• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KOHESIVITAS KELOMPOK KERJA DI KANTOR POS SURABAYA SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KOHESIVITAS KELOMPOK KERJA DI KANTOR POS SURABAYA SELATAN."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KOHESIVITAS KELOMPOK KERJA DI KANTOR POS SURABAYA SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk

Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu

(S1) Psikologi (S.Psi)

Oleh:

Ike Septi Megawati B77212115

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI & KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas kelompok kerja pada karyawan di kantor pos Surabaya Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala kepemimpinan transformasional dan skala kohesivitas. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas. Subyek penelitian ini adalah karyawan kantor pos Surabaya selatan yang berjumlah 58 orang melalui teknik pengambilan sample populatif. Hasil korelasi dari kepemimpinan transformasional dan kohesivitas yaitu 0,401 dengan signifikansi sebesar 0,000 <0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak.Artinya, ada hubungan yang positif antara kepemimpinan trasnformasional dengan kohesivitas pada karyawan di Kantor Pos Surabaya Selatan.

(7)

ABSTRACT

This Research aims to develop the correlation of transformational leadership with cohesiveness in Kantor Pos Surabaya Selatan. This research is a correlation using data collection techniques such as transformational leadership scale and the scale of cohesiveness. The hypothesis of this research was that there is a positive relation between transformational leadership and cohesiveness. The subject of this research are about 58 with sampling techniques populatif sampling. The correlation value between transformational leadership and cohesviveness was 0,401 with significance of 0,000 <0,05 so Ha is received, and Ho is rejected, The Result shows that there is a positive relationship between transformational leadership with cohesiveness at employee in pos office surabaya south.

(8)

DAFTAR ISI

1. Pengertian kohesivitas kelompok kerja ... 21

2. Faktor-faktor kohesivitas kelompok kerja... 27

3. Aspek-aspek kohesivitas kelompok kerja.. ... 33

4. Dimensi Kohesivitas kelompok kerja… ... 36

B.Kepemimpinan Transformasional ... 38

1. Pengertian kepemimpinan Transformasional ... 38

2. Aspek-aspek kepemimpinan Transformasional ... 45

3. Faktor-faktor Kepemimpinan Transformasional ... 50

4. Syarat-syarat kepemimpinan Transformasional…. ... 53

5. Ciri khas kepemimpinan Transformasional…….. ... 54

6. Karakteristik kepemimpinan Transformasional………. ... 54

7. Kelebihan dari kepemimpinan Transformasional….. ... 55

8. Tipe-tipe kepemimpinan Transformasional…… ... 55

C.Hubungan kepempinan transformasional dengan kohesivitas ... 60

(9)

C.Pengumpulan Data ... 71

1. Skala Pengukuran ... 72

a. Skala Kohesivitas kelompok kerja ... 73

b. Skala Kepemimpinan transformasional ... 75

D.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 78

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81

A.Hasil Penelitian ... 81

1. Profil Kantor Pos Surabaya Selatan ... 81

2. Deskripsi Subyek ... 81

3. Pelaksanaan Penelitian…. ... 84

B.Deskripsi validitas dan reliabilitas data ... 85

1. Uji Validitas ... 85

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan suatu perusahaan tergantung dari kohesivitas kelompok

kerja. Kohesivitas kelompok kerja merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kemajuan perusahaan, membentuk karyawan dengan kohesivitas

tinggi adalah tugas pimpinan. Karyawan dipandang sebagai sumber daya yang

penting dan merupakan salah satu unsur pokok yang menentukan tercapainya

tujuan organisasi. Harapan perusahaan terhadap tiap karyawan dipekerjakan

dalam perusahaannya. Agar karyawan memberikan hasil kerja yang baik pada

perusahaan.

Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan kerja dipengaruhi oleh

masing–masing karyawan yang melakukan pekerjaan itu. Zainun (2001)

menegaskan bahwa keberhasilan setiap perusahaan sangat dipengaruhi oleh

kualitas manusia yang dimilikinya oleh sebab itu identifikasi, eksploitasi

,pengembangan dan bilamana perlu daya yang bersumber dari manusia dalam

perusahaan dan dalam masyarakat dapat di eksploitasi dan dimanipulasi secara

positif untuk kemanfaatan bagi semua pihak. Beberapa faktor yang mempengaruhi

kohesivitas kelompok kerja yaitu (1). Setiap karyawan pada kelompok yang

kohesif mempunyai rasa memiliki terhadap kelompok. Karyawan atau anggota

(12)

organisasi. (2). kesadaran diri seorang anggota bahwa dia merupakan bagian dari

kelompok. Hal itu menunjukan bahwa apa yang dilakukan oleh seorang anggota

kelompok akan dihayati sebagai perbuatan dari dan untuk kelompok itu sendiri.(3)

toleransi yang tinggi dalam berhubungan antar individu dalam kelompok akan

memunculkan kerjasama yang terbina dengan baik. (4) Pemimpin jarang

memberikan hukuman. Hal ini dapat dilakukan bila pemimpin memperhatikan,

hak dan kewajiban setiap anggota sesuai dengan porsinya. (5) Anggota

berkomitmen tinggi untuk menjaga keutuhan kelompok. Dan banyak faktor yang

mempengaruhi kohesivitas, diantaranya adalah kepemimpinan, komunikasi,

pengambilan keputusan, perilaku, penghargaan dan imbalan (dalam Ilyas, 2003).

Komitmen anggota tersebut berdasarkan kesediaan anggota untuk patuh

pada norma kelompok. Menurut Veroff dan Veroff (dalam Saryanti, 2009).

Namun salah satu hal yang sudah bisa ditafsirkan adalah kepemimpinan

trasnformasional. dikarenakan kepemimpinan transformasional menunjang

kohesivitas. Menurut Adair (dalam Ilyas, 2003), mengemukakan bahwa

kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan kekompakan kelompok kerja untuk

mencapai tujuan selanjutnya.

Kerjasama antara karyawan satu dan lainnya dalam satu kelompok kerja

diperlihatkan adanya rasa ketertarikan satu sama lainnya, kondisi ini selanjutnya

akan dapat merangsang semua anggota untuk menanamkan nilai- nilai perusahaan

dalam diri, sehingga perilaku karyawan cenderung berdasarkan pada nilai dan

norma yang tumbuh dalam perusahaan tersebut kuatnya nilai yang tumbuh

(13)

3

kelompok kerja. Sehingga kerja yang dihasilkan menjadi baik.Perusahaan pun

terpenuhi harapannya, yaitu tercapainya tujuan perusahaan.

Suatu perusahaan jasa maupun industri pada dasarnya dapat dianggap

sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi atau suatu organisme sosial yang

didalamnya kesinambungan kegiatan dan proses yang konstan melakukan

adaptasi terhadap perubahan. Bahwa organisasi itu sebagai pola hubungan

antara manusia yang ikut sertakan dalam aktivitas dimana satu sama lain

saling tergantung untuk satu tujuan tertentu.

Kohesivitas kelompok kerja sangat diutamakan untuk menjalin hubungan

sesama anggota kelompok lain, adanya interaksi, hubungan yang harmonis,

hubungan yang baik bawahan dengan pimpinan dan sebaliknya pimpinan

menjalin hubungan yang harmonis dengan bawahannya.

Kohesivitas merupakan unsur penting dari lingkungan kerja di perusahaan,

di mana sebuah kelompok kerja karyawan memerlukan kohesivitas dalam

mewujudkan kemenangan , visi dan misi. Salah satu faktor yang

turutmenentukan kohesivitas adalah kepemimpinan di perusahaanIdealnya

karyawan yang memiliki kohesivitas tinggi akan selalu senang dan membaur

dengan kelompok lain di lingkungan kerja yang sama. Meningkatkan hasil

kerja yang dilakukan dengan secara berkelompok, semangat yang tinggi. Tanpa

adanya kohesivitas kelompok kerja maka perusahaan atau organisasi tidak

(14)

Menurut Newcomb (dalam Arninda dan Safitri, 2012) kohesivitas

kelompok kerja diistilahkan dengan kekompakan. Kekompakan itu sendiri

dimaknai sebagai derajat sejauh mana anggota kelompok atau karyawan melekat

menjadi satu kesatuan yang dapat menampakkan diri dengan banyak cara dan

bermacam-macam faktor yang berbeda serta dapat membantu kearah hasil yang

sama. Hal tersebut dapat didukung dengan adanya keinginan untuk memajukan

organisasi dan mempunyai kesamaan rasa yang bisa ditunjukkan melalui perilaku

kerja karyawan.

Kohesivitas karyawan dalam sebuah organisasi dapat menunjukkan

kondisi yang kohesif di mana hubungan dan interaksi antar karyawan dapat

dikatakan cukup erat, namun dapat pula terjadi sebaliknya yakni kondisi tidak

kohesif tidak di mana interkasi anggota kelompok cenderung tidak erat.

Kepemimpinan merupakan suatu proses dimana individu dapat

mempengaruhi anggota kelompoknya untuk dapat mencapai tujuan bersama.

Sedangkan kepemimpinan trasnformasional adalah bentuk interaksi antara

pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh

pemimpin untuk mengubah perilakubawahannya menjadi seorang yang mampu

dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan

bermutu (Munandar,2006) sedangkan menurut Burns (dalam Yulk, 1994)

kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses dimana para pemimpin dan

pengikut saling menaikan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.

Kepemimpinan trasnformasional menunjuk kepada proses untuk membangun

(15)

5

pengikut untuk mencapai sasaran organisasi. Yulk (1994) berasumsi sejauhmana

seorang pemimpin disebut transformasional diukur dalam hubungannya dengan

efek pemimpin tersebut terhadap pengikut. Pemimpin mengubah bawahannya,

sehingga tujuan kelompok kerjanya dapat dicapai bersama. kepemimpinan

trasnformasional merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan

organisasi atau perusahaan. Berhasil atau tidaknya kegiatan perusahaan sering

dikaitkan dengan keberadaan pimpinan dalam perusahaan tersebut, tanpa

kepemimpinan yang efektif maka kegiatan perusahaan sulit untuk diarahkan pada

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan yang cerdas sangat memahami bahwa perilaku, hubungan,

dan sikap individu berpotensi untuk tidak konsisten dalam kerja sama; sehingga

dibutuhkan nilai-nilai yang tegas dan konsisten untuk mengharuskan semua

perilaku, hubungan, dan sikap individu patuh pada nilai-nilai organisasi agar dapat

membangun lingkungan kekompakkan (Kohesivitas) yang produktif.

Nilai-nilai memiliki kekuatan untuk menyatukan kualitas orang-orang

agar dapat bekerja sama dalam kolaborasi dan sinergi yang terfokus pada tujuan.

Dan, pengaruh dari energi nilai-nilai kerja tersebut, haruslah menyebabkan ratusan

bahkan ribuan orang di dalam organisasi, dapat saling melayani dan saling

berkontribusi untuk pencapaian tujuan. Kepemimpinan perlu di dukung juga oleh

sejumlah factor lain agar bisa membangun the dream team.sebut saja kesamaan

visi ,menjalani rencana kerja dengan memegang kode etik,saling memberdayakan

,adanya delegasi tugas dan penghargaan atas kinerja rekan kerja.Bahkan

(16)

di lakukan.Hanya pemimpin yang berkarakter kuat yang memiliki ketegasan dan

sikap adil dalam memaksimalkan tim kerjanya.

Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang

tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu

kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya, atau kewenangannya yang

dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya

kepemimpinan yang akan diterapkan. (http://www.kompasiana.com/ciciarumsari/

Strategi-leadershipuntukkekompakkantim-kerjanya)

Fenomena dalam penelitian ini adalah berawal dari pengalaman peneliti

yang pernah magang dari tanggal 2 November 2015 sampai dengan tanggal 19

Desember 2015 di Kantor Pos Surabaya Selatan. Kantor Pos berdiri pada tahun

1961 Kantor Pos merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa jumlah

karyawan di kantor pos ini yaitu 58 orang.

Kantor Pos Surabaya Selatan terdapat bidang – bidang pekerjaan antara

lain pekerjaan dibidang pelayanan, akuntansi, keuangan, pengolahan, penjualan,

Sdm, Texsa. Slpk. kepanjangan dari slpk adalah sentral layanan pelanggan

korporat, slpk merupakan ruangan kerja untuk mengatur keluar masuknya surat ,

Dan jumlah keseluruhan karyawannya yaitu 58 orang Dari bidang-bidang

pekerjaan dan jumlah karyawan yang telah disebutkan oleh peneliti, data

tersebut diperoleh dari setelah melakukan wawancara dengan salah satu

karyawan bagian SDM.

Fenomena yang ditemukan oleh peneliti ketika magang di Kantor Pos

(17)

7

kerja pada karyawan kantor pos. Dari kata kekompakkan atau kohesivitas ini,

bagi peneliti sangat menarik untuk diteliti. Perusahaan ini tentunya memiliki

kebijakan-kebijakan serta kepemimpinan dan dampak langsung terhadap

pencapaian tujuan perusahan maupun kinerja para karyawannya.

Kekompakkan (kohesivitas) pada karyawan kantor pos surabaya selatan

sangat diutamakan karena untuk menjalin hubungan yang baik antar karyawan

yang lain dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kekompakkan karyawan kantor

pos Surabaya selatan ditunjukkan dalam bentuk keramahtamahan antar karyawan

dan dipengaruhi oleh salah satunya tingkat rasa suka satu sama lain dengan

karyawan lain, karyawan kantor pos senang untuk bersama-sama. Kekompakkan

pada karyawan kantor pos surabaya selatan berjalan dengan baik didasari

dengan adanya kedisiplinan serta adanya pemimpin yang memperhatikan

kekompakkan kerja karyawannya.

Bapak pimpinan kantor pos surabaya selatan berperan sebagai pengamat

bagaimana kekompakkan (Cohesivenes) atau kerjasama pada karyawan kantor

pos ketika bekerja dari jam masuk yaitu jam delapan pagi dan karyawan –

karyawan di kantor pos jemur Surabaya selatan ini karyawannya menyambut

dengan ramah. faktor situasi dan lingkungan akan mempengaruhi gaya

kepemimpinan seorang individu. Lingkungan kerja dikantor pos Surabaya

selatan yang dialami oleh pengalaman peneliti atau mahasiswi ketika magang

yaitu merasakan kenyaman dan interaksi dengan karyawan – karyawan serta

memiliki sifat luwes, karyawan – karyawan di kantor pos surabaya selatan ini

(18)

pos yang menyapa mahasiswi dari uin sunan ampel surabaya sebagai mahasiswa

magang di kantor pos.

Dari lingkungan kerja di kantor pos tersebut mahasiswi yang

berpengalaman magang berperan sebagai pengamat dan merasakan kenyamanan

dengan semua karyawan yang ada disekitar, dari lingkungan kerja yang nyaman

juga mempengaruhi kohesivitas karyawan.

Tugas praktek kerja yang lain di lakukan oleh mahasiswi ketika magang

dikantor Pos Surabaya Selatan yaitu praktek kerja di ruang sumber daya

manusia, ada yang melakukan praktek manajemen keuangan dengan salah satu

karyawan yang mengajarkan mahasiswi magang bagaimana mengatur keuangan

di perusahaan jasa kantor pos surabaya selatan, kekompakkannya (cohesiveness)

atau kerjasama diamati ketika membuka uang yang masih didalam bungkusan

atau plastik karena uang yang sudah diterima ini bagian dari keuangan yang di

pegang oleh bapak S.D. yang bertugas bidang keuangan ini, maka mahasiswi

sebagai pengamat yang berpengalaman magang dibagian keuangan mahasiswi

magang harus ikut serta membantu dengan cara kerjasama serta dibimbing oleh

bapak S, awal kegiatan dibagian keuangan ini adalah membuka bungkus atau

plastik yang berisi uang, kemudian uang tersebut dibendel dengan cara kerja yang

cepat, setelah dibendel kemudian dihitung berapa rupiahnya, kemudian dihitung

dengan menggunakan cara akuntansi di komputer, setelah di hitung kemudian

ditunjukkan kepada bapak pimpinan untuk dimintai tanda tangan. Setelah sesuai

(19)

9

pimpinan mengecek kembali secara nyata uangnya, kemudian dimasukan kedalam

kantong, setelah itu jam tiga sorenya di setorkan ke Bank.

Dari awal kegiatan sampai akhir dibagian keuangan tersebut merupakan

kekompakkan yang dilakukan setiap hari dan adanya pengawasan dari bapak

pimpinan. dibagian keuangan ini mengawali pekerjaan yang berhubungan dengan

keuangan harus disertai dengan kekompakkan karena kekompakkan atau

kerjasama lebih efektif serta memberikan hasil yang lebih baik dan perusahaan

mendapat keuntungan.

Kekompakkan (cohesiveness) kerja di bagian marketing yang dilakukan

oleh karyawan sangat baik, kerjasama dengan karyawan lain diamati ketika

bekerja secara cepat dan tepat saat menaikan barang berupa box (kerdus besar)

yang berjumlah kurang lebih 40 Box ke dalam truk kantor pos yang akan dikirim.

dari penjelasan diatas merupakan hasil pengamatan dari mahasiswi ketika

magang.

Fenomena lain yang diamati oleh mahasiswa magang sebagai peneliti

yaitu melihat bagaimana kerjasama karyawan di bagian antaran, di bagian antaran

ini karyawannya bekerja secara kompak (kohesif) dan disiplin dalam bekerja

tugas karyawan di bidang antaran ini adalah menyortir surat dan paket serta

pemberian struk pengiriman, dibidang antaran ini kerjasama antar karyawan

dilihat ketika masing- masing karyawan mendapatkan tugas menyortir setelah itu

paket maupun surat yang telah disortir dan telah mendapat persetujuan dari

ketua bidang sortir, masing-masing karyawan berangkat secara bersama-sama

(20)

Semakin karyawan – karyawan kompak (kohesif) dalam bekerja maka

hasil kerja yang didapatkan adalah semakin baik serta merasakan kenyamanan

dalam bekerja. Serta kepemimpinan itu sendiri memiliki berbagai macam hasil

antara lain kepuasan pengikut atau karyawan. Pemimpin di kantor pos ini

memiliki kemampuan untuk membawa membawa kepada perubahan perubahan

dalam visi, strategi dan budaya organisasi, pemimpin di kantor Pos Surabaya

Selatan ini di saat karyawan memulai bekerja selalu membimbing, memberikan

perhatian kepada karyawan yang mengalami kesulitan bekerja, pemimpin di

kantor pos ini juga memberikan perhatian, membina, dan melatih setiap

karyawan secara khusus dan pribadi, pemimpin dikantor pos ini membangkitkan

kebanggaan, membangkitkan semangat para karyawan dalam bekerja, serta

menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para bawahannya.

Mahasiswi yang pernah magang dan sebagai Peneliti mengamati

mengenai kekompakkan (cohesiveness) kerja karyawan selama satu bulan magang

di Kantor Pos Surabaya Selatan dan mengapa peneliti (mahasiswi) tertarik

meneliti di kantor pos jemur surabaya selatan, alasan yang tepat bagi mahasiswi

yaitu karena bapak pimpinan dan keseluruhan karyawaan di kantor pos jemur

andayani ini welcome dengan peneliti dari pemaparan fenomena diatas

merupakan pengalaman magang yang menarik oleh peneliti atau mahasiswi Uin

Sunan Ampel Surabaya.

Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk mengambil judul :

“Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Dengan Kohesivitas

(21)

11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diformulasikan rumusan

permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain : Apakah

terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas

kolompok kerja di Kantor Pos Surabaya Selatan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan peneliti ini adalah

mengetahui apakah terdapat hubungan antara Kepemimpinan Transformasional

(22)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan kajian yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu yang bergerak dalam bidang psikologi industri

dan organisasi, serta dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan, dan

dapat dijadikan pedoman untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan lain para karyawan,

pimpinan dan perusahaan dalam meningkatkan kohesivitas kelompok kerja

ditinjau dari kepemimpinan sehingga dapat diambil langkah – langkah

(23)

13

E. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian perihal kohesivitas kelompok kerja yang

sudah dilakukan. Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk

mengetahui pengaruh antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan

yang akan dilakukan.

Judul penelitian ini adalah Hubungan kohesivitas kelompok dengan

kinerja karyawan pada bagian pemasaran eksport PT. Biofarma (Persero). Judul

penelitian ini diteliti oleh Dicky Zulkifli dan Umar Yusuf (2014). Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi dengan jumlah subjek 8

karyawan. Dan hasil dari penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang cukup

erat atau sedang antara kohesivitas kelompok kerja dengan kinerja karyawan

yaitu rs = 0.587 artinya semakin tingi kohesivitas kelompok maka semakin tinggi

pula kinerja karyawan yang dimiliki oleh anggota kelompok.

Selain itu ada penelitian lain yang berjudul kohesivitas karyawan ditinjau

dari gender dan bagian kerja.Judul ini diteliti oleh Retno Ristiasih U dan

Purwaningtyastuti (2011), penelitian ini menggunakan analisis statistik two way

analysis of variance. menunjukkan hasil analisis varians 2 jalur (Anava AB)nilai

koefisien F bagian sebesar 1.247 dengan p > 0.05. dan dapat dikatakan bahwa

tidak ada perbedaan kohesivitas menurut bagian kerja. Nilai koefisien F gender

sebesar 0.374 dengan p>0.05 menunjukkan bahwa menurut gender (pria dan

wanita) juga tidak ada perbedaan kohesivitas. Koefisien F interaksi terdapat angka

sebesar 0.173 dengan p > 0.05 yang berarti bahwa tidak ada interaksi antara

(24)

hipotesis alternatif gagal menolak hipotesis nol sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan kohesivitas ditinjau dari bagian kerja dan gender.

Selain penelitian – penelitian diatas peneliti juga menemukan judul

serupayaituHubungan antara kohesivitas kelompok dengan motivasi kerja

pegawai kelurahan di kecamatan kasihan kabupaten Bantul. Judul penelitian

ini diteliti oleh Arninda EDP dan Ranni Merli safitri (2011)mahasiswi dari

fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.Analisis data dalam

penelitian ini adalah menggunakan analisis Product moment. Hasil analisis data

yaitu koefisien korelasinya adalah r = 0.568 (p<0.01) jadi hipotesisnya diterima.

Dan nilai R2 nya yaitu 0.323. variabel kohesivitas menunjukkan kontribusi

sebesar 32.3 % pada motivasi kerja. hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu

terdapat hubungan positif antara kohesivitas dengan motivasi kerja. Semakin

tinggi kohesivitas kelompok maka semakin tinggi motivasi kerja pegawai

Peneliti juga menemukan tema serupa yaitu Kohesivitas kelompok dan

Komitmen organisasi pada financial advisor asuransi “X” Yogyakarta. Judul

penelitian ini diteliti oleh Vivia R. T dan Fuad Nashori, (2011)dari Jurnal

Pryeksi, Vol. 6 (2), 12 – 2- Psikologi, Fakultas dan Ilmu Sosial Budaya

UII.Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kohesivitas

kelompok dengan komitmen organisasi. Subjek penelitian adalah sejumlah

Financial Advisor di agen asuransi “X” Yogyakarta Meyer (1990) r = 0,943 serta

Skala Kohesivitas Kelompok yang disusun berdasarkan dimensi kohesivitas

kelompok oleh Forsyth (1999) r = 0,942. Analisis data menggunakan teknik

(25)

15

hubungan positif yang sangat signifikan antara kohesivitas kelompok dengan

komitmen organisasi (R = 0,680 dan p = 0.000, p<0,01), makin tinggi tingkat

kohesivitas kelompok, makin tinggi pula komitmen organisasi.

Judul penelitian ini adalah kohesivitas ditinjau dari kepemimpinan

transformasional pada karyawan PT. Primayudha Mandirijaya. judul ini diteliti

oleh Nurul Cholidah (2011) dari Universitas Sunan Kalijaga Yigyakarta. Subjek

penelitian ini adalah karyawan spinning 2 shift II PT.Primayudha, jumlah subjek

61 orang. Teknik sampel menggunakan cluster random sampling dan pusposive

sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis product moment dari

pearson. Hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai rxy sebesar 0,448 ada

hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan

kohesivitas karyawan dan dengan sumbangan kepemimpinan transformasional

terhadap kohesivitas karyawan sebesar 20%.

Judul penelitian ini adalah Hubungan antara komunikasi yang efektif

dan harga diri dengan Kohesivitas Kelompok pada Pasukan Suporeter Solo

Sejati (Pasoepati). Judulini diteliti oleh Hertina, Tuti dan Arista dari (Jurnal

Psikologi Universitas Sebelas Maret ).hasil analisis regresi dua prediktor,

diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.723: P = 0.000 (p < 0.05) dan F

hitung 107,701 > F tabel 3.042. hasilnya ada hubungan signifikan antara

komunikasi yang efektif dan harga diri dengan kohesivitas kelompok pada

pasoepati dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.592 dan ada hubungan yang

signifikan antara harga diri dengan kohesivitas kelompok pada pasoepati yang

(26)

sebesar 0,522 atau 52,2%, terdiri atas kontribusi komunikasi yang efektif

terhadap kohesivitas kelompok sebesar 45,8 %. Dan kontribusi harga diri terhadap

kohesivitas kelompok sebesar 6,4% ini berarti masih terdapat 47,8 faktor lain

yang mempengaruhi kohesivitas kelompok.

Judul penelitian ini adalah Hubungan antar kepemimpinan

transformasional dengan kohesivitas kelompok Di PT. Pertamina Surabaya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ori Maharsita Molia (2006) peneliti menuturkan

hasil penelitiannya yang signifikan antara kepemimpinan trasnformasional dan

kohesivitas kelompok (f = 8,996) dengan p =0,005 :p<0,005 ), hal ini berarti

dengan tingkat kepemimpinan transformasional yang semakintinggiakan

meningkatkan kohesivitas kelompok, berarti semakin baik pelaksanaan

kepemimpinan transformasional, maka kohesivitas kelompok akan semakin kuat.

Penelitian yang dilakukan oleh Prihandini yang berjudul Hubungan antara

Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) dan

kohesivitas kelompok dengan iklim organisasi. Penelitian ini menunjukkan ada

hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Organizational Citizenship

Behavior dengan iklim organisasi yakni sebesar 0.242 dengan nilai signifikansi

p=0.04 (p < 0.05). Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya

terdapat pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,

penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim organisasi

dengan Organizational Citizenship Behavior

Judul penelitian ini adalah Kohesivitas Kelompok Karyawan di Yayasan

(27)

17

pengolahan yang digunakan melalui perhitungan mean, devisiasi standar,

koefisien variasi, diagram batang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor

kohesivitas tertinggi adalah kekuatan sosial dengan mean 5,96. Sedangkan

berdasar karakteristik responden kohesivitas tertinggi dialami karyawan laki-laki,

berusia >40 tahun, lama kerja > 5 tahun, unit kerja Operasional, pendidikan

terakhir SMA/SMK/Sederajat, asal daerah Surabaya dan belum menikah

Judul penelitian ini adalah hubungan antara gaya Kepemimpinan

transformasional dengan Stres Kerja Karyawan PDAM Surya Sembada Kota

Surabaya, penelitian ini di teliti oleh Wahyu Hamdani dan Seger Handoyo dari

universitas airlangga surabaya.Pengambilan sampel dengan cara acak sederhana

(simple random sampling).Penelitian ini yang menjadi sampel berjumlah 278

orang karyawan. Hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi antara gaya

kepemimpinan transformasional dengan stres kerja karyawan adalah sebesar

-0,450 dengan p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja

karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya

Judul penelitian ini adalahhubungan antara gaya kepemimpinan dengan

kohesivitas kelompok pada karyawan bagian instalasi gizi di instalasi Rumah

Sakit Dr. Saiful Anwar Malang penelitian ini diteliti oleh M. Surya Firmansyah

(2009) Putra.Analisis data yaitu analisis deskriptif, dan analisis korelasi Product

moment.Hasil uji korelasional gaya kepemimpinan dengan kohesivitas dinyatakan

dengan nilai r = .296 dan nilai p = 0,005 = 0.05, karena nilai r positif maka berarti

(28)

kelompok. Hasil uji korelasi gaya kepemimpinan transaksional dengan

kohesivitas dinyatakan dengan nilai r =-0,598, dan nilai p = 0,000 < 0,05, karena

hasilnya negatif, maka berarti gaya kepemimpinan transaksional berhubungan

negatif dan signifikan terhadap kohesivitas kelompok. Hasil uji korelasi antara

gaya kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas dinyatakan dengan nilai

r = 0,241 dan nilai p =0,022 < 0,05 karena nilai r nilainya positif, berarti ada

hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional

dengan kohesivitas kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin Ancok Fakultas Psikologi

Universitas Gadjah Mada. Judul penelitian yaitu Hubungan kepemimpinan

transformasional dan transaksional dan motivasi bawahan di militer. dipenelitian

ini H1= F‐reg =24,660 ada hubungan positif dan signifikan antara

kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional dengan

motivasi bawahan ,Bunyi H2 = r = 0,559, ada hubungan positif dan signifikan

antara kepemimpinan trasnformasional dengan motivasi bawahan ,bunyi H3 = (3)

r = 0,225 ada hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan

transaksional dengan motivasi bawahan.;H4 r = 0,559 berbunyi hubungan antara

kepemimpinan transformasional dan motivasi bawahan adalah sangat kuat dengan

kepemimpinan transaksional dan motivasi bawahan. Subjek dalam penelitian ini

yaitu anggota militer indonesia (bintara dan tamtama).

Penelitian yang dilakukan oleh Yusuf Palgunanto, Suparno, Achmad dan

Dwityanto. Judul penelitian yaitu kinerja karyawan ditinjau dari gaya

(29)

19

antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kinerja karyawan. Subjek

dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan wiraniaga PT. AJB Bumiputera

1912 cabang Salatiga yang berjumlah 43 orang.. hasil analisis korelasi product

moment diperoleh nilai korelasi (r) 0.463 dengan p < 0.01 artinya ada hubungan

positif yang sangat signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan

kinerja.Semakin tinggi gaya kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi

kinerja. Peranan atau sumbangan efektif gaya kepemimpinan transformasional

terhadap kinerja sebesar 21.4% yang ditunjukkan oleh nilai koefi sien determinan

(r2) sebesar 0.214. Hal iniberarti masih terdapat 78.6% faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kinerja di luar variabel gaya kepemimpinan transformasional.

Judul penelitian ini adalah hubungan antara kepemimpinan

trasnformasional dengan organizational citizenship behavior. Judul ini diteliti oleh

Nurvita Indah Sari dan Ni wayan Sukmawati Puspitadewi. Uji hipotesis

menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Populasi

penelitian ini adalah karyawan Yayasan Y atim Mandiri Surabaya

yang berjumlah 36 orang. Subyek yang diteliti meliputi semua yang

terdapat di dalam populasi karena jumlah populasi yang kurang dari

100. Hipotesis ini ada hubungan antara kepemimpinan transformasional

dengan organizational citizenshi p behavior . Berdasarkan hasil

analisis data diperoleh hubungan antara kepemimpinan

transformasional dengan citizenship behavior menunjukkan nilai r

sebesar 0,659 dan p = 0,000 (p<0,05), sehingga hipotesis penelitian

(30)

Dari beberapa penelitian terdahulu yang sudah dipaparkan diatas

terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang akan diangkat

oleh penulis yaitu:

Persamaanya adalah meneliti kohesivitas kelompok, dan orientasi pada

pengembangan sumber daya manusia khususnya Kohesivitas Kelompok Kerja

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya adalah

pertama variabel yang akan diteliti hanya menggunakan dua variabel yakni

variabel kohesivitas dan variabel kepemimpinan transformasional, kedua

perbedaan tempat dan subyek penelitian yang mana penelitian sekarang

(31)
(32)
(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kohesivitas

1. Pengertian Kohesivitas

Kohesivitas sangat penting dalam dunia organisasi dan industri untuk

menjaga performa dari tim kerja dan karyawan untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Peran pemimpin dalam hal ini

sangatlah penting terutama untuk menjaga dan mengakomodir bawahannya

agar sampai pada tingkatan dimana kekohesifan antar karyawan terjalin dengan

erat.

Robbin (2001) menjelaskan bahwa kelompok atau karyawan yang

kohesif ditunjukkan dari adanya kebersamaan dan interaksi yang intensif antar

karyawan.

Kohesivitas kelompok (kekompakkan) erat hubungannya dengan

kepuasan anggota kelompok atau karyawan, makin kohesif karyawan makin

besar tingkat kepuasan karyawan. Dalam kelompok atau karyawan yang

kohesif, karyawan merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi

(34)

Menurut (Walgito,2007) mengemukakan Kohesi Kelompok ialah

bagaimana para anggota kelompok saling menyukai dan saling mencintai satu

dengan yang lainnya. Shaw (1979; dalam Walgito, 2007:46) mengemukakan

bahwa tingkatan kohesi akan menunjukkan seberapa baik kekompakkan

dalam kelompok yang bersangkutan. Untuk mengetahui tingkatan kohesivitas

kelompok, maka umumnya kita menggunakan metode sosiometri (Shaw,

1979)

Menurut (Walgito, 2007:47) Kohesivitas adalah saling tertariknya atau

saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok. Dengan

demikian, kesimpulannya adalah tingkatan kohesi akan dapat mempengaruhi

saling hubungan atau interaksi anggota dalam kelompok bersangkutan.

Dari pemaparan diatas bahwa kohesivitas kelompok kerja adalah adanya

perasaan saling menyukai, saling mencintai dan adanya interaksi dalam

kelompok serta menimbulkan emosional positif.

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lot dan Lot (dalam

Shaw, 1979) menemukan bahwa ada hubungan antara kohesivitas kelompok

dengan kuantitas komunikasi. Kuantitas komunikasi menunjukkan interaksi.

Dengan rank difference correlation, mereka memperoleh koefisien korelasi

0,42 antar kohesi dengan communication level. Korelasi demikian

menujukkan korelasi yang bermakna.Walaupun tidak tinggi. (Walgito,

(35)

23

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh French (dalam Shaw,

1979) judul penelitiannya yaitu hubungan antara kohesi dengan kualitas

interaksi. Mengadakan perbandingan antara kelompok yang terorganisasi

dengan yang tidak terorganisasi. Tiap kelompok diminta untuk memecahkan

persoalan tertentu. Hasil observasi menunjukkan bahwa kelompok yang

terorganisasi lebih kohesif daripada kelompok yang tidak terorganisasi. Ada

pola perilaku yang berbeda antara kedua kelompok. (Walgito, 2007:48)

Yuniasanti (2010) berpendapat bahwa kohesivitas adalah

ketertarikkan anggota tim untuk tetap bersatu, adanya kebersamaan,

merasakan perasaan anggota lain dan memiliki suasana emosional yang

positif. Dampak dari perilaku yang kohesif para anggota adalah kelompok

dapat mencapai misi organisasi dengan mudah.

Menurut Newcomb (dalam Arninda & Safitri, 2012) kohesivitas

kelompok diistilahkan dengan kekompakan. Kekompakan adalah sejauh

mana anggota kelompok atau karyawan melekat menjadi satu kesatuan yang

dapat menanpakkan diri dengan banyak cara dan bermacam – macam faktor

yang berbeda serta dapat membantu kearah hasil yang sama. Kekompakan di

sini memiliki dasar – dasar seperti integrasi struktural, ketertarikan

interpersonal dan sikap – sikap yang dimiliki bersama oleh anggota

kelompok.

(36)

emosional sesama anggota kelompok kerja dimana adanya rasa saling

menyukai, membantu, dan secara bersama - sama saling mendukung untuk

tetap bertahan dalam kelompok kerja dalam mencapai tujuan bersama.

Robbins (2002) menyatakan bahwa semakin kohesif suatu kelompok,

para anggota semakin mengarah ke tujuan. Selanjutnya tingkat kohesivitas

akan memiliki pengaruh terhadap komitmen terhadap organisasi tergantung

dari seberapa jauh kesamaan tujuan kelompok dengan organisasi. Pada

kelompok dengan kohesivitas tinggi yang disertai adanya penyesuaian yang

tinggi dengan tujuan organisasi maka kelompok tersebut akan berorientasi

pada hasil ke arah pencapaian tujuan.

Trihapsari dan Nashori (2011) menjelaskan bahwa pada kelompok

yang kohesivitasnya tinggi, maka para anggotanya mempunyai komitmen

yang tinggi pula untuk mempertahankan kelompok tersebut. Jika anggota

kelompok menunjukkan interaksi dengan sesama anggota secara kooperatif,

maka kelompok tersebut memiliki kohesivitas yang tinggi sedangkan pada

kelompok dengan kohesivitas rendah sebaliknya, perilaku para anggotanya

adalah agresif, bermusuhan dan senang menyalahkan sesama anggotanya

(Purwaningwulan, 2006).

Hornby (2000) mendefinisikan kohesif adalah pembentukan agar

menjadi sebuah kesatuan. Selanjutnya, Alwi., dkk (2005) mendefinisikan

(37)

25

Dari pemaparan berdasarkan teori diatas dengan kata lain secara tidak

langsung akan berpengaruh pada kohesi (cohesiveness) karyawan yaitu

melalui interaksi. Serta karyawan dalam kelompok yang kohesif akan

memberikan respons positif terhadap para karyawan. Kemudian karyawan

yang tertarik pada kelompok akan bekerja lebih semangat, saling bekerjasama

secara kompak untuk mencapai tujuan kelompok maupun organisasi.

Kohesivitas kelompok kerja adalah suatu keterpaduan di dalam

kelompok kerja yang ditandai dengan terjalinnya kerja sama, komunikasi satu

sama lain, bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan kesamaan pandangan

demi tercapainya tujuan kelompok Kesimpulan untuk pemaparan dari teori -

teori diatas bahwa kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota

suatu kelompok.

Dari definisi-definisi beberapa tokoh diatas, peneliti dapat menjelaskan

bahwa untuk menciptakan kohesivitas dalam lingkungan kerja, sangat

diperlukan sumber daya manusia sebagai media yang sangat berperan dalam

proses pencapaian kinerja yang efektif dan pencapaian tujuan dari

perusahaan.

Dalam perusahaan, sumber daya manusia bergabung menjadi anggota

dari beberapa kelompok atau bagian – bagian yang memiliki tugas dan

tanggungjawab yang berbeda – beda. Sumber daya manusia sebagai anggota

(38)

factor pendukungnya adalah terwujudnya kohesivitas pada karyawan.

Dalam kohesivitas terdapat :

a) Kohesivitas dan interaksi

(Walgito, 2007:47) Pengertian kohesivitas adalah saling teretariknya

atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok.

Kesimpulannya adalah tingkatan kohesivitas akan dapat mempengaruhi saling

hubungan atau interaksi anggota dalam kelompok bersangkutan, dan dalam

interaksi, apabila seseorang dengan orang lain tertarik, maka ia akan

mengadakan interaksi, sedangkan kalau.seseorang tidak tertarik dengan orang

lain, maka ia tidak akan mengadakan interaksi

b) Kohesivitas dan pengaruh sosial

(Walgito,2007:49) anggota dalam kelompok yang kohesif akan

memberikan respons positif terhadap para anggota dalam kelompok.

c) Kohesivitas dan Produktivitas

(Walgito, 2007:50) anggota kelompok yang tertarik pada kelompok

akan bekerja lebih giat untuk mencapai tujuan kelompok. Konsekuensi

keadaan yang demikian adalah kelompok dengan kohesivitas lebih tinggi akan

lebih produktif daripada kelompok yang kurang kohesif.

Berdasarkan penelitian dilapangan (field) lebih menunjukkan hasil

bahwa ada perbedann produktivitas antara kelompok kohesivitas tinggi

(39)

27

Penelitian yang dilakukan oleh Goodacre pada tahun (1951) (dalam

Shaw, 1979) serta penelitian Hemphill dan Sechrest (1952) yang meneliti para

personel militer menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan antara kelompok

kohesivitas tinggi dengan kelompok kohesivitas rendah. (Walgito.2007:51)

Demikian pula, penelitian dalam bidang industri yang dilakukan oleh

Van Zeist (1952a: 1952b) (dalam Shaw, 1979) menunjukkan bahwa ada

hubungan positif antara kohesivitas dengan produktivitas. Kemudian

penelitian oleh Dimyati pada tahun (2000) pun menunjukkan hasil ada

hubungan antara kohesivitas dengan produktivitas kelompok.

(Walgito.2007:51)

Menurut Cattel (teori sintalitas) kohesivitas menaikkan sinergi efektif

pada kelompok dalam dua cara, yaitu menaikkan sinergi total kelompok

dengan menghasilkan sikap yang favorable terhadap kelompok pada sebagian

anggotanya dan mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan untuk

memepertahankan atau memelihara kelompok.

2. Faktor - faktor yang mempengaruhi Kohesivitas

Ada beberapa faktor yang dapat dipakai untuk melihat kohesivitas

Menurut Forysth (1999:p.149-151) menyatakan bahwa ada empat faktor yang

mempengaruhi kohesivitas, yaitu social force (kekuatan sosial), group unity

(kesatuan dalam kelompok), attraction (daya tarik), dan teamwork (kerja sama

(40)

Steers (1991) mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi

kohesivitas yaitu sebagai berikut:

1. Keseragaman Kelompok

Makin seragam suatu kelompok dalam latar belakang dan karakterstik para

anggotanya banyak memiliki kesamaan, maka makin tinggi kohesvitanya

2. Kematangan Kelompok

Kelompok cenderung lebih kohesif sejalan dengan waktu yang dilalui.

Interaksi secara kontinu sepanjang periode waktu membantu anggota

membangun kedekatan dalam hal pengalaman bersama

3. Ukuran Kelompok

Kelompok yang kecil mempermudah membangun khesivitasnya, hal ini

dimungkinkan karena semakin sedikit rupa – rupa pola interaksi antar

anggotanya.

4. Frekuensi Interaksi

Kelompok yang memiliki kesempatan yang besar untuk berinteraksi

cenderung menjadi lebih kohesif disbanding kelompok yang jarang sekali

mengadakan pertemuan rutin.

5. Kejelasan Tujuan Kelompok

Kelompok yang enggan dengan jelas mengetahui apa yang berusaha

mereka selesaikan akan menjadi lebih kohesif karena mereka

merundingkan misi bersama – sama dan tidak ada konflik dalam misi

(41)

29

6. Persaingan dan Ancaman dari luar

Ketika kelompok merasakan adanya ancaman dari luar, mereka cenderung

untuk bersatu lebih dekat.

7. Kesuksesan

Kesuksesan kelompok dalam tugas sebelumnya seringkali meningkatkan

kohesivitas dan perasaan “kami melakukan bersama-sama”

Lebih lanjut, Steers (1991) menambahkan, konsekuensi dari kohesivita

adalah sebagai berikut:

1. Konsekuensi yang terbesar adalah pemeliharaan keanggotaan Jika hal yang

menarik dalam kelompoknya lebih besar daripada hal yang menarik di

kelompok lain, maka dapat diharapkan anggota kelompok tersebut akan tetap

pada kelompokya, sehingga turnover dapat diperkecil.

2. Anggota kelompok yang tinggi kohesivitas, cenderung meanmpakkan

partisipasi dan loyalitas. Pada beberapa studi memperlihatkan bahwa jika

kohesivitas meningkat, maka semakin banyak frekuensi komunikasi diantara

anggota. Semakin tinggi derajat partisipasi dalam aktivitas kelompok dan

semakinm berkurang (absenteeism). lebih dari itu, anggota kelompok yang

kohesif cenderung untuk lebih koperatif dan mudah bergaul dan mudah

bergaul secara umum berperilaku dalam mengembangkan hubngan antar

(42)

3. Anggota kelompok yang tinggi kohesivitasnya secara umum akan

menghasilkan level kepuasan kerja yang tinggi. Suatu karyawan yang kohesif

dapat memiliki tingkat pelaksanaan kerja yang tinggi atau sebaliknya,

tergantung pada apakah hubungan dengan organisasi induk merupakan

hubungan kerjasama dan saling percaya, atau saling mencurigai. Absensi dan

turnover biasanya rendah dalam kelompok yang kohesif, dan kekohesivitasan

dapat mempermudah kerja. Tingkat kekohesivitasan dalam suatu kelompok

tergantung pada keragaman kelompok dan karakteritik anggota.

Sedangkan menurut Robbins (dalam Munandar, 2001) ada beberapa

faktor yang menentukan tinggi rendahnya kohesivitas ,yaitu:

1. Lamanya waktu bersama dalam kelompok, makin lama berada bersama

dalam kelompok maka akan saling mengenal, makin dapat timbul sikap

toleran terhadap yang lain.

2. Parahnya masa awal, maksudnya adalah makin sulit seseorang diterima

didalam kelompok kerja sebagai anggota, makin lekat kelompoknya.

3. Besarnya kelompok, makin besar kemlompoknya maka makin sulit terjadi

4. interaksi yang intensif antar para anggotanya, makin kurang lekat

kelompoknya.

5. Ancaman dari luar, kebanyakan penelitian mengatakan bahwa kelekatan

(43)

31

6. Keberhasilan dimasa lalu, setiap orang menyenangi pemenang. Jika satu

kelompok kerja, memiliki sejarah yang gemilang, maka terbentuklah esprit de

crops yang menarik anggota-anggota baru, kelekatan kelompok akan tetap

tinggi.

Faktor – faktor lain menurut Menurut Veroff dan Veroff (dalam

Suryanti, 2009) kelompok yang kohesivitasnya tinggi dipersepsikan positif

oleh anggota - anggotanya. Persepsi tersebut mengandung lima aspek atau

faktor - faktor yaitu:

a) Kesadaran diri seorang anggota bahwa dia merupakan bagian dari

kelompok, Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh seorang

anggota kelompok akan dihayati sebagai perbuatan dari dan untuk

kelompok itu sendiri,

b) Toleransi yang tinggi dalam berhubungan antar individu dalam

kelompok akan memunculkan kerja sama yang terbina dengan baik.

c) Pemimpin yang jarang memberikan hukuman. Hal ini dapat dilakukan

bila pemimpin yang memperhatikan hak dan kewajiban setiap anggota

sesuai dengan porsinya.

d) Anggota berkomitmen tinggi untuk menjaga keutuhan kelompok.

Komitmen anggota tersebut berdasarkan kesediaan anggota untuk patuh

(44)

e) Setiap orang pada kelompok yang kohesif mempunyai rasa memiliki

terhadap kelompok. Anggota akan dengan senang hati bekerja sama demi

tercapainya tujuan kelokmpok.

Kesimpulan: dari salah satu faktor kohesivitas diatas yaitu faktor

Pemimpin jarang memberikan hukuman . hal ini dapat dilakukan bila

pemimpin memperhatikan hak dan kewajiban setiap anggota sesuai

dengan porsinya. Faktor diatas merupakan faktor yang mendukung dalam

kohesivitas kelompok kerja dan kepemimpinan transformasional merupakan

salah satu contoh perilaku dari faktor – faktor yang ada dalam kohesivitas..

Dapat dinyatakan sesuai berdasarkan teori kepimpinan yaitu Menurut

Djatmiko (2003, dalam Torang, 2014:63) ada beberapa syarat yang

seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu: Rasa kohesi (menjaga dan

memelihara keutuhan kelompok dan kekompakkan

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat

banyak faktor yang dapat mempengaruhi kohesivitas kelompok, antara lain :

social force (kekuatan sosial), group unity (kesatuan dalam kelompok),

(45)

33

3. Aspek – aspek Kohesivitas

Berdasarkan dari beberapa uraian tetang definisi kohesivitas kelompok

diatas, peneliti dapat menemukan beberapa aspek yang mendukung

terwjudnya kohesivitas kelompok yaitu;

a) Individu tertarik menjadi anggota kelompok

b) Individu merasa tertarik untuk ikut bergabung dalam kelompok

c) Dikemukakan oleh Robbins (1998), Evans dan Jarvis (dalam Hogg, 1992) dan

Vecchio (1995)

d) Diterima sebagai anggota

e) Individu merasa bahwa dirinya diterima oleh anggota kelompok lainnya dan

kelompok itu sendiri.

f) Berkeinginan untuk tetap tinggal dalam kelompok

g) Individu berkeinginan untuk tetap tinggal atau beada dala kelompok.

h) Dikemukakan oleh Robbins (1998), Geenberg (2000), teers (1991), Evans dan

Jarvis (dalam Hogg, 1992) dan Vecchio (1995),

Peneliti menyimpulkan aspek – aspek tersebut karena didasarkan pada

hal – hal yang dapat memperkuat atau mengurangi rasa ketertarikan atau

keterikatan dan persoalan yang berkaitan dengan pengaruh rasa tersebut

terhadap perilaku antar anggota dalam kelompok dan aspek-aspek tersebut

merupakan ciri-ciri kuat yang mendukung terciptanya kohesivitas

(46)

Festinger (dalam Shaw, 1981) mengungkapkan bahwa Increased

cohesiveness leads to greater frequency of interaction among group member.

The greater chanes that member can produce in the behavior of individual.

Yang berarti bertambah kuatnya kohesivitas akan mendorong meningkatkan

frekuensi interaksi antar karyawan.. Makin bertambah kohesivitas itu, makin

besar pula perubahan perilaku inividu yang dapat ditimbulkan para anggota

kelompok atau karyawan.

Oleh sebab itu, sangat mudah dimengerti bila anggota kelompok yang

merasa lebih dekat hubungannya dengan kelompok akan lebih energik dalam

melakukan aktivitas kelompok, akan cenderung hadir dalam pertemuan

kelompok dan akan merasa senang jika kelompok berhasil serta merasa sedih

jika kelompok gagal. Sebaliknya, anggota yang keeratan hubungannya dengan

kelompok tidak seberapa, akan tidak begitu tertarik kepada kegitan kelompok

dan tidak begitu peduli terhadap hasil kelompoknya.

Menurut (Susilo,2005 :29) Faktor – faktor yang melemahkan tingkat

kekohesifan :

1. Konflik

Faktor konflik disini lebih diarahkan kepemahaman ide atau gagasan

seringkali kontras antara dua atau lebih gagasan dari beberapa individu di

dalam kelompok tidak saja dapat menjadi kekuatan tetapi nflik.juga dapat

(47)

35

dengan segera menghentikannya melalui cara yang dianggapnya sesuai

dengan situasi konflik.

2. Kepentingan

Beberapa individu di dalam kelompok seringkali memandang suatu masalah

kelompok dari perspektif kepentingannya..dalam hal kepentingan individu

tersebut memiliki kekuatan untuk memperbaiki atau melengkapi kepentingan

kelompok. Namun ketika dirasakan bahwa kepentingan individu tersebut

bertentangan dengan kelompok individu bersangkutan tidak mau dan mampu

memadukannya dengan kepentingan kelompok, maka kecenderungan yang

akan terjadi adalah melonggarnya perasaan kolektif di dalam kelompok

3. Resiko

Stoner (1993, dalam Susilo.2005) orang cenderung untuk berpikir bahwa

kelompok akan lebih konservatif dan waspada daripada individu. Padahal

banyak bukti yang menunjukkan bahwa dalam beberapa situasi, kelompok

akan mengambil keputusan justru lebih riskan dibanding individu.

4. Waktu

Faktor waktu (duration) merupakan keuntungan bagi keputusan kelompok

karena drajat kualitas keputusan itu dipengaruhi durasi yang dipakai dalam

proses pengambilan keputusan

5. Pikiran yang sering berubah.

(48)

yang sama dalam memandang masalah tersebut akhirnya dalam memulai

pemecahan masalah terjadi pemakain cara yang berbeda. Bagi pemimpin

haruslah disadari bahwa manusia itu memiliki kecenderungan mudah berubah

pikiran sehingga pijakan kesadaran ini akan menyediakan pilihan tindakan

yang jika salah memilihnya dapat melemahkan kekohesifan kelompok

4. Dimensi Kohesivitas

Dimensi – dimensi kohesivitas dikemukakan oleh Forsyth (dalam

Ginting, 2010) mengemukakan bahwa ada empat dimensi kohesivitas

kelompok kerja, yaitu:

a) Kekuatan Sosial adalah keseluruhan dari dorongan yang dilakukan oleh

individu dalam kelompok untuk tetap berada dalam kelompoknya.

Dorongan yang menjadikan anggota kelompok selalu berhubungan.

Kumpulan dari dorongan tersebut membuat mereka bersatu

b) Kesatuan dalam kelompok adalah perasaan saling memiliki terhadap

kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan

keanggotaan dalam kelompok. Setiap individu dalam kelompok merasa

kelompok adalah sebuah keluarga, tim, dan komunitasnya serta memiliki

kebersamaan

c) Daya Tarik adalah individu akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok

(49)

37

d) Kerjasama kelompok : Individu memiliki keinginan yang lebih besar untuk

bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok.Masing-masing dimensi ini

sangat menentukan kekompakkan dalam lingkungan kerja

Kesimpulan dari kohesivitas adalah kekuatan interaksi dari anggota

suatu kelompok dan semakin kuat kohesivitas semakin kuat pula rasa

memiliki dan rasa tarik menarik pada kelompok tersebut

Menurut Forsyth (2006) kohesivitas kelompok kerja memiliki

dampak bagi individu yang ada di dalamnya, diantaranya beberapa

dampak positif dan beberapa dampak negatif.

1. Adapun dampak positif dari kohesivitas yang diungkapkan oleh

Forsyth (2006) diantaranya kelompok (karyawan) yang kohesif memiliki

kemampuan berkembang dari waktu ke waktu karena menjaga anggotanya

dan memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan yang dimiliki,

kohesivitas mampu meningkatkan kenyamanan anggota dalam kelompok,

dapat menurunkan tingkat stres , secara kinerja kelompok yang kohesif

lebih unggul dibandingkan kelompok yang kurang kohesif

2. Sedangkan dampak negatif Forsyth (2006) juga mengungkapkan

bahwa kelompok (karyawan) yang tidak kohesif berisiko karena banyak

anggotanya keluar dari tujuan sehingga kelompok tidak mampu bertahan.

Secara kinerja, kelompok yang tidak kohesif akan jauh tertinggal

(50)

B. Kepemimpinan Transformasional

1. Pengertian kepemimpinan transformasional

Chaplin dalam kamus psikologi (2006;272) pemimpin adalah seseorang

yang membimbing, mengatur, menunjukkan, memerintah atau mengontrol

kegiatan kelompok yang dipimpinnya.

Kepemimpinan transformasional (Munandar, 2006: 1999) adalah

interaksi antara pemimpin dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh

pemimpin/ manajer untuk mengubah perilaku pengikutnya/ bawahannya

menjadi seorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya

mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Pemimpin mengubah

bawahannya, sehingga tujuan kelompok kerjanya dapat dicapai bersama.

Kepemimpinan transformasional menurut (Nawawi, 2003) adalah

pendekatan kepemimpinan dengan melakukan usaha dengan mengubah

kesadaran membangkitkan semangat dan megilhami bawahan atau anggota

organisasi untuk mengeluarkan usaha ekstra dalam mencapai tujuan

organisasi, tanpa merasa ditekan atau tertekan.

Menurut teori ini kepemimpinan transformasional lebih menekankan

pada kegiatan pemberdayaan (empowermwnt) melalui peningkatan konsep

diri bawahan atau anggota positif. Para bawahan/ anggota organisasi yang

memiliki konsepsi positif itu akan mampu mengatasi permasalahan dengan

(51)

39

tertekan sehingga dengan kesadaran sendiri membangun komitmen yang

tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Stogdil (Cahyono, 1992) menyebutkan kepemimpinan adalah suatu

proses tindakan mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam

usahanya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Model

kepemimpinan trasnformasional adalah pendekatan kepemimpinan dengan

melakukan usaha mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja dan pola kerja

dan nilai – niai kerja yang dipersepsikan bawahan bawahan sehingga lebih

mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat

diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan transformaisonal adalah suatu

tindakan atau aktivitas yang secara sengaja mempengaruhi orang lain, unuk

secara bersama - sama mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Sebagai seorang pemimpin harus mampu menginterpretasikan kebutuhan yang

ada dalam diri pengikutnya dan diri sendiri ke dalam tindakan.

Menurut Burns (dalam Yulk,1994) kepemimpinan transformsional

adalah proses dimana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke

tingkat moralitas dan motivasi yang lebih. Kepemimpinan transformasional

menunjuk kepada suatu proses untuk membangun komitmen terhadap sasaran

organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai

(52)

Menurut Burns (dalam Yulk, 1994) kepemimpinan yang

menstransformasi dapat diperlihatkan oleh siapa saja dalam organisasi dan pada

jenis posisi apa saja. Dengan demikian kepemimpinan trasnformasional dapat

dilakukan oleh seorang karyawan kepada teman sejawatnya pemimpin dari

atasan kepada bawahannya. Pendapat tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa

kepemimpinan yang transformasional bukan hanya sebagai proses makro dalam

memobilisasi kekuasaan untuk mengubah sosial dan memperbaiki

lembga-lembaga, namun juga sebagai proses mempengaruhi pada proses mempengaruhi

pada proses mikro antara para individu.

Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasakan adanya

kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat terhadap pemimpin

tersebut. Mereka termotivasi dan memtivasi para pengikut dengan membuat

mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil dari suatu pekerjaan,

mendorong mereka untuk lebih mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan mereka

pada yang lebih tinggi.

Dari pendapat diatas, menurut Bass (1998), dapat ditarik kesimpulan

bahwa kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin dengan para

pengikut yang merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan

hormat terhadap pemimpin tersebut dan pengikut termotivasi untuk melakukan

lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka.

Kepemimpinan transformasional menurut Terry (dalam Kartono, 1998)

(53)

41

mencapa tujuan – tujuan kelompok. Menurut Orway Teod dalam bukunya “The

Art Of Leadership” (Kartono 1998: 38) merupakan kegiatan mempengaruhi

orang – orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

Kepemimpinan transformasional ini berpusat pada asumsi bahwa para

pemimpin dapat mengubah keyakinan, asumsi dan, perilaku karyawan dengan

menarik pentingnya kolektif atau hasil organisasi, secara konseptual,

kepemimpinan transformasional yang mengandalkan kepentingan pribadi

sebagai dasar motivasi para karyawan (Bass & Riggio, 2006)

Tichy dan Devanna (dalam Pudjaatmaka, 1990: 456) pemimpin

transformasional mengenali kebutuhan akan perubahan organisasi, kemapuan

melihat kedepan, mobilisasi komitmen terhadap penglihatan ke depan,

pembentukan budaya perusahaan untuk mendukung perubahan, dan melihat

sinyal perubahan yang baru.

(Burns 1978) Kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses

yang ada para pemimpin dan pengikut untuk saling menaikkan motivasi

moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.

Salah satu tipe kepemimpinan adalah tipe kharismatik.Kharisma

merupakan dasar kepemimpinannya.Kharisma oleh Mar‟at (1981) disebut

psychological synergy, sedangkan Johnson dan Johnson (2000) menyebutkan

sebagai extraordinary power.

(54)

Kepemimpinan transformasional ini berpusat pada asumsi bahwa para

pemimpin dapat mengubah keyakinan, asumsi dan, perilaku karyawan dengan

menarik pentingnya kolektif atau hasil organisasi, secara konseptual,

kepemimpinan transformasional yang mengandalkan kepentingan pribadi

Bagaimanapun kedaan kelompok, pada umunya ada yang memimpin.

Masalah kepemimpinan kelompok merupakan masalah yang cukup tua

menurut Fiedler (1967, dalam walgito 2007:101) sejak manusia berkelompok,

masalah kepemimpinan telah timbul. Artinya, kepemimpinan menyangkut

kelompok dan orang yang mengambil pimpinan berada dalam kelompok. .

(Bass & Riggio, 2006) menjelaskan kepemimpinan transformasional

secara lebih mendalam dan rinci. Bass (1985) menyatakan pemimpin

transformasional memberikan inspirasi terhadap pengikutnya untuk memiliki

visi sesuai dengan organisasi serta turut mengembangkan budaya kerja yang

akan membangkitkan aktivitas kinerja yang tinggi (Bass & Riggio, 2006).

Selain memberikan stimulasi dan inspirasi, pemimpin transformasional

memaksimalkan kemampuan pengikut untuk memberikan usaha terbaiknya dan

mengembangkan kapasitas kepemimpinan yang mereka miliki.Bukti lainnya

mengakumulasikan bahwa kepemimpinan transformasional dapat menggerakan

pengikut untuk mencapai kinerja yang diharapkan seiring dengan kepuasan

serta komitmen pengikut terhadap kelompok atau organisasi.

Berdasarkan penjelasan diatas, kepemimpinan transformasional dapat

(55)

43

secara kreatif dengan menggunakan pendekatan yang baru, melibatkan

pengikutnya dalam proses pengambilan keputusan, menginspirasi loyalitas

pengikutnya dan mencoba memahami perbedaan individualitas pengikutnya

dalam rangka mengembangkan potensi optimal dari pengikutnya (Bass &

Avolio,1994; Avolio 1999).

(Rivai,2013) Kepemimpinan transformasional .Teori kepemimpinan

jenis ini menjalankan kepemimpinan selangkah lebih jauh yaitu berusaha untuk

meningkatkan (mentransformasikan) goal – goal pribadi kepada tujuan yang

lebih tinggi, lebih jauh ke depan yaitu goal – goal kelompok yang lebih luas,

bersifat nasional, bahkan global.

(Munandar, 2006 :199) kepemimpinan transformasional adalah interaksi

antara pemimpin dan pengikutnya,manajer dengan bawahannya ditandai oleh

pengaruh pemimpin/ manajer untuk mengubah perilaku pengikutnya/

bawahannya menjadi orang yang mampu dan bermotivasi tinggi. Pemimpin

mengubah perilaku bawahannya atau anggota, sehingga kelompok kerjanya

dapat dicapai bersama.

Menurut Kreitner (2007) menekankan bahwa kepemimpinan

transformasional tidak hanya mempengaruhi hasil dalam tingkat individual,

namun juga mempengaruhi dinamika kelompok dan hasil dalam tingkat

kelompok.Kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang positif

(56)

memotivasi bawahan dalam melaksanakan tugas bawahan mempercayai

pemimpin karena pemimpin dianggap mempunyai pandangan, nilai dan tujuan

yang dianggap benar dan dikatakan kepemimpinan transformasional karena

dapat memotivasi bawahan untuk mengeluarkan upaya kerja ekstra karena

mereka menyukai pemimpinnya.

Dari pemaparan diatas bahwa kesimpulan dari kepemimpinan

transformasional yaitu pemimpin yang mengubah perilaku atau mengajak

anggotanya, sehingga tujuan kohesivitas kelompok kerjanya dapat dicapai

bersama dan memberikan motivasi kepada bawahannya.Teori yang tepat dari

kesimpulan diatas adalah teori humanistik. (Walgito, 2007:107)

Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), bahwa kepemimpinan

trasnformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam

menguraikan karakteristik pemimpin sehingga para pemimpin kita lebih

berkerakyatan dan berkeadilan sosial.

Dari pemaparan teori menurut Sarros dan Butchatsky (1996)

kesimpulan mengenai teori kepemimpinan trasnformasional yaitu

kepemimpinan yang membawa organisasi pada sebuah tujuan baru yang lebih

besar yang belum dicapai sebelumnya dengan memberikan kekuatan mental

dan keyakinan kepada para anggota agar karyawan bergerak secara sungguh –

sungguh menuju tujuan bersama tersebut dengan mengsampingkan kepentingan

Gambar

Tabel. 1
Tabel. 2
Tabel diatas dapat memberikan penjelasan bahwa berdasarkan jenis
Tabel : 3  Hasil Aitem yang Valid skala kohesivitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Spiritual Leadership adalah kepemimpinan yang mengedepankan moralitas, kepekaan (sensitivitas), keseimbangan jiwa, kekayaan batin dan etika dalam berinteraksi

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kemudahan sehingga penulis bisa

Pada hasil pengujian didapatkan jika waktu yang telah ditentukan atau tombol on- off di aktifkan, maka mikrokontroler sebagai unit kendali utama pada alat akan

Dikatakan sebagai pengayaan ( enrichment ), apabila kepada siswa yang dapat dengan cepat menguasai/ memahami materi pelajaran yang disampaikan pada saat tatap muka

[r]

Permasalahan pada penelitian ini, bukan hanya sebatas pencarian rute terdekat dengan dua buah algoritma Brute Force dan A*, tetapi juga dengan membandingkan jarak dan hasil

Berdasarkan hasil pemantauan BPS Provinsi Maluku Utara, pada pasar tradisional dan pasar modern di wilayah Kota Ternate , bulan Oktober 2015 terjadi inflasi 0,91 persen ,

KAT TA A