• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Front National Dilihat dari Pemilu Presiden Prancis Tahun 2007 dan 2012 T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Front National Dilihat dari Pemilu Presiden Prancis Tahun 2007 dan 2012 T1 BAB II"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, penulis menjelaskan teori serta beberapa konsep bahan penelitian yang dipakai. Teori yang dimaksud adalah konstruktivisme, terkhusus pada teori identitas Wendt. Konsep-konsep bahan penelitian meliputi konsep dinamika partai, pemilu Presiden di Prancis, serta sejarah l’extrême droite di Prancis. Teori konstruktivisme dikaji untuk membantu penjelasan terkait pengaruh identitas FN dalam dinamika FN. Kemudian sejarah l’extrême droite di Prancis serta penjelasan umum mengenai partai Front National dikaji untuk menyediakan gambaran dasar mengenai l’extrême droite dan FN di Prancis.

2.1 Teori Konstruktivisme

Kelahiran konstruktivisme dapat dilihat sejak tahun 1980-an, pada masa di mana neo-liberalis institusionalis dan neo-realisme yang berkomitmen pada individualistik dan materialistik mendominasi teori-teori hubungan internasional di Amerika. Teori ini kemudian menjadi populer pada tahun 1990-an. Konstruktivisme lahir sebagai kritik serta pemahaman alternatif terhadap teori-teori utama hubungan internasional, termasuk pemahaman mengenai hubungan antara kepentingan dan identitas. “500 senjata nuklir milik Inggris tidak begitu mengancam bagi Amerika Serikat dibandingkan lima senjata nuklir milik Korea Utara”, menjadi salah satu pernyataan simbolik utama konstruktivis.

Dalam konstruktivis, materi tidak dibentuk oleh realitas fisik saja, melainkan juga oleh gejala-gejala sosial dan ditentukan oleh meaning, interpretasi serta persepsi para aktor (Faturahman, 2003: 30). Meaning inilah yang menentukan pandangan orang terhadap materi, yang mana dapat terbentuk melalui proses sosialisasi dan institusionalisasi (Faturahman, 2003: 30). Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan faktor materiil, konstruktivisme menyatakan pentingnya faktor sosial dan ideologis. Dunia sosial dan ideologis bukanlah entitas fisik atau objek material yang ada di luar kesadaran manusia, melainkan berdasarkan dan terjadi atas manusia itu sendiri. Christian Reus-Smit menggambarkan konstruktivis sebagai “proffering an alternatif image of human as socially embedded, communicatively constituted and culturally empowered.” Ide mempengaruhi identitas,

(2)

5 ide dan budaya” (Guzzini dan Leander, 2006: 8).

Konstruktvisme juga menyatakan bahwa kepentingan dan identitas aktor bergantung pada konteks yang mereka temukan sendiri, bukan berdasar konteks yang secara natural hadir dalam diri mereka (Brodeur, 2010, 17). Maka dari itu aktor merupakan entitas yang dinamis, identitas serta kepentingan mereka juga rentan untuk berubah dari masa ke masa serta sangat dipengaruhi oleh lingkungan serta perilaku sosial dari entitas lain (Brodeur, 2007: 17).

Selain itu konstruktivisme memasukan karakteristik yang biasanya terasosiasi dengan ‘English School’, yaitu ketertarikannya dalam sejarah karena dalam perkembangannya sejarah membentuk ide yang ada pada masa sekarang. Sejarah bukanlah proses yang di luar manusia namun berasal dari manusia itu sendiri, sebagai contoh: identitas merupakan konstruksi sejarah; pembentukan pemerintahan didasarkan pada konstruksi psikologis an filosofis yang berdasar pada sejarah serta formasi identitas; sistem dapat bertransformasi melalui perkembangan identitas politik yang dibentuk oleh interaksi individu dalam peristiwa yang terjadi dari masa ke masa (Burchill dkk, 2001: 195). Sejarah mempengaruhi ide, identitas, dan norma, begitu juga pula sebaliknya.

Sebagai salah satu penulis dan ilmuwan penting dalam perkembangan konstruktivisme, Wendt mengungkapkan konsep identitas konstruktivisme. Menurut Wendt terdapat dua jenis identitas, yaitu identitas corporate dan identitas social. Identitas corporate merupakan kualitas yang membentuk seorang individu tanpa bergantung pada adanya keberadaan orang lain, bagi organisasi hal ini merujuk pada individu-individu yang membentuk, sumber daya fisik, serta shared beliefs (Wendt, 1994: 385). Identitas ini dapat berubah seiring dengan adanya perubahan

sumber daya-sumber daya yang ada, seperti adanya perubahan shared beliefs maupun individu-individu yang membentuk organisasi tersebut. Perubahan tersebut dapat terjadi melalui distribusi informasi yang terjadi dalam interaksi sosial, baik yang dilakukan oleh individu-individu di dalamnya maupun sebagai diri partai itu sendiri. Identitas yang telah terbentuk ini kemudian memunculkan adanya kepentingan yang dapat dipenuhi dengan bergantung pada bagaimana organisasi ini menyatakan dirinya dalam relasinya dengan yang lain, yang mana menjadi fungsi dari identitas social. Identitas social merupakan rangkaian makna yang dimiliki oleh individu yang muncul dari perspektif yang lain (the others) (Wendt, 1994: 385). Berbeda dengan identitas corporate yang memililki kualitas singular, identitas social memiliki ciri strukrur individual dan

(3)

6

dapat menentukan “siapa saya” dalam situasi dan posisi struktur peran sosial atas pemahaman bersama (shared understanding) dan ekspektasi (Wendt, 1994: 385).

Berdampingan dengan konstruktivis, penelitian ini juga akan menyandarkan analisis dan pemahaman pada faktor-faktor ideasional dan sosial. Dinamika partai sendiri terjadi akibat dari munculnya kepentingan dari persebaran meaning dalam interaksi sosial, begitu pula dengan dinamika partai FN di Prancis. Dengan teori konstruktivisme oleh Alexander Wendt tersebut, didapatkan identitas corporate dan social FN yang dari sini dapat ditemukan dinamika politik FN. Identitas corporate FN antara lain adalah pemimpin partai serta ideologi partai. Sedangkan identitas social FN antara lain adalah hasil pemilu. Identitas social FN muncul tak lain dari persebaran meaning dalam interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan politik masyarakat Prancis. Interaksi sosial tersebut terjadi dalam masa kampanye pemilu di Prancis. Dengan dasar pemahaman ini, dinamika FN dapat dilihat melalui perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam identitas corporate maupun identitas social FN.

2.2 Dinamika Partai

Dinamika partai merupakan salah satu tindak politik sehingga makna dari dinamika partai politik dapat dilihat dari kata ‘dinamika’ dan ‘politik’. ‘Dinamika’ berarti keadaan yang berubah-ubah yang menggambarkan fluktuasi atau pasang surut, sekaligus aktivitas dan sistem sosial yang tidak statis yang bergerak menuju perubahan (Hollander, 1978: 151). Sedangkan ‘politik’ adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum masyarakat seluruhnya (Budiarjo, 1982: 11). Selain itu, politik juga dapat diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh kekuasaan (Surianingrat, 1987:64). Maka dari itu dinamika politik dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam upaya perolehan kekuasaan ataupun kepentingan.

(4)

7

pemerintah dan preferensi dukungan mempengaruhi satu sama lain dengan kehadiran pengaruh dari dunia luar (Bier dkk, 2010: 3). Model ini dapat memberikan karakter dinamika politik individu dan sosial dalam sebuah negara, dengan cara mempertimbangkan interaksi antara pemimpin, konstituensi mereka, serta kondisi politik-ekonomi-sosial.

Dalam model ini, pemilih akan dibagi berdasarkan status ekonomi (socioeconomic status) dan dasar afiliasi politik mereka. Model kerangka kognitif ini menetapkan perilaku dan tingkah laku dari masing-masing kandidat dan kelompok-kelompok pemilih dengan masukan yang ditetapkan oleh kondisi politik-ekonomi-sosial yang terjadi dalam sebuah negara (Bier dkk, 2010: 5).

Model kerangka kognitif itu menggambarkan interaksi antara kandidat dan pendukung untuk menetapkan dinamika sistem politik. Potensi perilaku dari masing-masing entitas kognitif fokus pada aksi-aksi politik (Bier dkk, 2010: 6). Partisipasi politik menjadi penting untuk dilihat karena melalui partisipasi ini dinamika dapat terjadi. Pemilih dapat mempengaruhi perubahan melalui dukungan suara, kampanye, serta donasi dana bagi kandidat tertentu (Bier dkk 2001: 6). Partisipasi politik pemilih itu dipengaruhi oleh kondisi politik-ekonomi-sosial yang terjadi di sebuah negara. Sedangkan kandidat politik menanggapi kondisi lingkungan dan perilaku pemilih melalui pengambilan kebijakan (Bier dkk, 2010: 6). Dari situasi saling mempengaruhi inilah dapat terlihat dinamika partai tersebut.

Berdasarkan konsep tersebut, pemimpin politik dapat dilihat sebagai Jean-Marie Le Pen dalam pemilu Presiden tahun 2007 serta Marine Le Pen dalam pemilu Presiden tahun 2012. Dalam penelitian ini, rencana dan retorika kedua pemimpin politik tersebut dapat terlihat melalui masa kampanye pemilu Presiden, sedangkan pengaruh pemilih berdasarkan status politk-ekonomi-sosial dapat dilihat melalui dukungan suara mereka dalam pemilu. Kondisi politik-ekonomi-sosial yang juga menjadi faktor penting dalam model dinamika ini juga akan digambarkan dalam penelitian ini.

2.3 Pemilu Presiden di Prancis

(5)

8

dilakukan dalam dua putaran untuk mendapatkan seorang pemenang dengan suara dukungan lebih dari 50%. Putaran kedua dilakukan dua minggu setelah putaran pertama dengan dua kandidat yang berhasil memiliki suara terbanyak pada putaran pertama (Knapp, 2006: 87). Presiden yang telah terpilih kemudian memiliki hak-hak khusus seperti membubarkan parlemen, memiliki kekuasaan langsung atas pembuatan kebijakan, dan memilih perdana menteri. Perdana menteri akan dipilih dari partai yang berhasil memenangi mayoritas kursi dalam Assemblée Nationale. Perdana menteri yang terpilih kemudian akan menjalankan perannya dalam

memimpin pemerintahan, yang mana permasalahan pemerintahan tersebut berkutat seputar permasalahan domestik dan permasalahan ‘sehari-hari’ negara. Sedangkan Presiden memiliki tugas sebagai pemimpin negara yang mana sering menangani permasalahan-permasalahan luar negeri, pertahanan, Uni Eropa, serta mengawasi pemerintahan (French American Foundation, 2007: 4).

Secara umum, para calon kandidat diharuskan untuk dapat mengumpulkan 500 tandatangan pejabat terpilih dari kurang lebih 30 département1 yang ada di Prancis yang kemudian diserahkan pada Conseil Constitutioneil2 (Cole, 2012: 65). Calon kandidat dapat berasal dari seluruh kalangan, asalkan ia merupakan warga negara Prancis dan berusia minimal 18 tahun. Negara tidak mengeluarkan peraturan legal yang mengatur pemilihan calon kandidat oleh sebuah partai, sehingga seringkali proses pemilihan calon kandidat berbeda-beda tiap partai. Biasanya proses nominasi calon kandidat Presiden dilakukan oleh masing-masing partai maupun afiliasi partai tertentu dengan mengadakan polling yang melibatkan anggota partai maupun masyarakat. Syarat dan ketentuan yang tergolong mudah ini kemudian menjadi salah satu faktor banyaknya kandidat calon Presiden yang muncul pada putaran pertama pemilu.

Masa kampanye pun dilihat menjadi alat yang penting bagi masing-masing pihak untuk mengumpulkan dukungan. Kampanye di Prancis dapat dilihat menjadi dua macam, yaitu kampanye formal dan informal. Masa kampanye formal dilakukan dengan periode waktu yang sebentar dan terfokus, biasanya 10 hingga 20 hari sebelum pemilu dilakukan. Televisi, radio, dan surat kabar menjadi media penting yang menyediakan waktu dan ruang yang dibutuhkan oleh

1

Département merupakan salah satu bentuk lingkup wilayah di Prancis. Prancis yang secara resmi terbagi menjadi 22 region terbagi lagi menjadi 96 département. Secara administrative département memiliki ‘ibukota’, kode pos, serta kode kendaraannya masing-masing. Tiap département kemudian juga terbagi menjadi beberapa commune , yang mana jumlah commune di Prancis sendiri telah berjumlah 35.000.

2

(6)

9

masing-masing kandidat. Menyadari masa kampanye formal yang sempit, tak jarang terdapat partai yang langsung melakukan kampanye informal jauh sebelum masa kampanye formal dilakukan. Dengan itu masa kampanye formal dapat dihitung secara relatif dilihat dari kesiapan masing-masing partai dalam memilih calon kandidat Presidennya.

2.4 Dinamika l’Extrême Droite di Perancis

L’extrême droite di Prancis merupakan aliran politik yang umumnya mengandung

unsur-unsur fasisme, rasisme, antiparlemen, dan ultranasionalisme.3 L’extrême droite cenderung untuk mendambakan dan mengaplikasikan sistem pemerintahan yang hierarkial secara tradisional4 dan memiliki pemimpin yang kuat. Kebangkitan l’extrême droite biasanya beriringan dengan krisis ekonomi maupun pergantian sistem pemerintahan. Hal tersebut muncul akibat kekecewaan l’extrême droite terhadap pemerintah yang dianggap lemah sehingga tidak berhasil membawa

Prancis keluar dari permasalahan-permasalahannya. L’extrême droite biasanya berpandangan mundur ke belakang, menginginkan Prancis untuk kembali berjaya layaknya pada masa sebelum revolusi ketika monarki absolut menyediakan Raja kewenangan mutlak. Dalam hal ini l’extrême droite menyatakan bahwa Prancis sedang dalam kondisi “kemunduran”.

Awal mula l’extrême droite di Prancis dapat dilihat sejak peristiwa Revolusi Prancis. De Maistre, seorang intelektual konservatif dan bangsawan Prancis, menjadi salah satu tokoh l’extrême droite yang dianggap penting karena pada tahun 1789 ia menjadi pelopor gerakan

menolak revolusi dan segala produk hasil revolusi. Ia bersama golongan bangsawan dan cleric duduk di sebelah kanan Assemblée Nationale menolak adanya upaya perubahan sistem pemerintahan yang diusahakan oleh para ilmuwan dan pemikir revolusionis yang duduk di sebelah kiri Assemblée Nationale.5 Golongan kanan ini memperjuangkan sistem monarki yang

3

Antiparlemen menandakan sikap menolak parlemen yang sedang memerintah. Biasanya ditunjukkan dengan sikap kritik dan cemoohan terhadap parlemen itu sendiri, individu yang berada dalam parlemen dan kebijakan-kebijakan yang dibuat. Sikap penolakan ini disusul dengan permintaan akan eksekutif pemerintahan yang kuat. Ultranasionalisme merupakan bentuk ekstrim dari nasionalisme. Sikap ini ditunjukkan dengan patriotisme yang radikal, tidak kepedulian akan bangsa lain, dan aksi radikal.

4

Hierarkial tradisional merujuk pada sistem hierarki pemerintahan yang ada sebelum masa revolusi. Ciri utamanya adalah adanya pemimpin yang kuat dan berkarisma.

5

(7)

10

selama ini dianggap sebagai pelindung bangsa Prancis. Hal tersebut dilihat sebagai gerakan antirevolusi, antiparlemen, dan ultranasionalis pertama yang menjadi tradisi pilar ideologi yang diperjuangkan oleh l’extrême droite di masa-masa selanjutnya.

Penjelasan historis l’extrême droite dapat dimulai dari rezim Vichy semasa Perang Dunia II. Hal ini dikarenakan rezim Vichy merupakan rezim extreme droite pertama di mana fasisme, rasisme, dan ultranasionalisme berwujud l’extrême droite menunjukkan seringainya dalam peristiwa fasis paling berdarah di abad 20.

PÉTAINISM

Rezim Vichy dipimpin oleh Marsekal Philippe Pétain, seorang perwira yang memimpin perang Verdún pada Perang Dunia I, yang dipilih oleh Assemblée Nationale untuk memimpin Prancis yang sedang dalam masa pendudukan Jerman dengan Reynaud sebagai perdana menteri pada tahun 1940. Pada 10 Juli 1940 Assemblée Nationale menyerahkan Pétain kekuasaan mutlak untuk memerintah Prancis. Dengan kekuasaan tersebut ia mengubah la troisième république menjadi État français yang otoriter.

Penyerahan kekuasaan tersebut dilakukan dengan harapan dapat menyelamatkan Prancis dari Nazi yang pada masa itu berhasil menduduki bagian utara Prancis. Namun pada tahun yang sama Pétain menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Nazi Jerman yang dilihat banyak sejarawan sebagai kesepakatan kolaborasionis dengan Nazi. Perjanjian tersebut tidak hanya mengatur gencatan senjata namun juga beberapa kesepakatan lainnya yang secara tidak langsung menandakan kekuasaan Nazi atas Prancis. Prancis kemudian menjadi terbagi dua, yaitu utara yang dikuasai Jerman dan selatan yang menjadi otoritas Prancis. Paris yang secara de facto bukan lagi menjadi otoritas Prancis menyebabkan rezim ini memindahkan ibukota Prancis ke Vichy di Prancis Tengah yang secara infrastruktur dan komunikasi paling memadani (Cole, 2005: 14).

Rezim ini dilihat sebagai sebuah kolaborasi antara Pétain dengan Hitler dalam masa jaya fasisme, rasisme, dan ultranasionalisme (Davies, 2002: 118). Salah satu kebijakan kolaborasi yang paling sering disebut adalah Prancis menyerahkan orang-orang Yahudi yang hidup di Prancis kepada Jerman untuk membebaskan tahanan perang Prancis di Jerman. Polisi-polisi

(8)

11

Prancis bertugas untuk menangkapi orang-orang Yahudi serta orang-orang lain yang dianggap bukan bagian dari bangsa Prancis. Hal tersebut dilakukan atas dasar untuk menyelamatkan Prancis dari racun Yahudi dan melindungi nasionalisme utuh bangsa Prancis (Davies, 2002: 118).

Nilai-nilai ultranasionalisme kemudian dipenetrasikan secara ekstrim oleh rezim ini. Pétain mengubah semboyan Republik yang berbunyi liberté, égalite, fratérnité (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan) menjadi travail, famille, patrie (kerja, keluarga, tanah air). Semboyan ini disebarkan ke seluruh Prancis, untuk menanamkan ultranasionalisme fasis di masyarakat Prancis. Pétain juga meruntuhkan nilai-nilai Republik dengan menyerang kelemahan dan kerapuhan yang ada dalam la troisième république.

Pétain merombak besar-besaran sektor perekonomian hingga pendidikan di Prancis, perombakan ini dinamakan Revolution Nationale6. Perombakan ini dilakukan guna mencapai Prancis yang kembali pada nilai-nilai aslinya (Goodliffe, 2012: 36). Di sektor perekonomian Pétain melakukan reformasi industri dan ekonomi di mana ia dan teknokrat yang ia pilih memfokuskan perkembangan pada industri-industri dan perusahaan-perusahaan besar. Reformasi tersebut tak lain dilakukan atas bentuk permintaan dan eksploitasi Jerman atas Prancis. Disebutkan bahwa pada masa ini Prancis menyumbang 60% pendapatan asing Jerman (Davies, 2002: 120). Selain itu dalam sektor pendidikan, rezim ini bersama dengan gereja katolik merumuskan pembelajaran nasional yang menekankan nilai-nilai religius, nasionalis, serta bersumber pada keluarga. Gereja katolik juga turut membangun instansi-instansi pendidikan yang dibutuhkan, walaupun ia dinilai menutup mata terhadap ganasnya fasisme yang berkembang dalam rezim ini.

Politik yang dianut Pétain kemudian semakin meluas dan memperoleh basisnya di masyarakat Prancis, sehingga disebut sebagai Pétainisme. Pétainisme merupakan konsep antisemitisme, ultranasionalisme, kebencian terhadap komunisme, serta bentuk kolaborasionis yang berlandaskan pemikiran takut akan “kemunduran” (decadence). Pada masa ini Pétainisme menjadi ideologi utama yang terpampang di tembok-tembok kota yang dipropagandakan kepada masyarakat. Selain itu sistem pemerintahan yang otoriter, mutlak, dan hirarkial menjadi sebuah tanda lain bahwa Vichy benar-benar perwujudan l’extrême droite.

6

(9)

12

Perang Dunia II membawa dampak yang berbeda pada nasionalisme Prancis. Jenderal Charles de Gaulle yang ingin memperoleh nasionalitasnya dengan bebas dari cengkraman Nazi, sedangkan Marsekal Pétain dengan yang mengupayakan kepentingan nasionalnya melalui kolaborasi dengan Nazi. Pada 1944 aliansi de Gaulle berhasil membebaskan Paris dari pendudukan Nazi, dan di saat yang bersamaan ia berhasil pula untuk menyingkirkan Pétain dari tampuk kepimpinan Prancis.

POUJADISM

Turunnya Pétain tidak semata-mata menghilangkan Pétainisme dan paham-paham l’extrême droite di Prancis. Ultranasionalisme dan rasisme khas l’extrême droite kembali

mendapatkan sinarnya pada masa la quatrieme république. Pada tahun 1953 terbentuklah gerakan Union des Commercants et Artisants (UDCA) atau yang lebih sering disebut sebagai Poujadist movement. Poujadisme cenderung mendukung retorika “old traditional France” yang

digaungkan oleh Rezim Vichy (Walle: 2008). Antiparlemen, nasionalisme, serta rasisme menjadi dasar ideologi Poujadist. Gerakan ini dipimpin oleh Pierre Poujade, seorang petit independent yang marah dengan pemerintah karena kebijakan liberalisasi yang dijalankan pemerintah menguntungkan perusahaan-perusahaan serta industri-industri besar dan menyulitkan petit independent yang menjadi dasar perekonomian Prancis.

Petit independent merupakan kelompok produsen, pedagang-pedagang kecil, artisan dan

penjaga toko-toko yang memiliki dan mengerjakan sendiri instrumen produksi mereka. Bukan hanya petit independent saja yang menjadi basis suara dan dukungan bagi gerakan l’extrême droite, namun kelompok petani juga turut mengambil peran pentig dalam perkembangan

l’extrême droite. Pengalaman Poujade dalam dunia politik dimulai pada gerakan pemuda Vichy, dan keanggotaannya di PPF serta Les Compagnons de France.7 Gerakan ini muncul bukan tanpa sebab. Pemerintahan de Gaulle merupakan salah satu masa di mana Prancis sedang dalam revolusi perekonomian. Industrialisasi serta urbanisasi menjadi ciri khas masa ini. Kursi

7

(10)

13

pemerintahan pun diisi oleh teknokrat yang dipercaya oleh de Gaulle untuk mereformasi perekonomian Prancis paska perang. Teknokrat yang hanya berfokus pada modernisasi sosial dan ekonomi membuat petit independent dan para petani merasa terkucilkan. Liberalisasi ekonomi yang lebih menguntungkan perusahaan-perusahaan besar membuat para petit independent merasa disingkirkan. Dan gerakan Poujadist dilihat sebagai bentuk pertahanan dan

perlawanan petit independent terhadap sikap pemerintah tersebut.

Aspirasi dan kemarahan petit independent dan petani yang terkristalisasi dalam bentuk UDCA kemudian disalurkan melalui kampanye-kampanye rasis dan dirusaknya fasilitas-fasilitas umum. Ideologi dasar UDCA adalah rasis dan antisemit dengan membenci orang-orang Yahudi, karena mereka menganggap banyak dari perusahaan-perusahaan dan industri-industri besar yang meraup semua keuntungan, dimiliki oleh orang-orang Yahudi dan orang asing. Mereka menganggap bahwa imigran/orang-orang asing di Prancis telah membawa malapetaka bagi kehidupan mereka karena mereka dianggap telah mengambil hak ekonomi mereka seperti lapangan pekerjaan serta perekonomian. UDCA menganggap dirinya berdiri sebagai “pertahanan atas mundurnya perekonomian Prancis”.

Kematian UDCA pada akhir la quatrieme république dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama dapat dilihat dari kontradiksi antara nilai dasar UDCA dan realitas. Nilai dasar UDCA yang antiparlemen berkontradiksi pada kenyataan bahwa UDCA kemudian bertransformasi menjadi partai politik bernama Union et Fraternité Francaise (UFF) yang pada awal tahun 1950-an y1950-ang berhasil mendapatk1950-an 13% pada pemilu nasional d1950-an 52 kursi pada pemilu parlemen pada tahun 1956, namun pada tahun 1958 UFF kalah telak dengan dukungan kurang dari 1% (Goodliffee, 2012: 251). Yang kedua adalah matinya retorika antiparlemen dan antisistem pada La Cinquième République akibat pergantian sistem parlemen yang partitokrasi. Selain itu,

rancangan awal La Cinquième République oleh de Gaulle sebetulnya adalah untuk menahan laju perkembangan l’extrême droite.

(11)

14

GRECE yang berfokus pada studi ras dan budaya menyatakan adanya perbedaan kultur berdasarkan faktor-faktor genetik yang tak bisa diasimilasikan satu sama lain. Di sini GRECE berhasil menyerang pilar masyarakat liberal dengan kenangan era fasisme yang dulu pernah memerintah (Harris: 1994). GRECE bahkan memiliki jurnalnya sendiri bernama Element yang beredar dan berbahasa Prancis serta Scorpion yang berbahasa Inggris. L’Horloge merupakan asosiasi konservatif yang dibentuk pula oleh Alain Benoist. L’Horloge dan GRECE saling terkait dan memiliki banyak kesamaan dalam dasar ideologisnya, yaitu nasionalisme dan demokrasi. Mereka menjadi kelompok yang berpengaruh dalam menaruh nilai-nilai extreme droite dalam budaya dan masyarakat Prancis (Harris, 1994: 18).

Selain dua think tank tersebut, terdapat sebuah organisasi yang berfokus pula pada konsep identitas yaitu Terre et Peuple. Terre et Peuple dibentuk pada tahun 1995 oleh mantan anggota GRECE (Pierre Vial, Jean Mabire dan Jean Haudry). Terre et Peuple awalnya dibentuk sebagai salah satu bagian dari FN namun akhirnya ia berubah menjadi sebuah organisasi mandiri.

L’extrême droite tidak berhenti pada matinya Pétain pada tahun 1951 maupun gagalnya

UFF untuk melanjutkan perjuangan petit independent dalam perpolitikkan Prancis. Jean-Marie Le Pen, seorang orator handal dan pendiri partai Front National (FN), berhasil membawa l’extrême droite ke permukaan perpolitikkan Prancis kembali. Jean-Marie Le Pen merupakan

pegiat politik extreme droite semenjak la quatrieme république. Ia bergabung dalam UFF dan berhasil menjadi député UFF untuk Seine pada tahun 1956. Ia juga turut menjadi pendukung setia dari gerakan anti-kemerdekaan semasa perang Algeria.

Front National didirikan oleh Jean-Marie Le Pen pada tahun 1972, di tahun yang sama

dengan Mitterand membuat partai sosialisnya. FN yang bukan antiparlemen berhasil muncul dalam peta perpolitikan Prancis setelah Marxisme akhirnya turun pamor di dunia politik Prancis dan sistem politik yang semakin ramah dalam mendukung segala bentuk aktivitas politik rakyat Prancis akibat perubahan sistem perpolitikkan yang digadang oleh Valéry Giscard d’Estaing.

(12)

15

2.6 Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Hasil Penelitian

1. Adriana Stephan, The Rise of the Far Right: A Subregional

Analysis of Front National

Support in France, sebagai tesis

di New York University pada 3 April 2015.

Penelitian ini menghasilkan beberapa poin kesimpulan:

1. Isu imigrasi menjadi faktor penting dalam perkembangan kesuksesan partai Front National.

2. Analisis difokuskan pada pemilu Presiden tahun 2012 pada level department dan commune, kemudian

dibandingkan dengan pemilu Presiden 2007 untuk memeriksa ketahanan hasil. 3. Sebagai hasil penelitian kehadiran

imigran, permasalahan pengangguran merupakan indicator penting dalam perolehan suara FN.

2. Kelsey Hayes, Far-Right Parties, the European Union and the

Power of Identity, sebagai

desertasi S2 di University of Kent pada 19 Agustus 2011.

Kesimpulannya adalah:

1. Identitas menjadi kerangka ideologi yang dapat menahan diaplikasikannya teori liberal, dan partai-partai ini memahami bahwa ide ini dapat bahkan telah berhasil mengeksploitasi rasa tidak aman masyarakat yang berdasarkan tanda-tanda identitas (bahasa, agama, etnis, dan kebangsaan).

(13)

16

contoh adalah partai Jobbik yang telah memiliki pasukannya sendiri yang disebut Magyar Garda.

3. Nadia van de Walle; Neither Right, Nor Left, But French

Historical Legacies, the Rise of

Anti-Immigrant Sentiment, and

the Far Right in France, sebagai

tesis di University of Pennsylvania pada 4 April 2008

1. Ideologi FN terkombinasi dari berbagai macam tradisi sayap kanan jauh sebelumnya. Nasionalisme dan sentiment anti imigran menjadi salah satu ideology FN yang berhasil ditembuskan sebagai agenda politik di Perancis.

2. Pemilu Presiden Prancis tahun 2002 dan 2007 diambil sebagai unit amatan penelitian ini untuk melihat konsistensi FN sebagai niche party.

3. Demokrasi liberal melihat

perkembangan partai FN sebagai salah satu ancaman baik bagi iklim politik di Perancis secara domestik dan internasional maupun bagi pemerintahan Perancis itu sendiri.

(14)

17

Apabila dibandingkan dengan penelitian Hayes, penelitian ini tidak membuat fokus analisis terletak pada hipotesa pengaruh identitas Eropa terhadap perkembangan l’extrême droite, namun hanya terfokus pada dinamika FN di Prancis. Kemudian,

penelitian Hayes membahas mengenai pengaruh partai l’extrême droite terhadap perpolitikan dalam maupun luar negeri. Berdasarkan hal itu terdapat disparitas sebab salah satu bahasan penelitian ini adalah karakter FN yaitu xenofobia, populis, rasis, dan ultranasionalis yang tidak terlepas dari pengaruh ideologi l’extrême droite dari masing- masing pengurus dan pejabat FN. Selanjutnya dibandingkan dengan penelitian van de Walle, penelitian ini tidak sama sekali membahas peran FN sebagai niche party serta unit amatan yang berbeda.

2.5 Kerangka Pikir

Dari sepuluh partai yang sering mengikuti pemilu Prancis, penelitian berfokus pada dinamika partai FN di Prancis. Dinamika FN dilihat melalui pemilu Presiden Prancis tahun 2007 dan 2012. Dinamika ini dianalisis dengan teori konstruktivisme Wendt tentang pengaruh identitas dalam politik, yang mana membagi identitas menjadi dua macam yaitu identitas corporate dan identitas social. Dengan analisis identitas FN dalam pemilu Presiden Prancis

Referensi

Dokumen terkait

Definisi operasional digunakan untuk menyamakan persepsi mengenai beberapa istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini. Pengaruh masalah yang signifikasi penggunaan

Berdasarkan nilai p<0,05, disimpulkan bahwa hipotesis ketujuh (Ha7) dalam penelitian ini diterima sehingga kompensasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan judul “ Hubungan Lama

Respon Hubungan frekuensi dan daya aktif dari keadaan tanpa beban menjadi keadaan beban minimum menggunakan kontrol fuzzy dapat dilihat pada gambar 16 dan 17. Gambar 16 Respon

Berdasarkan hasil wawancara dengan Fasheria Khendia Utomo, Kasi Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, bahwa pemerintah daerah dan

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana fungsi pengawasan, pembinaan dan kewenangan penegakan hukum dan apakah yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala

Perjanjian antara keraton dengan militer Inggris mengenai pengambil alihan semua gerbang tol dan pasar, kemudian disewakan kepada orang-orang Cina telah membuka jalan