• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) dalam berolahraga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) dalam berolahraga"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Pengertian latihan

Pengertian latihan yang berasal dari kata practice adalah aktivitas untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) dalam berolahraga dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan cabang olahraganya. Proses berlatih melatih practice bersifat sebagai bagian dari proses latihan yang berasal dari kata exercise. Artinya dalam setiap proses latihan yang berasal dari kata exercises pasti terdapat bentuk latihan practice. Latihan yang berasal dari kata exercise adalah perangklat utama dalam proses latihan harian untuk meningkatkan kualitas fungsi sistem organ tubuh manusia, sehingga mempermudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya. Latihan exercise merupakan materi latihan yang dirancang dan disusun oleh pelatih untuk satu sesi latihan. Susunan materi latihan dalam satu kali tatap muka pada umumnya berisikan antara lain: 1) pembukaan, 2) pemanasan, 3) latihan inti, 4) latihan tambahan, dan 5) cooling down/penutup. Sedangkan materi dan bentuk latihan dalam pembukaan, pemanasan, dan penutup pada umumnya sama, bagi istilah practice maupun istilah exercise. Latihan exercise sifatnya sebagai bagian dari istilah kata training yang dilakukan pada saat latihan harian atau dalam satu kali tatap muka.

(2)

15

Salah satu ciri dari latihan, baik yang berasal dari kata practice, exercise maupun training adalah adanya beban latihan. Oleh karena beban latihan selama proses berlatih melatih diperlukan agar hasil latihan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap, dan sosial olahragawan, sehingga puncak prestasi dapat dicapai dalam waktu yang singkat dan dapat bertahan lebih lama (Sukadiyanto, 2011: 6).

Beberapa definisi di atas menunjukkan bahwa latihan merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas fisik dan keterampilan gerak sesuai dengan cabang olahraga guna mendapatkan performa yang optimal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bompa (1994: 3) yang mengartikan latihan sebagai program pengembangan olahragawan untuk event khusus, melalui peningkatan keterampilan dan kapasitas energi. Selain itu latihan juga sering didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan berulang-ulang dengan mengunakan penambahan beban (Herre, 1982 dalam Bafirman, 2013: 40). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latihan merupakan proses yang berulang-ulang secara sistematis untuk meningkatkan keterampilan dan fisik olahraga dilakukan dengan pemberian beban yang tetap meningkat secara progresif.

Latihan dalam suatu cabang olahraga merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan prestasi secara optimal. Artinya, keberhasilan atlet dalam meraih prestasi puncak sangat ditentukan oleh kualitas latihan yang dilakukan. Untuk dapat meningkatkan kualitas latihan diperlukan

(3)

16

beberapa faktor pendukung, diantaranya adalah pelatih profesional. Dengan melibatkan pelatih profesional dalam proses latihan diharapkan dapat mencapai kesempurnaan dalam meningkatkan peforma atlet baik dari kemampuan kondisi fisik maupun faktor pendukung yang lain.

Penyempurnaan dalam latihan berarti meningkatkan kemampuan dari apa yang telah dimiliki oleh atlet ke tingkat yang lebih baik. Proses latihan harus menggunakan pendekatan ilmiah, artinya proses latihan menggunakan metode yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara keilmuan bukan karena faktor kebetulan, ketidaksengajaan maupun trial and error (Djoko Pekik Irianto, 2002: 12). 2. Tujuan dan Sasaran Latihan

Tujuan latihan secara umum adalah membantu para pembina, pelatih, dan guru olahraga agar dapat menerapkan dan memiliki kemampuan konseptual dalam membantu mengungkapkan potensi atlet dalam mencapai prestasi optimal. Sedangkan sasaran latihan adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan atlet dalam mencapai prestasi optimal (Awan Hariono, 2006: 3). Menurut Sukadiyanto (2011: 9-10) secara garis besar sasaran dan tujuan latihan antara lain untuk: a. Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan

menyeluruh

Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh bertujuan untuk membantuk landasan dasar dalam pengembangan aspek fisik khusus, yaitu tingkat kebugaran energi dan kebugaran otot.

(4)

17

b. Mengembangakan dan meningkatkan potensi fisik khusus

Upaya mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik khusus harus disesuaikan dengan cabang olahraga, diantaranya: lama pertandingan yang akan berlangsung, kebutuhan gerak selama dalam pertandingan, irama gerak, dan sistem energi yang digunakan sehingga mendukung atlet dalam menampilkan potensi kemampuan yang dimiliki.

c. Menambah dan menyempurnakan teknik

Teknik dasar yang tidak benar akan mempercepat terjadinya stagnasi prestasi, sehingga atlet tidak pernah dapat mencapai prestasi secara optimal. Untuk itu, teknik dasar dalam cabang olahraga harus dikuasai dengan baik dan benar oleh karena akan mempengaruhi dalam efisiensi dan efektifitas gerak. Selain itu, penguasaan teknik dasar yang baik dan benar merupakan modal dasar menuju prestasi yang lebih tinggi.

d. Mengembangkan dan menyempurnakan strategi, taktik, serta pola bermain

Penyusunan strategi dapat tercipta dengan baik melalui ketajaman dan kejeliaan analisis dari seorang pelatih dalam mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan anak latih maupun lawan. Untuk itu, dalam proses latihan harus mengajarkan strategi, taktik, dan pola bermain sehingga dapat menambah pengetahuan dan

(5)

18

kecerdasan atlet dalam mengatasi beberapa permasalahan yang mungkin muncul selama dalam pertandingan berlangsung.

e. Meningkatkan kualitas dan kemampuan aspek psikis

Aspek psikis merupakan salah satu faktor pendukung dalam pencapaian prestasi puncak yang seringkali masih mendapatkan perhatian relatif kecil dalam sesi latihan. Hampir setiap kekalahan dalam olahraga, khususnya dalam cabang olahraga pencak silat dipengaruhi oleh aspek psikis, oleh karena pencak silat merupakan cabang olahraga body contact maka aspek psikis memberikan sumbangan yang besar selama pertandingan. Untuk itu, aspek psikis harus dilatihkan sejak awal periodisasi latihan sampai dengan menjelang pertandingan (Awan Hariono, 2006: 4).

Tujuan dan sasaran latihan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil latihan, aspek-aspek yang dapat mempengaruhi latihan harus diperhatikan secara tepat. Menurut Djoko Pekik Irianto (2002: 62-63), ciri-ciri sasaran latihan yang baik adalah sebagai berikut:

1. Berjenjang (jangka panjang, menengah, dan pendek) 2. Spesifik dan obyektif

3. Kesepakatan bersama antara atlet dan pelatih 4. Tidak terlalu banyak sasaran dalam satu sesi latihan 5. Tertulis, sehingga mudah dikontrol oleh semua pihak 6. Menetapkan sasaran keberhasilan

a. Performance goal, sasaran berdasarkan proses b. Outcome goal, sasaran berdasarkan hasil 7. Sasaran latihan meliputi:

a. Latihan fisik: meningkatkan kualitas sistem tubuh b. Latihan teknik: meningkatkan efisiensi gerak

(6)

19

c. Latihan teknik: meningkatkan speed of decision d. Latihan psikis: meningkatkan maturasi emosi. 3. Sistem Energi

Ada dua sistem energi yang diperlukan dalam setiap aktivitas latihan yang dilakukan oleh seorang atlet, yaitu sistem energi aerobik dan sistem energi anaerobik. Perbedaan kedua sistem energi tersebut adalah pada penggunaan bantuan dari oksigen (O2) selama proses pemenuhan kebutuhan energi berlangsung (Sukadiyanto, 2011: 36). Menurut Catherin Sellers (diunduh di www.asc.com. pada tanggal 12 Juni 2014), energi standar semua gerak manusia adalah pelepasan energi dari ATP (Adenosin trifosfat). Oleh karena itu, semua komponen terkait dengan resynthesis atau penambahan ATP atau penghapusan dan/atau penyebaran dari produk limbah yang berhubungan dengan menjaga persediaan ATP.

Sistem energi anaerobik, selama proses pemenuhan kebutuhan energi menggunakan energi yang tersimpan di dalam otot. Sedangkan sistem energi aerobik dalam proses pemenuhan kebutuhan energi harus menggunakan bantuan oksigen (O2) yang diperoleh melalui sistem pernapasan. Atlet yang terlatih biasanya memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sistem yang diperlukan untuk mengisi ATP yang sedang digunakan. Tiga komponen utama: ATP/CP, LA dan oksigen memiliki kemampuan untuk mendukung berbagai kegiatan dalam berbagai intensitas dan durasi latihan. Semua atlet memiliki kemampuan untuk menghasilkan tenaga kerja dan intensitas yang melebihi kemampuannya untuk meresintesis ATP (Sellars, diunduh di www.asc.com. 12/06/2014).

(7)

20 a. Sistem energi anaerobik

Sistem energi anaerobik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) sistem energi anaerobik alaktik dan (b) sistem energi anaerobik laktik. Sistem energi anaerobik alaktik disediakan oleh sistem ATP-PC sedangkan sistem energi anaerobik laktik disediakan oleh sistem asam laktat (Bompa, 1994: 22). Proses pemenuhan kedua jenis sistem energi tersebut tidak memerlukan bantuan oksigen (O2). Semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP, yang hanya menopang kerja kira-kira 6 (enam) detik bila tidak ada sistem energi yang lain (Soekarman, 1991: 29).

Menurut Shepard (1978: 9-15) sistem energi anaerobik alaktik biasanya habis diawal kinerja dalam waktu 10 detik. Kerja otot dapat berlangsung lebih lama apabila sistem energi ATP dapat ditopang dengan sistem energi yang lain, yaitu Phospho Creatin (PC) yang tersimpan di dalam sel otot. Digunakannya sumber bantuan energi Phospho Creatin (PC) dapat menambah kemampuan kerja otot hingga mencapai kira-kira 10 (sepuluh) detik (Nossek, 1982 dalam Awan Hariono, 2006: 28). Namun, apabila kerja otot harus berlangsung lebih lama, maka kebutuhan energi yang diperlukan akan dipenuhi oleh sistem glikolisis anaerobik atau asam laktat. Sistem glikolisis anaerobik mampu memeperpanjang kerja otot selama kira-kira 120 detik (McArdle, dkk. 1986: 348). Jumlah

(8)

21

ATP dalam otot sangat terbatas dan oleh karena itu perlu terus dibentuk ATP baru agar sumber energi yang dimiliki tidak segera habis. Walaupun demikian di dalam otot terdapat sejumlah sistem yang berfungsi sebagai perbantuan dan secara konstan melakukan resintesis ATP dari ADP. Dengan cara ini jumlah ATP tetap cukup untuk melanjutkan aktivitas selama intensitasnya rendah sampai sedang (Shadiqin, 2013: 29). Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak dapat dilakukan secara continue untuk durasi waktu yang lama. Aktivitas ini biasanya juga akan membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat diregenerasi sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali (Anwari, 2007: 2).

Phosphor Creatin merupakan sumber energi yang paling cepat membentuk ATP pada saat terjadi proses pemenuhan energi. Jumlah sistem ATP-PC dapat ditingkatkan melalui pemberian latihan dengan gerakan yang cepat dan pembebanan yang tinggi. ATP dan PC sering disebut sebagai sistem fosfagen yang merupakan sumber energi yang dapat digunakan secara cepat, tidak memerlukan oksigen (O2), dan ATP-PC tertimbun dalam mekanisme kontraktil dalam otot (Soekarman, 1991 dalam Awan Hariono, 2006: 29).

Proses terjadinya pembentukan ATP adalah dengan pemecahan creatin dan phosphate. Proses tersebut akan menghasilkan

(9)

22

energi yang digunakan untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP, dan selanjutnya akan dirubah lagi menjadi ADP+P yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Perubahan CP ke C+P tidak mengahsilkan tenaga yang dapat digunakan langsung untuk kontraksi otot, melainkan digunakan untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP (Awan Hariono, 2006: 29).

Sistem anaerobik merespon pelatihan dengan intensitas tinggi melalui biokimia, saraf, dan adaptasi anatomi. Salah satu faktor penting yang membedakan latihan bersifat anaerobik dan latihan bersifat aerobik yaitu intensitas dosis latihan. Untuk latihan yang bersifat anaerobik dosis latihan tinggi dan dilakukan mendekati kelelahan. Disamping itu sistem anaerobik dapat langsung dinilai dengan tes kinerja yang dilakukan pada sebuah gerakan (Cahill, dkk. 1997: 1). Pelatihan yang tepat dan spesifik akan menentukan kemampuan untuk mengeksekusi gerakan secara efisien. Bentuk pelatihan untuk kinerja yang kurang dari 10 detik yaitu dengan pengulangan yang spesifik dan jarak yang pendek (Shepard, R. J. 1978: 9-15).

Pada cabang olahraga pencak silat kategori tanding, teknik tendangan dan pukulan dilakukan dengan cepat dan kuat (power) untuk menghasilkan nilai, ini berarti setiap usaha yang dilakukan untuk melakukan serangan atau belaan dalam pertandingan pencak silat memiliki intensitas yang tinggi, gerakan cepat dan mendadak

(10)

23

tersebut akan mempersulit lawan dalam mengantisipasi serangan karena tendangan dan pukulan dilakukan dengan kombinasi mengelak, menghindar dan menangkap. Serangan dapat memperoleh nilai apabila mengenai sasaran yang telah ditentukan dengan menggunakan pola langkah, tidak terhalang, mantap, bertenaga, dan tersusun dalam koordinasi teknik serangan atau pembelaan yang baik. Untuk itu, diperlukan kemampuan kecepatan dan kekuatan yang bagus agar pesilat dapat melakukan serangan dengan sempurna (Awan Hariono, 2006: 30).

Selama dalam pertandingan pencak silat kategori tanding, pesilat melakukan serangan dengan beruntun sebanyak 6 (enam) serangan. Kategori tanding menampilkan 2 (dua) orang pesilat dari sudut yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis/mengelak/mengena/ menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; menggunakan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang yang tinggi, menggunakan kaidah dengan memanfaatkan kekayaan teknik dan jurus. Serangan beruntun yang dilakukan oleh satu orang pesilat harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 6 (enam) teknik serangan. Pesilat yang melakukan rangkaian serang bela lebih dari 6 (enam) teknik akan diberhentikan oleh wasit. Serangan terus menerus

(11)

24

dengan menggunakan teknik serangan tangan yang sama dinilai satu serangan (Persilat, 2012). Oleh karena itu, gerakan harus dilakukan dengan eksplosif agar lawan tidak dapat melakukan pembelaan, apabila serangan telah enam kali maka wasit akan memberi aba-aba berhenti. Pada saat pesilat akan membanting melalui sebuah tangkapan, maka hanya ada waktu 5 (lima) detik untuk menyelesaikan proses tersebut sebelum wasit menghentikan fight.

Berdasarkan pengamatan secara langsung, rata-rata pesilat memerlukan waktu antara 3-5 detik untuk melakukan serangan (kedua pesilat melakukan enam kali serangan). Adapun ciri-ciri dari sistem energi anaerobik alaktik (ATP-PC) adalah: 1) intensitas kerja maksimal, 2) lama kerja kira-kira sampai 10 detik, 3) irama kerja eksplosif (cepat mendadak), 4) aktivitas mengahasilkan Adhenosin diphospat (ADP)+energi (Sukadiyanto, 2011: 38).

Pertandingan pencak silat dilakukan sebanyak tiga babak, dengan waktu dua menit bersih untuk setiap babak. Selama dalam pertandingan, akumulasi terjadinya serangan atau pembelaan rata-rata 11 kali dalam satu babak. Dengan demikian, penggunaan sistem energi anaerobik alaktik dilakukan secara terus menerus. Untuk itu, diperlukan sistem energi anaerobik laktik agar kerja otot dapat berlangsung lebih lama. Adanya bantuan dalam sistem energi ini maka dapat memperpanjang kerja otot selama 120 detik. Adapun

(12)

25

ciri-ciri dari sistem energi anaerobik laktik adalah sebagai berikut: 1) intensitas kerja maksimal, 2) lama kerja antara 10-120 detik, 3) irama kerja eksplosif, 4) aktivitas mengahsilkan asam laktat dan energi (Sukadiyanto, 2011: 38-39).

b. Sistem energi aerobik

Aerobik berarti menggunakan bantuan oksigen, sehingga metabolisme aerobik adalah menyangkut serentetan reaksi kimiawi yang memerlukan bantuan oksigen. Setelah proses pemenuhan energi berlangsung selama kira-kira 120 detik, maka asam laktat sudah tidak dapat diresintesis lagi menjadi sumber energi (Sukadiyanto, 2011: 39). Sistem energi tubuh yang utama adalah metabolisme aerobik. Sistem ini memberi energi bagi pembaharuan ATP dengan oksidasi karbohidrat, lemak dan protein yang disimpan dalam sel. Tidak seperti sistem anaerobik, metabolisme aerobik sangat efisien dan pada akhirnya tidak mengahsilkan kelelahan. Jadi, tubuh kebanyakan menggunakan sistem energi ini untuk jangkauan terbesar yang dimungkinkan (Holloszy, 1973 dalam Pate 1993: 239). Selama latihan dengan intensitas sedang dan rendah, metabolisme aerobik benar-benar menyediakan seluruh energi ATP yang dibutuhkan oleh otot. Hal tersebut dapat terjadi karena latihan yang dilakukan dengan intensitas sedang dan rendah menyebabkan sistem pernapasan jantung dapat menggerakan oksigen ke otot secara teratur

(13)

26

(Pate, 1993: 239). Untuk itu, kegiatan olahraga yang memerlukan penggunaan oksigen dengan intensitas sedang sangat tergantung pada sistem metabolisme aerobik.

Glikolisis adalah pemecahan glikogen secara kimiawi, dan aerobik adalah adanya bantuan oksigen. Glikolisis aerobik adalah pemecahan glikogen dengan menggunakan bantuan oksigen. Ada perbedaan antara glikolisis aerobik dan glikolisis anaerobik, yaitu dengan adanya bantuan oksigen maka asam laktat tidak tertimbun di dalam otot. Dengan kata lain berkat bantuan oksigen akan menghambat terjadinya timbunan asam laktat di dalam otot, tetapi oksigen tersebut tidak meresintesis ATP. Fungsi oksigen dalam proses ini adalah untuk mengalihkan asam laktat dengan asam pyruvate ke dalam sistem aerobik setelah diresentesis ATP (Sukadiyanto, 2011: 39).

Peran oksigen dalam metabolisme aerobik tidak boleh diabaikan. Mudahnya, tanpa oksigen metabolisme aerobik tidak mungkin terjadi karena selama latihan metabolisme aerobik terjadi di dalam mitikondria pada serabut otot. Untuk memperoleh oksigen tersebut dibutuhkan sistem paru jantung yang baik (paru, jantung, darah dan pembulu darah) untuk memperoleh oksigen dari atmosfir, sehingga oksigen dapat berperan aktif dalam metabolisme aerobik. (Pate, 1993: 239). Selanjutnya aktivitas fisik yang menggunakan sistem energi aerobik cenderung menggunakan power rendah dan

(14)

27

berhubungan erat dengan daya tahan kardiorespirasi. Sedangkan aktivitas fisik yang berasal dari sistem energi anaerobik memiliki kecenderungan menggunakan power yang tinggi dan berkaitan erat dengan power otot serta ketahanan otot. Berikut adalah ciri-ciri sistem aerob: (1) intensitas kerja sedang, (2) lama kerja lebih dari 3 menit, (3) irama gerak (kerja) lancar dan terus-menerus (kontinyu), dan (4) selama aktivitas menghasilkan karbondioksida+air (CO2+H2O). Sistem energi aerobik harus dikembangkan dalam proses latihan, oleh karena dapat membantu dalam penghapusan asam laktat, sehingga atlet dapat lebih mentorelir laktat tersebut (Sellars, 2014. diunduh di www.asc.com. pada tanggal 12 Juni 2014).

Sistem energi aerobik dalam pertandingan pencak silat kategori tanding tetap diperlukan untuk membentuk ATP, meskipun persentasenya tidak terlalu besar. Perbedaan sistem energi anaerobik dengan aerobik adalah seberapa besar tingkat penggunaan bantuan dari oksigen. Selama otot beraktivitas ketiga sistem energi tersebut saling bekerja bergantian dan memenuhi satu sama lain. Untuk itu, sistem energi merupakan serangkaian proses pemenuhan tenaga secara terus menerus dan saling bekerja bergantian (Soekarman, 1991: 17).

Salah satu keuntungan pesilat yang memiliki kemampuan aerobik yang bagus yaitu dapat mengadaptasi beban latihan yang diberikan dengan intensitas maksimal. Selain itu, pesilat yang

(15)

28

memiliki kemampuan daya tahan aerobik yang bagus akan lebih cepat dalam merecovery tubuhnya, sehingga tidak akan mengalami kelelahan yang berarti sebagai akibat dari pemberian beban latihan yang diberikan. Latihan aerobik juga akan membantu pesilat meningkatkan kekuatan ligamen, tendon, dan serabut-serabut otot sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya cedera selama proses berlatih maupun bertanding (Awan Hariono, 2006: 33).

4. Pencak silat kategori tanding a. Pengertian kategori tanding

Kategori tanding adalah kategori yang menampilkan 2 (dua) orang pesilat dari sudut yang berbeda, keduanya saling berhadapan menggunakan teknik pembelaan dan serangan, seperti: pukulan, tendangan, tangkisan, elakan, tangkapan dan jatuhan terhadap lawan; menggunakan teknik dan taktik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang yang tinggi, menggunakan kaidah dengan memanfaatkan kekayaan teknik dan jurus (Persilat, 2012: 1). Pertandingan pencak silat kategori tanding merupakan pertandingan olaraga body contact, oleh karena itu pesilat yang akan bertanding dalam suatu kelas ditentukan oleh pembagian berat badan. Berikut rincian kelas dan berat badan dalam kategori tanding usia dewasa baik putra dan putri:

(16)

29

Tabel 1. Kelas dan Berat Badan Kategori Tanding Putra Tanding Putra Kelas A 45 Kg s/d 50 Kg Kelas B Di atas 50 Kg s/d 55 Kg Kelas C Di atas 55 Kg s/d 60 Kg Kelas D Di atas 60 Kg s/d 65 Kg Kelas E Di atas 65 Kg s/d 70 Kg Kelas F Di atas 70 Kg s/d 75 Kg Kelas G Di atas 75 Kg s/d 80 Kg Kelas H Di atas 80 Kg s/d 85 Kg Kelas I Di atas 85 Kg s/d 90 Kg Kelas J Di atas 90 Kg s/d 95 Kg Kelas Bebas Di atas 85 Kg

Sumber: Persilat (2012: 6)

Tabel 2. Kelas dan Berat Badan Kategori Tanding Putri Tanding Putri Kelas A 45 Kg s/d 50 Kg Kelas B Di atas 50 Kg s/d 55 Kg Kelas C Di atas 55 Kg s/d 60 Kg Kelas D Di atas 60 Kg s/d 65 Kg Kelas E Di atas 65 Kg s/d 70 Kg Kelas F Di atas 70 Kg s/d 75 Kg Kelas Bebas Bebas Di atas 75 Kg

Sumber: Persilat (2012: 6)

Pesilat sebelum bertanding diwajibkan untuk menimbang berat badannya 15 menit sebelum pertandingan, berbeda dengan olahraga beladiri yang lain yang hanya melakukan penimbangan sekali. Namun dalam pertandingan pencak silat umumnya penimbangan berat badan ini dilakukan sampai babak final, oleh karena itu pesilat harus memiliki kedisiplinan yang tinggi. Setelah melakukan penimbangan berat badan dan dinyatakan sah oleh petugas penimbangan, maka pesilat bersiap untuk bertanding dalam gelanggang, dengan ukuran 10 m x 10 m

(17)

30

dengan ketebalan matras 3 (tiga) sampai 5 (lima) centimeter. Berikut gambar gelanggang dalam pertandingan pencak silat:

Gambar 1. Gelanggang Pencak Silat (www.terateemas.com)

Kategori tanding hanya bermain dalam lingkaran besar, apabila salah satu pesilat keluar dari garis tersebut maka wasit akan menghentikan pertandingan dan memberikan pembinaan. Apabila pesilat keluar garis yang kedua kalinya dalam babak yang sama maka wasit akan memberikan teguran pertama, apabila pesilat keluar yang ketiga kalinya maka wasit akan memberikan teguran kedua dan apabila pesilat masih keluar maka akan diberi peringatan kesatu

(18)

31

begitu seterusnya sampai peringatan ketiga yaitu diskualifikasi. Pesilat yang mempunyai fisik yang baik, dalam hal ini kemampuan aerobik dan anaerobik yang bagus maka akan mudah memanfaatkan bidang pertandingan tersebut. Oleh karena pesilat akan lebih mudah mengatur pola permainan yang lebih efektif tanpa harus keluar dari garis lingkaran.

b. Karakteristik pencak silat kategori tanding 1) Waktu pertandingan kategori tanding

Menurut Persilat (2012: 10) pertandingan pencak silat dilangsungkan dalam 3 (tiga) babak, setiap babak terdiri atas 2 (dua) menit bersih, waktu istirahat antar babak yaitu 1 (satu) menit. Waktu ketika wasit menghentikan pertandingan tidak termasuk waktu bertanding, penghitungan terhadap pesilat yang jatuh karena serangan yang sah tidak termasuk waktu bertanding. Dengan demikian waktu bertanding dalam pertandingan pencak silat yaitu ketika wasit memberi aba-aba “mulai” sampai dengan aba-aba “berhenti”.

Berdasarkan banyaknya fight dalam satu babak dan waktu yang dibutuhkan dalam sekali fight maka pesilat kategori tanding harus memiliki kemampuan biomotor ketahanan dan kecepatan yang baik, oleh karena pesilat yang melakukan serangan dan belaan harus bergerak secepat mungkin dan melakukannya

(19)

berkali-32

kali. Pesilat yang bertanding dalam satu kelas umumnya harus bermain sebanyak 5 (lima) kali untuk sampai ke partai final, oleh karena itu unsur ketahanan dan kecepatan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding sangat diperlukan.

2) Macam gerak kategori tanding

Macam gerak dibedakan menjadi dua yaitu siklus dan non-siklus, meskipun dalam aktivitas seringkali merupakan kombinasi serangkaian gerak siklus dan non-siklus. Gerak siklus adalah gerak yang dilakukan secara terus menerus, sedangkan gerak non-siklus adalah gerak yang dilakukan secara terputus-putus (Sukadiyanto, 2011: 54). Macam gerak dalam pertandingan pencak silat kategori tanding yaitu kombinasi dari kedua macam gerak tersebut, hal ini dapat dilihat dari pergerakan pesilat pada saat melakukan fight dan recovery antar fight. Pada saat pesilat melakukan fight, macam gerak yang digunakan adalah macam gerak non-siklus, dikarenakan gerakan pada saat fight cenderung cepat, mendadak dan terputus antara serangan pertama dan selanjutnya. Sedangkan pada saat recovery pesilat melakukan macam gerak siklus. Dengan demikian macam gerak yang dominan dalam pertandingan pencak silat adalah macam gerak non-siklus (terputus-putus).

(20)

33

Pertandingan pencak silat kategori tanding berlangsung dengan pesilat yang saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis/mengelak, mengenakan sasaran dan menjatuhkan lawan, menerapkan kaidah pencak silat serta mematuhi aturan-aturan yang ditentukan. Maksud dari kaidah pencak silat adalah bahwa dalam mencapai prestasi teknik, seorang pesilat harus mengembangkan pola bertanding yang dimulai dari sikap pasang, langkah serta mengukur jarak terhadap lawan dan mengkoordinasikan jenis serangan/pembelaan serta kembali pada sikap pasang (Persilat, 2012: 12). Hal ini berarti pesilat dalam pertandingan pencak silat kategori tanding tidak diperbolehkan meloncat-loncat, berlari maupun berjalan cepat untuk mendekati lawan. Melainkan harus menggunakan kaidah pencak silat yang dikombinasikan dengan serangkaian pola langkah.

Pembelaan dan serangan yang dilakukan harus berpola dari sikap awal/pasang, pola langkah, serta adanya koordinasi yang baik dalam melakukan serangan dan pembelaan. Setelah melakukan serangan/pembelaan harus kembali pada sikap awal/pasang dengan tetap menggunakan pola langkah. Wasit akan memberikan aba-aba “LANGKAH” jika seorang pesilat tidak melakukan teknik pencak silat yang semestinya (Persilat, 2012: 12). Hal ini menggambarkan bahwa serangkaian teknik

(21)

34

harus dilakukan dengan cepat, mendadak dan juga terputus. Adapun serangan beruntun yang dilakukan oleh satu orang pesilat harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 6 (enam) teknik serangan. Pesilat yang melakukan rangkaian serang-bela lebih dari 6 (enam) teknik serangan akan diberhentikan oleh wasit. Adapun serangan terus menerus dengan menggunakan teknik serangan tangan yang sama dinilai satu serangan (Persilat, 2012: 12).

Berdasarkan uraian di atas macam gerak yang dominan digunakan dalam pertandingan pencak silat yaitu macam gerak non-siklus. Gerak siklus pada pencak silat kategori tanding terjadi pada saat pesilat melakukan kaidah dan pola langkah, sedangkan gerak non-siklus terjadi pada saat pesilat melakukan serang-bela dengan menggunakan berbagai macam teknik, seperti: pukulan, tendangan, jatuhan, elakan atau hindaran dan tangkisan.

3) Irama gerak kategori tanding

Irama gerak merupakan bentuk gerak yang ditinjau dari cepat lambatnya satu gerak dilakukan. Jenis irama gerak dikelompokkan menjadi irama cepat-mendadak (eksplosif), sedang, dan lambat (Sukadiyanto, 2011: 55). Pada pencak silat kategori tanding, pesilat mempunyai kecenderungan untuk menggunakan teknik pukulan, tendangan, jatuhan dan elakan

(22)

35

dalam usahanya memperoleh nilai. Apabila pesilat berhasil menjatuhkan lawan secara langsung maupun tidak langsung maka pesilat tersebut akan memperoleh nilai lebih besar dari pada melakukan teknik pukulan atau tendangan. Teknik jatuhan tersebut dapat dilakukan secara langsung menggunakan kaki (sapuan bawah, sapuan atas, dan menggunting) dan jatuhan dengan diawali gerak tangkapan kemudian disusul dengan usaha menjatuhkan lawan. Dalam pertandingan pencak silat dikenal istilah nilai prestasi teknik yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 3. Nilai Prestasi Teknik

Nilai Prestasi Teknik

Nilai 1 Serangan dengan tangan yang masuk pada

sasaran, tanpa terhalang.

Nilai 1+1 Berhasil menggagalkan serangan lawan, diikuti

dengan serangan balik dengan tangan.

Nilai 2 Serangan dengan kaki yang masuk pada sasaran,

tanpa terhalang.

Nilai 1+2 Berhasil menggagalkan serangan lawan, diikuti

dengan serangan balik dengan kaki.

Nilai 3 Teknik serangan langsung yang berhasil

menjatuhkan lawan.

Nilai 1+3 Berhasil menangkap serangan lawan, diikuti

dengan keberhasilan menjatuhkan lawan. Sumber: (Persilat, 2012: 15)

Berdasarkan uraian nilai prestasi teknik tersebut dapat digambarkan kecepatan irama gerak untuk melakukan serangan atau belaan. Serangan lawan dapat digagalkan apabila pesilat melakukan tangkisan, elakan, dan menahan kemudian segera disusul dengan serangan balasan dengan kaki atau tangan. Untuk

(23)

36

melaksanakan teknik tersebut pesilat harus memiliki kemampuan biomotor kecepatan, fleksibilitas dan koordinasi yang apabila dilakukan secara bersamaan akan membentuk kelincahan (agility). Sedangkan dalam melaksanakan teknik tangkapan dan bantingan pesilat harus melakukan gerakan tersebut dengan irama cepat dan berkesinambungan agar lawan yang akan dijatuhkan mengalami ketidakkeseimbangan sehingga mudah untuk dijatuhkan. Teknik bantingan dengan mengangkat badan lawan lazim ditemui dalam setiap pertandingan pencak silat kategori tanding baik putra maupun putri, pesilat yang mampu melakukan teknik tersebut jelas memiliki kekuatan otot yang baik karena secara aturan berat badan dalam satu kelas hanya diperbolehkan terpaut 5 (lima) kilogram.

Sikap pasang dalam pertandingan pencak silat tidak selalu sama artinya selalu berubah arah atau menyesuaikan dengan kebutuhan pesilat. Sikap pasang sangat menentukan hasil gerak teknik yang dilakukan oleh pesilat baik untuk menyerang maupun bertahan. Untuk itu pesilat harus menguasai sikap pasang dengan baik dan benar. Pada pencak silat kategori tanding, agar teknik serangan dapat mengenai sasaran dan memperoleh nilai maka gerakan yang dilakukan harus cepat dan mendadak (eksplosif), sehingga lawan mengalami kesulitan

(24)

37

dalam melakukan hindaran, elakan, tangkisan, maupun tangkapan. Sebaliknya, pada saat bertahan pesilat harus mampu mengantisipasi setiap gerak yang akan dilakukan oleh lawan agar lawan mengalami kesulitan dalam memperoleh nilai. Dengan mengetahui sikap pasang yang dilakukan lawan, memungkinkan bagi pesilat untuk memprediksi kemungkinan serangan yang akan dilakukan oleh lawan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pesilat harus memiliki kemampuan antisipasi yang didukung oleh kemampuan kecepatan dan kemampuan respon yang baik dari seorang pesilat.

Teknik tendangan yang dilakukan pesilat dalam melakukan respon terhadap gerakan lawan merupakan teknik counter attack yang membutuhkan konsentrasi tinggi, dalam satu kali serangan membutuhkan kecermatan agar serangan tersebut tepat mengenai sasaran dan termasuk nilai bersih yang diperoleh pesilat, hal ini dapat dilakukan oleh pesilat yang memiliki kemampuan kecepatan yang baik. Sehingga pada saat melakukan counter attack lawan tidak sempat melakukan belaan seperti menghindar, mengelak, menangkis, maupun menangkap serangan yang dilakukan.

Keberhasilan melakukan serangan dengan kaki dapat disusul dengan serangan berikutnya oleh lawan, dalam

(25)

38

mengantisipasi hal ini seorang pesilat harus memiliki kecepatan dalam hal mengelak untuk mengamankan nilai yang telah didapat. Bisa juga dengan melakukan tangkapan apabila lawan melakukan serangan kaki, kemudian disusul dengan teknik jatuhan secara cepat dan mendadak.

Berdasarkan uraian di atas menggambarkan bahwa serangan-serangan yang dilakukan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding berirama capat dan mendadak. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa irama gerak dalam pencak silat adalah irama gerak cepat dan mendadak (eksplosif).

Melihat waktu yang digunakan, macam gerak, dan irama gerak dalam pertandingan pencak silat, maka dapat diidentifikasi komponen biomotor yang penting dalam olahraga pencak silat kategroi tanding. Adapun komponen biomotor yang penting dalam pencak silat yaitu, ketahanan, kekuatan, kecepatan, fleksibilitas, dan koordinasi (Awan Hariono, 2006: 43).

B. Penelitian yang Relevan

Salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah mengenai analisis kebutuhan sistem energi predominan Taekwondo Kyoruki yang ditulis oleh Asep Santoso pada tahun 2011. Hasil penelitian itu menunjukan bahwa rata-rata dalam satu kali gebrakan terjadi selama 2 (dua) detik. Dengan demikian, lama waktu untuk recovery antara

(26)

39

gebrakan rata-rata 13 detik. Persentase dari waktu yang digunakan selama dalam pertandingan selama 3 (tiga) ronde adalah 10% untuk gebrakan (waktu kerja), 65% untuk recovery antar fight, dan 25% untuk interval antar babak. Untuk itu, total waktu istirahat baik aktif maupun pasif sebanyak 90%, sedangkan total waktu efektif yang digunakan untuk fight selama dalam pertandingan sebanyak 10%. Dengan dilihat dari waktu kerja singkat dan intensitas tinggi yang digunakan dapat disimpulkan sistem energi yang dominan dalam pertandingan taekwondo kyoruki adalah anaerobik.

Butir penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: 1) substansi pembahasan, dan 2) teknik analisis data. Penelitian tersebut menggambarkan kebutuhan energi predominan dalam pertandingan kyoruki taekwondo. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis kebutuhan sistem energi yang dominan digunakan atlet dalam pertandingan kyoruki. Sampel dipilih melalui purpose sampling mulai dari babak penyisihan, semi final, hingga final dengan persyaratan pertandingan terjadi full round tanpa terjadi knock out atau penambahan ronde (suddent death), kemudian dari keseluruhan video tersebut dipilih sebanyak 20 video di mana pertandingan yang diambil tidak terjadi pesilat terlalu banyak menunggu dan tidak terlalu banyak menyerang. Populasi dalam penelitian tersebut adalah pertandingan kejuaraan daerah taekwondo DIY tahun 2010. Variabel dalam penelitian ini adalah waktu kerja seorang atlet selama dalam pertandingan ketika pesilat

(27)

40

melakukan gerakan dalam usahanya meraih point dan dalam kondisi anaerobik serta teknik yang digunakan pesilat dalam pertandingan.

C. Kerangka Berfikir

Prestasi olahraga pencak silat masih perlu ditingkatkan, peningkatan tersebut akan membawa pesilat menuju prestasi puncak. Salah satu hal yang penting dalam hal upaya meningkatkan prestasi tersebut adalah adanya program latihan yang mempunyai tujuan dan sasaran yang tepat dan jelas. Pelatih dalam menyusun program latihan harus menyesuaikan dengan waktu yang terjadi pada saat pertandingan sebenarnya.

Pertandingan pencak silat kategori tanding sangat membutuhkan ketahanan kecepatan (stamina), oleh karena dalam pertandingan pencak silat gerakan-gerakan teknik dilakukan dengan cepat dan mendadak dalam waktu yang singkat dan berulang-ulang selama 2 (dua) menit bersih sebanyak 3 (tiga) babak. Oleh karena itu, dalam pertandingan pencak silat kategori tanding harus memiliki kemampuan anaerobik yang bagus. Dalam pemenuhan anaerobik maka perlu dilandasi dengan kemampuan aerobik terlebih dahulu. Namun harus diketahui seberapa besar penggunaan antara sistem energi anaerobik dan aerobik yang dibutuhkan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding dewasa supaya dapat disesuaikan dalam program latihan.

(28)

41 D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Berapa besar persentase kebutuhan energi dominan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding putra dan putri dewasa pada Kejuaraan Nasional Pencak Silat Antar Perguruan Tinggi Ke-V tahun 2014 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta?

2. Berapa besar persentase kebutuhan energi dominan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding putra dewasa pada Kejuaraan Nasional Pencak Silat Antar Perguruan Tinggi Ke-V tahun 2014 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta?

3. Berapa besar persentase kebutuhan energi dominan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding putri dewasa pada Kejuaraan Nasional Pencak Silat Antar Perguruan Tinggi Ke-V tahun 2014 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta?

Gambar

Tabel 1. Kelas dan Berat Badan Kategori Tanding Putra  Tanding Putra Kelas  A  45  Kg  s/d  50  Kg  Kelas  B  Di atas  50  Kg  s/d  55  Kg  Kelas  C  Di atas  55  Kg  s/d  60  Kg  Kelas  D  Di atas  60  Kg  s/d  65  Kg  Kelas  E  Di atas  65  Kg  s/d  70
Gambar 1. Gelanggang Pencak Silat (www.terateemas.com)
Tabel 3. Nilai Prestasi Teknik

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN

Yaitu bahwa membatalkan pelaksanaan hukum dengan hukum yang datang kemudian. Dalam nasakh sebenarnya hukum lama masih berlaku seandainya tidak ada hukum baru yang menghapusnya.

I HSG pada perdagangan kemarin berhasil menguat terbatas teru- tama ditopang aksi beli atas saham tambang logam dan energi menyusul kenaikan harga komoditasnya.. Lonjakan

¾ pri vprašanju postavljanja ciljev je bilo ugotovljeno, da polovica anketiranih postavlja cilje skupno za celotno komuniciranje agencije, druga polovica jih postavlja posebej

[r]

Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa perhitungan unit cost pelayanan laboratorium dengan metode ABC pada pemeriksaan hematologi rutin dan waktu pembekuan &

Berserah harus dinyatakan dengan tindakan aktif menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah dan percaya bahwa Allah akan memelihara dan memberikan yang terbaik kepada kita..

Boneka Dragon Ball terbuat dari plastik ± 22 ctns. Guci terbuat dari keramik 1