

8 M5-1Susun Rencana Pengembangan & Peningkatan Agung

9 M6-1 Susun Prosedur Pengawasan Tindakan Pengendalian Bahrul

10 M6-3 Susun Tindakan Koreksi Erry

11 M8Susun SOP Bahrul

12 M9 Menyusun Program Pendukung Herry

13 M11Revisi RPAM Agung

14 M10Review RPAM Agung

15 Presentasi Dengan Direksi Agung

16 Pengesahan Dokumen RPAM Direksi

Des-13

(21)

Hal 21 dari 83

2.

Rantai Pasok dan Analisis

Risiko

Rantai Pasok akan digunakan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi dan distribusi PDAM Tirtawening Kota Bandung. Penggambaran dilakukan dengan mencatat seluruh proses, mulai dari pengambilan air baku sampai distribusi air minum ke pelanggan PDAM Tirtawening Kota Bandung, menggunakan data/gambar yang tersedia.

Sistem yang digambarkan oleh Tim RPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung melingkupi keseluruhan komponen penyediaan air minum, mulai dari sumber air baku, sistem transmisi air baku, instalasi pengolahan air minum, sistem penampungan/reservoir, jaringan pipa distribusi, sampai ke pelanggan/sambungan rumah.

Seluruh komponen tersebut digambarkan dengan

menggunakan simbol-simbol standar tertentu, sesuai dengan yang dipakai dalam RPAM, baik untuk komponen yang berada di dalam maupun yang di luar kendali manajemen PDAM Tirtawening Kota Bandung.

Dengan memanfaatkan data sekunder yang tersedia (peta situasi, as built drawing) Tim RPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung kemudian melakukan diskusi pleno, sehingga terciptalah

1 (satu) sistem besar rantai pasok penyediaan air minum PDAM Tirtawening Kota Bandung seperti tersaji pada Gambar 10.

Sistem rantai pasok ini terdiri dari 2 sistem, yaitu sub-sistem Produksi 1 dan Produksi 2. Sub-sub-sistem ini dibagi lagi menjadi beberapa sub-sub-sistem.

2.1.

Sub-sistem Produksi 1

Sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cisangkuy dan Cikapundung, ke IPA Badaksinga. Sub-sistem Produksi 1 terdiri dari beberapa sub-sub-Sub-sistem sebagai berikut.

2.1.1.

Sub-sub-sistem 1

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cisangkuy, melalui turbin PLN Cikalong, intake Sungai Cisangkuy yang berkapasitas 1.600 L/det, sistem transmisi dari intake ke unit prasedimentasi, unit prasedimentasi Cisangkuy, sistem transmisi Cisangkuy lama dan baru, pengolahan air di IPA Badaksinga, reservoir, dan distribusi air minum untuk daerah layanan BTs 1-2, BT 5-7 dan BU 10.

2.1.2.

Sub-sub-sistem 2

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cikapundung-3, intake Sungai Cikapundung yang

(22)

Hal 22 dari 83

(23)

Hal 23 dari 83

berkapasitas 500 L/det, sistem transmisi Dago Bengkok, pengolahan air di IPA Badaksinga.

2.1.3.

Sub-sub-sistem 3

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cikapundung-4, intake Sungai Cikapundung yang berkapasitas 200 L/det, sistem pemompaan dan transmisi Lebak Siliwangi, pengolahan air di IPA Badaksinga.

2.2.

Sub-sistem Produksi 2

Sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cikapundung-1 ke IPA Dago, dari Sungai Cikapundung-2 ke Mini Plant Dago Pakar, dari Sungai Cibeureum ke IPA Cibeureum, dari Sungai Cipanjalu ke IPA Cipanjalu, serta dari mata air.

2.2.1.

Sub-sub-sistem 4

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cikapundung-1, intake Sungai Cikapundung yang berkapasitas 600 L/det, sistem prasedimentasi Bantar Awi, sistem transmisi Dago Pakar, pengolahan air di IPA Dago, reservoir Dago Pakar, dan distribusi air minum untuk daerah layanan BU 9; distribusi air minum untuk reservoir R12, dan distribusi air minum untuk daerah layanan BU 8 dan BT 2; serta distribusi air minum untuk daerah layanan BU 10; distribusi air minum untuk reservoir R9, dan distribusi air minum untuk daerah layanan BT 1.

2.2.2.

Sub-sub-sistem 5

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cikapundung-2, intake Sungai Cikapundung yang berkapasitas 60 L/det, pengolahan air di Mini Plant Dago Pakar, sistem distribusi, reservoir Dago Pakar

2.2.3.

Sub-sub-sistem 6

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cibeureum, intake Sungai Cibeureum yang berkapasitas 40 L/det, transmisi, IPA Cibeureum, reservoir, dan distribusi air minum untuk daerah layanan BU 6.

2.2.4.

Sub-sub-sistem 7

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Sungai Cipanjalu, intake Sungai Cipanjalu yang berkapasitas 20 L/det, transmisi, IPA Cipanjalu, reservoir, dan distribusi air minum untuk daerah layanan BT 4.

2.2.5.

Sub-sub-sistem 8

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata air-I, yaitu: Cilaki, Ciliang, Cigentur, Ciasahan, Ciwangi 1,2,3 , dan Legok Baygon, bron captering, transmisi kespring collector tank, transmisi ke BPT 1, dan distribusi ke BU 1; transmisi dari BPT 1 ke BPT 2, dan distribusi ke BU 2; transmisi dari BPT 2 ke BPT 3, dan distribusi ke BU 3; transmisi dari BPT 3 ke BPT 4, dan

(24)

Hal 24 dari 83

distribusi ke BU 5; transmisi dari BPT 4 ke R 11, dan distribusi untuk daerah layanan BU 6.

2.2.6.

Sub-sub-sistem 9

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata Air Panyairan, bron captering, transmisi ke BPT 3.

2.2.7.

Sub-sub-sistem 10

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata Air Cisaladah, bron captering, transmisi ke BPT 4.

2.2.8.

Sub-sub-sistem 11

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata Air Ciwangun, bron captering, transmisi ke SCT.

2.2.9.

Sub-sub-sistem 12

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata Air Cibadak, bron captering, transmisi ke R11.

2.2.10.

Sub-sub-sistem 13

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata Air Citalaga, bron captering, dan distribusi ke BU 4.

2.2.11.

Sub-sub-sistem 14

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata Air Pasir Impun, bron captering dengan kapasitas 5 L/det, dan distribusi ke BT 3.

2.2.12.

Sub-sub-sistem 15

Sub-sub-sistem ini menggambarkan pengambilan air baku dari Mata Air Cisurupan, bron captering dengan kapasitas 5 L/det, reservoir, dan distribusi ke BT 4.

Seluruh hasil pelaksanaan lengkapModul 2 (M2: Rantai Pasok) termasuk penjelasan tiap komponen rantai pasok tersaji pada Lampiran 2.

2.3.

Inventarisasi Risiko yang Mengancam 4K

Identifikasi dan Inventarisasi risiko dilakukan berdasarkan tahapan dan pedoman yang ada di dalam Manual RPAM-Operator. Hasil pelaksanaan Manual tersebut, khususnya tabulasi M3: Investigasi Resiko, tercantum pada Lampiran 3. Penjelasan pada sub-bab di bawah ini merupakan ringkasan dari hasil tersebut.

2.3.1.

Risiko di Sumber Air Baku

Air baku sebagai bahan baku proses produksi, selain bahan kimia, di PDAM Tirtawening berasal dari air permukaan, mata air dan air tanah dalam. Air permukaan berasal dari Sungai

(25)

Hal 25 dari 83

Cikapundung, Cisangkuy, Cibeureum, dan Cipanjalu. Mata air berasal dari mata air di daerah Bandung Utara, yaitu Mata Air Ciasahan, Legok Bagyon, Ciliang, Ciwangi, Cilaki, Ciwangun, Panyairan, Cisaladah, Citalaga, Cibadak, dan mata air di daerah Bandung Timur, yaitu Pasir Impun dan Cisurupan. Sedangkan air tanah dalam berada di wilayah Bandung Barat dan Bandung Timur. Berikut ringkasan hasil inventarisasi kejadian bahaya dan resiko di sumber air baku.

Sebetulnya PDAM Tirtawening tidak langsung mengambil air dari Sungai Cisangkuy, akan tetapi melalui Tandon PLN di Cikalong. Jika PLN menguras atau mencuci tandonnya, baru PDAM Tirtawening mengambil langsung air dari Sungai Cisangkuy (melalui intake).

2.3.1.1. Risiko terhadap Kualitas (K1)

Kualitas air baku di seluruh sungai setiap tahunnya dapat dikatakan tidak stabil. Pada saat musim hujan, curah hujan sangat tinggi di hulu Sungai Cisangkuy. Selain itu, pada kondisi normal, terdapat banyak limbah domestik di sepanjang aliran sungai dan kotoran ternak di hulu sungai. Pada saat Tandon PLN beroperasi, kualitas air baku tidak begitu buruk, karena sudah terjadi pengendapan di Tandon PLN. Akan tetapi, jika Tandon PLN dicuci/dikuras, air baku diambil langsung dari Sungai Cisangkuy. Akibatnya air yang masuk ke intake Cisangkuy banyak mengandung limbah domestik dan kotoran ternak. Oleh karena

air berasal dari Tandon PLN, maka air yang masuk ke intake Cisangkuy banyak mengandung oli.

Kotoran ternak yang masuk ke intake Sungai Cisangkuy menyebabkan kualitas air sangat buruk. Tercatat bakteri coliform mencapai 15.000 mg/L dan E. Coli = 4.300 mg/L. Kualitas ini sangat jauh melampaui standar kualitas air baku untuk air minum (kelas I) yang tercantum pada PP No. 82 Tahun 2001 (Coliform = 1.000 mg/L, E. Coli = 100 mg/L).

Banjir bandang di Sungai Cisangkuy tercatat menyebabkan kekeruhan meningkat sampai dengan > 10.000 NTU. Banjir ini juga menyebabkan erosi dan volume lumpur meningkat. Selain itu, banjir bandang ini juga meneybabkan intake dan bangunan prasedimentasi terendam.

Air baku dari Sungai Cisangkuy juga tercatat berwarna keputih-putihan dan hijau. Penyebab warna ini belum diketahui, akan tetapi mungkin disebabkan oleh aktivitas manusia (peternakan) di hulu sungai.

Kejadian bahaya utama yang menyebabkan penurunan kualitas air baku ini adalah: 1) adanya aktivitas peternakan di daerah hulu sungai, 2) pencemaran di sungai dari kegiatan domestik/rumah tangga penduduk di pinggiran sungai, 3) curah hujan yang tinggi (banjir).

(26)

Hal 26 dari 83

2.3.1.2. Risiko terhadap Kuantitas (K2) dan Kontinuitas (K3)

Kuantitas air baku yang berasal dari air permukaan sangat dipengaruhi oleh musim.Resiko tertinggi terjadi pada saat musim kemarau. Penurunan kuantitas pada musim kemarau juga sangat terasa pada saat pencucian atau pengurasan Tandon PLN Cikalong.

Banyaknya sampah yang masuk menyebabkan bar screen di Intake rusak, sehingga mempengaruhi proses produksi (penurunan kuantitas) dan kontinuitas air.

Kejadian bahaya utama yang menyebabkan penurunan

kuantitas air baku dan kontinuitas ini adalah: 1)

pencucian/pengurasan Tandon PLN Cikalong 2) musim kemarau yang berkepanjangan 3) banyaknya limbah domestik di sepanjang aliran sungai.

2.3.1.3. Risiko terhadap Keterjangkauan (K4)

Konsekuensi dari menurunnya kualitas air baku dan tidak stabilnya aliran air baku adalah peningkatan biaya operasi pengolahan air minum yang ditanggung oleh PDAM Tirtawening. Kenaikan kekeruhan berarti meningkatkan dosis bahan kimia (koagulan), tidak beroperasinya intake berarti ada pengurangan pendapatan, karena air yang diproduksi juga berkurang. Belum pernah dilakukan studi mengenai berapa besar kerugian yang diderita PDAM Tirtawening karena hal tersebut.

2.3.2.

Resiko di Sistem Intake, Prasedimentasi dan

Transmisi Air Baku

2.3.2.1. Risiko terhadap Kualitas (K1)

Kejadian bahaya utama yang menyebabkan permasalahan penurunan kualitas (K1) di unit intake, prasedimentasi dan pipa transmisi adalah: 1) masuknya sampah domestik dan kotoran ternak ke dalam unit intake dan prasedimentasi, 2) peningkatan level lumpur dan menyumbat saluran pipa hisap (strainer) dan pipa transmisi, dan 3) tidak dilaksanakannya operasi spuy

(pengurasan lumpur) secara rutin di pipa transmisi.

Endapanlumpur di bak pengumpul unit intake ini dapat meningkatkan kekeruhan air yang akan diolah di instalasi.

2.3.2.2. Risiko terhadap Kuantitas (K2) dan Kontinyuitas (K3)

Kapasitas intake dapat berkurang karena bar screen yang berfungsi sebagai penyaring sampah kasar rusak. Kerusakan ini dapat menyebabkan saluran pipa hisap (strainer) dan impeller pompa rusak dan menurunkan kemampuan pompa hingga 20% dari kapasitas normal.

Pipa transmisi ND 900 mm yang menyalurkan air baku dari Sungai Cisangkuy ke IPA Badaksinga, merupakan pipa lama yang dipasang pada tahun 1959. Dikhawatirkan karena umur pipa yang sudah tua, pipa ini akan pecah, yang dapat menyebabkan produksi air menurun sebanyak 50%.

(27)

Hal 27 dari 83

Selain itu, tidak berfungsinya asesoris pipa (gate valve, non return valve, air valve, blow off) menyebabkan penurunan kuantitas air dan terganggunya kontinuitas pelayanan.

Kejadian bahaya utama yang menyebabkan penurunan kuantitas dan tidak kontinyu-nya aliranair baku ini adalah: 1) bar screen rusak karena sampah domestik, kayu dll, 2) pipa transmisi air baku pecah akibat umur pipa yang sudah tua, dan 3) tidak berfungsinya asesoris pipa.

2.3.2.3. Risiko terhadap Keterjangkauan (K4)

Pemborosan, baik itu biaya untuk memperbaiki bar screen, menguras lumpur di unit intake dan prasedimentasi, penggantian asesoris dan spare part di unit intake dan pipa transmisi,dan kehilangan pendapatan karena pencurian air oleh penduduk adalah kejadian bahaya yang dapat meningkatkan biaya operasi PDAM Tirtawening, sehingga secara tidak langsung mengancam K4 (keterjangkauan).

Kerusakan pompa karena adanya material/sampah yang masuk dapat menyebabkan output debit tidak sesuai dengan kapasitas pompayang ada sertain-efisiensi energi. Menurut IEC (International Electrotechnical Comission), penurunan efisiensi energi yang baik tidak melebihi 15%.

Kerusakan asesoris umumnya disebabkan karena memang material sudah tua dan kurang terawat dan kualitas material (saluran hisap dan asesoris sistem perpompaan)kurang bagus.

Selain itu penyadapan pipa air baku secara ilegal (illegal connection) masih terjadi, sehingga menyebabkan meningkatnya kehilangan air.

2.3.3.

Resiko di Instalasi Pengolahan Air Minum

2.3.3.1. Risiko terhadap Kualitas (K1)

Kualitas air hasil proses di IPA sangat dipengaruhi oleh kualitas air baku yang masuk dan kualitas air minum yang diinginkan (sesuai dengan standar yang berlaku, dalam hal ini Permenkes No. 492 Tahun 2010. Untuk memperoleh kualitas air minum yang diinginkan, maka dosis bahan kimia yang diinjeksikan (koagulan, desinfektan) sangat memegang peranan penting. Di PDAM Tirtawening, kesalahan penentuan dosis terjadi karena 1) belum adanya SOP pembubuhan dosis bahan kimia, dan yang utama karena 2) perubahan kualitas air baku yang mendadak, terutama kekeruhan (kekeruhan air dapat mencapai > 10.000 NTU, pada saat musim penghujan dan banjir bandang).

Air baku yang berwarna keputih-putihan dan hijau, masuk ke IPA dan menyebabkan dosis bahan kimia yang digunakan meningkat. Salah dalam menetukan dosis dapat menyebabkan flok yang terbentuk kecil, ringan dan sukar mengendap di bak sedimentasi. Flok tersebut akan masuk ke unit filtrasi dan menyebabkan frekuensi pencucian unit filter lebih sering dan kualitas air produksi menjadi tidak memenuhi standar.

(28)

Hal 28 dari 83

2.3.3.2. Risiko terhadap Kuantitas (K2) dan Kontinuitas (K3)

Masuknya sampah domestik dan kotoran ternak ke IPA, mempengaruhi operasional IPA, sehingga kuantitas dan kontinuitas aliran terganggu. Kondisi pompa-pompa yang tidak jelas (apakah perlu di ganti/diservis) dapat menjadi ancaman, jika suatu waktu terjadi kerusakan beberapa pompa secara berbarengan.

Pengadaan asesoris pipa atau spare part bisa memakan waktu lebih dari 2 bulan. Banyaknya bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia, juga dapat menghambat pengadaan bahan kimia. Oleh karena itu diperlukan kebijakan menyimpan asesoris pipa, spare part penting,dan bahan kimia.

2.3.3.3. Risiko terhadap Keterjangkauan (K4)

Salah satu yang mengakibatkan meningkatnya biaya operasi di instalasi adalah kejadian yang mengancam keselamatan pekerja/operator terutama di gudang klor. Penanganan bahan kimia yang sangat berbahaya, dalam hal ini gas klorin, sangat penting. Gas ini sangat reaktif dan bila terhirup oleh karyawan dapat menyebabkan kematian. Untuk itu perlu dicegah terjadinya kebocoran pada tabung gas maupun sistem pembubuhannya.

Selain itu pemborosan biaya dapat terjadi karena kualitas air baku yang diolah buruk. Hal ini tentu mengancam biaya operasi yang telah dianggarkan oleh PDAM Tirtawening.

2.3.4.

Risiko di Jaringan Distribusi Air Minum

2.3.4.1. Risiko terhadap Kualitas (K1)

Resiko terhadap kualitas terjadi pada saat pipa bocor, pecah atau perbaikan pipa. Bakteri patogen bisa masuk ke dalam pipa dan terbawa ke pelanggan.

2.3.4.2. Risiko terhadap Kuantitas (K2) dan Kontinyuitas (K3)

Kebocoran pada pipa primer, sekunder maupun tersier akan mengganggu kuantitas dan kontinuitas air yang didistribusikan kepada para pelanggan. Resiko lain yang akan terjadi adalah gangguan lingkungan (jalan rusak), komplain dari pelanggan, meningkatnya tingkat kehilangan air dan citra perusahaan menurun.

Pencatatan angka meter sangat penting untuk memonitor volume air yang didistribusikan. Sayangnya masih ditemukan ada flowmeter yang macet, karena spek yang tidak baik yang mengakibatkan ada volume air minum tidak tercatat dan kehilangan airbertambah. Selain itu, adanya tapping air illegal menyebabkan kehilangan air bertambah.

Kejadian bahaya utama yang menyebabkan penurunan kuantitas dan tidak kontinyu-nya aliran air minum di jaringan distribusi air minum adalah kebocoran air di pipa primer, sekunder dan tersier.

(29)

Hal 29 dari 83

2.3.4.3. Risiko terhadap Keterjangkauan (K4)

Kejadian bahaya yang dapat mengancam K4

(keterjangkauan) pada jaringan distribusi adalah kehilangan air (NRW) karena: 1) flowmeter yang rusak atau buram,2) saringan/strainer tidak diperiksa, dan3) meter pelanggan tidak dicatat tapi ditaksir, 4) juga karena pencurian air. Kehilangan air ini tentunya akan mengurangi jumlah laba yang akan didapat oleh PDAM Tirtawening.

2.4.

Alternatif Tindakan Pengendalian dan Prioritas

Risiko

Idealnya seluruh kejadian bahaya dan risiko dapat ditangani oleh PDAM Tirtawening. Akan tetapi, pada prinsipnya adalah penanganan resiko harus dilakukan berdasarkan skala prioritas. Resiko yang paling tinggi skalanya harus ditangani terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu dilakukan adalah membuat daftar prioritas kejadian bahaya. Pembuatan daftar prioritas dilakukan dengan mempertimbangkan:

• Apakah tersedia tindakan pengendaliannya?

• Apakah tindakan pengendalian dipercaya dapat bekerja

efektif?

• Apakah ada kejadian luar biasa yang terjadi belakangan ini

terkait dengan kejadain bahaya?

• Apakah kejadian bahaya dan risiko tersebut masih di bawah

kendali/manajemen PDAM?

Alternatif daftar Tindakan Pengendalian merupakan hasil dari pelaksanaan dari Modul nomor 4 dalam Manual RPAM-Operator (M4: Tindakan Pengendalian, yang terdiri dari M4.1:

Tindakan pengendalian dan M4.2: Validasi Tindakan

Pengendalian). Seluruh hasil pelaksanaan Modul 4 tersebut tersaji pada Lampiran 4.

Sedangkan interaksi dari hasil pelaksanaan Modul 3 dan Modul 4 menghasilkan Daftar Prioritas Kejadian Bahaya dan Risiko yang merupakan ouput dari Modul 4.3 (M4.3: Reanalisa Resiko & Prioritas Resiko) sebagaimana tersaji pada Lampiran 5.

(30)

Hal 30 dari 83

3.

Rencana Pengembangan

3.1.

Isu Besar Kejadian Bahaya, Risiko dan Rencana

Pengembangan

Setelah seluruh kejadian bahaya dan risiko diinventarisasi dan dibuatkan daftar prioritasnya dengan pertimbangan tertentu, maka langkah selanjutnya adalah penentuan Rencana Perbaikan dari seluruh kejadian bahaya dan risiko terutama yang paling prioritas.

Namun sebelum seluruh Rencana Perbaikan disusun, untuk memudahkan maka dilakukan pengelompokan kejadian-kejadian bahaya dan risiko-risiko yang sama/mirip baik dari segi lokasi terjadinya kejadian bahaya maupun jenisnya. Dengan demikian, nantinya satu Rencana Perbaikan akan dapat menangani tidak hanya satu, tetapi beberapa kejadian bahaya dan risiko sekaligus.

Dari hasil diskusi Tim RPAM, telah teridentifikasi dan terinventarisasi sebanyak11 (sepuluh) isu besar kejadian bahaya dan risiko di rantai pasok air minum PDAM Tirtawening. Masing-masing isu besar tersebut terdiri dari beberapa Rencana Perbaikan dengan jumlah total sebanyak 50 buah Rencana Perbaikan, sebagai mana dijelaskan pada sub-bab berikut ini (tabulasi lengkap hasil pelaksanaan M5: Rencana Pengembangan tersaji pada Lampiran 6).

3.1.1.

Aktivitas Manusia di Hulu dan Pinggir Sungai yang

Menyebabkan Perubahan Kualitas & Kuantitas Air

Baku

• Rencana Perbaikan 1: Pelaksanaan lokakarya/seminar

tentang perlunya pengamanan sumber air baku.

Penyelenggaraan lokakarya bertujuan untuk mengangkat isu mengenai berbagai permasalahan yang sedang terjadi di hampir seluruh sungai di kota Bandung (pencemaran, tidak stabilnya debit, banyaknya sampah). Keluaran yang diharapkan dari lokakarya ini adalah tersusunnya rencana kerja penanganan air permukaan/air baku yang terukur, melibatkan berbagai pihak, dan dilaksanakan dalam waktu dekat.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) penyiapan konsep lokakarya, 2) pelaksanaan lokakarya, dan 3) follow-up rekomendasi lokakarya.

• Rencana Perbaikan 2: Koordinasi dengan PLN tentang

jadwal pembersihan tandon.

Koordinasi dengan PLN tentang jadwal pembersihan

tandon perlu dilakukan agar PDAM Tirtawening

mengetahui dengan pasti jadwal tersebut, sehingga dapat lebih dini mempersiapkan tindakan penanganannya (penutupan valve dari Tandon PLN ke Intake Cisangkuy, pembukaan valve dari Sungai Cisangkuy ke Intake Cisangkuy, dan antisipasi meningkatnya sampah domestik,

(31)

Hal 31 dari 83

kotoran ternak serta kekeruhan yang masuk ke Intake Cisangkuy).

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) penyiapan konsep koordinasi, 2) pelaksanaan koordinasi, dan 3) follow-up rekomendasi hasil koordinasi.

• Rencana Perbaikan 3: Perbaikan bar screen (di intake dan

IPA).

Bar screen yang rusak perlu diperbaiki, sehingga kinerja intake dan IPA tidak terganggu.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pengadaan bahan, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 4: Penggantian screen (di intake dan

IPA).

Penggantian screen dilakukan terhadap screen yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pengadaan bahan, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 5: Pembersihan sampah secara manual

dari screen dan unit lainnya (sedimentasi, filtrasi dll). Pembersihan sampah secara manual perlu dilakukan, sehingga unit-unit IPA tidak terganggu. Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pembersihan sampah, dan 2) pembuangan sampah.

• Rencana Perbaikan 6: Dilakukan kajian teknis tentang

pra-pengolahan kotoran ternak.

Kajian teknis tentang pra-pengolahan ternak perlu dilakukan, sehingga kotoran ternak ini tidak mengganggu operasional IPA.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis, dan 2) follow-up kajian teknis.

• Rencana Perbaikan 7: Re-design unit pengolahan

(termasuk prasedimentasi) untuk mengatasi perubahan kualitas air baku yang memburuk.

Perubahan kualitas air baku yang memburuk (dan mendadak), sangat menyulitkan proses pengolahan di PDAM Tirtawening. Hal ini perlu diatasi dengan membuat perencanaan kembali dan tinjauan ulang terhadap IPA yang ada, sehingga mampu menangani perbuhan kualitas air baku yang sering terjadi.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis, dan 2) follow-up kajian teknis.

• Rencana Perbaikan 8:Penyesuaian media pasir (sesuai

spesifikasi teknis).

Kajian teknis terhadap media pasir filter perlu dilakukan karena media pasir sering lolos masuk ke reservoir.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis, dan 2) follow-up kajian teknis.

(32)

Hal 32 dari 83

• Rencana Perbaikan 9: Pengurasan lumpur di reservoir.

Pengurasan lumpur di resrvoir perlu dilakukan, sehingga tidak terjadi penurunan kapasitas reservoir.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pengurasan lumpur, dan 2) pembuangan lumpur.

3.1.2.

Faktor alam yang menyebabkan air baku tidak bisa

digunakan

• Rencana Perbaikan 10:Pembuatan tandon.

Ada dua tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan tandon ini, yaitu: 1) mengurangi ketergantungan terhadap Tandon PLN, 2) menjadi kolam cadangan air baku terutama saat musim kemarau dan saat Tandon PLN dikuras/dibersihkan, dan 3) mengurangi beban dan biaya operasi instalasi karena sebagian padatan/solids telah diendapkan.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis, dan 2) follow-up kajian teknis.

• Rencana Perbaikan 11: Mencari alternatif sumber lain.

Mengingat makin terbatasnya sumber air baku yang ada, maka perlu dicari alternatif dari sumber yang lain. Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis, dan 2) follow-up kajian teknis.

3.1.3.

3.1.3. Faktor yang mempenagruhi kuantitas air baku

yang akan diolah

• Rencana Perbaikan 12: Penggantian pipa transmisi lama.

Pipa transmisi lama sangat rentan terhadap kebocoran. Oleh karena itu, pipa tua ini harus diganti oleh HDPE.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pengadaan, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 13: Operasi spuy sesuai jadwal.

Operasi spuy (pengurasan lumpur dari pipa) harus

dilakukan secara periodik, sehingga tidak terjadi

penyumbatan pipa oleh lumpur.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) operasi spuy, dan 2) pembuangan lumpur.

• Rencana Perbaikan 14: Pemasangan (dan/atau perbaikan)

instalasi OVS dan NRVS.

OVS dan NRVS perlu dipasang/diperbaiki, sehingga tidak terjadi kerusakan pada pipa.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pengadaan, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 15: Pemasangan (dan/atau perbaikan)

instalasi high point/air valve.

OVS dan NRVS perlu dipasang/diperbaiki, sehingga tidak terjadi kerusakan pada pipa.

(33)

Hal 33 dari 83

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pengadaan, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 15: Proteksi pipa terhadap beban

dinamis.

Pemasangan proteksi terhadap pipa perlu dilakukan agar pipa tidak cepat pecah karena menanggung beban dinamis. Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) pemilihan sistem pengamanan, 2) pelaksanaan konstruksi pengamanan: a) pelelangan, b) pemasangan, dan c) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 16: Kalibrasi/tera meter air di reservoir

dan pipa pelanggan.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) inventarisasi flow meter/meter air, 2) kalibrasi/tera meter, dan 3) pemeliharaan.

3.1.4.

Penurunan tingkat kebocoran

• Rencana Perbaikan 17: Pemasangan DMA.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis wilayah pelayanan, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 18: Penggantian meter air di reservoir

dan pelanggan.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 19 dan 20: Penggantian dan /atau

perbaikan gate valve.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) kajian teknis, 2) pemasangan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 21: Penggantian pipa distribusi.

Penggantian pipa asbestos dan GI menjadi HDPE untuk menurunkan tingkat kebocoran.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) survey lokasi, perijinan ke DPU, 2) proses lelang, 3) pemasangan, dan 4) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 22: Penggantian pipa pecah/bocor.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) identifikasi lokasi,2) pengadaan bahan, 3) perbaikan, dan 4) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 23: Perbaikan hidran.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) identifikasi lokasi,2) perbaikan, dan 3) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 24: Pemasangan screen sebelum masuk

meter air pelanggan.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) identifikasi lokasi, 2) pengadaan, 3) pemsangan, dan 4) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 25: Perbaikan sambungan ke

(34)

Hal 34 dari 83

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) identifikasi lokasi, 2) pengadaan, 3) perbaikan, dan 4) pemeliharaan.

• Rencana Perbaikan 26: Pemasangan segel body sesuai

spesifikasi teknis.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) identifikasi lokasi, 2) pengadaan, 3) pemasangan, dan 4) pemeliharaan.

3.1.5.

Perlunya peningkatan hubungan pelanggan

• Rencana Perbaikan 27: Penyiapan dan/atau pelaksanaan

SOP: 1) sosialisasi pelanggan, 2) pembacaan meter pelanggan, dan 3) tidak ada air di pelanggan.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) penyiapan konsep, 2) pelaksanaan SOP.

• Rencana Perbaikan 28: Melakukan sosialisasi dan (jika

diperlukan) tindakan terhadap kejadian pencurian air di pipa transmisi dan distribusi.

Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) persiapan sosialisasi dan/atau tindakan, 2) pelaksanaan sosialisasi dan/atau tindakan.

3.1.6.

Tidak Terjaminnya Ketersediaan Spare Part

Cadangan dan Stok Bahan Kimia.

• Rencana Perbaikan 29: Penyiapan database spare part dan

bahan kimia yang dikategorikan memerlukan cadangan minimum (minimum stock) di instalasi.

Sistem penyediaan barang yang telah ada sekarang harus diperbaiki dengan menambahkan kebijakan penyediaan spare part dan bahan kimia yang layak disimpan dalam jumlah stock minimum. Hal ini untuk menghindari terhentinya operasi karena spare part cadangan dan/atau bahan kimia tidak tersedia pada saat terjadi kerusakan. Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) persiapan pembuatan database, 2) pembuatan database, 3) pelaksanaan database, dan 4) pengawasan dan evaluasi database.

• Rencana Perbaikan 30: Perbaikan sistem stock barang di

pergudangan (follow-up hasil penyiapan database spare part dan bahan kimia).

Setelah database spare part dan bahan kimia yang memerlukan stok minimum telah dibuat dan disyahkan, langkah selanjutnya adalah mengakomodasi/mengupdate database tersebut ke dalam Sistem Informasi Manajemen Pusat Data Air Minum (SIM PDAM) PDAM Tirtawening. Sub-kegiatan dari Rencana Perbaikan ini adalah: 1) identifikasi sistem stock yang ada, 2) perbaikan sistem stock sesuai dengan sistem database baru.

(35)

Hal 35 dari 83

3.1.7.

Belum Tersedianya Sistem Perlindungan K3 untuk

Operator Secara Umum Khususnya Unit Desinfeksi.

• Rencana Perbaikan 31: Perbaikan sistem Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) Unit Desinfeksi dan gudang chlor. Gudang klor akan menjadi fokus pertama dalam penanganan kejadian bahaya terhisapnya gas klor oleh operator. Untuk itu dua langkah (sub-kegiatan) perlu dilakukan yaitu: 1) identifikasi unit dan sistem K3 yang ada, 2) desain dan pemasangan sistem netralisasi gas klor.

• Rencana Perbaikan 32:Perbaikan sistem K3 di seluruh

instalasi PDAM.

Secara keseluruhan, untuk meningkatkan kinerja kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di PDAM Tirtawening, dan secara tidak langsung juga untuk mencegah pengeluaran perusahaan karena insiden kecelakaan kerja atau tidak produktifnya operator karena kesehatan kerja, maka diperlukan penerapan sistem K3 di seluruh instalasi PDAM. Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan adalah: 1) pembentukan tim K3, 2) identifikasi sistem K3 yang ada, 3) pembentukan konsep awal sistem K3, 4) pembentukan sistem K3, 5) pelaksanaan sistem K3, dan 6) monev sistem K3.

3.1.8.

Belum Tersedianya Standard Operating Procedure

(SOP) dan Instruksi Kerja (IK) yang Terkait dengan

Kejadian Bahaya dan Risiko

• Rencana Perbaikan 33: Identifikasi, pembuatan, dan

pelaksanaan SOP dan IK yang diperlukan untuk mengendalikan risiko).

IPA PDAM Tirtawening belum menerapkan dan

bersertifikasi ISO 9001:2008. Dengan demikian belum tersedia SOP (Standard Operating Procedure) dan IK (instruksi Kerja) secara formal. Sub kegiatan rencana kegiatan ini: 1) Identifikasi SOP dan IK yang perlu dibuat, dan 2) pelaksanaan SOP d an IK tersebut.

3.1.9.

Tidak Jelasnya Kondisi Kehandalan Pompa-Pompa

di Seluruh Instalasi dan Flowmeter di Jaringan

Distribusi.

• Rencana Perbaikan 34: Audit pompa dan pelaksanaan hasil

audit.

Untuk mengetahui kondisi seluruh pompa di instalasi, maka perlu dilakukan audit pompa. Tahapannya kegiatannya adalah: 1) persiapan audit, 2) pelaksanaan audit, 3) perbaikan pompa lama, 4) pemasangan pompa baru.

• Rencana Perbaikan 35: Audit flowmeter dan pelaksanaan

Gambar

Gambar 1 memperlihatkan peta orientasi Kota Bandung.
Gambar 2. Peta Wilayah Administratif Kota Bandung
Tabel 1. Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Bandung
Gambar 3. SOTK PDAM Tirtawening Kota Bandung
+7

Referensi

Dokumen terkait

untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Likuiditas Pada Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ) Tirtawening Kota Bandung Periode 2007-2011

Analisis AHP untuk arahan pengembangan sistem penyediaan air minum Analisis spasial pelayanan air minum perpipaan PDAM 20 tahun akan datang.. Wilayah terlayani Wilayah

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka proposisi dari penelitian ini yang berjudul “Kinerja Pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka proposisi dari penelitian ini yang berjudul “Kinerja Pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota

Sebagian besar wilayah Kecamatan di Kabupaten Pesawaran masih menggunakan sistem.. penyediaan air minum non PDAM / air bersih pedesaan dalam memenuhi kebutuhan

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk

Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) Regional, sektor Pengembangan Air Minum; Untuk kondisi Kota Pekalongan termasuk dalam skema Rencana Penyediaan Air Baku SPAM Perkotaan

Maka penelitian dilakukan untuk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Untuk Zona Pelayanan Kecamatan Mojotengah PDAM Kabupaten Wonosobo dengan