• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Indeks Massa Tubuh Remaja Usia 15-17 Tahun yang Mengonsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) Pola Barat di SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Indeks Massa Tubuh Remaja Usia 15-17 Tahun yang Mengonsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) Pola Barat di SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Istilah fast food pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar

tahun 1950-an dan pelajar merupakan konsumen terbanyak yang memilih menu

fast food. Fast food dipilih karena keterbatasan waktu maupun fasilitas untuk

menyiapkan makanannya sendiri (Fitri, 2011).

Menurut Hayati (2000) yang dikutip dalam Fitri (2011), secara umum

produk fast food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast food yang

berasal dari Barat dan lokal. Fast food yang berasal dari Barat sering juga disebut

fast food modern, seperti fried chicken, hamburger, french fries, pizza, dan

sebagainya. Sedangkan fast food lokal sering disebut dengan istilah fast food

tradisional seperti warung tegal, restoran padang, warung sunda, dan lain-lain.

Makanan cepat saji modern (fast food) adalah jenis makanan yang mudah

disajikan, praktis dan umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan

dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan

dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut (Sihaloho, 2012).

Menurut Khomsan (2002), fast food dikatakan negatif karena

ketidakseimbangannya (dari segi porsi serta komposisi sayuran sehingga miskin

akan vitamin dan mineral), tinggi garam, dan rendah serat (merupakan faktor

pemicu munculnya penyakit hipertensi), serta sumber lemak dan kolesterol

(mengandalkan pangan hewani ternak sebagai menu utama). Ketidakseimbangan

zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan

harian. Kelebihan kalori, lemak, dan natrium akan terakumulasi dalam tubuh

seseorang dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, berupa tekanan

darah tinggi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan diabetes melitus, serta

(2)

Fast food cenderung lebih padat energi, kaya akan sumber asam lemak

jenuh (saturated fatty acids) dan asam lemak trans (trans fatty acids), garam,

rendah mikronutrien dan dikonsumsi dalam porsi yang cukup besar dibandingkan

makanan lain. Sebagai konsekuensi langsung, konsumsi berlebihan dari fast food

dihubungkan dengan peningkatan risiko berat badan berlebih (overweight) dan

obesitas. (The Food Monitoring Group BMC Public Health, 2012).

Berat badan berlebih pada anak meningkatkan risiko obesitas saat dewasa,

hal ini terjadi karena terdapat peningkatan dari sel lemak (fat cell) pada jaringan

adiposit terutama di jaringan adiposit viseral dan juga berisiko untuk

berkembangnya penyakit kronik lainnya. Adanya akses terhadap makanan

berenergi padat yang tinggi lemak (energy-dense high-fat) dan makanan-makanan

asin (salty foods) disertai minuman ringan yang manis (sweetened soft drinks) di

sekolah, kampus, rumah dan di gerai-gerai makanan cepat saji (fast food),

menandai peningkatan masukan energi anak dan remaja yang dapat mendorong

terjadinya obesitas. Anak dan remaja ini tiga kali lebih sering makan makanan

yang berasal dari restoran dan outlet fast food sekarang ini dibandingkan dengan

30 tahun yang lalu. Ini mungkin dikarenakan makanan-makanan tersebut relatif

murah, mudah diakses, banyaknya iklan makanan dan dengan orang tua yang

sibuk berkerja sehingga tidak memiliki waktu untuk memasak bagi keluarga

(Patterson, dkk, 2011).

Berikut ini adalah makanan cepat saji modern yang paling populer di

seluruh dunia yang berasal dari beberapa negara, dikutip dari Sihaloho (2012),

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Hamburger

Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis makanan

berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya diisi dengan

patty yang biasanya diambil dari daging, kemudian sayur-sayuran berupa

selada, tomat dan bawang bombay. Hamburger berasal dari negara Jerman.

(3)

Beberapa varian burger juga dilengkapi dengan keju, asinan, serta bahan

pelengkap lain seperti sosis.

2. Pizza

Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan lain

sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia.

3. French fries (kentang goreng)

French fries adalah hidangan yang dibuat dari potongan-potongan kentang

yang digoreng dalam minyak goreng panas. French fries berasal dari negara

Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja sebagai makanan ringan, atau

sebagai makanan pelengkap hidangan utama. Kentang goreng memiliki

kandungan glukosa dan lemak yang cukup tinggi.

4. Fried Chicken (ayam goreng)

Fried Chicken atau ayam goreng pada umumnya jenis makanan siap saji yang

umum dijual di restoran makanan siap saji. Fried chicken umumnya memiliki

protein, kolesterol dan lemak.

5. Spaghetti

Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah populer di Indonesia. Spaghetti

adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di masak

9-12 menit di dalam air mendidih dengan tambahan daging diatasnya.

6. Fish and Chips

Fish and chips adalah sebuah nama makanan Barat yang terdiri dari kombinasi

antara ikan dan kentang goreng. Rakyat Inggris dan Irlandia menyebutnya

dengan istilah ‘chippies’ atau ‘chipper’, dan merupakan menu makan siang

murah meriah di kalangan pekerja.

7. Sushi

Sushi adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama

lauk berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah dimasak. Sushi

juga sudah populer di masyarakat Indonesia.

8. Hot Dog

Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam roti.

(4)

Masih banyak yang termasuk jenis makanan cepat saji (fast food) modern

diantaranya menurut Peter dalam Ade (2011), yaitu the torpedo roll, the pizza pie,

chili con carne, tortillas, club sandwich, sourthen fried chicken, bacon, lettuce

and tomato sanwiches, grilled cheese sandwich, dan open beef sandwich. Namun

belum ditemukan referensi mengenai apa saja yang termasuk makanan cepat saji

(fast food) lokal yang berada di Indonesia.

Berikut ini gambaran kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan

cepat saji yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren

globalisasi (dikutip dari Tarigan, 2012):

1. Komposisi gizi Pizza (100 g):

Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52 g), Karbohidrat (3 g), Gula

(3 g), Protein (3 g).

2. Komposisi gizi Hamburger (100 g):

Kalori (267 KKal), Lemak (10 g), Kolesterol (29 mg), Protein (11 g),

Karbohidrat (33 g), Serat kasar (3 g), Gula (7 g).

3. Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g):

Kalori (210 Kkal), Lemak (8 g), Karbohidrat (32 g), Serat kasar (1 g), Protein

(3 g), Gula (11 g), Sodium (260 mg).

4. Komposisi gizi Fried Chicken (100 g):

Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g), Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g).

5. Chicken nugget 6 potong: 250 kalori

6. Komposisi chicken nugget:

protein 15,5%, lemak 9,7%, karbohidrat 66,7%

7. Kentang goreng mengandung 220 kalori (Muliany, 2005).

2.2. Aspek Sosio-Kultural Makanan

Pemilihan akan makanan yang dikomsumsi tidak terlepas dari peranan

makanan itu sendiri. Kecuali peranan biologik, yaitu untuk memenuhi rasa lapar,

makanan mempunyai peranan sosio-kultural. Den Hartog, Hautvast, dan den

(5)

1. Fungsi kenikmatan atau Gastronomik

Manusia makan untuk kenikmatan. Kesukaan akan makanan berbeda dari

satu bangsa ke bangsa yang lain, dan dari satu daerah/suku ke daerah/suku

lain. Makanan di negara tropik berbeda dengan di negara dengan empat

musim.

Di Indonesia, kesukaan makanan antardaerah/suku juga banyak

berbeda. Sebagai contoh, sudah terkenal bahwa makanan di Sumatra,

khususnya di Sumatra Barat, lebih pedas daripada makanan di Jawa,

khususnya Jawa Tengah yang suka makanan manis.

Secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang

memenuhi selera atau cita rasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau,

rasa, suhu, dan tekstur.

2. Makanan untuk Menyatakan Jati Diri

Makanan sering dianggap sebagai bagian penting untuk menyatakan jati

diri seseorang atau sekelompok orang. Di Jepang misalnya, ikan

mentah/sushi merupakan makanan terhormat untuk disajikan kepada

tamu-tamu. Di sebagian Sumatra, daging dianggap sebagai makanan berprestise.

Amatlah memalukan bila kepada tamu tidak dapat menghidangkan daging.

3. Fungsi Komunikasi

Makanan merupakan media penting dalam upaya manusia berhubungan

satu sama lain. Di dalam keluarga kehangatan hubungan antar anggotanya

terjadi pada waktu makan bersama. Begitupun di antara keluarga besar

diupayakan pertemuan secara berkala dengan makan-makan untuk

memelihara dan mempererat hubungan silahturahmi. Antartetangga sering

dilakukan tukar-menukar makanan. Dalam bisnis, kesepakatan sering

diperoleh dalam suatu jamuan makan di restoran atau di tempat makan lain.

Pesta-pesta makan sering diselenggarakan untuk menghormati seseorang,

sekelompok orang, atau untuk merayakan suatu peristiwa penting. Banyak

waktu dan uang digunakan untuk mengusahakan agar makanan yang

disajikan memenuhi selera tamu-tamu yang diundang. Ini sering berakibat

(6)

4. Fungsi Status Ekonomi

Makanan sering digunakan untuk menunjukkan prestise dan status

ekonomi. Semua budaya mempunyai makanan yang dianggap berprestise.

Makan beras dianggap lebih berprestise daripada makan jagung dan

umbi-umbian. Oleh karena itu, disamping karena pertambahan penduduk,

konsumsi beras di Indonesia semakin hari semakin bertambah sehingga

menjadi masalah dalam pengadaannya. Beras putih dianggap lebih

berprestise daripada beras tumbuk, padahal beras tumbuk mengandung

lebih banyak zat-zat gizi daripada beras giling. Di negara industri, roti

putih dulu dianggap lebih bergengsi daripada roti yang berwarna

kecoklatan (dibuat dari tepung gandum yang tidak sempurna

penggilingannya). Akan tetapi sekarang, karena kesadaran gizi sudah

semakin besar, banyak orang memilih memakan roti berwarna kecoklatan

(brown bread) tersebut.

5. Simbol Kekuasaan

Melalui makanan seseorang atau sekelompok masyarakat dapat

menunjukkan kekuasaan terhadap orang atau kelompok masyarakat lain.

Majikan memberikan makanan yang berbeda daripada yang ia makan

kepada bawahan/pembantunya. Memberi makanan yang berkualitas

rendah dalam jumlah yang tidak mencukupi kepada orang tahanan

merupakan sebagian dari hukumannya. Dalam keadaan bermusuhan suatu

negara menetapkan embargo bahan pangan terhadap negara musuhnya.

6. Fungsi Religi, Magis, dan lain-lain.

2.3. Remaja

2.3.1. Pengertian dan Perkembangan Remaja

Remaja adalah masa transisi antara kehidupan seorang anak menjadi

dewasa. Ada beberapa pandangan berbeda dalam menentukan batasan usia remaja.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas usia remaja adalah 10-20

(7)

bagian, yaitu remaja awal yang berusia 12-14 tahun, remaja pertengahan berusia

14-16 tahun, dan remaja akhir yang berusia 17-19 tahun.

WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual

yang dikutip dari Sarwono (2000) dalam Pratiwi (2011). Definisi tersebut

dikemukakan dalam 3 kriteria, yaitu: biologis, psikologis, dan sosial ekonomi,

sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi remaja adalah suatu masa

dimana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seks sekundernya sampai ia mencapai matang seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

anak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri.

Dalam Sadock (2007), awal dari masa remaja ini ditandai dengan pubertas,

yang merupakan proses perkembangan fisik dan reproduksi, baik primer maupun

sekunder, seorang anak menjadi dewasa. Laju pertumbuhan anak, baik perempuan

maupun lelaki, hampir sama cepatnya sampai pada usia 9 tahun. Selanjutnya,

antara 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan lebih

dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi;

sementara anak lelaki baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Pubertas dimulai

sekitar umur 10-11 tahun untuk anak perempuan dan 12-13 tahun untuk anak

laki-laki. Waktu pubertas dan laju pertumbuhan pada anak sangat bervariasi. Selama

lima sampai tujuh tahun perkembangan pubertas, berat badan remaja mencapai

sekitar 20 persen dari berat badan dewasa dan 50 persen dari berat badan dewasa

ideal. Hampir seluruh organ tubuh ukurannya bertambah dua kali lipat dari ukuran

sebelumnya, dan hampir setengah dari pertumbuhan tulang total terjadi (Arisman,

2010)

Masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode

kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di

(8)

dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi. Pertumbuhan yang disertai dengan

perubahan fisik, memicu berbagai kebingungan (Arisman, 2010).

Masa remaja adalah periode kritis dalam perjalanan kehidupan manusia,

karena pada saat itulah individu mulai mengembangkan sikap mental dan identitas

dirinya, dimana seseorang mulai berinteraksi dengan lebih banyak pengaruh

lingkungan dan mengalami pembentukan perilaku. Perubahan gaya hidup pada

remaja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebiasaan makan remaja.

Remaja menjadi lebih aktif, lebih banyak makan di luar, dan mendapat banyak

pengaruh dalam pemilihan makanan yang akan dimakannya, selain itu remaja

juga sering mencoba-coba makanan baru, salah satunya adalah fast food

(Virgianto dan Purwaningsih, 2006).

2.3.2. Masalah Gizi Remaja

Cukup banyak masalah yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan

gizi remaja. Disamping penyakit atau kondisi yang terbawa sejak lahir,

penyalahgunaan obat, kecanduan alkohol dan rokok serta hubungan seksual

terlalu dini, terbukti menambah beban para remaja. Dalam beberapa hal, masalah

gizi remaja serupa atau merupakan kelanjutan dari masalah gizi pada usia anak,

yaitu anemia defisiensi besi serta kelebihan dan kekurangan berat badan (Arisman,

2010).

Menurut Wardlaw (2004), banyak remaja perempuan yang berhenti

meminum susu, sehingga mereka tidak mengonsumsi cukup kalsium yang

berguna untuk memaksimalkan mineralisasi tulang mereka. Asupan kalsium yang

cukup untuk lelaki dan perempuan antara usia 9 dan 18 tahun adalah 1300 mg per

hari, dibandingkan dengan 800 mg per hari untuk anak-anak yang lebih muda.

Sedangkan menurut Arisman (2010), remaja tidak setiap hari makan buah dan

sayur, sementara kudapan asin dan manis (70%) dimakan beberapa kali (sepertiga

dari mereka) setiap hari. Survei Departemen Pertanian Amerika Serikat (1995)

membuktikan bahwa remaja putri yang berusia 12-19 tahun, hanya mengonsumsi

(9)

Masalah selanjutnya adalah defisiensi zat besi. Anemia defisiensi besi

beberapa kali muncul pada remaja wanita setelah mereka mulai menstruasi

(menarche) dan pada remaja lelaki muncul selama percepatan pertumbuhan

mereka. Sekitar 10% remaja memiliki simpanan besi yang rendah atau

berhubungan dengan anemia. Penting bagi remaja untuk memilih makanan baik

yang mengandung zat besi, seperti daging tanpa lemak, biji-bijian, dan sereal.

Remaja wanita, khususnya yang memilki siklus menstruasi yang berat,

membutuhkan konsumsi makanan yang kaya akan zat besi (atau secara teratur

mengonsumsi suplemen besi). Defisiensi besi merupakan kondisi yang sangat

merugikan untuk remaja. Masalah ini dapat menyebabkan kelelahan (fatigue) dan

menurunkan kemampuan untuk berkonsentasi dan belajar di sekolah (Wardlaw,

2004).

Salah satu masalah serius yang bersifat universal kini adalah konsumsi

makanan olahan, seperti yang ditayangkan dalam iklan televisi secara berlebihan.

Makanan ini meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering

terlalu banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi

makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain.

Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat (gula, lemak, dan aditif

secara berlebihan) ini menyebabkan remaja mengalami perubahan patologis yang

terlalu dini (Arisman, 2010).

Pada penelitian Patterson (2011) di London didapati kemungkinan

alasan-alasan mengapa mereka senang membeli makanan dan minuman dari outlet fast

food atau takeaway outlets. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa pengaruh teman sebaya menjadi faktor penting yang signifikan dan

potensial mempengaruhi frekuensi konsumsi, dimana ini menjadi gengsi tersendiri

bagi para remaja. Kemudian rasa dan akses yang cepat menjadi dua alasan populer

lainnya. Pada laporan sebelumnya juga ditemukan bahwa mereka menikmati rasa

dari makanan tersebut. Rasa mungkin dapat dihubungkan dengan kandungan

(10)

Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan

pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung

berlanjut hingga ke dewasa dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan

salah satu faktor risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular,

diabetes melitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker,

gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit (Arisman, 2010).

Ada tiga alasan mengapa remaja dikatakan rentan. Pertama, percepatan

pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih

banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut

penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam

olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat

gizi, disamping itu, tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan

akhirnya mengalami obesitas (Arisman, 2010).

Remaja merupakan golongan yang paling mudah terkena budaya dari luar,

karena mereka sedang mengalami masa pencarian identitas diri akibat periode

transisi yang dilalui. Pada masa ini mereka sudah memiliki kebebasan (tahap

independensi) dalam memilih makanan apa saja yang disukainya dan cenderung

tidak berselera lagi makan di rumah bersama keluarga, serta lebih senang

menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman-temannya. Kebebasan inilah

yang merubah kebiasaan remaja menjadi makan tidak teratur, terutama

melewatkan sarapan pagi dengan alasan sibuk, seringnya mengkonsumsi makanan

yang tidak sehat dan makanan ringan (snack) selama waktu sekolah, serta juga

memiliki aktivitas fisik yang rendah (Patterson, 2011).

Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan

psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh

oleh lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi

vegetarian atau food fadism, merupakan sebagian contoh keterpengaruhan ini.

Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja tidak makan, tidak jarang

berujung pada anoreksia nervosa. Kesibukan menyebabkan mereka memilih

(11)

dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutama iklan di televisi). Teman

sebaya berpengaruh besar pada remaja dalam hal memilih jenis makanan.

Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya

“terkucil”, dan itu akan merusak rasa percaya diri (Arisman, 2010).

2.3.3. Kebutuhan Gizi Remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada

Recommended Daily Allowances (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi yang

dianjurkan (AKG). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan

kronologis bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang

dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status

gizi remaja harus dinilai secara perorangan, berdasarkan data yang diperoleh dari

pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial (Arisman,

2010).

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atau Recommended Daily

Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan

pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua

orang sehat. Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary

requirements). Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi minimal yang

dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi adekuat. AKG yang

dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok

umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan

menyusui (Almatsier,2009).

WHO menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah

10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat

(Almatsier, 2009).

Menurut Arisman (2010), banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja

dapat diacu pada tabel RDA. Secara garis besar remaja putra memerlukan lebih

banyak ebergi dibandingkan remaja putri. Pada usia 16 tahun remaja putra

membutuhkan sekitar 3.470 kkal per hari, dan menurun menjadi 2.900 pada usia

(12)

untuk kemudian menurun menjadi 2.200 kkal pada usia18 tahun. Perhitungan ini

didasarkan pada stadium perkembangan fisiologis, bukan usia kronologis. Wait

dkk., menganjurkan penggunaan kkal per cm tinggi badan sebagai penentu

kebutuhan akan energi yang lebih baik. Perkiraan energi untuk remaja putra

berusia 11-18 tahun, yaitu 13-23 kkal/cm, sementara remaja putri dengan usia

yang sama, yaitu 10-19 kkal/cm.

Perhitungan besarnya kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola

tumbuh, bukan usia kronologis. Untuk remaja putra, kisaran besarnya kebutuhan

ini ialah 0,29-0,32 gr/cm tinggi badan. Sementara remaja putri hanya 0,27-0,29

gr/cm (Arisman, 2010)

Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat

menyebabkan obesitas. Kelebihan protein memberatkan ginjal dan hati yang harus

memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Batas yang dianjurkan

untuk konsumsi protein adalah dua kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk

protein. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (WKNPG VI) tahun 1998

menganjurkan angka kecukupan gizi (AKG) protein untuk remaja 1,5 - 2,0 gr/kg

BB/hari. AKG protein remaja dan dewasa muda adalah 48-62 gr per hari untuk

perempuan dan 55-66 gr per hari untuk laki-laki. Sedangkan menurut Depkes RI

tahun 2004, angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan pada

remaja tercantum dalam tabel 2.1.

(13)

Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat. Peningkatan

kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini

merupakan komponen penting pembentuk tulang dan otot. Asupan kalsium yang

dianjurkan sebesar 800 mg (praremaja) sampai 1200 mg (remaja) (Arisman, 2010).

Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi sekaligus memerlukan

tambahan vitamin di atas kebutuhan semasa bayi dan anak. Asupan tiamin,

riboflavin, dan niasin harus ditambah sejajar dengan pertambahan energi. Vitamin

diketahui berperan dalam proses pelepasan energi dari karbohidrat. Percepatan

sintesis jaringan mengisyaratkan pertambahan asupan vitamin B6, B12, dan asam

folat. Ketiga jenis vitamin ini berperan dalam sintesis DNA (Deoxyribonucleic

Acid) dan RNA (Ribonucleic Acid). Untuk menjaga agar sel dan jaringan baru

tidak cepat rusak, asupan vitamin A, C dan E juga perlu ditingkatkan selain

vitamin D karena perannya dalam proses pembentukan tulang. Kadar vitamin C

dalam serum cukup rendah (Dep. Pertanian AS, Guenter dkk, 1986), terutama

mereka yang memantangkan sayur dan buah, serta perokok (Arisman, 2010).

AKG yang ditetapkan pada Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional

(WNPG) tahun 2004 meliputi zat-zat gizi sebagai berikut: energi (kkal), protein

(g), vitamin A (RE), vitamin D (mcg), vitamin E (mg), vitamin K (mcg), tiamin

(mg), riboflavin (mg), niasin (mg), asam folat (mcg), piridoksin (mg), vitamin

B12 (mcg), vitamin C (mg), kalsium (mg), fosfor (mg), magnesium (mg), besi

(mg), iodium (mcg), seng (mg), selenium (mcg), mangan (mg), dan fluor (mg).

WNPG 2004 juga menganjurkan kebutuhan serat makanan (dietary fiber)

sebanyak 10-14 gram/1000 kkal atau 19-30 g/orang/hari, dengan rasio serat

makanan tidak larut air dan serat larut air sebesar 3:1 (Almatsier, 2009).

AKG disusun berdasarkan kelompok umur, gender, serta status hamil dan

menyusui. AKG disusun untuk 19 golongan manusia berdasarkan umur, dan

diatas 9 tahun juga berdasarkan gender, serta ibu hamil dan menyusui. Daftar

(14)

2.4. Homeostasis Energi dan Regulasi Asupan Makanan

Hampir semua binatang dewasa dan manusia, baik perempuan maupun

lelaki, memelihara homeostasis energi, dimana asupan energi (makanan) sama

dengan pengeluaran energi (energy expenditure). Ketika kandungan energi pada

makanan seimbang dengan energi yang digunakan oleh semua sel di tubuh, berat

badan akan tetap konstan (kecuali terjadi penambahan atau kehilangan cairan)

(Tortora dan Derickson, 2009).

Asupan energi tidak hanya tergantung pada jumlah makanan yang

dikonsumsi (dan diabsorbsi), tetapi terdapat tiga komponen yang berperan dalam

pengeluaran energi (energy expenditure):

1. Basal Metabolic Rate (BMR) berperan dalam 60% dalam pengeluaran

energi (energy expenditure).

2. Aktivitas fisik, menambah sekitar 30-35% tetapi bisa lebih rendah pada

orang yang bergaya hidup sedentaris.

3. Makanan yang memicu termogenesis, panas yang dihasilkan ketika

makanan dicerna, diabsorbsi, dan disimpan, merupakan 5-10% dari total

pengeluaran energi (energy expenditure).

Tempat penyimpanan energi kimia utama tubuh adalah sel adiposa. Ketika

energi yang digunakan melebihi asupan energi, trigliserida di jaringan adiposa

dikatabolisme untuk menyediakan energi tambahan, dan ketika asupan energi

melebihi pengeluaran energi, trigliserida disimpan. Sudah jelas, terdapat suatu

mekanisme umpan balik negatif (negative feedback mechanisms) yang mengatur

asupan energi dan juga pengeluaran energi tubuh. Tetapi tidak ada reseptor

sensorik untuk memonitor berat dan ukuran tubuh kita (Tortora dan Derickson,

2009).

Regulasi keseimbangan energi, asupan dan pengeluaran, tergantung pada:

impuls neural dan endokrin, kadar nutrisi tertentu di darah, elemen psikologi

(seperti stres atau depresi), impuls yang berasal dari GI tract dan special senses,

dan hubungan neural antara hipotalamus dan bagian-bagian lain di otak (Tortora

(15)

Dalam Tortora dan Derickson (2009), terdapat sekelompok neuron di

hipotalamus yang memegang peranan dalam regulasi asupan makanan (food

intake). Dua area hipotalamus yang terlibat dalam regulasi ini adalah nukleus

arkuata (arcuate nucleus) dan nukleus paraventrikular (paraventricular nucleus).

Terdapat mekanisme neurohormonal yang mengatur persamaan energi dan

dapat mempengaruhi berat tubuh, yang dikutip dari buku “Dasar Patologis

Penyakit” Robbins & Cotran, secara kasar terdapat tiga komponen dalam sistem

ini:

1. Sistem aferen, yang menghasilkan sinyal-sinyal humoral dari jaringa n

lemak (leptin), pankreas (insulin), dan lambung (ghrelin)

2. Unit pengolahan sentral, yang terutama berada di hipotalamus, yang

mengintegrasikan sinyal-sinyal aferen.

3. Sistem efektor, yang menjalankan “perintah” dari nukleus-nukleus

hipotalamus dalam bentuk perilaku makan dan pengeluaran energi.

Di antara sinyal-sinyal aferen, insulin dan leptin menghasilkan kontrol

jangka-panjang atas siklus energi dengan mengaktifkan sirkuit-sirkuit katabolik

dan menghambat jalur-jalur anabolik. Sebaliknya, ghrelin terutama berfungsi

sebagai mediator jangka pendek. Ghrelin, yang dibentuk di lambung, kadarnya

meningkat pesat tepat sebelum makan dan segera turun ketika lambung “penuh”

(Kumar, dkk, 2010).

Sementara insulin dan leptin memengaruhi siklus energi, data-data yang

ada mengisyaratkan bahwa leptin memiliki peran yang lebih penting daripada

insulin pada pengendalian homeostasis oleh susunan saraf pusat. Leptin disintesis

dan disekresikan oleh sel adiposit; semakin banyak trigliserida disimpan, semakin

banyak pula leptin disekresikan ke aliran darah. Leptin bekerja di hipotalamus

untuk menghambat sirkuit yang menstimulasi proses makan, juga bersamaan

meningkatkan pengeluaran energi (Kumar, dkk, 2010).

Sekarang telah dipastikan bahwa adiposit berkomunikasi dengan

pusat-pusat hipotalamus yang mengendalikan nafsu makan dan pengeluaran energi

dengan mengeluarkan leptin, suatu anggota dari famili sitokin. Jika terdapat

(16)

tinggi dan menembus sawar darah otak untuk berikatan dengan reseptornya.

Sinyal dari reseptor leptin memiliki dua efek: menghambat sirkuit-sirkuit anabolik,

yang normalnya mendorong pemasukan makanan dan menghambat pengeluaran

energi, dan melalui serangkaian neuron tersendiri, leptin memicu sirkuit katabolik.

Oleh karena itu, efek netto leptin adalah mengurangi asupan makanan dan

meningkatkan pengeluaran energi (Kumar, dkk, 2010).

Dalam jangka waktu tertentu, simpanan energi (adiposit) berkurang, dan

berat badan menurun. Hal ini pada gilirannya mengurangi kadar leptin dalam

darah, dan tercapainya keseimbangan baru. Siklus ini berbalik jika jaringan

adiposa berkurang dan kadar leptin berkurang di bawah suatu ambang.

Keseimbangan kembali dicapai, karena kadar leptin yang rendah, sirkuit anabolik

dilepaskan dari hambatannya dan sirkuit katabolik menjadi tidak aktif sehingga

terjadi penambahan netto berat badan (Kumar, dkk, 2010).

Dasar molekul kerja leptin sangatlah kompleks dan belum sepenuhnya

terungkap. Umumnya leptin menjalankan fungsinya melalui serangkaian

jalur-jalur saraf terintegrasi yang disebut sebagai sikuit leptin-melanokortin, yang

diilustrasikan pada gambar 2.1. Pemahaman atas sirkuit ini penting karena

obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang serius, dan pemahaman

obat antiobesitas akan bergantung pada pemahaman pada jalur-jalur ini (Kumar,

dkk, 2010).

(17)

Dalam Kumar, dkk (2010), ketika kadar leptin dan insulin rendah, neuron

memanjang dari nukleus arkuata (arcuate nucleus) ke nukleus paraventrikular

(paraventricular) melepaskan sebuah neurotransmiter yang disebut neuropeptida

Y (NPY) yang menstimulasi asupan makanan. Neuron lain yang memanjang

antara nukleus arkuata dan paraventrikular melepaskan sebuah neurotransmiter

yang disebut melanokortin, yang serupa dengan melanocyte-stimulating hormone

(MSH). Leptin menstimulasi pelepasan melanokortin, yang bekerja menghambat

asupan makanan. Walaupun leptin, neuropeptida Y, dan melanokortin merupakan

molekul kunci yang memberi sinyal untuk memelihara homeostasis energi,

beberapa hormon dan neurotransmiter lain pun turut berkontribusi. Serta area-area

lain di hipotalamus ditambah nuklei di batang otak, sistem limbik, dan korteks

serebri juga turut mengambil bagian dalam proses ini.

2.5. Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa tubuh (IMT) adalah rumus matematis yang dinyatakan

sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam

ukuran meter). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan

praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang

dewasa. Karena IMT menggunakan ukuran tinggi badan, maka pengukurannya

harus dilakukan dengan teliti. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh

yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 = 79%) dengan kemudian

melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin. Bila melakukan penilaian

IMT, perlu diperhatikan adanya perbedaan individu dan etnik (Sugondo,2010).

��� = �� (��)

�� (�2)

IMT juga dijadikan sebagai indikator dalam mengukur lemak tubuh untuk

sebagian besar anak dan remaja. Perhitungan IMT dapat dijadikan sebagai alat

screening dalam mengidentifikasikan kemungkinan masalah berat badan pada

anak. CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan AAP (American

(18)

kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas pada anak dan remaja umur 2-20

tahun

Walaupun IMT digunakan sebagai alat screening, tetapi IMT bukanlah

sebuah alat diagnostik. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki IMT

yang tinggi untuk umur dan jenis kelaminnya, tetapi untuk menentukan apakah

anak tersebut memiliki kelebihan lemak yang dapat mengganggu kesehatannya,

perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dapat meliputi

pengukuran ketebalan lipatan kulit, evaluasi diet, aktivitas fisik, riwayat keluarga,

dan pemeriksaan lain yang sesuai

April 2013).

Setelah IMT anak dan remaja dihitung, hasil perhitungan ini di-plot-kan ke

grafik CDC IMT-berdasarkan umur (untuk perempuan maupun lelaki), yang

terlampir pada lampiran 2. Dalam grafik tersebut akan terlihat persentil

IMT-berdasarkan umur si anak, dari nilai persentil inilah dapat ditentukan apakah anak

kurus, normal atau obese, seperti yang terlihat pada tabel 2.2. Persentil merupakan

indikator yang paling umum digunakan untuk menilai ukuran dan pola

pertumbuhan dari masing-masing anak di Amerika Serikat. Persentil

mengindikasikan posisi relatif dari IMT seorang anak diantara anak-anak lainnya

yang berasal dari umur dan jenis kelamin yang sama.

Tabel 2.2. Kategori Status Berat Badan dan Persentil Menurut IMT- Berdasarkan Umur

Kategori Status Berat Badan Kisaran persentil

Berat badan kurang < 5 percentile

Kisaran normal 5-85 percentile

Berat badan berlebih 85-95 percentile

Obesitas ≥ 95 percentile

(19)

Walaupun IMT diukur dengan rumus yang sama antara anak dan dewasa,

kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan IMT anak dan remaja berbeda

dengan yang digunakan untuk dewasa. Untuk anak dan remaja digunakan grafik

IMT-berdasarkan persentil umur dan jenis kelamin, karena dua alasan:

1. Jumlah lemak tubuh berubah berdasarkan umur

2. Jumlah lemak tubuh berbeda antara perempuan dan lelaki

Sedangkan untuk dewasa, IMT tidak diinterpretasikan berdasarkan kategori umur

dan jenis kelamin, sehingga klasifikasi IMT dewasa tidak dapat diaplikasikan

pada anak dan remaja.

Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan

proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan

kegemukan yang sama bagi semua populasi. IMT dapat memberikan kesan yang

umum mengenai derajat kegemukan (kelebihan jumlah lemak) pada populasi,

terutama pada kelompok usia lanjut dan pada atlet dengan banyak otot. IMT dapat

memberikan gambaran yang tidak sesuai mengenai keadaan obesitas karena

variasi lean body mass (Sugondo,2010).

Tabel 2.3., merupakan klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) dewasa

menurut kriteria Asia Pasifik yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO), nilai IMT ≥25 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas dan nilai IMT 23,0-24,9

kg/m2 , sebagai pra-obese.

Tabel 2.3. Klasifikasi IMT menurut kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT Asia (kg/m2)

Berat Badan Kurang <18,5

Kisaran Normal 18,5-22,9

Berat Badan Lebih ≥23

Pra-obese 23,0-24,9

Obese Tingkat I 25,0-29,9

Obese Tingkat II ≥30,0

Gambar

Tabel 2.1. Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang Dianjurkan pada
Gambar 2.1. Sirkuit Neurohormonal di Hipotalamus yang Mengatur
Tabel 2.2. Kategori Status Berat Badan dan Persentil Menurut IMT-
Tabel 2.3. Klasifikasi IMT menurut kriteria Asia Pasifik

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

perusahaan[23][24]. Perusahaan dalam mencapai tujuan bisnisnya tidak terlepas dari nilai bisnis perusahaan tersebut. Keterjamninan bisnis menjadi penting manakala

Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi kemandirian belajar siswa. Orang tua terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” kepada

Aktivitas antibakteri bakteriosin dari BAL pada setiap sampel yang disimpan pada suhu 4 o C selama 28 hari tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap bakteri

Dalam sistem pengendali konvensional dan pengendali digital digunakan sinyal analog/ kontinyu dan sinyal diskret.Sinyal kontinyu adalah sinyal yang nilainya dapat

Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan penelitian pada responden dari karakteristik asupan garam beryodium pada ibu saat hamil dengan kejadian stunting

Berdasarkan pada masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan keseimbangan terhadap keterampilan Sepak Sila