• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekomendasi Pemilihan Antibiotik.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rekomendasi Pemilihan Antibiotik.pdf"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kata Pengantar

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dengan menyebut nama ALLAH SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami dari KATUPAT panjatkan Puji Syujur atas ke Hadirat Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Inayah Nya, sehingga kami dari KATUPAT dapat membuat buku saku kecil tentang berbagai penyakit, diagnosis dan tata laksananya serta manajemen kesehatan.

Buku saku ini kami susun dengan kontributor anggota KATUPAT dari berbagai keahlian di bidang Kedokteran untuk pedoman bagi sejawat adik-adik dokter umum yang bekerja di Fasilitas Kesehatan Primer untuk dapat lebih tepat mendiagnosis dan tata cara penanggulangannya di tempat mereka bekerja di Fasilitas Kesehatan Primer. Dengan harapan dapat membantu sejawat adik-adik dalam menghadapi masalah penyakit yang ada sehingga dapat menangani pasien secara optimal.

Terlepas dari semua ini, kami KATUPAT menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami KATUPAT menerima segala saran dan masukan dari rekan rekan sejawat senior kami agar dapat memperbaiki buku kecil ini.

Ahir kata kami KATUPAT berharap semoga buku saku Diagnosis dan Tata Laksana berbagai Penyakit yang sering dijumpai di Fasilitas Kesehatan Primer atau praktek dapat bermanfaat bagi sejawat adik-adik yang bekerja di Fasilitas Kesehatan Primer atau praktik sehari hari.

Wassalam,

Bandung, April 2017

dr. H. RESNO HADIONO ADELA Sp.PD Ketua KATUPAT F.K. UNPAD

(3)

Ang

KA

tan

TU

juh Em

PAT

(4)

Pemilihan Antibiotik Secara Rasional

Kenapa Antibiotik?

Pada tahun 1929, secara tidak sengaja, Sir Alexander Flemming menemukan penisilin. Penemuan tersebut merupakan babak baru penanganan medis melawan supremasi bakteri patogenik. Pengobatan modern sangat bergantung pada antibiotik. Kebutuhan antibiotik terus meningkat pada penyakit yang berisiko menjadi sepsis. Setidaknya antara tahun 2000 hingga 2010, konsumsi antibiotik meningkat lebih dari 30 persen. Penggunaan antibiotik pun tidak terbatas untuk terapi, tetapi juga profilaksis tindakan bedah hingga penggunaan antibiotik di dunia peternakan.

Sayangnya, antibiotik bukanlah obat sempurna yang bisa dipakai secara serampangan. Penggunaan antibiotik yang irasional menciptakan resistensi bakteri. Diduga hingga setengah antibiotik digunakan secara tidak tepat untuk terapi batuk dan demam. World Health Organization memberikan syarat penggunaan obat yang rasional meliputi; pasien mendapatkan obat sesuai kebutuhan klinis, pada dosis yang memenuhi kebutuhan itu, dalam jangka waktu yang cukup, dengan biaya termurah bagi mereka dan komunitas mereka. Indonesia sendiri mengeluarkan Pedoman Umum Penggunaan antibiotik melalui Permenkes 2046 tahun 2011.

Maka, pastikan penggunaan antibiotik tepat guna. Selalu tanyakan hal berikut sebelum memberikan antibiotik:

1. Apakah antibiotik diindikasikan berdasarkan temuan klinis? 2. Apakah spesimen klinis sudah diambil, diperiksa, dan dikultur? 3. Organisme apa yang paling mungkin menjadi penyebab infeksi?

4. Jika beberapa antibiotik dibutuhkan, tanyakan agen mana yang paling baik untuk pasien tersebut?

5. Apakah kombinasi antibiotik sudah tepat?

6. Apakah ada pertimbangan khusus terkait faktor host? 7. Rute pemberian apa yang paling baik pada pasien ini? 8. Apakah dosis sudah tepat?

9. Apakah terapi awal mungkin berubah setelah hasil kultur didapatkan?

10. Apakah rentang waktu pemberian antibiotik sudah optimal dan mungkinkah berkembangnya resistensi?

Pada terapi antibiotik, pendekatan sistematis perlu digunakan. Konfirmasi keberadaan infeksi harus dilakukan, yang kemudian diikuti identifikasi patogen. Lakukan seleksi terapi awal dengan mempertimbangkan secara tepat terjadinya infeksi. Respons terapi harus selalu dipantau.

(5)

Konfirmasi Keberadaan Infeksi

Perlu diingat bahwa tidak setiap proses inflamasi disebabkan oleh infeksi. Demam merupakan respons umum dari mediator inflamasi yang dilepaskan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Walaupun demam paling sering disebabkan oleh infeksi, sebab lain seperti keganasan, penyakit autoimun, reaksi alergi, drug fever, dan penyakit hematologis.

Drug fever merupakan demam yang disebabkan oleh reaksi obat. Penting sekali mendeteksi kondisi ini agar dapat dibedakan dari demam oleh infeksi. Dari anamnesa didapatkan riwayat penyakit atopik atau riwayat terapi sensitifisasi untuk beberapa hari hingga tahun yang sebelumnya tidak bermasalah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bradikardia relatif, demam ringan atau justru tinggi. Demam justru tidak terjadi pada suhu antara 38.90C hingga 40.70C tapi mungkin diatas 41.10C. Sedangkan kesan fisik, justru pasien tampak bugar.

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan peningkatan sel darah putih yang bergeser ke kiri. Eosinofil tidak pernah 0% namun tidak diikuti eosinofiilia. Sebagian besar diikuti peningkatan LED (Laju Endap Darah). Dapat ditemukan juga peningkatan ringan serum transaminase yang tidak menetap. Tidak didapatkan pertumbuhan kultur pada sampel yang sudah yakin bebas kontaminasi.

Keberadaan infeksi dapat dikonfirmasi dari pemeriksaan penunjang. Menurut studi Anne et al, januari 2014, yang diterbitkan di jurnal PLOS one, dan Xia Y et al, 2014, di Life Science Journal, pemeriksaan Neutrophil-Lymphocyte Count Ratio (NLCR) bisa dimanfaatkan sebagai alat diagnostik bakteremia pada orang dewasa. Neutrophil-Lymphocyte Count Ratio merupakan pemeriksan yang mudah dan murah. Dapat dihitung melalui pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit.

NLCR menunjukan spesifisitas di 93.22% (CI 95%: 87.08-97.03) dan sensitivitas pada 40.91% (20.71-63.65) (Xia Y et al). Hasil ini bahkan lebih baik dibanding pemeriksaan C-Reactive Protein. Walaupun tidak lebih baik dibanding pemeriksaan Pro-Calcitonin, NLCR lebih unggul di harga, serta tidak berdiri sendiri karena diikuti pemeriksaan hitung neutrofil dan limfosit.

(6)

Identifiksi Patogen Penyebab Infeksi

Proses identifikasi patogen dilakukan pada tempat terjadinya infeksi. Lakukan pengambilan sampel berupa materi yang terinfeksi. Lakukan pewarnaan bakteri, uji serologi, dan uji kultur dan sensitivitas. Pewarnaan yang paling bisa dilakukan adalah pewarnaan Gram. Pewarnaan ini mudah dan dapat dilakukan kurang dari 1 jam. Setelah itu, penggolongan Gram negatif atau positif suda sangat membantu menyeleksi penyebab infeksi. Pada gambar berikut ini dapat dilihat skema seleksi penentuan bakteri patogen berdasarkan pewarnaan Gram.

Gambar 1. Penentuan jenis patogen berdasarkan hasil pewarnaan Gram.

Setiap lokasi terjadinya infeksi memiliki kecenderungan disebabkan oleh bakteri jenis tertentu. Dengan menduga bakteri yang sering menjadi penyebab penyakit dengan hasil studi empirik, terapi awal bisa dilakukan sambil menunggu hasil kultur dan resistensi baru diikuti modifikasi antibiotik.

(7)
(8)

Pilihan Antibiotik Sesuai dengan Bakteri

Gram positif kokus

1. Enterococcus faecalis pada infeksi serius seperti endokarditis, meningitis, pyelonefritis disertai bakteremia, pilihan pertama adalah ampisilin atau penisilin G disertai gentamisin atau streptomisin. Dengan alternatif vankomisin ditambah gentamisin atau streptomisin, linezolid, daptomisin, atau tigesiklin. Pada infeksi saluran kemih bawah, diberikan ampisilin atau amoksisilin dengan alternatif fosfomisin atau nitrofurantoin.

2. Enterococcus faecium disarankan konsultasi dengan ahli penyakit infeksi. Berikan linezolid, quinupristin/dalfopristin, daptomisin, atau tigesiklin.

3. Staphylococcus aureus/Staphylococcus epidermidis dengan resistensi metisilin, diberikan Platelet-rich Plasma (PRP) dengan alternatif sepalosporin generasi empat, TMP-SMX, doksisiklin, klindamisin, linezolid, quinupristin-dalfopristin, daptomisin, atau tigesiklin.

4. Streptococcus (grup A, B, C, G dan streptococcus bovis) diberikan penisilin G atau V, ampisilin dengan alternatif sepalosporin generasi tiga, eritromisin, azitromisin, dan klaritomisin.

5. Streptococcus pneumonia yang sensitif terhadap penisilin, diberikan penisilin G atau V, ampisilin dengan alternatif eritromisin, sepalosporin generasi tiga, doksisiklin, azitromisin, dan klaritomisin. Pada resistensi intermediet, diberikan dosis tinggi penisilin (12 juta unit/hari untuk dewasa) atau seftriakson, atau sefotaksim. Dengan alternatif levofloksasin, moksifloksasin, gemifloksasin, telithromisin, atau vankomisin. Pada jenis resisten terhadap penisilin, direkomendasikan untuk konsultasi terhadap spesialis penyakit infeksi dengan alternatif vankomisin dengan/tanpa rifampin.

6. Streptococcus viridian diberikan penisilin G dengan/atau tanpa gentamisin dengan alternatif sepalosporin generasi tiga, eritromisin, klaritomisin, atau vankomisin dengan gentamisin.

Gram positif Basil

1. Clostridium perfringens penicillin G dengan/tanpa klindamisin. Alternatif metronidazol, klindamisin, doksisiklin, cefazolin, imipenem, meropenem, atau ertapenem.

2. Clostridium difficile metronidazol oral. Sebagai alternatif dapat diberikan vankomisin oral.

Gram negatif kokus

1. Moraxella (Branhamella) catarrhalis diberikan amoksisilin-klavulanate, ampisilin-sulbaktam, dengan alternatif TMP-SMX, eritromisin, azitromisin, klaritomisin, doksisiklin, atau sepalosporin generasi 2 dan 3.

(9)

2. Neisseria gonorrhoeae (juga disertai terapi untuk Chlamydia tracomatis) diberikan seftriakson, sefotaksim, atau sefpodiksim dengan alternatif siprofloksasin atau levofloksasin.

3. Neisseria meningtidis diberikan penisilin G dengan alternatif sepalosporin generasi tiga.

Gram negatif basil

1. Acinetobacter spp. diberikan imipenem atau meropenem dengan atau tanpa golongan aminoglikosida terutama amikacin. Dengan alternatif siprofloksasin, ampisilin-sulbaktam, kolistin, atau tigesiklin.

2. Bacteroides fragilis pilihan pertama metronidazole dengan alternatif Beta-Lactamase Inhibitor combination (BLIC), kilindamisin, sefamisin, atau karbapenem.

3. Enterobacter spp pilihan pertama adalah imipenem, meropenem, ertapenem, atau sefepim dengan/tanpa aminoglikosida. Alternatif siprofloksasin, levofloksasin, piperasilin-tazobaktam, tikarsilin-klavulanat, atau tigesiklin.

4. Escherichia coli pada meningitis diberikan tigesiklin atau meropenem. Pada infeksi sistemik, pilihannya adalah tigesiklin dengan alternatif ampisilin-sulbaktam, sefalosporin generasi pertama, kombinasi beta laktam dan betalaktamase inhibitor, fluoroquinolon, imipenem, atau meropenem. Pada infeksi saluran kencing, ampisilin, amoksisillin-klavulanat, doksisiklin, atau sefaleksin, dengan alternatif aminoglikosida, sefalosporin generasi pertama, nitrofurantoin, dan fluroquinolon.

5. Gardnerella vaginalis, pilihan pertama metronidazol dengan alternatif klindamisin.

6. Haemophilus influenza pada meningitis, diberikan sefotaksim atau seftriakson dengan alternatif meropenem atau kloramphenikol. Pada tempat infeksi lain, BLIC, atau jika beta laktam negatif, bisa diberikan ampisilin, amoksilin, TMP-SMX, sefuroksim, azitromisin, klaritomisin, atau fluoroquinolon.

Perlu diingat, pada bagian-bagian tertentu tubuh, terdapat bakteri komensal. Bakteri ini merupakan flora normal yang secara alami berada di tubuh. Jika proses pengambilan sampel dilakukan, mungkin saja terkultur dan kita mengira bahwa bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi. Padahal justru eradikasi flora normal dapat menyebabkan kondisi patologis.

Berikut adalah beberapa flora normal di tubuh:

Orofaring

1. Streptococcus viridans grup mikrokokus (gram positif kokus) 2. Corynebacterium spp (gram positif batang)

3. Neisseria spp (gram negative coccus) 4. Haemophilus spp (gramp negatif batang)

(10)

Kulit

1. Staphylococcus spp seperi S. epidermidis dan Streptococcus spp (gram positif kokus)

2. Corynebacterium spp dan Propionibacterium spp (gram positif batang)

3. Acinetobacter spp atau Coccobacilli dan pada beberapa tempat, terdapat basilus enterik (gram negatif batang)

Saluran pencernaan

1. Enterococcus spp dan Peptostreptococcus spp (gram positif kokus) 2. Lactobasilus dan Clostridium (gram positif batang)

3. Bakteri enterik seperti E. Coli, Klebsiella spp, dan Bacteroides spp (gram negatif batang)

Traktus genital

1. Staphylococcus spp dan Streptococcus spp (gram positif kokus) 2. Lactobasilus dan Corynobacterium spp (gram positif batang)

3. Enterobacterioceae, Prevotella spp, dan Mycoplasma (gram negatif batang)

Mempertimbangan antibiotik yang diberikan

Setelah identifikasi bakteri, berikan antibiotik yang sesuai dengan bakteri yang menginfeksi. Beberapa antibiotik hanya memiliki spektrum yang sempit, bekerja hanya pada gram negatif, gram positif, atau golongan bakteri tertentu. Beberapa antiobitik memiliki spektrum yang luas yang dipengaruhi sifat dari bakteri dan cara kerja setiap golongan antibiotik yang berbeda.

(11)

Tempat terjadinya infeksi mempengaruhi pemilihan antibiotik. Walaupun bakteri yang menjadi etiologi dari kondisi infeksi, jika penetrasi antibiotik di tempat terjadinya infeksi kurang baik, tentu pengobatan menjadi tidak efektif. Antibiotik yang bersifat hidrofilik terdistribusi di intravaskuler dan cairan interstitial namun tidak dapat menembus membran lipid dan tidak terdistribusi intraseluler. Dilain pihak, antibiotik dengan sifat lipofilik dapat menembus membran lipid dan terdistribusi hingga intraseluler. Seperti pada meningitis, diperlukan antibiotik yang dapat menembus blood-brain barrier. Pada TB, bakteri hidup dalam sel makrofag sehingga perlu antibiotik yang dapat menembus membran sel.

Contoh dari antibiotik lipofilik adalah fluoroquinolon, makrolida, linkosamida, tetrasiklin, tigesiklin, TMP-SMX, rifampisin, dan kloraphenikol. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat hidrofilik adalah beta laktam, penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, glikopeptida, aminoglikosida, polimiksin, dan fosfomisin.

Faktor etiologi tidak cukup sebagai satu-satunya penentu antibiotik yang diberikan. Faktor host harus tetap dipertimbangkan. Pikirkan faktor alergi. Selalu tanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi, zat apa yang dicurigai menyebabkan alergi, dan bagaimana reaksi yang dianggap sebagai reaksi alergi.

Selain itu, pertimbangkan faktor eksresi. Beberapa antibiotik diekskresikan dari tubuh melalui sistem hepatobilier dan beberapa melalui ginjal. Pada pasien dengan insufisiensi liver, kurangi dosis hingga 50 persen jika ada gangguan hepar dengan kondisi klinis berat. Bisa juga dengan mengganti antibiotik yang dieksresikan melalui ginjal dengan dosis yang normal. Sedangkan pada insufisiensi renal, kurangi dosis hingga 50% dengan interval sama jika creatinine clearance 40- 60 ml/menit. Jika creatinine clearance 10-40 ml/menit, kurangi dosis hingga 50% dan diikuti jarak pemberian antibiotik dua kali rentang interval normal atau ganti dengan antibiotik yang diekskresikan melalui sistem hepatobilier.

Berikut jenis antibiotik dan eksresikannya:

(12)

1. Chloramphenicol 2. Cefoperazone 3. Doxycycline minocycline 4. Telithromycin 5. Moxifloxacin 6. Macrolides 7. Clindamycin 8. Metronidazole 9. Tigecycline 10. Nafcillin 11. Linezolid 12. INH/EMB/RIF 13. Pyrazinamide 14. Itraconazole 15. Ketoconazole 16. Voriconazole 17. Posaconazole 18. Caspofungin 19. Mycafungin 20. Quinupristine/ Dalfopristine

Eliminasi melalui renal

21. Sebagian besar beta laktam 22. Aminoglikosida 23. TMP-SMX 24. Aztreonam 25. Carbapenem 26. Polymixin B 27. Colistin 28. Ciprofloksasin 29. Levofloksasin 30. Gatifloksasin 31. Gemifloksasin 32. Flucytosine 33. Fluconazole 34. Vankomisin 35. Nitrofurantoin 36. Amantadine 37. Rimantadine 38. Acyclovir 39. Valacyclovir 40. Famciclovir 41. Valganciclovir 42. Oseltamivir 43. Peramavir 44. Zanamavir 45. Tetrasiklin 46. Oxacillin 47. Daptomycin 48. Telavancin 49. Ceftaroline fosamil 50. Fosfomycin 51. cycloserine

Juga pertimbangkan reaksi antara antibiotik dengan obat-obatan yang diberikan. Beberapa antibiotik mempengaruhi efektivitias obat yang lain. Contoh pemberian rifampisin mengurangi efektivitas pil KB. Rifampisin diberikan pada penderita TB. Di lain pihak, beberapa obat-obatan lain juga mempengaruhi manfaat antibiotik. Komunikasikan pada pasien.

(13)

Pada beberapa antibiotik, umur-umur tertentu tidak boleh diberikan. Contohnya pada streptomisin yang bersifat ototoksik. Contoh lain adalah quinolone yang dikontraindikasikan pada anak-anak karena dapat mengganggu pertumbuhan tulang anak.

(14)

Berikut penggunaan antibioitik pada kehamilan

Pemberian antibiotik yang baik harus mempertimbangkan 4D; Drugs, yaitu antibiotik yang sesuai dengan etiologi dan kondisi pasien; De-escalation; yaitu pemberian antibiotik yang sesuai dengan antibiogram. Antibiogram adalah kesimpulan berkala dari suseptibilitas bakteri yang ada diisolasi dan diberikan kepada laboratorium mikrobiologi rumah sakit.

Dosage yaitu dosis yang diberikan dan Duration yaitu rentang waktu dimana antibiotik diberikan. Dosis dan durasi antibiotik yang tepat ikut menentukan kesuksesan pengobatan. Setiap antibiotik bekerja dengan kencenderungan bergantung terhadap waktu (time dependent antibiotic) atau terhadap konsentrasi (concentration-dependendent antibiotic). Pada gambar 3 dan 4 dapat dilihat bagaiman kerja antibiotik tergantung pada waktu.

(15)

Gambar 3. Skema konsentrasi antibiotik ditentukan oleh waktu.

(16)

Pemberian terapi antibiotik diberikan dengan prinsip start Smart-then focus. Start smart dengan memberikan terapik empirik. Terapi ini diberikan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Pada saat ini, antibiogram menjadi bermanfaat. Setelah terapi empirik selama 48-72 jam, respons terapi antibiotik dinilai dan ditinjau ulang. Peninjauan ikut mempertimbangkan keluarnya hasil jenis bakteri yang menjadi penyebab infeksi serta pola resistensinya. Terapi ini disebut sebagai terapi definitif. Diberikan sekitar 5 hingga 7 hari atau sesuai dengan kebutuhan.

Pada kondisi tertentu, pemberian antibiotik diberikan tanpa disertai adanya tanda infeksi. Misalnya pada sebelum, sedang, dan setelah 24 jam paska operasi. Pemberian antibiotik ini disebut profilaksis. Berikan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas. Sepalosporin generasi 1 dan generasi 2 menjadi pilihan. Jika diikuti kecurigaan bakteri anaerob, metronidazol ikut diberikan. Golongan sepalosporin generasi 3 dan 4, golongan karbapenem, dan golongan kuinolon tidak dianjurkan digunakan sebagai antibiotik profilaksis bedah.

Pemberian antibiotik ini bermanfaat mengurangi angka kejadian infeksi luka operasi, menurunkan morbiditas dan mortalitas paska operasi, menghambat munculnya flora normal yang resisten, dan meminimalkan biaya pelayanan kesehatan. Tidak semua tindakan operasi diberikan antibiotik profilaksis.

Evaluasi Terapi Antibiotik

Setelah pemberian terapi antibiotik baik empirik maupun definitif, keberhasilan terapi ditinjau kembali. Monitoring ini meliputi penilaian klinis, pemeriksaan lab, dan jika terjadi, penilaian sebab dari gagalnya terapi antibiotik. Kegagalan terapi antibiotik bisa disebabkan faktor mikrobiologis sendiri, antibiotik, kegagalan penetrasi antibiotik, atau adanya penyakit penyerta non infeksi.

Perlu diingat bahwa suseptibilitas in vitro bisa berbeda dengan in vivo. Juga diperkuat tidak adekuatnya konsentrasi antibiotik di darah atau pun jaringan, terjadinya penurunan aktivitas antibiotik di jaringan, ataupun inaktivasi antibiotik oleh obat lainnya. Bisa juga disebabkan oleh kondisi yang menyerupai demam infeksi seperti pada SLE. Gejala klinis juga bisa tampak tidak membaik karena terjadinya drug fever ataupun infeksi yang memang bukan disebabkan oleh bakteri. Infeksi disebabkan oleh virus atau fungi.

(17)

Referensi

1. Reese R.E. and Betts R.F. Handbook of Antibiotics. 3rd ed. 2000. Little Brown

Company. Boston.

2. Brunton L. et al. Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics. 12th ed. 2011. MC Graw Hill. New York.

3. Kasper D.L. & Fauci A.S. Harrison’s Infectious Diseases. 2nd ed. 2013. MC Graw Hill. New York.

4. Cunha B.A. Antibiotics Essentials, 12th ed. 2013. Jones & Bartlet Learning. Burlington MA.

5. Dipiro J.T et al. Pharmacotherapy A Pathophysiological Approach. 9th ed. 2014. MC Graw Hill. New York.

6. Bennet J.E. et al. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases. Vol 1. 8th ed. 2015. Elsevier Saunders. Philadelphia.

7. Papadakis M.A. et al. Current Medical Diagnosis & treatment 2016. MC Graw Hill Lange. New York.

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.

(18)

Tim Penyusun

Penulis:

Dr. Primal Sudjana, SpPD-KPTI

Medicinus:

Okky Husain, dr Nunuy Nuraeni, S.Ked

Atri Laranova, S.Ked Dyah Prabaningrum

Adinda Syarifah N Dian Elok Permataningtyas

Editor:

Dr. Primal Sudjana, SpPD-KPTI Dr. Nadjwa Dalimunthe, SpPK (K)

Gambar

Gambar 1. Penentuan jenis patogen berdasarkan hasil pewarnaan Gram.
Gambar 4. Skema konsentrasi antibiotik tergantung waktu.

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan menggunakan seftriakson dalam terapi infeksi karena seftriakson memiliki spektrum aktivitas anti bakterinya luas, mencakup bakteri Gram negatif dan Gram

Actinomycetes yang berpotensi sebagai penghasil antibiotik yang didapatkan lebih banyak menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dibandingkan dengan Gram negatif.Penelitian

pertumbuhan bakteri dengan spektrum yang luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif yang telah diwakilkan oleh kedua bakteri uji

Sama halnya dengan sefotaksim seftriakson juga merupakan antibiotik berspektrum luas yang kerjanya dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram negatif maupun dari

Antibiotik ini dapat bersifat bakterisid atau bakteriostatik, tergantung pada konsentrasinya, jenis bakteri dan inokulum bakteri. Banyak bakteri Gram-negatif resistan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Huda (2017) tentang resistensi bakteri negatif terhadap antibiotik menunjukkan bahwa bakteri Gram negatif cenderung

Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak.. Sefalosporin

Pemilihan antibiotik untuk mengatasi penyakit yang disebabkan bakteri perlu mempertimbangkan beberapa hal termasuk antibiotik yang mempunyai spektrum luas, mampu bekerja langsung