• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl

TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN

KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI

PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM

Oleh :

PARMADI WAKTYA JATI F34102093

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl

TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN

KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI

PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PARMADI WAKTYA JATI F34102093

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI PATI

TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PARMADI WAKTYA JATI F34102093

Dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1985 Di Kendal, Jawa Tengah

Tanggal lulus : Agustus 2006

Disetujui, Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St Pembimbing akademik

(4)

Parmadi Waktya Jati. F34102093. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi

HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu. 2006.

RINGKASAN

Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah.

Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan diperbaiki dengan usaha modifikasi ini.

Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai DextroseEquivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang berbeda-beda.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, dan konsentrasi HCl dan interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi, menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan serta Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori maltodekstrin.

Dalam penelitian ini digunakan metode modifikasi pati secara hidrolisis asam cara basah (gelatinisasi) dan cara kering (penyangraian). Proses modifikasi pati dilakukan pada suhu 60o-70oC pada rentang 5 konsentrasi yang berbeda. Modifikasi pati dengan cara menggelatinisasi suspensi pati 30 % ( 300 gram pati dalam 1000 ml larutan HCl). Rentang konsentrasi HCl yang digunakan adalah 0%, 1%, 1,5%, dan 2% (v/v). Setiap 10 menit dilakukan sampling selama 1 jam proses. Modifikasi pati secara penyangraian dilakukan dengan menyemprot pati

(5)

sebanyak 200 ml. Rentang konsentrasi yang digunakan adalah 0 N, 0,1N, 0,2N, 0,3N, dan 0,4N. Setiap 30 menit dilakukan sampling selama 3 jam proses. Setiap sampel dinetralkan pH nya dengan NaOH dan dihaluskan.

Setiap sampel dihitung nilai DE nya. Nilai DE kemudian di plotkan ke dalam grafik dan ditarik persamaan matematisnya. Pengujian karakteristik dilakukan terhadap sepuluh sampel. Setiap tingkat konsentrasi diambil sampel secara acak pada sampel yang memiliki nilai DE dibawah 20 yang merupakan nilai DE untuk maltodekstrin.

Berdasarkan analisa statistik diketahui bahwa persamaan matematis yang didapatkan dari modifikasi pati metode gelatinisasi adalah DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit). Persamaan matematis untuk metode penyangraian adalah DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit). Dari pengujian karakteristik mutu pati termodifikasi didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa kualitas pati tremodifikasi yang dihasilkan memenuhi standar muru pati termodifikasi yang ditetapkan oleh SNI.

(6)

Parmadi Waktya Jati. F34102093. Effect of hydrolysis Time and HCl

Concentration on Dextrose Equivalent (DE) Value and Characterization of Modified Starch Quality from Tapioca Starch with Acid Hydrolysis. Supervised by Khaswar Syamsu. 2006

SUMARY

Starch is a carbohydrate extracted from roots, cereallia or rods of certain plants such as rice, wheat, cassava, and potato. Most starch is used on food industries. Indonesia has abundant natural resources of plants so that it is very potential in cropping starch.

The modification of starch is proposed to gained starch product with special characteristic. One of the modified starch is maltodextrin. Maltodextrin is resulted from starch hydrolysis either chemically or biochemically using an enzyme or acid. This other form of starch is applicable in food industries, for example maltodextrin is used as a material content in starch products, fat and sugar successor, and energy source in some drinks. The modified starch has physical characteristic better than unmodified starch, that is more applicable form. In addition, the hydrolysis process of starch is expected to reduce some unwanted characteristic.

There are various methods to modify starch form. One of them is acid hydrolysis. This method has some superiority compared to the other methods. The hydrolysis process is easier and the stuff is cheaper that are starch, acid chloride (HCL) and water. The influenced factors on this process are hydrolysis time and kind of acid used in this process, which determine the Dextrose Equivalent (DE) value. The DE value can differentiate the kinds of modified starch. Each ranges of DE value has own name and different functions.

The objective of this study are ; First, to identify some factors affected hydrolysis process, includes length of heat treatment, HCL concentration, and interaction of both factors. The second objective is to seek an optimum condition to produce maltodextrin product with expected DE value by fix the association between length of heat treatment and HCL concentration. The last is, to study the starch characteristic having DE value under 20, it is mean that this starch form can be classified as maltodextrin.

Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) and Dry Acid Hydrolysis were used to modify starch. This modification process was hold on temperature range 60-70

oC and five different concentration of chloride acid (HCl). As many as 30% of

starch suspension ( 300 g starch of 1000 ml HCl) is gelatinized to modify the starch form. The HCL concentration range used in this research was 0%, 1%, 1.5%, and 2% (v/v). Data was taken every ten minutes during one hour gelatinization process. While, dry acid hydrolysis was done by mixed 500 g of dried starch with 200 ml of HCL solution. The range of HCL concentration was 0 N ; 0,1 N ; 0,2 N ; 0,3 N ; and 0,4 N. Sampling was done every 30 minutes during three hours of dry acid hydrolysis, then the pH value of each samples was neutralized by NaCl solution. Having the pH value on neutral condition, the sample then should be soften.

Measurement of DE value was done for each sample to be plotted on a chart and revealed a mathematical equation. Characteristic testing was done using

(7)

ten samples. For each level of HCL concentration, sample having DE value under 20, known as maltodextrin, was taken randomly.

Statistical analysis revealed a mathematical equation, DE(%) = - 10,4 + 10,4 HCL concentration (N) + 1,18 minute for Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) method and DE(%) = - 0,279 + 1,39 HCL concentration(N) + 0,0111 minute for Dry Acid Hydrolysis method. According to the test of modified starch characteristic, shows that the quality of modified starch resulting from hydrolysis process is meet with the standard of that fixed by SNI.

(8)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Parmadi Waktya Jati NIM : F34102093

Menyatakan bahwa skripsi dengan tema ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan

Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam “ merupakan hasil karya sendiri, tidak menyalin hasil karya orang lain.

Bogor, Agustus 2006

Parmadi Waktya Jati

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Januari 1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Cipyadi dan Ibu Supinah.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri Sukorejo 01 Kendal pada tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 01 Sukorejo pada tahun 1999 dan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 01 Temanggung pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian FATETA IPB, pada tahun 2006, penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu

Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam”.

(10)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu

Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB sejak bulan Maret sampai bulan Agustus 2006. selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat motivasi, bimbingan, petunjuk, bantuan dan yang utama adalah do’a dari berbagai pihak, sehingga semuanya dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya antara lain kepada Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. selaku dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi atas segala arahan, masukan dan bimbingan selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang tidak luput dari kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bogor, Agustus 2006

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

RINGKASAN ... iv

SUMMARY ... vi

SURAT PERNYATAAN ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Pati... 3

Pati Tapioka dan Pati-Pati Lainnya... 5

Modifikasi Pati ... 6

Metode Hidrolisis ... 6

Metode oksidasi... 7

Subtitusi... 7

Ikatan Silang... 8

Proses Modifikasi Pati Secara Hidrolisis ... 9

Dextrose Equivalent (DE) ... 14

METODOLOGI PENELITIAN ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

Penelitian Pendahuluan ... 17

Pembuatan Pati Termodifikasi ... 16

Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) ... 18

Prosedur Analisis Karakteristik Mutu ... 18

Penentuam Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE) ... 22

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Penelitian Pendahuluan ... 23

Pati Termodifilasi dari Pati Tapioka ... 25

Proses Modifikasi dan Perubahan Nilai DE ... 27

Pengaruh Waktu Proses Modifikasi dan Konsentrasi Asam terhadap DE Produk Pati Termodifikasi ... 38

Persamaan MatematisDextrose Equivalent (DE)... 41

Analisis Karakteristik Mutu Produk Pati Termodifikasi... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

Kesimpulan ... 60

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin... 4

Tabel 2. Tabel 2. Kandungan amilosa komoditas penghasil pati... 4

Tabel 3. Kandungan ubi kayu ... 5

Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia ... 5

Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20... 12

Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin ... 13

Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya ... 14

Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi ... 16

Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian... 17

Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka ... 25

Tabel 11. Nilai derajat putih beberapa sampel ... 46

Tabel 12. Nilai persen lolos saring... 48

Tabel 13. Warna sampel dalam lugol ... 49

Tabel 14. Hasil pengujian kadar air ... 50

Tabel 15. Hasil pengujian kadar abu ... 52

Tabel 16. Hasil pengujian kadar serat ... 54

Tabel 17. Hasil pengujian persentase kelarutan dalam air dingin ... 55

Tabel 18. Hasil pengujian derajat asam ... 56

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi... 8

Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang... 9

Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam...10

Gambar 4. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi 0N...28

Gambar 5. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,1 N...29

Gambar 6. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,2 N...30

Gambar 7. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,3 N...31

Gambar 8. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,4 N...32

Gambar 9. Grafik DE metode gelatinisasi tanpa penambahan asam ...34

Gambar 10. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 0,5 %...35

Gambar 11. DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1 % ...36

Gambar 12. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1,5 %...37

Gambar 13. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 2 % ...38

Gambar 14. Perubahan nilai DE modifikasi penyangraian ...39

Gambar 15. Diagram alir reaksi karamelisasi ...40

Gambar 16. Perubahan nilai DE modifikasi gelatinisasi ...41

Gambar Gambar 18. Plot grafik tiga dimensi pada minitab...43

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi metode basah ...67

Lampiran 2. Pembuatan pati termodifikasi metode kering ...68

Lampiran 3. Penentuan Kurva Standar uji phenol untuk total gula ...69

Lampiran 4. Kurva standar pengujian total gula dengan metode phenol...70

Lampiran 5. Penyiapan Pereaksi DNS dan Penentuan Kurva Standar ...71

Lampiran 6. Kurva Standar pengujian gula pereduksi dengan metode DNS ...72

Lampiran 7. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode gelatinisasi... 73

Lampiran 8. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode penyangraian ...74

Lampiran 9. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode gelatinisasi ....75

Lampiran 10.Hasil pengujian total gula metode penyangraian...76

Lampiran 11. Hasil pengujian gula pereduksi dan total gula pati tapioka ...77

Lampiran 12. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode gelatinisasi ...78

Lampiran 13. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode penyangraian ...79

Lampiran 14. Hasil pengujian derajat putih...80

Lampiran 15. Hasil pengujian kehalusan ...82

Lampiran 16. Warna dalam lugol...83

Lampiran 17. Hasil pengujian kadar air ...84

Lampiran 18. Hasil pengujian kadar abu ...85

Lampiran 19. Hasil pengujian kadar serat kasar ...88

Lampiran 20. Hasil pengujian kelarutan dalam air dingin...89

Lampiran 21. Hasil pengujian derajat asam...90

Lampiran 22. Hasil pengujian viskositas ...91

Lampiran 23. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0 N ...92

Lampiran 24. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,1 N ...93

Lampiran 25. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,2 N ...94

(16)

Lampiran 26. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,3 N ...95 Lampiran 27. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada

metode penyangraian konsentrasi 0,4 N ...96 Lampiran 28. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada

metode gelatinisasi konsentrasi 0 %...97 Lampiran 29. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada

metode gelatinisasi konsentrasi 0,5 %...98 Lampiran 30. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada

metode gelatinisasi konsentrasi 1 %... 99 Lampiran 31. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada

metode gelatinisasi konsentrasi 1,5 %... 100 Lampiran 32. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada

metode gelatinisasi konsentrasi 2 %... 101 Lampiran 33. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode

penyangraian ... 102 Lampiran 34. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode

gelatinisasi... 103 Lampiran 35. Gambar produk pati termodifikasi... 104

(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, sagu jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah.

Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman umbi yang menghasilkan pati. Indonesia merupakan negara tropis yang potensial menjadi penghasil pati tapioka yang dihasilkan dari umbi singkong. Produktivitas ubi kayu cukup besar. Dari satu hektar lahan mampu dihasilkan sekitar 25 ton ubi kayu (Anonim, 2005). Produktivitas ubi kayu tersebut lebih besar daripada jagung yang hanya menghasilkan 60,3 kuintal per hektar (Anonim, 2005). Tanaman-tanaman penghasil pati tersebut secara umum dapat dipanen satu kali dalam setahun karena petani lebih cenderung menanam komoditas tersebut pada saat lahannya tidak ditanami padi (Anonim, 2005). Harga pati tapioka untuk tahun 2006 berkisar pada harga 3500 rupiah per kg. Apabila pati tapioka diolah lebih lanjut menjadi pati termodifikasi, nilai tambah produk pati tersebut akan bertambah. Harga untuk maltodekstrin sendiri adalah 1,9 dollar US per kilogram (Anonim, 2005) atau sekitar 17 ribu rupiah.

Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu, menurut Hidayat (2002) maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan

(18)

kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan diperbaiki dengan usaha modifikasi ini.

Indonesia memenuhi sebagian besar kebutuhan produk modifikasi pati dari impor. Nilai impor produk ini sebesar 150 juta dollar US per tahun (Tjahyono, 2004). Prospek industri modifikasi pati di Indonesia yang menjanjikan ini menjadikan kajian terhadap pemanfaatan pati tapioka sebagai bahan bakunya. Penelitian ini merupakan kajian terhadap faktor-faktor dalam pembuatan pati termodifikasi sehingga didapatkan pati termodifikasi dengan karakteristik yang diinginkan.

Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai Dextrose Equivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang berbeda-beda.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat ditetapkan suatu model sederhana untuk mengetahui hubungan lama hidrolisis, konsentrasi katalisator (HCl) terhadap nilai Dextrose Equivalent (DE) dan karakteristik mutu maltodekstrin yang dihasilkan untuk dapat digunakan dalam merancang proses guna menghasilkan produk pati termodifikasi sesuai keinginan konsumen.

B. TUJUAN

1. Mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, konsentrasi HCl dan

interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi.

2. Menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan

konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan.

3. Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent

(DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori maltodekstrin.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PATI

Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk granula. Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi, biji dan atau buah. Pati pada tanaman beperan sebagai sumber energi untuk fase dorman, germinasi dan pertumbuhan (Swinkles, 1985). Pati berbeda dengan tepung. Tepung merupakan bahan yang dihancurkan sampai halus sedangkan pati merupakan polisakarida komplek yang tidak larut dalam air dan digunakan oleh tumbuhan untuk menyimpan cadangan glukosa (Anonim, 2006).

Granula pati dapat menyerap air dan mengembang. Dalam air dingin, granula pati terdispersi dan membentuk larutan berviskositas rendah. Viskositas larutan pati akan meningkat drastis bila mengalami pemanasan disertai pengadukan hingga mencapai suhu sekitar 80oC. Suhu dimana larutan pati mulai

mengental disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati berbeda-beda tergantung jenis pati. Gelatinisasi pati merupakan proses endoterm yang terjadi karena adanya air. Pada saat gelatinisasi terjadi pemisahan susunan molekul di dalam granula pati (Bemiller dan Whistler, 1996).

Pati mengandung dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer rantai lurus dari glukosa dengan ikatan α-1,4 glikosidik. Bila ditambahkan dengan sejumlah iodine, amilosa akan membentuk kompleks amilosa-iodine. Larutan amilosa memiliki viskositas yang tinggi dan relatif tidak stabil dibandingkan amilopektin (Manners, 1979). Menurut Alais dan Linden (1991), hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa dan oligosakarida lainnya.

Berbeda dengan amilosa, amilopektin memiliki rantai bercabang dimana molekul-molekul glukosa bergabung melalui ikatan α-1,6 glikosidik. Unit glukosa pada amilopektin berkisar 105-106 unit. Amilopektin akan memberikan warna

ungu dengan iodine di dalam air. Komposisi amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 1.

(20)

Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin (Pomeranz, 1991)

Properti Amilosa Amilopektin

Struktur umum Lurus Bercabang

Ikatan α-1,4 α-1,4 dan α-1,6

Panjang rantai rata-rata ~103 20-25 Derajat polimerisasi ~ 103 104-105

Kompleks dengan iod Biru(~650 nm) Ungu-coklat (~550 nm) Produk hidrolisis Maltotriosa, Glukosa,

maltosa, Oligosakarida

Gula pereduksi (sedikit) Oligosakarida (dominan) Menurut Hullinger et. al. (1973), amilosa dan amilopektinlah yang berfungsi dalam menentukan sifat-sifat makanan yang diproses dari bahan pati. Amilosa merupakan komponen yang berpengaruh terhadap sifat gel. Terjadinya gel adalah karena terjadinya kristalisasi fraksi amilosa. Pati dengan kandungan amilosa yang berbeda akan menghasilkan produk makanan dengan sifat yang berbeda pula. Menurut Luallen (1985), amilopektin biasanya memberikan konsistensi seperti serabut pada makanan. Berikut ini adalah kandungan amilosa dari berbagai komoditi penghasil pati.

Tabel 2. Kandungan amilosa berbagai komoditas penghasil pati Sumber pati Amilosa (%)

Jagung biasa 24

Jagung beramilosa tinggi 50 – 70

Beras ketan 0 – 3

Kentang 20

Tapioka 17

(21)

B. PATI TAPIOKA DAN PATI-PATI LAINNYA

Pati tapioka adalah pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong. Pati diekstrak dengan menggunakan air untuk kemudian diendapkan.Endapan tersebut adalah pati tapioka (Anonim, 2001). Umbi ubi kayu sendiri mengandung bahan-bahan sebagai berikut.

Tabel 3. Kandungan ubi kayu

Bahan Kandungan (%) Pati 24 Serat 2 Protein 1 Bahan lain 73 (Anonim, 2001)

Ubi kayu merupakan sumber pati potensial untuk dijadikan bahan baku pati termodifikasi. Produktivitas ubi kayu meningkat dari tahun ke tahun dengan jumlah yang tertinggi dibandingkan jumlah tanaman penghasil pati laiinya. Produktivitas tanaman-tanaman penghasil pati di Indonesia adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia

Kacang polong Ubi kayu (Ton) (Ton) Tahun Jagung (Ton) Kedelai (Ton) Kacang (Ton) Kentang (Ton) 2002 9654105 673056 718071 288,089 16913104 1771642 2003 10886442 671600 785526 335224 18523810 1991478 2004 11225243 723483 837495 310412 19424707 1901802 2005 12523894 808353 836295 320963 19321183 1856969 2006 12495742 783554 851133 311623 20054634 1868994 ( Anonim, 2006)

(22)

Pati tapioka merupakan granula berwarna putih yang ukuran diameternya bervariasi antara 5 sampai 35 mikron dengan rata-rata 17 mikron. Granula ini sering berbentuk mangkuk dan sangat kompak tetapi selama pengolahan, granula tersebut akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak teratur bentuknya (Brautlecht, 1953). Pati tapioka mengandung amilosa 17 % dan dalam pemanasan tapioka akan memiliki gel yang lunak (Whistler dan Smart, 1953). Menurut Taylor dan Schoch seperti dikutip dalam Brautlecht (1953) granula pati tapioka sudah terpecah sempurna di bawah suhu 80oC.

Pati tapioka dapat dimodifikasi menjadi dekstrin putih, dekstrin kuning, maltodekstrin, thin boiling starch, Gum Inggris dan lain sebagainya. Kegunaan pati modifikasi dari pati tapioka sangat beragam dari bidang pangan maupun non pangan (Anonim, 2001)

C. MODIFIKASI PATI

Peningkatan ilmu pengetahuan tentang struktur molekul memungkinkan ahli melakukan modifikasi struktur pati alami untuk memenuhi persyaratan dalam menghasilkan produk tertentu. Modifikasi pati bertujuan untuk mengubah struktur molekul pati dengan berbagai faktor. Modifikasi yang biasa digunakan adalah hidrolisis, oksidasi, subtitusi dan ikatan silang (Luallen, 1985).

1. Metode Hidrolisis

Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering digunakan. Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan asam atau enzim sebagai katalisator. Pada metode ini suspensi pati dimasukkan ke dalam air dengan asam atau enzim yang mampu menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi sampai mendapatkan kekentalan yang diinginkan (Anonim, 1983).

Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan mengubah kekentalannya (Smith dan Bell, 1986). Pati yang dimodifikasi dengan metode ini mempunyai kekentalan dalam keadaan panas yang rendah dan daya lekatnya tinggi. Pati jenis ini banyak

(23)

digunakan dalam industri kertas, tekstil dan perekat (Smith dan Bell, 1986). Sebagai bahan makanan pati semacam ini digunakan pada pembuatan gum candy (Smith, 1982).

Apabila hidrolisis dengan menggunakan asam terhadap pati dengan kandungan air terbatas maka akan diperoleh fraksi yang lebih kecil yang disebut dekstrin. Karena itu proses ini sering juga disebut dengan dekstrinisasi (Luallen, 1985). Metode hidrolisis ini paling sering digunakan karena metodenya mudah dengan bahan baku yang mudah pula.

2. Metode Oksidasi

Pada proses oksidasi ini juga terjadi pemecahan rantai molekul pati secara acak. Salah satu bentuk oksidasi pati adalah pemucatan (bleaching) dengan menggunakan pereaksi natrium hipoklorit (Luallen, 1985). Proses oksidasi adalah memasukkan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke dalam rantai lurus maupun rantai cabang dari molekul pati sehingga membuka struktur cincin glukosa dan membengkokkan cincin glukosa yang telah terbuka melalui pengguntingan rantai molekul. Proses ini tergantung kepada kondisi reaksi seperti suhu dan pH (Smith dan Bell, 1986).

Metode oksidasi ini menyebabkan sifat pati berubah seperti kekentalannya akan menurun dan hilangnya sebagian sifat gel (Luallen, 1985). Menurut Smith dan Bell (1986) oksidasi pati juga menyebabkan rendahnya retrogradasi dan tingginya daya dispersi. Tambahan natrium hipoklorit dapat menekan jumlah bakteri selama proses produksi dan menyebabkan pati menjadi putih. Pati semacam ini terbatas penggunaannya untuk permen dan jelly.

3. Subtitusi

Penggunaan utama pati dalam produk makanan adalah sebagai pengental dan sebagai sumber karbohidrat (Luallen, 1985). Kandungan amilosa telah diketahui menentukan sifat makanan yang dihasilkan. Molekul amilosa cenderung untuk berada dalam posisi sejajar sehingga

(24)

gugus hidroksilnya dapat berikatan. Hal ini mengakibatkan molekul pati berbentuk kristal agregat dan sukar larut dalam air. Oleh karena itu pati yang mengandung amilosa tinggi sukar mengalami proses gelatinisasi sehingga penggunaan dalam produk makanan terbatas (Wurzburg dan Szymanski, 1970).

Masalah tersebut diatasi dengan mensubtitusikan gugus anion ke seluruh granula agar penggabungan granula-granula menjadi terhalang. Salah satu cara pensubtitusian ini adalah dengan mengalkilasi pati seperti pada persamaan berikut.

StOH + CH2 – CH – CH3 StOH – CH – CH3

Keterangan : StOH : senyawa pensubtitusi

Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi

Modifikasi pati dengan metode ini menyebabkan sifat kepolarannya berubah dan kejernihan pastanya meningkat. Kestabilan terhadap pembekuan juga meningkat (Smith dan Bell, 1986).

4. Ikatan Silang

Amilopektin mempunyai rantai bercabang maka gugus-gugus hidroksilnya lebih sukar untuk berikatan. Oleh karena itu amilopektin mudah mengalami proses gelatinisasi tetapi kekentalannya tidak stabil. Granula yang telah membengkak mudah pecah akibat pemanasan yang lama (Katzbeck, 1972). Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pereaksi yang bersifat polifungsional (Anonim, 1983).

Pemilihan pereaksi untuk pembentukan ikatan silang agak terbatas. Selain itu harus bersifat nukleofilik yamg kuat, juga harus bebas dari pengaruh toksik atau mempunyai ketidakstabilan yang tinggi sehingga kelebihannya dapat mengubah menjadi produk yang tidak merusak.

OH

(25)

Menurut O’Dell (1981), pereaksi yang dapat digunakan adalah natrium trimetafosfat, epiklorohidrin dan asam adipat. Menurut Smith dan Bell (1986) yang sering digunakan adalah pereaksi fosfor oksiklorida dan natrium trimetafosfat. Diantara keempat pereaksi tersebut, fosfor oksiklorida paling tidak stabil dan mudah terurai dalam air (Matheis dan Whitaker, 1984). Reaksi yang mungkin terjadi pada ikatan silang adalah seperti pada persamaan berikut.

2 StOH + Na3P3O9 StO – P – Ost + Na2H2P2O7

Keterangan : StOH : senyawa pereaksi ikatan silang

Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang Pati yang dimodifikasi dengan cara ini granulanya menjadi kuat sehingga lebih tahan terhadap panas dan asam (Luallen, 1985).

D. PROSES MODIFIKASI PATI SECARA HIDROLISIS

Setiap jenis pati dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk menghasilkan suatu bahan dengan sifat fungsional yang diinginkan. Produk pati termodifikasi umumnya mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk pangan olahan. Modifikasi pati umumnya dirancang untuk tujuan mengubah karakteristik gelatinisasi, kekentalan dalam medium air, pembentukan gel, kestabilan suspensi karena pengaruh asam, panas dan proses pengolahan lainnya.

Modifikasi pati dilakukan dengan mengubah struktur kimia pati baik secara fisik, kimia atau enzimatis (Colonna et. al. dalam Galliard, 1987). Namun yang akan dibicarakan disini hanyalah modifikasi pati secara kimia. Modifikasi

O

(26)

pati secara kimia pada umumnya meliputi hidrolisis, oksidasi, esterifikasi dan eterifisasi (Fleche dalam van Beynum dan Roles, 1985, Rapaille dan Van Hemelrijck dalam Imeson, 1992). Pati dapat dimodifikasi melalui hidrolisis parsial secara kimia atau enzimatis menghasilkan thin boiling starch, dekstrin dan maltodekstrin (Fleche, 1985, Wurzburg, 1986). Reaksi hidrolisis pati dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam (Humprey, 1979)

Thin boiling starch adalah produk hidrolisis parsial pati menggunakan

asam dan pH tertentu dan pemanasan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi yang diinginkan. Karena sebagian pati terhidrolisis menjadi komponen berantai lurus yang berukuran lebih pendek dari asalnya, maka porsi fraksi polimer rantai lurus tersebut menjadi lebih rendah, serta peluang untuk terjadinya retrogasi semakin besar. Komponen karbohidrat berantai lurus yang pendek sukar membentuk senyawa yang kaku. Perlakuan pati dengan asam disamping

OH OH CH2OH OH OH CH2OH + H3O+ OH OH OH OH CH2OH CH2OH H+ OH OH CH2OH OH + + H3O+ OH CH2OH H+ OH OH OH CH2OH OH2 OH OH H2O OH CH2OH OH OH OH H2O O O O O O O O O O O O O O

(27)

menurunkan kekentalan, juga menurunkan kekuatan gel (Radley, 1976). Penggunaan thin boiling starch pada produk pangan antara lain dalam kembang gula, pastiles, dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992).

Dekstrin adalah produk hasil hidrolisis pati secara parsial menggunakan asam atau enzim. Dekstrin yang dibuat dengan hidrolisis asam (HCl) secara komersial dibedakan menjadi tiga jenis: dekstrin putih, kuning dan gom Inggris (Wurzburg, 1996). Rumus umum dekstrin adalah (C6H10O5)n (Radley, 1976).

Produk komersial dari hidrolisis pati diklasifikasikan berdasarkan Dextrose Equivalent (DE). Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung α-D-glukosa unit yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O] (Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic, 1995).

Maltodekstrin adalah polimer dari glukosa dengan panjang ikatan rata-rata 5-10 unit glukosa per molekul. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri makanan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa manis (Fullbrook, 1984). Menurut Mcdonald (1984). Maltodekstrin bersifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk zat warna pada reaksi browning.

Maltodekstrin dan sirup glukosa kering dalam industri pangan banyak digunakan sebagai bahan pengisi, mengurangi tingkat kemanisan produk dan sebagai bahan campuran yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaanya sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi penggunaan bahan-bahan konsentrat yang memiliki harga relatif tinggi, misalnya flavor. Dalam pembuatan tablet, maltodekstrin dapat mensubtitusi laktosa dan tepung susu dalam jumlah tertentu.

Menurut Roper (1996), maltodekstrin dapat digunakan sebagai pengganti lemak. Maltodekstrin dengan air akan membentuk gel yang dapat mencair atau larut dan menyerupai struktur lemak sehingga cocok untuk mensubtitusi minyak dan lemak. Konsistensi, penampakan dan sifat organoleptiknya dapat diterima. Penggunaan maltodekstrin dalam produk pangan juga dapat mengurangi kalori lebih dari 70 %.

(28)

Menurut Kennedy et. al. (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada :

Produk roti, misalnya pada cake, muffin dan biscuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak.

• Makanan beku, karena maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul yang relatif rendah, sehingga dapat mempertahankan produk tetap beku.

Makanan low calory, karena penambahan maltodektrin dalam jumlah yang besar tidak akan meningkatkan kemanisan produk seperti halnya gula.

Analisis komposisi maltodekstrin umumnya dilakukan dengan metode kromatografi. Menurut Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic (1995), kromatografi merupakan teknik terbaik untuk karakterisasi oligosakarida dan polisakarida. Kromatografi yang dikembangkan mulai pertengahan tahun 1970 sampai sekarang adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography). HPLC adalah teknik dimana molekul-molekul dalam larutan dipisahkan (fraksinasi) berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya atau afinitas terhadap kolom yang digunakan. Waktu pemisahan merupakan faktor penting dalam metode HPLC. Berikut ini komposisi gula pada maltodekstrin DE 15 dan DE 20.

Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20 DE Glukosa (%) Maltosa (%) Maltotriosa (%) Sakarida lainnya 15 0,6 4,0 7,0 88,4 20 0,8 5,5 11,0 82,7

(29)

Mutu maltodekstrin di Indonesia telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Standar mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20. Standar mutu dekstrin dikelompokkan lagi menurut bidang aplikasinya, yaitu pangan dan non-pangan. Pada tabel 6 dapat dilihat lebih jelas variabel dan nilai standar mutu dekstrin menurut DSN (1992 dan 1989).

Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin Aplikasi Variabel

Pangan Nonpangan Warna(Visual) Putih sampai kekuningan Putih sampai kekuningan

Warna dalam lugol Ungu sampai kecoklatan Ungu sampai kecoklatan Kadar air(%b/b) Max. 11 Max. 11

Kadar abu(%b/b) Max. 0,5 Max 0,5 Serat kasar(%b/b) Max 0,6 -

Bagian yang larut dalam air (%)

Min. 97 Min. 80

Kekentalan (cP) 3-4 3-4

Dekstrosa Max. 5 Max. 7

Derajat asam (0,1 N NaOH/100 g bahan) Max. 5 Max. 6 Kehalusan (ayakan 100 mesh) Min. 90 (lolos) - Dewan Standarisasi Nasional (1992 dan 1989)

(30)

E. DEXTROSE EQUIVALENT (DE)

Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total

pereduksi dari pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan Derajat Polimerisasi (DP). DP menyatakan jumlah unit monomer dalam suatu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989).

Secara komersial, penggunaan pati termodifikasi dipengaruhi oleh nilai DE. Semakin besar nilai DE berarti semakin besar juga persentase pati yang berubah menjadi gula pereduksi. Berikut ini adalah jenis pati dan penggunaannya berdasarkan perbedaan nilai DE.

Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya Nama Hasil Hidrolisis

Pati

Nilai DE Contoh kegunaan Maltodekstrin

Thin boiling starch

Oligosakarida 2 - 5 5 9 - 12 15 - 20 > 20 Sekitar 50

Pengganti lemak susu di dalam makanan pencuci mulut, yoghurt, produk bakeri dan es krim (Strong, 1989).

Bahan tambahan margarin (Summer dan

Hessel, 1990).

Cheescake filling (Wilson

dan Steensen, 1986) Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg et. al., 1988)

Kembang gula, pastiles dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992)

Pemanis (Wurzburg, 1989)

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan untuk membuat pati termodifikasi dengan metode basah adalah pati tapioka yang disuspensikan dalam air dan ditambahkan HCl sedangkan yang menggunakan metode kering adalah pati kering yang disemprotkan HCl. Pati tapioka yang digunakan adalah pati tapioka yang umum diperjualbelikan di pasaran. Bahan yang digunakan untuk menghidrolisis pati tapioka adalah HCl dengan berbagai konsentrasi. Untuk menetralkan pH digunakan NaOH.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian produk pati termodifikasi adalah : H2SO4, larutan fenol, pereaksi DNS, dan NaOH.

Alat yang digunakan dalam pembuatan pati termodifikasi dengan metode penyangraian adalah: wajan penyangraian, kompor pemanas, alat penyemprot tangan, pengaduk dan termometer. Sedangkan untuk pembuatan pati termodifikasi dengan metode hidrolisis basah digunakan gelas piala, penangas air, pengaduk dan termometer.

Dalam pengujian pati termodifikasi, digunakan alat spektrofotometer, tabung reaksi, timbangan, pipet, oven, viscosimeter, colormeter, dan pH meter.

B. Metode Penelitian

1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan rentang suhu dan jumlah bahan-bahan yang digunakan dalam proses modifikasi pati. Penelitian pendahuluan dilakukan pada kedua metode. Untuk metode penyangraian, penelitian pendahuluan dilakukan dengan menyangrai 500 gram pati dengan dilakukan penyemprotan dengan larutan HCl 0,1 N. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan berapa banyak volume larutan HCl yang tepat untuk disemprotkan. Pada metode gelatinisasi penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan suhu yang optimal sehingga pati dapat tergelatinisasi dan menghindari kerusakan pada pati yang telah

(32)

tergelatinisasi (gosong). Suhu yang digunakan dalam proses modifikasi adalah suhu gelatinisasi pati sehingga penelitian ini dilakukan untuk menentukan berapa suhu gelatinisasi pati tapioka. Penelitian pendahuluan untuk metode gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram pati dalam 1000 ml air. Waktu pemanasan akan dihentikan apabila gel pati telah kering atau gosong.

2. Pembuatan Pati Termodifikasi (Modifikasi metode Haryati, 2004) a) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Basah

Pembuatan pati termodifikasi pertama dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram pati ke dalam 500 ml larutan HCl. Kemudian ditambahkan larutan HCl dengan konsentrasi yang telah ditentukan terlebih dahulu sampai volume larutan yang ditambahkan tepat 1000 ml. Campuran pati dan larutan HCl kemudian dipanaskan dengan penangas air. Setelah waktu pemanasan terpenuhi, gel pati segera diangkat dan didinginkan. Sampel pati yang sudah dingin dihaluskan dengan mortar sampai halus. Kemudian disuspensikan ke dalam air kembali dan ditambahkan NaOH 0,1 N sampai pH netral. Setelah itu produk yang terbentuk dikeringkan untuk kemudian dilakukan pengujian.

Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan lama pemanasan dan konsentrasi HCl.

Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi Waktu pemanasan (menit)

10 20 30 40 50 60 0 M1W1 M1W2 M1W3 M1W4 M1W5 M1W6 0,5 M2W1 M2W2 M2W3 M2W4 M2W5 M2W6 1 M3W1 M3W2 M3W3 M3W4 M3W5 M3W6 1,5 M4W1 M4W2 M4W3 M4W4 M4W5 M4W6 K onsentrasi HCl (% v/v) 2 M5W1 M5W2 M5W3 M5W4 M5W5 M5W6

Pembuatan pati termodifikasi dilakukan dengan dua kali ulangan. Konsentrasi HCl adalah perbandingan asam HCl dengan volume suspensi pati pati (v/v) dengan menggunakan HCl pekat. Penggunaan

(33)

konsentrasi (v/v) dilakukan untuk memudahkan penetapan volume asam yang ditambahkan ke dalam suspensi pati. Penetapan penggunaan konsentrasi dengan konsentrasi (v/v) didasarkan juga pada satuan konsentrasi yang dipakai di industri-industri maltodekstrin dan thin

Boiling Starch (Anonim, 2004).

b) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Kering (Modifikasi metode Sari, 1992)

Pati tapioka sebanyak 500 gram disangrai di atas kompor pemanas (suhu berdasarkan penelitian pendahuluan) dengan menyemprotkan HCl di atas pati tapioka yang disangrai. Jumlah HCl yang disemprotkan didapatkan dari percobaan pendahuluan untuk mengetahui jumlah HCl yang tepat sehingga dalam proses penyangraian, pati tidak tergenang oleh HCl. Penyemprotan HCl dilakukan sampai HCl tercampur homogen. Penyangraian berlangsung sampai waktu yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan faktor suhu, lama pemanasan dan konsentrasi HCl.

Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian Waktu Penyangraian (jam)

0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 N1W1 N1W2 N1W3 N1W4 N1W5 N1W6 0,1 N2W1 N2W2 N2W3 N2W4 N2W5 N2W6 0,2 N3W1 N3W2 N3W3 N3W4 N3W5 N3W6 Konsen tr asi H C l yang disemprotka n (N) 0,3 N4W1 N4W2 N4W3 N4W4 N4W5 N4W6 Waktu penyangraian selama 3 jam dilakukan berdasarkan penelitian Sari (1992). Konsentrasi HCl menggunakan satuan normalitas didasarkan pada Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (1982) yang menyatakan bahwa konsentrasi HCl yang digunakan dalam membuat dekstrin adalah sekitar 0,1 N. Rentang konsentrasi dan waktu dapat berubah bila rentangnya kurang untuk pengolahan data menjadi sebuah persamaan matematis.

(34)

3. Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) (Modifikasi dari Haryati,

2004)

Pengujian nilai DE dilakukan dengan memasukkan 2 ml contoh ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi DNS. Tabung reaksi tersebut diletakkan ke dalam air mendidih selama 5 menit dan didinginkan sampai suhu kamar. Blangko juga ditetapkan dengan cara yang sama tetapi sebagai pengganti contoh digunakan aquades. Sampel dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm. Nilai absorbansi diplotkan ke dalam grafik standar gula pereduksi (jumlah gula pereduksi dinyatakan sebagai A).

Dari contoh yang sama, kemudian diambil 2 ml contoh ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 15 % dan ditambahkan 5 ml H2SO4 atau HCl pekat. Sampel didiamkan selama 10 menit.

Kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm (jumlah total gula dinyatakan sebagai B).

Nilai DE = ×100%

B A

4. Prosedur Analisis Karakteristik Mutu

Setelah didapatkan nilai DE dari seluruh perlakuan pati termodifikasi yang memiliki nilai DE dibawah 20 % (Rentang DE maltodekstrin), sampel dipilih secara acak setiap beda konsentrasi. Setiap satu tingkat konsentrasi, diambil satu sampel secara acak untuk diuji karakteristik mutunya. Pengujian karakteristik mutu terhadap sampel tersebut adalah sebagai berikut.

(35)

1. Derajat Putih (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)

Derajat putih diukur dengan alat Colormeter. Sampel yang telah disiapkan dibaca dengan alat tersebut sehingga didapatkan nilai L. Nilai L menunjukkan derajat keputihan suatu bahan. Sampel yang berwarna putih sempurna memiliki nilai L=1. Sedangkan untuk sample yang berwarna hitam memiliki nilai 0. Jadi semakin putih suatu bahan nilai L akan mendekati 1.

2. Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) (Dewan Standarisasi

Nasional, 1989)

Sejumlah produk pati termodifikasi (dinyatakan sebagai A) diayak dengan saringan 100 mesh. Sejumlah yang lolos ditimbang (dinyatakan sebagai B). Tingkat kehalusan dihitung sebagai:

Kehalusan = ×100%

A B

3. Warna dalam Lugol (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)

Sejumlah produk ditempatkan dalam plate, kemudian diteteskan larutan lugol secukupnya. Warna yang terbentuk diamati.

4. Kadar air (AOAC, 1998)

Sebanyak 2-5 gram contoh dimasukkan ke cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan tersebut dipanaskan pada suhu 100o – 105o C selama 3 jam.

Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai bobot konstan. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan bobot yang hilang sebagai air.

(36)

Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air = X 100 %

5. Kadar Abu (AOAC, 1998)

Cawan perabuan dibakar di dalam tanur, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Contoh sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam cawan kemudian dibakar dalam tanur perabuan sampai didapat abu. Perabuan dilakukan pada suhu 600oC lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar abu = x 100%

6. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1998)

Sekitar 1 gram contoh bebas lemak ditimbang. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml larutan H2SO4 0,325 N dan dimasukkan

dalam otoklaf 105oC selama 15 menit. Setelah dingin ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N dan diotoklaf kembali 105oC

selama 15 menit.

Dalam keadaan panas, cairan dalam labu erlenmeyer disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman No. 41 yang telah diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan menggunakan 25 ml air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N,

25 ml air panas dan 25 ml etanol 95%. Kertas saring beserta isinya diangkat dan dimasukkan kemudian dikeringkan pada oven suhu 105oC selama 1-2 jam. Kertas saring kemudian

Bobot awal – bobot akhir Bobot contoh akhir

Bobot cawan akhir Bobot contoh + cawan

(37)

diangkat dan didinginkan lalu ditimbang sampai bobotnya konstan. Perhitungannya adalah sebagai berikut.

Kadar serat = x x

7. Kelarutan dalam Air Dingin (Dewan Standarisasi Nasional, 1992)

Sebanyak 1 gram produk pati termodifikasi dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai tanda tera. Larutan disaring dengan kertas saring (larutan A). Disiapkan cawan petri yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya (dinyatakan sebagai B1). Sebanyak 10 ml larutan A dituangkan ke dalam cawan petri dan dikeringkan dalam oven. Bobot akhirnya ditimbang (dinyatakan sebagai B2).

Nilai solubilitas = x

8. Derajat Asam (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)

Sebanyak 5 gram maltodekstrin ditambahkan 100 ml akuades. Larutan ditutup selama minimal 30 menit sambil digoyang sesekali. Larutan disaring dengan kertas saring. Sebanyak 50 ml larutan yang telah disaring dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein sampai terjadi perubahan warna. Derajat asam dihitung dengan rumus:

Derajat asam = X

Bobot kertas saring akhir - bobot kertas saring Bobot sampel

100%

A

B2 – B1 100%

(Ml titrasi – blangko) x N NaOH x Mr HCl

(38)

9. Viskositas (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)

Sebanyak 3 gram pati termodifikasi dilarutkan dalam 30 ml akuades kemudian diaduk selama 5 menit dalam penangas bersuhu 90oC. Viskositas pasta diukur segera dengan viskosimeter Brookfield.

5. Penentuan Model Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE)

Penentuan model matematis DE dilakukan dengan memplotkan titik-titik nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl. Titik-titik tersebut kemudian diolah dengan metode regresi berganda. Regresi berganda akan menghasilkan suatu persamaan hubungan interaksi nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl. Pengolahan data dengan regresi berganda dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab. Apabila grafik yang didapatkan tidak linear atau pada selang waktu tertentu kecenderungan arah grafik berubah, maka formulasi hanya dibatasi sampai selang waktu dimana kecenderungan arah grafik masih sama dari titik awal.

(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh selang waktu proses hidrolisis dan atau tingkat suhu yang digunakan dalam proses hidrolisis pati.

1. Metode Penyangraian

Penelitian pendahuluan pada metode penyangraian dilakukan untuk menentukan suhu pemanasan, lama proses penyangraiannya dan jumlah larutan HCl yang disemprotkan ke dalam pati. Dengan menetapkan suhu pemanasan yang tepat, pati yang disangrai tidak akan cepat gosong terutama pati yang berada dekat dengan sumber panas sehingga pati yang disangrai lebih homogen. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan menggunakan api kecil, api sedang dan api besar sebagai pemanasnya. Api kecil menghasilkan suhu berkisar antara 20oC sampai 40oC. Pati yang disangrai dengan suhu ini tidak menunjukkan adanya perubahan fisik serta nilai DE-nya sama dengan DE pati asal. Oleh karena itu pada suhu ini proses hidrolisis belum berlangsung. Api sedang menghasilkan suhu 50oC sampai 70oC. Pada

suhu ini pati yang disangrai memperlihatkan perubahan sifat fisik yaitu warnanya semakin menguning. Nilai DE mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu besar. Api besar menghasilkan suhu diatas 80oC. Pada suhu ini pati yang disangrai terutama yang terletak dekat

dengan api, akan cepat gosong dan membentuk arang. Sehingga suhu yang digunakan adalah suhu 50oC sampai 70oC.

Lama penyangraian ditentukan dengan menyangrai pati pada suhu 50oC sampai 70oC. Pati disangrai terus-menerus sampai pati menjadi hitam yang berarti pati telah rusak dan penyangraian dihentikan. Pada penelitian pendahuluan ini pati telah rusak dalam tiga jam. Maka lama penyangraian ditetapkan maksimum selama tiga jam.

(40)

Penentuan banyaknya larutan asam HCl yang disemprotkan ke pati yang disangrai ditetapkan dengan menyemprotkan asam HCl 0,1N ke 500 gram pati yang disangrai dengan dilakukan pengadukan secara terus-menerus. Asam HCl yang disemprotkan harus berbentuk kabut untuk menghindari pati menggumpal. Penyemprotan dihentikan bila pati menggumpal atau tergenang oleh asam. Dari penelitian pendahuluan ini didapatkan banyaknya larutan HCl yang disemprotkan adalah 200 ml

2. Metode Gelatinisasi

Penelitian pendahuluan dalam metode gelatinisasi digunakan untuk menetapkan suhu pemanasan dan menetapkan lama pemanasan. Proses utama dalam metode ini adalah gelatinisasi pati maka panas yang diberikan pada suspensi pati harus mampu menggelatinisasi pati. Dalam penelitian pendahuluan ini, suhu gelatinisasi dari tapioka adalah 65oC sehingga ditentukan suhu pemanasan adalah 60oC sampai 70oC. Suhu yang lebih tinggi akan mempersulit dalam pengamatan dan pengambilan sampel karena proses gelatinisasi akan berlangsung sangat cepat dan air yang terkandung dalam pati yang tergelatinisasi akan mengering dalam waktu 20 menit.

Lama pemanasan dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram pati tapioka ke dalam 1000 ml air dan dipanaskan pada suhu 60oC sampai 70oC. Pengadukan dilakukan secara terus-menerus untuk

menghomogenkan pati yang tergelatinisasi. Setelah satu jam pemanasan, pati yang tergelatinisasi akan mengering sehingga pemanasan dihentikan. Proses modifikasi pati dengan metode gelatinisasi ditetapkan menggunakan selang waktu 1 jam.

(41)

B. PATI TERMODIFIKASI DARI PATI TAPIOKA

Pati yang digunakan sebagai bahan baku dalam modifikasi pati ini adalah pati tapioka. Pati tapioka adalah pati yang berasal dari umbi singkong. Pati singkong yang digunakan adalah pati yang dijual di pasaran. Analisa mutu pati tapioka tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka

Parameter mutu Nilai

Derajat putih 91,01 %

Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) 97,8 %

Warna dalam lugol ungu

Kadar air 3,1 %

Kadar abu 0,1 %

Kadar serat kasar 0,1 % Kelarutan dalam air dingin 0,04 %

Derajat asam 0,0073 %

Viskositas 10 cp

DE 0 %

Pati termodifikasi dari pati tapioka diproses dengan memutuskan ikatan-ikatan monomer gula pada polimer pati. Reaksi yang dapat memutus ikatan-ikatan tersebut adalah reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis adalah reaksi pemutusan suatu ikatan polimer oleh air dengan bantuan suatu katalisator tertentu (Humprey, 1979). Dalam proses modifikasi pati ini digunakan asam HCl sebagai katalisator proses hidrolisis. Proses pemodifikasian pati dengan katalisator asam dapat dilakukan dengan banyak cara antara lain dengan menyemprotkan asam ke atas pati dengan pemanasan (selanjutnya disebut metode kering atau penyangraian) ataupun dengan penambahan asam kedalam suspensi pati yang kemudian digelatinisasi (selanjutnya disebut metode basah atau gelatinisasi).

(42)

Proses modifikasi degan metode kering dilakukan dengan menyemprotkan asam sebanyak 200 ml dengan konsentrasi tertentu ke dalam pati sebanyak 500 gram yang disangrai. Proses penyemprotan dilakukan sedemikian sehingga pati yang disemprot tidak menggumpal. Dari penelitian pendahuluan, jumlah asam yang disemprotkan adalah 200 ml. Di atas jumlah tersebut akan terjadi penggumpalan pati dan dapat mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pada gumpalan yang basah tersebut. Suhu penyangraian ditetapkan agar tidak terlalu panas sehingga tidak cepat merusak pati yang disangrai. Dari penelitian pendahuluan didapatkan suhu 60 sampai 70 derajat Celcius yang merupakan rentang suhu gelatinisasi pati tapioka.

Proses penyangraian diikuti dengan pengadukan secara terus-menerus. Pengadukan ini dilakukan agar jumlah pati yang telah terhidrolisis homogen, karena pati yang berada di bawah lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan pati yang berada di permukaan.

Panas yang ada pada penyangraian ini bersama dengan asam yang disemprotkan memutuskan ikatan-ikatan glikosidik pada permukaan granula pati. Pemutusan ikatan-ikatan monomer gula pada polimer pati adalah reaksi hidrolisis. Pemutusan ikatan polimer pati tersebut menghasilkan polimer dengan rantai yang lebih pendek serta gula-gula pereduksi.

(43)

C. PROSES MODIFIKASI PATI DAN PERUBAHAN NILAI DE 1. Metode Penyangraian

Metode penyangraian digunakan dalam modifikasi pati tanpa menggunakan bantuan air. Metode modifikasi ini dilakukan dengan menyemprotkan asam HCl dalam konsentrasi tertentu ke pati tapioka yang disangrai. Proses penyangraian disertai dengan pengadukan yang dilakukan terus-menerus.

Dalam metode penyangraian ini digunakan asam HCl dengan konsentrasi 0 N, 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N, dan 0,4 N. Suhu yang digunakan adalah suhu sedang yaitu 60o sampai 70o C. Jumlah asam HCl yang disemprotkan adalah 200 ml. Asam HCl disemprotkan pada 30 menit pertama. Penyemprotan dihentikan untuk menyamakan jumlah HCl yang telah bercampur pada pati dari waktu pertama pengambilan sampel sampai waktu terakhir pengambilan sampel. Waktu pengambilan sampel dilakukan tiap 30 menit selama 3 jam proses.

Pati yang tengah disangrai menunjukkan perubahan warna seiring dengan waktu dengan ditemuinya perubahan-perubahan bentuk penampakan pati. Pada beberapa sampel terdapat gumpalan-gumpalan pati yang mengeras. Gumpalan tersebut diakibatkan oleh tergelatinisasinya pati yang sebelumnya tergumpal oleh larutan asam. Gumpalan keras ini harus diminimalisasi karena dapat menurunkan mutu produk pati termodifikasi. Produk pati termodifikasi yang baik harus lolos saringan 100 mesh sebanyak minimal 90 % (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Gumpalan keras ini dapat dihindari dengan memperhalus semprotan asam dan pengadukan yang terus-menerus.

Pada penyangraian dengan menggunakan penyemprotan larutan HCl 0 N didapatkan bahwa pati tidak menunjukkan perubahan warna yang signifikan. Penyangraian pada menit ke 30 menghasilkan pati yang berwana putih kekuningan. Warna pati cenderung tetap sampai menit ke 180.

(44)

Nilai Dextrose Equivalent (DE) pada menit ke-30 sampai 180 tidak menunjukkan pergerakan nilai yang besar. Nilai DE pada pati tapioka murni adalah 0 kemudian setelah disangrai pada 30 menit pertama didapatkan nilai DE sebesar 0,13. Selanjutnya DE tidak menunjukkan peningkatan ataupun penurunan yang tajam. Pada 30 menit pertama, pati sudah mulai terhidrolisis. Ikatan-ikatan gula pada polimer pati terputus karena reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis terjadi karena adanya air walaupun pada jumlah yang kecil pada pati serta panas yang memicu putusnya ikatan glikosidik. Setelah 30 menit, nilai DE hanya meningkat hingga kisaran 0,22 pada menit ke-90. Nilai DE akan berangsur turun setelah itu. Perubahan nilai DE yang tidak terlalu mencolok ini disebabkan karena dalam penyangraian disemprotkan larutan tanpa penambahan HCl. Reaksi hanya dipercepat karena adanya panas. Tanpa HCl sebagai katalisator, reaksi hidrolisis akan berjalan lambat.

Gambar 4. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0 N

Grafik Nilai DE(% )

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 30 60 90 120 150 180 waktu (menit) DE (% ) Nilai DE(%)

(45)

Proses penyangraian dengan penyemprotan HCl dengan konsentrasi 0,1 N menghasilkan produk yang berbeda dibandingkan dengan tanpa penyemprotan. Perubahan warna jelas terlihat dari 30 menit pertama sampai menit ke-180. saat memasuki menit ke-30, pati mulai berubah warna menjadi kekuningan. Warna pati akan semakin kuning sampai menit ke-60. Setelah menit ke-60 pati akan berubah menjadi coklat dan terus menjadi lebih gelap. Pada menit ke-180 pati telah menjadi berwarna hitam.

Perubahan nilai DE terlihat sangat jelas dengan memplotkan data perubahan nilai DE. Pada menit ke-30, DE meningkat secara perlahan sampai ke titik 0,18. Setelah melewati menit ke-30, nilai DE meningkat sampai menit ke-90 dengan nilai DE tertinggi 15,3. Penurunan nilai DE terjadi setelah menit ke-90.

Gambar 5. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,1 N

Hal yang sama juga terlihat pada penyemprotan dengan konsentrasi asam 0,2 N. Perubahan warna terlihat lebih jelas. Pada rentang waktu yang sama, warna yang terlihat akan lebih pekat daripada warna pada penyemprotan 0,1 N. Pati yang telah disangrai sampai 180 menit juga terlihat lebih hitam.

Grafik DE(%) -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 30 60 90 120 150 180 waktu (menit) DE (% ) DE(%) ♦ Nilai DE (%)

(46)

Nilai DE pada penyemprotan HCl 0,2 N hampir sama dengan pada konsentrasi 0,1 N. Pada proses penyangraian tersebut terlihat adanya peningkatan dan penurunan DE. Nilai DE pada konsentrasi 0,2 N meningkat sampai 90 menit pertama sampai ke titik 1,9. Setelah menit ke-90 kurva DE akan berangsur turun dengan perlahan.

Gambar 6. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,2 N Begitu juga dengan konsentrasi 0,2, penyemprotan dengan HCl 0,3 N juga menunjukkan perubahan warna yang hampir sama. Semakin lama penyangraian semakin gelap pula warnanya. Tingkat warnanya pun hampir sama dengan penyemprotan 0,2 N.

Perubahan nilai DE pati pada penyemprotan 0,3 N hampir sama pula dengan penyemprotan HCl 0,2 N. Pada 60 menit pertama, nilai DE akan terus naik sampai pada titik 2,1. Nilai DE akan turun dengan perlahan-lahan setelah menit ke 90. Terdapat perbedaan pada nilai maksimal DE dari konsentrsi penyemprotan HCl 0,2N dan 0,3N maupun 0,1N. Terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi asam maka semakin tinggi pula nilai DE yang dihasilkan.

Grafik DE(%) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 30 60 90 120 150 180 waktu (menit) DE (% ) DE(%) P l (DE(%)) ♦ Nilai DE (%)

(47)

Gambar 7. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,3 N Hal yang sama pula didapatkan dari penyemprotan dengan HCl 0,4 N. Perubahan warna juga terlihat jelas. Warna yang dihasilkan sama dengan penyemprotan HCl dengan konsentrasi 0,1N, 0,2N dan 0,3N. Perbedaan lain yang terlihat dari penampakan tidak ada.

Peningkatan nilai DE dari penyemprotan HCl 0,4 N hampir sama tipenya dengan ketiga konsentrasi larutan HCl sebelumnya (0,1 N , 0,2 N , 0,3 N). Penyangraian pada 30 menit pertama menunjukkan peningkatan nilai DE yang curam pada titik 1,2 kemudian semakin lama akan naik sampai menit ke 100. Setelah menit ke 100 nilai DE akan turun kembali.

Dari semua sampel yang didapatkan dari penyemprotan HCl 0,1 N sampai 0,4 N menunjukkan perubahan warna yang sama yaitu dari warna putih berubah menjadi kuning dan semakin lama akan menjadi hitam. Perbedaannya hanya terlihat dari kepekatan pada selang waktu yang sama. Konsentrasi yang lebih tinggi pada selang waktu yang sama memiliki tingkat warna yang lebih gelap.

Grafik DE(%) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 30 60 90 120 150 180 waktu (menit) DE (% ) DE(%) P l (DE(%)) ♦ Nilai DE (%)

(48)

Gambar 8. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,4 N Peningkatan nilai DE pada pati yang disemprot asam mempunyai tipe yang hampir sama. Saat waktu pertama penyangraian nilai DE akan meningkat kemudian setelah menit-menit berikutnya akan menurun secara perlahan-lahan. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan pada awalnya meningkatkan nilai DE pula, akan tetapi bila konsentrasi HCl terus ditambah, menyebabkab turunnya nilai DE. Hal ini disebabkan karena semakin lama proses penyangraian glukosa yang terbentuk dari hidrolisis polimer pati akan mengalami reaksi karamelisasi menjadi hidroksimetil furfuraldehid. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan akan menghasilkan glukosa yang banyak pula, akan tetapi karena adanya reaksi karamelisasi, glukosa yang rusak akan semakin banyak pula sehingga nilai DE turun (Eskin, et. al., 1971)

Setelah tahap penyangraian, pati dinetralkan dari asam HCl. Untuk menetralkannya digunakan NaOH 0,1 N. Setelah pH menjadi netral (7) penambahan NaOH dihentikan. Reaksi dari asam HCl dan NaOH akan menghasilkan garam NaCl. Kemudian suspensi tersebut diendapkan dan airnya dibuang. Untuk mencucinya, pati dikeringkan terlebih dahulu. Pati yang sudah kering ditambahkan lagi dengan air dan diendapkan kembali.

Grafik DE(%) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 30 60 90 120 150 180 waktu (menit) DE (% ) DE(%) ♦ Nilai DE (%)

(49)

Garam yang terlarut dalam air dibuang. Setelah beberapa kali pencucian, pati dikeringkan kembali. Proses pengeringan dilakukan pada suhu kamar untuk menghindari kerusakan pati sebelum pengujian.

2. Metode Gelatinisasi

Metode utama modifikasi pati dengan gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan pati dalam air dan dipanaskan sehingga terbentuk gel. Gel tersebut nantinya dikeringkan dan digiling menjadi halus sehingga menjadi tepung pati termodifikasi. Metode gelatinisasi lebih rumit bila dibandingkan dengan metode penyangraian karena pati mengalami perubahan bentuk fisik terlebih dahulu.

Kunci penting dari metode gelatinisasi adalah proses gelatinisasi itu sendiri. Gelatinisasi adalah rusaknya granula pati karena adanya air yang masuk ke dalam granula sehingga granula pecah dan menjadi seperti gel. Menyusupnya air ke dalam granula dipercepat oleh panas yang diberikan. Penyusupan air ke dalam granula pati dapat mempercepat proses hidrolisis karena kontak polimer pati dengan air akan semakin mudah.

Metode gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan pati sebanyak 30 % ke dalam larutan asam HCl yaitu 300 gram pati ke dalam 1000 ml larutan HCl berbagai macam konsentrasi. Dilakukan variasi konsentrasi HCl sebagai katalisator reaksi hidrolisis. Lama pemanasan ditentukan dengan penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan menggunakan pati dan air tanpa penambahan asam HCl. Pada penelitian pendahuluan didapatkan waktu satu jam karena pada waktu tersebut gel sudah tidak mengandung air lagi sehingga pemansan harus dihentikan. Apabila pemanasan terus dilanjutkan gel kering dan menjadi arang.

Pemanasan dilakukan dengan menggunakan penangas air dengan suhu 60oC – 70o C. Pemilihan derajat suhu ini didapatkan dari penelitian pendahuluan. Pemanasan tidak dilakukan pada suhu diatas 70oC karena proses gelatinisasi berjalan dengan sangat cepat dan air pada gel menjadi cepat habis sehingga menyulitkan dalam pengamatan. Pemanasan juga

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan pemberian zink selama 32 hari dan penilaian terhadap motilitas spermatozoa mencit pada masing- masing kelompok maka hasil yang didapatkan terbagi menjadi 4

Strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan strategi pemasaran abon ikan UKM Sri Rejeki yaitu dengan menggunakan strategi SO dimana dapat menciptakan strategi

Hasil penelitian Analisis menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy ) menunjukkan hasil kadar Fe meningkat pada saat penambahan SiO 2 dan TiO 2 terhadap

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya, penggunaan developer dengan drain memberikan hasil yang maksimal, selain dapat menghemat konsumsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pupuk nitrogen dengan kapur limbah las karbit pada pertumbuhan dan hasil selada; dosis kapur dan nitrogen

miliar dua puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), yang berarti lebih kecil dari jumlah anggaran belanja negara

Apabila hasil perhitungan suara yang dilakukan berdasarkan pasal 15 Ketetapan ini, ternyata tidak ada calon yang mendapat suara lebih dari separoh jumlah

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotor subtema ayo,cintai lingkungan melalui pendekatan