BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, makhluk
yang membutuhkan atau berinteraksi dengan orang lain. Dengan
kata lain, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain
disekitarnya, untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Menurut
kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, yang memiliki akal pikiran yang dapat berkembang
dan dapat diperkembangkan. Sehubungan dengan itu, sebagai
makhluk sosial manusia selalu hidup bersama dengan manusia
lain, dan dorongan bermasyarakat sudah terbina sejak lahir dalam
berbagai bentuk, sesuai pengalaman hidupnya (Purnomo dalam
Wiloso, 2012).
Dalam membangun relasi dengan sesamanya tersebut,
manusia memiliki tata nilai, kepercayaan, dan norma yang dijalani
sebagai manisfestasi dari cara pemikiran maupun kesepahaman
antar mereka. Hal ini membuat manusia tidak hanya memiliki
hakikat sebagai makhluk yang bersosialisasi tetapi juga makhluk
berbudaya. Koenjaraningrat (2015) mendefinisikan budaya sebagai
seluruh gagasan dan karya manusia, yang didapat dengan belajar.
dan norma-norma, yang terkandung dalam masyarakat dimana dia
berada dan itu juga dapat mempengaruhinya dalam berperilaku.
Kehidupan sosialisasi dan interaksi antar manusia yang
selalu hidup bersama dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai
budaya yang diinternalisasikannya. Manusia cenderung
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia
berada, karena budaya yang telah melekat pada individu sulit
dilepaskan karena telah terpola dalam pikirannya. Budaya
merupakan perangkat dari pandangan, kepercayaan, nilai dan
perilaku hidup manusia yang dapat diturunkan dari satu generasi ke
generasi penerusnya (Tseng dan Streltzer, 2008).
Budaya juga mempengaruhi nilai, norma, cara pandang,
pengetahuan, dan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan
timbal-balik dan saling mempengaruhi antara perorangan maupun
antara kelompok. Interaksi sosial juga, sebagai kunci dari
kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tidak ada kehidupan
sosial (Soekanto dan Sulistyowati, 2010).
Sebagai bagian dari budaya yang memegang prinsip-prinsip
hidup communal, masyarakat Indonesia cenderung hidup
bersosialisasi atau hidup bersama. Hal ini tercemin dalam
kehidupan masyarakat Indonesia seperti gotong royong atau saling
membantu, yang tergambar dalam kerja bakti masyarakat. Menurut
gotong royong. Dalam masyarakat Jawa hubungan antara satu
keluarga dengan keluarga lainnya yang terikat harus mampu
menjalani hidup saling membantu dan tolong menolong. Hal ini juga
terlihat saat ada orang yang sakit.
Dukungan yang diberikan oleh keluarga, teman maupun
masyarakat kepada seseorang yang sedang menderita sakit akan
sangat berarti bagi individu tersebut. Hal tersebut dapat menjadi
sebuah dorongan dan semangat bagi individu untuk menghadapi
penyakitnya. Uchino (dalam Sarafino, 2012), mengatakan bahwa
dukungan yang didapat dari lingkungan sosial dapat mengacu pada
rasa aman, kepedulian, menghargai atau bantuan kepada
seseorang dari orang lain atau kelompok. Dukungan sosial dapat
berngaruh terhadap kesehatan. Hal ini didukung penelitian yang
dilakukan oleh Utami (2013), hasilnya menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan penerimaan
diri individu yang mengalami asma.
Dukungan sosial tersebut seirama dengan pernyataan
dalam UU Kesehatan no 36 tahun 2009 pasal 9, yang menekankan
sehat bukan hanya terkait fisik tetapi juga persoalan psikis dan
sosial. Dari pemahaman tersebut, dapat diartikan bahwa konsep
“sakit” hendaknya dapat ditangani bukan hanya dari segi fisik saja
tetapi juga mendapatkan dukungan sosial yang berguna bagi
Umumnya orang-orang akan termotivasi jika memperoleh
dukungan, karena dengan adanya dukungan, dapat memotivasi
pasien untuk melakukan pengobatan. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Rachmawati dan Turniani (2006), hasilnya
menunjukan ada hubungan yang bermakna dari dukungan sosial
yang dilakukan oleh PMO (pengawas minum obat) terhadap
motivasi untuk sembuh pada penderita TB (Tuberkulosis). Hal ini
juga, didukung oleh penelitian Saputri dan Indriwati (2011), hasilnya
menunjukan bahwa semakin banyak dukungan sosial yang diterima
oleh lansia maka semakin rendah depresi yang dialami.
Selain itu, dukungan sosial juga dapat mendukung motivasi
pasien untuk cepat sembuh. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Kinasih dan Wahyuningsih (2012), hasilnya adalah peran
pendampingan spiritual mempengaruhi motivasi sembuh pada
lanjut usia. Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Isnaini dkk (2011), hasilnya menunjukan bahwa dukungan
keluarga dapat mempengaruhi dan memotivasi pengguna napza
(narkotika, alcohol, pskotropika dan zat adiktif lain) untuk hidup
sehat tanpa menggunakan napza.
Terdapat sebuah fenomena yang menarik di kota Salatiga,
berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di salah satu
rumah sakit di Salatiga, terdapat suatu kebiasaan unik yang
membesuk pasien. Kebiasiaan unik ini adalah ketika pada jam
besuk banyak orang yang berkelompok datang membesuk pasien
yang sedang dirawat di rumah sakit, meskipun yang dibesuk hanya
satu orang. Jumlah pembesuk yang datang membesuk pasien di
rumah sakit sekitar 15 orang. Aktivitas yang dilakukan masyarakat
ketika membesuk pasien di rumah sakit adalah masyarakat
memberikan uang, makanan dan juga mereka berdoa serta
berbincang-bincang dengan pasien, keluarga pasien yang
menunggu dan pembesuk lain yang datang membesuk pasien di
rumah sakit. Tradisi ini sering dilakukan jika ada keluarga, teman
atau tetangga sedang dirawat di rumah sakit.
Fenomena menarik ini memunculkan sebuah pertanyaan
penelitian terkait gambaran budaya besuk yang ada di Kota
Salatiga ini dan dampak dari budaya tersebut bagi kesehatan
pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan
permasalahan penelitian ini adalah bagaimana gambaran
budaya besuk masyarakat Jawa di Kota Salatiga dan
dampaknya bagi kesehatan pasien yang di rawat di Rumah
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan
gambaran budaya besuk masyarakat Jawa di Kota Salatiga
dan dampaknya bagi kesehatan pasien yang di rawat di
Rumah Sakit
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Rumah sakit
Sebagai bahan refensi bahwa, pasien selain
membutuhkan tindakan medis, pasien juga
memerlukan dukungan dari masyarakat yang dapat
memotivasi pasien untuk sembuh.
1.4.2 Masyarakat
Sebagai pengetahuan kepada masyarakat,
dalam memahami sebuah fenomena yang ada di
masyarakat Kota Salatiga tentang budaya besuk.
1.4.3 Peneliti
Dengan penelitian ini dapat menambah
wawasan dan pengalaman belajar bagi peneliti
dalam ilmu kesehatan terutama dalam bidang