Etos Kerja dalam Islam pasca Lebaran
Minggu ini mungkin merupakan minggu berakhirnya hiruk pikuk silaturahmi dan perayaan muslimin umat Islam di Indonesia untuk hari raya Idul Fitri 1435 H. Polri mengatakan bahwa hari Sabtu (2/8/2014), adalah hari dimana arus balik mencapai puncaknya (peak day). Karena hari Senin (4/8/2014), ternyata, banyak yang telah menetapkannya sebagai mulainya hari kerja. Itulah mengapa pada hari itu jalan-jalan utama di negeri ini kembali ramai, dipenuhi kendaraan-kendaraan dari desa ke kota, kembali menuju lahan mencari nafkah masing-masing.
Pada dasarnya, tidak ada yang keliru dari aktivitas berlibur, silatuhrami, dan saling memaafkan pada hari raya Idul Fitri. Dan tulisan ini pun sebenarnya hendak sedikit mengulas dan memprediksi apa yang akan terjadi pasca libur lebaran dari perspektif etos kerja. Suatu perspektif yang akan digunakan pada tulisan ini.
Paska lebaran, sebenarnya ada suatu gejolak perasaan yang biasanya muncul dimasyarakat. Perasaan itu adalah rasa kerinduan akan hari Idul Fitri, hari dimana kita merasakan “yang berbeda dari biasanya”. Memori akan suasana takbir, asyiknya perjalanan menuju kampung halaman, nyaman dan sejuknya kampung halaman, dan hangatnya silaturahmi dengan sanak famili setelah hampir 1 tahun tak bertemu, biasanya menyeruak muncul dipikiran kita, padahal kita sudah berada dilahan pekerjaan kita. Bahkan perasaan tersebut terkadang dapat berubah dari yang awalnya berupa kerinduan, menjadi suatu dalih, “Ah masih suasana lebaran, tidak perlu bekerja maksimal dulu”, begitu secara ilustrasinya. Nah disinilah terjadinya suatu penurunan etos kerja. Jika etos kerja menurun, maka dipastikan akan ada dampak penurunan kecepatan berputarnya roda kehidupan masyarakat. Padahal roda kehidupan tadi pada akhirnya kembali mempengaruhi kesejahteraan manusia tersebut. Baik dari sektor ekonomi, politik, IPTEK, sosial, hukum, dll. Sehingga bisa saya katakan, jika etos kerja menurun, maka bisa berdampak pada penurunan kesejahteraan manusia itu sendiri. Itulah yang dikhawatirkan.
Lantas, mengapa ini perasaan ini bisa terjadi? Bagaimana Islam memandang tentang etos kerja? Maka, Insya Allah, dengan bantuan beberapa disiplin ilmu dan ayat Al-Qur’an, kita bisa sedikit mengetahuinya disini.
lagi suasana tentram dan sejuk dari kampung halaman, hangatnya hati ketika bertemu sanak saudara, penghargaan dari sanak famili atas segala keberhasilan kita, dll. Menurunnya tingkat kebutuhan yang kita terima tadi itulah yang membuat kita kemudian agak cemberut. Dan bagi sebagian orang kemudian hal itu dilampiaskan dalam penurunan etos kerja, tidak hanya satu manusia, bahkan bisa jadi banyak manusia. Demikianlah sedikit penjelasaan tentang sebab gejolak psikologis yang terkadang terjadi dimasyarakat, yaitu penurunan etos kerja.
Etos Kerja menurut Islam