• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Kewaspadaan Universal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Kewaspadaan Universal"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL

PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

BAB I DEFINISI

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.

Prinsip kewaspadaan universal (Universal Precaution) di pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HIB tidak menunjukkan gejala fisik. Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan universal berlaku untuk darah, sekresi ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan kesehatan.

Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah.

(2)

BAB II

RUANG LINGKUP

A. Cuci Tangan

Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora transien. Flora residen adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanisme yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora transien yang flora tansit atau flira kontaminasi, yang jenisnya tergantung dari leingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gerakan mekanis dan pencucian dengan sabun. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.

Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung lain. Tindakan ini untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja tetap terjaga. Cuci tangan dilakukan pada saat sebelum: memeriksa (kontak langsung denagn pasien), memakai sarung tangan ketika akan melakukan penyuntikan dan pemasangan infus. Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman.

(3)

Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup tindakan rutin. Jenis alat pelindung: sarung tangan, masker dan gaun pelindung. Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan.

a. Sarung Tangan

Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis cairan tubuh.

b. Pelindung Wajah (Masker)

Pemakaian pelindung wajah ini dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir hidung, mulut selama melakukan perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain.

Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien tuberkulosa terbuka tanpa luka bagian kulit ataupun perdarahan. Masker kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai. Bila ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka masker selalu dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung atau sarung tangan, bahkan sebelum melakukan cuci tangan bedah.

(4)

Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis bahan sedapat mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain. Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi seperti halnya pada saat membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan terkontaminasi kedalam wc, mengganti pembalut, menangani pasien dengan perdarahan masif. Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun pelindung. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

C. Pengelolaan Alat-Alat Kesehatan

Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Semua alat, bahan dan obatyang akan dimasukkan kedalam jaringan dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu dekontaminasi, pencucian, strerilisasi atau DTT dan penyimpanan, pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan tergantung pada kegunaan alat tersebut dan berhubungan dengan tingkat risiko penyebaran infeksi.

D. Pengelonaan Benda Tajam

Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatan, sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan alat tajam lainnya.

Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh digunakan lagi. Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan yang lain yang menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan

(5)

karena 17% kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunaannya.

E. Pengelolaan Limbah

Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:

a. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko rendah, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.

b. Limbah medis bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai limbah berisiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa: limbah klinis, limbah laboratorium, darah atau cairan tubuh lainnya, material yang mengandung darah seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah organik, misalnya potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misalnya jarum suntik.

F. Kecelakaan Kerja

Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi secara parenteral melalui tusukan, luka, percikan pada mukosa mata, hidung atau mulut dan percikan pada kulit yang tidak utuh, misalnya pecah, terkikis atau kulit eksematosa. Kejadian seperti tersebut harus dicegah dan keselamatan petugas harus diutamakan.

Apabila kecelakaan terjadi harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada atasan, kepad panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan pada panitia infeksi nosokomial secepatnya, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Imunisasi dapat dilakukan apabila tersedia, diberikan kepada semua staf yang berisiko mendapat perlukaan karena benda tajam. Setelah terjadi kecelakaan harus diberikan konseling.

(6)

G. Kewaspadaan Khusus

Kewaspadaan khusus merupakan tambahan pada kewaspadaan universal, yang terdiri dari tiga jenis kewaspadaan, yaitu:

a. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (airborne) b. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet) c. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak

Dalam penerapannya maka dapat berupa kombinasi dari kewaspadaan universal dan salah satu jenis kewaspadaan khusus tersebut sesuai dengan indikasinya.

(7)

BAB III TATA LAKSANA

A. Cuci Tangan Sarana cuci tangan a. Air mengalir

Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Denga guyuran air mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur drngan gayung, namun cara mengguyur drngan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan air brkas cucia krmbali kr bak prnampung air bersih. Air kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana dengan tangki berkran di ruang pelayanan / perawatan kesehatan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya.

Selain air mengalir ada 2 jenis bahan pencuci tangan yang dibutuhkan, yaitu: sabun atau deterjen dan larutan antiseptik.

b. Sabun dan detaejen

bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan kemak dan kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme.

(8)

c. Larutan Antiseptik

Larutan antispetik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu.

Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah sbb:

1. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, basilus dan tuberkulosis, fungi, endospora) 2. Efektifitas

3. Kecepatan aktifitas awal

4. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan 5. Tidak mengakibatkan iritasi kulit

6. Tidak menyebabkan alergi

7. Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang 8. Dapat diterima secara visual maupun estetik

B. Alat Pelindung a. Sarung tangan

Dikenal tiga jenis sarung tangan, yaitu:  Sarung tangan bersih

(9)

Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada sarung tangan steril.

 Sarung tangan steril

Adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.

 Sarung tangan rumah tangga

Sarung tangan tersebut dari latex atau viril yang tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu membersihkan alat kesehatan, dan permukaan meja kerja, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci dibilas bersih.

b. Pelindung wajah (masker)

Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien tuberkulosis terbuka tanpa luka di bagian kulit/perdarahan. Masker digunakan bila berada dalam jarak 1 meter dari pasien.

Masker, kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat bebas pakai.

Bila ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka masker selalu dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung atau sarung tangan, bahkan sebelum melakukan cuci tangan bedah.

(10)

Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam.

Adapun jenis gaun pelindung tersebut berbagai macam bila dipandang dari berbagai aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air dan gaun pelindung kedap air, gaun pelindung steril dan non steril.

Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat melakukan pembedahan, sedang gaun pelindung non-steril dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat, dan kamar bayi.

Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat dipakai sekali saja (disposable). Gaun pelindung sekali pakai ini biasanya dipakai dalam kamar bedah, karena lebih banyak terpajan cairan tubuh yang dapat menyebabkan infeksi. Gaun pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang dapat dicuci melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai ulang, seperti misalnya plastik. Biasanya dipakai sebagai pelapis di bagian dalam gaun pelindung steril tidak kedap air, untuk mencegah tembusnya cairan tubuh kepada pemakai atau untuk keperluan lain, seperti pembersihan, pemulasaran jenazah, dsb.

Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi, misalnya pada saat membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan / WC / toliet, mengganti pembalut, menangani pasien dengan perdarahan masif, melakukan tindakan bedah termasuk otopsi, perawatan gigi, dsb.

Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun pelindung, atau celemek. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

C. Pengelolaan Alat Kesehatan

Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 3 tahap kegiatan, yaitu: a. Dekontaminasi

(11)

Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan, yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati, dan tidak digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa.

Dapat dijumpai berbagai macam disinfektan di pasaran dengan daya kerja masing-masing. Salah satu yang biasa dipakai terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah larutan klorin 0,5% atau 0,05% sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan yang akan didekontaminasi.

b. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan alternatif penatalaksanaan alat kesehatan apabila sterilisator tidak tersedia atau tidak mungkin dilaksanakan. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme termasuk virus hepatitis B dan HIV, namun tidak dapat membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus atau gas gangren. Pada situasi dimana tetanus masih kering ditemukan, semua peralatan harus disterilisasi.

Ada beberapa cara melakukan disinfeksi tingkat tinggi, diantaranya adalah dengan cara: 1. Merebus dalam air mendidih selama 20 menit

Merebus tidak memerlukan peralatan yang mahal dan selalu tersedia maka cara tersebut adalah cara yang lebih disukai di klinik kecil atau daerah terpencil.

2. Rendam dengan desinfektan kimiawi seperti glutaraldehid, formaldehid 8%. 3. DTT dengan uap (steamer)

Cara ini adalah yang terbaik untuk DTT sarung tangan.

c. Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses pengelolaan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora. Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling

(12)

efektif untuk pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah atau jaringan di bawah kulit secara normal bersifat steril.

Strerilisasi dapat dilakykan dengan 2 cara: 1. Fisik, seperti pemanasan atau radiasi, fitrasi.

2. Kimiawi, menggunakan bahan kimia dengan cara merendam (mis: dalam larutan glutaraldehid) dan menguapi dengan gas kimia (diantaranya dengan gas etilin oksida)

D. Pengelolaan Benda Tajam

Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh digunakan lagi. Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah diotoklaf. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena 17 % kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunaannya.

Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan langsung saja dibuang ke tempat penampungan sementaranya, tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali (recaping), gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan (single handed

recapping method) untuk mencegah jari tertusuk jarum.

E. Pengelolaan Limbah

(13)

1. Limbah rumah tangga, atau limbah non-medis, yaitu limbah yang tidak kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah.

Semua limbahn yang tidak kontak dengan tubuh pasien umumnya dikenal sebagai sampah non-medik, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan di ruang tunggu pasien atau penunjang, raunag administrasi dan kebun. Sampah jenis ini meliputi sisa makanan, sisa pembungkus makanan, plastik dan sisa pembungkus obat. Sampah jenis ini dapat langsung dibuang melalui pelayanan pengelolaan sampah kota.

2. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah kesehatan yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dan dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat menularkan penyakit, limbah medis dapat berupa:  Limbah klinis

Limbah klinis merupakan tanggung jawab sarana kesehatan lain dan memerlukan perlakuan khusus. Karena berpotensi menularkan penyakit, maka dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi.

Cara penanganan limbah klinis ini yaitu dengan cara sebelum dibawa ketempat pembuangan akhir / pembakaran (insenerator) semua jenis limbah klinis ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna kuning, dan ikat secara rapat kantong yang sudah berisi 2/3 penuh.

 Limbah laboratorium

Setiap jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan sebagai limbah berisiko tinggi.

Cara penanganan limbah laboratorium ini dengan cara sebelum keluar dari ruang laboratorium dilakukan strerilisasi dengan otoklaf selanjutnya ditangani secara prosedur pembuangan limbah klinis, cara penanganan terbaik untuk limbah medis adalah dengan insenerasi, dan cara lain adalah menguburnya dengan metode kapurisasi.

(14)

3. Limbah berbahaya, adalah limbah kimia yang mempunyai sifat beracun. Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, disinfektan, obat-obatan sitotoksik dan senyawa radio aktif.

Upaya penanganan limbah di pelayanan kesehatan meliputi penanganan limbah cair dan limbah padat (sampah). Adapun teknik penanganan sampah meliputi pemisahan, penanganan, penampungan sementara dan pembuangan.

F. Kecelakaan Kerja

Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum suntik bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi nosokomial yang tidak diinginkan. Yang terpenting disini adalah segera mencucinya dengan sabun antiseptik, dan usahakan untuk meminimalkan kuman yang masuk ke dalam aliran darah dengan menekan luka hingga darah keluar. Bila darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air beberapa kali, bila mengenai mata cucilah mata dengan air mengalir (irigasi) atau garam fisiologis, atau bila percikan mengenai hidung hembuskan keluar hidung, dan bersihkan dengan air.

G. Kewaspadaan Khusus

Kewaspadaan khusus terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Udara

Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan halus diudara. Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara, baik yang berupa bintik percikan di udara (airborne droplet ruclei) atau partikel debu yang berisi agen infeksi.

(15)

2. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Percikan

Sebagai tambahan dari kewaspadaan universal, kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan partikel besar. Transmisi percikan terjadi bila partikel percikan yang benar dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut atau konjungtiva mata orang yang rentan. Percikan dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas seperti intubasi atau bronkoskopi.

Transmisi melalui percikan besar berbeda dengan transmisi penularan melalui udara karena pada transmisi percikan memerlukan kontak yang dekat antara sumber dan penerima, karena percikan besar tidak dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat.

3. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Kontak

Sebagai tambahan dari kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak langsung (persinggungan) dengan benda di lungkungan pasien.

Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri bila mungkin. Bila tidak tersedia, dapat di bangsal umum dengan pasien sejenis.

Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada kewaspadaan universal terhadap kontak dengan darah dan bahan tubuh. Pada kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak ini sarung tangan harus diganti setelah menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (misalnya tinja atau cairan luka). Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan ruangan dan kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci antiseptik.

(16)

Gaun pelindung yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak yang cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan buang air besar (inkontinensia) atau bila ada luka basah yang tidak dapat ditahan dengan pembalut. Gaun pelindung harus dilepas sebelum meninggalkan ruangan.

(17)

BAB IV DOKUMENTASI

(18)

Jakarta, Oktober 2015 Kepala Puskesmas Kecamatan

Pasar Minggu

drg. SUSILOWATI

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem kriptografi berbasis grup kurva hipereliptik tersebut, diharapkan mampu menawarkan tingkat keamanan lebih tinggi dengan ukuran kunci yang lebih

Panjang bagian pendahuluan sekitar 2-3 halaman dan diketik dengan 1,5 spasi (atau mengikuti ketentuan penulisan jurnal ilmiah tempat artikel tersebut hendak diterbitkan).

Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian dosis bertingkat ekstrak kulit buah naga putih ( Hylocereus undatus ) terhadap gambaran mikroskopis hepar pada mencit

JADI seorang guru tetap bisa mencapai prestasi HEBAT dengan kurikulum APAPUN asal dia memiliki kompetensi yang HEBAT pula.. 26 Januari 15 Aku guru hebat, apapun kuriukulumnya 47

Menurut Taylor (2009), laki-laki mendominasi peran kekerasan dalam berpacaran yang berujung pada konflik, dimana perempuan sering menjadi korban dalam kekera-

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompetensi, independensi, profesionalisme, akuntabilitas,dan budaya organisasi, berpengaruh terhadap kemampuan

“Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat WNI secara suka rela atas dasar kesamaan kegiatan,

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pengaturan larangan impor beras saat musim panen di Indonesia melanggar ketentuan WTO atau tidak dan penyelesaian keberatan