• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERKIRAAN DAMPAK EKONOMI KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus) TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR KABUPATEN CIREBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERKIRAAN DAMPAK EKONOMI KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus) TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR KABUPATEN CIREBON"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

MINIMUM LEGAL SIZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus)

TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR

KABUPATEN CIREBON

DINA SETRIANA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

RINGKASAN

DINA SETRIANA. Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan (Portunus pelagicus) Terhadap Nelayan Desa Gebang Mekar

Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan

RIZAL BAHTIAR.

Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dieskpor ke berbagai negara. Kebutuhan ekspor rajungan sampai saat ini masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan di laut sehingga untuk mengantisipasi peningkatan penangkapan rajungan yang tidak mencapai

maturity, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan

kebijakan minimum legal size. Banyak stakeholder yang terlibat dalam crab

fishery salah satunya adalah nelayan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui perkiraan dampak ekonomi kebijakan minimum legal size terhadap nelayan. Tujuan penelitian secara khusus yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan; (3) memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal

size; (4) menilai kelayakan usaha nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size dan (5) mengkaji penerapan kebijakan minimum legal zise.

Penelitian ini dilakukan di Desa Gebang Mekar Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April-Mei 2011.

Hasil penelitian menunjukkan karakteristik usaha nelayan rajungan yaitu yang terdiri dari operasi penangkapan nelayan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan sosial ekonomi nelayan. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah jumlah hasil tangkapan, pengalaman dan jumlah alat tangkap. Analisis kesejahteraan rajungan digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. Metode analisis yang digunakan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN). Asumsi yang digunakan dalam NTN adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. NTN dihitung untuk dua alat tangkap yaitu alat tangkap jaring kejer dan bubu lipat pada kondisi saat ini atau sebelum kebijakan minimum legal size dan apabila kebijakan tersebut diterapkan. NTN untuk nelayan jaring kejer sebelum kebijakan bernilai 0,69 dan setelah kebijakan bernilai 0,65. Sedangkan, NTN untuk nelayan bubu lipat sebelum kebijakan bernilai 0,82 dan setelah kebijakan 0,81. Berdasarkan hasil analisis, kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan apabila kebijakan minimum legal size diterapkan nilai NTN untuk nelayan jaring kejer mengalami penurunan sebesar 0,04 dan untuk nelayan bubu lipat mengalami penurunan sebesar 0,01. Hal ini menunjukkan nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar tidak bisa memenuhi kebutuhan subsistennya.

Berdasarkan hasil analisis Return Cost Ratio untuk nelayan jaring kejer saat ini adalah sebesar 1,06 dan setelah kebijakan sebesar 1,05. Hasil analisis nelayan bubu lipat saat ini adalah sebesar 1,10 dan setelah kebijakan 1,09. Metode analisis yang digunakan dalam jangka panjang adalah Benefit Cost Analysis (BCA). Hasil BCA usaha nelayan rajungan dengan umur proyek 10 tahun dan

(3)

discount rate 6,75% menunjukkan NPV untuk jaring kejer saat ini sebesar Rp 10

087 241, Net B/C 1,97 dan IRR 14 persen dan setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 2 972 450, Net B/C 1,49 dan IRR 9 persen. Hasil analisis untuk nelayan bubu lipat saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp 19 683 730, Net B/C 2,07 dan IRR 17 persen, setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 14 951 582, Net B/C 1,91 dan IRR 15 persen. Hasil analisis menunjukkan penurunan R-C ratio untuk nelayan jaring kejer dan bubu lipat sama sebelum dan setelah kebijakan. Namun, pada jangka panjang penurunan IRR untuk nelayan jaring kejer sangat signifikan yaitu sebesar 5 persen sedangkan untuk nelayan bubu lipat sebesar 2 persen. Hal ini disebabkan meskipun nelayan bubu lipat memerlukan banyak investasi namun hasil tangkapan rajungan yang ukurannya kurang dari 8,5 cm hanya 1 persen dan untuk nelayan jaring kejer 5 persen dari hasil tangkapannya. Sehingga, dengan adanya kebijakan minimum legal size sangat berpengaruh pada nelayan jaring kejer. Hasil analisis menunjukkan kebijakan minimum legal size berdampak negatif terhadap pendapatan nelayan rajungan

Kata Kunci : Rajungan, Minimum Legal Size, Nelayan, Nilai Tukar Nelayan,

(4)

MINIMUM LEGAL SIZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus)

TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR

KABUPATEN CIREBON

DINA SETRIANA

H44070078

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Legal Minimum

Size Rajungan (Portunus pelagicus) terhadap Nelayan Desa

Gebang Mekar Kabupaten Cirebon Nama : Dina Setriana

NIM : H44070078

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si NIP : 19580507 198601 1 001 NIP : 19800603 200912 1 006

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Perkiraan Dampak Kebijakan

Minimum Legal Size Rajungan (Portunus pelagicus) Terhadap Nelayan Desa

Gebang Mekar Kabupaten Cirebon adalah benar merupakan hasil karya bersama kerjasama dengan project Economic Evaluation of Implementing Minimum Legal

Size on Blue Swimming Crab Fishery in Indonesia yang diketuai oleh Bapak Rizal

Bahtiar S.Pi, M.Si yang didanai oleh EEPSEA dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Dina Setriana H44070078

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Mamah (Suwarni S.Pd), Bapak (E. Sadikin), kakak (Hennie Herawati dan Henna Aditiana), Saudara Kembar (Diny Setriani) dan Dhery Mega Santika atas segala dukungan, doa dan kasih sayang yang tak terhingga.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS (Pembimbing I) dan Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si (Pembimbing II) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Selaku dosen penguji utama dan Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si selaku dosen perwakilan departemen.

4. Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si. selaku pembimbing akademik.

5. Bapak Agus, Bapak Supandi (Sekdes Desa), Bapak Nurdiyanto (Kaur Pemerintahan), Bapak kiat dan seluruh masyarakat Desa Gebang Mekar dan Gebang Kulon, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon bagian Perikanan Tangkap atas dukungan, data dan informasinya.

6. Rekan satu bimbingan Wezia Berkademi, Fandi W. Ikhsani, Frizka Amalia, Ria Larastiti, Erlinda dan Astrid Yeyen atas bantuan, semangat dan motivasinya.

(8)

7. Dina Berina, Diyah A.P., Nadia Mutiarani, Kartika P.S., Ario B. Sandjoyo, Bahrion I. Tampubolon, Andrian Irwansyah serta sahabat ESL 44 atas kebersamaan dan dukungannya.

8. Ahmad Fajri Prabowo, Kriswindya Tasha, Novia F.P., Fithriyani Rahayu, Rabiah A.S, serta rekan-rekan PSM IPB Agria Swara atas pengalaman, kebersamaan dan kasih sayangnya.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat serta karunia-Nya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkiraan dampak ekonomi kebijakan terhadap nelayan dimana dalam penelitian ini adalah kebijakan minimum legal size di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Kajian yang dilakukan meliputi karakteristik usaha nelayan rajungan melalui analisis deskriptif, faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan melalui analisis linear berganda. Selain itu, dilakukan analisis kesejahteraan nelayan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size serta analisis pendapatan dan kelayakan usaha nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan. Penelitian ini juga mengkaji implikasi kebijakan minimum legal size dan kebijakan lain yang dapat diterapkan bersama kebijakan ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan.

Bogor, Agustus 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN KEORISINILAN ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.4 Manfaat Penelitian ... 6 1.5 Batasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Klasifikasi Rajungan ... 8

2.2 Morfologi Rajungan ... 9

2.3 Karakteristik Rajungan ... 10

2.4 Ukuran Kedewasaan Rajungan ... 11

2.5 Nelayan ... 12

2.6 Return Cost Ratio ... 14

2.7 Benefit Cost Analysis ... 15

2.8 Nilai Tukar Nelayan ... 16

2.9 Regresi Linear Berganda ... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 24

4.2 Metode Penelitian ... 24

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

4.4 Metode Analisis Data ... 25

4.4.1 Analisis Karakteristik Usaha Nelayan ... 26

4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda ... 27

4.4.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan ... 28

4.4.4 Analisis Kelayakan Usaha Rajungan ... 29

4.4.4.1 Return Cost Ratio ... 29

(11)

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 34

5.1 Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon ... 34

5.2 Topografis ... 34

5.3 Demografi ... 35

5.4 Potensi Sumberdaya ... 36

5.5 Kondisi Perikanan ... 37

5.5.1 Produksi dan Nilai Produksi ... 37

5.5.2 Sarana dan Prasarana ... 38

5.5.3 Musim dan Daerah Penangkapan ... 39

5.6 Karakteristik Nelayan Responden ... 40

5.6.1 Umur Nelayan ... 40 5.6.2 Pengalaman Nelayan ... 41 5.6.3 Tingkat Pendidikan ... 42 5.6.4 Pekerjaan Sampingan ... 44 5.7 Unit Penangkapan ... 45 5.7.1 Alat Tangkap ... 45 5.7.2 Perahu ... 47 5.7.3 Nelayan ... 47

5.7.4 Bahan Bakar Solar ... 48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan ... 49

6.1.1 Operasi Penangkapan ... 49

6.1.2 Pemasaran Hasil Tangkapan ... 51

6.1.3 Rumah Tangga Nelayan ... 53

6.1.4 Kondisi Ekonomi Sosial Masyarakat ... 54

6.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan ... 55

6.2.1 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan terhadap Pendapatan Nelayan ... 56

6.2.2 Hubungan Jumlah Awak Kapal terhadap Pendapatan Nelayan ... 56

6.2.3 Hubungan Jumlah Trip Melaut terhadap Pendapatan Nelayan ... 57

6.2.4 Hubungan Pengalaman terhadap Pendapatan Nelayan ... 58

6.2.5 Hubungan Biaya Melaut terhadap Pendapatan Nelayan ... 58

6.2.6 Hubungan Jumlah Alat Tangkap terhadap Pendapatan Nelayan ... 59

6.2.7 Hubungan Pendapatan Lain terhadap Pendapatan Nelayan ... 59

6.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan ... 60

6.4 Analisis Struktur Penerimaan ... 61

6.5 Analisis Struktur Biaya ... 62

6.5.1 Biaya Penyusutan ... 63

6.5.1.1 Biaya Penyusutan Perahu ... 63

6.5.1.2 Biaya Penyusutan Mesin ... 64

6.5.1.3 Biaya Penyusutan Alat Tangkap ... 64

6.5.2 Biaya Perawatan ... 64

6.5.2.1 Biaya Perawatan Perahu ... 65

(12)

6.5.2.3 Biaya Perawatan Alat Tangkap ... 66

6.5.3 Biaya Operasional Penangkapan ... 67

6.6 Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan ... 68

6.7 Analisis Kelayakan Usaha ... 71

6.8 Implikasi Kebijakan ... 72

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

7.1 Kesimpulan ... 75

7.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 80

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Tahun 2005-2007 .... 2

2 Jumlah sampel menurut unit penangkapan rajungan Desa Gebang Mekar ... 25

3 Matriks Metode Analisis Data ... 26

4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2010 ... 35

5 Kelompok Umur Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2008 ... 36

6 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Tahun 2006-2010 Kabupaten Cirebon ... 37

7 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Rajungan Tahun 2006-2010 Kabupaten Cirebon … ... 38

8 Jumlah Responden Berdasarkan Sebaran Umur Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ………... ... 41

9 Jumlah Responden Berdasarkan Pengalaman Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ………….. ... 42

10 Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ... 43

11 Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan Desa Gebang Mekar Tahun 2011 .. ... 44

12 Banyak Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2010 …. ... 45

13 Komponen Biaya Penyusutan Jaring Kejer …………... ... 63

14 Komponen Biaya Penyusutan Bubu Lipat ……… ... 63

15 Komponen Biaya Perawatan Perahu ……….. ... 65

16 Komponen Biaya Perawatan Mesin ... 66

17 Komponen Biaya Perawatan Alat Tangkap …………... ... 67

18 Komponen Biaya Operasional Jaring Kejer ... 68

19 Komponen Biaya Operasional Bubu Lipat ... 68

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Spesies Rajungan Portunus pelagicus ………. ... 9

2 Diagram Alur Kerangka Pemikiran ………. ... 23

3 Pelabuhan Pendaratan Ikan Desa Gebang Mekar ………. ... 39

4 Bubu Lipat ……… ... 50

5 Jaring Kejer ………. ... 51

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuesioner penelitian ... 81

2 Data Karakteristik Responden Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ... 84

3 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Nelayan Rajungan Tahun 2011 86 4 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ... 90

5 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Setelah Kebijakan ... 91

6 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ... 93

7 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Bubu Lipat Setelah Kebijakan ... 93

8 Besarnya Penerimaan Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap Sebelum dan Setelah Kebijakan ... 94

9 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ... 95

10 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Jaring Kejer Setelah Kebijakan ... 95

11 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ... 96

12 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Bubu Lipat Setelah Kebijakan ... 96

13 Analisis Finansial Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ... 97

14 Analisis Finansial Jaring Kejer Setelah Kebijakan ... 98

15 Analisis Finansial Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ... 99

(16)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Secara geografis Indonesia mempunyai zona maritim yang sangat luas yaitu, sebesar 5,8 juta km2 yang terdiri dari laut territorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17 480 pulau dan garis pantai sepanjang 95 181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Kekayaan sumberdaya alam yang begitu besar menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, salah satunya adalah potensi wilayah pesisir dan laut.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya kelautan yang besar dan khususnya memiliki peluang sebagai salah satu negara pengekspor produk sumberdaya perikanan. Pada tahun 2007, Indonesia menempati posisi ke 12 negara pengekspor ikan di dunia yaitu sebesar dua persen, sedangkan pada posisi pertama adalah China sebesar 11 persen, lalu Norwegia sebesar tujuh persen dan Thailand enam persen1.

Salah satu hasil laut yang banyak dieskpor adalah rajungan (Portunus

pelagicus)-(Blue Swimming Crab). Rajungan merupakan komoditi ekspor

perikanan penting di Indonesia selain dari udang dan tuna. Pada Tabel 1 dapat dilihat nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditi pada tahun 2005-2007. Komoditas udang dari tahun 2005-2007 menempati urutan pertama untuk nilai

1

www.waspada.co.id Diakses 28 Februari 2011

(17)

ekspor hasil perikanan. Komoditas udang memiliki nilai ekspor sebesar US$ 1 029 935 000 menurun dari tahun sebelumnya. Urutan kedua terdapat komoditas tuna dan nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun dan memiliki nilai ekspor pada tahun 2007 sebesar US$ 304 348 000. Urutan ketiga terdapat komoditas ikan lainnya yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 568 420 000. Urutan keempat terdapat komoditas kepiting yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 179 189 000.

Tabel. 1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Tahun 2005-2007 (US$)

No Komoditi 2005 2006 2007

1 Udang 984 130 000 1 115 963 000 1 029 935 000 2 Tuna/Cakalang 246 303 000 250 567 000 304 348 000 3 Ikan lainnya (ikan putih, cumi dll) 366 414 000 449 812 000 568 420 000 4 Kepiting 130 905 000 134 825 000 179 189 000 5 Lainnya (ikan hias, rumput laut dll) 221 553 000 152 305 000 177 028 000 Total 1 913 305 000 2 103 472 000 2 258 902 000 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008

Total ekspor Rajungan selama bulan Januari-Mei 2010 mencapai 9 000 ton dengan nilai US$ 84 juta apabila dirata-ratakan eksportir Indonesia mengirim 1 800 ton rajungan. Jumlah ini naik 13,68 persen jika dibandingkan dengan ekspor 2009 sebanyak 1 583,3 ton per bulan2.

Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dieskpor terutama ke Amerika dan seperti China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia dan sejumlah negara Eropa lainnya. Rajungan dalam bentuk segar di ekspor ke Singapura dan Jepang. Sedangkan rajungan dalam bentuk olahan kaleng diekspor ke Belanda. Hingga saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi rajungan di alam.

2

(18)

Banyak stakeholder yang terlibat dalam crab fishery salah satunya adalah nelayan, sedangkan hasil tangkapan nelayan mengalami penurunan dan berakibat pada tingkat kesejahteraan nelayan saat ini. Hal ini menunjukkan peningkatan upaya penangkapan (catching effort) yang dilakukan oleh para nelayan dan tidak menghasilkan manfaat ekonomis maksimal.

Guna mengantisipasi kecenderungan peningkatan penangkapan rajungan yang berukuran kecil dan menyebabkan rajungan tidak bisa mencapai usia dewasa untuk berkembang biak, diperlukan kebijakan untuk membatasi tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang optimal dan berkelanjutan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan regulasi pendekatan ukuran minimum atau minimum legal size sebagai dasar dalam merancang kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan rajungan yang berkelanjutan dan dampaknya terhadap kesejahteraan nelayan rajungan.

Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon merupakan produsen penghasil perikanan laut terbesar di Kabupaten Cirebon dengan produksi sebesar 9 144 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2010). Desa Gebang Mekar adalah salah satu desa di Kecamatan Gebang yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan yang menangkap rajungan. Alat tangkap rajungan yang digunakan oleh nelayan disana adalah jaring kejer, bubu lipat dan jaring arad. Namun, alat tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap rajungan hanya jaring

kejer dan bubu lipat sedangkan jaring arad merupakan alat tangkap yang tidak

ramah lingkungan (illegal).

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Gebang Mekar merupakan salah satu basis penangkapan rajungan terbesar di Kabupaten Cirebon. Pemerintah

(19)

Kabupaten belum menerapkan kebijakan untuk rajungan dalam bentuk minimum

legal size sehingga kajian mengenai perkiraan dampak kebijakan ini dapat

menjadi referensi dalam penerapan kebijakan tersebut dan dampaknya bagi nelayan sehingga dapat mengoptimalkan tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang ada dengan memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya rajungan dan kesejahteraan nelayan.

1.2 Perumusan Masalah

Saat ini Indonesia tidak mempunyai pengaturan terhadap penangkapan rajungan, nelayan dapat menangkap rajungan dalam berbagai ukuran dan menjualnya kepada tengkulak atau perusahaan-perusahaan rajungan. Penangkapan ikan di bawah ukuran dapat menyebabkan penipisan stok, karena rajungan tidak mencapai maturity. Berdasarkan beberapa penilitian disebutkan ukuran yang tepat adalah sekitar 8,5-10 cm lebar cangkang. Sebagian besar perikanan di dunia mulai dengan proses manajemen yang sederhana untuk melindungi stok spesies yang banyak dieksploitasi. Pendekatan yang umum digunakan adalah dengan menggunakan minimum legal size untuk menjamin bahwa spesies tersebut dapat mencapai usia dewasa dan berkembang biak sebelum ditangkap oleh nelayan.

Implementasi kebijakan ini dalam perikanan dapat memiliki efek positif dan negatif. Dalam jangka pendek dapat mengurangi jumlah penangkapan dan akan berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Namun, dalam jangka panjang maka stok ikan dapat dipertahankan, dengan kata lain para nelayan akan mengalami kerugian pada jangka pendek namun akan meningkatkan keuntungan pada jangka panjang.

(20)

Indonesia merupakan negara kepualuan terbesar di dunia tetapi, masyarakat dan nelayannya masih hidup di bawah tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk Indonesia. Kemiskinan masyarakat nelayan di daerah pesisir bersifat struktural. Hal ini ditengarai karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar nelayan seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan infrastruktur. Kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses informasi, teknologi dan permodalan, menyebabkan posisi tawar nelayan semakin lemah. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 menunjukkan, jumlah nelayan di Indonesia hingga 2008 mencapai 2 240 067 nelayan3.

Industri pengolahan rajungan dan perusahaan pengekspor rajungan serta nelayan khawatir terhadap dampak negatif yang akan diterima jika regulasi mengenai ukuran minimum diberlakukan. Hal ini akan merugikan nelayan dalam waktu singkat, karena mereka akan lebih memilih untuk menangkap rajungan ukuran kecil agar nelayan tetap mendapatkan penghasilan karena rajungan ukuran besar semakin sulit untuk didapatkan terutama di daerah utara Jawa.

Namun, apabila pemerintah dan perusahaan tidak mengeluarkan kebijakan untuk mengontrol penangkapan rajungan kecil akan memberikan dampak ekonomi negatif pada industri, nelayan dan semua stakeholder yang terlibat dalam perikanan tersebut. Selain itu, pemulihan stok ikan akibat deplesi jauh lebih sulit daripada membuat kebijakan saat ini.

Permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini?

3

(21)

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan saat ini?

3. Berapa nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan bagaimana dampak ekonomi diterapkannya kebijakan minimum legal size?

4. Bagaimana kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan dampak diterapkannya kebijakan minimum legal size?

5. Apa saja instrumen kebijakan yang tepat untuk diterapkan agar kebijakan

minimum legal size dapat berjalan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan saat ini.

3. Memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan setelah

minimum legal size.

4. Menilai kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan setelah minimum

legal size.

5. Mengkaji penerapan kebijakan minimum legal size.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi : 1. Bagi peneliti

Sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

(22)

2. Bagi akademisi

Sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

3. Bagi pemerintah

Sebagai bahan acuan dalam menerapkan kebijakan terhadap sumberdaya perikanan serta dampak positif dan negatif yang akan diterima oleh masyarakat.

4. Bagi masyarakat

Sebagai bahan informasi mengenai dampak positif dan negatif dari sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini memiliki batas-batas :

1. Terdapat tiga alat tangkap yang ada di tempat penelitian yaitu jaring kejer, bubu lipat dan jaring arad. Namun, untuk semua analisis di skripsi ini hanya berdasarkan dua alat tangkap yang legal yaitu jaring kejer dan bubu lipat. Sedangkan, jaring arad tidak dihitung karena merupakan jaring yang

illegal.

2. Preferensi nelayan mengenai kebijakan tidak diteliti.

3. Kesejahteraan nelayan yang dibahas dalam penelitian ini hanya meliputi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan subsisten nelayan.

4. Analisis yang digunakan dalam kelayakan usaha nelayan adalah benefit

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Rajungan

Sistematika rajungan (Stephenson dan Chambell, 1959) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria

Divisi : Eucoelomata Section : Protostomia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Reptantia Seksi : Brachyura

Sub Seksi : Branchyrhyncha Famili : Portunidae

Sub Famili : Portunninae

Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus Beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar merupakan rajungan. Nilai gizi dari bagian tubuh jenis kepiting yang dapat

(24)

dimakan (edible portion) mengandung protein 65,72 persen; mineral 7,5 persen; dan lemak 0,88 persen 4.

Sumber: unlimited4sedoyo.wordpress.com

Gambar 1. Spesies Rajungan (Portunus pelagicus)

2.2 Morfologi Rajungan

Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, rajungan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Bila kepiting hidup di perairan payau, seperti hutan bakau atau di pematang tambak, rajungan hidup di dalam laut. Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim di dasar laut.

Rajungan memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri Sembilan buah dimana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai lima pasang kaki, yang terdiri atas satu pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, tiga pasang kaki sebagai sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami

4

(25)

modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang (swimming crab). Kaki jalan pertama tersusun atas daktilus yang berfungsi sebagai capit, propodos, karpus dan merus.

Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri sebanyak sembilan buah yang terdapat pada sebelah kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran sekitar 30 cm (12 inchi). Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri. Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar.

Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda umur yang sama. Jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Lalu betina berwarna lebih coklat. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar. Rajungan betina berwarna kehijau-hijuan dengan bercak-bercak putih agak suram. Rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak putih terang. Perbedaan ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa.

2.3 Karakteristik Rajungan

Salah satu hasil perikanan saat ini yang mulai berkembang pesat dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah rajungan. Rajungan berbeda dengan kepiting, rajungan hanya hidup di laut sedangkan kepiting dapat hidup di

(26)

darat. Rajungan dapat dicirikan dengan warna karapasnya yang bermacam-macam. Duri akhir pada kedua sisi kerapas relatif panjang dan runcing. Rajungan ditemukan disetiap tempat yang perairan pantainya dangkal, kedalaman laut antara 10-30 m, dilaut yang tidak berangin atau berombak besar, di payau, di lubang pantai dan tambak.

Perairan Indonesia mempunyai beberapa jenis rajungan yang semuanya dapat dimakan, tetapi tidak banyak dijumpai seperti rajungan biasa. Beberapa rajungan yang terdapat di perairan Indonesia diantaranya rajungan angin (Portunus sanguinalentus), rajungan karang (Hrybdis curciata) dan rajungan batik (Chrybdis natator). Jenis rajungan yang umum dimakan ialah jenis jenis-jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub family portuniade dan podopthalminae. Jenis rajungan yang terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah rajungan bintang (Portunus pelagicus) (Juwana dan Kasijan, 2000 dalam Gardenia ,2006).

2.4 Ukuran Kedewasaan Rajungan

Rajungan menjadi dewasa sekitar usia satu tahun. Ukuran saat kematangan terjadi dapat berubah terhadap derajat garis lintang atau lokasi dan antar individu di lokasi manapun. Betina terkecil rajungan yang telah diobservasi memiliki

moult/pergantian kulit yang cukup umur di Peel-Harvey Estuary ukuran terkecil

adalah 89 mm CW, sedangkan di Leschenault Estuary ukuran terkecil adalah 94 mm CW (Smith, 1982, Campbell & Fielder, 1986, Sukumaran & Neelakantan, 1996, dan Potter et al. 1998 dalam Gardenia, 2006). Karapas rajungan dapat berkembang hingga 21 cm dan mereka dapat berukuran hingga seberat 1 kg (Abyss, 2001).

(27)

Rajungan di perairan Australia Selatan dikatakan legal jika panjangnya lebih dari 11 cm yang diukur dari sisi ke sisi pada dasar tulang punggung atau dasar duri. Batas ukuran sedang digunakan di semua perairan. Selama pemijahan kemungkinan terdapat masa telur di bawah lapisan pada betina. Rajungan yang masih ada telurnya dilindungi sepenuhnya di perairan. Rajungan pada ukuran tersebut telah matang secara seksual dan telah memproduksi setidaknya 2 kelompok telur untuk satu musim (Kangas dalam Gardenia, 2006).

Rajungan mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian rajungan-rajungan tersebut telah mampu bereproduksi. Adapun yang mempunyai nilai ekonomis setelah mempunyai lebar karapas antara 95-228 mm (Rounsenfell, 1975 dalam Gardenia, 2006). Batasan ukuran rajungan yang dianggap telah mencapai dewasa mempunyai beberapa pendapat diantaranya adalah 9 cm CW dan 3,7 cm CL (Kumar et al. 2000, Rounsefell, 1975 dalam Gardenia, 2006).

2.5 Nelayan

Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan).

Nelayan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 adalah orang yang melakukan pekerjaan menangkap ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Aspek pendukung dalam industri perikanan tangkap

(28)

antara lain yaitu aspek pengadaan input, pemasaran dan pengolahan. Nelayan diartikan sebagai orang yang menjalankan usaha penangkapan ikan atau orang yang ikut mengoperasikan peralatan tangkap dan orang yang mempunyai kapal. Sedangkan orang yang melakukan pekerjaan membuat jaring, mengangkat alat-alat atau perlengkapan ke dalam kapal atau perahu tidak termasuk dalam kategori sebagai nelayan. Orang yang bermatapencaharian sebagai nelayan memilliki karakter keras, hal ini disebabkan kondisi alam yang dihadapi oleh para nelayan yang ekstrim dan memiliki resiko yang besar.

Berdasarkan kepemilikan modal dan peralatan, nelayan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Nelayan juragan adalah orang yang memiliki modal, kapal dan peralatan untuk menjalankan usaha penangkapan ikan.

2. Nelayan buruh atau Anak Buah Kapal (ABK) yaitu tenaga kerja yang melakukan penangkapan dan pengangkutan hasil tangkapan.

Antara nelayan juragan dan buruh (ABK) terdapat perbedaan status sosial, hal ini dikarenakan pembagian hasil tangkapan dari melaut. Juragan sebagai pemilik modal dan peralatan mendapatkan bagian yang lebih besar dan ditambah dengan biaya perawatan kapal dan peralatan, sedangkan buruh mendapatkan bagian lebih kecil yaitu sisa bagian hasil dari juragan dan bagian tersebut dibagi-bagi dengan buruh lainnya berdasarkan jumlah ABK yang ikut dalam kapal.

Nelayan dapat dibedakan berdasarkan teknologi yang dipakai untuk aktivitas menangkap ikan di laut, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan metode dan peralatan dan penangkapan yang lebih maju. Teknologi yang digunakan dalam usaha penangkapan bertujuan untuk

(29)

meningkatkan produksi semaksimal mungkin. Sedangkan, nelayan tradisional hanya mengandalkan alam dan pengalaman untuk mencari ikan. Pengalaman sangat penting dalam menentukan posisi kapal dan daerah penangkapan ikan. Peralatan dan metode untuk mengangkap ikan juga sangat sederhana, oleh karena itu hasil tangkapan yang diperoleh nelaya tradisional jauh lebih sedikit dibanding dengan nelayan modern.

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penangkapan ikan, nelayan dapat menggolongkan sebagai berikut:

1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Lamanya waktu yang dicurahkan sangat berpengaruh terhadap banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh, semakin lama waktu nelayan untuk menangkap ikan maka akan semakin banyak ikan hasil tangkapan yang diperoleh sehingga akan meningkatkan pendapatan nelayan (Monintja, 1989 dalam Yustiarani, 2008).

2.6 Return Cost Ratio (R-C Ratio)

Return Cost Ratio merupakan analisa yang bertujuan untuk menguji

seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usaha perikanan yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah penerimaan.

Jika R-C ratio > 1, maka usaha perikanan yang dijalankan mengalami keuntungan. Jika R-C ratio < 1, maka usaha perikanan tersebut mengalami

(30)

kerugian, sedangkan bila R-C ratio = 1, maka cabang usaha perikanan ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995 dalam Santoso et al, 2005).

2.7 Benefit Cost Analysis (BCA)

Tujuan-tujuan analisis dalam analisis usaha harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Manfaat dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya-biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek berjalan. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari besarnya output yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah selama proses produksi. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagi berikut :

1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang.

2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan.

3. Biaya lainnya.

Sedangkan menurut (Kadariah, 1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik dan atau penurunan biaya.

(31)

2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan adanya proyek tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa adanya efek multiplier, skala ekonomi yang lebih besar dan adanya

dynamic secondary effect.

3. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible

effect).

Kriteria yang biasanya digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Kriteria pertama adalah NPV (Net Present Value). Proyek atau kebijakan layak dilaksanakan jika NPV > 1, jika NPV = 0 pengembalian proyek hanya untuk biaya

social opportunity dari modal dan tingkat suku bunga, sedangkan jika NPV < 0

proyek atau kebijakan tidak layak dilaksanakan. Kriteria kedua adalah BCR (Benefit Cost Ratio). Jika nilai B/C lebih dari satu maka kebijakan atau proyek layak untuk dilaksanakan. Namun, apabila nilai B/C kurang dari satu maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999). Kriteria ketiga adalah Internal Rate of Return (IRR). Jika hasil yang didapat IRR > i (tingkat suku bunga) maka proyek atau kebijakan layak untuk dilaksanakan. IRR < i maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan.

2.8 Nilai Tukar Nelayan

Konsep nilai tukar (terms of trade) umumnya digunakan untuk menyatakan perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang

(32)

diperdagangkan antara dua atau lebih negara, sektor atau kelompok sosial ekonomi. Walaupun asal mula dan penggunaan yang lebih luas dari konsep ini berasal dari perdagangan internasional, dewasa ini konsep nilai tukar juga sering digunakan untuk membuat gambaran mengenai perubahan sistem harga dari barang-barang yang dihasilkan oleh sektor produksi yang berbeda dalam suatu negara. Penggunaan seperti ini timbul konsep mengenai nilai tukar sektor. Nilai tukar menurut (Soeharjo et al, 1980 dalam Ustriyana, 2005) dapat digunakan untuk keperluan dua macam analisis. Penggunaan yang pertama adalah sebagai alat deskripsi (descriptive tool). Sebagai alat deskripsi konsep ini digunakan untuk menerangkan dan menjelaskan secara statistik atau indeks mengenai kecenderungan jangka pendek dan jangka panjang tentang sejarah kelakuan barang-barang yang diperdagangkan. Penggunaan kedua yang sangat erat hubungannya dengan pertama, adalah sebagai alat untuk keperluan penetapan kebijakan (tool for policy).

NTN yang pada dasarnya merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya, NTN juga disebut sebagai Nilai Tukar Subsisten (Subsistence

Terms of Trade). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran

rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki et al, 2001 dalam Ustriyana, 2005). Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan kotor atau dapat disebut sebagai penerimaan rumah tangga nelayan

(33)

Perkembangan NTN dapat ditunjukan dalam Indeks Tukar Nelayan (INTN). INTN adalah rasio antara indeks total pendapatan terhadap indeks total pengeluaran rumah tangga nelayan selama waktu tertentu.

Asumsi dasar dalam penggunaan konsep NTN dan INTN tersebut adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari pertukaran ini dipakai untuk keperluan usaha menangkap ikan, baik untuk proses produksi (penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan, karena data yang tersedia tidak memungkinkan untuk memisahkan barang non nelayan yang benar-benar dipertukarkan dengan bahan pangan. Pengeluaran subsisten rumah tangga nelayan dapat diklasifikasikan sebagai :

1. Konsumsi harian makanan dan minuman 2. Konsumsi harian non makanan dan minuman 3. Pendidikan

4. Kesehatan 5. Perumahan 6. Pakaian 7. Rekreasi.

2.9 Regresi Linear Berganda

Regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (repons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk dan komponen sisaan e (error) (Juanda, 2009). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu

(34)

peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan e, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama.

Metode kuadrat terkecil OLS (Ordinary Least Square) digunakan untuk mendapatkan koefisien regresi parsial. Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau RSS) yaitu Σei minimum (terkecil). Pemilihan

model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Menurut (Firdaus, 2004) asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut :

1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional expcted Value) dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol.

2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif.

3. Varian bersyarat dari ε adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama asumsi homoskedastisitas.

4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam pengambilan contoh berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan ε.

5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan lainnya. 6. Sisaan didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang

(35)

Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best

linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model

regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak.

(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pemanfaatan sumberdaya alam merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa dihindarkan dan menjadi kebutuhan untuk masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya ini akan semakin tidak terkendali dengan semakin berkembangnya teknologi dan konsumsi masyarakat terhadap sumberdaya tersebut. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya merupakan hal yang penting untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Apabila pengelolaan berbasis wawasan lingkungan tidak dilakukan maka akan berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya tersebut.

Kabupaten Cirebon adalah salah satu wilayah yang memberikan kontribusi paling besar dari hasil penangkapan ikan di Provinsi Jawa Barat. Jumlah produksi di Kabupaten Cirebon sebesar 19 875 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2009). Rajungan adalah salah satu komoditas perikanan yang terdapat di Kabupaten Cirebon dan merupakan sumberdaya perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, permintaan rajungan dari negara-negara seperti Amerika, Belanda, China dan negara Asia lainnya sangat tinggi. Namun, kendala saat ini adalah rajungan yang ditangkap oleh nelayan akhir-akhir ini telah menunjukan adanya penipisan stok, rajungan semakin sulit didapatkan terutama di sekitar Utara Laut Jawa.

Salah satu penyebab penipisan stok rajungan adalah penangkapan rajungan yang belum sampai ke dalam tahap dewasa atau minimal berkembang biak satu kali telah ditangkap oleh nelayan sehingga stok rajungan tidak berada dalam kondisi yang berkelanjutan. Sehingga apabila tidak secepatnya diberlakukan suatu kebijakan untuk melindungi komoditas ini maka stok akan semakin menipis

(37)

sehingga bisa terjadi deplesi. Sedangkan pemulihan untuk stok deplesi jauh lebih sulit daripada menerapkan kebijakan saat ini. Alat tangkap rajungan yang tidak ramah lingkungan mempengaruhi jumlah populasi rajungan di alam, sehingga penipisan stok tidak bisa dihindari. Hal ini berdampak secara ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap semua stakeholder dalam crab fishery. Jumlah rajungan yang semakin berkurang akan menimbulkan persaingan antar nelayan. Salah satu kebijakan yakni minimum legal size dapat digunakan untuk menjaga stok rajungan agar tetap berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi nelayan dalam jangka panjang.

Kebijakan minimum legal size berdampak langsung terhadap pendapatan nelayan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis mengenai karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini dan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Apabila kebijakan minimum legal size diterapkan, diduga terdapat dampak terhadap pendapatan nelayan maupun kelayakan usaha nelayan rajungan.

Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki dampak positif dan negatif baik terhadap para stakeholder maupun sumberdaya rajungan. Oleh sebab itu, perlu dilakukakan kajian mengenai instrumen kebijakan yang sesuai agar keberlanjutan sumberdaya rajungan dapat dicapai. Secara singkat kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(38)

Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Overfishing, alat tangkap yang tidak ramah

lingkungan.

Kebijakan berupa minimum legal size untuk menjaga stok rajungan agar tetap berkelanjutan dan memberikan mafaat bagi nelayan rajungan

Menganalisis nilai kesejahteraan nelayan saat ini

dan apabila kebijakan

minimum legal size

diterapkan

Nilai Tukar Nelayan (NTN)

Instrumen kebijakan yang tepat dalam kebijakan

minimum legal size

Keberlanjutan sumberdaya rajungan

Menganalisis kelayakan usaha nelayan saat ini dan saat

penerapan kebijakan

Return Cost Ratio dan Cost Benefit Analysis Dampak ekonomi pendapatan nelayan Faktor-faktor yang mempegaruhi pendapatan nelayan Karakteristik usaha nelayan saat ini Analisis

Deskriptif Regresi Linear

Berganda Sumberdaya perikanan

(39)

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April – Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan hasil penelitian. Lokasi penelitian bertempat di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena Kacamatan Gebang merupakan produsen penghasil perikanan laut terbesar di Kabupaten Cirebon dengan produksi sebesar 9 144 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2010).

4.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survei. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka metode penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan secara sengaja, karena Kecamatan Gebang Mekar merupakan produsen rajungan terbanyak di Kabupaten Cirebon. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini dilakukan analisis perkiraan dampak kebijakan terhadap nelayan rajungan dengan dua alat tangkap jaring kejer dan bubu lipat.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung ke lokasi penelitian. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap unit penangkapan rajungan serta wawancara menggunakan kuesioner kepada nelayan sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian. Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran1. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat tangkap

(40)

rajungan, nelayan dan para stakeholder di lokasi penelitian. Data sekunder berupa produksi dan nilai produksi rajungan tahunan (time series data) Kabupaten Cirebon, produksi dan nilai produksi seluruh komoditas perikanan Kabupaten Cirebon, gambaran umum perikanan di Kabupaten Cirebon dan gambaran umum wilayah penelitian, yang diperoleh melalui berbagai sumber data yang relevan berupa buku referensi, laporan kegiatan, jurnal ilmiah, internet serta informasi dan sumber dari instansi terkait. Mengingat keterbatasan sumberdaya penelitian (tenaga, waktu dan dana) jumlah sampel yang akan diamati dibatasi sekurang-kurangnya 10 persen dari unit populasi untuk setiap unit penangkapan rajungan (bubu lipat dan jaring kejer). Perbandingan antara jumlah dengan populasi jenis alat tangkap rajungan yang menjadi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Pemilihan unit tersebut dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan cara memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan diteliti (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985).

Tabel 2. Jumlah sampel menurut unit penangkapan rajungan di Desa Gebang Mekar

No Jenis Alat Tangkap Rajungan

Populasi (Unit) Jumlah Sampel (Unit) 1 Bubu Lipat 20 5 2 Jaring Kejer 924 30 Jumlah 944 35

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2006

4.4 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh lalu dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 3. di bawah ini :

(41)

Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Mengidentifikasi karakteristik Data primer Analisis deskriptif

usaha nelayan saat ini

2 Mengidentifikasi faktor-faktor Data primer Regresi linear berganda

yang mempengaruhi

pendapatan nelayan

3 Memperkirakan nilai Data primer Nilai Tukar Nelayan

kesejahteraan nelayan (NTN)

4 Menilai kelayakan Data primer Cost Benefit Analysis

mata pencaharian dan Return Cost Ratio

Nelayan

5 Mengkaji instrumen Data sekunder Instrumen kebijakan

kebijakan yang tepat untuk

diterapkan agar regulasi

minimum legal size

tetap berjalan

4.4.1 Analisis Karakteristik Usaha Nelayan

Metode analisis yang digunakan untuk mengkaji karakteristik usaha nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon adalah metode analisis deskriptif. Metode ini adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005). Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta. Sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney, 1960 dalam Nazir, 2005).

Beberapa hal yang dikaji dalam analisis deskriptif mengenai karakteristik nelayan yang akan dijelaskan dengan menggunakan analisis deskriptif ini antara lain operasi penangkapan nelayan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan, lingkungan sosial dan ekonomi nelayan (Charles, 2000). Penjelasan ini

(42)

diilakukan untuk memberi gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta karakteristik nelayan saat ini.

4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Pendapatan nelayan (Y) merupakan fungsi dari beberapa variabel bebas, yaitu:

Y = f(X1, X2, X3, X4, X5, X6, D, e)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan tersebut dianalisis dengan metode regresi linear berganda pada aplikasi Statistical Product and Service

Solution (SPSS) 15. Model yang digunakan adalah model regresi linear berganda.

Persamaan regresi besarnya pendapatan nelayan adalah sebagai berikut : Yi = β0 + β1X1i - β2X2i + β3X3i + β4X4i - β5X5i + β6X6i – β7Di + εi

Dimana :

Yi = Pendapatan nelayan (Rp) β0 = Intersep

β1,..β7 = Koefisien regresi

X1 = Jumlah hasil tangkapan (Kg) X2 = Jumlah awak kapal (Orang) X3 = Jumlah trip melaut (Hari) X4 = Pengalaman (Tahun) X5 = Jumlah biaya melaut (Rp) X6 = Jumlah alat tangkap (Unit)

D = Pendapatan lain (ada = 1; tidak ada = 0) і = Responden ke-I (1,2,3…,n)

(43)

ε = Galat

Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan teori-teori dan observasi ke tempat penelitian.

4.4.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan

Analisis data mengenai penurunan kesejahteraan nelayan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki dkk, 2001 dalam Ustriyana, 2005). Asumsi yang digunakan dalam NTN adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari pertukaran ini dipakai untuk keperluan usaha penangkapan ikan, baik untuk proses produksi (penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan. NTN dapat dirumuskan sebagai berikut :

NTN = Yt/Et Yt = YFt+YNFt Et = EFt+EKt Dimana :

Yt = Total penerimaan (Rp/Bulan)

YFt = Total penerimaan nelayan dari usaha perikanan (Rp/Bulan) YNFt = Total penerimaan nelayan dari non perikanan (Rp/Bulan) Et = Total pengeluaran (Rp/Bulan)

EFt = Total pengeluaran nelayan untuk usaha perikanan (Rp/Bulan)

EKt = Total pengeluaran nelayan untuk konsumsi keluarga nelayan (Rp/Bulan) t = Periode waktu (Bulan)

(44)

Analisis kesejahteraan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya sebelum dan setelah kebijakan.

4.4.4 Analisis Kelayakan Usaha Nelayan

Analisis kelayakan usaha rajungan digunakan untuk mengetahui apakah

usaha nelayan saat ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Digunakan metode analisis return cost ratio untuk jangka pendek dan benefit cost analysis (BCA) untuk jangka panjang.

4.4.4.1 Return Cost Ratio

Metode R-C ratio menunjukkan suatu nilai sebagai indikator apakah usaha nelayan rajungan masih menguntungkan untuk dijalankan dalam jangka pendek apabila kebijakan minimum legal size diterapkan. Besarnya biaya, pendapatan dan R-C ratio menggunakan rumus (Hermanto, 1993 dalam Santoso et al, 2005): Biaya produksi (C) : TC = TFC + TVC ………. (1) Keterangan:

TC = Total Cost / biaya total (Rp)

TFC = Total Fixed Cost / total biaya tetap (Rp) TVC = Total Variable Cost / total biaya variabel (Rp)

Pendapatan (I) : I = TR – TC ; TR = y . Hy ………. (2) Keterangan:

I : Pendapatan (Rp)

TR : Total Revenue / total penerimaan (Rp) TC : Total Cost / total pengeluaran (Rp) Hy : Harga jual rajungan (Rp)

(45)

y : Jumlah rajungan R-C ratio:

(TR/TC) = Penerimaan (TR) ………. (3) Pengeluaran (TC)

Penyusutan:

Penyusutan = Biaya Investasi – Nilai Sisa ... (4) Umur Teknis

Kriteria : C ratio > 1, maka usaha nelayan rajungan menguntungkan, R-C ratio < 1, maka usaha nelayan rajungan tidak menguntungkan, R-R-C ratio = 1 maka usaha nelayan rajungan impas.

4.4.4.2 Benefit Cost Analysis (BCA)

Benefit Cost Analysis (BCA) merupakan metode yang digunakan untuk

mengetahui kelayakan usaha nelayan dan apabila kebijakan minimum legal size diterapkan. BCA menunjukkan nilai dari beberapa indikator untuk melihat kelayakan usaha nelayan rajungan dalam jangka panjang. Tujuan-tujuan analisis dalam analisis usaha harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Tiga indikator yang harus dipenuhi untuk mengetahui apakah usaha perikanan layak untuk diterapkan yaitu:

Net Present Value (NPV) merupakan selisih dari nilai investasi sekarang

dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.

∑ ( )

(46)

Keterangan:

Bt = keuntungan pada tahun ke-t

Ct = biaya pada tahun ke-t

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n)

n = umur teknis proyek

Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara

jumlah present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al, 1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut :

Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al, 1999).

(47)

Keterangan : B = benefit C = cost

i = discount rate t = periode

IRR adalah discount factor yang membuat NPV = 0 dengan rumus yaitu :

Keterangan :

і' = nilai suku bunga yang menyebabkan NPV positif і" = nilai suku bunga yang menyebabkan NPV negatif

NPV' = NPV dan tingkat suku bunga (і') NPV" = NPV dengan tingkat suku bunga (і")

Jika hasil yang didapat IRR > і maka proyek atau kebijakan layak untuk dilaksanakan. IRR < і maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk

dilaksanakan.

Analisis finansial dilakukan dengan beberapa asumsi yang merupakan prediksi terhadap kondisi yang tidak dapat diketahui secara pasti. Diharapkan dengan asumsi yang ditetapkan hasil estimasi tidak akan berbeda nyata dengan kondisi aktual di lapangan. Berikut asumsi-asumsi yang mendasari perhitungan finansial:

1. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada tingkat nelayan bukan harga yang berlaku di pasar;

(48)

3. Umur proyek ditetapkan 10 tahun berdasarkan umur teknis komponen utama usaha penangkapan yaitu kapal;

4. Discount factor yang digunakan merupakan tingkat suku bunga pinjaman BI pada saat penelitian dilakukan (6,75%).

(49)

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon

Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak pada lintang 06°30’ LS-07°00’ LS dan 108°40’ BT. Wilayah tersebut

mempunyai ketinggian 0-130 m di atas permukaan laut. Kedalaman perairan berkisar antara 0-20 m dengan dasar perairan lumpur dan lumpur berpasir. Secara keseluruhan wilayah ini mempunyai luas 981 029 km2 dengan pantai sepanjang ±54 km (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011).

Gebang Mekar merupakan salah satu desa pantai yang berada di Kecamatan Gebang dan merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Cirebon yang berada di wilayah timur dengan luas wilayah 242 615 m2. Secara geografis Desa Gebang Mekar berada pada posisi 108°43’5” BT dan 6°49’ LS. Desa Gebang mekar secara administrasi terdiri dari empat dusun, 06 rukun warga (RW) dan 18 rukun tetangga (RT) yang dipisahkan oleh sungai tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan. Desa Gebang Mekar terletak di wilayah paling utara Kecamatan Gebang, dengan batas administratif sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Desa Gebang Ilir Sebelah Selatan : Desa Gebang Ilir Sebelah Barat : Desa Gebang Kulon

5.2 Topografis

Secara topografi Kabupaten Cirebon mempunyai ketinggian antara 0-130 meter di atas permukaan laut dan dibedakan menjadi dua bagian yaitu daerah dataran rendah yang terletak di sepanjang Pantai Utara Jawa antara lain: Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Arjawinangun, Klangenan, Cirebon Utara,

(50)

Tengah Tani, Weru, Mundu, Astanajapura, Lemahabang, Pangenan, Karangsembung, Waled, Babakan, Ciledug dan Losari, sedangkan lainnya termasuk pada daerah dataran sedang dan tinggi. Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai, terutama bagian Utara, Timur dan Barat, sedangkan di sebelah Selatan adalah daerah perbukitan. Desa Gebang Mekar terletak di daerah dataran rendah yaitu di pesisir.

5.3 Demografi

Jumlah penduduk Desa Gebang Mekar berdasarkan data statistik pada tahun 2010 tercatat sebanyak 6 341 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3 339 atau 52,66 persen dan perempuan sebanyak 3 002 jiwa atau 47,34 persen (Desa Gebang Mekar, 2010). Mata pencaharian penduduk Desa Gebang Mekar yaitu sebagai nelayan, petani, wiraswasta/pengusaha, buruh, Pegawai Negri Sipil dan TNI POLRI. Mayoritas mata pencaharian penduduk di Desa Gebang Mekar adalah sebagai nelayan dengan presentase sebesar 91,80 persen, kemudian diikuti oleh wiraswasta/pengusaha dengan presentase sebesar 5,77 persen. Daftar mata pencaharian penduduk Desa Gebang Mekar disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2010 Mata Pencaharian Jumlah (orang) Presentase (%)

Petani 15 0,49 Nelayan 2 800 91,80 Wiraswasta/pengusaha 176 5,77 Buruh 46 1,51 PNS 6 0,20 TNI POLRI 7 0,23 Jumlah 3050 100

(51)

Jumlah penduduk di Desa Gebang Mekar dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu kelompok umur muda (0-17 tahun), kelompok usia kerja 18-56 tahun (umur produktif) dan kelompok umur tua (56 tahun ke atas). Kelompok umur di Desa Gebang Mekar dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Kelompok Umur Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2008

Kelompok Umur Jumlah Penduduk (Orang)

0-17 1 807

18-56 3 749

56+ 746

Sumber : Desa Gebang Mekar, 2008 (diolah)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Gebang Mekar yang usia produktif lebih besar dari kelompok umur muda yaitu sebesar 3 749 orang sedangkan usia tua dari data sekunder sebesar 746 orang. Dengan demikian sebagian besar penduduk Gebang Mekar dalam usia kerja (umur produktif).

5.4 Potensi Sumberdaya Perikanan

Potensi sumberdaya ikan yang tertangkap terdiri dari berbagai jenis ikan ekonomis penting. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Kabupaten Cirebon diantaranya ikan manyung (Arius thalassinus), kakap (Lates calcalifer), bambangan (Lutjanus sanguineus), lidah (Cynoglossus bilineatus), pepetek (Leiognathus splenden), ekor kuning (Caesio erythrogaster), kurisi (Nemipterus

hekodon), cucut (Hemigaleus argentata), pari (Dasyatis sp), bawal putih (Pampus

argentus), bawal hitam (Formio niger), alu-alu (Sphyraena sp), talang-talang

(Chorinemus tala), belanak (Mugil cepalus), kuro (Elentheronema tetradacty), julung-julung (Hemirhampus sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera acuta), tembang (Sardinella sp), kembung (Rastrelliger sp), tenggiri (Scomberomorus

Gambar

Gambar 1. Spesies Rajungan (Portunus pelagicus)
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
Tabel  2.  Jumlah  sampel  menurut  unit  penangkapan  rajungan  di  Desa  Gebang Mekar
Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia merupakan negara tropis dengan temperatur yang tinggi yang membantu bakteri untuk tumbuh, membelah diri, dan berkembang biak dengan cepat sehingga mudah

Kekalahan Koalisi Merah Putih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2014 di Kecamatan Logas Tanah Darat dapat terjadi akibat peran Kepala

Pada kelompok perlakuan terlihat peningkatan nilai rata-rata viabilitas spermatozoa dengan pemberian ekstrak etanol sanrego pada dosis 25 mg/kgbb/hari menjadi 59,2 %, dan pada dosis

bagi masyarakat yang kemudian dalam pengembaliannya bank diperkenankan memperoleh bunga atau pembagian hasil keuntungan dan begitupun sebaliknya. Usaha perbankan ternyata

Tabel 5.12 Distribusi skor, frekuensi dan persentase komponen dimensi empati pelayanan perawatan luka home care di Kota

Dengan demikian, pesan moral yang ingin disampaikan tanda kolom Muhasabah edisi Juli 2006 adalah mengajak umat manusia untuk senantiasa waspada dan harus mampu

Unsur sejarah taman kota dibangkitkan karena mempunyai kaitan erat dengan sejarah dari perkembangan kota, di mana sebuah taman kota dapat berperan sebagai jejak

Identifikasi kata maju dan mundur dilakukan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan yang sama dengan jaringan syaraf tiruan buat training dengan bobot yang digunakan adalah