HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA
(Studi di Desa Glanggang Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik)
CORRELATION BETWEEN THE
FACOR OH THE PHYSICAL
ENVIRONMENT OF THE HOME WITH INCIDENT OF ISPA ON TODDLERS
Study in Glanggang Duduk Sampeyan Gresik
Novi Anggraeni*)
*) Akademi Kebidanan (AKBID) Ngudia Husada Madura
Infeksi
Saluran
Pernafasan Akut atau ISPA
atau penyakit batuk pilek pada
anak sering ditandai dengan
hidung tersumbat, ingus encer,
bersin, demam, sakit kepala,
nafsu makan turun bahkan
menghilang. Penyakit batuk
pilek masih dianggap remeh
oleh beberapa keluarga dan
dianggap
tidak
berbahaya.
Penyakit ini dapat mengenai
balita berulang kali, tetapi
PENDAHULUANABSTRACT
Acute respiratory tract infection or ISPA is an infectious disease often affects on toddlers aged 1-5 years. ISPAinfluenced by three factors: environmental factors comprising the sanitary conditions and hygiene conditions of the family, the individual factors comprising children aged and nutritional status while behavioral factors is the role of parents.
This research used the analytical method with cross-sectional correlation. Data collection used observation sheets and skunders, the data taken from all mothers who have toddlers in Glanggang Duduk Sampeyan by 81 respondents. The selection of the sample used a non-probability sampling with accidental sampling using the Chi Square test. Chi-Square analysis showed that children who experienced ISPA were 49 children (60.5%). The results of the Chi Square test obtained the result of p = 0.000 then H1 is accepted means there is correlation between the physical environment of the home with the incidence of ISPA on toddlers.
Health workers should socialize on prevention and proper treatment of ISPA in order to reduce the incidence of ISPA in children
Key words: Physical environment of the home, ISPA on toddlers
.
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA atau penyakit batuk pilek pada anak sering ditandai dengan hidung tersumbat, ingus encer, bersin, demam, sakit kepala, nafsu makan turun bahkan menghilang. Penyakit batuk pilek masih dianggap remeh oleh beberapa keluarga dan dianggap tidak berbahaya. Penyakit ini dapat mengenai balita berulang kali, tetapi mereka tidak mengerti bahwa penyakit ini dapat menyebabkan penyakit yang lebih berat jika tidak diobati terutama pada saat daya tahan tubuh balita menurun. Rata– rata bayi dan anak akan mengalami sakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA 3–6 kali per tahun (rata–rata4 kali per tahun), artinya seorang balita rata–rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3–4 kali (Widoyono, 2008).
Berdasarkan hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga atau SKRT tahun 2010, penyebab kematian tertinggi pada anak dan balita adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA, sedangkan yang kedua adalah diare dan kecelakaan atau cidera (Dinkes Gresik 2012). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik tahun 2012 sebanyak 1334 anak terserang ISPA sedangkan tahun 2013 sebanyak 1534 anak. Data puskesmas pada tahun 2012 penderita ISPA diDesa Glanggang Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik sebanyak 25 anak (1,87%) dari 1334 anak yang terserang ISPA, sedangkan data tahun 2013 sebanyak 32 anak (2,09%) dari 1531 anak yang terserang ISPA. Dari data diatas menunjukkan peningkatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA pada anak usia 1–5 tahun.
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan pada tanggal 23 Januari2014, pada 10 ibu yang mempunyai anak balita, di Desa
Glanggang Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik
didapatkan bahwa 6 anak (60%) yang menderita ISPA. Hal ini tampak dari kondisi lingkungan yang kotor, status gizi yang kurang dan prilakuorangtua.
Faktor–faktor
lingkunganmeliputikondisisanitasirumah
dankondisi hygiene keluarga (Maryuni, 2010).
Dampak ISPA antara lain otitis media (infeksitelingaakut), sinusitis, bronchitis kronik, dan pneumonia (Sugiono, 2010).
Upaya perawatan yang harus dilakukan oleh perawat terkait dengan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah melakukan deteksi dini dari penyakit batuk pilek yang sering
menyerang anak, memberikan
penyuluhan pada keluarga tentang cara pencegahan dan kesegeraan membawa anak berobat ke pelayanan kesehatan bila anak mengalami batuk pilek yang tidak kunjung sembuh, memberikan perawatan yang optimal sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh ruangan sehingga mendapatkan hasil
yang optimal dan kemungkinan
keparahan atau komplikasi dapat dicegahdanpemenuhannutrisiataugizi
yang cukupdanseimbang agar
anaktidakmudahterkenapenyakit ISPA. Dari uraian diatas Infeksi Saluran Pernafasan Atas atau ISPA dapat dicegah dan diobati dengan penangan yang tepat.(Widoyono, 2008).
Penelitian ini menggunakan metode Analitik Korelasi untuk mengetahui hubungan antara variable independen dan dependen dengan pendekatan cross secsional, yakni rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor resiko dengan penyakit (Hidayat, 2007)
Dalam penelitian ini variabel independennya adalah lingkungan fisik rumah yang meliputi jenis lantai rumah, dinding rumah dan ventilasi rumah. Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian ISPA pada anak balita.
Faktor lingkungan rumah, meliputi ; a. Jenislantairumah
b. Kondisidindingrumah c. Luasventilasirumah
Pengklasifikasian ISPA
berdasarkanberatringannyapenyakit
a. ISPA non pneumonia
(batukpilekbiasa)
b. ISPA pneumonia
(batukpilekdisertainafascepatdan stridor)
c. ISPA pneumonia berat
(batukpilekdisertaisesaknafas,
tarikandinding dada
bagianbawahkearahdalam, stridor, tidakbisamakan,muntah,demam> 38°c, kejangdankesadaranmenurun. Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Anak balita di Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik pada bulan April-Mei Tahun 2014 sebanyak 102 anak. Sampel penelitian ini adalah sebagian anak balita di Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik pada bulan April-Mei Tahun 2014 sebanyak 81 Anak.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis sampel
non probability sampling dengan
Accidental sampling yaitu pengambilan sampel secara aksidental dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu
tempat sesuai dengan konteks
penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner untuk
mendapatkan informasi subyek
penelitian melalui wawancara. dan
lembar observasi untuk mengetahui kejadian ISPA yang diderita oleh anak.
Untuk
mengetahui
besarnya
hubungan disajikan dalam bentuk
tabel
silang
antara
variabel
independen
dan
dependen
,
selanjutnya dilakukan uji
Chi
Square
dengan nilai kemaknaan
p
=
0,05 artinya bila nilai
p ≤ 0,05 ma
ka
Ho ditolak artinya terdapat hubungan
faktor
lingkungan
fisik
rumah
dengan kejadian ISPA pada anak
balita, sebaliknya bila nilai
p
≥ 0,05
maka Ho diterima artinya tidak ada
hubungan faktor lingkungan fisik
rumah dengan kejadian ISPA pada
balita ( Hidayat, 2007).
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Tempat Penelitian
Pada penelitian ini lokasi yang digunakan adalah Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik yang memiliki luas wilayah 104 ha dengan jumlah penduduk 950 jiwa dengan 260 KK terdiri dari 2 RW dan 5 RT. Jumlah pasangan yang memiliki anak balita sebanyak 97 jiwa. Kepala Desa Glanggang bernama Moh. Zainul Arifin.
Adapun batas wilayah Desa
Glanggang Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik meliputi: Sebelah utara dengan Desa Bendungan Kecamatan Duduk, sebelah selatan dengan Desa Gemining Kecamatan Duduk, sebelah barat dengan Desa Palebon Kecamatan Duduk. Di Desa Glanggang terdapat satu BPS dan Polindes yang terdapat satu bidan dan 2 perawat.
Karakteristik Umum Responden Tabel 1
Distribusi Frekuensi Umur Ibu Balita di Desa Glanggang Kecamatan Duduk SampeyanKabupaten Gresik Tahun 2014.
Umur Frekuensi Persentase < 20 tahun 8 9.9 20 - 30 tahun 58 71.6 31 - 40 tahun 14 17.3 > 40 tahun 1 1.2 Jumlah 81 100.0
Sumber : Data primer, 2014
Berdasarkan tabel 1 dapat digambarkan bahwa dari 81 ibu sebagian besar berumur 20–30 tahun sebesar 58 ibu balita (71,6%).
Tabel2
Distribusi Pendidikan di Desa
Glanggang Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik tahun 2014.
Pendidikan Frekuensi Persentase
RENDAH 35 43.2
MENENGAH 43 53.1
TINGGI 3 3.7
Jumlah 81 100.0
Sumber : Data primer, 2014
Berdasarkan tabel 2 dapat digambarkan bahwa dari 81 ibu yang memiliki anak balita sebagian besar ibu berpendidikan Menengah sebesar 43 ibu balita (53.1%).
Tabel3
Distribusi Pekerjaan di Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik tahun 2014.
Pekerjaan Frekuensi Persentase Tidak Berkerja 30 37.1 Tani 20 24.7 Swasta 21 25.9 Wiraswasta 7 8.6 PNS 3 3.7 Jumlah 81 100.0
Sumber : Data primer, 2014
Berdasarkan tabel 3 dapat digambarkan bahwa dari 81 ibu yang memiliki anak balita hampir sebagian ibu balita yang tidak berkerja sebesar 30 ibu balita (37.0%).
Tabel 4
Distribusi berdasarkan jenis kelamin anak balita di Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik tahun 2014.
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 37 45.7
Perempuan 44 54.3
Jumlah 81 100.0
Sumber : Data primer, 2014
Berdasarkan tabel 4dapat digambarkan bahwa dari 81 ibu yang memiliki anak balita sebagian besar anak berjenis kelamin perempuan sebesar 44 anak balita (54.3%).
Tabel5
Distribusi berdasarkan umur anak balita di Desa Glanggang Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik tahun 2014.
Umur anak Frekuensi Persentase
12 bln-3 thn 62 76.5
>3 thn-<5 thn 19 23.5
Jumlah 81 100.0
Sumber : Data primer, 2014
Berdasarkan tabel 5 dapat digambarkan bahwa dari 81 ibu yang memiliki anak balita hampir seluruhnya anak berusia 12 bulan sampai 3 tahun sebesar 62 anak balita (76.5%).
Data Khusus
Tabel6
Distribusi Berdasarkan faktor lingkungan fisik rumah pada Anak balita Desa
Glanggang Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik tahun 2014. Faktor lingkungan fisik rumah Fre kuensi Persen tase Rumah Sehat 35 43.2
Rumah Tidak Sehat 46 56.8
Jumlah 81 100.0
Sumber : Data primer, 2014
Berdasarkan tabel 6dapat
digambarkanbahwa dari 81 ibu yang memiliki anak balita sebagian besar memiliki lingkungan fisik rumah yang tidak sehat sebesar 46 anak (56.8%).
Distribusi Berdasarkan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada
Anak Balitadi Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik tahun 2014.
Kejadian ISPA
pada anak Balita Frekuensi Persentase tidak mengalami ISPA 32 39.5 mengalami ISPA 49 60.5
Jumlah 81 100
Sumber : Data skunder, 2014
Berdasarkan tabel 7 dapat digambarkan bahwa dari 81 ibu yang memiliki balita sebagian besar mengalami ISPA sebesar 49 balita (60.5%).
Tabel 8
Distribusi Tabulasi Silang Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa
Glanggang Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik tahun 2014. Faktor lingkungan fisik rumah Kejadian ISPA J u m l a h Tidak ISPA ISPA f % f % f % Rumah sehat 23 65.7 1 2 34 .3 35 100.0 Rumah tidak sehat 9 19.6 3 7 80 .4 46 100.0 Total 32 39.5 4 9 60 .5 81 100.0 Uji chi-square p value =0.000 Dimana = 0.05
Sumber : Data primer, 2014
Dari hasil penelitian dapat memberikan gambaran bahwa balita yang mengalami ISPA sebesar 49 balita. Dan balita yang tidak mengalami ISPA sebesar 32 Balita dan dari hasil uji chi-square didapatkan p value = 0.000 dengan nilai = 0,05 karena nilai p < , maka H1 diterima berarti ada hubungan antara faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Glanggang Kecamatan Duduk Sampeyan
.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar balita memiliki lingkungan fisik rumah yang kurang atau rumah tidak sehat sebesar 44 responden (54.3%).
Terdapat faktor yang
mempengaruhi lingkungan fisik rumah yaitu kondisi sanitasi rumah dan kondisi hygiene keluarga (Maryuni, 2010). Lingkungan dalam hal ini mempunyai
pengaruh yang besar terhadap
kesehatan anak usia 1-5 tahun atau pada anak balita. Anak yang hidup dilingkungan bersih tidak mudah terserang penyakit, karena kesehatan lingkungan hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya lkesehatan yang optimum pula (Notoatmodjo, 2003).
Sanitasi rumah adalah status kesehatan suatu sanitasi rumah yang meliputi jenis lantai, jenis dinding, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, kepadatan hunian dan pembagian ruangan didalam rumah (Achmadi, 2008).
Menurut angka statistik kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada orang – orang yang menepati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak pada tempat yang tidak sanitar. Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah demikian sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan pemukiman harus mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya menurut Winslow dan APHA, 2002.
Anak balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena ISPA sebesar 2,9 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai memenuhi syarat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang lantainya tidak memenuhi syarat. Lantai rumah yang tidak memenuhi syarat tidak terbuat dari semen atau lantai rumah belum berubin.Rumah yang belum berubin juga lebih lembab dibandingkan rumah yang lantainya sudah berubin. Risiko terjadinya ISPAakan lebih tinggi jika balita sering bermain di lantai yang tidak memenuhi syarat.
Hubungan antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia pada balita bersifat tidak langsung, artinya jenis lantai yang kotor dan kondisi status gizi balita yang kurang baik memungkinkan
daya tahan tubuh balita rendah sehingga rentan terhadap kejadian sakit. Diharapkan bagi keluarga dapat membenahi sanitasi rumah yang ada sehingga anggota keluarga termasuk balita dapat terhindar dari berbagai
macam penyakit yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi kesehatan. Karena bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah demikian sebaliknya.
Hasil penelitian pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang mengalami ISPA.Kejadian ISPA dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku (Maryuni, 2010).Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, terhitung mulai saat dia dilahirkan (Steven, 2005).
Umur sangat mempengaruhi
terhadap kekebalan tubuh anak, sehingga pada usia dibawah 5 tahun akan sangat rentan terhadap serangan ISPA, dan kekebalan tubuh anak berbeda – beda sehingga repon tubuh anak dengan penyakit ISPA berbeda tergantung pada kondisi status gizi anak dan kondisi lingkungan sekitar (Steven, 2005).
Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA maupun kematian karena ISPA. Semakin tua usia balita yang sedang
menderita ISPA semakin kecil
meninggal akibat ISPA dibandingkan balita yang berusia muda. Hal ini tentu akan berpengaruh pada tingkat
produktifitas, sehingga akan
menurunkan potensi dan sumber daya manusia. Oleh sebab itu ISPA yang terjadi pada usia yang lebih muda harus diberikan pengobatan medis yang tepat, mengingat lebih berisiko untuk menjadi pneumonia berat.
Untuk menanggulangi
meningkatnya angka kejadian ISPA
pemerintahmengadakan program
pemberantasan ISPA (P2 ISPA) yaitu secara bertahap menentukan daerah
yang dicakup program,
menyelenggarakan pelatian pada para pelaksana program, melibatkan peran
serta aktiv masyarakat dan
mengupayakan terwujudnya kerjasama lintas sektoral dan lintas program serta penyuluhan tentang cara merawat anak khusus usia 1-5 tahun, di tempat
pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan.
Pada hasil penelitian dengan
menggunakan uji chi square,
menunjukkan bahwa sebagian besar anak balita menderita ISPA sebesar 49 anak (60.5%).
Hasil uji chi square didapatkan hasil p = 0,000 dimana p≤ 0,005 maka
H1 diterima artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Glanggang Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik tahun 2014. Terdapatfaktor yang mempengaruhiterjadinya ISPA yaitufaktorlingkungan yang terdiridarikondisisanitasirumah, kondisi hygiene keluargadanfaktorindividuanak (Maryuni, 2010).
Lingkungan dalam hal ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan anak usia 1-5 tahun atau pada anak balita. Anak yang hidup dilingkungan bersih tidak mudah terserang penyakit, karena kesehatan lingkungan hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya kesehatan yang optimum pula (Notoatmodjo, 2003).
ISPA suatu keadaan dimana kuman penyakit menyerang alat-alat tubuh yang digunakan untuk bernafas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang
tenggorokan sampai ke
paru-paru.Penyakit ISPA dapat ditularkan melaui air ludah, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup orang sehat kemudian masuk ke saluran pernafasan dan bersin (Steven, 2005).
Semakin baik lingkungan sekitar
anak maka akan meminimalkan
terjadinya ISPA, dan anak yang tinggal dilingkungan yang sehat dan rumah yang sehat akan tidak mudah terkena ISPA atau infeksi lainnya. Sehingga peran orang tua dalam menjaga kebersihan lingkungan dan rumah sangat penting. Semakin baik kondisi lingkungan fisik rumah pada anak dan status gizi anak seperti asupan nutrisi dari makanan yang bergizi maka akan memperkuat daya tahan tubuh sehingga
system imun anak akan semakin kebal terhadap penyakit infeksi dan anak akan terhindar dari penyakit ISPA. Karena bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah demikian sebaliknya. Untukmenanggulangiangkakejadia n ISPA sekarangpemerintahmengadakan program imunisasibagibayiusia 2 bulansampai 11 bulandenganpemberianvaksin influenza untuk
mencegahpenyakit influenza.
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan kuesioner pada responden ibu balita bulan April sampai Juni 2014.
Balita di Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik sebagian besar memiliki lingkungan fisik rumah yang kurang sehat.
Balita di Desa Glanggang
Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik Sebagian besar mengalami ISPA.
Ada hubungan antara Faktor Lingkunga Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada balita di Desa
Glanggang Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Umar Fahmi, 2008.
Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : Universitas Indonesia (Ui-press)
Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rieke Cipta
DepKes, 2003. Manajemen Terpadu Balita Sakit, Jakarta : Departemen Kesehatan berkerjasama dengan World Health Organization
_______, 2005. Pedoman
Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita, Jakarta
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tekni Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
_______, 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
_______, 2005. Pengantar ilmu keperawatan anak (Edisi 1), Jakarta : Salemba Medika _______, 2006. Pengantar kebutuhan
dasar manusia, Jakarta : Salemba Medika
Kusnoputranto, Haryoto & Susanna, Dewi. 2005. Kesehatan Lingkungan. Depok :
Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.
Maryunani, Anik, 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/MENKES/SK/VII/2002. Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Notoatmodjo, S, 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC __________, 2010. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
__________, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam, dkk, 2005. Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika
________, 2008. Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Penelitian Keperawatan (Edisi 2). Jakarta : Salemba Medika
________, 2009. Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Shelow, Steven, P. 2005. Perawatan
untuk Bayi dan Balita. Jakarta : Arcan
Sugiono, 2010. Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak.Yogyakarta
Supartini, Yupi, 2004. Buku Ajar Konsep Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Tarwono, Wartonah, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : Salemba Medika
Widoyono, dr. MPH, 2008.
Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan
Pemberantasannya Virus Avian Influenza pada Epitel Saluran Pernafasan. Jakarta : Erlangga