• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi memerlukan masukan zat-zat gizi yang seimbang dan relatif besar. Jumlah mutlak zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi relatif kecil, tetapi besar bila dihitung per kilogram berat badan. Namun, kemampuan bayi untuk makan dibatasi oleh keadaan saluran pencernaannya yang masih dalam tahap pendewasaan. Oleh karena itu, bayi belum dapat makan makanan padat, yang berserat banyak atau yang membani ginjal. Satu-satunya yang sesuai dan memenuhi kebutuhan gizi bayi selama bulan-bulan pertama adalah ASI ( Maryunani, 2010).

Makanan bayi harus disesuaikan dengan perkembangan saluran pencernaan. Perlu diketahui bahwa, memberikan makanan/zat gizi sebetulnya sudah dimulai sejak janin dalam kandungan terutama pada saat otak mulai berkembang, sehingga kecukupan zat gizi ditujukan kepada ibu yang sedang hamil perlu diperhatikan. Namun seringkali yang terjadi adalah ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi seeperti yang seharusnya dengan berbagai alasan seperti pengetahuan dan lain hal.

(2)

2.1.1 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

ASI eksklusif atau menyusui eksklusif menurut World Helath Organization (WHO) adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI perah juga diperbolehkan (Pusat Data Informasi dan Kemenkes RI dalam Lumbanraja 2015). Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, pengertian ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (Kemenkes RI, 2012 dalam Lumbanraja 2015).

Menurut Roesli U dalam Lumbanraja (2015), yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bbur nasi, dan tim. Itu berarti, ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman lain selama 6 bulan yang dilakukan oleh ibu kepada bayinya.

Lama pemberian ASI eksklusif adalah sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai diberi makanan pendamping ASI, sedangkan ASI dapat diberikan sampai 2 tahun/lebih.

(3)

1. Nutrisi yang didapatkan bayi akan optimal dari segi kualitas maupun kuantitasnya Bayi yang diberikan ASI eksklusif dapat mencapai pertumbuhan-perkembangan dan kesehatan yang optimal karena mengandung zat gizi yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya seperti lemak, karbohidrat, protein, garam, dan mineral serta vitamin.

Berikut ini adalah komposisi ASI yang sangat penting bagi bayi. Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu, hal ini berdasarkan pada stadium laktasi. Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam yaitu kolostrum, ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir, ASI transisi yang dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh, dan ASI mature yang dihasilkan mulai dari hari kesepuluh sampai dengan seterusnya.

(4)

Dari perbedaan kandungan komposi pada table, kolostrum merupakan komposisi ASI yang paling penting, karena alasan-alasan berikut:

1. Kolostrum ASI pada hari 1-2 istimewa, kaya nutrient (zat gizi, dan antibody)

2. Volume sekitar 30-9-cc/24 jam sesuai kapasitas lambung pada bayi usia tersebut.

3. Mamberi nutrisi dan melindungi dari infeksi.

4. Memberikan imunisasi pertama (kekebalan tubuh): ASI cairan hidup. 5. Dianggap sebagai “cairan emas”, karena mengandung antibody 10-17 x lebih banyak dari ASI Mature Hari ke-1: 800 mgr SIgA/100cc kolostrum, hari ke-2: 600 mgr SIgA/100cc kolostrum, 400 mgr SIgA/100cc kolostrum. Mengandung juga, laxansia yang membersihkan mekonium, growth factor yang membantu mematangkan usus, dan kaya vitamin A yang mencegah kebutaan.

2. Meningkatkan kesehatan bayi

ASI mengandung zat protektif (pelindung) berupa: laktobasilus bifidus, laktoferin, lisozi, komplemen C3 dan C4, faktor antistreptokokus, antibody, imunitas seluer, dan tidak menimbulkan alergi. Dari berbagai penelitian ditemukan:

1. Infeksi saluran pencernaan

(5)

2. Infeksi pernafasan

Kematian berkaitan dengan penyakit pernafasan terjadi 2-5 kali lebih banyak pada bayi dengan susu formula

3. Radang teling otitis media, lebih sering terjadi pada bayi dengan susu formula.

4. Sepsis dan meningitis, 4 kali lebih sering pada bayi dengan susu formula. 5. Juvenile DM: 25% disebabkan tak diberi ASI

6. Lymphoma Maligna, Leukimia, Neuroblastoma: 6-8 kali lebih sering terjadi pada bayi dengan susu formula.

7. Alergi, yaitu serangan alergi lebih dini pada bai dengan susu formula. 8. Penyakit arteri koroner & penyakit jantung iskemik: ASI menghindarkan terjadi pada usia muda.

3. Meningkatkan kecerdasan bayi/anak

(6)

Kebutuhan ASAH dimana menyusui Eksklusif merupakan stimulasi awal pandangan, belaian, usapan. Kata-kata ibu waktu menyusui memenuhi kebutuhan awal dari pendidikan/kebutuhan stimulasi atau kebutuhan rangsangan.

4. Meningkatkan jalinan kasih sayang (bonding)

Memenuhi kebutuhan ASUH (kebutuhan emosi/kasih sayang), dimana bayi disusui eksklusif, dipijat, sering didekap, dibelai, membuat aman, terlindung dan dicintai. Bonding yang baik merupakan dasar dari terbentuknya secure attachment. Dan bayi tumbuh menjadi manusia yang mencintai sesamanya/spiritual baik (SQ lebih baik). Selain itu, menyusui dini latihan bersosialisasi dini. Emosional stabil (EQ lebih tinggi).

Kesimpulannya adalah, bayi yang mendapat ASI Eksklusif dapat tumbuh menjadi manusia yang lebih sehat, memeiliki kecerdasan intelektual leibih tinggi (IQ tinggi), memiliki kecerdasan emosional/bersosialisasi lebih baik (EQ tinggi) dan memiliki hati nurani spiritual lebih baik (SQ tinggi).

2.1.2 Waktu pemberian ASI

(7)

Bayi sebaiknya diberikan ASI secara tidak terjadwal atau menurut kemauan bayi, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus memberikan ASI kepada bayinya bila bayinya menangis bukan karena penyebab lainnya (bayi buang air kecil, dan lain-lain) atu ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik bagi bayi, karena isapan sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Menyusui dengan tidak terjadwal atau sesuai kebutuhan bayi akan mencegah banyak masalah yang berpotensi muncul (Soetjiningsih, dalam Lumbanraja (2015).

2.1.3 Alasan yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif

Sampai saat ini factor-faktor yang mempengaruhi tidak berhasilnya seorang ibu memberiakn ASI eksklusif pada bayinya sudah banyak diketahui namun penelitian hanya berdasarkan survey dan pengambilan data yang dilakukan pada satu waktu pada sampel ibu yang memiliki anak usia dibawah 2 tahun.

Adapaun beberapa alas an yang membuat ibu tidak memberikan ASI eksklusif adalah (Haryani dan Sitourus IA 2014 dalam Lumbanraja 2015):

1. Kebutuhan ekonomi yang meningkat, sering menjadi factor utama ibu harus bekerja, sehingga pemberian ASI eksklusif tidak dapat sepenuhnya dilakukan.

2. Tidak adanya dukungan keluarga yaitu ibu, mertua dan suami.

(8)

4. Ibu tidak percaya diri atau ibu merasa ASI tidak mencukupi. 5. Ibu tidak mampu mengatasi masalah dalam pemberian ASI. 6. Kepercayaan dan tata nilai yang ada disekitar ibu.

7. Kemalasan ibu atau kurangnya ketekunan dan kesabaran dalam berlatih menyusui.

8. Kurangnya usaha atau persiapan ibu semasa kehamilan. 9. Kekhawatiran tubuh menjadi gemuk.

2.2 Makanan Pendamping ASI

Pada masa balita, kecukupan gizi sangat penting bagi kesehatan balita, dimana seluruh pertumbuhan dan kesehatan balita erat kaitannya dengan balita yang sedang tumbuh. Masa balita disebut “golden period” atau masa keemasan, dimana

(9)

lambat 7-8 bulan), jangan sampai pemberiannya ditunda, oleh karena dapat menjadi penyebab bayi sulit makan makanan padat, sulit mengunyah, menolak makanan padat atau muntah.

Pada saat usia 12 bulan, bayi, sekarang sebagai anak kecil, mulai dilatih diberi makanan yang sama dengan makanan anggota keluarga yang lain. Namun apabila anak menunjukkan kesulitan mengunyah, upayakan memperlunak makanan. Penggunaan bumbu yang merangsang mulut atau mengakibatkan diare perlu dihindarkan.

Menurut Maryunani (2010), pengaturan makan untuk bayi dan balita berbeda dengan pengaturan pada orang dewasa karena pada masa ini bayi dan anak masih dalam pertumbuhan dan perkembangan. Terdapat 2 (dua) tujuan pengaturan makan untuk bayi dan balita, yaitu:

1. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan dan/atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan dna perkembangan fisik dan psikomotor, serta melakukan aktivitas fisik.

1. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik, menyukai dan menentukan makanan yang dibutuhkan.

Menurut Maryunani (2010) mengutip pendapat Titi, tujuan upaya gizi pada bayi dan balita ada 3 (tiga), yaitu:

1. Tujuan fisiologis

(10)

2. Tujuan Psikologis

Memberikan kepuasan kepada bayi dan balita menikmati makanan yang diberikan.

3. Tujuan Edukatif

Mendidik keterampilan mengonsumsi makanan, membina kebiasaan waktu makan/jadwal makan (sarapan, makan siang dan makan sore/malam), serta mebina selera terhadap makanan yang baik, khususnya yang merupakan selera dan kebiasaan keluarga. Kemudian hal-hal yang perlu diperhatikan untuk makanan bayi dan balita (Maryunani,2010), yaitu:

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur.

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera terhadap makan.

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faali bayi/balita.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

2.2.1 Pengertian makanan pendamping ASI

(11)

keatas atau berdasarkan indikasi medik sampai anak berusia 24 (dua puluh empat) bulan untuk mencapai kecukupan gizi.

Seiring dengan pertumbuhan bayi, kebutuhan akan energi, protein, dan zat gizi lainnya pun makin bertambah. Suatu saat, kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh ASI saja sehingga perlu makanan lain untuk memenuhi kekurangannya. Jika makanan tambahan tidak diberikan setelah bayi membutuhkannya, pertumbuhan akan terhambat. Zat-zat gizi lebih banyak diperlukan dari makanan tambahan terutama dalam memenuhi kebutuhan energy, zat besi, zink dan vitamin A (Widodo, 2009).

Seiring dengan penelitian yang terus berkembang, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan IDAI mengeluarkan kode etik yang mengatur agar bayi wajib diberi ASI eksklusif (ASI saja tanpa tambahan apa pun, bahkan air putih) sampai umur minimum 6 bulan. Setelah umur 6 bulan, bayi mulai mendapat makanan pendamping ASI (MPASI) berupa bubur susu, nasi tim, buah dan sebagainya. WHO juga menyarankan agar pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun, dengan dilengkapi makanan tambahan (Prambantini, 2010). Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan keputusan baru Menkes sebagai penerapan kode etik WHO. Keputusan tersebut mencantumkan soal pemberian ASI eksklusif (Permenkes nomor 450/Menkes/SK/IV/2004).

(12)

yang diberikan MP ASI pada umur ≥ 6 bulan. MP ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Oleh karena itu, pengenalan adan pemberian MP ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak (Maryunani, 2010). ). Berikut adalah pola makan anak:

Tabel 2.2 Pola makan pada anak.

Usia Pola makan

0-6 bulan ASI saja.

6-9 bulan ASI + Makanan pendamping ASI (MP-ASI). Contohnya, bubur nasi, nasi tim, dan nasi lembek. 9-11 bulan ASI + MP-ASI yang lebih padat.

Contohnya, bubur nasi, nasi tim, dan nasi lembek.

1-2 tahun Makanan keluarga/makanan yang dicincang atau dihaluskan 3-4 kali sehari.

2-3 tahun Makanan keluarga + makanan selingan 2 kali sehari. Sumber: Buku pegangan kader Posyandu, 2012.

Pemberian MP ASI diberikan kepada anak sejak usia 6 bulan karena dengan ASI saja (jumlah dan komposisi ASI mulai berkurang) tidak mampu mencukupi kebutuhan anak. Maksud pemberian MP ASI adalah agar anak memperoleh cukup energy, protein, vitamin, dan mineral untuk tumbuh dan berkembang secara normal (Zakariah 1998, dalam Nurlinda 2013). Maksud lain adalah membiasakan anak pada berbagai macam makanan bergizi, mudah dicerna dengan berbagai macam rasa, bentuk, dan nilai gizi (Nurlinda, 2013).

(13)

ASI, kegemukan, dan rentan terhadap bahan-bahan tambahan makanan (pengawet, perasa, pewarna) maupun faktor kebersihannya (hygiene). Akan tetapi penundaan pemberian makanan padat juga tidak baik karena kebutuhan gizi bayi tidak tercukupi sehingga dapat menghambat pertumbuhan, kecerdasan, dan imunitasnya terhadap penyakit (Widodo, 2009).

Pemberian makanan tambahan sebelum usia enam bulan (4-6 bulan) baru diberikan bila memang ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi lagi. Hal ini ditandai dengan pertambahan berat badan bayi yang kurang meskipun pemberian ASI sudah tepat dan bayi sering munim ASI, tetapi tampak lapar (Widodo, 2009). Pemberian Usia MP ASI yang terlalu dini mempunyai risiko kesehatan oleh karena secara fisiologis bayi belum siap untuk menerimanya. Bayi akan mudah terkena diare dan penyakit-penyakit lain. Selain itu akan menurunkan intensitas dan frekuensi pengisapan ASI, sehingga asupan ASI pun menjadi berkurang, padahal ASI mengandung hampir semua zat gizi dan zat kekebalan yang penting untuk bayi (Rohmani, 2010).

Berdasarkan Widodo (2009) kriteria makanan tambahan yang baik adalah sebagai berikut:

1. Makanan yang menyediakan energi, protein, vitamin, mineral (terutama vitamin A, vitamin C, zat besi, seng, kalsium, dan asam folat).

2. Makanan yang bersih, tidak mengandung bahan kimia berbahaya, dan nyaman (tidak terlalu pedas, asin, dan bau amis).

(14)

2.2.2 Alasan menunda pemberian MP ASI

Ilmu medis terus berkembang seiring bertambahnya riset-riset terbaru. Beberapa hasil riset belakangan ini menegaskan bahwa MP ASI sebaiknya diberikan setelah bayi berusia 6 bulan. Menurut Purbantini (2010), ada beberapa alasan mengapa harus menunda memberikan makanan padat sampai bayi berusaia 6 bulan:

1. ASI adalah makanan satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan bayi hingga berumur 6 bulan.

ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna. ASI dirancang khusus untuk pencernaan bayi yang sensitif. Protein dan lemak pada ASI lebih mudah dicerna oleh bayi. ASI mengandung paling tidak 100 bahan yang tidak ditemukan dalam susu sapi dan tidak dapat dibuat di laboratorium. Pada bulan-bulan pertama, pada saat bayi dalam kondisi rentan, ASI eksklusif membantu melindungi bayi dari diare, sindrom SID (sudden infant death) atau kematian mendadak, infeksi telinga, dan penyakit infeksi lainnya. Riset medis mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang baik pada 6 bulan pertama, bahkan pada umur lebih dari 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi biasanya membutuhkan lebih banyak zat besi dan zinc (seng) daripada yang disediakan di dalam ASI. Pada saat inilah, nutrisi tambahan dapat diberikan melalui makanan padat.

(15)

diketahui. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif dibawah 4 bulan akan mengalami infeksi telinga 40% lebih sedikit ketimbang bayi yang diberi ASI ditambah makanan lain. Kemungkinan terjadinya penyakit pernapasan selama masa kanak-kanak menjadi berkurang bila bayi mendapat ASI eksklusif sedikitnya 15 minggu, dengan catatan tidak diberikan makanan tambahan apapun selama masa tersebut. Pemberian MP ASI terlalu dini bak membuka gerbang masuknya berbagai jenis kuman, apalagi jika disajikan dengan tidak higienis.

3. Memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi agar berkembang menjadi lebih matang.

Pada umur 6-9 bulan, baik secara pertumbuhan maupun psikologis, biasanya bayi lebih siap menerima makanan padat. Makanan padat yang diterimanya sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya mengakibatkan makanan tidak tercerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan (gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi/sembelit, dan sebagainya).

(16)

4. Mengurangi risiko alergi makanan.

Berbagai catatan menunjukkan bahwa memperpanjang pemberian ASI eksklusif dapat memperendah angka terjadinya alergi makanan. Sejak lahir sampai umur antara 4-6 bulan, bayi memiliki apa yang disebut “usus terbuka”. Ini berarti jarak-jarak yang berada

di antara sel-sel pada usus kecil akan membuat makromolekul yang utuh –termasuk protein dan bakteri pathogen– dapat masuk kedalam aliran darah. Hal ini dapat

menguntungkan bagi bayi yang mendapat ASI eksklusif karena zat antibodi yang terdapat di ASI juga masuk langsung melalui aliran darah. Hal ini juga berarti protein-protein lain dari makanan selain ASI (yang mungkin dapat menyebabkan bayi menderita alergi) dan bakteri pathogen yang dapat menyebabkan berbagai penyakit dapat masuk. Selama 4-6 bulan pertama umur bayi, saat usus bayi masih terbuka, organ pencernaan bayi dilapisi oleh antibodi (lgA) dari ASI. Antibodi ini menyediakan kekebalan pasif yang mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. Pada umur sekitar 6 bulan, bayi mulai memproduksi antibody sendiri dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama.

5. Membantu melindungi bayi dari bahaya anemia karena kekurangan zat besi.

Pengenalan suplemen zat besi dan makanan yang mengandung zat besi –terutama pada umur 6 bulan pertama– dapat mengurangi efisiensi penyerapan zat besi pada bayi.

(17)

6. Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu menjaga suplai ASI

Berbagai studi menunjukkan bahwa makanan padat dapat menggantikan porsi susu dalam makanan bayi. Semakin banyak makanan padat yang dimakan oleh bayi, semakin sedikit susu yang dia serap dari ibunya. Jika susu yang diserap dari ibu semakin sedikit, berarti produksi ASI juga semakin sedikit. Bayi yang makan banyak makanan padat atau makan makanan padat pada umur lebih muda cenderung lebih cepat disapih. 7. Pemberian makanan padat terlalu dini dapat menyebabkan obesitas di kemudian hari.

Pemberian makanan padat yang terlalu dini sering kali dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak.

8. Bayi belum dapat mengontrol dengan baik otot-otot tenggorokan dan lidah dengan baik.

Karena itulah proses menelan jadi sulit dan dapat menjadikan bayi tersedak. Refleks lidah masih sangat kuat dan dapat menyebabkan pemeberian makanan padat menjadi sulit.

(18)

2.2.3 Tujuan pemberian MP ASI

Tujuan pemberian makanan tambahan pendamping ASI adalah Maryunani (2010):

1. Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang.

2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.

3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.

4. Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi. 2.2.4 Bentuk makanan MP ASI

Bentuk makanan MP ASI antara lain (Maryunani, 2010): 1. Makanan Lumat

Makanan lumat adalah semua makanan yang dimasak dan/atau disajikan secara lumat, yang diberikan pertama kali kepada bayi sebagai peralihan dari ASI ke makanan padat. Makanan lumat diberikan pada usia bayi 6 bulan. Contoh makanan lumat: bubur tepung, bubur beras (encer), nasi atau pisang dilumatkan, ketupat dilumatkan, lauk-pauk yang dilumatkan ataupun sayuran ayng dilumatkan. Makanan lumat diberikan 2 kali sehari. Sejalan dengan pertambahan umur anak, frekuensi pemberian meningkat menjadi 4-5 kali 1 piring kecil sehari.

2. Makanan lembek

(19)

tempe, tahu, beserta sayuran. Diberikan secara bertahap dari 1 kali sehari hingga 4-5 kali 1 piring sedang.

3. Makanan keluarga

(20)

Tabel 2.3 Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada anak.

(21)

2.2.5 Jenis makanan pendamping ASI

Secara umum, ada 2 jenis MP ASI, yaitu hasil pengolahan pabrik atau disebut dengan “MP ASI pabrikan” dan hasil pengolahan rumah tangga atau disebut

dengan “MP ASI local”. MP ASI local memiliki beberapa dampak positif, antara lain

(Yuliarti, 2010):

1. Ibu lebih memahami dan lebih terampil dalam membuat MP ASI dari bahan pangan local sesuai dengan kebiasaan aspek social-budaya setempat sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian MP ASI local secara mandiri.

2. Meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, serta memperkuat kelembagaan, seperti PKK dan Posyandu.

3. Memiliki potensi meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui penjualan hasil pertanian.

4. Sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi. 2.2.6 Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI

(22)

Menginjak usia 9 bulan, bayi yang telah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah kepingan makanan. Sekitar usia 1 tahun, bayi sudah mampu memakan makanan orang dewasa. Pada saat itu, bayi makan (mungkin) 4 sampai 5 kali sehari. Anak usia 2 tahun memerlukan makanan separuh takaran orang dewasa (Arisman, 2009). Menurut SDKI 2012, Rata-rata anak sehat yang mendapatkan ASI, harus mendapatkan makanan padat/semi padat sebanyak dua sampai dengan tiga kali sehari pada umur 6-8 bulan dan tiga sampai empat kali per hari antara umur 9 sampai dengan 24 bulan, dengan tambahan makanan kecil sebanyak satu sampai dengan dua kali per hari.

2.2.7 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MP ASI

Menurut Maryunani (2010), berikut ada beberpa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MP ASI. Yang pertama adalah kebersihan alat makan, karena apabila kebersihan tidak diperhatikan akan menimbulkan penyakit pada anak seperti diare. Kemudian membuat makanan secukupnya sesuai dengan kebutuhan anak dan kapasitas lambungnya. Selain itu, ibu juga harus memberikan makanan sebaik-baiknya kepada anak serta membuat variasi makanan agar anak tidak bosan, serta jangan memberikan makanan dekat dengan waktu makan.

(23)

1. Bayi mulai memasukkan tangan kemulut dan mengunyahnya. 2. Berat badan sudah mencapai dua kali berat lahir.

3. Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makan. 4. Hilangnya refleks menjulurkan lidah.

5. Bayi lebih tertarik pada makanan dibandingkan botol susu atau ketika disodori puting susu.

6. Bayi rewel atau gelisah, padahal sudah diberi ASI atau susu formula 4-5 kali sehari.

7. Bayi sudah bisa mengontrol kepalanya pada posisi tegak dengan baik.

8. Keingintahuannya terhadap makanan yang dimakan oleh orang lain semakin besar. Bayi memerhatikan dengan seksama ketika orang lain makan (biasanya mulut mereka ikut mengecap).

2.2.8 Panduan WHO untuk pemberian makanan bayi dan anak

1. Age: MP ASI diberikan saat bayi berusia 6 bulan berdasrkan kesiapan bayi. Pemberian MP ASI telat bulan dapat menyebabkan bayi tidak mendapat cukup nutrisi sehingga mengalami defisiensi zat besi, tumbuh kembang yang terlambat.

2. Frequency: Frekuensi pemberian makan: pada awal MP ASI diberikan 1-2 kali; usia 6-9 bulan diberikan 2-3 kali makan sehari ditambah 1-2 kali camilan; dan pada usia 9-12 bulan 3 kali makan dan 2 kali camilan.

(24)

dewasa hingga 125ml per porsi makan; usia 9-12 bulan bertahap dari 125 ml hingga 250 ml per porsi makan.

4. Texture: Tekstur makanan berdasrkan panduan WHO terbaru, langsung diberi pure/bubur halus (lembut) tp semikental. Setelah mulai makan beberpa minggu sampai usia 9 bulan, tekstur lebih kental berupa bubur saring yang lebih bertekstur dibandingkan bubur halus/lembut (makanan lumat). Mulai usia 9 bulan, anak sudah bsa makanan yang dicincang halus, tidak keras dan mudah dijumput oleh anak (makanan lembek). Diharapkan mulai usia 1 tahun, anak sudah bias makan makanan keluarga.

5. Variety : Variasi keberagaman makanan yang dianjurkan diberikan sejak awal pemberian ASI adalah bahan makanan yang kaya zat besi, terdiri dari sumber karbohidrat, protein nabati (kacang-kacangan), protein hewani, sayuran dan buah, serta sumber lemak tambahan seperti minyak, mentega, margarine, santan dan kaldu. 6. Active/responsive: Saat member makan, respon anak dengan senyum, juga kontak mat, dan beri kata-kata positif yang menyemangati. Beri makanan lunak yang bias dipegang untuk merangsang anak aktif makan sendiri.

7. Hygiene: Menyiapakan dan memasak makanan secara higienis. Ibu memastikan makanan bebas pathogen, tidak mengandung racun/bahan kimia berbahaya, cuci bersih, masak, dan simpan dengan baik, cuci tangan ibu dan bayi sebelum makan. 2.2.9 Cara pemberian makanan tambahan

(25)

dicampur dengan susu, atau nasi tim dicampur lauk (misalnya, daging dan hati) dan sayuran (misalnya, bayam dan wortel). Untuk memudahkan adaptasi, bubur dibuat lunak, kemudian secara bertahap ditambahkan campuran lain hingga semakin padat. Akan tetapi, bubur juga tidak boleh terlalu encer sehingga harus memerhatikan kapasitas lambung bayi.

Lambung bayi menampung 200 ml makanan, dan nutrisi utama yang dibutuhkan adalah bagian padatnya. Anak tidak mungkin makan beberapa mangkok makanan encer dalam satu porsi. Salah satu cara mengatasi makanan encer ini adalah dengan mengganti airnya dengan susu, atau penambahan bahan berlemak/berminyak. Jika menggunakan produk-produk makanan bayi buatan industry, sajikan seperti aturan yang tercantum agar tidak menjadi terlalu encer (Widodo, 2009).

Berdasarkan Widodo (2009) ada beberapa metode pengenalan makanan padat. 1. Memberikan makanan padat saat bayi lapar.

2. Karena bayi secara alamiah cenderung mendorong lidah ke depan, maka diberikan makanan menggunakan sendok dengan mendorong makanan ke belakang. 3. Menggunakan sendok kecil dengan gagang lurus. Awalnya 1 sampai 2 sendok makanan, lalu tingkatkan menjadi 2 sampai 3 sendok makan setiap makan.

4. Kenali kemungkinan alergi anak terhadap makanan, berikan jenis makanan baru setelah interval 4-7 hari.

(26)

satunya dipengaruhi oleh tahap perkembangan. Tahap ini meliputi kehidupan sebelum lahir, sewaktu bayi, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan lansia. Laju pertumbuhan sebelum dan setelah lahir (pre-natal dan post-natal) serta semasa bayi (< 1 tahun) adalah lebih cepat daripada tahap lainnya dari kehidupan (Yuniastuti, 2008). Oleh Karena itu, MP ASI hendaknya bersifat padat gizi, mengandung serat, dan minim mengandung bahan yang sulit dicerna. MP ASI tidak boleh bersifat kamba (voluminous) sebab akan member rasa kenyang pada bayi. Sifat kamba terutama terdapat pada serelia dan umbi-umbian (Nurlinda, 2013).

Anak yang menolak MP ASI merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kurang gizi. Penyebab anak menolak makanan antara lain (Albar 2004 dalam Nurlinda 2013):

1. Anak sakit. Selera makan anak berkurang atau hilang bila ada infeksi cacing, sakit mulut, atau sakit tenggorokan.

2. Anak tidak senang. Misalnya ibunya sakit, keuar rumah, atau baru melahirkan. Anak membutuhkan ekstra perhatian dan kasih saying, terutama menjelang makan.

3. Gigi sedang tumbuh. Berikan benda bersih dank eras untuk dikunyah, misalnya sendok.

(27)

2.3 Pengetahuan

Pengetahuan, kata dasarnya „tahu‟, mendapatkan awalan dan akhiran pe dan an.

Imbuhan „pe-an‟ berarti menunjukkan adanya proses. Jadi menurut susunan perkataannya, pengetahuan berarti proses mengetahui, dan menghasilkan sesuatu yang disebut pengetahuan. Adapun pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia.

Keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai bawahan kodrat manusi, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan. Sedangkan kehendak adalah salah satu unsure kekuatan kejiwaan. Adapan unsur lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan. Ketiganya berada dalam satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling pengaruh mempengaruhi menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu ysng berbeda-beda, pikiran atau perasaan atau keinginan bisa lebih dominan. Konsekuensinya, ada pengetahuan akal (logika), pengetahuan perasaan (estetika) dan pengetahuan pengalaman (etika) (Suhartono, 2008).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilkau terbuka (overt behavior). Perilaku yang bersumber dari pengetahuan biasanya bersifat langgeng (Sunaryo, 2002). Menurut KBBI (1990), pengetahuan adalah produk dari tahu, yakni mengerti sesudah melihat, menyaksikan dan mengalami.

(28)

kecenderungan ingin tahu. Sementara faktor eksternal adalah, dorongan dari luar berupa tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan. Jadi, bagi manusia, pengetahuan yang bernilai benar, indah dan baik adalah mutlak perlu. Hanya dengan pengetahuan demikian itu manusia bisa mendapatkan kemampuan untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupan demi tercapainya tujuan hidup.

Proses memperoleh pengetahian ini terkesan sangat sederhana. Dimulai dari pengamatan terhadap gejala alam ataupun peristiwa yang terajadi di sekitar. Kemudian dicari hubungan sebab akibat, lalu dimabli kesimpulan. Tanpa dilakukan analisis danpengujian lebih lanjut berdasarkan prosedur keilmuan. Oleh karena itu kesimpulan yang diambil, mungkin saja bersifat kebetulan atau kebenaran yang berlaku sesaat. Bisa saja pada fenomena dan peristiwa yang sama, suatu saat memang benar, tapi dilain kali yagn lain dan di tempat lain, ternyata hasilnya berbeda. Hasil kesimpulan sulit dipertanggung jawabkan kebenarannya secara empiris (Jalaluddin, 2013).

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan yaitu: 1. Tahu, merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat

mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa sesorang ialah bawa ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan menyatakan.

(29)

3. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum rumus, metode dalam situasi nyata.

4. Analasis, artiya adalah kemampuan untuk menguraikan objek kedalam bagian-bagian lebih kecil , tetapi masih didalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan ialah dapat menggambarkan , membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dan fisiologi.

5. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan ialah ia dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan meyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan criteria yang telah ada atau disusun sendiri.

2.3.1 Sumber pengetahuan

Mengenai sebab-musabab pengetahuan, juga bersangkutan erat dengan masalah sumber-sumber pengetahuan. Dikenal ada beberapa sumber, yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat-istiadat dan agama; kesaksian orang lain; pancaindra (pengalaman); akal pikiran; dan transisi.

(30)

biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma-norma dan kaidah-kaidah ini terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, ahrus diikuti dengan tanpa keraguan, dengan percaya secara bulat. Banyak hal yang bersumber dari adat istiadat, kepercayaan dan agama-agama yang tersebar di dalam kehidupan masyarakat yang berbeda-beda. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif.

Sumber kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orang tua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah memercayai mereka sebagai orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi sumber pengetahuan ini menandung kebenaran, tetapi persolannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh ana kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran atau pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri.

(31)

penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung kebenaran suatu objek, dan secara langsung pula bisa melakukan kegiatan hidup.

Tetapi, apakah daya kemampuan pancaindra dalam menangkap kebenaran objek bisa dipercaya atau diyakini? Bukankah kita sering tertipu dengan kesaksian-kesaksian indra? Lihatlah peristiwa-peristiwa seperti gaung, ilusi, halusinasi, fatamorgana, tangis atau tawa seseorang, dan sebagainya, sering kali menipu kemampuan pengindraan kita. Karena sesungguhnya kemampuan pancaindra itu amat terbatas. Terbatas hanya pada sisi-sisi tertentu dari objek-objek fisis yang menampak dan menggejala (appearance), di depan indra saja. Kecuali itu, ada objek sesungguhnya (actual) yang berada secara tersirat di dalam fenomena indrawi itu. Kenyataannya, banyak orang tersesat dan celaka karena keputusan dan penilaian yang diberikan menurut pengindraan. Oleh sebab itu, pengindraan sering diragukan kebenarannya.

(32)

Singkatnya, akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat tetapi tidak berubah-ubah. Sehingga dengan demikian dapat diyakini kebenarannya, meskipun bersifat apriorik-deduktif, dalam arti belum tentu dapat dialami secara indrawi.

Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kdalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indra maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan seta-merta seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indrawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka.

2.3.2 Pengetahuan ibu

(33)

Sebagian ibu juga beranggapan bayinya tidak kenyang kalau diberi ASI saja. Padahal tanpa ibu sadari manfaat dari ASI itu sendiri buat bayi antara lain merupakan makanan terbaik bagi bayi, memberikan imunitas bagi bayi (mengurangi diare, infeksi saluran nafas, alergi dan infeksi lainnya), sementara dari aspek psikologisnya dapat mempererat tali kasih antar ibu dan anak.

Banyak factor yang berhubugnan dengan pemberian MP ASI dini oleh ibu (Kumalasari, Sabrian dan Hasanah, 2015). Factor-faktor tersebut meliputi pengetahuan, kesehatan dan pekerjaan ibu, iklan MP ASI, petugas kesehatan, budaya dan social ekonomi. Pengetahuan ibu yang masih kurang terhadap manfaat ASI eksklusif sangat erat kaitanyya dengan peberian MP ASI dini. hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terdahulu, diketahui bahwa factor penghambat keberlanjutan pemberian ASI adalah pengetahuan dan keyakinan ibu bahwa bayi tidak akan cukup memperoleh zat gizi jika hanya diberi ASI samapi umur 6 bulan. Pengetahuan para ibu juga berhubungan dengan sumber informasi yang ibu dapatkan dari mitos dan media massa. Ibu menyatakan bahwa penyebab pemberian MP ASI dini pada bayi mereka dikarenakan adanya kebiasaan ibu dalam meberikan MP ASI turun temurun dari orang tuanya seperti pemberian bubur nasi dan bubur pisang pada saat upacara bayi (aqiqah) yang mencapai usia tiga bulan.

(34)

Pengetahuan responden dalam penelitian tersebut yang kurang dapat disebabkan karena ibu tersebut urang aktif dalam mecari informasi tentang pemberian makanan pendamping secara benar.

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep diatas, pengetahuan ibu atau segala sesuatu yang diketahui ibu tentang ASI dan makanan pendamping ASI berkaitan dengan pola pemberian ASI yang terdiri dari frekuensi dan durasi pemberian ASI, serta berkaitan juga dengan pola pemberian makanan pendamping ASI yang terdiri dari usia pertama pemberian, bentuk dan frekuensi makanan pendamping ASI.

Pengetahua

n ibu Pola pemberian MP

ASI -Usia pertama

pemberian MP ASI -Bentuk MP ASI -Frekuensi MP ASI

Pola pemberian ASI

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan ASI
Tabel 2.2  Pola makan pada anak.
Tabel 2.3 Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada anak.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

  Keywords: ISPA bagian atas, ASI Eksklusif, PASI 

Pengumpulan data untuk pengaruh perilaku ibu yang berbudaya jawa dalam pemberian makanan pendamping ASI ( MP-ASI) pada bayi usia 0-6 bulan yaitu dengan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan berat badan bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Latak

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Responden Menurut Paparan Media Dalam Hal Hubungan Perilaku Ibu dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini di

Syarat MP-ASI menurut Jenny tahun 2006 yang perlu dipenuhi agar kebutuhan zat gizi bayi atau anak dapat terpenuhi yaitu harus mengandung cukup energi (zat gizi makro

Semakin tinggi pengetahuan tentang makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan akan semakin tau dampak pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan, dan semakin rendah pengetahuan

Anak merupakan generasi penerus bangsa. Setelah enam bulan anak mendapatkan ASI eksklusif, maka wajib diberikan makanan pendamping ASI. Pemberian makanan setelah bayi

Bayi yang tidak mendapat ASI Eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi mengalami gizi kurang daripada bayi yang mendapat ASI Eksklusif dan pemberian ASI eksklusif