• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penyebab Kelelahan Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Penyebab Kelelahan Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2017"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Menurut Suma’mur (2009), kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik

dan mental yang berbeda tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai antara lain oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja yang penyebabnya adalah keadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah monotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental serta fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja.

(2)

8

Menurut Mississauga yang dikutip oleh (Adelina,2014) Kelelahan adalah proses yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan, kapasitas atau kinerja sebagai akibat dari aktivitas kerja.Menurut WSHCouncil yang dikutip oleh (Adelina,2014) Kelelahan adalah suatu keadaan ketika seseorang merasa lelah secara fisik dan/atau mental, yang dapat disebabkan oleh :

1. Jam kerja yang panjang tanpa intervensi istirahat/periode penyembuhan 2. Aktivitas fisik yang kuat dan berkelanjutan

3. Usaha mental yang kuat dan berkelanjutan

4. Bekerja selama beberapa atau semua waktu alami untuk tidur (sebagai akibat dari shift atau bekerja untuk waktu yang panjang)

5. Tidur dan istirahat yang kurang cukup

Kelelahan kerja termasuk suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan.Kelelahan akibat kerja juga sering kali diartikan sebagai menurunnya performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2008).

(3)

9

2.1.2 Jenis-jenis Kelelahan

Ada beberapa pendapat mengenai tipe kelelahan akibat kerja. Menurut Muchinsky yang dikutip oleh ( Putri,2008), menyatakan ada empat tipe kelelahan yakni:

1. Kelelahan otot (muscular fatigue), disebabkan oleh aktivitas yang membutuhkan tenaga fisik yang banyak dan berlangsung lama. Tipe ini berhubungan dengan perubahan biokimia tubuh dan dirasakan individu dalam bentuk sakit yang akut pada otot. Kelelahan ini dapat dikurangi dengan mendesain prosedur kerja baru yang melindungi individu dari pekerjaan yang terlalu berat, misalnya dengan mendesain ulang peralatan atau penemuan alat-alat baru serta melakukan sikap kerja yang lebih efisien.

2. Kelelahan mental (mental fatigue), berhubungan dengan aktivitas kerja yang monoton. Kelelahan ini dapat membuat individu kehilangan kendali akan pikiran dan perasaan, individu menjadi kurang ramah dalam berinteraksi dengan orang lain, pikiran dan perasaan yang seharusnya ditekan karena dapat menimbulkan konflik dengan individu lain menjadi lebih mudah diungkapkan. Kelelahan ini diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan sehingga membuat karyawan lebih bersemangat dan tertantang untuk menyelesaikan pekerjaan.

(4)

10

4. Kelelahan ketrampilan (skills fatigue), berhubungan dengan menurunnya perhatian pada tugas-tugas tertentu seperti tugas pilot atau pengontrol lalu lintas udara. Pada kelelahan tipe ini standar akurasi dan penampilan kerja menurun secara progresif. Penurunan ini diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan mobil dan pesawat terbang, sehingga karyawan harus selalu diawasi dan diupayakan agar terhindar dari kelelahan ini dengan pemberian waktu istirahat yang cukup

Menurut Soetomo yang dikutip oleh (Adiningsari,2009) mengklasifikasikan kelelahan berdasarkan faktor penyebabnya, diantaranya:

1. Kelelahan Fisik (physical/muscular fatigue)

Kelelahan fisik disebabkan oleh kelemahan pada otot. Suplai darah yang mencukupi dan aliran darah ke otot sangat penting, dikarenakan menentukan kemampuan metabolisme dan memungkinkan kontraksi otot tetap berjalan. Kontraksi otot yang kuat mengakibatkan tekanan pada otot dan dapat menghentikan aliran darah. Sehingga kontraksi maksimal hanya dapat berlangsung beberapa detik. Gangguan pada alirandarah dapat menyebabkan kelelahan otot yang berakibat otot tidak dapat berkontraksi, meskipun rangsangan syaraf motorik masih berjalan.

2. Kelelahan Psikologi

Kelelahan psikologi berkaitan dengan depresi, gugup, dan kondisi psikologi lainya. Kelelahan jenis ini diperburuk dengan adanya stress.

3. Kelelahan Mental (Mental Fatigue)

(5)

11

4. Kelelahan Keterampilan (Skill Fatigue)

Kelelahan ini terjadi karena adanya tugas-tugas yang memerlukan ketelitian dan penyelesaian permasalahan cukup sulit.

Menurut Silaban yang dikutip oleh (Putri.2009) menerangkan mengenai jenis-jenis kelelahan bahwa klasifikasi atau jenis-jenis kelelahan terbagi 3 yaitu, proses dalam otot, waktu terjadi kelelahan dan penyebabnya yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan waktu kejadian a. Kelelahan akut

Kelelahan akut terjadi pada aktifitas tubuh terutama yang banyak menggunakan otot. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh tubuh bekerja secara terus menerus dan berlebihan. Kelelahan dengan jenis ini dapat hilang dengan beristirahat cukup dan menghilangkan gangguan-gangguannya.

b. Kelelahan kronis

(6)

12

ketika bangun tidur perasaan lelah masih ada. Jika kondisi ini dibiarkan maka dapat membahayakan tugas yang sedang dilakukanya atau dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan kecelakaan.

2. Berdasarkan proses dalam otot a. Kelelahan otot

Kelahan otot yaitu menurunya kinerja setelah mengalami stress tertentu yang ditandai dengan menurunya kekuatan dan kelambatan gerak.

b. Kelelahan umum

Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya keinginan untuk bekerja yang disebabkan oleh persyarafan ataupun psikis. Kelelahan umum ialah suatu perasaan yang menyebar dan disertai dengan penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum pada dasarnya adalah gejala penyakit dan erat hubungannya dengan faktor psikologis seperti penurunan motivasi, dan kejenuhan yang mengakibatkan menurunya kapsitas kerja seseorang. Kelelahan umum dicirikan dengan menurunnya perasaan ingin bekerja. Kelelahan umum disebut juga kelelahan fisik dan juga kelelahan syaraf.

3. Berdasarkan penyebabnya

(7)

13

b. Kelelahan fisik (kelelahan karena kerja fisik); kelelahan patologis (kelelahan yang ada hubunganya dengan penyakit); dan kelelahan psikologis yang diatandai dengan menurunya prestasi kerja, rasa lelah dan ada hubunganya dengan faktor psikososial.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kelelahan

Beberapa faktor individu yang dapat mempengaruhi kelelahan yang dikutip oleh (Adelina, 2014) yaitu :

1. Faktor Internal a. Usia

Subjek yang berusia lebih muda mempunyai kekuatan fisik dan cadangan tenaga lebih besar daripada yang berusia tua. Akan tetapi pada subjek yang lebih tua lebih mudah melalui hambatan (Setyawati, 2010).Tenaga kerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan tenaga kerja yang relatif lebih muda (Oentoro, 2004).

b. Jenis kelamin

Ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria. Secara biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopause dan secara social wanita berkedudukan sebagai ibu rumah tangga (Suma’mur, 2009).

c. Psikis

(8)

14

psikologis adalah pekerjaan yang monoton yaitu suatu kerja yang berhubungan dengan hal yang sama dalam periode atau waktu tertentu dan dalam jangka waktu yang lama dan biasanya dilakukan oleh suatu produksi yang besar (Budiono, 2003)

d. Kesehatan

Kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang diderita. Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kelelahan, yaitu (Suma’mur, 2009):

a) Penyakit Jantung

b) Penyakit Gangguan Ginjal c) Penyakit Asma

d) Tekanan darah rendah e) Hipertensi

e. Status pernikahan

Pekerja yang sudah berkeluarga dituntut untuk memenuhi tanggung jawab tidak hanya dalam hal pekerjaan melainkan juga dalam hal urusan rumah tangga sehingga resiko mengalami kelelahan kerja juga akan bertambah (Inta, 2012).

f. Sikap kerja

(9)

15

meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Hal ini akan menyebabkan kelelahan (Budiono, 2003)

g. Status Gizi

Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur, 2009).Menurut hasil riset Oentoro (2004)

menunjukkan bahwa secara klinis terdapat hubungan antara status gizi seseorang dengan performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada dalam kondisi gizi yang kurang baik dalam arti intakemakanan dalam tubuh kurang maupun berlebih dari normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan kerja.Status gizi bisa dihitung salah satunya dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:

IMT = Berat badan (kg) (Tinggi badan)²(m)²

Tabel 2.1 Status Gizi

IMT Kategori

<18,5 Berat badan kurang 18,5 -22,9 Berat badan normal 23,0 Kelebihan berat badan 23,0 -24,9 Beresiko menjadi obesitas 25,0 -29,9 Obesitas I

>30 Obesitas II

(10)

16

2. Faktor Eksternal a. Masa kerja

Seseorang yang bekerja dengan masa kerja yang lama lebih banyak memiliki pengalaman dibandingkan dengan yang bekerja dengan masa kerja yang tidak terlalu lama. Orang yang bekerja lama sudah terbiasa dengan pekerjaan yang dilakukannya sehingga tidak menimbulkan kelelahan kerja bagi dirinya (Setyawati, 2010).

b. Beban kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud fisik, mental atau sosial. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara mereka ada yang lebih cocok untuk beban fisik, mental ataupun sosial (Suma’mur, 2009). Bahkan

banyak juga dijumpai kasus kelelahan kerja dimana hal itu adalah sebagai akibat dari pembebanan kerja yang berlebihan (Budiono dkk, 2003).

c. Shift kerja

Salah satu penyebab kelelahan adalah kekurangan waktu tidur dan terjadi gangguan pada cyrcardian rhythms akibat jet lag atau shift work. Cyrcardian rhythms berfungsi dalam mengatur tidur, kesiapan untuk bekerja, proses otonom dan vegetatif seperti metabolisme, temperatur tubuh, detak jantung dan tekanan darah. Fungsi tersebut dinamakan siklus harian yang teratur (Setyawati, 2010).

Cyrcardian rhythms dalam fungsi normal mengatur siklus biologi irama

(11)

17

bangun atau aktivitas. Cyrcardia rhythms dapat terganggu apabila mengalami pergeseran.

a) Sementara (acute shift work, jet lag)

b)Menetap (shiftworker) jika irama tidur cyrcardian terganggu akan terjadi perubahan pemendekan waktu tidur dan perubahan fase REM (Rosati, 2011).

Tubuh manusia yang seharusnya istirahat, tetapi karena diharuskan bekerja maka keadaan ini akan memberikan beban tersendiri dalam mempengaruhi kesiagaan seorang pekerja yang dapat berkembang menjadi kelelahan karena pada malam hari semua fungsi tubuh akan menurun dan timbul rasa kantuk sehingga kelelahan relatif besar pada pekerja malam (Wijaya, 2005).

d. Penerangan

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak diperlukan. Lebih dari itu, penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan linkungan yang menyegarkan (Suma’mur, 2009). Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan

kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala, kerusakan indera mata, kelelahan mental dan menimbulkan terjadinya kecelakaan (Budiono dkk, 2003). e. Kebisingan

(12)

18

alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan (Setiarto, 2002). f. Iklim kerja

Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan akibat menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat dan produksi keringat meningkat (Inta, 2012).

2.1.4 Gejala-Gejala Kelelahan Kerja

Suma’mur (2009), mengemukakan bahwa gejala atau perasaan atau tanda

yang ada hubunganya dengan kelelahan adalah: 1.Perasaan berat dikepala

8.Kaku dan canggung dalam gerakan 9.Tidak seimbang dalam berdiri

15.Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu

16.Cendrung untuk lupa 17.Kurang kepercayaan diri 18.Cemas terhadap sesuatu 19.Tidak dapat mengontrol sikap

20.Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan

(13)

19

Seseorang yang mengalami kelelahan akan menunjukan tanda-tanda sperti: sakit kepala (pusing), melamun, kurang konsentrasi, penglihatan kabur, susah menjaga mata agar tetap terbuka, konstan menguap bahkan tertidur saat bekerja, mudah tersinggung, jangka waktu menyimpan memori (ingatan) singkat, motivasi rendah, halusinasi, gangguan dalam mengambil keputusan dan penilaian, memperlambat refleks dan tanggapan, fungsi sistem kekebalan tubuh berkurang, frekuensi melakukan salah meningkat (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).

Kelelahan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang dialami oleh seseorang yang ditandai dengan berbagai gejala seperti, lemah, lesu, jenuh, menurunya perhatian konsentrasi berkurang, dan sebaginya (Grandjean, 1985 dalam Adiningsari, 2009)

1. Gejala kelelahan otot: antara stimulus dengan kontraksi awal jaraknya sangat lama. Kontraksi dan relaksasi melamban.

2. Gejala Kelelahan umum: perasaan subjektif lelah, mengantuk, pusing tidak suka bekerja, pikiran loyo/lamban, berkurangnya kewaspadaan, persepsi lamban, ketidakinginan untuk bekerja, performa menurun baik pekerjaan fisik maupun mental.

3. Kelelahan kronis menunjukan gejala: sakit kepala, menggigil, kehilangan waktu tidur, irregular heart rate, tiba-tiba berkeringat, kehilangan nafsu makan, permasalahan pencernaan.

2.1.5 Proses Terjadinya Kelelahan

(14)

20

penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formation retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh ke arah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat, seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivasi lebih kuat, seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat. Demikian pula peristiwa monotoni, kelelahan terjadi oleh karena hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat.

(15)

21

2.1.6 Akibat Kelelahan Kerja

Efek dari kelelahan pada kesehatan dan prestasi kerja dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendek pada individu mencakup pekerjaan terganggu kinerja, seperti mengurangi kemampuan untuk:

1. Berkonsentrasi dan menghindari gangguan 2. Berpikir lateral dan analitis

3. Membuat keputusan

4. Mengingat dan mengingat peristiwa-peristiwa dan urutan mereka 5. Memelihara kewaspadaan

6. Kontrol emosi

7. Menghargai situasi yang kompleks 8. Mengenali risiko

9. Mengkoordinasikan gerakan tangan-mata, dan 10. Berkomunikasi secara efektif.

Kelelahan juga dapat meningkatkan kesalahan, membuat waktu reaksi menjadi lambat, meningkatkan kemungkinan kecelakan dan cedera serta dapat menyebabkan mikro-tidur. Efek jangka panjang pada kesehatan yang berkaitan dengan shift dan kurang tidur kronik mungkin termasuk (Work Safe Victoria, 2008):

1. Penyakit jantung 2. Diabetes

(16)

22

2.1.7 Cara Mengatasi Kelelahan

Untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar (Budiono, 2003) :

1. Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk 2. Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif

3. Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi

4. Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja

5. Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi tenaga kerja

6. Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik

7. Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.

Menurut Tarwaka dkk (2015) upaya agar tingkat produktivitas kerja tetap baik atau bahkan meningkat, salah satu faktor pentingnya adalah pencegahan terhadap kelelahan kerja.

Cara mengatasi kelelahan kerja : 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomis 4. Sikap kerja alamiah

(17)

23

7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja

9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam 2.1.8 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indiktor yang menunjukan kelelahan akibat kerja (Tarwaka, 2015) 1. Uji Performa Mental

Uji performa mental meliputi: a. Masalah aritmatika.

b. Uji konsentrasi (crossing-out tes).

c. Uji estimasi (dengan uji estimasi interfal waktu). d. Uji memori atau ingatan.

Pada uji ini seseorang dipacu untuk menentukan dan mengeluarkan tanda-tanda kelelahan. Faktor lain yang berpengaruh adalah pelatihan dan pengalaman. Apabila uji ini terus dilakukan maka gejala kelelahan akan muncul dengan sendirinya (Grandjean, 1997 dalam Andiningsari, 2009) 2. Uji Schneider

Dalam penelitiannya dokter Soetomo, (1981) beliau memaparkan bahwa dalam melakukan uji ini harus mempertimbangkan 6 hal:

(18)

24

c. kenaikan antara Frekunsi nadi saat berdiri dan saat berbaring d. Kenaikan nadi setelah suatu kerja tertentu

e. Waktu yang diperlukan nadi untuk kembali normal setelah melakukan kerja tersebut

f. Perubahan tekanan sistol pada saat berbaring dan berdiri

Keenam variabel diatas kemudian diberi nilai bekisar +3 dan -3 yang kemudian diklasifikasikan sebagai berikut:

Nilai <7 = unstatisfactory

Nilai 8-7 = doubfull (meragukan) Nilai 10-9 = fair

Nilai 13-11 = very good Nilai 18-14 = exclent 3. Kualitas dan kuantitas kerja

(19)

25

4. Uji Psiko-motor (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakanya kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan (Tarwaka, 2015).

Kelemahan dari uji ini ialah muncul suatu kenyataan bahwa pada uji ini sering sekali membuat permintaan yang sulit pada subjek yang diteliti, sehingga dapat meningkatkan ketertarikan (Granjean, 1997, dalam Putri, 2008).

5. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

(20)

26

dibawah dari angka frekuensi kerling mulus orang yang tidak lelah (Suyanto dalam Andiningsari, 2009).

6. Pengukuran kelelahan secara subjektif

Kuesioner kelelahan subjektif (Subjectif Self Rating Test) dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) merupakan salah satu kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. Berisi 30 daftar pertanyaan dimana pernyataan nomor 1 sampai 10 mengenai pelemahan kegiatan, pertanyaan 11 sampai 20 pelemahan motivasi dan pertanyaan 21 sampai 30 untuk gambaran kelelahan fisik. Dimana setiap pertanyaan diberi scoring dengan skala Likert (4 Skala) dimana:

a. Skor 1 = Tidak pernah merasakan b. Skor 2 = Kadang-kadang merasakan c. Skor 3 = Sering merasakan

d. Skor 4 = Sering sekali merasakan

Dimana untuk menentukan klasifikasi kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu menggunakan pedoman:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif Berdasarkan Total Skor Individu

Tingkat Kelelahan Total Skor Individu

Klasifikasi Kelelahan

0 0 - 21 Rendah

1 22 - 44 Sedang

2 45 - 67 Tinggi

3 68 - 90 Sangat Tinggi

(21)

27

7. Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL)

Denyut nadi merupakan salah satu variabel fisiologis tubuh yang menggambarkan tubuh dalam keadaan statis atau dinamis. Oleh karena itu denyut nadi dipakai sebagai salah satu indicator yang dipakai untuk mengetahui berat ringanya beban kerja seseorang. Semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis lainya (Azizah, 2005).

Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL) adalah perbandingan antara peningkatan denyut nadi kerja dengan denyut nadi maksimum, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% CVL = 100 x (Denyut nadi kerja – Denyut nadi istirahat) Denyut nadi maksimum – Denyut nadi istirahat

Grandjean dalam Tarwaka (2010), mendefinisikan beberapa jenis denyut nadi yaitu sebagai berikut:

a. Denyut Nadi Istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai

b. Denyut Nadi Kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja

c. Nadi Kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.

(22)

28

Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL)

%CVL Klasifikasi

< 30 % Tidak terjadi kelelahan 30 % s.d < 60 % Diperlukan perbaikan 60 % s.d < 80 % Kerja dalam waktu singkat 80 % s.d < 100 % Diperlukan tindakan segera

>100 % Tidak diperbolehkan beraktivitas Sumber : Tarwaka, 2010

2.2 Perawat

2.2.1 Definisi Perawat

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berada di rumah sakit dimana jumlah maupun keberadaanya dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dan mempunyai hubungan langsung dengan pasien (Praptiningsih, 2006). 2.2.2 Peran dan Fungsi perawat

1. Peran Perawat

Peran perawat yaitu merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang pasien dari seorang perawat sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap.

Menurut Wahit Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin (2009) ada beberapa peran perawat yang terdiri dari:

a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

(23)

29

b. Peran sebagai advokat pasien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.

c. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan tentang, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisir pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

d. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan dan mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan, sehingga pemberi pelayanan kesehatan terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien atau pasien. e. Peran kolaborator

(24)

30

lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran konsultan

Perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peran pembaharu

Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2. Fungsi Perawat

Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan menjalankan berbagai fungsi diantaranya: a. Fungsi Independen

(25)

31

kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau isntruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum,atau dari perawat primer ke parawat pelaksana. c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara satu tim dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam memantau reaksi obat yang telah diberikan.(Helmida,2014).

2.3. Rumah Sakit Jiwa

2.3.1 Definisi Rumah Sakit Jiwa

Pengertian Rumah Sakit menurut surat keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia No. 031/Birhub/1972 tentang renefal adalah :

(26)

32

Rumah Sakit Jiwa termasuk kedalam Rumah Sakit Khusus (kelas E), karena melayani pasien yang menderita penyakit yang lebih dikhususkan, seperti penyakit jiwa, penyakit jantung, penyakit mata dan lainnya.

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 Pelayanan Rumah Sakit Umum Pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar,1996):

Rumah sakit kelas E merupakan rumah sakit khusus (Special Hospital) yang menyelenggaraan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misal Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Paru-paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Ibu dan Anak.

2.3.2 Spesifikasi Rumah Sakit Jiwa

Perbedaan antara Rumah Sakit Jiwa dengan Rumah Sakit Umum ialah: 1. Pasien terdiri dari orang yang berperilaku abnormal walau fisiknya dalam

keadaan sehat.

2. Terdapat tiga tahap penyembuhan yaitu pengobatan melalui fisik, jiwa, dan sosialnya.

3. Dibutuhkan ruang-ruang bersama (lebih cenderung merupakan bangsal) baik untuk perawat maupun untuk bersosialisasi.

4. Dibutuhkan ruang untuk terapi dan rehabilitasi yang dilakukan dalam ruangan.

(27)

33

2.3.3 Fungsi dan Tujuan Rumah Sakit Jiwa

Fungsi Rumah Sakit jiwa berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 135/Men.Kes/SK/IV/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja rumah sakit jiwa adalah:

1. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pencegahan 2. Melaksanakan usaha kesehatan jiwa pemulihan

3. Melaksanakan usaha kesehatan jiwa rehabilitasi 4. Melaksanakan usaha kesehatan jiwa kemasyarakatan 5. Melaksanakan sistem rujukan (sistem Renefal)

Sedangkan tujuan dari Rumah Sakit Jiwa:

1. Mencegah terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat (promosi prefentif) 2. Menyembuhkan penderita gangguan jiwa dengan usaha-usaha penyembuhan

optimal

3. Rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa 2.3.4 Klasifikasi Rumah Sakit Jiwa

Rumah sakit jiwa dibagi dalam 3 klasifikasi :

1. Rumah Sakit jiwa kelas A, adalah rumah sakit jiwa yang mmpunyai spesifikasi luas dalam bidang kesehatan jiwa, serta dipergunakan untuk tempat pendidikan kesehatan jiwa intramular dan ekstramular

2. Rumah Sakiit Jiwa kelas B, adalah rumah sakit jiwa yang belum mempunyai spesifikasi luas, tetapi melaksanakan kesehatan jiwa intramular dan ekstramular. 3. Rumah Sakit Jiwa Kelas C adalah Rumah Sakit Jiwa yang hanya memberikan

(28)

34

2.3.5 Lingkup Pelayanan Rumah Sakit Jiwa

Secara garis besar dibedakan menjadi 4 kegiatan, yaitu :

1. Kegiatan pelayanan medis, terdiri dari pencegahan, pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi (pembinaan)

2. Pendidikan dan Latihan, usaha untuk meningkatkan kualitas rumah sakit 3. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan, usaha untuk menemukan faktor

penyebab gangguan jiwa sedini mungkin. 4. Informasi dan rujukan

Berdasarkan bentuk pelayanannya:

1. Intramular (pelayanan dalam rumah sakit)

a. memberikan pelayanan perawatan kesehatan dan pengobatan b. memberika pembinaan

c. melayani pengawasan penyakuran kembali ke lingkungan masyarakat 2. Ekstramular (pelayanan keluar) kerjasama dengan pihak luar

a. memberi penuluhan

b. mendeteksi gangguan jiwa yang ada di masyarakat c. memberi perawatan bagi pasien rawat jalan

d. melaksanaan pembinaan dan perawatan lanjutan 2.3.6 Persyaratan Rumah Sakit Jiwa

1. Persyaratan bagunan (Peraturan MenKes RI no.920/MenKes/per/XII/1986) a. Memiliki gedung yang terdiri dari:

1) Bangunan rawat jalan dan UGD

(29)

35

3) Bangunan sarana rumah sakit seperti gudang, bengkel dan sebagainya 4) Bangunan rawat inap minimal 50 tempat tidur

5) Bangunan administrasi, ruang tenaga medic dan paramedic

6) Bangunan instalasi non medis seperti dapur, laundry, dan sebagainya 7) Taman dan parkir

8) Bangunan lain yang diperlukan berkaitan dengan usaha penyembuhan gangguan jiwa seperti ruang terapi, ruang rehabilitasi dan sebagainya. b. Luas tanah untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas

bangunan yang direncanakan

c. Luas tanah untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali luas bangunan yang direncanakan

2. Persyaratan kapasitas tempat tidur:

a. Perhitungan satu tempat tidur untuk 600-800 penduduk.

b. Pada rumah sakit pemerintah disediakan fasilitas untuk merawat penderita disabled sebanyak 75% dan fasilitas keseluruhan.

c. Pada rumah sakit swasta disediakan fasilitas untuk merawat penderita disabled sebanyak25% dan fasilitas keseluruhan.

3. Persyaratan keamanan secara umum, karena karakter pasien gangguan jiwa berat mempunyai karakter kecenderungan untuk melukai orang lain maupun diri sendiri:

(30)

36

c. Alat pemanas ruangan, ventilasi, dan AC diletakkan pada plafond atau bagian tembok yang tinggi.

d. Menghindari desain dengan detail yang mudah dirusak e. Penggunaan pintu dengan dua arah

f. Pengoperasian lift hanya dengan kunci g. Dan sebagainya.

5. Persyaratan lokasi :

a. Rumah sakit jiwa tidak bersifatisolatif, letaknya tidak boleh jauh dari pusat kota, tidak lebih dari 15Km

b. Perlu adanya fasilitas penunjang

1) Kemudahan transportasi dan komunikasi 2) Berada pada derah datar dan tenang 3) Terdapat jalur listrik dan telepon 4) Terdapat sumber air bersih 5) Bebas dari banjir

2.3.7 Sarana dan Prasarana dalam Rumah Sakit jiwa Unit dalam Rumah sakit Jiwa

1. Unit out patient 2. Unit rawat tinggal

3. Unit gangguan mental organik 4. Unit rehabilitasi

(31)

37

7. Unit laboratorium 8. Unit dapur

9. Unit Service 10. Kebutuhan Ruang

Tabel 2.4 Kebutuhan Ruang RSJ

KELOMPOK RUANG

Kelompok Umum o Ruang Parkir o Pos Satpam o Hall

Kelompok Administrasi o Ruang Pimpinan o Ruang Direktur

Poliklinik o Ruang Tunggu

o Ruang Konsultasi Fasilitas Sosial o Ruang Ibadah

o Toko o Cafetaria o Perpustakaan o Ruang Serbaguna o Lavatory

Workshop o Unit-unit workshop o Gudang

(32)

38

KELOMPOK RUANG

Kelompok Rawat Tinggal o Ruang Tidur Pasien o Lavatory

o Ruang Perawat o Gudang Linen o Ruang Tamu o Ruang Keluarga o Pantry

o Ruang Treatment o Ruang Konsultasi Kelompok Service o Dapur Pusat

o Gudang

(33)

39

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Kelelahan Kerja Usia

Jenis Kelamin

Psikis

Kesehatan

Status Perkawinan

Sikap Kerja

Status Gizi

Masa Kerja

Beban Kerja

Shift Kerja

Penerangan Kebisingan

(34)

40

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor Internal

a. Usia

b. Jenis kelamin c. Status pernikahan

Kelelahan kerja

Gambar

Tabel 2.1 Status Gizi
Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif Berdasarkan
Gambar 2.1  Kerangka Teori
Gambar 2.2  Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya kelelahan ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan

sakit adalah beban kerja perawat yang tidak seimbang yang dapat.. menyebabkan terjadinya kelelahan kerja pada tenaga kerja

kelelahan antara lain keadaan monoton, beban kerja dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun psikologi, keadaan lingkungan kerja, tanggung jawab, perasaan sakit, dan

Akar utama masalah ini biasanya karena pekerjaan yang monoton, intensitas dan lama kerja mental ataupun fisik yang tidak sesuai dengan keinginan sang pekerja,

pernyataan dengan teliti.Pada setiap pernyataan,Anda diminta untuk memberi tanda silang (√) pada pilihan di bawah ini yang benar-benar menggambarkan keadaan yang anda

Sumber: data olahan primer, 2015 Berdasarkan grafik 5tersebut, maka didapat data yang menyatakan bahwa beban kerja mental yang dialami oleh perawat yang berusia

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Widyasri (2010), dengan hasil adanya hubungan diantara kelelahan dan stress kerja tapi

Bagaimana hubungan antara faktor pekerjaan beban kerja mental, beban kerja fisik, durasi mengemudi dan waktu istirahat dengan kelelahan kerja pada pengemudi bus di PT X Tahun 2022?.3.