• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KINERJA INCINERATOR SKALA KECIL Studi Kasus Incinerator Pemda DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KINERJA INCINERATOR SKALA KECIL Studi Kasus Incinerator Pemda DKI Jakarta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

J.Tek.Ling Edisi Khusus Hal. 157-165 Jakarta, Juli 2006 ISSN 1441 – 318X

EVALUASI KINERJA INCINERATOR SKALA KECIL

Studi Kasus Incinerator Pemda DKI Jakarta

Rizqon Fajar1), Hendro Wicaksono1), Firman LS2)

Peneliti di Balai Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi BPPT1)Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan BPPT2)

Abstract

Small incinerator is one of means of municipal solid waste treatment which is used by local government of DKI Jakarta. To know the performance of the small incinerator, researchers conducted study on four incinerators in Ciracas, Srengseng, Sunter and Untung Java Island. Results of study shows that performances of the mentioned incinerators were quite low, i.e. particulate was greater than threshold limit, low burning capacity, producing waste water and poison gas was greater than treshold limit, the equipment wasn’t taken care according to standard, and the supporting facilities were not fulfilled the requirement.

Kata kunci: ambang batas, efisiensi pembakaran, emisi cerobong, limbah cair

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DKI Jakarta dengan luas wilayah  650 km2 yang dihuni oleh 8.922.699 orang penduduk, telah menghasilkan timbunan sampah sebanyak 6.000 ton /hari dengan komposisi 55,37% berupa sampah organik dan 44,63% sampah anorganik(1). Dengan luas wilayah yang terbatas dan timbunan sampah yang begitu besar tersebut maka sudah sewajarnya pemda DKI Jakarta memiliki masterplan yang baik sehingga sampah yang ada dapat ditangani dengan baik pula.

Incinerator atau pembakaran sampah merupakan salah satu alternatif dalam pemusnahan sampah yang telah dikembangkan untuk memperbaiki sistem penanganan sampah pada tempat-tempat tertentu di DKI Jakarta. Incinerator yang digunakan masih skala kecil, dan diharapkan dapat mengurangi sampah disumbernya, sehingga sampah

yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat berkurang.Incinerator kecil biasanya menggunakan teknologi pembakaran dengan pengumpanan terputus (Feedbatch Incinerator), yaitu proses pembakaran yang dilakukan secara setumpuk demi setumpuk secara bergantian. Teknologinya sangat sederhana dengan instalasi pembakaran yang terdiri dari lubang pengumpanan dengan pintu penutup, ruang pembakaran utama, ruang pembakaran sekunder dan cerobong asap(2).

Untuk mengevaluasi kinerja incinerator skala kecil dalam penghancuran sampah dilakukan monitoring terhadap kondisi pembakaran sampah tersebut. Selain itu perlu dilakukan monitoring terhadap efek dari pengoperasian incinerator terhadap lingkungan sekitar (emisi gas buang, limbah cair dan kebisingan)

(2)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Mengetahui tingkat emisi gas buang dari hasil pembakaran sampah dibandingkan dengan batas emisi yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

b. Mengevaluasi kondisi dan efisiensi pembakaran sampah dalam incinerator berdasarkan kandungan emisi partikulat, CO dan CO2 dan faktor-faktor lainnya.

c. Mengetahui tingkat pencemaran air limbah dari pembuangan scrubber, bagi incinerator yang dilengkapi scrubber untuk mengurangi pelepasan emisi gas buang ke udara bebas

d. Mengevaluasi kondisi fasilitas pendukung untuk kegiatan monitoring emisi yang meliputi keberadaan lubang sampling emisi kondisi keamanan dan keselamatan kerjanya.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka kerjasama antara Pemda DKI Jakarta dengan BPPT untuk melakukan kajian terhadap kinerja incinerator skala kecil di beberapa wilayah DKI Jakarta. Aktifitas yang dilakukan dalam penelitian meliputi pemilihan titik sampling, pemilihan metodologi sampling dan melakukan pengukuran parameter yang telah disebutkan sebelumnya.

2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di empat wilayah DKI Jakarta yaitu Ciracas, Srengseng, Sunter dan Pulau Untung Jawa di Kepulauan Seribu. Pengukuran dilakukan pada tanggal 17 Nopember sampai dengan tanggal 2 Desember 2003. Sedangkan analisa laboratorium dilakukan sejak tanggal 3 Desember sampai dengan tanggal 24 Desember 2003.

2.2. Penentuan Titik Sampling

Titik pengambilan sampel telah tersedia, untuk itu kegiatan yang dilakukan hanya melakukan pengecekan apakah posisi lubang sampling sesuai dengan ketentuan dari Kementrian Lingkungan Hidup tentang pedoman teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak(3).

2.3. Analisa Emisi Gas Buang

Metode analisa kandungan debu, logam berat, gas organik dan anorganik mengacu pada ketentuan yang berlaku(3). Kandungan debu yang telah ditangkap filter ditentukan secara gravimetric. Logam Pb, Sn, Ag dan Cu yang tertangkap pada filter ditentukan dengan cara mengekstrak logam-logam tersebut dengan pelarut. Setelah pengenceran yang diinginkan, larutan ekstraksi logam diinjeksi kealat AAS. Kandungan gas anorganik yang telah terabsorbpsi pada larutan ditentukan menggunakan metode titrasi dan spektroskopi.

2.4.1. Pengambilan Sampel Dan Analisa Limbah Cair

Limbah cair pada incinerator dihasilkan oleh water scrubber yang berfungsi sebagai absorber dari emisi gas buang yang keluar lewat cerobong. Kriteria pemantauan limbah cair sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta(4) tentang Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Emisi Gas Buang

Tabel 1 menampilkan hasil pengukuran emisi gas buang pada empat incinerator (Ciracas, Srengseng, Sunter dan Kepulauan Seribu). Secara umum emisi digolongkan kedalam dua bagian. Pertama adalah gas buang yang berhubungan dengan proses pembakaran sampah (partikulat, CO, CO2 dan NOx). Kedua adalah gas buang yang lebih berhubungan dengan

(3)

komposisi sampah (Cl2, HCl, SOx dan

NH3).

Hasil pengukuran emisi menunjukkan bahwa kandungan partikulat untuk incinerator Ciracas dan Kep. Seribu telah melampaui batas ambang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini berarti bahwa bahwa kinerja kedua incinerator rendah, baik pada sistem pembakaran maupun sistem pengurangan emisi (water scrubber). Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa burner atas incinerator Ciracas ternyata tidak dapat beroperasi. Hal ini mengakibatkan kandungan partikulat yang cukup tinggi pada incinerator Ciracas. Meskipun kandungan partikulat dalam emisi incinerator Srengseng dan

Sunter dibawah batas ambang, tetapi hal ini tidak dapat dikatakan bahwa kinerja kedua incinerator tersebut lebih baik daripada incinerator Ciracas dan Kep. Seribu. Kandungan emisi CO2 pada

incinerator Ciracas dan Kep. Seribu lebih tinggi dari pada incinerator Sunter dan Srengseng. Hal ini mengindikasikan bahwa intensitas pembakaran incinerator Ciracas dan Kep. Seribu lebih tinggi. Dengan kata lain jumlah sampah yang terbakar lebih banyak pada periode waktu yang sama. Rendahnya emisi partikulat pada incinerator Srengseng dan Sunter adalah bukan karena kinerja pembakaran yang bagus tetapi karena rendahnya intensitas pembakaran sampah

.

Tabel 1 Hasil Pengukuran Emisi Gas Buang pada Empat Incinerator

Hasil Pengukuran (mg/m3) Parameter

Ciracas Srengseng Sunter Kep. Seribu

Ambang Batas* Partikulat 75 50 20 113 50 CO 50 80 40 40 100 CO2 1132 470 475 1688 - NOx 0,06 1,38 0,09 0,69 1000 Cl2 0,04 0,04 0,51 0,94 10 HCl 3,97 5,65 2,34 8 70 SOx 3,43 0,11 0,04 0,12 - NH3 0,10 0,10 0,01 <0,01 0,5 Suhu Lingkungan,oC 31,5 32,2 29,6 32,6 - Kelembaban Relatif, % 66,9 63 62,3 58,6 -

*) Standar Kualitas Emisi SK Gub DKI Jakarta No. 670/2000(5) 3.2. Limbah Cair

Tabel 2 menampilkan hasi analisa kandungan air scrubber setelah melewati cerobong gas buang. Incinerator Srengseng tidak dilengkapi fasilitas scrubber. Air scrubber terbukti sangat efektif untuk mengurangi pelepasan emisi gas buang ke udara bebas. Namun demikian air yang telah menyerap sebagian gas buang tersebut ternyata dibuang kembali ke lingkungan (tanah). Apalagi air scrubber tidak mengalami proses daur ulang seperti yang harus dilakukan pada sebuah incinerator. Sehingga yang terjadi adalah hanya

pemindahan senyawa beracun dari udara ke lingkungan (tanah dan air tanah).

Dari Tabel 2 terlihat bahwa kandungan gas beracun dalam air buangan dari scrubber telah melampaui ambang batas yang ditetapkan, dan terjadi pada sebagian besar parameter, terutama pada incinerator Ciracas dan Kep. Seribu. Hal tersebut tidak terjadi pada incinerator Sunter, karena diffuser dari air scrubber rusak. Akibatnya daya penyerapan air scrubber terhadap senyawa beracun sangat rendah, seperti yang terlihat pada Tabel 2.

(4)

Pada ketiga incinerator, kandungan logam berat Mercury dan Selenium melampaui batas ambang. Kandungan senyawa beracun seperti

Cyanida, Lead dan Cadmium juga sangat tinggi pada incinerator Ciracas maupun Kep. Seribu, sehingga sangat membahayakan bagi lingkungan.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kandungan Senyawa Beracun Dalam Air Scrubber

Hasil Pengukuran (ppm) Parameter

Ciracas Srengseng Sunter Kep. Seribu Ambang

Batas* Nitrite, NO2 <0,01 - <0,01 0,01 1 Nitrate, NO3 1,49 - 1,05 1,30 20 Flouride, F 2,74 - 0,70 1,32 2 Cyanida, CN 0,42 - 0,03 0,37 0,05 Mercury, Hg 0,01 - 0,009 0,05 0,002 Lead, Pb 0,52 - <0,01 0,33 0,10 Cadmium 0,13 - <0,005 0,07 0,05 Selenium 2,66 - 2,47 7,70 0,05 Nickel 0,83 - 0,07 0,48 0,2 Phenol 0,48 - 0,04 0,32 0,5 COD 562 - 17,71 104 100

*) SK Gubernur DKI No. 122 Tahun 20005(4)

COD atau Chemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan senyawa organik secara kimiawi. Tingginya bilangan COD pada air scrubber incinerator Kep. Seribu dan terutama Ciracas menunjukkan bahwa secara umum kandungan senyawa organik sangat tinggi dan memerlukan banyak oksigen untuk menguraikan. Dengan kata lain beban lingkungan untuk menguraikan senyawa organik tersebut menjadi sangat berat.

Rendahnya intensitas pembakaran didukung oleh

pengamatan lapangan mengenai kondisi pembakaran. Posisi burner pada incinerator Srengseng terletak pada bagian bawah dan belakang ruang bakar, sehingga kontak antara sampah dan api sangat minim. Sedangkan pada incinerator Sunter, dari dua blower udara yang ada hanya satu yang dapat beroperasi. Hal ini mengakibatkan pasokan udara ke ruang bakar kurang, sehingga menyebabkan kapasitas pembakaran incinerator Srengseng dan Sunter lebih rendah dari Ciracas dan Kep. Seribu seperti tertera pada Tabel 3

Tabel 3. Data Kapasitas Pembakaran Sampah dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak

Parameter Ciracas Srengseng Sunter Kep. Seribu

Kapasitas bakar, (Kg/jam) 217,8 27,6 45,1 120

Konsumsi BBM (Liter/jam) 20,2 5,6 18,5 24,4

Konsumsi BBM (Liter/Kg sampah) 0,1 0.2 0.4 0.2

Data konsumsi bahan bakar per berat sampah (Tabel 3) dapat menggambarkan efisiensi pembakaran masing-masing incinerator. Konsumsi bahan bakar yang paling boros dialami

incinerator Sunter (0,4 L/Kg), hal ini karena salah satu blowernya tidakhidup. Konsumsi bahan bakar paling irit dialami oleh incinerator Ciracas (0,1 L/Kg). Meskipun konsumsi bahan bakar incinerator Kep. Seribu sama dengan incinerator Srengseng (0,2 L/Kg) namun

(5)

kapasitas pembakaran incinerator Kep. Seribu lebih tinggi.

3.3. Evaluasi Kondisi Incinerator

Fasilitas pendukung sebuah incinerator sangat menentukan kinerja incinerator secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan monitoring dan evaluasi terhadap kondisi fasilitas tersebut. Adapun fasilitas yang dimaksud adalah sistem pembakaran, sistem monitoring emisi gas buang, sistem water scrubber dan sistem keamanan dan keselamatan verja. Hasil monitoring dari fasilitas pendukung diatas untuk keempat incinerator dapat dilaporkan sebagai berikut:

A. Sistem Pembakaran Incinerator

Sistem pembakaran ada dua tahap yaitu pembakaran pada ruang bakar I dan pembakaran pada ruang bakar II. Tahap pembakaran pada ruang bakar I adalah untuk memanaskan dan membakar sampah menjadi abu. Tahap pembakaran pada ruang bakar II adalah untuk membakar gas buang dari ruang

bakar I agar gas buang tersebut terbakar sempurna. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa dari keempat incinerator yang dimonitor, hanya incinerator Kep. Seribu yang lengkap sistem pembakarannya dan masih berjalan baik (lihat Tabel 4).

Dengan kondisi sistem pembakaran di atas dilakukan pengukuran kapasitas pembakaran pada masing-masing incinerator dengan sumber sampah yang sama. Sebelum dilakukan pembakaran, sampah ditimbang beratnya dan dimasukkan ke dalam ruang bakar I. Kemudian sistem incinerator dinyalakan. Selama pembakaran, pengadukan sampah dapat dilakukan agar sampah terbakar rata.

Pengujian kapasitas pembakaran untuk incinerator di Ciracas, Srengseng dan Sunter dilakukan dengan persediaan sampah sebanyak satu truk, sehingga selama pembakaran berlangsung dapat terus ditambahakan sampah selama persediaan masih ada dan dapat

mengoptimalkan kemampuan pembakaran sendiri (self burning).

Tabel 4. Kondisi Sistem Pembakaran Incinerator

Peralatan Ciracas Srengseng Sunter Kep. Seribu

Ruang Bakar I 2 burners 1 burner 1 burner 2 burners

Ruang Bakar II Rusak Tidak Ada 1 burner 1 burner

Catatan Memerlukan reparasi Perlu diadakan Perlu ditambah 1 burner

Tabel 5. Pengujian Kapasitas Pembakaran Incinerator

Pengujian Ciracas Srengseng Sunter Kep. Seribu

Kapasitas pembakaran (kg/jam) 217.8 27.6 45.1 120.0

Temperatur ruang bakar I (oC) 750 – 900 750 – 800 400 450 – 480

Temperatur ruang bakar I (oC) Dimatikan Tidak Ada 400 525 – 575

Pemakaian bahan bakar 20.2 liter/jam 5.6 liter/jam 18.5 liter/jam 24.4 liter/jam

(6)

Tabel 7. Kondisi Sistem Monitoring Emisi Cerobong Incinerator

Peralatan Ciracas Srengseng Sunter Kep. Seribu

Cerobong Emisi Berkarat Tidak Berkarat Tidak Berkarat Tidak Berkarat

Tangga Cerobong Rusak Berat Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada

Lubang sampling Emisi

Berkarat & rusak Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Umur 1 tahun 1 tahun 1 tahun 1 tahun

B. Sistem Monitoring Emisi

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa dari keempat incinerator, hanya incinerator Ciracas yang telah dilengkapi lubang sistem monitoring emisi. Meskipun demikian sudah mengalami kerusakan berat, sehingga perlu dilakukan reparasi agar kegiatan monitoring emisi dapat berjalan dengan benar dan aman.

Incinerator Srengseng, Sunter dan Kep. Seribu tidak dilengkapi sarana untuk monitoring emisi gas buang. Oleh karena itu, pengukuran emisi tidak dapat mengacu prosedur yang standar. Instalasi sistem monitoring emisi hendaknya dibangun dan mengacu pada peraturan tentang pedoman teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak(3).

Tabel 8. Kondisi Sistem Water Scrubber

Peralatan Ciracas Srengseng Sunter Kep. Seribu

Pemipaan Bocor Tidak ada Bocor Normal

Diffuser Normal Tidak Ada Rusak Normal

Pompa Normal Tidak ada Normal Bocor

Pengolahan Limbah Sangat sederhana Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Umur 1 tahun 1 tahun 1 tahun 1 tahun

Tabel 9. Kondisi Keamanan dan Keselamatan Kerja Incinerato

Peralatan Ciracas Sreng-seng Sunter Kep. Seribu

Alat Pemadam Kebakaran Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sarung tangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Masker, sepatu boot, helm Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Perlengkapan P3K Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Kebisingan Area incinerator 68.7 dB 80.3 dB 73.4 dB 79.3 dB

Kebisingan Rumah tinggal (± 50 m) 54.4 dB 60.1 dB 58.2 dB 47.8 dB

C. Sistem Water Scrubber

Dari empat incinerator yang telah dimonitor, hanya Srengseng yang tidak

(7)

dilengkapai water scrubber. Akibatnya semua komponen gas emisi hasil pembakaran sampah keluar ke udara bebas, tanpa proses penyerapan. Meskipun fasilitas water scrubber incinerator Ciracas, Sunter dan Kep. Seribu baru berumur 1 tahun, tetapi kondisinya memprihatinkan. Hal ini karena pemeliharaannya kurang diperhatikan sehingga terjadi kebocoran pada pemipaan, pompa dan diffuser. Kerusakan terjadi karena penggunaan material yang tidak anti korosi.

Seperti diketahui bahwa pengadaan water scrubber tidak akan bermanfaat jika air limbahnya tidak diolah atau didaur ulang sebelum dilepas ke lingkungan. Pengamatan lapangan pada incinerator Ciracas, Sunter dan Kep. Seribu menunjukkan bahwa pengolahan limbah dari water scrubber belum dilakukan atau dapat dikatakan bahwa limbah dari water scrubber masih dibuang langsung ke lingkungan

D. Sistem Keamanan dan Keselamatan Kerja

Evaluasi keamanan dan keselamatan kerja yang dilakukan adalah meliputi beberapa aspek seperti perlengkapan alat-alat kerja, perlengkapan kostum, perlengkapan P3K, kondisi temperatur sistem, kondisi kebisingan. Hasil pengamatan keempat sistem incinerator terlihat pada Tabel 9.

Baku mutu kebisingan di dalam area sistem incinerator dan daerah pemukiman adalah masing-masing 80 dB dan 50 dB. Hanya Incinerator di Ciracas dan Pulau Untung Jawa yang dibawah baku mutu yang ditetapkan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.11. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kandungan partikulat untuk incinerator Ciracas dan Kep. Seribu telah melampaui batas ambang. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja kedua incinerator rendah, baik pada sistem pembakaran maupun sistem pengurangan emisi (water scrubber).

2. Kandungan partikulat dalam emisi incinerator Srengseng dan Sunter masih dibawah batas ambang, hal ini karena rendahnya intensitas pembakaran sampah.

3. Kandungan gas hasil pembakaran yaitu CO dan NOx untuk keempat incinerator masih dibawah batas maksimum yang diperbolehkan.

4. Kandungan gas beracun dalam air buangan dari water scrubber incinerator Ciracas dan Kep. Seribu telah melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah.

4.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil pengamatan maka disarankan:

1. Untuk mengurangi kadar partikulat perlu diadakan perbaikan terhadap burner dan blower. Monitoring terhadap incinerator hendaknya dilakukan secara periodik. Efisiensi pembakaran terhadap incinerator juga perlu dilakukan secara periodik sesuai tentang Kep-03/Bapedal/09/1995).

2. Setiap incinerator hendaknya dilengkapai dengan fasilitar pengolahan limbah dari water scrubber. Tanpa pengolahan limbah, akan terjadi pemindahan limbah dari produk yang terisolasi/tertutup (sampah) menjadi senyawa kimia terbuka dan berbahaya langsung bagi lingkungan (tanah dan air).

(8)

DAFTAR PUSTAKA

1. Boedi, R., 205. Pengelolaan Sampah Padat di DKI Jakarta, Makalah pada Workshop Peningkatan Sinergi Penerapan Teknologi Lingkungan dalam Rangka Pengendalian Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut, BPPT, Jakarta 6 September 2005

2. Martono, D.H., 2006. Teknologi Pembakaran Sampah. Materi Pelatihan Teknologi Pengolahan Sampah Kota Secara Terpadu Menuju

Zero Waste, Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT

3. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 205 Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak

4. Surat Keputusan Gubernur DKI No. 122 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik

5. Surat Keputusan Gubernur DKI No. 122 Tahun 2005 Tentang Emisi Cerobong genset/diesel

Gambar

Tabel 1 Hasil Pengukuran Emisi Gas Buang pada Empat Incinerator
Tabel 2.  Hasil Pengukuran Kandungan Senyawa Beracun Dalam Air Scrubber
Tabel 4.  Kondisi Sistem Pembakaran Incinerator
Tabel 8. Kondisi Sistem Water Scrubber

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini penulis menggunakan periode tahun pengukuran selama enam tahun (31 Desember 2001 sampai dengan 31 Desember 2007). Yang kedua adalah sebaiknya membandingkan

Peningkatan temperatur curing dapat meningkatkan jumlah ikatan crosslink pada matriks epoxy, komposit dengan penambahan fraksi volume HGM 16% di-curing pada

Borang yang lengkap diisi hendaklah dimajukan ke Jabatan Hal Ehwal Akademik dan Pelajar selewat-lewatnya dua (2) minggu selepas program dijalankan. BORANG YANG TIDAK LENGKAP

Kategori kurang merupakan suatu kondisi dimana terdapat bangunan yang terletak pada RUMIJA (25 meter); dan terdapat kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu lintas. Persentase

 Dapat pula menggunakan properties untuk mengubah ukuran objek, yaitu dengan cara klik objek dan ubah ukuran sesuai dengan ukuran yang diinginkan, seperti yang tampak pada

pandang daripada warga Fakulti Sains Sosial Universiti Malaya yang mungkin mempunyai pendapat mahupun perspektif sendiri bedasarkan kepada pengalaman, pengetahuan dan

Pada hari ini, Selasa tanggal Tiga Puluh bulan April tahun Dua Ribu Tiga belas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Pembangunan Jembatan Kabupaten Indragiri