• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN KOLEKSI SERANGGA MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE DARI SUDUT PANDANG ETHNO-ENTOMOLOGI TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAKNAAN KOLEKSI SERANGGA MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE DARI SUDUT PANDANG ETHNO-ENTOMOLOGI TESIS"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKNAAN KOLEKSI SERANGGA

MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE

DARI SUDUT PANDANG ETHNO-ENTOMOLOGI

TESIS

M. ROFIK SOFYAN 0806435860

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI

DEPOK

JULI 2010

(2)

PEMAKNAAN KOLEKSI SERANGGA

MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE

DARI SUDUT PANDANG ETHNO-ENTOMOLOGI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Humaniora

M. ROFIK SOFYAN 0806435860

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI

DEPOK

JULI 2010

(3)
(4)
(5)
(6)

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Arkeologi Jurusan Arkeologi pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri

Pendidikan Nasional (BPKLN-DIKNAS) yang telah berkenan memberi beasiswa dan kesempatan kepada saya untuk mengikuti perkuliahan pada Program Magister Arkeologi Universitas Indonesia.

(2) Prof. Dr. Noerhadi Magetsari selaku pembimbing yang selalu sabar memberikan bimbingan kepada penulis dan menyediakan waktunya untuk berdiskusi bersama rekan-rekan yang lain.

(3) Dr. Kresna Yulianto selaku ko.pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan.

(4) Dr. Irmawati M. Johan selaku ketua Departemen Program Studi Magister Arkeologi yang selalu sabar dan ikhlas memberi dorongan moril selama perkuliahan sampai selesainya tesis ini.

(5) Dr. Siti Nuramaliati Prijono selaku Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI yang telah memberikan ijin untuk melanjutkan studi pada Program Magister Arkeologi Universitas Indonesia.

(6) Ir. A. Jauhar Arief, M.Sc. selaku Kepala Museum/ Bidang Zoologi yang telah memberi ijin dan dukungan moril kepada saya untuk mengikuti kuliah pada Program Magister Arkeologi Universitas Indonesia.

(7) Orang tua, mertua, a Soni, teh Atih, Akit dan Eli yang selalu mendoakan dan memberi dorongan serta semangat kepada saya selama mengikuti perkuliahan.

(8) Istriku Lia Meliana dan anak-anak tercinta Bintang, Azriel dan Hadwan yang selalu menjadi inspirasi dan tenaga bagi saya dalam menyelesaikan tesis ini, serta atas kesabaran dan pengertiannya selama saya mengikuti kuliah pada Program Magister Arkeologi Universitas Indonesia.

(9) Teman-teman museologi angkatan 2007 yang telah membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi saya, baik dalam penulisan tesis maupun dalam mengikuti perkuliahan.

(7)

(11) Teman-teman di Museum Zoologicum Bogoriense baik yang di Cibinong maupun yang di Bogor atas bantuan dan kerjasamanya yang baik sehingga saya dapat menyeleseikan tesis ini.

(12) Kepada orang-orang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang secara langsung dan tidak langsung selalu membantu kelancaran perkuliahan hingga selesainya tesis ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu selama menjalani perkuliahan dan menyeleseikan tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang Museologi.

Depok, 12 Juli 2010,

(8)
(9)

HALAMAN JUDUL... i

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

1.5 Metode Penelitian... 10

1.6 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 13

2.1 Entomologi ... 13

2.2 Ordo serangga ... 15

2.3 Peranan dan Manfaat Serangga ... 27

2.4 Ethnoentomologi ... 28

2.4.1 Serangga sebagai Makanan ... 29

2.4.2 Serangga sebagai Obat... 30

2.4.3 Serangga sebagai Bahan Sandang... 31

2.4.4 Serangga sebagai bentuk Kearifan Lokal ... 32

2.4.5 Serangga sebagai Hiasan dan Memiliki nilai Seni... 32

2.4.6 Serangga untuk Permainan ... 33

2.5 Museum Sebagai Lembaga Pendidikan Informal ... 33

2.5.1 Teori Pendidikan Didactic Expository ... 35

2.5.2 Teori Pendidikan Stimulus Response ... 36

2.5.3 Teori Pendidikan Discovery ... 37

2.5.4 Teori Pendidikan Constructivism... 38

BAB III GAMBARAN UMUM MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE ... 40

3.1 Sejarah Museum Zoologicum Bogoriense ... 40

3.1.1 Perkembangan Museum ... 40

3.1.2 Sumber Daya Manusia... 44

(10)

3.2.1 Macam Koleksi ... 51

3.2.2 Penyimpanan dan Penanganan Koleksi ... 54

3.2.2.1 Koleksi Kering ... 54 3.2.2.2 Koleksi Basah... 55 3.3 Koleksi Serangga ... 55 3.4 Pameran ... 58 3.5 Pengunjung ... 60 3.6 Pelayanan ... 61 3.6.1 Bimbingan ... 61 3.6.2 Karya Tulis... 61 3.6.3 Pelatihan ... 62 3.6.4 Jasa Identifikasi ... 62 3.6.5 Kerjasama Penelitian ... 62 3.6.6 Publikasi ilmiah... 62

3.6.7 Kegiatan dan Pelayanan lain ... 63

BAB IV PEMAKNAAN KOLEKSI DAN KOMUNIKASI ETHNO-ENTOMOLOGI ... 64

4.1 Peranan Serangga Bagi Kehidupan Manusia ... 64

4.1.1 Serangga yang Menguntungkan ... 64

4.1.2 Serangga yang Merugikan ... 71

4.2 Pemaknaan Serangga MZB ... 75

4.3 Komunikasi Di Museum ... 105

4.3.1 Penyajian Koleksi Pameran ... 105

4.3.2 Program Edukatif ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

5.1 Kesimpulan... 118

5.2 Saran... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(11)

Tabel 1.2 Jumlah Koleksi MZB yang dipamerkan ... 5

Tabel 2.1 Komposisi gizi jenis-jenis serangga yang dapat digunakan sebagai bahan pangan ... 30

Tabel 3.1 Perkembangan organisasi Museum Zoologicum Bogoriense ... 42

Tabel 3.2 Nama Museum dari masa ke masa ... 43

Tabel 3.3 Pimpinan museum dari masa ke masa ... 45

Tabel 3.4 Jumlah koleksi serangga MZB... 57

Tabel 3.5 Pengunjung MZB Tahun 2008 dan tahun 2009 ... 60

Tabel 4.2 Penyajian Koleksi serangga Museum Zoologicum Bogoriense... 108

Tabel 4.3 Penyajian Informasi koleksi serangga dari sudut pandang Ethno-entomologi berdasarkan komponen didactic dan discovery ... 111

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Bagan Proses Musealisasi ... 3

Gambar 1.2 Bagan Konsep kunci Museologi ... 6

Gambar 2.1 Bagan klasifikasi serangga/ insekta ... 14

Gambar 2.2 Bagian-bagian tubuh serangga ... 15

Gambar 2.3 Bagan Studi Ethnoscientific ... 29

Gambar 2.4 Teori Pendidikan ... 35

Gambar 3.1 Gedung Widyasatwaloka tempat penyimpanan koleksi fauna ... 43

Gambar 3.2 Denah gedung widyasatwaloka tempat penyimpanan koleksi fauna ... 44

Gambar 3.3 Bagan Struktur Organisasi Museum Zoologi Bogor ... 50

Gambar 3.4 Contoh koleksi serangga yang ditusuk jarum dan ditempel dengan kertas (point card) ... 57

Gambar 3.5 Penyimpanan koleksi serangga dalam unit tray, laci dan lemari koleksi ... 58

Gambar 3.6 Gedung pameran tetap MZB di Bogor ... 58

Gambar 3.7 Denah gedung pameran tetap MZB di Bogor ... 59

Gambar 4.1 Capung, Orthetrum sabina ... 75

Gambar 4.2 Capung, Chlorogomphus magnificus... 77

Gambar 4.3 Capung, Pantala flavescens... 77

Gambar 4.4 Capung, Crocothemis servilia ... 78

Gambar 4.5 Belalang Kayu, Valanga nigricornis ... 79

Gambar 4.6 Belalang Kembara, Locusta migratoria... 80

Gambar 4.7 Belalang, Patanga succinta ... 82

Gambar 4.8 Jangkrik, Gryllus mitratus ... 83

Gambar 4.9 Belalang Sembah, Parhierodula sternosticta... 84

Gambar 4.10 Walang Sangit, Leptocorisa oratoris ... 85

Gambar 4.11 Kepik Hijau, Nezara viridula ... 86

Gambar 4.12 Tonggeret, Pomponia imperatoria ... 87

Gambar 4.13 Tonggeret, Platylomia spinosa... 88

Gambar 4.14 Tonggeret, Dundubia rafflesi ... 89

(12)

Gambar 4.20 Semut Rangrang, Oechopyla smaragdina... 97

Gambar 4.21 Kumbang Sagu, Rhynchoporus ferrugineus ... 98

Gambar 4.22 Ulat Kumbang Sagu... 99

Gambar 4.23 Undur-undur, Myrmelon celebensis ... 99

Gambar 4.24 Rayap/ Laron, Macrotermes gilvus...101

Gambar 4.25 Kupu-kupu Gajah, Attacus atlas ...103

Gambar 4.26 Ngengat Sutera, Bombyx mori ...103

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Tabel Beberapa jenis serangga yang dimanfaatkan oleh manusia ... 126

Lampiran 2 : Gambar Peta sebaran serangga yang dimanfaatkan oleh manusia ... 128

(13)

Nama : M. Rofik Sofyan Program Studi : Magister Arkeologi

Judul : Pemaknaan Koleksi Serangga Museum Zoologicum

Bogoriense dari Sudut Pandang Ethno-entomologi.

Tesis ini membahas tentang pemaknaan koleksi serangga dari sudut pandang ethno-entomologi, serta komunikasi yang digunakan dalam penyampaian pemaknaan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Museum Zoologicum Bogorinse pada bulan Januari sampai Juni 2010. Dalam penelitian ini telah dilakukan pemaknaan terhadap 25 jenis koleksi serangga Museum Zoologicum Bogoriense. Komunikasi yang dilakukan adalah dengan pameran dan kegiatan edukatif. Teori pendidikan yang digunakan di museum adalah didactic expository. Penambahan teori pendidikan discovery sangat cocok untuk MZB yang memiliki kekhususan sebagai museum pengetahuan. Kegiatan edukatif yang dilakukan adalah bimbingan keliling museum, ceramah, pemutaran slide/ film/ video, bimbingan karya tulis, dan pelatihan-pelatihan.

Kata kunci:

(14)

Name : M. Rofik Sofyan Studi Program : Archaeology

Tittle : Interpretation of insects collection stored in Museum Zoologicum Bogoriense from the ethno-entomology view.

This thesis explains insect collection interpretation from the ethno-entomology view and methodology to communicate the interpretation. This research is descriptive one using a qualitative approach. This research is conducted in Museum Zoologicum Bogoriense in January until June 2010. During this research, this research is conducted for the insect collection stored in Museum Zoologicum Bogoriense and has successfully interpreted 25 specimens. Beside of implementing the didactic expositor, the museum should also apply discovery because of its role as science museum. Several seucative activities conducted in the museum are lecturing, slide and movie shows, scientific writing supervising, and trainings.

Keywords :

(15)

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki karakteristik yang sangat unik. Selain kaya dengan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, Indonesia juga memiliki keanekaragaman kelompok etnis dengan kehidupan sosial budaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kebhinekaan suku-suku bangsa yang mendiami di seluruh pulau dan kepulauan Indonesia memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai sistem pengetahuan tentang alam dan lingkungan. Kelompok etnis manusia merupakan bagian dari alam dan berada di lingkungan alam, serta dikelilingi oleh lingkungan alam. Kelompok manusia sangat tergantung terhadap lingkungan alam sekitarnya dalam hal pemanfaatan untuk kelangsungan hidupnya.

Manusia bukan sebagai makhluk eksotis dengan kebiasaan budaya aneh, tetapi lebih sebagai kelompok manusia yang tinggal di dekat dengan lingkungan mereka, banyak dari mereka melakukannya selama berabad-abad atau bahkan ribuan tahun (Posey, 1990: 7).

Lingkungan alam di luar manusia meliputi keanekaragaman hayati flora dan fauna. Keanekaragaman hayati fauna di antaranya serangga, baik liar maupun budidaya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Kenakeragaman hayati fauna merupakan sumberdaya biologi, di mana manusia mendapatkan kebutuhannya untuk bertahan hidup.

Besarnya peranan keanekaragaman hayati fauna khususnya serangga bagi kelangsungan hidup manusia dan kemanusiaan merupakan pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan sekitarnya. Hubungan manusia dengan serangga tidak bisa dilepaskan, karena serangga membantu manusia untuk survive di dunia. Sudah banyak jenis-jenis serangga yang dimanfaatkan manusia sejak zaman dahulu hingga saat ini, baik sebagai pengendali alam maupun peran serangga sebagai prilaku kebudayaan di masyarakat. Pemanfaatan serangga oleh manusia meliputi; sebagai makanan sumber protein, obat-obatan, bahan sandang, hiasan, kearifan lokal, dan obyek permainan bagi anak-anak (Nonaka, 1996: 40).

(16)

Sebagian besar serangga sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia dan kita cenderung untuk melupakan jasa serangga yang berperan sebagai penyerbuk tanaman, rantai makanan dari jenis serangga, dan sebagian kecil menjadi sumber makanan bagi manusia atau untuk bahan pakaian (Lamb, 1974: 1).

Dalam konteks kebudayaan, Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) merupakan tempat menyimpan informasi mengenai serangga bukan saja dari disiplin ilmu dasar biologi tetapi juga dari sudut pandang budaya melalui pemaknaan baru. Menurut Magetsari (2009: 8) koleksi diperlakukan sebagai representasi dari identitas, dari akar budaya atau mengandung makna-makna lain. Museum tidak hanya melestarikan dan kemudian memamerkan koleksinya, namun berubah menjadi bagaimana koleksi itu dapat bermakna bagi masyarakat, bagaimana koleksi itu dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, bagaimana koleksi itu dapat memberi identitas masyarakat, dan bagaimana masyarakat dapat menemukan kembali akar budayanya.

Dalam menyampaikan informasi kepada pengunjung museum, akan lebih bermakna apabila pengunjung merasa terlibat di dalamnya, sehingga akan timbul kenangan atau pengalaman pengunjung ketika mengunjungi museum. Informasi yang didapat oleh pengunjung ketika berkunjung ke museum dapat kembali membuka perilaku budaya yang selama ini terlupakan, atau sudah ditinggalkan akibat perkembangan jaman yang begitu cepat. Dengan demikian informasi yang diberikan akan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Orientasi museum akan berubah yaitu dari koleksi kepada kepentingan masyarakat.

MZB dalam menyampaikan informasi tentang serangga sudah dilakukan sejak berdirinya museum. Informasi yang disampaikan merupakan bagian dari disiplin ilmu dasar biologi meliputi; biosistematika, fisiologi dan ekologi. Biosistematika merupakan informasi berupa klasifikasi dan tata nama serangga yang meliputi nama jenis, marga, suku, bangsa, kelas, dan sebagainya baik dalam bahasa Latin, Inggris, dan Indonesia. Fisiologi adalah informasi yang meliputi peran dan fungsi dari organ tubuh serangga. Sedangkan ekologi adalah informasi yang terdiri atas perilaku dan kehidupan serangga di habitatnya.

Untuk itu, perlu adanya penambahan informasi terhadap koleksi serangga selain kajian dari ilmu dasar biologi tersebut. Salah satunya adalah informasi

(17)

serangga dari sudut pandang sosial budaya melalui pemaknaan ethno-entomologi. Pemaknaan ethno-entomologi terhadap koleksi serangga MZB diharapkan dapat mengungkap perilaku kehidupan sosial budaya masyarakat, sehingga menambah informasi yang disampaikan menjadi lebih lengkap dari sudut pandang ethno-entomologi, selain dari disiplin ilmu dasar biologi.

Ethno-entomologi adalah pengetahuan tentang penggunaan serangga oleh masyarakat dengan melihat serangga dari nama, klasifikasi dan kegunaannya (Posey & Plenderleith, 2004: 9-10)

Pemaknaan koleksi serangga dari sudut pandang ethno-entomologi berusaha untuk menafsirkan kembali koleksi yang memiliki informasi yang berbeda pada saat ditemukan, disimpan sampai berada di museum. Penafsiran koleksi adalah prioritas utama pada sebagian besar museum. Peran museum tidak lagi terbatas pada konservasi terhadap benda, mereka juga harus berbagi dan terus menerus menafsirkan kembali (Hooper-Greenhill, 2007: 1). Sehingga dengan demikian informasi yang dimiliki koleksi di museum menjadi bertambah dan berkembang sesuai dengan keinginan masyarakat. Sebuah obyek di museum dapat berkembang menjadi beberapa arti dan makna, dari penciptaannya sampai punahnya atau diantara keduanya (Kavanagh, 1991: 131). Penambahan informasi terhadap koleksi adalah perubahan dari konteks primer menjadi konteks museologis melalui proses musealisasi. Konteks museologis adalah konteks setelah benda mengalami proses seleksi dan mendapatkan nilai informasi (Mensch, 2004: 6). Museological Context Primary Context Musealisation Economic Value Material Culture Society museality Dokumentary value Cultural heritage Gambar 1.1. Bagan Proses Musealisasi

(18)

Koleksi serangga yang dimiliki MZB merupakan asset yang sangat berharga dan penting karena mempunyai nilai estetika dan ilmiah. Selain koleksi serangga, MZB menyimpan koleksi ilmiah dalam jumlah besar terdiri atas berbagai jenis fauna atau binatang Indonesia. Diperkirakan berjumlah 2,6 juta spesimen dari 17.182 jenis dan terbagi menjadi tujuh kelompok utama kuratorial yaitu Mamalia, Burung, Ikan, Herpet (Reptilia dan Amfibia), Moluska termasuk invertebrata lain, Krustasea, dan Serangga termasuk arthropoda lainnya (Tabel. 1.1) (Prijono, et.al. 1999: 1).

Koleksi serangga merupakan koleksi terbesar di MZB dan juga di kawasan Asia Tenggara atau mungkin Asia. Kurang lebih 2.5 juta nomor koleksi (96%) terdiri dari 12.334 jenis serangga (69,8%) dimiliki oleh MZB. Koleksi tipe yang merupakan ”Masterpeace” berjumlah 3.500 jenis. Koleksi ilmiah ditata menurut klasifikasi, dan tercatat 44 bangsa (ordo) atau lebih dari 500 suku (familia) serangga terdapat di MZB.

Tabel 1.1. Jumlah Koleksi ilmiah fauna MZB

Takson Spesimen Jumlah Jumlah Spesies Spesimen Type Jumlah

Mamalia 27.000 460 117

Burung 30.762 1.000 1.000

Reptil & Amfibia 19.937 763 223

Ikan 15.252 1.300 250

Serangga 2.538.600 12.334 3.500

Moluska 13.146 959 279

Krustasea 1.558 700 26

TOTAL 2.607.655 17.182 5.145

Sumber : Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, 2009. Di samping koleksi ilmiah, MZB dilengkapi dengan ruang pameran agar masyarakat luas dapat menggali pengetahuan tentang binatang, baik bentuk, manfaat maupun perikehidupannya. Hingga tahun 2009 tidak kurang dari 7 kelompok takson yang meliputi 1.372 nomor (0,05%) yang terdiri atas 954 jenis fauna dan tercatat menjadi koleksi pameran MZB di Bogor (Tabel. 1.2). Kebanyakan hewan yang dipamerkan di sini dimasukkan ke dalam sebuah kotak

(19)

kaca atau vitrin yang berisi diorama habitat aslinya. Ruang pameran dibagi menjadi 7 ruangan yang terdiri dari ruangan burung, mamalia, reptil, ikan, moluska, serangga, dan sebuah ruangan terbuka yang menyimpan kerangka Paus biru sepanjang tak kurang dari 27,5 meter.

Pameran MZB yang disajikan dalam kotak kaca atau vitrin bersifat statis, sehingga bagi anak-anak pameran tersebut tidaklah menarik. Bagi anak-anak untuk memahami informasi melalui koleksi akan sangat membosankan apabila dihadapkan dengan pameran yang statis, dimana koleksi yang dipamerkan tidak dapat disentuh atau bahkan untuk dimainkan. Pada saat ini, salah satu kekuatan terhadap pendidikan di museum adalah nilai belajarnya melalui indra. Penggunaan rasa sentuhan, penciuman, pendengaran dan rasa memiliki telah memberikan nilai tambah bagi museum sebagai tempat pendidikan dalam mengembangkan pembelajaran yang didasarkan pada koleksinya (Knell, MacLeod, & Watson, 2007: 374).

Tabel. 1.2. Jumlah Koleksi MZB yang dipamerkan

Takson Jumlah Spesimen Jumlah Spesies

Mamalia 123 88

Burung 291 211

Reptil & Amfibia 102 92

Ikan 55 55

Serangga 498 262 Moluska 300 243 Krustasea 3 3

TOTAL 1.372 954

Sumber : Seksi Pameran MZB, 2009.

MZB dikenal sebagai lembaga penelitian dan lembaga pendidikan informal Bidang Zoologi, di bawah Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Penelitian terhadap koleksi serangga dilakukan sejak museum didirikan 115 tahun yang lalu, dimulai dengan penelitian terhadap serangga hama pertanian oleh pendirinya Dr. J.C. Koningsberger. Selain

(20)

koleksi serangga dilakukan hingga saat ini. Sedangkan pendidikan informal diberikan kepada pengunjung dan masyarakat ilmiah yang meliputi; panduan, pelatihan, ceramah, seminar, workshop, bimbingan skripsi/tesis/disertasi, karya tulis, dan lain sebagainya.

Sebagai lembaga penelitian, dengan jumlah koleksi fauna yang sangat besar menjadikan MZB sebagai pusat informasi fauna Indonesia. Hal ini sesuai visi-misi MZB dalam rangka mengungkapkan kekayaan dan manfaat fauna nusantara. Dengan visi-misi tersebut, diharapkan koleksi yang dimiliki MZB menjadi referensi yang bisa dimanfaatkan untuk menambah informasi atau pengetahuan oleh pelajar, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, peneliti dalam negeri maupun luar negeri untuk kepentingan ilmiah. Informasi yang dapat diperoleh di MZB meliputi keanekaragaman jenis fauna, penyebaran, ekologi, peranan dan lain sebagainya yang semuanya merupakan bidang disiplin ilmu dasar biologi.

Museum harus menjadi salah satu lembaga penelitian yang kuat dan berkelanjutan. Penelitian pada koleksi seharusnya merupakan proses yang berkesinambungan, dilakukan sesuai dengan kebijakan penelitian dan berhubungan erat dengan kebijakan pengumpulan koleksi museum (Ambrose & Paine, 2006: 99). Museum seyogianya berperan sebagai lahan penelitian ilmiah, dengan demikian museum menjadi lembaga pembelajaran atau pendidikan informal yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak (Sabana, 2008: 7-8). Dengan demikian museum dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga penelitian tidak terlepas dari koleksi dan informasi yang disajikan. Ini sesuai dengan konsep kunci museologi yang terdiri dari penelitian, preservasi, dan komunikasi (lihat Gambar 1.2).

(21)

Sebagai lembaga pendidikan informal, museum dapat menjadi tempat atau sarana pendidikan bagi masyarakat. Museum saat ini belum menyadari fungsinya sebagai lembaga pendidikan. Walaupun sudah lama berdiri dan serius komitmennya dalam fungsinya sebagai lembaga pendidikan informal, masih ada kesenjangan antara realitas dan potensi yang harus dibenahi oleh pengambil kebijakan dibidang pendidikan dan museum (Bloom & Powell, 1984: 28 dalam Edson & Dean, 1994: 9). Pendidikan di museum sebaiknya menerapkan teori pendidikan sesuai dengan batasan umur dari pengunjung museum. Tidak semua pengunjung dapat memahami semua informasi yang disampaikan oleh museum, baik melalui benda, label, panel atau yang lainnya. Teori pendidikan menurut Hein (1998: 25) diilustrasikan dalam bentuk ortagonal yang terdiri dari masing-masing teori antara lain; teori pendidikan Didactic Expository, Stimulus-Response, Discovery, dan Constructivism.

Dalam proses pembelajaran, museum sebagai tempat pendidikan tidak sama dengan sekolah. Menurut Tanudirjo (2008) pendidikan di museum harus dengan suasana yang menyenangkan atau ”edutainment” (education and entertainment). Ini sesuai dengan definisi museum oleh International Council of Museum (ICOM Code of Professional Ethics, 2004) :

“a non-profit making permanent institution in the service of society and of its development, open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment, the tangible and intangible evidence and their environment.”

Menurut definisi tersebut museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, yang berfungsi mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkomunikasikan dan memamerkan, bukti-bukti material manusia dan lingkungannya untuk tujuan penelitian, pendidikan, dan kesenangan mengenai bukti manusia dan lingkungannya yang bersifat tangible dan intangible.

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa museum adalah sebuah lembaga yang mempunyai peran dari tiga lembaga sekaligus; pertama adalah lembaga penelitian, kedua sebagai lembaga pendidikan, dan ketiga sebagai

(22)

lembaga kepariwisataan. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia (PP no 19 tahun 1995) tentang pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya di museum pasal 27 menyebutkan;

”Penyajian benda cagar budaya dimuseum kepada masyarakat pada dasarnya dimaksudkan sebagai sumber informasi, sarana pendidikan, dan rekreasi”.

Sehingga jelas bahwa peran museum adalah sebagai lembaga penelitian, pendidikan, dan sekaligus sebagai tempat rekreasi. Dengan demikian penyajian koleksi museum harus dapat menjadikan pengunjung menikmatinya dengan rasa senang, sehingga museum benar-benar dijadikan sebagai tempat tujuan wisata utama bagi masyarakat.

1.2. Perumusan masalah

Penelitian terhadap serangga sebagai bagian dari ilmu dasar biologi sudah banyak dilakukan, sehingga perlu adanya penelitian serangga dari sudut pandang yang lain. Ada kesan bahwa MZB menampilkan koleksinya hanya untuk kepentingan bidang ilmu tertentu dalam hal ini disiplin ilmu dasar biologi. Padahal masyarakat masih perlu mendapatkan informasi yang lebih luas terhadap koleksi serangga. Salah satunya adalah dari sudut pandang ethno-entomologi. Ethno-entomologi merupakan turunan dari cabang ilmu biologi yang dapat disampaikan kepada pengunjung. Dari permasalahan di atas muncul pertanyaan-pertanyaan, antara lain:

a. Seperti apakah informasi tentang ethno-entomologi ?

b. Bagaimana mengkomunikasikan informasi tentang ethno-entomologi kepada pengunjung MZB ?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah : a. Menjadikan koleksi serangga MZB sebagai acuan dan referensi bagi

masyarakat pengguna melalui informasi yang tersedia.

b. Mengungkap makna serangga dari sudut pandang ethno-entomologi. c. Mengetahui bentuk komunikasi yang diterapkan dalam upaya

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

a. Menambah acuan atau referensi mengenai peran serangga dari sudut pandang ethno-entomologi.

b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap manfaat serangga melalui koleksi serangga yang dipamerkan.

c. Meningkatkan peran museum sebagai lembaga pendidikan informal yang menyenangkan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada kajian ethno-entomologi terhadap koleksi serangga. Koleksi serangga salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan disiplin ilmu ethno-entomologi. Ethno-entomologi merupakan cabang ilmu dari ethno-biologi yang menggabungkan kekuatan interdisiplin dan multidisiplin ilmu pengetahuan untuk mendokumentasikan, mempelajari, dan memberi manfaat bagi sistem pengetahuan tradisional masyarakat. Disiplin ilmu biologi sudah banyak dikaji pada tingkatan subject matter discipline, sehingga dengan demikian informasi tentang disiplin ilmu biologi dapat digunakan kembali dalam proses penelitian ini. Sebagai bahan penelitian dasar yang akan diungkap dalam pembahasan tesis ini adalah penggunaan serangga oleh masyarakat dari nama jenis serangga, klasifikasi, dan kegunaannya.

Penelitian ini dilakukan terhadap koleksi serangga yang dimiliki oleh MZB baik yang ada diruang pameran yang berlokasi disekitar Kebun Raya Bogor, maupun yang ada diruang penyimpanan koleksi ilmiah yang berlokasi di Cibinong. Koleksi serangga ini merupakan hasil dari penelitian dilapangan melalui penangkapan dengan berbagai macam metode penangkapan yang kemudian disimpan di MZB sampai saat sekarang ini. Mengingat besarnya jumlah koleksi serangga yang dimiliki MZB, sehingga tidak dimungkinkan untuk mengkaji seluruh koleksi serangga. Jenis-jenis serangga yang diteliti merupakan jenis serangga yang mempunyai peran langsung terhadap prilaku budaya masyarakat, baik sebagai makanan, obat-obatan, pertanian, hiasan, kearifan lokal, permainan, dan lain sebagainya menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh subject matter discipline.

(24)

Pembahasan yang berkaitan dengan pendidikan museum dapat dilakukan dengan pendekatan teori pendidikan melalui teori pengetahuan dan teori belajar. Teori pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dari berbagai pendekatan yang dapat dilakukan oleh museum. Untuk meningkatkan pendidikan di museum, pembelajaran yang selama ini sudah dilakukan oleh museum dalam bentuk pendidikan informal dapat diteruskan dengan perbaikan-perbaikan melalui teori pendidikan di museum.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan; tahapan observasi, deskripsi dan eksplanasi. Tahapan observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung, studi kepustakaan, dan wawancara. Pengamatan langsung dilakukan terhadap koleksi serangga yang dimiliki MZB. Jenis koleksi serangga yang diamati merupakan jenis koleksi yang ada kaitannya dengan penelitian ethno-entomologi menurut informasi dari informan. Jenis-jenis koleksi serangga yang dipilih selain dihasilkan dari informan, juga dipilih koleksi yang memiliki bentuk yang masih utuh secara anatomi serangga dan lengkap data labelnya. Koleksi serangga yang masih utuh secara anatomi dapat dengan mudah untuk diklasifikasikan. Koleksi serangga yang memiliki label data lengkap, memudahkan untuk menelusuri informasi keberadaan jenis serangga tersebut.

Studi kepustakaan yang dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen tentang koleksi, antara lain buku katalog dan buku-buku tentang teori entomologi atau ethno-entomologi. Studi kepustakaan adalah metode penelitian kualitatif noninteraktif (non interaktive inguiry). Penelitian noninteraktif disebut juga penelitian analitis, yaitu mengadakan pengkajian berdasarkan analisis dokumen (Sukmadinata, 2005: 65). Dokumen yang digunakan adalah buku katalog, buku-buku hasil penelitian dan buku-buku-buku-buku tentang entomologi atau etno-entomologi.

Wawancara dilakukan terhadap Informan kunci (key informant) terdiri atas tiga orang ahli serangga yang telah melakukan penelitian terhadap serangga dari berbagai aspek, yaitu taksonomi, ekologi dan ethno-entomologi. Ketiga ahli serangga ini merupakan subject matter disipline di MZB. Ketiga ahli serangga itu

(25)

taksonomi serangga, serta Dr. Sih Kahono sebagai ahli ekologi serangga/ ethnoentomologi.1

Wawancara yang dilakukan merupakan metode penelitian kualitatif interaktif yaitu menggali informasi melalui informan kunci. Informasi yang dihasilkan dengan cara wawancara yang sangat mendalam mengenai serangga. Informasi yang dihasilkan dari wawancara tersebut adalah tentang jenis-jenis serangga, siklus hidupnya, peran di alam dan penggunaan serangga oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.

Koleksi serangga yang sudah dipilih kemudian diukur panjang tubuhnya, dicatat nomor katalog dan label datanya. Label data koleksi meliputi; lokasi penangkapan, tanggal dan nama yang menangkapnya atau kolektor serangga tersebut. Deskripsi yang disampaikan adalah deskriptif yaitu mendeskripsikan suatu kajian atau fenomena dalam penelitian untuk mendapatkan informasi terhadap obyek yang diteliti berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan.

Eksplanasi dilakukan terhadap variabel-variabel antara lain; hasil pengamatan, literatur, dan informasi dari informan. Pembahasan terhadap penelitian ini dilakukan setelah mendalami hasil observasi, deskripsi dan eksplanasi yang dihasilkan. Pembahasan mengenai kajian koleksi serangga yang merupakan hasil pemaknaan baru akan terpisah dengan konsep pendidikan di museum. Konsep pendidikan di museum merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan di museum. Literatur tentang teori pendidikan dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam pembahasan konsep pendidikan di museum.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari lima bab, dengan urutan sebagai berikut :

1 Wawancara dengan informan kunci (ahli serangga) dilakukan seminggu sekali selama dua bulan

dengan sembilan kali pertemuan. Masing-masing informan mendapat tiga kali pertemuan. Dalam sekali pertemuan memakan waktu kurang lebih dua jam. Sehingga efektifitas pertemuan yang dilakukan dengan ketiga informan adalah delapan belas jam.

(26)

Bab 1. Pendahuluan

Pada bab ini menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2. Tinjauan teoritis

Pada bab ini dibahas mengenai landasan teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian, yaitu teori-teori entomologi, ethno-entomologi dan teori pendidikan di museum.

Bab 3. Gambaran Umum Museum Zoologicum Bogoriense

Pada bab ini membahas mengenai Museum Zoologicum Bogoriense, meliputi; sejarah museum, sumber daya manusia, koleksi museum, pameran museum, kegiatan edukasi museum, serta sarana dan prasana penunjang museum. Bab 4. Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan secara deskriptif melalui tabel, gambar atau uraian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

Menguraikan hasil kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan terhadap penelitian dan saran yang dapat dimanfaatkan oleh institusi museum.

(27)

Berdasarkan tugas dan fungsi museum sebagaimana yang telah dirumuskan oleh ICOM yaitu mengumpulkan (acquire), melestarikan (conserve), meneliti (research), mengkomunikasikan (communicate) dan memamerkan (exhibits) bukti-bukti material manusia dan lingkungan, museum merupakan lembaga yang harus terus melakukan penelitian terhadap koleksi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Museum tidak sekedar memamerkan koleksinya, melainkan menentukan data apa yang harus direpresentasikan. Oleh sebab itu, apa yang disajikan tidak lagi merupakan sekedar informasi tentang benda koleksi, melainkan merupakan hasil interpretasi terhadap koleksi. Dengan demikian, koleksi akan mengandung makna-makna lain (Magetsari, 2009: 8).

Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) merupakan museum khusus dibidang fauna atau binatang. MZB adalah museum yang mendasari ilmu pengetahuan dibidang Zoologi. Museum yang membidangi ilmu zoologi merupakan bagian dari Museum Sejarah Alam atau “Natural History Museum” (Burcaw, 1975: 34). Dalam perkembangannya MZB adalah museum ilmu pengetahuan yang merupakan bagian dari Museum Sejarah Alam. Museum ilmu pengetahuan atau “Science Museum” sebagai dasarnya adalah ruang lingkup pengetahuan, tetapi secara umum merupakan museum sejarah alam atau “Natural History Museum” (Coleman, 1939: 47).

Koleksi serangga merupakan bagian dari koleksi fauna MZB. Dalam penelitian koleksi serangga museum zoologi Bogor melalui pemaknaan dari sudut pandang ethnoentomologi perlu diketahui pengetahuan tentang beberapa teori, yaitu: entomologi, ethnoentomologi dan teori pendidikan untuk mengkomunikasikannya di museum.

2.1. Entomologi

Entomologi adalah ilmu yang mempelajari serangga atau insekta. Entomologi berasal dari kata entomos yang berarti potongan atau irisan dan logos berarti ilmu. Secara umum, entomologi adalah studi untuk mempelajari serangga, akan tetapi seringkali diperluas yang mencakup hewan beruas-ruas lainnya,

(28)

seperti laba-laba dan kerabatnya yang termasuk ke dalam Arachnida, atau kelabang dan kerabatnya. Serangga termasuk kedalam filum Arthropoda atau hewan yang beruas-ruas (Arthros berarti sendi atau ruas; dan podos berarti kaki atau tungkai), subfilum Mandibulata, dan merupakan kelas Insekta (Gambar. 2.1).

Tubuh serangga terbagi atas tiga bagian yaitu; kepala (caput), dada (toraks), dan perut (abdomen) (Naumann, 1994: 4). Pada kebanyakan jenis serangga jumlah ruas pada tubuhnya terdiri atas 19 sampai 20 ruas (Elzinga, 1978: 22). Pada bagian kepala terdiri atas 6 ruas, toraks 3 ruas, dan abdomen 10-12 ruas. Pada kepala terdapat alat mulut, antena, mata majemuk, dan mata tunggal (ocelli). Sedangkan pada bagian toraks terdapat tiga pasang kaki, dan beberapa sayap (Gambar. 2.2). Pada umumnya serangga dewasa mempunyai dua pasang sayap, tetapi beberapa jenis serangga ada yang mempunyai sepasang sayap atau tanpa sayap (Zahradnik, 1990: 7-8).

Gambar 2.1. Bagan klasifikasi serangga/ insekta Sumber: Naumann, 1994:125

(29)

Gambar 2.2. Bagian-bagian tubuh serangga Sumber Naumann, 1994: 4

Serangga merupakan hewan yang paling dominan di muka bumi pada saat sekarang ini. Dari seluruh hewan yang menghuni bumi ini, 80% adalah serangga. Menurut Pedigo (1989), diperkirakan dari setiap lima ekor hewan maka salah satunya adalah kumbang, dan kumbang merupakan salah satu serangga yang termasuk kedalam bangsa Coleoptera, kelas insekta atau serangga. (Jumar, 2000: 1-2). Pada umumnya serangga dalam siklus hidupnya membutuhkan kurang dalam setahun, sehingga perkembangannya sangat cepat dan sempurna. Kebanyakan serangga mengalami perubahan-perubahan yang jelas dalam perkembangan siklus hidupnya, baik dari penampilan maupun kebiasaan. Alasan Elzinga (1978:23) memberikan perhatian khusus terhadap serangga dalam perkembangannya yang begitu cepat dan sempurna, adalah sebagai berikut ;

1. Ukuran serangga yang kecil, berkisar antara 0,25 mm sampai 330 mm. 2. Modifikasi dan eksploitasi berbagai jenis mulut serangga sebagai

kelengkapan dan gerakan-kaki dalam mengumpulkan makanan

3. Perkembangan ekstensif metamorfosis lengkap di mana serangga pradewasa dan serangga dewasa telah berevolusi untuk memakan makanan yang berbeda, sehingga tidak terjadi persaingan

4. Siklus hidup yang cepat di mana mutasi dapat dengan cepat dipilih untuk dimasukkan ke dalam populasi gen

5. Banyak spesies yang berbeda-mengisolasi mekanisme yang melibatkan alat kelamin, hormon, dan modifikasi perilaku serangga.

(30)

sayap, bagian-bagian tubuh, antena, mulut, dan metamorfosis (Borror, 1982: 191). Beberapa ordo tersebut terbagi kedalam subkelas Apterygota dan Pterygota. Ordo merupakan kategori taksonomi yang lebih rendah setelah kelas dan subkelas. Kategori ordo merupakan kategori kolektif yang bertujuan untuk pengelompokkan serangga, sehingga mempermudah dalam pemberian nama. Dengan demikian pengelompokan ini akhirnya akan lebih cepat dapat dipahami dalam pemberian nama jenis pada serangga (Jumar, 2000: 115). Menurut Elzinga (1978: 228-295), Borror (1982: 212-917), Naumann (1994: 223-418), dan Jumar (2000: 131-168) beberapa deskripsi ordo serangga sebagai berikut :

A. Subkelas Apterygota

Subkelas Apterygota, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Merupakan serangga primitif dan berukuran kecil

b. Tidak bersayap sejak nenek moyangnya

c. Struktur toraks sederhana tidak terbagi oleh sutura menjadi sklerit-sklerit kecil

d. Pada abdomen terdapat satu pasang embelan e. Tidak mengalami metamorfosis.

1. Ordo Protura

Protura adalah serangga yang berukuran kecil panjangnya 0,6-1,5 mm yang berwarna putih. Kepala tidak memiliki mata maupun antena, kaki depan lebih panjang dan terangkat ke atas seperti antena, toraks tidak bersayap, abdomen terdiri atas 9 – 14 ruas. Serangga ini hidup dalam tanah yang lembab, serasah, di bawah lapisan kulit kayu, atau dalam kayu yang lapuk/ busuk.

2. Ordo Diplura

Kelompok serangga ini seperti serangga perak yang memiliki tubuh memanjang sekitar 6 mm dan oval dengan warnanya yang pucat. Antena yang panjang dengan banyak ruas, tidak memiliki mata, dan abdomen terdiri atas 11 ruas. Biasanya serangga ini hidup di tempat lembab, jerami, di dalam tanah, di bawah kulit kayu, di bawah batu, di gua-gua, dan di kayu-kayu yang lapuk atau sedang membusuk.

(31)

3. Ordo Collembola

Collembola adalah kelompok serangga yang tidak bersayap dan ukurannya kurang dari 6 mm berwarna hitam dengan antena terdiri atas empat ruas. Serangga ini biasa disebut “ekor pegas” karena memiliki struktur menggarpu (furcula) yang terletak pada ruas abdomen keempat atau kelima yang berfungsi sebagai alat peloncat. Pada umumnya Collembola hidup di dalam tanah, di bawah serasah, di bawah kulit lapuk, dalam bahan organik yang membusuk, pada permukaan air, dan pada jamur.

4. Ordo Thysanura

Thysanura adalah kelompok serangga yang tidak

bersayap,dengan bentuk tubuh yang memanjang dan agak gepeng dengan tiga buah embelan seperti ekor pada ujung abdomen. Bagian tubuhnya tertutupi oleh sisik-sisik agak berwarna perak, sehingga dinamakan “serangga perak”. Antena panjang yang terdiri atas 11 ruas, mata majemuk, dan abdomen 11 ruas. Serangga ini biasanya terdapat pada serasah, di bawah kulit kayu, batu, kotoran, buku, pakaian, kertas, serta dilingkungan yang gelap dan lembab.

5. Ordo Microcoryphia

Microcoryphyia merupakan kelompok serangga yang

mempunyai ciri-ciri tubuhnya hampir sama dengan kelompok Thysanura, tetapi kelompok ini memiliki tubuh yang lebih silindris dengan toraks agak melengkung, mata majemuk besar dan bersinggungan. Kelompok serangga ini banyak ditemukan didaerah rumput, serasah hutan, di bawah kulit kayu, dan di bawah batu-batuan.

B. Subkelas Pterygota

Subkelas Pterygota, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pterotoraks serangga dewasa membesar atau dimodifikasi untuk mendukung sayap

(32)

2. Serangga dewasa memiliki satu atau dua pasang sayap atau sayap hilang dalam proses evolusinya

3. Abdomen tanpa embelan kecuali embelan alat reproduksi 4. Mengalami metamorfosis dari sederhana sampai sempurna

1. Ordo Odonata

Odonata adalah kelompok serangga yang mempunyai sayap yang memanjang, tubuhnya ramping dan memanjang dengan bagian toraks relatif kecil (seperti pesawat helikopter), antena pendek, dan mata majemuk besar. Kelompok serangga ini lebih dikenal dengan nama “capung”, biasanya hidup di sekitar perairan atau kolam. Dewasanya terbang bebas di udara, sedangkan pradewasanya (nimfa) hidup di dalam air. Peranan serangga ini di alam bertindak sebagai predator yaitu memakan serangga-serangga kecil seperti nyamuk, agas dan ngengat kecil, tetapi seringkali capung-capung yang ukurannya lebih besar menangkap lebah, kupu-kupu atau capung lainnya yang lebih kecil.

2. Ordo Ephemeroptera

Ephemeroptera adalah serangga yang bertubuh sangat lunak, memanjang, dan berukuran sedang, mempunyai ekor seperti benang yang panjang banyaknya dua atau tiga buah. Dewasa serangga ini mempunyai sayap-sayap yang tipis dengan rangka sayap yang banyak. Seperti halnya capung, serangga ini mempunyai dua fase kehidupan, untuk dewasanya terbang bebas di sekitar aliran air atau kolam, sedangkan pradewasanya (nimfa) hidup di dalam air.

3. Ordo Orthoptera

Orthoptera adalah serangga yang umum dijumpai dan mudah dikenal dengan nama “belalang dan jangkrik”. Serangga ini memiliki sayap dua pasang, antena yang pendek, beberapa jenis antenanya panjang melebihi panjang tubuhnya dan beruas banyak, panjang tubuhnya lebih dari 115 mm, dan abdomen terdiri atas 11 ruas. Sebagian

(33)

merupakan hama penting tanaman, beberapa jenis lagi sebagai predator. Sebagian besar anggota kelompok orthoptera dapat menghasilkan suara atau bunyi-bunyian. Suara yang dihasilkan merupakan gesekan sayap dengan kaki. Serangga jantan biasanya menghasilkan suara lebih kuat daripada serangga betina. Suara yang dihasilkan berfungsi untuk memanggil lawan jenisnya.

4. Ordo Isoptera

Isoptera atau “ rayap ” adalah serangga sosial yang berukuran kecil, bertubuh lunak dan biasanya berwarna coklat pucat. Serangga ini hidup dalam koloni-koloni dengan individu-individu yang secara morfologi dibedakan menjadi bentuk-bentuk berlainan atau kasta-kasta, yaitu; reproduktif, pekerja dan prajurit. Kasta reproduktif merupakan serangga dewasa yang bersayap, mata majemuk, ukuran tubuhnya mencapai 76 mm, sang ratu dapat hidup beberapa tahun dan meletakkan telur beribu-ribu sampai beberapa juta. Kasta pekerja merupakan serangga dewasa yang steril, tidak bersayap, mata majemuk, dan bertugas mengumpulkan makanan dan memberi makan ratu, kasta prajurit dan serangga pradewasa yang baru keluar dari telur. Kasta prajurit merupakan serangga dewasa steril dengan bentuk kepala yang besar, memiliki rahang yang besar dan kuat, serta bertugas menjaga dan mempertahankan koloni dari gangguan hewan lain, misalnya semut. Kelompok serangga ini biasanya hidup didalam tanah atau kayu yang lapuk, juga dapat merusak kayu bangunan.

5. Ordo Psocoptera

Psocoptera adalah serangga yang berukuran kecil dengan panjang kurang dari 6 mm, bertubuh lunak, antena panjang, dan memiliki dua pasang sayap yang tipis atau tanpa sayap. Serangga yang bersayap biasanya hidup di luar gedung seperti di bawah kulit kayu, daun pohon, daun kering, semak, dan di bawah batu-batuan. Sedangkan serangga yang tanpa sayap hidup di dalam rumah atau gedung diantara

(34)

buku-buku dan kertas-kertas, sehingga serangga ini disebut “kutu buku”.

6. Ordo Blattodea

Blattodea merupakan serangga primitif dari kelompok

orthoptera, dan lebih dikenal dengan nama “kecoak”. Serangga ini merupakan pelari yang sangat cepat dan pemakan segala jenis makanan, mempunyai bentuk tubuh yang berbentuk bulat telur dan gepeng, panjang tubuhnya sekitar 12 - 50 mm, dan berwarna coklat tua. Memiliki sayap yang jelas, tetapi beberapa jenis sayap tersebut menyusut, antenanya panjang beruas-ruas. Serangga ini biasanya dapat ditemukan di kayu yang membusuk, di bawah tumpukan barang atau benda-benda rumah tangga, di sampah, semak, kulit kayu, dan serasah hutan.

7. Ordo Mantodea

Mantodea adalah serangga yang memiliki kaki depan yang telah mengalami modifikasi dan dengan posisi diangkat ke atas seperti menyembah, sehingga dijuluki dengan nama “belalang sembah”. Ukuran tubuhnya sekitar 50 mm, kepala bebas bergerak dan dapat memutar kebelakang, toraks memanjang, dua pasang sayap yang lurus, abdomen terdiri atas 11 ruas dan kakinya dilengkapi duri-duri yang kuat dan cocok untuk menangkap korban. Pergerakan serangga ini sangat lamban, walaupun demikian kelompok ini adalah pemangsa dan makan segala macam serangga, termasuk belalang sembah lainnya. Dengan sifatnya sebagai pemangsa sangat berperan sebagai agen pengontrol secara biologi untuk pengendalian hama tanaman pertanian.

8. Ordo Grylloblattodea

Grylloblattodea adalah serangga yang tidak bersayap, memanjang dan langsing, panjangnya kira-kira 20-35 mm. Tubuhnya lunak berwarna pucat dan berambut halus, matanya kecil, antena

(35)

panjang terdiri atas 28-39 ruas, toraks 3 ruas, dan abdomen 11 ruas. Kelompok serangga ini makan serangga mati dan bahan organik lainnya, hidup di tempat-tempat yang dingin seperti lereng-lereng batu karang dan permukaan tanah yang tinggi.

9. Ordo Phasmatodea

Phasmatodea adalah serangga yang menyerupai ranting

(belalang ranting) dan daun (belalang daun). Dengan penyamaran tersebut menjadikan mereka mimikri untuk melindungi diri dari pemangsa. Belalang ranting mampu bergenerasi kembali kaki-kakinya yang patah atau hilang, warna serangga muda kehijau-hijauan sedangkan dewasanya berwarna coklat. Kelompok serangga ini ada yang mempunyai sayap dan tidak bersayap, serangga yang bersayap bentuk sayap depan bulat telur dan pendek, sedangkan sayap belakang menonjol 2 sampai 3 mm dari sayap depan. Belalang daun memiliki sayap-sayap seperti daun, sering dijumpai di pohon jambu. Jenis-jenis serangga ini merupakan pemakan tumbuh-tumbuhan dan bergerak sangat lamban, biasanya terdapat di pohon-pohon, daun-daun atau semak-semak.

10. Ordo Dermaptera

Dermaptera adalah serangga yang mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, ramping dan agak gepeng. Serangga dewasa ada yang bersayap dan tidak bersayap, abdomen 10 ruas, antena beruas-ruas dan memiliki penjepit pada ujung abdomen. Dengan adanya penjepit tersebut serangga ini dinamakan “cocopet” dengan kebiasaannya hidup pada malam hari dan bersembunyi pada waktu siang hari di celah-celah, dalam lubang kecil, di bawah kulit kayu dan di reruntuhan.

11. Ordo Embrioptera

Embrioptera adalah serangga yang ukuran tubuhnya kecil, langsing, agak gepeng dan panjangnya kira-kira 10 mm. Abdomen 10

(36)

ruas, memiliki sayap atau sayap yang menyusut, kaki-kakinya pendek dan gemuk. Serangga ini hidup di reruntuhan daun, di bawah batu-batuan, di dalam celah-celah tanah, kulit kayu dan tumbuh-tumbuhan. Apabila diganggu serangga ini seringkali pura-pura mati, tetapi dapat bergerak sangat cepat pada saat ada kesempatan dengan lari mundur ke arah belakang.

12. Ordo Zoraptera

Zoraptera adalah serangga seperti rayap yang kecil, hidupnya berkelompok, panjang tubuhnya kurang lebih 3 mm, bersayap atau tidak bersayap. Serangga ini memiliki mata majemuk dan mata tunggal, antena 9 ruas, dan abdomen pendek dengan 10 ruas. Biasanya dapat ditemukan di bawah kayu yang tertimbun, serpihan serbuk gergaji, di bawah kulit kayu dan kayu-kayu yang sedang membusuk.

13. Ordo Plecoptera

Plecoptera adalah serangga yang berukuran kecil, agak gepeng dan bertubuh lunak. Memiliki sayap yang berselaput tipis, biasanya pada yang jantan sayapnya menyusut, antena panjang dan beruas,dan Abdomen lunak dengan 10 ruas. Serangga ini dewasanya sering terlihat di dekat aliran air atau tepi danau yang berbatu dan pradewasanya hidup di bawah batu di dalam aliran air.

.

14. Ordo Mallophaga

Mallophaga adalah serangga yang berukuran kecil antara 2 mm – 6 mm, tidak bersayap, dan tidak memiliki mata majemuk. Serangga ini merupakan kutu pengunyah pada unggas serta hewan kuda, sapi dan kambing. Mallophaga berperan sebagai parasite unggas dan hidup dengan memakan kulit mati, rambut, dan bulu.

15. Ordo Anoplura

(37)

tubuhnya antara 0,4 mm – 6,5 mm, kepala agak panjang, antena 2 – 5 ruas, tidak bersayap dan memiliki kaki yang pendek dengan cakarnya sebagai alat menempel pada inang. Serangga atau “kutu” ini siklus hidupnya dihabiskan di hewan mamalia dengan menghisap darah pada hewan tersebut.

16. Ordo Hemiptera

Hemiptera adalah serangga dengan tubuh pipih, ukurannya dari sangat kecil sampai besar, sayap depan yang menebal dan bagian ujungnya berselaput tipis, antena 4-5 ruas, alat mulut menusuk dan mengisap dan abdomen 10 ruas. Serangga ini lebih dikenal dengan nama “kepik”, beberapa jenis dapat mengeluarkan bau yang khas apabila merasa terancam. Serangga pradewasa mirip dengan serangga dewasa, akan tetapi hanya memiliki bakal sayap yang pendek atau tidak ada. Hemiptera adalah kelompok serangga yang besar dan tersebar sangat luas, sebagian besar serangga ini hidup di darat dan beberapa jenis hidup di air. Sebagian besar serangga dari ordo ini berperan sebagai hama tanaman, beberapa sebagai pemangsa (predator), dan vektor penyakit. Di samping merugikan, beberapa jenis dari kelompok serangga ini sangat bermanfaat bagi manusia.

17. Ordo Homoptera

Homoptera adalah serangga yang mempunyai sayap yang sama (homo) dan merupakan serangga pemakan tumbuh-tumbuhan. Serangga ini ada yang bersayap dan beberapa jenis ada yang tidak bersayap. Sayap depan lebih besar dan panjang dari pada sayap belakang. Pada saat istirahat, sayap tersusun seperti atap di atas tubuh. Antena kelompok serangga ini bervariasi ada yang seperti benang atau pendek kaku seperti rambut, alat mulut menusuk dan mengisap. Serangga pradewasa mirip dengan serangga dewasa, tetapi biasanya tidak bersayap. Kelompok serangga homoptera ini hidup di darat dan makan dengan cara mengisap cairan tanaman. Sebagian besar serangga dari

(38)

ordo ini berperan sebagai hama tanaman serta vektor penyakit pada tanaman, dan beberapa jenis dapat bermanfaat.

18. Ordo Thysanoptera

Thysanoptera adalah serangga yang memiliki sayap berumbai dengan rambut yang panjang. Dengan jumlah sayap dua pasang, tubuh kecil dan ramping, antena pendek dengan 4 sampai 9 ruas. Serangga ini bukan penerbang yang baik, tetapi serangga yang dapat meloncat. Serangga pradewasa biasanya aktif dan menjadi pupa di dalam tanah atau tanaman. Serangga ini dapat menjadi vektor penyakit tanaman atau sebagai predator arthropoda kecil.

19. Ordo Neuroptera

Neuroptera adalah serangga yang memiliki antena yang panjang, sayap dua pasang seperti selaput, sayap depan dan belakang hampir sama bentuk dan susunan uratnya, dan memiliki ukuran tubuh sangat kecil sampai besar. Serangga dewasa tertarik pada cahaya dan hidup di sekitar pertanaman. Sebagian neuroptera berperan sebagai predator kutu dan kelompok homoptera.

20. Ordo Mecoptera

Mecoptera adalah serangga yang dikenal dengan nama lalat kalajengking, bentuk ukuran tubuhnya sedang panjangnya 9-22 mm, kepala memanjang, memiliki sayap dua pasang, sayap depan dan belakang mempunyai ukuran panjang dan bentuk yang sama. Kelompok serangga ini mengalami metamorfosis yang sempurna dan mengalami perkembangan yang cukup cepat. Ordo mecoptera adalah serangga yang paling primitif dan umum, keberadaanya pada saat sekarang ini sering dijumpai sebagai fosil.

21. Ordo Tricoptera

Tricoptera adalah kelompok serangga yang memiliki

(39)

serangga ini mirip dengan ngengat, sehingga dikenal dengan nama lalat ngengat. Lalat ngengat berukuran kecil panjangnya 2 – 40 mm., memiliki sayap dua pasang yang berselaput tipis, antena panjang, dan abdomen terdiri atas 10 ruas. Kelompok serangga ini mengalami metamorfosis sempurna, dewasanya terbang di sekitar perairan, pradewasanya atau larvanya hidup di dalam air.

22. Ordo Lepidoptera

Lepidoptera adalah kelompok serangga yang lebih dikenal dengan nama kupu-kupu (butterfly) dan ngengat.(moth). Kupu-kupu memiliki sayap yang relatif indah dengan warna menarik, sedangkan ngengat bersayap kusam dan kurang menarik. Lepidoptera memiliki ciri antena yang panjang, mata majemuk besar, sayap bersisik atau ditutupi bulu-bulu halus dengan jumlah dua pasang, sayap belakang biasanya lebih kecil dari pada sayap depan. Bulu-bulu pada sayap akan mudah lepas seperti debu apabila sayap dipegang dengan jari tangan. Berbeda dengan serangga dewasanya yang indah, larva atau ulat ini sangat berpenampilan sangat kejam dan menjijikan dengan rambut-rambut di tubuhnya yang membuat orang takut. Penampilan yang kejam tersebut adalah dalam rangka pertahanan terhadap pemangsa atau predator. Larva dari lepidoptera adalah sebagai pemakan tanaman, baik daun, batang, bunga maupun pucuk. Sedangkan dewasanya dapat membantu proses penyerbukan tanaman.

23. Ordo Diptera

Diptera adalah serangga yang memiliki ciri-ciri; sayap satu pasang dan membraneus, antena pendek, mata majemuk besar, dan tubuh relatif lunak. Satu pasang sayap yang dimiliki adalah sayap depan yang berkembang dengan sempurna, sedangkan sayap belakang tidak berkembang. Sayap belakang tereduksi menjadi halter yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan pada saat terbang. Serangga dewasa biasanya terbang dekat larvanya atau dapat dijumpai pada tanaman yang

(40)

berbunga. Larvanya ada yang hidup di air atau pada jaringan tanaman atau buah-buahan. Beberapa jenis dari ordo diptera berperan sebagai hama tanaman, vektor penyakit bagi manusia, penyerbuk bunga, predator atau parasit dari hama tanaman. Contoh serangga kelompok ordo diptera adalah lalat dan nyamuk.

24. Ordo Siphonaptera

Siphonaptera adalah serangga yang tidak bersayap, dikenal dengan nama pinjal, hidup sebagai parasit pemakan darah unggas dan mamalia. Pinjal merupakan vektor penyakit dan beberapa jenis sebagai inang dari cacing pita. Penyakit yang sering ditularkan adalah pes atau kematian hitam. Penyakit ini bisa terjadi pada manusia yang disebabkan oleh bacillus Pasteurella pestis. Pinjal adalah serangga peloncat yang memiliki tungkai-tungkai yang panjang, tubuhnya gepeng, memiliki duri-duri dan rambut yang keras, antena pendek, dan mempunyai tipe mulut penghisap. Kelompok serangga ini mengalami metamorfosis sempurna.

25. Ordo Coleoptera

Coleoptera adalah serangga yang memiliki antena umumnya 11 ruas, sayap depan keras dan tebal, sayap belakangnya membraneus seperti selaput dan panjangnya melebihi sayap depan. Sayap depan dinamakan elitra berfungsi untuk melindungi sayap belakang. Coleoptera merupakan ordo terbesar dalam jumlah jenisnya di dunia. Serangga ini terdapat diberbagai tempat dan habitat dan mempunyai banyak perannya di alam. Beberapa jenis sebagai pemakan tanaman atau hama tanaman, dan beberapa sebagai predator.

26. Ordo Strepsiptera

Strepsiptera adalah serangga yang berperan sebagai parasit pada serangga-serangga lain. Kelompok serangga ini memiliki perbedaan pada kedua jenis kelaminnya, serangga jantan hidup bebas

(41)

dan bersayap, sedangkan yang betina tidak bersayap dan hidupnya menempel pada inang. Inang yang diparasiti tidak selalu mati tetapi mengalami kerusakan. Inang dari kelompok serangga ini adalah Orthoptera, Hemiptera, Homoptera, Hymenoptera dan Thysanura.

27. Ordo Hymenoptera

Hymenoptera adalah serangga yang umumnya memiliki sayap yang tipis seperti selaput berjumlah dua pasang, sayap belakang lebih kecil dari pada sayap depan. Antena pendek sampai panjang terdiri atas 10 ruas atau lebih, pada beberapa jenis ruas abdomen sempit dan memanjang. Dewasa betina memiliki ovipositor yang berkembang baik dan pada beberapa jenis mengalami modifikasi menjadi alat penyengat. Alat penyengat ini berfungsi sebagai alat pertahanan dan penyerangan, dan hanya betina saja yang dapat menyengat. Kelompok serangga dari ordo hymenoptera ini memiliki keanekaragaman jenis yang sangat besar. Beberapa jenis dari kelompok hymenoptera adalah sebagai predator, parasit serangga, penyerbuk bunga, dan penghasil madu atau lilin. Jenis serangga dari kelompok ini adalah tawon, lebah, semut, dan parasitoid.

2.3. Peranan dan Manfaat Serangga

Serangga adalah kelompok hewan yang dapat berperan dalam kehidupan manusia. Peran serangga baik secara langsung maupun tidak langsung dengan organisme lain dapat menguntungkan atau merugikan.Walaupun dalam kehidupannya serangga sering menimbulkan permasalahan, serangga harus digolongkan menjadi bermanfaat atau merusak (Elzinga, 1978: 194). Pendekatan ilmu entomologi meliputi pengetahuan tentang serangga yang berbahaya dan serangga yang menguntungkan bagi organisme lain (Wright, 1993: 190). Sebagian besar serangga sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia dan kita cenderung melupakan jasa serangga yang berperan sebagai penyerbuk tanaman, menjadi sumber makanan bagi manusia atau untuk bahan pakaian (Lamb, 1974:1).

(42)

Peranan serangga yang menguntungkan antara lain terdiri atas beberapa aspek, yaitu:

a. serangga sebagai penyerbuk tanaman

b. serangga sebagai pengendali hayati (predator dan parasitoid) c. serangga sebagai perombak bahan organik

d. serangga sebagai penghasil produk

e. serangga sebagai makanan hewan (burung dan ikan) f. serangga sebagai bahan penelitian

Sedangkan peranan serangga yang merugikan atau merusak, antara lain : a. serangga perusak tanaman atau hama tanaman

b. serangga sebagai vektor penyakit bagi tanaman, hewan dan manusia c. serangga menyerang manusia (menyengat dan menggigit)

d. serangga perusak produk atau hama gudang

2.4. Ethnoentomologi

Ethnoentomologi merupakan cabang ilmu dari ethnobiologi yang menggabungkan kekuatan interdisiplin dan multidisiplin ilmu pengetahuan untuk mendokumentasikan, mempelajari, dan memberi manfaat bagi sistem pengetahuan tradisional masyarakat. Studi Ethnobiologi merupakan ethnoscientific yang melibatkan hubungan timbal balik yang terjadi antara masyarakat tradisional dan lingkungan alam. (Gambar. 2.3). Ethnobiologi mencakup baik analisis biologis pengetahuan tradisional, dan penilaian pengaruh manusia dengan lingkungan alam (Cotton, 1996: 16). Masyarakat tradisional dapat mengajarkan bagaimana memberikan nilai yang lebih besar kepada sumber daya hidup. Masyarakat tradisional bukan sebagai makhluk eksotis dengan kebiasaan budaya aneh, tetapi lebih sebagai masyarakat yang tinggal di dekat dengan lingkungan mereka, banyak dari mereka melakukannya selama berabad-abad atau bahkan ribuan tahun (Posey, 1990: 7).

Pengetahuan tradisional adalah suatu sistem terpadu dari kepercayaan dan praktek-praktek khusus untuk kelompok-kelompok budaya yang berbeda. Selain informasi umum, ada pengetahuan khusus tentang tanah, tanaman, hewan, tanaman, obat-obatan, dan kearifan lokal. Pengetahuan seperti itu sering berkaitan dengan tingkat abstraksi yang lebih tinggi, seperti pengertian tentang roh dan makhluk atau

(43)

mengatakan bahwa "alam" bagi mereka bukan hanya inventarisasi sumber daya alam, tapi mewakili kekuatan spiritual dan kosmis yang membuat semua itu hidup (Posey, 1990: 8).

Pengetahuan masyarakat tradisional terhadap lingkungan alam merupakan kearifan lokal dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk sumber daya hewan. Salah satu hewan yang sering digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional adalah serangga. Serangga merupakan bagian dari hewan yang termasuk ke dalam filum Arthropoda. Pengetahuan serangga yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat ditelusuri melalui kajian Ethnoentomologi. Ethnoentomologi adalah pengetahuan tentang penggunaan serangga oleh masyarakat dengan melihat serangga dari nama, klasifikasi dan kegunaannya (Posey & Plenderleith, 2004: 9). Ethnoentomologi termasuk pengetahuan yang berhubungan dengan serangga, termasuk bagaimana eksploitasi serangga telah mempengaruhi evolusi dan keberadaan serangga (Cotton, 1996: 16). Kajian Ethnoentomologi meliputi studi tentang serangga sebagai makanan, obat-obatan, bahan sandang, kearifan lokal, hiasan dan sebagainya (Posey & Plenderleith, 2004: 10). Serangga juga digunakan oleh anak-anak untuk permainan (Nonaka, 1996: 38). Di bawah ini adalah bagan studi ethnoscientific.

Gambar. 2.3: Bagan Studi Ethnoscientific Sumber : Cotton, 1996: 16 Ethnoastronomy Ethnotaxonomy cognitive anthropology Ethnomedicine medical anthropology Subsistence economy

food and fuel Material Culture archaeology Ethnoecology traditional environmental knowledge Ethnomineralogy Ethnozoology Ethnoentomology Ethnomicology Ethnobotany ETHNOBIOLOGY

(44)

2.4.1 Serangga Sebagai Makanan

Serangga sebagai sumber bahan makanan sudah banyak digunakan oleh manusia sejak beberapa waktu yang lalu. Pemanfaatan serangga memiliki sejarah yang panjang dan beragam. Holt (1885) dalam kutipan Posey & Plenderleith, (2004: 11) melakukan studi mengenai gizi dan pentingnya serangga untuk makanan manusia. Serangga merupakan sumber bahan makanan yang baik untuk manusia. Banyak daerah di dunia masih memperoleh sumber protein dari serangga. Sebagian besar serangga ini dipanggang atau direbus, namun ada juga yang dimakan mentah (Elzinga, 1978: 204). Beberapa jenis serangga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat sebagai makanan yang mengandung gizi cukup tinggi sebagai sumber protein hewani (Kahono & Amir, 2003: 12). Sebagian besar serangga kaya akan protein, dilihat dari komposisi gizi serangga yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Tabel 2.1) (Koswara, 2002: 1).

Tabel 2.1. Komposisi gizi jenis-jenis serangga yang dapat digunakan sebagai bahan pangan (per 100 gram bagian yang dimakan)

Jenis Serangga Energi (kkal) (%) Air Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat (%) Semut terbang (Carebera sp)

• Betina • Jantan 60.0 60.0 3.0 10.1 9.5 1.3 - - Kumbang Polycleis, Sternocera 192 56,2 27,1 3,7 11,2 6,4 Larva (ulat) kumbang kelapa

• Mentah • Kering 430 86 81,1 9,1 52,9 10,6 15,4 2,7 16,9 4,2 5,4 2,8 Jangkrik (Brachytrypes membranaceus) • Mentah 117 76,0 13,7 5,3 2,9 2,9 Belalang • Mentah • Kering 170 420 62,7 7,0 62,2 26,8 10,4 3,8 15,8 5,5 2,4 Rayap (termes) • Mentah • Kering 656 356 44,5 1,7 35,7 20,4 54,3 28,0 3,5 4,2 2.7 Sumber : Koswara (2002: 1) Dengan kandungan gizi yang tinggi, mudah diperoleh, dan

(45)

dapat dimanfaatkan dalam kondisi tertentu. David George Gordon mengatakan bahwa serangga adalah sumber makanan masa depan yang relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan daging ayam ataupun daging sapi (Hamonangan, 2008). Menurut Pimentel (1971) serangga dapat dijadikan sumber persediaan makanan untuk jangka panjang dalam perjalanan ruang angkasa (Posey & Plenderleith, 2004: 11).

2.4.2 Serangga Sebagai Obat-obatan

Serangga baik langsung maupun tidak dapat berperan dalam bidang kesehatan. Secara tidak langsung serangga dapat mengendalikan sumber penyakit dengan cara memangsa serangga lain sebagai pembawa penyakit, misalnya nimfa capung yang hidup di air memangsa jentik-jentik nyamuk jenis Aedes spp. yang dapat menjadi vektor penyakit menular yang berbahaya bagi manusia (Aswari, 2003: 43). Secara langsung serangga dapat digunakan sebagai obat bagi hewan ternak maupun manusia.

Serangga sebagai obat-obatan telah banyak digunakan di berbagai belahan dunia. Di China pada tahun 1578 sekitar 73 jenis serangga digunakan sebagai obat (Huang, 2010). Di Austarlia suku Aborigin menggunakan beberapa jenis serangga sebagai obat luka atau luka bakar, keluhan pernapasan, sakit perut dan diare. Di Amerika Serikat serangga digunakan untuk mengobati luka kronis sebagai antibiotik (Waterhouse, 1991: 222). Menurut Mill (1982) dikutip dari Posey & Plenderleith, (2004: 13) di Brasil rayap digunakan untuk mengobati bronkitis, penyakit selesema dan influenza, sembelit, gondok, campak, rematik, batuk rejan, luka, bisul, borok dan lain sebagainya. Di daerah Kalahari Tengah negara Botswana serangga digunakan untuk mengobati mulut yang sariawan pada anak-anak (Nonaka, 1996: 37).

2.4.3 Serangga Sebagai Bahan Sandang

Selain sebagai sumber makanan dan obat, serangga juga dapat menghasilkan produk untuk dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan sandang. Pemanfaatan serangga sebagai bahan sandang seperti sutera telah digunakan beberapa abad silam. China adalah negara pertama yang memproduksi sutera sejak 2.500 sebelum Masehi (Wright, 1994: 1991). Secara komersial China

(46)

memproduksi sutera selama 5.000 tahun. Meskipun sebagian besar produksi sutera dan pengolahan terjadi di Asia, namun beberapa negara Europa juga memproduksi sutera, antara lain; Perancis, Spanyol dan Italia. Pada tahun 500 Masehi sutera telah diperkenalkan kepada kaisar Roma Justinian dan 10 tahun kemudian kaisar mengumumkan berdirinya industri sutera (Lamb. 1974:1).

Sutera adalah salah satu produk terbaik serangga yang dihasilkan dari kelenjar ludah ngengat. Sutera merupakan serat panjang yang dihasilkan oleh larva serangga atau ulat sutera ketika memasuki fase kepompong. Serat sutera terdiri dari protein yang halus, panjang dan kuat saat direntangkan (hampir seperti baja) membuat sutera cocok untuk berbagai keperluan antara lain membuat pakaian. Untuk saat ini, serat sutera masih merupakan komoditi yang sangat penting, meskipun serat sintetis sudah banyak digunakan.

2.4.4 Serangga Sebagai bentuk Kearifan lokal

Serangga seperti halnya binatang lainnya sering digunakan dalam kegiatan ritual tertentu sebagai bagian dari kearifan lokal. Kearifan lokal dengan menggunakan serangga sudah lama dilakukan oleh kelompok masyarakat. Bushnell (1910) dan Mooney (1972) menemukan banyak serangga sebagai tokoh utama dalam sistem kepercayaan suku Indian. Di Australia menurut Meyer-Rochow (1985) serangga juga memainkan peran penting dalam cerita asli Australia (Posey & Plenderleith, 2004: 17). Masyarakat tradisional Jawa dan beberapa suku lainnya di Indonesia telah memanfaatkan suara serangga sebagai tanda telah terjadinya perubahan musim tertentu (Pujiastuti, 2003: 116). Berdasarkan tanda-tanda alam yang diperlihatkan oleh serangga dan diakui oleh masyarakat tradisional sendiri, serangga telah terbukti bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

2.4.5 Serangga Sebagai Hiasan dan Memiliki Nilai Seni

Keindahan serangga telah digunakan untuk hiasan yang memiliki nilai seni tinggi. Serangga oleh masyarakat tradisional sering digunakan sebagai hiasan, pola atau motif. Serangga banyak digunakan dalam intan permata, baik dengan memakai semua atau sebagian spesimen yang sebenarnya atau memakai

(47)

sering digunakan sebagai motif lukisan kulit kayu pada kantong gula (Waterhouse, 1991: 224). Di Indonesia banyak sekali keindahan bentuk dan pola warna dari serangga digunakan untuk model perangko, kartu pos, batik dan karya seni lainnya (Kahono & Amir, 2003: 16). Penggunaan serangga oleh masyarakat sebagai hiasan dan seni, ini dikarenakan serangga memiliki nilai estetika yang sangat tinggi.

2.4.6 Serangga Untuk Permainan

Serangga untuk permainan di masyarakat modern sudah banyak ditinggalkan. Lain halnya dengan masyarakat tradisional yang hidup dalam lingkungan alam. Bagi kebanyakan anak-anak di masyarakat tradisional, jenis permainan yang dilakukan sering menirukan atau menggunakan serangga. Anak-anak masyarakat Kalahari di Bostwana menjadikan serangga sebagai permainan untuk kesenangan mereka (Nonaka, 1996: 38-39). Permainan yang dilakukan seperti menirukan gerak, suara, maupun menggunakan serangga itu sendiri. Penggunaan serangga dalam permainan tidak terlepas dari interaksi antara manusia dengan serangga. Banyak serangga-serangga yang tidak berbahaya dijadikan obyek permainan. Penggunaan serangga ini oleh masyarakat sebagai bentuk pemanfaatan lain yang berhubungan dengan kesenangan bagi anak-anak masyarakat tradisional.

2.5 Museum Sebagai Lembaga Pendidikan Informal

Selain menginterpretasi koleksi dan memberikan makna baru terhadap koleksi, museum harus menyampaikan informasi atau pengetahuan kepada masyarakat sebagai fungsi utamanya. Melalui kajian ethnoentomologi diharapkan menambah pengetahuan baru bagi masyarakat. Pengetahuan yang disampaikan oleh museum dapat melalui pameran atau edukasi. Sehingga dengan demikian peran museum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Salah satu peran museum adalah sebagai lembaga pendidikan dan menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan di museum saat ini perlu serius dilakukan di samping penanganan terhadap koleksi. Peran museum dalam bidang pendidikan pada saat sekarang ini menjadi prioritas utama (Moffat and Woollard 1999; Stöger and Stannett 2001 dikutip dalam Knell, Macleod, Watson, 2007:

Gambar

Tabel 1.1.  Jumlah Koleksi ilmiah fauna MZB
Gambar 1.2. Bagan Konsep kunci Museologi
Gambar  2.1. Bagan klasifikasi serangga/ insekta   Sumber: Naumann, 1994:125
Gambar  2.2. Bagian-bagian tubuh serangga  Sumber Naumann, 1994: 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada uji klinis fase III ini yang terpenting adalah alokasi subyek ke dalam kelompok penelitian dan kontrol harus dilakukan secara random, artinya setiap subyek

Selain memberikan koefisien penyerapan yang relatif bagus pada frekuensi rendah, campuran daging sabut dan serat pada proses pembuatan peredam juga akan lebih

Berdasarkan hasil uji-t, dapat disimpulkan bahwa secara persial (individu), variabel komunikasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja, sedangkan variabel

Dari tabel tersebut diketahui bahwa potensi kerugian atau potensi keuntungan yang hilang sebagai akibat perubahan penutup lahan sangat besar yaitu Rp.141,355 miliar (PLTA

Penetapan biaya dalam mengajukan ruling juga dirasa penting dengan harapan dapat membatasi Wajib Pajak untuk tidak mengajukan permohonan ruling atas transaksi fishing

Dilakukan analisis hidrologi untuk mendapatkan debit rencana berdasarkan data curah hujan yang telah diperoleh,dilanjutkan dengan analisis hidrolika untuk mencari

Berbagai upaya telah dilakukan RS Bhayangkara Medan untuk meningkatkan kinerja perawat, seperti memberikan insentif secara berkala kepada perawat, memberikan kesempatan kepada

Guru mempersiapkan kondisi belajar siswa untuk melakukan percobaan, tentang kegunaan magnet dan cara membuat magnet.. Guru meminta siswa untuk mepersiapkan alat-alat dan bahan untuk