• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTRUSI DEBRI KE PERIAPEKS ANTARA PREPARASI SALURAN AKAR MENGGUNAKAN GERAKAN ROTASI KONTINYU DAN RESIPROKAL (EKSPERIMENTAL LABORATORIK) TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSTRUSI DEBRI KE PERIAPEKS ANTARA PREPARASI SALURAN AKAR MENGGUNAKAN GERAKAN ROTASI KONTINYU DAN RESIPROKAL (EKSPERIMENTAL LABORATORIK) TESIS"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

EKSTRUSI DEBRI KE PERIAPEKS ANTARA PREPARASI

SALURAN AKAR MENGGUNAKAN GERAKAN

ROTASI KONTINYU DAN RESIPROKAL

(EKSPERIMENTAL LABORATORIK)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Ilmu Konservasi Gigi

TRINI SANTI PRAMUDITA 1006785345

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI

JAKARTA NOVEMBER 2012

(2)
(3)
(4)

iv Universitas Indonesia KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan karunia dan kuasa-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian yang tertuang dalam tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Universitas Indonesia.

Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ijinkan saya untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan spesialis, serta kepada Prof. Bambang Irawan, drg., PhD dan jajarannya selaku Dekan dan Pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, yang telah memberikan izin kepada saya untuk mengikuti program ini.

2. Dr. Ellyza Herda, drg., Msi selaku Manajer Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan Bambang Nursasongko, drg., SpKG(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia atas kesempatan dan arahan yang diberikan dalam menjalankan program pendidikan.

3. Dr. Endang Suprastiwi, drg., SpKG(K), selaku Koordinator Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2011-2012 dan Kamizar, drg. SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2010-2011, atas arahan, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan.

4. Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K), selaku Koordinator Pendidikan Pasca Sarjana FKG UI sekaligus pembimbing I, yang senantiasa menyediakan waktu dan tenaga, mencurahkan pikiran dan dukungan berharga bagi penulis sampai studi ini dapat terselesaikan.

(5)

5. Gatot Sutrisno, drg., SpKG(K) selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi selama penelitian dan penulisan tesis sampai dapat terselesaikan.

6. Prof. Dr. Narlan Sumawinata, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah memberikan saran dan arahan berharga dalam penulisan tesis ini.

7. Munyati Usman, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah memberikan saran dan arahan berharga dalam penulisan tesis ini.

8. Bambang Nursasongko, drg., SpKG(K) selaku penguji, yang telah memberikan saran dan arahan berharga dalam penulisan tesis ini.

9. Seluruh staf pengajar Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Konservasi Gigi yang telah bersedia untuk berbagi ilmu dan motivasi yang berharga selama saya menjalani perkuliahan, klinik, dan penulisan tesis ini: Prof. Dr. Siti Dewi Mardewi Soerono Akbar, drg. SpKG(K), Prof. Dr. Safrida Faroek Husin, drg. SpKG(K), Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, SpKG(K), Daru Indrawati, drg., Sp(KG), Dr. Anggraini Dewi Margono, drg., SpKG(K), Dewa Ayu, drg., SpKG(K) dan Dini Asrianti, drg., SpKG. 10. Karyawan FKG UI, khususnya Bagian Administrasi Pendidikan (Bu Dar),

Klinik Konservasi (Pak Yani, Mas Erwin, Pak Rapin) dan staf Bagian Konservasi Gigi (Mbak Yuli dan Mbak Devi), Bagian Perlengkapan (Pak Keri) yang telah banyak memberikan bantuan selama masa pendidikan saya, dan staf perpustakaan FKG UI (Pak Asep, Pak Yanto, Pak Nuh, Pak Norman) yang dengan sabar memberikan bantuan dan kemudahan selama mengikuti pendidikan spesialis di FKG UI.

11. Ariadna Djais, drg, Ph.D dan Prof. Dr. Boy M. Bachtiar, drg, Ph.D selaku konsultan dan Maysyarah, SSi dan Dessy, SSi selaku tenaga laboran di Laboratorium Biologi Oral FKGUI, yang telah banyak membantu dalam proses penelitian ini.

12. Rasa sayang dan hormat yang mendalam dihaturkan kepada orangtua tercinta, Papa Drs. Arie Soelendro, MA dan Mama drg. Susilowati yang telah membesarkan, mendidik, serta Mba Gita, Mba Nia, Adhika dan Abi yang telah membantu hingga saya dapat menjalani pendidikan spesialis

(6)

vi Universitas Indonesia

ini, terima kasih atas segala dukungan secara moril dan materiil, serta senantiasa mendoakan dalam setiap langkah dan perbuatan saya.

13. Teman-teman tercinta, PPDGS Konservasi Gigi 2010 dan Adityo Widaryono yang telah membuat hari-hari menjalani pendidikan spesialis terasa sangat menyenangkan, memberikan sumbang saran dan dukungan yang luar biasa dari awal perkuliahan sampai pada penyelesaian penulisan tesis ini. Wahyuni Suci Dwiandhany, Ike Dwi Maharti, Vastya Ihsani, dan Aditya Wisnu Putranto sebagai sahabat yang selalu memberikan masukan yang berguna, penyemangat dan selalu ada dalam keadaan senang maupun susah, serta Nurina Anggraeni, Andika Kartika Sari, Titty Sulianti, Ratna Hardhitari, Olivia Sari, Rio Suryantoro, M. Furqan, Itja Risanti, dan Dwi Artarini, atas segala bantuan dan dukungannya selama saya menempuh pendidikan dari awal perkuliahan sampai pada penyelesaian penulisan tesis ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah membentu dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Semoga Allah swt membalas segala budi baik yang diberikan oleh semua pihak tersebut di atas selama masa pendidikan, penelitian, dan penyusunan tesis ini. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tidak disadari selama menjalani masa pendidikan. Penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Meski demikian, semoga tesis ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu konservasi gigi.

Jakarta, November 2012

(7)
(8)

viii Universitas Indonesia ABSTRAK

Nama : Trini Santi Pramudita Program Studi : Ilmu Konservasi Gigi

Judul : Ekstrusi Debri ke Periapeks Antara Preparasi Saluran Akar Menggunakan Gerakan Rotasi Kontinyu dan Resiprokal

Latar Belakang: Preparasi saluran akar menghasilkan ekstrusi debri, memicu

respons inflamasi di periapeks. Tujuan: Mengamati perbedaan jumlah ekstrusi debri ke periapeks pada saluran akar yang dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu dan resiprokal. Metode: Tigapuluh dua gigi premolar secara acak dibagi dalam dua kelompok. Kelompok 1 dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontiyu. Kelompok 2 menggunakan gerakan resiprokal. Penimbangan tabung penampung debri dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan setelah preparasi. Perbedaan berat tabung tersebut dianggap sebagai berat debri terekstrusi. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2 (p=0,844)

Kesimpulan: Perbedaan gerakan preparasi saluran akar menggunakan rotasi

kontinyu maupun resiprokal tidak memengaruhi jumlah ekstrusi debri ke periapeks.

Kata Kunci: Ekstrusi debri, preparasi saluran akar, gerakan rotasi kontinyu,

(9)

ABSTRACT

Name : Trini Santi Pramudita Study Program : Conservative Dentistry

Title : Periapically Extruded Debris after Preparation using Continous Rotation and Reciprocating Motion

Background: Root canal preparation produces debris extrusion, lead to

inflammation in periapical tissue. Objective: Assess the differences of periapically extruded debris amount after preparation using continous rotation and reciprocating motion. Method: Thirty two premolars in a receptor tube were randomly divided into 2 groups. Group 1 was prepared using continuous rotation, Group 2 using reciprocating motion. Amount of the extruded debris was obtained by the receptor tube weight differences before and after preparation. Results: The difference between groups were not statistically significant (p = 0,844).

Conclusion: Continuous rotation and reciprocating motion have no influence in

the amount of periapically extruded debris.

Keywords: Extruded debris, root canal preparation, continuous rotation,

(10)

x Universitas Indonesia DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR SINGKATAN... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 tujuan Perawatan Saluran Akar... 5

2.2 Ekstrusi Debri pada Preparasi Saluran Akar... 7

2.3 Preparasi Saluran Akar Menggunakan Gerakan Rotasi Kontiyu 12 2.4 Preparasi Saluran Akar Menggunakan Gerakan Resiprokal... 17

2.5 Pengukuran Ekstrusi Debri pada Foramen Apikal... 21

2.6 Kerangka Teori... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... 26

3.1 Kerangka Konsep... 26

3.2 Hipotesis... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN... 27

4.1 Jenis Penelitian... 27 4.2 Tempat Penelitian... 27 4.3 Waktu Penelitian... 27 4.4 Variabel Penelitian... 27 4.5 Definisi Operasional... 28 4.6 Sampel Penelitian... 29

4.7 Bahan dan Alat Penelitian... 30

4.7.1 Bahan... 30

4.7.2 Alat... 30

4.8 Tahapan Kerja... 31

4.8.1 Persiapan Sampel... 31

4.8.2 Pengelompokan Sampel... 32

4.8.3 Preparasi Saluran Akar... 33

4.8.4 Pengambilan Data... 33

4.9 Analisis Data... 34

(11)

BAB 5 HASIL PENELITIAN... 36

BAB 6 PEMBAHASAN... 38

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 45

7.1 Kesimpulan... 45

7.2 Saran... 45

(12)

xii Universitas Indonesia DAFTAR SINGKATAN

NiTi : Nickel Titanium

SEM : Scaning Electron Microscope

NaOCl : Natrium Hipoklorit

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perubahan yang Terjadi Akibat Ekstrusi ke Periapeks...8

Gambar 2.2 Beberapa Desain Jarum yang Tersedia di Pasaran... 11

Gambar 2.3 Sistem Instrumen Mtwo... 16

Gambar 2.4 Gambaran Penampang Mtwo... 16

Gambar 2.5 Gambaran Penampang Reciproc... 19

Gambar 2.6 Gambaran Tingkat Kecorongan Reciproc... 19

Gambar 2.7 Alat-alat yang Digunakan untuk Menampung Debri dan Irigan Selama Preparasi Saluran Akar... 22

Gambar 2.8 Skema Kerangka Teori... 23

Gambar 3.1 Skema Penelitian Ekstrusi Debri Keluar ke Periapeks... 25

Gambar 4.1 Persiapan Sampel Sebelum Dilakukan Preparasi Saluran Akar… 31 Gambar 4.2 Beberapa Contoh Sampel yang Telah Siap Dilakukan Prosedur Preparasi Saluran Akar... 32

Gambar 4.3 Pengukuran Berat Debri yang Terekstrusi ke Periapeks Dilakukan dengan Timbangan Analitik yang Memiliki Tingkat Akurasi 10-4 gram... 34

(14)

xiv Universitas Indonesia DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Desain Beberapa Instrumen Niti Rotari... 13 Tabel 4.1 Uraian Variabel Penelitian... 27 Tabel 5.1 Distribusi Nilai Rerata dan Nilai Kemaknaan Ekstrusi Debri

Setelah Preparasi Saluran Akar Menggunakan Teknik Instrumentasi dengan Gerakan Rotasi Kontinyu (Mtwo)

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat dan Bahan Penelitian... 51 Lampiran 2 Tabel Hasil Penelitian... 52 Lampiran 3 Analisa Statistik... 53

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan perawatan saluran akar bergantung pada prinsip triad endodontics yang meliputi preparasi akses (endo access), preparasi saluran akar (cleaning and shaping) dan pengisian saluran akar (obturation).1 Tujuan utama perawatan saluran akar adalah untuk mengeliminasi bakteri yang ada di dalam saluran akar dan mencegah pertumbuhan kembali dari mikroorganisme residu yang kemungkinan ada di dalam saluran akar. Dalam perawatan ini, salah satu faktor penting terutama adalah preparasi saluran akar.2

Sejumlah debri dalam bentuk serpihan dentin, fragmen pulpa, jaringan nekrotik, mikroorganisme dan cairan irigasi intrakanal dapat secara tidak sengaja terdorong dari saluran akar ke jaringan periapeks selama preparasi kemomekanis.3 Ekstrusi elemen-elemen tersebut ke jaringan periapeks dari saluran akar melalui foramen apikal inilah yang kemudian disebut dengan ekstrusi debri. Hal ini patut menjadi perhatian, karena ekstrusi elemen-elemen tersebut dapat memicu respons inflamasi akut, flare-up antar kunjungan, nyeri pasca instrumentasi, dan memperlambat penyembuhan periapeks.4

Pada setiap teknik preparasi saluran akar, telah dilaporkan bahwa semuanya mengakibatkan ekstrusi debri. Yang membedakan adalah pada beberapa teknik menyebabkan ekstrusi debri lebih banyak dibandingkan teknik yang lain. Pemilihan teknik preparasi saluran akar yang akan digunakan sebaiknya menjadi pertimbangan seberapa besar ekstrusi debri ke periapeks dapat dikontrol.5 Teknik crown down, manual maupun instrumen yang digerakkan oleh mesin, umumnya lebih sedikit mengakibatkan ekstrusi debri dibandingkan dengan teknik step back, dan gerakan

linear filing menyebabkan ekstrusi debri lebih banyak dibandingkan instrumen

(17)

Reddy & Hicks (1998) adalah yang pertama membandingkan ekstrusi debri ke periapeks antara instrumentasi manual dengan instrumentasi yang digerakkan oleh mesin. Saat membandingkan berat rata-rata debri yang terekstrusi ke periapeks, ditemukan bahwa teknik step back secara signifikan menghasilkan lebih banyak debri dibandingkan dengan teknik instrumentasi yang digerakkan oleh mesin dan teknik

balanced force.7

Pada teknik step back menggunakan file K tersebut umumnya mengakibatkan ekstrusi debri ke periapeks lebih banyak dikarenakan pada 1/3 apikal file tersebut cenderung mendorong debri keluar dari foramen ke jaringan periapeks dan menyisakan sedikit ruang pada 1/3 apikal untuk mengeluarkan debri ke koronal.18 Sedangkan untuk instrumentasi yang digerakkan oleh mesin dengan teknik crown

down, mengekstrusi debri lebih sedikit dibandingkan instrumentasi manual

dikarenakan early flaring pada bagian koronal preparasi meningkatkan kontrol instrumentasi selama preparasi 1/3 apikal saluran akar, gerakan rotasi kontinyu juga cenderung membawa debri ke arah orifis sehingga menghindari kompaksi pada saluran akar.9

Selain itu Reddy & Hicks (1998) juga mengemukakan bahwa gerakan rotasi kontinyu selama instrumentasi, cenderung menyimpan debri dentin pada bagian flute instrumen dan mengarahkannya ke orifis.7 Hal ini menghasilkan hipotesis bahwa sistem instrumentasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu akan memproduksi lebih sedikit debri.8 Patut dipertimbangkan bahwa walaupun ekstrusi debri dentin terjadi pada seluruh teknik preparasi dan instrumentasi saluran akar, namun ekstrusi debri yang lebih kecil berhubungan dengan penggunaan instrumen yang digerakkan oleh mesin.7 Instrumen rotari yang digerakkan oleh mesin memiliki banyak variasi dalam desain, tipe blade, penggunaan, serta banyaknya file yang dipakai, maka jumlah debri yang terekstrusi berbeda-beda diantara masing-masing sistem tersebut.

Instrumen untuk preparasi saluran akar menggunakan file NiTi rotari dengan gerakan rotasi kontiyu yang saat ini digunakan selalu mengalami proses perkembangan, berhubungan dengan preparasi saluran akar yang dihasilkan, untuk

(18)

3

Universitas Indonesia

mengevaluasi performa sistem NiTi secara berkesinambungan.10 Penelitian Yared (2008) menciptakan perspektif baru file NiTi dengan file tunggal yang digerakkan secara resiprokal.11 Keuntungan dari teknik NiTi resiprokal dengan file tunggal adalah waktu dapat dipersingkat karena tahapan lebih sedikit. Hal ini didukung oleh De-deus dkk (2010) yang pada penelitiannya menyatakan bahwa, penggunaan teknik NiTi dengan file tunggal resiprokal mendatangkan banyak keuntungan karena teknik

file tunggal resiprokal mempercepat waktu kerja.10 You dkk (2011) juga menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk preparasi saluran akar lebih singkat karena hanya menggunakan satu file, dengan kata lain preparasi berbentuk corong dapat diperoleh dengan cepat.12

Pada hasil penelitian Franco dkk (2011) menunjukkan bahwa gerakan resiprokal akan mempreparasi saluran akar lebih merata sebab adanya centering

ability yang baik sehingga terjadi pelebaran saluran yang seimbang antara arah luar

dan dalam. Gerakan resiprokal menghasilkan area kontak yang lebih besar antara instrumen dengan dinding saluran akar, sehingga kualitas debridemen sama efektifnya dengan rotasi kontinyu.13

Meskipun teknik NiTi dengan file tunggal resiprokal mempunyai beberapa keuntungan, namun masih perlu dilakukan beberapa kajian secara klinis dan laboratorik mengenai efek samping yang terjadi pada pemakaian alat selama preparasi, dalam hal ini adalah jumlah debri yang terekstrusi ke periapeks.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, setiap preparasi saluran akar menggunakan instrumen mekanis akan menghasilkan ekstrusi debri. Sejumlah debri dalam bentuk serpihan dentin, fragmen pulpa, jaringan nekrotik, mikroorganisme dan cairan irigasi intrakanal dapat secara tidak sengaja terdorong dari saluran akar ke jaringan periapeks selama preparasi kemomekanis.3 Ekstrusi elemen-elemen tersebut dapat memicu respons inflamasi akut, flare-up antar kunjungan, nyeri pasca instrumentasi, dan memperlambat penyembuhan periapeks.4 Yang membedakan adalah pada

(19)

beberapa teknik menyebabkan ekstrusi debri lebih banyak dibandingkan teknik yang lain.

Dengan demikian disusun pertanyaan sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan jumlah ekstrusi debri yang keluar ke periapeks pada preparasi saluran akar menggunakan gerakan rotasi kontinyu dibandingkan dengan preparasi saluran akar menggunakan gerakan resiprokal.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui seberapa besar jumlah ekstrusi debri ke periapeks yang dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu dibandingkan dengan gerakan resiprokal.

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi ilmiah mengenai alternatif instrumen preparasi saluran akar yang menghasilkan ekstrusi debri ke periapeks lebih sedikit pada saat membersihkan dinding saluran akar. Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan klinis dalam menentukan atau memilih teknik preparasi saluran akar yang lebih efektif.

(20)

5 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tujuan Perawatan Saluran Akar

Tujuan perawatan saluran akar adalah pembersihan, pembentukan dan obturasi saluran akar secara tiga dimensi, dari orifis hingga konstriksi foramen apikal. Dalam perawatan ini, salah satu faktor penting terutama adalah preparasi saluran akar. Prosedur ini juga mengacu pada pembesaran saluran akar yang bertujuan untuk memfasilitasi cairan irigasi dan menghilangkan dentin terinfeksi. Mikroorganisme pada kamar pulpa dan saluran akar koronal dapat saja mati oleh cairan irigasi pada awal prosedur namun bakteri pada daerah saluran akar yang lebih sulit dicapai hanya dapat diatasi setelah preparasi saluran akar.2

Perawatan endodontik bila dilakukan dengan baik dan benar memiliki tingkat keberhasilan tinggi mencapai 91-98% pada gigi tanpa periodontitis apikal. Sjogren dkk (1997) menemukan bahwa gigi yang dipreparasi dengan baik sehingga bebas bakteri pada saat sebelum obturasi memiliki tingkat kesuksesan 5 tahun mencapai 94% dibandingkan dengan gigi yang masih terkontaminasi hanya mencapai 68%.14

Grossman (1955) mendefinisikan preparasi biomekanik adalah pencapaian akses bebas ke dalam saluran akar hingga foramen apikal, dengan tujuan: membersihkan kamar pulpa dan saluran akar; menghilangkan obstruksi; menghindari cedera jaringan periapeks, melebarkan saluran untuk memudahkan penempatan medikamen intrakanal yang maksimal; menghaluskan dan mempreparasi saluran akar untuk fasilitasi obturasi.3

Schilder (1974) memperluas tujuan preparasi biomekanik dengan menekankan bahwa saluran akar harus dibersihkan dan dibentuk. Schilder mendefinisikan tujuan umum dari preparasi saluran akar itu adalah “sistem saluran akar itu harus dibersihkan dan dibentuk: bersih dari sisa-sisa zat organik dan dibentuk sedemikian rupa sehingga seluruh ruang saluran akarnya dapat diisi dengan hermetis dalam tiga

(21)

dimensi”. Secara umum ada 5 sasaran utama perawatan tersebut, yaitu (1) Membentuk saluran akar mengerucut secara kontinyu pada preparasi saluran akar; (2) membuat bentuk kanal yang mengecil kearah apikal, diameter paling kecil terletak di ujung akar; (3) Mempertahankan bentuk kurva saluran akar; (4) Jangan salah dalam menentukan letak foramen; (5) Mempertahankan bentuk foramen sekecil mungkin.15

Prosedur cleaning dan shaping adalah istilah yang dipakai dalam mencapai tujuan preparasi saluran akar tersebut. Pada proses cleaning, yang ditekankan adalah debridemen yaitu menghilangkan iritan maupun yang berpotensi menjadi iritan pada sistem saluran akar. Iritan dapat berupa kombinasi bakteri, hasil produk bakteri, jaringan nekrotik, debri organik, jaringan vital, produk saliva, hemorargik dan kontaminan lainnya. Idealnya prinsip debridemen adalah berkontaknya dan pengerokkan dinding saluran akar untuk melepaskan debri. Selanjutnya cairan irigasi secara kimia melarutkan sisa-sisa zat organik dan menghancurkan mikroorganisme dan membersihkan semua debris dari saluran akar.15

Sedangkan untuk shaping, prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Schilder adalah “Menciptakan bentuk konus yang kontinyu dari apikal hingga ke koronal. Preparasi apikal harus berukuran sekecil dan mengikuti bentuk aslinya.” Sebagai tambahan, juga diharapkan adanya pengambilan selapis dentin pada seluruh dimensi dan seluruh bagian saluran akar. Pelebaran saluran akar dilakukan sampai dengan didapatkan dentin yang sehat dan dapat memanipulasi dan mengendalikan instrumen dan material obturasi dengan baik, tetapi tidak melemahkan gigi serta meningkatkan peluang terjadinya kesalahan prosedur.15

Pembentukan saluran akar juga berguna untuk memfasilitasi proses obturasi.

Shaping yang kurang baik akan menyebabkan obturasi yang kurang baik, sehingga

meninggalkan ruang terbuka di saluran akar yang dapat dimasuki iritan berbahaya. Hampir semua kesulitan obturasi yang dihadapi operator disebabkan proses shaping yang kurang baik. Saluran akar sederhana dapat sangat sulit dilakukan obturasi tanpa proses shaping yang baik, sedangkan saluran akar kompleks dapat dengan mudah mencapai obturasi sempurna jika dilakukan shaping secara optimal.15

(22)

7

Universitas Indonesia 2.3. Ekstrusi Debri pada Preparasi Saluran Akar

Grossman mengatakan bahwa “pada semua kombinasi preparasi biomekanis dan kemis, seperti instrumentasi dan irigasi, akan memerlukan debridemen dan pembersihan saluran akar yang menyeluruh”. Dalam usaha mencapai hal tersebut, sejumlah debri dalam bentuk serpihan dentin, fragmen pulpa, jaringan nekrotik, mikroorganisme dan cairan irigasi intrakanal dapat secara tidak sengaja terdorong dari saluran akar ke jaringan periapeks selama preparasi kemomekanis.3 Hal ini patut menjadi perhatian, dikarenakan ekstrusi elemen-elemen tersebut dapat memicu respons inflamasi akut, flare-up antar kunjungan, nyeri pasca instrumentasi, dan memperlambat penyembuhan periapeks.4

Selain dari efek lokal tersebut, ekstrusi mikroba ke jaringan periapeks selama perawatan endodontik berpotensi mengakibatkan penyakit sistemik yang serius seperti endokarditis, abses otak dan septikemia, terutama pada pasien dengan kompromis medis.16

Ekstrusi debri terinfeksi ke jaringan periapeks kemungkinan merupakan salah satu penyebab adanya nyeri pasca operatif. Pada lesi kronis asimptomatik yang berhubungan dengan gigi terinfeksi, terdapat keseimbangan antara agresi mikroba dengan pertahanan inang pada jaringan periapeks. Selama preparasi kemomekanis, bila mikroorganisme terekstrusi ke periapeks, maka inang akan menghadapi situasi bertambahnya iritan dari keadaan sebelumnya. Akibatnya, akan terjadi gangguan sementara pada keseimbangan antara agresi dan pertahanan tubuh yang mengakibatkan terjadinya inflamasi akut pada inang untuk mengembalikan keseimbangan tersebut (gambar 2.1).6

(23)

Intensitas dari respons inflamasi akut akibat terdorongnya mikroorganisme dan produknya ke jaringan periradikular bergantung kepada banyaknya (faktor kuantitatif) dan/atau virulensi (spesies mikroba, faktor kualitatif) dari mikroorganisme yang terekstrusi itu sendiri. Bila terdapat spesies bakteri dengan virulensi tinggi pada saluran akar yang kemudian terdorong ke daerah periapeks saat instrumentasi, maka jumlah debri terinfeksi yang sedikit saja sudah berpotensi menyebabkan eksaserbasi inflamasi periapeks.6 Dikatakan bahwa material intrakanal baik yang terkontaminasi maupun yang tidak terkontaminasi dapat memicu reaksi inflamasi bila terdorong ke apikal selama preparasi saluran akar.

Seltzer dkk. menemukan bahwa bahkan serpihan dentin yang steril pada daerah periapeks dapat berhubungan dengan inflamasi yang persisten.2 Proses penyembuhan apikal dan flare-up pasca instrumentasi diperkirakan berhubungan dengan jumlah dan jenis debri yang terdorong ke jaringan periapeks.17 Namun hingga saat ini, belum diketahui dengan pasti sampai berapa besar kadar material infeksi yang terekstrusi dan berapa banyak yang dapat ditoleransi oleh jaringan periapeks.17

Gambar 2.1. Perubahan yang Terjadi Akibat Ekstrusi ke Periapeks.

Ekstrusi mikroorganisme dan/atau produknya selama prosedur kemomekanikal dapat menginduksi inflamasi periradikular akut untuk mengembalikan keseimbangan antara agresi mikroba dengan pertahanan tubuh. Respons yang terbentuk bergantung pada

jumlah dan virulensi mikroorganisme yang terekstrusi.

(Sumber: J.F. Siqueira Jr. Microbial causes of endodontic flare-ups. Int Endod J) (2003;36:453-463)

(24)

9

Universitas Indonesia

Beberapa peneliti mencoba mencari beberapa faktor yang memiliki korelasi terhadap jumlah debri yang terekstrusi. Hasilnya adalah preparasi yang mendekati apeks, diameter dari patensi apikal, banyaknya cairan irigasi yang digunakan, pembentukan sumbatan dentin, penggunaan teknik step back dibandingkan dengan

crown down, dan penggunaan instrumen manual dibandingkan dengan instrumen

putar.18 Beeson dkk (1998) melaporkan bahwa bila instrumentasi saluran akar dilakukan pada foramen apikal, secara signifikan akan mendorong debri ke periapeks lebih banyak dibandingkan bila instrumentasi dilakukan 1 mm lebih pendek.9 Martin & Cunningham (1982) menemukan ekstrusi debri yang lebih besar pada saluran akar yang diinstrumentasi dengan file melewati foramen apikal dibandingkan dengan 1 mm lebih pendek dari foramen apikal.19 Myers & Montgomery (1991) menemukan pada perawatan saluran akar dengan panjang kerja 1 mm lebih pendek dari panjang saluran akar secara signifikan menghasilkan ekstrusi debri lebih sedikit.20

Ekstrusi ke periapeks yang terjadi pada gigi vital dengan gigi yang nekrosis juga terdapat perbedaan. Pada gigi yang vital, terdapat hambatan pulpa yang berfungsi sebagai barier ekstrusi debri, sedangkan pada pulpa nekrosis tidak terdapat resistensi ini. Bagaimanapun, bila terjadi overinstrumentasi pada kasus pulpektomi yang mengakibatkan adanya ekstrusi, dapat menyebabkan gejala pasca operatif yang lebih parah dibandingkan dengan pulpa nekrosis. Pada penelitian Salzgeber dan Briliant secara in vivo, memperlihatkan bahwa jaringan pulpa vital membantu kontrol penetrasi cairan irigasi ke lateral dan apikal. Pada kasus nekrosis, larutan akan terdispersi bila mencapai lesi apikal. Selain itu, pada penelitian in vivo dan in vitro memperlihatkan hasil yang berbeda pada jumlah yang terekstrusi akibat keberadaan jaringan periapeks yang bermanfaat untuk menahan ekstrusi debri yang berlebihan.5

Kurvatur dan jumlah saluran akar yang lebih dari satu juga merupakan faktor yang memengaruhi jumlah akhir yang terekstrusi ke apikal.21 Diameter foramen apikal juga memengaruhi. Pasien dengan gigi muda cenderung memiliki

(25)

kemungkinan flare-up lebih tinggi akibat lebih ekstrusi apikal yang lebih besar dibandingkan dengan gigi pada pasien yang lebih tua. Namun menurut Al-Omari dan Dummer, Mc Kendry dan Fairbourn et al. dalam jurnal Luisi et al. tidak menemukan korelasi yang signifikan antara diameter apikal dengan jumlah debri yang terekstrusi.5

Vande Visse & Brilliant (1975) adalah yang pertama meneliti mengenai kuantitas debri yang terekstrusi selama instrumentasi. Dalam penelitian tersebut ditemukan instrumentasi disertai cairan irigasi menyebabkan ekstrusi, sedangkan instrumentasi tanpa cairan irigasi tidak menyebabkan ekstrusi debri.22 Selama irigasi saluran akar, terdapat risiko menyebabkan debri terdorong ke periapeks, oleh karena itu irigasi harus dilakukan secara pasif.9 Saat melakukan irigasi secara pasif, cairan irigasi terbukti dapat mencapai 1 mm lebih jauh dari ujung jarum.2

Jenis desain jarum irigasi juga tampaknya memiliki pengaruh. Jarum irigasi memiliki desain ujung terbuka dan beberapa lainnya memiliki desain ujung tertutup, dengan side-vented channels yang memungkinkan cairan irigasi keluar ke arah aspek lateral. Desain jarum tersebut dikembangkan untuk meningkatkan aktivasi hidrodinamik bahan irigasi dan menurunkan ekstrusi ke periapeks.23,24 Jarum yang meningkatkan pergantian pergerakan cairan pada bagian apikal saluran akar juga akan meningkatkan tekanan ke foramen apikal, sehingga meningkatkan risiko ekstrusi cairan irigasi ke periapeks. Oleh karena itu pada pemakaian jarum irigasi dengan ujung terbuka, akan menghasilkan pergerakkan cairan di depan ujung jarum yang lebih banyak dibandingkan jarum ujung tertutup, namun juga mengakibatkan tekanan apikal yang lebih besar.25 seperti yang terlihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

(26)

11

Universitas Indonesia

Gambar 2.2. Beberapa Desain Jarum yang Tersedia di Pasaran.

(A) Desain ujung jarum terbuka flat dan beveled, (B) Gambaran tiga dimensi desain jarum terbuka flat dan beveled, (C) kecepatan aliran (kiri) dan arah pergerakan cairan (kanan), (D)

Desain ujung jarum tertutup double side vented, (E) Gambaran tiga dimensi desain jarum tertutup double side vented, (F) kecepatan aliran (kiri) dan arah pergerakan cairan (kanan) (Sumber: Boutsioukis et al. Evaluation of Irrigant Flow in the Root Canal Using Different

Needle Types by an Unsteady Computational Fluid Dynamics Model. J Endod 2010;36(5):875-9)

Ketika melakukan irigasi, jarum harus dalam keadaan terbebas di dalam saluran akar. Hal tersebut memungkinkan bahan irigasi untuk refluks dan menyebabkan debri berpindah ke arah korona serta mencegah terdorongnya bahan irigasi ke periapeks. Salah satu keuntungan irigasi menggunakan jarum adalah kontrol kedalaman penetrasi jarum yang mudah di dalam saluran akar. Diameter jarum yang kecil juga dapat dipilih untuk mencapai kedalaman hingga apeks saluran akar dan memungkinkan penetrasi cairan irigasi yang lebih efisien serta debrideman yang efektif. Pemberian cairan irigasi yang pelan dan kombinasi pergerakan tangan yang kontinyu (in and out) dapat mengurangi kecelakaan bahan irigasi yang terdorong ke periapeks.23,24

A B C

(27)

2.4 Preparasi Saluran Akar Menggunakan Gerakan Rotasi Kontinyu

Sejak awal tahun 1990, beberapa sistem alat diproduksi dari NiTi, termasuk dalam praktek endodontik. Keuntungan utamanya adalah fleksibilitas dan

superelastic behavior (memiliki memori kembali ke bentuk semula setelah melalui

deformasi). Hal ini berguna untuk preparasi saluran akar yang bengkok dan kecil, sehingga mengurangi adanya ledge dan transportasi. Selain itu juga lebih resisten terhadap clockwise torsional stress, lebih kuat, tidak mengalami korosi pada penggunaan natrium hipoklorit dan tidak melemah setelah disterilisasi. Keefektifannya dalam mengangkat dentin sama dengan stainless steel, dan lebih tahan terhadap fatik siklik. Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat di-precurve, serta berkurangnya stiffness (stiffness dibutuhkan saat kita mencoba mencari saluran akar yang kecil).15,26

Instrumen NiTi menawarkan perspektif baru dalam preparasi saluran akar yang berpotensi untuk menghindari kekurangan-kekurangan instrumen tradisional, dan memberikan hasil perawatan yang lebih baik.27 Beberapa macam sistem instrumen NiTi yang digerakkan oleh mesin memiliki karakteristik desain spesifik yang bervariasi, seperti geometri penampang melintang, desain tip, rake angle (arah cutting

edge), desain bilahnya (contoh adanya radial land), pitch (jarak antara cutting edge)

dan tingkat kecorongan (tabel 1)28. Faktor-faktor ini memengaruhi fleksibilitas, efisiensi potong, serta safety seperti ketahanan instrumen terhadap fraktur torsional. Perkembangan karakteristik desain instrumen NiTi ini intinya bertujuan untuk mempreparasi saluran akar dengan lebih baik.

(28)

13

Universitas Indonesia Tabel 2.1 Desain Beberapa Instrumen NiTi Rotari

Sumber: Bergmans L, Cleynenbreugel JV, Wevers M, Lambrechts P. Mechanical Root Canal Preparation with NiTi Rotary Instruments: Rationale, Performance and Safety. Am J Dent

(29)

Instrumen NiTi dengan pisau potong aktif (misalnya ProTaper, FlexMaster, Race, Mtwo) memperlihatkan saluran akar yang lebih bersih dibandingkan instrumen dengan radial land (Profile). Perbandingan instrumen dengan dan tanpa radial land berdasarkan pemeriksaan SEM memperlihatkan radial land menekan serpihan dentin ke dinding saluran akar, sedangkan instrumen dengan sudut potong positif dapat memotong dan membersihkan serpihan dentin.29

Namun pada setiap teknik preparasi saluran akar, telah dilaporkan bahwa semuanya mengakibatkan ekstrusi debri. Yang membedakan adalah pada beberapa teknik menyebabkan ekstrusi debri lebih banyak dibandingkan teknik yang lain.6 Perbedaan variasi desain pada instrumen yang digerakkan oleh mesin dengan gerakan rotasi kontinyu akan memengaruhi jumlah debri yang terekstrusi diantara masing-masing sistem tersebut.10

Penelitian Elmsallati dkk menemukan bahwa instrumentasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu dengan desain short pitch mengekstrusi debri lebih sedikit dibandingkan pitch medium dan long. File dengan short pitch memiliki ulir lebih banyak dibandingkan pitch medium dan long, groove lebih banyak diantara cutting

edge, sehingga menampung debri lebih banyak selama preparasi dan oleh karena itu

mengurangi kuantitas debri yang teresktrusi. Selain itu, selama preparasi saluran akar,

radial land dengan short pitch cenderung menampung debri dan mengangkatnya ke

arah koronal secara efisien.30

Hal ini kontras dengan penelitian Diemer dan Calas (2004) yang melaporkan bahwa pada instrumen dengan desain long pitch membantu mencegah fenomena screw-in dan meningkatkan kemampuan instrumen dalam memotong.31 Namun, instrumentasi ini akan menghasilkan saluran akar yang lebih besar dibandingkan

short pitch, dan preparasi apikal yang lebih besar akan meningkatkan risiko ekstrusi

cairan irigasi.32

Penelitian oleh Elmsallati diatas serupa dengan penelitian Tanalp dkk (2006), yang menemukan bahwa ekstrusi pada instrumentasi Profile yang memiliki desain

(30)

15

Universitas Indonesia

desain long pitch.21 Dapat diartikan, instrumen dengan desain long pitch lebih efisien dalam preparasi saluran akar dibandingkan desain short pitch, namun mengekstrusi debri ke periapeks lebih banyak.30

Teknik instrumentasi dengan gerakan rotasi kontinyu menggunakan Protaper dan HERO Shaper mengurangi jumlah penggunaan instrumen untuk preparasi saluran akar, yang pada awalnya dapat dianggap sebagai keuntungan. Namun, dalam penelitian Tanalp dkk yang membandingkan sistem Protaper dengan teknik instrumentasi dengan gerakan rotasi kontinyu lainnya ditemukan bahwa ekstrusi debri secara signifikan lebih besar terjadi pada teknik Protaper. Hal ini dapat disebabkan karena walaupun Protaper menggunakan instrumen yang lebih sedikit, namun mengakibatkan pengikisan dentin lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit karena kapasitas memotong dan tingkat kecorongan yang lebih besar.21

Hasil penelitian Yang dkk. (2011) menunjukkan bahwa sistem Mtwo dapat mempertahankan kurvatura saluran akar baik pada saluran akar simulasi maupun saluran akar sesungguhnya, serta memperlihatkan kemampuan potong paling efektif sebab memiliki sudut potong positif. Mtwo juga memiliki centering ability yang baik tanpa penggunaan glide path manual sebelum instrumentasi. Mtwo juga memperlihatkan persentase overinstrumentasi yang rendah. Instrumen Mtwo memiliki geometri sudut potong ganda sehingga fleksibilitasnya meningkat, dengan desain potongan melintang berbentuk S, yang memperlihatkan ketahanan torsional dan resistensi yang lebih tinggi terhadap fraktur.33

Selain desain potongan melintang, kemampuan pengambilan serpihan dentin juga menentukan efisiensi instrumen putar karena pembersihan serpihan dentin yang telah dipotong sangat penting untuk mengurangi penumpukan serpihan dentin pada pisau potong. Mtwo memiliki ujung non-cutting, diameter inti yang kecil, jarak antara cutting blade yang semakin membesar dari ujung hingga tangkainya, dan ruangan untuk pengambilan dentin terletak lebih dalam pada bagian belakang blade, sehingga kapasitas penampungan serpihan dentin lebih besar dan mengurangi risiko ekstrusi debri ke periapeks.3,34

(31)

Instrumen Mtwo basic series terdiri atas 8 instrumen dengan kecorongan bervariasi antara 4% sampai 7% dan ukuran 10-40.34 Sistem Mtwo digunakan dengan teknik single-length sepanjang kerja, artinya file yang digunakan selalu pada panjang yang sama yaitu sepanjang kerja.34

Gambar 2.3. Sistem Instrumen Mtwo. Instrumen Mtwo terdiri atas tiga sekuens, yaitu: sekuens

dasar, sekuens untuk membentuk anatomi saluran akar yang besar, dan sekuens pembentukan untuk memfasilitasi teknik obturasi hangat. (Sumber: Mtwo, The Efficient NiTi System: User Information.

Available at: http://www.vdw-dental.com. Accesed July 25, 2012.)

Gambar 2.4. Gambaran Penampang Mtwo. (A) Tingkat kecorongan file Mtwo yang konstan; (B) Kontak radial minimal

Flute yang lebar dan dalam untuk membersihkan serpihan dentin secara kontinyu

(32)

17

Universitas Indonesia

Penelitian Ghivari dan Kubasad membandingkan ekstrusi debri antara M-two dan K-3, ditemukan bahwa instrumentasi menggunakan K-3 mengekstrusi debri dan cairan irigasi lebih banyak dibandingkan sistem M-two. Hal ini mungkin disebabkan oleh desain file M-two memiliki jarak antara cutting blade yang semakin membesar dari ujung hingga tangkainya, pitch yang progresif dan tidak adanya radial lands menghasilkan debri dentin yang lebih sedikit. Ruangan untuk pengambilan dentin terletak lebih dalam pada bagian belakang blade, sehingga mengurangi risiko ekstrusi debri ke periapeks. Sedangkan pada sistem K-3 dengan penampang melintang yang asimetris dan relief diantara dua radial land, serta rake angle positif menghasilkan debri dentin yang lebih banyak.36

2.4 Preparasi Saluran Akar Menggunakan Gerakan Resiprokal

Kini era instrumentasi saluran akar mengarah ke gerakan resiprokal. Instrumen NiTi yang digerakkan secara rotasi kontinyu dengan karakteristik desain yang berbeda-beda sampai saat ini cukup dapat mempreparasi saluran akar dengan baik, namun kekurangannya adalah terjadinya fraktur instrumen. Pada saat file bergerak dengan gerakan rotasi kontinyu, file akan mengalami stress torsional bahkan pada saluran akar yang lurus. Instrumen rotari seringkali mengalami fraktur ketika terkunci di dalam saluran akar, terutama bagian ujung instrumen. Ketika ujung instrumen terkunci, motor akan terus berputar sehingga menyebabkan instrumen semakin terkunci dan mencapai tingkat fatik siklik, kemudian fraktur pada sudut putaran tertentu. Oleh karena itu, motor endodontik seringkali dilengkapi auto-reversed, untuk mencegah beban berlebih pada file yang mengakibatkan terjadinya fraktur fatik.37

Gerakan resiprokal adalah gerakan osilasi atau gyromatrik, yang berputar bolak-balik. Secara teoritis dan klinis, gerakan searah dan berlawanan jarum jam mengurangi insidensi fraktur torsional, seperti yang terlihat pada penggunaan file ProTaper F2 yang digerakkan secara resiprokal ternyata menunjukkan masa pakai yang lebih panjang dibandingkan pada saat digunakan dengan gerakan kontinyu. File

(33)

ProTaper F2 yang digerakkan secara resiprokal dapat digunakan hingga 21 saluran akar bengkok tanpa terjadi fraktur. Gerakan resiprokal pada penelitian Yared (2008) ini menggunakan motor ATR vision yang kini sudah tidak diproduksi lagi.11 Pada penggunaan motor ini, saat bergerak resiprokal instrumen memotong dentin saat bergerak searah jarum jam (144 derajat), kemudian file dilepaskan saat bergerak berlawanan arah jarum jam sebelum bahan pembentuk instrumen (logam campur NiTi) mengalami deformasi martensitik akibat beban sehingga meningkatkan risiko fraktur.

Selain itu, gerakan berlawanan arah jarum jam setelah searah jarum jam akan mengurangi kecenderungan wedging dan srewing. Gerakan berlawanan arah jarum jam yang terbatas (72 derajat) ini mencegah terjadinya ekstrusi debri atau pergerakan apikal. Gerakan resiprokal berbasis pada teknik balanced force yang gerakan berlawanan arah jarum jamnya terbatas yaitu tidak lebih dari 270 derajat untuk mencegah pergerakkan debri ke apikal.11 Hal ini juga selaras dengan penelitian De-Deus dkk (2010) tentang fatik siklik instrumen F2 ProTaper yang digerakkan oleh mesin dalam gerakan resiprokal, menyatakan bahwa sistem pergerakan adalah hal yang paling menentukan dalam ketahanan instrumen NiTi terhadap fraktur dan gerakan resiprokal meningkatkan ketahanan instrumen NiTi terhadap fatik siklik dibandingkan dengan gerakan rotasi kontinyu.10

Selain mencegah fraktur, keunggulan preparasi saluran akar menggunakan gerakan osilasi antara lain centering ability yang cukup baik, mempertahankan bentuk anatomi saluran akar, mempreparasi seluruh dinding saluran akar pada saluran akar oval, dan tingkat keamanan penggunaan yang lebih baik.37 Centering ability merupakan kemampuan untuk mempertahankan instrumen agar tetap berada di posisinya, terutama di bagian tengah saluran akar sehingga mampu mengurangi transportasi apikal.

Setelah Motor ATR Vision kini dikembangkan lagi sebuah sistem baru untuk resiprokal. Sistem ini meliputi tiga instrumen yaitu instrumen Reciproc® (R25, R40 dan R50), motor (VDW. Silver® Reciproc®), paper point dan kon gutaperca. Hanya

(34)

19

Universitas Indonesia

satu instrumen Reciproc® yang digunakan untuk preparasi saluran akar, tergantung pada ukuran awal saluran akar. Instrumen terbuat dari NiTi M-Wire yang lebih fleksibel dan lebih resisten terhadap fatik siklik dibandingkan NiTi tradisional. Instrumen tersebut memiliki potongan melintang berbentuk S dan kecorongan

regressive.37

Gambar 2.5. Gambaran Penampang Reciproc. (A) File Reciproc R25, R40 dan R50 (B) Desain

potongan melintang instrumen Reciproc yang berbentuk S. (Sumber: Yared G. Canal preparation with only one reciprocating instrument without prior filing: a new concept. Available at: http://www.vdw-reciproc.de/images/stories/pdf/GY_Artikel_en_WEB.pdf. Accesed July 25, 2012

Gambar 2.6. Gambaran Tingkat Kecorongan Reciproc. Penampang instrumen Reciproc dan

ukuran tingkat kecorongan yang menunjukkan berapa besar kenaikan ukuran diameter per seperseratus milimeter. (Sumber: Yared G. Canal preparation with only one reciprocating

instrument without prior filing: a new concept. Available at: http://www.vdw-reciproc.de/images/stories/pdf/GY_Artikel_en_WEB.pdf. Accesed July 25, 2012)

A B

Tingkat kecorongan file Reciproc yang regressive, dengan bentuk yang lebih ramping pada bagian akhir file untuk menghindari pengambilan jaringan gigi yang berlebih pada bagian koronal.

Misalnya: file Reciproc R25 memiliki diameter 0.25 pada D0 dan tingkat kecorongan 8% (0.08mm/mm) pada 3 mm pertama dari ujung. Pada D16 file ini akan memiliki diameter 1.05 mm

1.05 mm 16 mm 3 mm 2 mm 1 mm 0 mm 0.49 mm 0.41 mm 0.33 mm 0.25 mm

(35)

Paque dkk (2011) melakukan penilaian terhadap hasil preparasi saluran akar menggunakan file tunggal F2 ProTaper dibandingkan dengan teknik ProTaper full

sequence. Penilaian dilakukan terhadap perubahan volume dentin, persentase dinding

yang terbentuk, derajat transportasi saluran akar, dan waktu kerja yang dibutuhkan F2 untuk mencapai panjang kerja. Saluran akar yang terbentuk diantara kedua teknik tidak berbeda signifikan, tetapi teknik satu file F2 memiliki waktu kerja yang lebih singkat.38

Teknik NiTi resiprokal dengan file tunggal juga mempersingkat waktu karena tahapan lebih sedikit. Hal ini didukung oleh De-deus dkk (2010) yang pada penelitiannya menyatakan bahwa, penggunaan teknik NiTi dengan file tunggal resiprokal mendatangkan banyak keuntungan karena teknik file tunggal resiprokal bekerja dengan lebih cepat.10 You dkk (2011) juga menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk preparasi saluran akar lebih singkat karena hanya menggunakan satu file, dengan kata lain preparasi berbentuk corong dapat diperoleh dengan cepat.12

Pada penelitian Dedeus dkk. (2010) mengenai ekstrusi debri yang terjadi pada

instrumentasi dengan gerakan rotasi kontinyu dan resiprokal menemukan bahwa, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada ekstrusi debri antara preparasi saluran akar menggunakan ProTaper dengan gerakan rotasi kontinyu dibandingkan dengan ProTaper F2 yang digerakkan secara resiprokal. Namun dibandingkan dengan instrumentasi manual, kedua sistem instrumentasi tersebut menghasilkan debri yang lebih sedikit secara signifikan.39

Penelitian Luisi dkk. (2010) mengemukakan bahwa instrumentasi dengan rotasi kontinyu menggunakan ProTaper menghasilkan ekstrusi debri ke periapeks yang lebih besar dibandingkan sistem M4 dengan gerakan resiprokal. M4 adalah sistem instrumentasi menggunakan gerakan resiprokal dengan sudut 30° searah dan berlawanan arah jarum jam. Sekuensnya terdiri dari no #20, #25, #30, #35, #40, dan #45 yang digunakan single length sepanjang kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan ProTaper memotong dentin lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat dikarenakan kemampuan potong dan tingkat kecorongan yang lebih besar. Sedangkan

(36)

21

Universitas Indonesia

file M4 memiliki kecorongan 2%, sehingga kemampuan potongnya lebih rendah,

mempreparasi lebih lambat dan bertahap sampai mencapai panjang kerja.5

Kontras dengan penelitian Luisi dkk (2010), pada penelitian yang dilakukan oleh Burklein dkk (2012) membandingkan jumlah ekstrusi debri yang terjadi antara instrumentasi dengan gerakan rotasi kontinyu dan resiprokal menemukan bahwa dua macam sistem instrumentasi resiprokal menggunakan Reciproc (VDW, Munich, Germany) dan WaveOne (Dentsply Maillefer, Ballaigues, Switzerland) menghasilkan ekstrusi debri lebih banyak dibandingkan sistem instrumentasi rotasi kontinyu menggunakan Mtwo (VDW, Munich, Germany) dan ProTaper (Dentsply Maillefer, Ballaigues, Switzerland). Selain itu, instrumentasi dengan Reciproc (VDW, Munich, Germany) dinilai mengekstrusi debri paling besar, namun dalam waktu penggunaannya paling cepat dibanding sistem lainnya. Hasil penelitian ini menyimpulkan, semua sistem instrumentasi menyebabkan ekstrusi debri, dengan instrumentasi rotasi kontinyu menghasilkan ekstrusi debri ke periapeks lebih sedikit dibandingkan sistem file tunggal.39

2.5 Pengukuran Ekstrusi Debri Pada Periapeks

Metode pengukuran berat debri yang terekstrusi ke periapeks mengikuti Myers dan Motgomery (1991). Gigi dimasukkan melewati penanda karet yang telah dilubangi sebelumnya. Sebelum instrumentasi saluran akar, sebuah tabung debri ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tabung 7 ml. Penanda karet bersama gigi dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan menutup bagian bibir tabung. Tabung debri adalah tabung yang berfungsi sebagai wadah untuk menampung serpihan debri dan irigasi yang keluar ke foramen apikal. Tabung 7 ml diberi ventilasi dengan 23-gauge needle yang ditusukkan ke penanda karet untuk menyamakan tekanan udara didalam dan diluar tabung.

Segera setelah instrumentasi, tabung debri dilepaskan dari tabung 7 ml. Kemudian gigi juga dilepaskan dari tabung debri dan debri yang menempel pada permukaan akar diambil dengan membasuh permukaan apeks dengan 1 ml air

(37)

distilasi ke tabung debri. Setelah itu, tabung debri dimasukkan ke oven kering untuk mengevaporasi kelembaban sebelum dilakukan penimbangan berat debri.

Sebelum dilakukannya setiap prosedur, tabung debri diukur beratnya. Sehingga perbedaan berat tabung antara awal dengan setelah prosedur, adalah yang dianggap sebagai berat dari debri yang teresktrusi.

Gambar 2.7.Alat-alat yang digunakan untuk menampung debri dan cairan irigasi selama preparasi saluran akar: a)gigi; b) penanda karet; c)tabung sentrifugasi; d)tabung 7 ml; e) jarum

23-gauge (Sumber: Dedeus G, Barino B, Fidel RAS. Assessment of apically extruded debris produced by the single-file Protaper F2 technique under reciprocating movement. Oral Surg Oral Med Oral Pathol

(38)

23

Universitas Indonesia 2.6. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian diatas disusun kerangka teori sebagai berikut:

Keterangan :

Diteliti Tidak diteliti

Gambar 2.8 Skema kerangka teori

Preparasi mekanis

Perawatan Saluran Akar

Irigasi & Medikamen

Ekstrusi Debri

Instrumen endodontik dengan gerakan rotasi

kontinyu Instrumen endodontik dengan gerakan resiprokal Pengisian saluran akar Cleaning dan shaping

(39)

Preparasi saluran akar merupakan tahap yang penting dalam mendukung keberhasilan perawatan saluran akar. Namun dalam preparasi saluran akar akan terbentuk sejumlah debri yang dapat secara tidak sengaja terdorong dari saluran akar ke jaringan periapeks selama preparasi kemomekanis.3 Ekstrusi elemen-elemen tersebut ke jaringan periapeks dari saluran akar melalui foramen apikal dapat meningkatkan risiko kegagalan perawatan saluran akar.

Pada setiap teknik preparasi saluran akar, telah dilaporkan bahwa semuanya mengakibatkan ekstrusi debri. Yang membedakan adalah pada beberapa teknik menyebabkan ekstrusi debri lebih banyak dibandingkan teknik yang lain. Teknik

crown down, manual maupun digerakkan oleh mesin, umumnya lebih sedikit

mengakibatkan ekstrusi debri dibandingkan dengan teknik step back, dan gerakan

linear filing menyebabkan ekstrusi debri lebih banyak dibandingkan instrumen

dengan gerakan rotasi kontinyu.5,6 Instrumentasi yang digerakkan oleh mesin menggunakan file NiTi rotari dengan teknik crown down ini mengekstrusi debri lebih sedikit dibandingkan instrumentasi manual dikarenakan early flaring pada bagian koronal preparasi meningkatkan kontrol instrumentasi selama preparasi 1/3 apikal saluran akar. Gerakan rotasi kontinyu juga cenderung membawa debri ke arah orifis sehingga menghindari kompaksi pada saluran akar.9

Penelitian Yared (2008) menciptakan perspektif baru file NiTi dengan file tunggal yang digerakkan secara resiprokal.11 Keuntungannya adalah dapat mempersingkat waktu karena tahapan lebih sedikit, mempreparasi saluran akar lebih merata karena adanya centering ability yang baik, dan kualitas debridemen sama efektifnya dengan gerakan rotasi kontinyu. 10-13

Pemilihan teknik preparasi saluran akar yang akan digunakan sebaiknya menjadi pertimbangan seberapa besar ekstrusi debri ke periapeks dapat dikontrol5, untuk mengurangi kemungkinan kegagalan perawatan saluran akar. Dalam penelitian ini akan diselidiki mengenai ekstrusi debri yang terjadi pada preparasi saluran akar menggunakan dua macam gerakan yang berbeda.

(40)

26 Universitas Indonesia BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Skema Penelitian Ekstrusi Debri ke Periapeks

Saluran akar dipreparasi menggunakan dua macam gerakan yang berbeda, yaitu instrumentasi dengan gerakan rotasi kontinyu dan instrumentasi dengan gerakan resiprokal kemudian diukur banyaknya ekstrusi debri yang keluar ke periapeks.

3.2 Hipotesis

Terdapat perbedaan jumlah ekstrusi debri yang keluar ke periapeks antara preparasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu dibandingkan dengan preparasi menggunakan gerakan resiprokal.

Ekstrusi debri ke periapeks

Preparasi saluran akar menggunakan instrumentasi

dengan gerakan resiprokal Preparasi saluran akar

menggunakan instrumentasi dengan gerakan rotasi kontinyu

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Eksperimental laboratorik

4.2 Tempat Penelitian

 Klinik Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

 Laboratorium Ilmu Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

4.3 Waktu Penelitian

Oktober - November 2012

4.4 Variabel Penelitian

 Variabel bebas:

a. Preparasi saluran akar menggunakan instrumen rotari dengan gerakan rotasi kontinyu

b. Preparasi saluran akar menggunakan instrumen rotari menggunakan gerakan resiprokal.

 Variabel terikat:

Jumlah ekstrusi debri yang keluar ke periapeks.

Variabel confounding: Teknik irigasi.

(42)

28

Universitas Indonesia 4.5 Definisi Operasional

Deskripsi dari variabel penelitian (variabel bebas, terikat dan confounding) dengan deskripsi, skala, nilai dan cara pengukuran akan dijelaskan dalam table berikut ini:

Tabel 4.1. Uraian Variabel Penelitian.

Variabel Deskripsi Skala Nilai Cara pengukuran

Variabel Bebas Preparasi saluran akar menggunakan instrumen rotari dengan gerakan rotasi kontinyu

Preparasi saluran akar dengan gerakan rotasi kontinyu menggunakan sistem Mtwo. File Mtwo yang digunakan adalah sekuens dasar, yaitu file berukuran 10/.04, 15/.05, 20/.06, sampai 25/.06.

Nominal Preparasi dianggap selesai sesuai sekuens instruksi pabrik dan syarat preparasi saluran akar telah tercapai.

Preparasi saluran akar menggunakan instrumen rotari dengan gerakan resiprokal

Preparasi saluran akar dengan gerakan resiprokal parsial menggunakan sistem Reciproc. Sistem Reciproc yang digunakan adalah file tunggal R25.

Nominal Preparasi dianggap selesai sesuai sekuens instruksi pabrik dan syarat preparasi saluran akar telah tercapai.

Variabel Terikat

Jumlah ekstrusi debri yang keluar ke periapeks

Ekstrusi debri yang keluar ke periapeks akibat instrumentasi.

Numerik Setelah preparasi saluran akar, debri yang menempel pada apeks gigi dibasuh dengan larutan air distilasi sebanyak 1 ml, ditampung ke dalam tabung debri.

(43)

Variabel

Confounding

Teknik irigasi oleh operator

Mengalirkan cairan irigasi dengan jarum irigasi ke dalam saluran akar sepanjang 2 mm lebih pendek dari panjang kerja dengan gerakan masuk dan keluar setelah dilakukan preparasi saluran akar.

Cairan irigasi yang digunakan adalah air distilasi

Nominal 31 gauge, 2 ml

4.6 Sampel Penelitian

Besarnya sampel didapatkan dari rumus, Frederer: (r-1) (t-1) > 15

Keterangan: r = jumlah sampel; t = jumlah kelompok perlakuan.

Dari dua kelompok perlakuan pada penelitian ini maka jumlah sampel pada tiap kelompok adalah:

(r-1) (2-1) > 15 r-1 > 15

r > 16

Berdasarkan rumus diatas didapatkan sampel minimal sebanyak 32 untuk mendapatkan distribusi data dalam nilai normal.

Jenis sampel adalah limbah kedokteran gigi, berupa gigi premolar bawah manusia yang telah diekstraksi (etika kedokteran dalam penelitian) dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

(44)

30

Universitas Indonesia

 Gigi dengan saluran akar tunggal dan lurus yang dikonfirmasi melalui radiografis.

 Ujung apeks gigi telah tertutup sempurna dan tidak ada defek pada akar gigi.

Sedangkan kriteria eksklusinya:

 Gigi dengan akar bengkok.

 Gigi dengan akar ganda.

 Gigi dengan penutupan apeks yang belum sempurna dan disertai adanya defek pada permukaan akar.

4.7 Bahan dan Alat 4.7.1 Bahan

 Gigi premolar rahang bawah yang telah diekstraksi

 Larutan air distilasi

 Kapas steril

4.7.2 Alat

 Henpis berkecepatan tinggi

 Bur intan bulat

Endomotor (Reciproc®, VDW, Ballaigues, Germany)

K-File #08, #10, #15 (Dentsply Maillefer, Ballaigues, Switzerland)

File instrumen NiTi rotari dengan gerakan kontinyu (Mtwo®, VDW, Ballaigues, Germany)

File instrumen NiTi rotari dengan gerakan resiprokal (Reciproc®, VDW, Ballaigues, Germany)

Jarum irigasi (NaviTip double sideport 31 gauge, Ultradent Products, Inc., South Jordan, UT)

Endobloc (Dentsply Maillefer, Ballaigues, Switzerland)

Boks endodontik

(45)

Oven kering

Timbangan elektrik

4.8 Tahapan Kerja 4.8.1 Persiapan Sampel

Gigi premolar rahang bawah berakar tunggal dengan ujung apeks yang telah menutup sempurna dan tanpa disertai defek pada permukaan akarnya, kemudian gigi tersebut dibersihkan dan direndam dalam larutan salin sambil menunggu proses penelitian dimulai. Pembuatan akses pada masing-masing gigi dilakukan menggunakan bur intan bulat dan henpis berkecepatan tinggi untuk memfasilitasi instrumentasi dan irigasi. Lalu gigi diberi nomor secara acak dan dibagi menjadi dua kelompok.

Patensi foramen apeks distandardisasi dengan memasukkan K-file #15, sampai ujungnya terlihat. Kemudian panjang kerja masing-masing diukur sampai 1 mm lebih pendek dari panjang kerja K-file #15 pada posisi ini. Setelah itu, tiap sampel gigi disterilisasikan untuk menghindari kontaminasi sampel dari bakteri.

Gigi dimasukkan melewati penanda karet yang telah dilubangi sebelumnya. Sebelum instrumentasi saluran akar, sebuah tabung debri ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tabung 7 ml. Penanda karet bersama gigi dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan menutup bagian bibir tabung. Tabung debri berfungsi sebagai wadah untuk menampung debri apikal dan cairan irigasi yang keluar ke foramen akar. Tabung 7 ml diberi ventilasi dengan jarum berukuran 23 yang ditusukkan ke penanda karet untuk menyamakan tekanan udara didalam dan diluar tabung.

(46)

32

Universitas Indonesia Gambar 4.1 Persiapan Sampel Sebelum Dilakukan Preparasi Saluran Akar. (A) Gigi yang telah

dimasukkan ke dalam tutup karet botol yang telah dilubangi; (B) Botol penampung debri; (C) Botol berukuran 7 ml

Gambar 4.2. Beberapa Contoh Sampel yang Telah Siap Dilakukan Prosedur Preparasi Saluran Akar

4.8.2. Pengelompokan Sampel

Pengelompokan sampel secara acak, sampel dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah sampel yang sama pada setiap kelompok:

Kelompok 1 (n = 16) : Preparasi saluran dengan file M2 sekuens dasar (10/.04, 15/.05, 20/.06, sampai 25/.06)  file dipasang pada henpis dan dipreparasi sepanjang kerja (file dipasangi stopper) dengan kecepatan putaran dan torsi sesuai instruksi pabrik disertai irigasi pada tiap pergantian instrumen.

Kelompok 2 (n = 16) : Preparasi saluran dengan file Reciproc ukuran R25  file dipasang pada henpis dan dipreparasi hingga mencapai panjang kerja (file dipasangi stopper) dengan kecepatan putaran dan

(47)

torsi sesuai instruksi pabrik (program otomatis) disertai irigasi tiap 3 kali gerakan pecking.

4.8.3. Preparasi Saluran Akar

Sampel dipreparasi menggunakan alat NiTi rotari dengan jenis Reciproc® (VDW) yang menerapkan teknik crowndown, menggunakan satu set file M2 NiTi rotari yang terdiri dari 10/.04, 15/.06, 20/.06 dan 25/.06 dipakai untuk 8 gigi, sedangkan file R25 NiTi resiprokal hanya sekali pakai untuk 1 saluran akar. Larutan irigasi digunakan sebanyak 2 ml pada setiap kelompok menggunakan larutan air distilasi. Untuk menghindari adanya faktor kelelahan operator maka ditetapkan dalam 1 hari maksimal hanya melakukan percobaan sampel sebanyak 8 gigi.

4.8.4. Pengambilan Data

a. Setelah semua sampel dipreparasi, akses ditutup menggunakan tumpatan sementara

b. Tabung debri dilepaskan dari tabung 7 ml. Kemudian gigi juga dilepaskan dari tabung debri dan debri yang menempel pada permukaan akar diambil dengan membasuh permukaan apeks dengan 1 ml air distilasi ke tabung debri.

c. Tabung berisi debri dimasukkan ke oven kering bersuhu 70° C sampai kering untuk mengevaporasi kelembaban sebelum dilakukan penimbangan berat debri. d. Penimbangan dilakukan dengan timbangan elektronik, diulang sebanyak tiga

kali dan diambil nilai reratanya.

e. Penimbangan tabung debri dilakukan dua tahap, yaitu sebelum dilakukan prosedur/berat awal tabung debri (A), dan berat akhir tabung debri setelah preparasi saluran akar dan melalui proses pengeringan (B). Perbedaan berat tabung antara awal dengan setelah prosedur, adalah yang dianggap sebagai berat debri yang terekstrusi (B-A).

(48)

34

Universitas Indonesia Gambar 4.3. Pengukuran berat debri yang terekstrusi ke apikal dilakukan dengan timbangan analitik

yang memiliki tingkat akurasi 10-4 gram

4.9 Analisis Data

Hasil penelitian dianalisa menggunakan uji t tidak berpasangan dengan batas kemaknaan p<0.05 untuk melihat perbedaan berat ekstrusi debri ke foramen apikal, apabila didapatkan distribusi data yang normal. Bila data tidak berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji Mann-Whitney.

(49)

4.10 Alur Penelitian

Gambar 4.4 Skema alur penelitian

Skema diatas menggambarkan jalannya penelitian mulai dari persiapan sampel, perlakukan, sampai pengukuran.

Penimbangan berat awal tabung debri

Preparasi saluran akar

Preparasi dengan Gerakan Resiprokal (n=16 gigi) Preparasi dengan Gerakan

Rotari Kontinyu (n=16 gigi)

Keringkan dengan paper point dan tutup dengan tumpatan sementara

Tabung debri dimasukkan ke oven kering bersuhu 70° C hingga debri mengering

Penimbangan berat akhir tabung berisi debri yang sudah kering Tabung debri dilepaskan dari tabung 7 ml, ekstrusi debri yang menempel

pada permukaan akar dibasuh dengan air distilasi

Analisis data

(50)

36 Universitas Indonesia .BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah ekstrusi debri pada foramen apikal yang dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu (Mtwo) dibandingkan dengan gerakan resiprokal (Reciproc). Hasil penelitian akan diuraikan secara deskriptif untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Kedua kelompok pada penelitian ini masing-masing-masing-masing terdiri atas 16 sampel, yaitu gigi pasca pencabutan yang telah memenuhi kriteria sebagai sampel. Debri yang terekstrusi dari foramen apikal pada saat preparasi saluran akar ditampung dalam wadah berupa tabung yang akan diukur beratnya. Nilai debri yang terekstrusi diperoleh dengan mengukur perbedaan berat tabung pada saat awal sebelum dilakukan prosedur, dengan berat tabung setelah dilakukan prosedur. Pengukuran dilakukan menggunakan timbangan dengan tingkat akurasi 10-4 (gram), dilakukan sebanyak tiga kali tiap sampel dan dihitung reratanya.

Pada penelitian ini, dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk (sampel<50) namun hasilnya tidak memenuhi syarat, dengan nilai kelompok Mtwo adalah sebesar 0,052 sedangkan nilai kelompok Reciproc adalah sebesar 0,011. Oleh karena nilai p<0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data tidak berdistribusi normal. Kemudian dilakukan transformasi data agar data berdistribusi normal dan dilakukan uji normalitas terhadap variabel hasil transformasi. Hasil dari transformasi data tersebut memperlihatkan data tidak berdistribusi normal. Maka dilakukan uji alternatif t tidak berpasangan, yaitu uji Mann-Whitney.

(51)

Tabel 5.1 Distribusi Nilai Rerata dan Nilai Kemaknaan Ekstrusi Debri Setelah Preparasi Saluran Akar Menggunakan Gerakan Rotasi Kontinyu (Mtwo) dan Resiprokal (Reciproc)*.

Kelompok n Rerata ± SD (gram) Interval

Kepercayaan 95% Nilai p Rotasi Kontinyu (Mtwo) 16 0.000181 ± 0.0001721 0.000090 - 0.000273 0.844 Resiprokal (Reciproc) 16 0.000163 ± 0.0001258 0.000095 - 0.000230 *Uji Mann-Whitney

Pada Tabel 5.1 memperlihatkan nilai rerata jumlah ekstrusi debri ke foramen apikal setelah preparasi saluran akar untuk kelompok Reciproc lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok Mtwo. Pada uji analisa statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh angka kemaknaan 0,844 (nilai p> 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara ekstrusi debri ke foramen apikal setelah preparasi menggunakan teknik rotasi kontinyu maupun resiprokal, dengan demikian hipotesis ditolak.

Gambar

Tabel 2.1   Desain Beberapa Instrumen Niti Rotari.......................................
Gambar 2.1. Perubahan yang Terjadi Akibat Ekstrusi ke Periapeks.
Gambar 2.2. Beberapa Desain Jarum yang Tersedia di Pasaran.
Gambar 2.3. Sistem Instrumen Mtwo. Instrumen Mtwo terdiri atas tiga sekuens, yaitu: sekuens  dasar, sekuens untuk membentuk anatomi saluran akar yang besar, dan sekuens pembentukan untuk  memfasilitasi teknik obturasi hangat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson, karena terdapat juga pada beberapa

(Tani 1996: 106.) Tämä vahvisti osaltaan päätöstäni ottaa opetuskokeiluun mukaan myös populaarikulttuurin aineksia. Populaarikulttuurin ja median käsitteet määritellään

Renja Tahun 2017 merupakan dokumen perencanaan kurun waktu satu tahun yang memuat program, kegiatan kelompok sasaran, pagu indikatif dan perkiraan anggaran yang disusun

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Free

Tahapan pertama yang akan dilakukan adalah melalui heuristik yakni metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data, fakta-fakta dan sumber yang sesuai dengan objek penelitian,

(2) Dalam melaksanakan pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah menunjuk Badan Hukum yang menangani pembangunan perumahan dan

Bapak dan ibu dosen serta seluruh staff Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya yang telah memberikan banyak bimbingan serta bekal ilmu

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya. Data