• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kedisplinan Kerja, Kompetensi dan Pengawasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Samudera Indonesia Group Tbk, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kedisplinan Kerja, Kompetensi dan Pengawasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Samudera Indonesia Group Tbk, Medan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Kedisiplinan Kerja

2.1.1.1 Pengertian Kedisiplinan Kerja

Menurut Fathoni (2006:126), kedisiplinan dapat diartikan bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua

pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma social yang berlaku. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah

suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkat kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma norma

sosial yang berlaku (Rivai, 2004:444)

Sutrisno (2009:89) menyatakan disiplin adaah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau displin adalah sikap,

tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam bukunya Sutrisno (2009:150) yang

berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia , Letainer mengartikan displin sebagai kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyusaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan

nilai nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku.

Simamora (2004:610), berpendapat disiplin merupakan bentuk

(2)

kesungguhan tim kerja di dalam perusahaan. Sedangkan, Hasibuan (2003:193) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan

perusahaan dan norma norma sosial yang berlaku.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan kerja adalah Sikap, tingkah laku dan kesediaan karyawan dengan sukarela untuk menaati

peraturan, prosedur kerja, dan norma-norma sosial yang berlaku dalam suatu perusahaan.

2.1.1.2 Indikator Kedisiplinan Kerja

Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi (Hasibuan, 2003:194) diantaranya:

1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan

karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan

harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh sungguh dan displin dalam mengerjakannya.

2. Teladan Pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para

(3)

3. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan

karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisplinan mereka akan semakin

baik pula. 4. Keadilan

Unsur keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya.

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif

dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya.

6. Sanksi Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan

karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan semakin takut melanggar peraturan peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indispliner karyawan akan berkurang.

7. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi

(4)

bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisiplinernya sesuai dengan sanksi hukuma yang telah ditetapkan. Pimpinan yang

berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisplinernya akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.

8. Hubungan Kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut

menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationshiphendaknya harmonis.

2.1.1.3 Jenis Jenis Kedisplinan

Menurut Siagian (2014:305) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia mengemukakan bahwa bentuk-bentuk disiplin kerja dalam suatu organisasi/perusahaan dibagi 2 (dua) bentuk, yaitu:

1. Pendisiplinan Preventif.

Pendisiplinan yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong

para karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah di tetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan, dan perilaku yang

(5)

Agar sikap kedisiplinan itu kokoh dan bertahan dalam tiap individu, perusahaan perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:

a. Para anggota organisasi perlu didorong agar mempunya rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya. Berarti perlu

ditanamkan perasaan yang kuat bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan sekedar mencari nafkah dan mereka

adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan. b. Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai

ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi.

Penjelasan dimaksud seyogianya disertai oleh informasi lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang

bersifat normatif tersebut.

c. Para karyawan didorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku

umum bagi seluruh anggota organisasi.

2. Pendisiplinan Korektif

Pendisiplinan ini jika ada karyawan yang nyata nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepadanya dikenakan

sanksi disipliner.

Pendisiplinan ini harus diterapkan apabila sanksi dilakukan secara

(6)

mengambil berbagai langkah yang bersifat pendisplinan, mulai dari yang paling ringan hingga kepada yang terberat. Misalnya dengan:

1. Peringatan lisan oleh penyelia

2. Pernyataan tertulis ketidakpuasan oleh atasan langsung 3. Penundaan kenaikan gaji berkala

4. Penundaan kenaikan pangkat 5. Pembebasan dari jabatan

6. Pemberhentian sementara

7. Pemberhentian atas permintaan sendiri

8. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

9. Pemberhentian tidak dengan hormat.

Pengenaan sanksi korektif diterapkan dengan memperhatikan paling

sedikit tiga hal:

1. Karyawan yang dikenakan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalaha apa yang telah diperbuatnya.

2. Kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri 3. Dalam hal pengenaaan sanksi terberat yaitu pemberhetian,

perlu dilakukan wawancara keluar (exit interview) pada waktu mana dijelaskan, antara lain, mengapa manajerial terpaksa mengambil tindakan sekeras itu. Dengan wawancara

(7)

2.1.1.4 Dimensi Kedisiplinan Kerja

Menurut Saydam (2005: 284), dimensi disiplin kerja adalah sebagai berikut :

1. Kehadiran yaitu tingkat absensi karyawan dan ketepatan jam masuk, sesuai dengan waktu kerja yang telah ditetapkan perusahaan.

2. Tanggung jawab yaitu kemampuan dalam menjalankan tugas dan

peraturan perusahaan.

3. Sikap yaitu peraturan dasar tentang berpakaian dan bertingkah laku dalam

melaksanakan pekerjaan.

4. Norma yaitu peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para karyawan selama dalam perusahaan dan sebagai suatu

acuan dalam bersikap.

2.1.1.5 Manfaat Kedisiplinan Kerja

Sutrisno (2009:88), mengatakan bahwa disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan:

1. Bagi organisasi

Adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan

kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Bagi Karyawan

Adapun bagi karyawan akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam

(8)

melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi

terwujudnya tujuan organisasi.

2.1.1.6 Tujuan Kedisiplinan Kerja

Menurut Sastrohadiwiryo (2002:292), secara umum daapat disebabkan

bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Secara khusus tujuan pembinaan

disiplin kerja para tenaga kerja, antara lain:

1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang

berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.

2. Dapat melakukan pekerjaan dengan sebaik baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan

yang diberikan kepadanya.

3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan

jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.

(9)

2.1.2 Kompetensi

2.1.2.1 Pengertian Kompetensi

Kompetensi berasal dari kata competence yang artinya kecakapan, kemampuan dan wewenang (Scale dalam Sutrisno, 2009:202). Sedangkan, menurut Sutrisno (2009:203) kompetensi adalah suatu kemampuan yang

dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang

mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan .

Menurut Wibowo (2014:271), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas

keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan

yang dicirikan oleh profesionalisme dalam bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting dan unggulan di bidang tersebut. Nasution (2010:88), komperensi didefinisikan suatu sifat seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan

pelaksanaan suatu pekerjaan yang efektif. Disamping itu kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme

dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang terpenting. Sedangkan, Mangkunegara (2007:88) menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia adalah kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan,

(10)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang untuk

melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi cara berperilaku atau cara berpikir yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.

2.1.2.2 Dimensi yang terkandung Kompetensi

Adapun yang dimensi lain yang membentuk kompetensi menurut Hutapea dan Thoha (2008:101), yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah informasi yang telah diproses dan diorganisasikan untuk memperoleh pemahaman, pembelajaran, dan pengalaman yang terakumulasi sehingga bisa

diaplikasikan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai bidang tertentu yang digelutinya. Pengetahuan karyawan turut menentukan

berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi perusahaan.

2. Keterampilan (skill) Keterampilan merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan akal, pikiran, dan kreativitasnya dalam mengerjakan,

mengubah, menyelesaikan ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut.

(11)

atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.

2.1.2.3 Karakteristik Kompetensi

Karakteristik Kompetensi menurut Spencer and Spencer (1993:10), terdapat lima aspek, yaitu:

1. Motives

Motives adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir

sehingga ia melakukan tindakan. Misalnya, orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk

mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feedback untuk memperbaiki dirinya.

2. Traits

Traits adalah watak yang membuat orang berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya

diri, kontrol diri, stress, atau ketabahan. 3. Self concept

Self conceptadalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana nilai yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi

seseorang melakukan sesuatu. Misalnya, seseorang yang dinilai menjadi pimpinan seyogianya memiliki perilaku kepemimpinan

(12)

4. Knowledge

Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertetu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atau tes pengetahuan sering gagal untuk memperdiksi kinerja SDM karena skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian

seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih

jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. 5. Skills

Skillsadalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Misalnya, seseorang programmer

komputer membuat suatu program yang berkaitan dengan SIM SDM. Menurut Boulter, Dalziel, dan Hill (dalam Sutrisno, 2009:203), mengemukakan kompetensi adalah suatu karakteristik dari seseorang yang

memungkinkan memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu. Keterampilan adalah hal hal yang orang bisa lakukan dengan baik.

Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang suatu topik. Peran sosial adalah citra yang ditunjukkan oleh seseorang di muka publik. Peran sosial mewakili apa yang orang itu anggap penting. Peran sosial mencerminkan nilai

(13)

2.1.2.4 Manfaat Penggunaan Kompetensi

Kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen

sumber daya mansia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, serta sistem remunerasi. Ruky (dalam Sutrisno, 2009:208), mengemukakan konsep kompetensi menjadi semakin

populer dan sudah banyak digunakan oleh perusahaan perusahaan besar dengan berbagai alasan, yaitu:

1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang

dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja. Kedua hal tersebut akan banyak

membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang SDM.

2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan terhadap perilaku efektif yang

diharapkan dari karyawan, kita dapat mengarahkan pada sasaran yang selektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak perlu. Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap

(14)

3. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi ramping mengharuskan kita untuk mencari karyawan

yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal.

4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan)

yang akan dianggap lebih adil. Kebijakan remunerasi akan lebih terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang

diitampilkan seorang karyawan.

5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemauan baru terus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah ini. 6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai nilai organisasi. Model

(15)

2.1.3 Pengawasan

2.1.3.1 Pengertian Pengawasan

Menurut Robbins (2002:496), mengatakan bahwa pengawasan itu merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi. Seorang

manajer mengelola agar tercapai hasil-hasil yang diingini atau direncanakan. Keberhasilan atau kegagalan yang disajikan hasil hasil ini dipertimbangkan dari

segi tujuan yang sudah ditentukan. Hal ini mencakup pengawasan, yaitu mengevaluasikan pelaksanaan kerja, dan jika perlu, memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-hasil menurut rencana.

Menurut Siswandi (2011:195) mendefinisikan pengawasan adalah memonitor pelaksanaan rencana apakah yang telah dikerjakan dengan benar atau

tidak atau suatu proses yang menjamin bahwa tindakan telah sesuai dengan rencana. Sedangkan, G.R.Terry (dalam Manullang, 2001:172), pengawasan dapat didefenisikan sebagai proses penentu, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa

yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras

dengan standar.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah suatu proses yang mendasar dalam bentuk pemeriksaan atau memonitor apakah yang

telah dikerjakan karyawan dengan benar atau tidak sesuai dengan tugas pekerjaan tersebut.

(16)

Tujuan pengawasan (Siswandi, 2011:96) meliputi:

1. Pengukuran kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur,

peraturan, dan hukum yang berlaku.

2. Menjaga sumber daya yang dimiliki organisasi.

3. Pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh

organisasi.

4. Dipercayainya informasi dan keterpaduan informasi yang ada di

dalam organisasi.

5. Kinerja yang sedang berlangsung dan kemudian membandingkan aktual dengan standar serta menetapkan tingkat penyimpangan

yang kemudian mencari solusi yang tepat.

2.1.3.3 Tipe Tipe Pengawasan

Menurut Siswandi (2011:196) ada tiga tipe dasar pengawasan yaitu: 1. Pengawasan Pendahuluan (feedforward control)

Pengawasan Pendahuluan, atau sering disebut steering control, dirancang untuk mengantisipasi masalah masalah atau penyimpanan penyimpangan dari standar atau tujuan dan

memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.

2. Pengawasan Concurrent (concurrent control)

(17)

mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa

dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan double-check yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.

3. Pengawasan Umpan Balik(feedback control)

Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil hasil dari suatu kegiatan yang tela diselesaikan.

2.1.3.4 Dimensi Pengawasan

Menurut Hariandja (2002 : 109) beberapa dimensi yang dipakai untuk

mengukur pengawasan yaitu :

1. Menentukan alat ukur (pedoman baku standar) pelaksanaan. Tahap

pertama dalam pengawasan adalah menetapkan ukuran standar pelaksanaan, dimana standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian

hasil-hasil.

2. Mengadakan penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah

dikerjakan yaitu suatu penilaian yang dilakukan oleh pengawas dengan melihat hasil kerjanya dan laporan tertulisnya.

3. Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang

terjadi, sehingga pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang direncanakan.Melakukan tindakan koreksi/perbaikan bila hasil analisa

(18)

Tindakan ini dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan mungkin diperbaiki, atau keduanya mungkin

dilakukan bersamaan.

4. Membandingkan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang ditetapkan untuk mengetahui

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi saat bekerja.

2.1.3.5 Teknik Pengawasan

Teknik pengawasan adalah cara melaksanakan pengawasan dengan terlebih dahulu menentukan titik-titik pengawasan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai keadaan keseluruhan kegiatan organisasi. Teknik

pengawasan (Manullang 1998:178-180) sebagai berikut:

1. Peninjauan pribadi adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara

pribadi, sehingga dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan.

2. Pengawasan melalui laporan lisan. Pengawasan ini dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan bawahan,

dilakukan dengan cara wawancara kepada orang-orang tertentu yang dapat memberi gambaran dari hal-hal yang ingin diketahui terutama tentang

hasil yang sesungguhnya yang ingin dicapai bawahan.

3. Pengawasan melalui laporan tertulis merupakan suatu pertanggung jawaban bawahan kepada atasannya mengenai pekerjaan yang

(19)

dimana ini ditujukan kepada soal-soal kekecualian. Jadi pengawasan hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukkan adanya

peristiwa-peristiwa istimewa.

2.1.4 Prestasi Kerja

2.1.4.1 Pengertian Prestasi Kerja

Bernadin dan Russel (dalam Sutrisno, 2009:150) memberikan definisi tentang prestasi kerja adalah catatan tentang hasil hasil yang diperoleh dari

fungsi fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Menurut Yuli (2005:89) prestasi adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Byars dan Rue (dalam Sutrisno, 2009:150), mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan

seseorang pada tugas tugas yang mencakup pada pekerjaan. Pengertian tersebut menunjukkan pada bobot kemampuan individu di dalam memenuhi ketentuan ketentuan yang ada di dalam pekerjaannya.

Menurut Wibowo (2015:7) mengatakan bahwa Job

performanceatauactual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

(20)

keberhasilan di dalam melakukan tugas pekerjaannya dinamakan level of performanceoleh Vroom (dalam Sutrisno, 2009:150).

Dengan demikian, dapat disimpulkan prestasi kerja adalah catatan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dari perbuatannya dalam melaksanakan fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu dengan sesuai

tanggung jawab yang diberikan.

2.1.4.2 Faktor Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja

Menurut Steers (dalam Sutrisno 2009:151) umumnya orang percaya bahwa prestasi kerja individu merupakan fungsi gabungan dari tiga faktor, yaitu:

1. Kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja

2. Kejelasan dan penerimaan atas penjelesan peranan seorang pekerja 3. Tingkat motivasi kerja

Walaupun setiap faktor secara sendiri sendiri dapat juga mempunyai arti yang penting, tetapi kombinasi ketiga tersebut sangat menentukan tingkat hasil tiap pekerja, yang pada gilirannya membantu prestasi organisasi secara

keseluruhan. Byar dan Rue (dalam Sutrisno, 2009:151) mengemukakan adanya dua faktor yang memengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan.

Faktor faktor individu yang dimaksud adalah:

1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

(21)

3. Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Adapun faktor faktor lingkungan yang memengaruhi prestasi kerja adalah:

1. Kondisi fisik

2. Peralatan 3. Waktu

4. Material 5. Pendidikan 6. Supervisi

7. Desain Organisasi 8. Pelatihan

9. Keberuntungan

Faktor faktor lain yang mempengaruhi prestasi kerja (Sulistiyani, 2003:200) :

a. Pengetahuan, yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya piker serta penguasaan ilmu

yang lebih luas yang dimiliki karyawan.

b. Keterampilan, kemampuan dan penguasaan teknis operasional yang dibidang tertentu yang dimiliki karyawan.

c. Abilities, yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang karyawan.

(22)

e. Behavior, yaitu perilaku kerja seorang karyawan dalam melaksanakan berbagai kegiatan atau aktivitas kerja.

Robbins (2003:63) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbalan jasa, kualitas pengawasan, beban kerja,

disiplin kerja, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja sedangkan faktor personal meliputi ciri, sifat, kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengn bidang pekerjaan dan kepuasaan hidup.

2.1.4.3 Dimensi Prestasi Kerja

Menurut Rivai (2004 : 309) prestasi kerja terdiri dari lima dimensi yaitu: 1. Kualitas

Kualitas kerja yaitu kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil kerja dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan. Dengan adanya prestasi kerja yang baik dapat menghindari tingkat kesalahan di dalam penyelesaian suatu

pekerjaan produktivitas dari kerja yang dihasilkan bermanfaat bagi kemajuan perusahaan.

2. Kuantitas

Kuantitas kerja yaitu volume kerja yang dihasilkan normal atau diatas kondisi normal. Kuantitas juga menunjukkan banyaknya jenis atau

(23)

3. Kerja sama

Kerja sama merupakan tuntutan bagi keberhasilan perusahaan dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sebab dengan adanya kerja sama yang baik akan memberikan kepercayaan pada berbagai pihak yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

perusahaan. 4. Waktu

Pemanfaatan waktu adalah penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksaan dari perusahaan. Karena dengan adanya pemanfaatan waktu maka pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu pada waktu yang

ditentukan oleh perusahaan.

Menurut Dharma (2005:154), adapun dimensi prestasi kerja antara lain :

1. Kuantitas hasil kerja Kuantitas berkaitan dengan jumlah yang harus diselesaikan. Pengukuran hasil kerja menurut kuantitas dapat ditentukan dengan kuantitas target pekerjaan yang ditetapkan oleh perusahaan serta

standarisasi pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kinerja karyawan tersebut dibandingkan dengan standar

kuantitas yang ditetapkan oleh perusahaan.

2. Kualitas hasil kerja yaitu berkaitan dengan baik buruknya atau mutu yang dihasilkan. Ukuran kualitatif mencermikan tingkat kepuasan yaitu

seberapa baik penyesuaian dari suatu perusahaan walaupun standar kualitatif sulit diukur atau ditentukan hal ini berkaitan dengan bentuk

(24)

3. Ketepatan waktu Yaitu berkaitan sesuai tidaknya dengan waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal ini penetapan standar waktu biasa ditentukan

berdasarkan pengalaman sebelumnya atau berdasar studi gerak waktu. Ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang mentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu pekerjaan.

2.1.4.4 Indikator Prestasi Kerja

Pengukuran prestasi kerja diarahkan enam aspek yang merupakan bidang

prestasi kerja kunci bagi perusahaan yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci tersebut ( Sutrisno, 2009:152) adalah:

a. Hasil kerja. Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan.

b. Pengetahuan pekerjaan. Tingkat pengethauan yang terkait dengan tugas pekerjaaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja

c. Insiatif . Tingkat insiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah masalah yang timbul. d. Kecekatan mental. Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam

menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja atau situasi kerja yang ada.

(25)

2.1.4.5 Sistem Penilaian Prestasi Kerja

Yang dimaksud dengan sistem penilaian prestasi kerja adalah suatu

pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai di mana terdapat berbagai faktor, yaitu (Siagian, 2014:225):

1. Yang dinilai adalah manusia yang di samping memiliki

kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.

2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolok ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif.

3. Hasil penilitian harus disampai kepada pegawai yang dinilai dengan tiga maksud, yaitu:

a. Dalam hal penilaian tersebut positif, menjadi dorongan kuat bagi peawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karier

lebih terbuka baginya.

b. Dalam hal penilaian tersebut bersifat negatif, pegawai yang

bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan demikian dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.

(26)

keberatannya sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.

4. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan dengan rapi dalam arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya

menguntungkan maupun merugikan pegawai.

5. Hasil penelitian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang

selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yangg diambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, ahli tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas

permintaan sendiri.

2.1.4.6 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja

Manfaat penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai berikut (Handoko, 2014:135):

1. Perbaikan Prestasi Kerja

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer, dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan kegiatan

mereka untuk memperbaiki prestasi. 2. Penyesuaian penyesuaian Kompensasi

Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam

(27)

Promosi, transfer, dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu antau antisipasinya. Promosi sering merupakan

bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu. 4. Kebutuhan kebutuhan Latihan dan Pengembangan

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukka kebutuhan latihan.

Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan Pengembangan Karier

Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.

6. Penyimpangan penyimpangan Proses Staffing

Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau

kelemahan prosedur staffing departemen personalian. 7. Ketidak-akuran Informasional

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalaha

kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana rencana sumber daya manusia, atau komponen komponen lain sistem

informasi manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan keputusan personalia yang diambil tidak tepat.

(28)

Prestasi kerja yang jelek memungkinkan merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu

diagnosa kesalahan kesalah tersebut. 9. Kesempatan Kerja yang Adil

Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan

keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 10. Tantangan tantangan Eksternal

Kadang kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi

(29)

2.2 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Variabel

(30)

Lanjutan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Variabel

(31)

2.3 Kerangka Konseptual

Robbins (2003:63), mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua

hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, disiplin kerja, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja sedangkan faktor personal

meliputi ciri, sifat, kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan

kepuasan hidup.

Hasibuan (2003:193) menyatakan bahwa kedisplinan adalah fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin baik

displin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa displin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang

optimal. Tujuan utama displin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu, displin mencoba untuk mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin,

peralatan, dan perlengkaan kerja yang disebabkan oleh ketidakhatian-hatian, sendau gurau, atau pencurian. Displin mencoba mengatasi keteledoran yang

disebabkan karena kurang perhatian, ketidakmampuan, dan keterlambatan. Displin juga berusaha untuk mencegah permulaan kerja yang lambat atau terlalu awalnya mengakhiri kerja yang disebabkan karena keterlambatan atau kemalasan.

(Sutrisno, 2009:87)

Hasil penelitian McClelland (dalam Sutrisno, 2009:209) menunjukkan

(32)

ide-ide yang inovatif, management skills, kecepatan mempelajari jaringan kerja, dan sebagainya berhasil memprediksi prestasi individu dalam pekerjaannya.

Dengan adanya kompetensi ini, sumber daya manusia dilihat sebagai manusia dengan keunikannya yang perlu dikembangkan. Manusia dilihat sebagai aset yang berharga. Dengan adanya kecenderungan tersebut, maka peran sumber

dyaa manusia akan semakin diharga terutama dalam hal kompetensi sumber daya manusia. (Schuller dalam Sutrisno, 2009:209)

Nasution (2010:88), komperensi didefinisikan suatu sifat seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan yang efektif. Disamping itu kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang

dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang terpenting. Ruky (dalam Sutrisno, 2009:209) mengatakan bahwa kompetensi

terdiri dari sejumlah perilaku kunci yang dibutuhkan untuk melaksanakan peran tertentu untuk menghasilka prestasi kerja yang memuaskan. Perilaku ini biasanya ditunjukkan secara konsisten oleh para pekerja yang melakukan aktivitas kerja.

Perilaku tanpa maksud dan tujuan tidak bisa didefinisikan sebagai kompetensi. Pengawasan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses

pelaksanaan pekerjaan karyawan. Pengawasan pada hakikatnya merupakan proses mengatur kegiatan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam rencana. Seperti penetapan standar pelaksanaan, penentuan pengukuran

(33)

karena prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan.

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan kerangka konseptual yang telah diutarakan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

Kedisplinan Kerja, Kompetensi dan Pengawasan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Prestasi Kerja pada karyawan PT. Samudera Indonesia

Group Tbk, Cabang Medan . Kedisplinan Kerja

(X1)

Kompetensi (X2)

Pengawasan Kerja (X3)

Gambar

Gambar 2.1Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Kami yang bertanda tangan dibawah ini, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pekerjaan Rehabilitasi 4 ( empat ) Ruang Gedung Belajar MTs Negeri Bangkalan, berdasarkan

Ajaran bushido ini diterapkan masyarakat Jepang bahkan diwariskan kepada generasi muda sebagai penerus bangsa melalui pendidikan rumah dan di sekolah untuk membentuk karakter

Bangsa Indonesia dengan suku berbeda dapat hidup rukun dengan suku lain yang berbeda adat, bahasa, agama dan kepercayaan, Gesekan dan konflik memang kerap terjadi

Sebelum menghitung curah hujan wilayah dengan distribusi yang ada dilakukan terlebih dahulu pengukuran dispersi untuk mendapatkan parameter-parameter yang digunakan dalam

Akibatnya seorang yang terdidik dalam pendidikan jasmani, maka ia telah mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan dalam melakukan berbagai aktivitas

Prioritas pembangunan Provinsi Kepulauan Riau untuk tahun 2015 merupakan tindak lanjut tahun sebelumnya serta dalam rangka mendukung program pembangunan yang

Informasi adalah hasil pengolahan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem menjadi bentuk yang mudah dipahami oleh penerimanya dan informasi ini menggambarkan

Persamaan diatas menunjukkan tempat keseimbangan konsumen yakni jika rasio MU terhadap harga dari suatu barang telah sama.Dengan kata lain jika rasio tidak sama