• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembenihan Selektif Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis Turunan ke-2 (F-2) | Tridjoko | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 4 43 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembenihan Selektif Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis Turunan ke-2 (F-2) | Tridjoko | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 4 43 1 PB"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENIHAN SELEKTIF KERAPU BEBEK, Cromileptes altivelis TURUNAN KE-2 (F-2)

SELECTIVE BREEDING OF F-2 HUMPBACK GROUPER, Cromileptes altivelis BROODSTOCKS

Tridjoko*, Haryanti, Ahmad Muzaki dan Tatam Sutarmat

Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol PO Box 140 Singaraja 81101 Bali

*Penulis untuk korespondensi, E-mail: rimgdl@indosat.net.id

Abstract

The aim of this experiment was to know the gonad development of humpback grouper Cromileptes altivelis F-2 progeny. The F-2 progeny ishes were produced from selective breeding and composed by Lot 1, Lot 2 and Lot 3. The ishes were reared in the cylinder concrete tanks containing 75 m3, 10 m3 water and loating cages. Fishes were fed with commercial dry pellet in addition with vitamin mix, vitamin C and vitamin E. The result indicated that the mature gonad female of F-2 grouper broodstocks have been achieved. The female broodstocks with 590 g weight produced oocytes with diameter more than 400 µm. Genetic analysis showed that grouper Lot 2 was homogenous, no polymorphism among individual ish, however Lot 1 and Lot 3 showed high heterozygocity as 0.18 and 0.58, respectively.

Key words: Cromileptes altivelis, heterozygocity, individual selection

Pengantar

Budidaya kerapu bebek masih menghadapi beberapa masalah diantaranya pertumbuhan yang relatif lambat dan rentan terhadap serangan penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus. Perbaikan mutu hasil budidaya dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara internal yaitu dengan cara mengeksploitasi sifat-sifat keturunan yang unggul. Salah satunya yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan adalah dengan cara pemuliaan genetik melalui penerapan selective breeding khususnya seleksi individu.

Usaha pembenihan kerapu bebek memiliki kendala berupa ketersediaan induk (Tridjoko et al., 1999). Selama ini induk kerapu yang dipijahkan berasal dari alam yang biasa ditangkap oleh para nelayan. Untuk memperoleh induk kerapu bebek ini relatif sulit, karena hanya ada pada perairan-perairan tertentu saja. Untuk menanggulangi tantangan tersebut, maka sebagai alternatif sudah dilakukan kajian dan usaha-usaha untuk menyediakan induk dari hasil budidaya (F1) dan ternyata sudah berhasil memijah (Tridjoko, 2003). Dengan tersedianya induk hasil budidaya ini diharapkan dapat diproduksi induk yang berkualitas baik dan tidak terjadi penurunan genetik serta bebas penyakit. Produksi benih di hatchery sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, misalnya suhu, salinitas, kualitas pakan, kandungan nutrisi, kepadatan larva dan faktor genetik yang berbeda.

Sementara itu pembenihan kerapu masih banyak dilakukan oleh unit hatchery milik pemerintah, dan akhir-akhir ini sudah mulai berkembang beberapa hatchery milik swasta yang beroperasi secara komersial. Meskipun demikian kualitas benih yang dihasilkan masih sering dikeluhkan oleh para pembudidaya pembesaran kerapu di karamba jaring apung. Oleh karena itu beberapa penelitian mengenai pakan buatan terutama terhadap kandungan nutrisi pada kerapu bebek telah banyak dilakukan (Giri et al., 1999; Suwirya et al., 2001; Suwirya et al., 2002).

(2)

Setelah berhasil memijahkan induk kerapu bebek F-1, maka diharapkan juga keberhasilan memijahkan induk kerapu bebek F-2 untuk tahun berikutnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan induk kerapu bebek F-2 yang matang gonad.

Bahan dan Metode

Ikan Uji

Pada seleksi individu, setiap individu dari populasi (F-2) diukur sifat-sifat yang diinginkan dan selanjutnya pada akhir seleksi hanya individu-individu dengan performa terbaik yang dipertahankan sebagai induk untuk menghasilkan turunan berikutnya (F-3) yaitu ukuran yang paling besar. Kerapu bebek F-2 yang telah didapatkan dari hasil seleksi terdiri dari 3 populasi umur (Lot) yang berbeda. Lot 1 (umur 11 bulan) dipilih 200 ekor dari 2000 ekor; Lot 2 (umur 9 bulan) dipilih 175 ekor dari 1700 ekor dan Lot 3 (umur 7 bulan) dipilih 175 ekor dari 1750 ekor.

Pematangan Gonad

Kerapu bebek F-2 yang telah didapatkan dari hasil seleksi dari kelompok umur yang berbeda (Lot 1, Lot 2 dan Lot 3) tersebut, selanjutnya dilakukan pemeliharaan secara terkontrol untuk dilihat perkembangan gonadnya. Untuk Lot 1 dipelihara pada bak beton berbentuk silinder dengan volume air 75 m3 dan di KJA ukuran 2 x 2 m2, sedangkan untuk Lot 2 dan Lot 3 dipelihara pada bak beton berbentuk segi empat volume 6 m3 dan juga di KJA ukuran 2 x 2 m2. Pakan yang diberikan adalah pellet kering komersial (PG 9-12) dengan kandungan nutrisi sebagai berikut : kadar protein min. 43%, kadar lemak min. 9%, kadar abu max. 13%, kadar serat max. 2% dan kadar air max. 12%, juga ditambahkan vitamin mix, vitamin C dan vitamin E.

Analisis Genetik

Sampel kerapu bebek dari F-2 Lot 1, Lot 2, Lot 3 masing-masing 10 ekor, diekstraksi dengan metode chelex 10% (Ovenden, 2000). Genom DNA dipuriikasi dengan QIA Quick DNA puriication kit system column untuk memurnikan genom DNA. Hasil yang diperoleh selanjutnya diamplifikasi dengan speedy PCR menggunakan primer 2AAM2. Product PCR ampliikasi difragmentasi dengan menggunakan agarose 2% dalam SB buffer 0,5x dan SSCP (Single Strand Conformation Polymorfism) polyacrilamid Hal ini ditujukan untuk memperoleh polimorisme setiap individu F-2 dalam 3 lot. Hasil yang diperoleh selanjutnya dihitung dengan menggunakan software TFPGA.

Peubah yang Diamati

Parameter yang diamati yaitu: pertumbuhan berat dan panjang, berat gonad, perkembangan oosit serta analisis genetik kerapu bebek F-2.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan pertumbuhan berat dan panjang kerapu bebek F-2 yang dipelihara pada bak beton secara terkontrol pada masing-masing populasi (Lot) tertera pada Tabel 1. Pada bulan Maret berat rata-rata kerapu bebek F-2 Lot 1 yang dipelihara pada bak volume 75 m3 dan volume 6 m3 adalah 280 g dan panjang rata-rata 20,7 cm. Sedangkan pada Lot 2 berat rata-rata 260 g dan panjang rata-rata 19,5 cm. Berat rata-rata untuk Lot 3 yang dipelihara pada bak volume 6 m3 adalah 177 g dan panjang 17,1 cm. Nampaknya laju pertumbuhan berat dan panjang mulai memperlihatkan perbedaan setelah bulan Mei. Berat dan panjang rata-rata kerapu bebek F-2 yang dipelihara pada bak volume 75 m3 lebih baik dari pada volume 6 m3.

Tabel 1. Hasil pengamatan pertumbuhan panjang dan berat rata-rata kerapu bebek F-2 yang dipelihara pada bak beton secara terkontrol.

Bak vol. 75 m3 Parameter Bulan

Maret Mei Juli September Nopember

Lot -1 Berat (g) 280 322 415 480 590

Panjang (cm) 20,7 25,2 26,9 28,8 33,0

Lot -2 Berat (g) 260 312 401 470 585

Panjang (cm) 19,5 21,0 23,6 27,5 30,6

Bak vol. 6 m3

Lot -1 Berat (g) 280 304 392 465 560

Panjang (cm) 20,7 23,3 25,6 28,0 31,7

Lot -2 Berat (g) 260 250 290 390 490

Panjang (cm) 19,5 20,4 22,8 26,5 29,5

Lot -3 Berat (g) 177 200 252 362 420

[image:2.595.70.522.599.757.2]
(3)
[image:3.595.87.477.203.348.2]

Hasil pemeliharaan hingga bulan Nopember, diperoleh berat rata-rata kerapu F-2 Lot 1 yang tertinggi yaitu mencapai 590 g pada bak pemeliharaan berukuran 75 m3, sedangkan terendah pada bak pemeliharaan berukuran 6 m3. Pada pemeliharaan di karamba jaring apung (KJA), bulan Mei rata-rata berat kerapu bebek Lot-1, Lot-2 dan Lot-3 masing-masing mencapai 314 g; 265 g dan 203 g. Berat rata-rata hingga bulan

Gambar 1. Hasil pengamatan pertumbuhan rata-rata berat (A) dan panjang (B) kerapu bebek F-2 yang dipelihara di Karamba Jaring Apung, (♦) Lot 1, (■) Lot 2, (▲) Lot 3.

halnya kerapu bebek atau juga jenis ikan laut lainnya bahwa faktor kondisi lingkungan pemeliharaan disamping faktor pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan. Hal tersebut dipertegas pernyataan Brett & Groves (1979), bahwa kelangsungan hidup tinggi, pertumbuhan normal, reproduksi akan lebih cepat apabila kualitas air untuk media pemeliharaan sesuai.

Selanjutnya hasil pengamatan perkembangan gonad, berat gonad dan oosit kerapu bebek F-2 yang telah dibedah serta pengamatan secara histologi disajikan pada Tabel (2) dan Gambar 2a–2c. Ternyata dari hasil pembedahan ini telah didapatkan kerapu bebek F-2 yang matang gonad dengan diameter oosit >400 µm. Dari sampel yang dibedah, ikan ukuran berat 469 g dan panjang total 29,5 cm adalah induk betina yang telah matang gonad. Berat gonad mencapai 17,50 g. Secara histologi ukuran diameter oositnya adalah >450 µm (Gambar 2a).

Pada Gambar 2a–2c hasil pengamatan secara histologi perkembangan oosit kerapu bebek F-2 dari masing-masing populasi, nampaknya diameter oosit semakin besar seiring dengan bertambahnya umur ikan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa perkembangan gonad ikan dapat dipercepat

dengan rekayasa: lingkungan, pakan dan hormonal. Hal tersebut terbukti dari hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan perkembangan gonad ikan, seperti pakan adalah merupakan faktor yang sangat penting (Halver, 1976; Watanabe, 1984). Kecukupan vitamin dapat mempercepat proses vittellogenesis (Waagbo et al., 1989; Zohar, 1991; Azwar, 1997). Rekayasa hormonal yang dapat mempercepat proses kematangan gonad dan pemijahan, seperti implantasi hormon LHRH dan 17α methyltestoteron telah berhasil dilakukan terhadap beberapa jenis ikan seperti: ikan bandeng (Tamaru et al., 1987; Prijono et al., Tamaru, 1990), juga terhadap kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dan kerapu lumpur Epinephelus coioides (Makatutu et al., 1997); kerapu bebek (Tridjoko et al., 1997).

Hasil analisis dengan fragmentasi DNA, diketahui bahwa polimorisme jelas terekspresi pada setiap populasi F-2 Lot 1, Lot 2 dan Lot 3. Terlihat pada Tabel 3 bahwa kerapu bebek F-2 Lot 2 tidak mengekspresikan polimorfisme yang berbeda antar individu, sehingga bersifat homogen (0), sedangkan kerapu bebek F-2 dari Lot 1 dan Lot 3 masih menunjukkan heterozigositas yang relatif baik, masing-masing sebesar 0,18 dan 0,58.

Nopember berturut-turut adalah 585 g; 505 g dan 455 g, selengkapnya tertera pada Gambar 1.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan laju pertumbuhan kerapu bebek F-2 yang dipelihara pada media pemeliharaan yang berbeda. Hal tersebut diduga bahwa kualitas dan kuantitas lingkungan pemeliharaan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari populasi didalamnya. Seperti

700 600 500 400 300 200 100 0

Mrt Mei Jul Sep Nop

Bulan (A)

Berat (g)

35 30 25 20 15 10 5 0

Mrt Mei Jul Sep Nop

Bulan (B)

(4)
[image:4.595.81.517.94.384.2]

Tabel 2. Pengamatan gonad dari hasil pembedahan kerapu bebek F-2.

No Panjang Total (cm)

Panjang Standar (cm)

Bobot Tubuh (g)

Berat Gonad (g)

1 29,5 24,0 469 17,50

2 29,8 23,5 395 01,15

3 23,3 21,5 326 11,62

4 27,5 22,5 387 04,53

5 26,4 21,5 381 09,17

6 32,7 27,2 592 05,24

7 27,0 21,5 362 02,83

8 27,0 21,3 344 04,98

9 33,2 28,3 612 15,60

[image:4.595.93.498.428.543.2]

10 30,4 25,2 575 01,75

[image:4.595.86.498.585.702.2]

Gambar 2a. Pengamatan secara histologi oosit kerapu bebek F-2 pada Lot 1 (menggunakan mikroskop dengan perbesaran sama).

Gambar 2b. Pengamatan secara histologi oosit kerapu bebek F-2 pada Lot 2 (menggunakan mikroskop dengan perbesaran sama).

Gambar 2c. Pengamatan secara histologi oosit kerapu bebek F-2 pada Lot 3 (menggunakan mikroskop dengan perbesaran sama).

A-1

B-1

C-1

A-2

B-2

C-2

A-3

B-3

(5)
[image:5.595.116.481.107.403.2]

Tabel 3. Genotip frekuensi alel dan heterozigositas pada fragmen polimorik kerapu bebek Cromileptes altivelis F-2.

Lot N (ekor) Genotip Frekuensi Alel Heterozigositas

B C D

1 9 B 0,9 0,0 0,0 0,18

1 C 0,0 0,1 0,0

2 10 B 1,0 0,0 0,0 0,00

3 5 B 0,5 0,0 0,0 0,58

4 C 0,0 0,4 0,0

1 D 0,0 0,0 0,1

Selanjutnya pada Gambar 3 (Lot 3) terlihat adanya ekspresi gen yang berbeda antar individu sehingga memberikan nilai genotip B (5 ekor), C (4 ekor) dan D (1 ekor), sementara pada Lot 1, ekspresi gen yang berbeda dijumpai hanya 1 ekor dengan genotip C, sedangkan kerapu F-2 yang lain mempunyai genotip B. Pada Lot 2 semua individu bersifat homogen. Dalam melakukan pembenihan, penggunaan induk dengan jumlah terbatas dimungkinkan akan terjadi penurunan keragaman gen. Menurut Leary et al. (1995), hilangnya sebagian variasi gen dapat disebabkan dari keterbatasan induk efektif dan proses domestikasi. Seperti halnya yang terjadi pada udang dengan mengembangkan gen marker dalam selective breeding akan membantu untuk perbaikan mutu genetik (Benzie et al., 2002). Dengan demikian nampaknya Lot 2 tidak dapat dilanjutkan untuk selective breeding, namun untuk kerapu F-2 Lot 1 dan Lot 3 masih dapat dilanjutkan untuk seleksi agar diperoleh induk yang baik.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan sudah diperoleh induk betina kerapu bebek F-2 yang matang gonad. Induk

Gambar 3. Genotyping kerapu bebek generasi ke dua (F-2) dengan menggunakan primer 2AAM2 dan speedy PCR.

betina berukuran berat 5,90 g mempunyai diameter oosit >400 µm. Berdasarkan analisis genetik, kerapu bebek F-2 Lot 2 tidak mengekspresikan polimorisme yang berbeda antar individu, sehingga bersifat homogen (0), sedangkan kerapu bebek F-2 dari Lot 1 dan Lot 3 masih menunjukkan heterozigositas yang relatif baik, masing-masing sebesar 0,18 dan 0,58.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/ Ibu: Bagus Winaya, M. Rivai, Mujimin, Ir. Gunawan, Katimin, I Made Parya, Wiwin , Mujiono dkk., semua kelompok peneliti/teknisi Bioteknologi serta para siswa /mahasiswa Praktek Kerja Lapangan/Magang yang telah membantu selama penelitian ini berlangsung.

Daftar Pustaka

(6)

Benzie, J.A.H. & S.T.W. Williams. 1996. Limitation of the genetic variation of hatchery produced batches of Giant Clam, Tridacna gigas. Aquaculture 139:225-241.

Benzie, J.A.H., E. Ballment, A.T. Forbes, N.T. Demetriades, K. Sugama, Haryanti, & S. Moria. 2002. Mitochodrial DNA variation in Indo-Paciic population of the giant tiger prawn, Penaeus monodon. Molecular Ecology 11: 2553-2569.

Brett, J.R. & T.D. Groves. 1979. Experimental factor and growth. In Fish Physiology, Vol. III. Academic Press Inc, New York. p. 620-645.

Giri, N. A., K. Suwirya & M. Marzuqi. 1999. Kebutuhan protein, lemak, dan vitamin C untuk yuwana kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 5 (3): 38-46.

Goundie, C.A., Q. Liu, B.A. Simeo & K.B. Davis. 1995. Genetic relationship of growth sex and glucose phosphate isomerase-B in channel cat fish. Aquaculture 138: 119-124.

Halver, J.E. 1976. Fish nutrition. Academic Press, London and New York. 713p.

Leary, R.F., F.W. Allendrof & K.L. Knudsen. 1995. Development instability as an indicator of reduced genetic variation in hatchery trout. Tram.Am.Fish. Soc. 114:230-235.

Makatutu, D., Tridjoko, A. Prijono & Kumagai. 1997. Pengaruh pematangan induk kerapu lumpur, Epinephelus coioides dengan implantasi pellet hormon LHRH-a (Luteunizing Hormone Releazing Hormone analogue). Laporan Akhir (Progres Report) Lolitkanta Gondol.

Ovenden, J. 2000. Development of restriction enzyme markers for red snapper (Lutjanus erythropterus and Lutjanus malabaricus) stock descrimination using genetic variation in mitochondria DNA. Moleculer Fisheries Laboratory, Southern Fisheries Centre. Sugama, K., Tridjoko, Haryanti, S.B. Moria & F.

Cholik. 1999. Genetic variation and population structure in the Humback grouper, Cromileptes altivelis throughout its range in Indonesian waters. Indonesian Fisheries Research Journal (1): 32-38. Subaidah, S., M.A. Rahman & B. Hanggono. 2001.

Produksi massal calon induk kerapu tikus (Cromileptes altivelis) sebagai upaya memenuhi kebutuhan induk di masa mendatang. Lokakarya

Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu, Jakarta. p..71-79.

Suwirya, K., N.A. Giri & M. Marzuqi. 2001. Pengaruh n-3 HUFA terhadap partumbuhan dan efisiensi pakan yuwana kerapu bebek. Dalam: Teknologi Budi Daya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Sudradjat, A., E.S. Heruwati, A. Pornomo, A. Rukyani, J. Widodo dan E. Danakusumah (Eds). Puslitbang Explorasi Laut dan Perikanan. Depertement Kelautan dan Perikanan. 489 p.

Suwirya, K., N.A. Giri, M. Marzuqi & Tridjoko. 2002. Kebutuhan karbohidrat untuk pertumbuhan yuwana kerapu bebek, Cromileptes altivelis. JPPI, Edisi Akuakultur 8: 9-14.

Tridjoko, B. Slamet, T. Aslianti, Wardoyo, S. Ismi, J. H. Hutapea, K. M. Setiawati, D. Makatutu, A. Priono, T.Setiadharma, Mhirokazu & K. Shigeru. 1999. Research and development: the seed production technique of Humback Grouper, Cromileptes altivelis. JICA and CRSCF. 56p.

Tridjoko. 2003. Pengamatan perkembangan gonad dan pemijahan kerapu bebek, Cromileptes altivelis hasil budidaya (F1/turunan pertama) pada bak secara terkontrol. Prosiding vol. 2 Seminar Nasional Perikanan Indonesia. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta.

Tridjoko, Haryanti, I.G.N. Permana & S. Ismi. 2006. Evaluasi kualitas induk kerapu bebek, Cromileptes altivelis hasil budidaya (F-1). Aquacultura Indonesiana 7(1): 45-52.

Tridjoko, B. Slamet & D. Makatutu. 1997. Pematangan induk kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan rangsangan suntikan hormon LHRHa 17-α metyltestosteron. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 3 (4): 30-34.

Waagbo, R., T. Thorsen & K. Sandnes. 1989. Role dietary ascorbic acid in vitelogenesis in rainbow trout (Onchorrynchus mykiss). Aquaculture 80: 310-314.

Watanabe, T., C.Arakawa, C. Kitajima & S. Fujita. 1984. Effect of nutritional quality of broodstock diets on reproduction of red sea bream. Bull.Jpn.Soc. Scientiic Fish 50:495-501.

Gambar

Tabel 1.  Hasil pengamatan pertumbuhan panjang dan berat rata-rata kerapu bebek F-2 yang dipelihara pada bak beton secara terkontrol.
Gambar 1. Hasil pengamatan pertumbuhan rata-rata berat (A) dan panjang (B) kerapu bebek F-2 yang dipelihara di Karamba Jaring Apung, (♦) Lot 1, (■) Lot 2, (▲) Lot 3.
Tabel 2. Pengamatan gonad dari hasil pembedahan kerapu bebek F-2.
Tabel 3. Genotip frekuensi alel dan heterozigositas pada fragmen polimorik kerapu bebek Cromileptes altivelis F-2.

Referensi

Dokumen terkait

Informasi ini hanya terkait dengan bahan spesifik yang ditetapkan dan mungkin tidak berlaku untuk bahan tersebut bila digunakan bersama bahan lain atau dalam proses apa pun,

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, fungsi kuadrat dan grafiknya, persamaan dan pertidaksamaan

Mengikut Mohd Ismail (2004), di Amerika Syarikat, Australia, Filipina dan Singapura terdapat pelbagai jenis kesalahan disiplin yang agresif berlaku sejak akhir- akhir ini

Dalam standar internal ITS memuat 9 dimensi, dengan 8 dimensi diantaranya merupakan turunan dari SN Dikti (Standar Nasional Pendidikan Tinggi) tentang pendidikan, yang

Nilai BEP produksi 922,66 adalah batas pokok jumlah produksi yang harus dicapai oleh petani artinya jika jumlah produksi usahatani budidaya jamur tiram lebih besar

masyarakat Batak Toba khususnya muda – mudi tentang tarian. tumba dan memotivasi untuk melakukan

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian mengambil judul MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS TALENTA MEMBERIKAN KONTRIBUSI TERHADAP PENGEMBANGAN INOVASI

‹ mengesan jika pemerhati bertembung dengan sebarang bentuk dalam kumpulan. ‹ secara automatik berhentikan pemerhati daripada berjalan