• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENTERIM REPORT TERM I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ENTERIM REPORT TERM I"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

     

DRAFT‐02 

Pedoman Analisis Bahaya 

Dan Risiko Bencana 

Gempabumi 

 

 

 

 

 

Dipersiapkan untuk BNPB/SCDRR 

oleh 

Danny Hilman Natawidjaja 

                

 

Oktober 

2008

 

                                         

(2)

1 PENDAHULUAN ... 10

1.1 LATAR BELAKANG ... 10

1.2 Tujuan dan Sasaran Dari Pedoman ... 10

1.3 Ruang Lingkup dan Struktur Pedoman... 11

1.4 Terminologi Umum ... 12

2 Memahami Gempabumi dan Potensi Bencananya ... 14

2.1 Definisi... 14

2.1.1 Gempabumi... 14

2.1.2 Patahan Aktif ... 15

2.1.3 Kekuatan dan Intensitas Gempabumi ... 17

2.1.4 Gempa Karakteristik dan Perioda Ulang ... 20

2.2 Macam Bencana Gempabumi ... 20

2.2.1 Bencana Akibat Goncangan Gempabumi... 20

2.2.2 Bencana Akibat Pergerakan Patahan Gempa... 21

2.2.3 Bencana Ikutan Yang Dipicu Gempa. ... 22

2.2.4 Pengangkatan dan Penurunan Muka Bumi Akibat Gempa... 25

2.3 Beberapa Permasalahan Umum dan Solusinya... 28

2.3.1 Kelangkaan Data Patahan Aktif dan Potensi Gempabumi ... 28

2.3.2 Kelangkaan Peta Rawan Bencana Gempabumi... 28

2.3.3 Keterbatasan Pemahaman Gempabumi dan Mitigasi Bencananya... 28

2.4 Tips Awal Untuk Mitigasi Bencana Gempabumi di Daerah ... 29

3 Analisis Bahaya Patahan Aktif ... 31

3.1 Pemetaan Patahan Aktif... 31

3.2 Syarat Pemetaan Patahan Aktif... 32

3.2.1 Syarat Keahlian... 32

3.2.2 Skala Ketelitian Peta ... 33

3.2.3 Menilai Bahaya (Segmen) Patahan Aktif ... 33

3.3 Zonasi Bahaya Patahan Aktif... 35

3.4 Mitigasi risiko goncangan gempabumi: Cara Sederhana... 35

3.5 Tahapan Melakukan Pengurangan Risiko Bencana Patahan Gempa ... 36

4 Analisis Bahaya Goncangan Tanah (Ground-motion hazard Analysis) ... 38

4.1 Metoda dan Syarat Membuat Peta Bahaya Goncangan gempabumi ... 38

4.2 Input Data Sumber Gempabumi ... 39

4.2.1 Data Patahan Aktif... 39

4.2.2 Area Sumber Gempa... 40

4.3 Peta Bahaya Goncangan Gempa Berdasarkan Sejarah (Historis)... 41

4.4 Pemetaan Dengan Metoda Skenario Gempa (Deterministik)... 43

4.4.1 Metoda Deterministik Konvensional ... 43

4.4.2 Metoda Deterministik Detil (Stochastic) ... 46

4.5 Pemetaan Dengan Metoda Multisumber Gempa (Probabilistik) ... 47

4.5.1 Input Data... 48

4.5.2 Model Atenuasi Gelombang Gempa... 48

4.5.3 Intensitas Pada Batuan Dasar Keteknikan ... 49

4.5.4 Efek Amplifikasi Gelombang di Dekat Permukaan... 49

(3)

4.5.6 Tampilan Peta Probabilitas Goncangan Gempa ... 50

4.6 Deterministik Vs Probabilistik... 53

5 DAFTAR ISTILAH ... 54

6 LAMPIRAN... 55

6.1 LAMPIRAN A: PATAHAN AKTIF... 55

6.1.1 LAMPIRAN A.1. Klasifikasi Tipe Patahan ... 55

Gambar II.1. Notasi geometri untuk menentukan orientasi bidang patahan [Kramer, 1996]. 56 6.1.2 LAMPIRAN A.2. Contoh Kenampakan Bentang Alam Dari Jalur Patahan Aktif Di Sumatra Barat ... 57

6.1.3 LAMPIRAN A.3. Peta Regional Patahan Sumatra, Segmentasi dan Laju gerak 59 6.1.4 LAMPIRAN A.4 Hubungan Empiris Magnitudo dengan Dimensi Patahan Gempa 64 6.1.5 LAMPIRAN A.5: Metoda Paleoseismologi ... 65

6.1.6 LAMPIRAN A.6 Pengenalan Metoda Tektonik Geodesi/GPS ... 66

6.2 LAMPIRAN B:... 67

6.2.1 LAMPIRAN B.1: Skala Kekuatan (Magnitudo) Gempabumi... 67

6.2.2 LAMPIRAN B: Skala Intensitas Gempa ... 70

LAMPIRAN.B.2. Prosedur Kompilasi dan Analisis Katalog Gempa untuk Input Data Analisis Bahaya Guncangan Gempa ... 71

LAMPIRAN B.3. Metoda “Logic Tree”... 72

6.2.3 LAMPIRAN B.4. Formula Empiris untuk Atenuasi Gelombang... 73

6.2.4 LAMPIRAN B.6. Perumusan Analisis Bahaya Guncangan Gempabumi Metoda Probabilistik... 75

LAMPIRAN B.7. Faktor Kondisi Lokal untuk Guncangan Gempa... 76

6.3 LAMPIRAN C: Contoh Peta ... 79

6.4 LAMPIRAN E: WILAYAH RAWAN GEMPABUMI DI INDONESIA ... 80

6.4.1 kerangka Tektonik Aktif dan Jalur Gempa di Indonesia ... 80

6.4.2 Sumber Gempabumi di Sumatra... 82

6.4.3 Sumber Gempa di Jawa ... 86

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Hubungan patahan dan gempabumi: Gempabumi tektonik terjadi karena pergerakan pada bidang patahan di dalam bumi yang kemudian menghasilkan gelombang gempa yang menjalar ke sekitarnya. Titik atau wilayah episenter adalah proyeksi bidang patahan gempa pada permukaan bumi. 15

Gambar 2.2. Bangunan dan rumah-rumah yang tidak memperhitungkan goncangan gempabumi runtuh ketika gempa terjadi. (a) Bangunan kantor yang runtuh akibat efek goncangan ketika gempa Jogya tahun 2006, (b) Rumah-rumah tembok bertingkat dua yang runtuh ketika gempa Nias-Simekue tahun 2005 21

Gambar 2.3. Rumah dan infrastruktur yang runtuh/rusak karena lokasinya persis di atas jalur patahan gempabumi. (a) Rumah yang runtuh ketika gempa Liwa tahun 1994 di Sumatra Selatan, (b). Jembatan yang runtuh di Taiwan ketika gempa Chi-Chi tahun 1999. (Desain grafis: 22 Gambar 2.4. Ruas jalan di wilayah Danau Kerinci, Sumatra yang longsor ketika gempabumi Kerinci tahun 2002. (Photo koleksi: Teddy Boen). 23

Gambar 2.6. Fenomena ”sand blow” atau semburan dari campuran pasir dan air yang merupakan ciri adanya lapisan yang ter-likuifaksi di bawahnya. (a) Semburan pasir akibat gempabumi di Patahan Denali tahun 2002 di wilayah Kanada ketika. Fenomena ini mirip gunung lumpur yang terjadi di Porong Jawa Timur. Bedanya semburan lumpur porong berasal dari lapisan terlikuifaksi yang bertekanan sangat tinggi yang letaknya jauh lebih dalam sedangkan gunung

pasir di foto ini sumber lapisan pasirnya di dekat permukaan. (b) Proses likuifaksi dan

semburan pasir di dekat lapangan terbang Jogyakarta ketika gempabumi tahun 2006. 23 Gambar 2.4. A-B-C. Proses siklus gempabumi pada zona subduksi/penunjaman lempeng di barat Sumatra dan terjadinya tsunami karena dasar laut terangkat ketika terjadi gempa besar. (Desain Grafis: Sambas Miharja). 25

Gambar Desa Haloban di Pulau …. Aceh turun 50cm menyebabkan sebagian rumah-rumah sekarang berada di bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi. 27

Gambar Wilayah pantai di selatan Pulau Nias ini mengalami penurunan sampai 30 cm ketika gempa Nias tahun 2005. Penurunan ini menyebabkan proses erosi pantai lebih menjorok ke daratan sehingga sebagian ruas jalan menjadi longsor. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan ini hádala pengambilan pasir pada tebing jalan yang tidak terkontrol. 27

Gambar 3.1. Contoh bentang alam dari jalur patahan geser. Pada diagram bagian muka bergerak mendatar ke arah kanan pada bidang patahannya yang dicirikan oleh tebing patahan (”fault scarps”), bukit memanjang di depan tebing (“shutter/linear ridge“) dan lembah sempit memanjang (“linear valley“). Fenomena lainnya yang umum menandai jalur patahan geser aktif adalah kenampakan dari pergeseran alur-alur sungai dan alur sungai yang terpotong ( offset streams and beheaded stream)danau-danau kecil („sag ponds“) dan juga kemunculan mata-mata air. 31

Gambar 3.2. Contoh kenampakan jalur patahan geser aktif dari: (a) Patahan San-Andreas di Carizo Plain, California, (b) Patahan Sumatra di daerah Lembah Sianok, Bukit Tinggi, Sumatra Barat. 32

(5)

Gambar 3.3. Jalur Patahan Lembang di Utara Bandung dicirikan oleh kenampakan bukit-bukit memanjang disepanjang jalur tersebut seperti Bukit Gunung Batu di foto ini. 32

Gambar 3.4 Kompleksitas jalur patahan: A. Berupa satu jalur patahan tegas, B. Terdiri dari banyak cabang patahan yang sub-paralel, C. Jalurnya tidak jelas (di adopsi dari ”Planning for

Development of Land on or Close to Active Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 35

Gambar 3.5. Membuat zonasi bahaya (= Fault Avoidance Zone) dari patahan aktif: 20 meter di kanan-kiri jalur patahan (di adopsi dari ”Planning for Development of Land on or Close to Active

Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 35

Gambar 3.6. Tahapan pengurangan risiko bencana patahan gempa (di adopsi dari ”Planning for Development of Land on or Close to Active Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 37

Gambar 4.1. Prinsip menghitung besar goncangan gempabumi : 1. Sumber (Patahan) Gempabumi, 2. Proses perambatan/propagasi dan peredaman gelombang gempa, 3. Efek amplifikasi gelombang pada lokasi (Ilustrasi gambar diambil dari ”Seismic Hazard Manual Guide”, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention – Japan, 2008) 39

Gambar 4.2 Bagan memperlihatkan rangkaian kegiatan dan alur kerja dari kajian rawan bencana goncangan gempa. Ketersediaan data hasil penelitian dasar gempabumi sangat menentuan kualitas kajian bahaya goncangan gempa. Penelitian dasar gempa notabene adalah bagian yang paling sulit dan memerlukan program jangka panjang. Hasil kajian analisis bahaya gempa harus selalu direvisi secara regular untuk meng-”update” inputdata sejalan dengan tersedianya data baru. 41

Gambar 4.3. Contoh peta intensitas gempa dari gempa-gempa merusak di masa lalu. Wilayah yang diarsir hitam = MMI >=VIII (kerusakan parah), Yang diarsir sedang = MMI V – VIII, Yang diarsir tipis ‘ MMI I – IV (sumber: Newcomb and McCann, 1987) 43

Gambar 4.4. Diagram cara membuat peta bahaya goncangan berdasarkan metoda deterministik standar (Diadposi dari ”Seismic Hazard Manual Guide”, National Research Institute for Earth

Science and Disaster Prevention – Japan, 2008) 44

Gambar 4. Peta Patahan Sumatra di wilayah Danau Toba. Patahan aktif ini dipetakan dari foto udara 1:100.000 dan topografi skala 1:50.000. (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Segmen patahan aktif Renun panjangnya ~170km. Di bagian utaranya di batasi oleh diskontinuitas jalur patahan berupa struktur ”extensional step-over” Lembah Alas. Di bagian selatannya dipisahkan dari segmen patahan Toru oleh perubahan arah jalur gempanya dan ”compressional step-over”. 45

Gambar 4.6. Peta bahaya goncangan gempabumi (pada batuan dasar) berdasarkan analsisis deterministik-konvensional dari Patahan Sumatra segmen Renun di wilayah Toba (MCE=Mw7.6) dengan memakai formula empiris atenuasi gelombang dari Fukushima dan Tanaka (1990). 46

(6)

Gambar 4.7. Diagram cara membuat peta bahaya goncangan berdasarkan metoda deterministik detil (Diadposi dari ”Seismic Hazard Manual Guide”, National Research Institute for Earth

Science and Disaster Prevention – Japan, 2008) 47

Gambar 4.8 Contoh 2 macam tampilan peta probabilistik bahaya goncangan gempa untuk wilayah di Jepang: (a) Peta kiri memperlihatkan perkiraan besar intensitas goncangan dengan tingkat kemungkinan 6% dalam 30 tahun ke depan. Peta kanan memperlihatkan perkiraan besar intensitas (dalam JMA) goncangan dengan tingkat kemungkinan 3% dalam 30 tahun ke depan. (b) Peta kiri memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 5 (skala JMA). Peta kanan memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 6 (skala JMA) 51

Gambar 4.9. Peta probabilistic tingkat bahaya goncangan gempa di Sumatra untuk untuk “10% probability of excedance” dalam 50 tahun (dari Petersen et al [2004] ). 51

Gambar 4.10 Diagram alur kerja Kajian Bahaya Goncangan Gempa dengan Metoda Probabilistik (Disarikan dari ”Seismic Hazard Manual Guide”, NRI-ESDP– Japan, 2008 dan ”Seismic Hazard and Risk Analysis” by R.K. McQuire, 2004) 52

Gambar A.2.1 Diagram Jalur Patahan Sumatra di Sumatra barat. (Sumber data: [Sieh and

Natawidjaja, 2000], gambar diambil dari brosur: Sumatra Rawan Gempabumi, LIPI – Caltech)

58

Gambar A.3.1. Peta jalur Patahan Sumatra. Patahan besar ini terbagi menjadi 20 segmen utama yang membatasi potensi magnitudo maximum gempanya (sumber dari: [Natawidjaja and Triyoso, 2007] 60

Gambar A.3.2. Peta Patahan Sumatra memperlihatkan kecepatan gerak patahan dari data pengukuran geologi dan survey GPS. Angka berwana putih adalah kecepatan gerak patahan (dalam mm/tahun) dari pengukuran geologi. Angka yang kuning adalah hasil pengukuran survey GPS. Kecepatan gerak relative lempeng adalah 57 mm/tahun, yang terbagi menjadi 45mm/tahun adalah komponen gerak yang tegak lurus batas lempeng dan 29 mm/tahun adalah komponen gerak (dekstral) yang sejajar lempeng (sumber: Natawidjaja and Triyoso [2007] ). 62 Gambar B.1.1 Hubungan besaran macam skala magnitude gempabumi (McQuire p33) 69 Gambar E.1. Peta tektonik aktif Indonesia. Panah merah menunjukan pergerakan relative lempeng-lempeng bumi. Tanda panah hitam adalah data pergerakan relative permukaan bumi dari survey GPS data [dari Bock et al, 2002]. 81

Gambar. E.2. Peta tektonik aktif Indonesia dan gempabumi yang terjadi sejak tahun 1973. Titik merah=episenter gempa dengan kedalaman 0-30km, titik kuning=episenter gempa dengan kedalaman 33-60km, titik oranye=episenter gempa dengan kedalaman 61-90km, titik hijau=episenter gempa dengan kedalaman 91-150, titik biru=episenter gempa dengan kedalaman lebih besar dari 151 km. 81

Gambar E.3. Diagram zona subduksi Sumatra memperlihatkan struktur bumi di bawah permukaan. Sumber gempa besar di Sumatra adalah pada zona megathrust dan jalur Patahan Sumatra. Megathtrust adalah patahan bidang kontak zona subduksi sampai kedalaman ~ 50km. Patán Sumatra adalah patán geser besar yang berada pada punggungan Pulau Sumatra. Pada

(7)

kedalaman 150-200km dari zona subduksi, lempeng meleleh. Lelehan lempeng ini kemudian naik ke atas menjadi magma dan muncul di permukaan sebagai letusan gunung api. (Illustrasi:

Sambas Miharja, diambil dari Poster dan Brosur LIPI-Caltech : “Sumatra Rawan Gempa”).

83

Gambar E.4. Sumber gempabumi dan gempa-gempa besar yang terjadi pada megathrust di zona subduksi di bawah perairan barat Sumatra. 84

Gambar E.5. Peta regional Patahan Sumatra dan gempa-gempa merusak yang pernah terjadi pada masa sejarah. Elips kuning menandai patahan gempa dan wilayah dengan kerusakan serius dengan keterangan tahun kejadian (magnitudo). 85

Gambar E.6. Peta tektonik aktif dan sumber gempabumi di Pulau Jawa. Lempeng Australia menunjam di bawah Jawa dengan kecepatan sekitar 70 mm/tahun. Di lepas pantai terdapat zona megathrust, yaitu patahan besar pada batas lempeng penunjaman biasanya pada kedalaman di atas 50 km). Di daratan jawa terdapat indikasi banyak jalur patahan aktif (sumber peta patahan aktif: Natawidjaja dkk, 2006-laporan ke Caltech-USGS belum dipublikasikan) 86

Gambar E.7. Peta sejarah gempa-gempa merusak di Jawa sejak tahun 1850 dari berbagai sumber. Gempa Jogya tahun 1867 dan Gempa Jogya tahun 2006 mempunyai wilayah kerusakan yang sama karena itu kemungkinan berasal dari jalur patahan aktif yang sama. 87

Gambar E.8. Diagram ruang-waktu kejadian gempa bumi di wilayah selatan Jawa berdasarkan catatan sejarah dan rekaman seismik. Setiap kolom menunjukkan satu kejadian gempa. Kolom putih = skala MMI I-!V, kolom titik-tik = skala MMI V-VII, kolom hitam = skala MMI > VII . Garis bergelombang mengindikasikan wilayah yang terkena tsunami (sumber: Newcomb dan McCann, 1987). 88

Gambar E.9. Peta kegempaan di Pulau Jawa sejak tahun 1973 (sumber data: NEIC-USGS catalog 1973-2006) memperlihatkan aktifitas kegempaan pada patahan aktif di daratan dan patahan zona subduksi. Wilayah sepi gempa diantara wilayah gempa Pangandaran Juli 2006 dan gempa tahun 1994 di Pancer Jawa Timur dan juga di sebelah barat gempa Pangandaran bisa ditafsirkan sebagai ”seismic gap” yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar di masa datang. 89 Gambar E.10. Peta tektonik aktif Indonesia timur menunjukan batas lempeng dan jalur patahan aktif besar. Patahan geser Sorong mempunyai laju pergerakan 8-10 cm/tahun adalah patahan geser yang tercepat di dunia. 90

Gambar E.11. Gempabumi dengan magnitude lebih dari 7 yang terjadi sejak tahun 1973 (sumber data: Katalog Gempa USGS) 90

Gambar E.12. Peta sejarah gempa bumi dari wilayah Indonesia Timur sejak Abad ke-17. Keterangan: tahun kejadian (magnitudo). Wilayah yang di arsir merah adalah sumber patahan gempa di bawah laut yang berpotensi tsunami. 91

Gambar E.13. Sejarah kejadian tsunami. Keterangan menunjukan : tahun kejadian (tinggi tsunami dalam meter). Titik-titik merah menunjukan lokasi yang dilaporkan pernah terkena tsunami. (Sumber data tsunami dari Latief, 2002) 91

(8)

Gambar E.14. Sejarah kejadian tsunami. Keterangan menunjukan : tahun kejadian (jumlah korban tewas). Titik-titik merah menunjukan lokasi yang dilaporkan pernah terkena tsunami. 92

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Definisi patahan aktif dan patahan kapabel dalam kurun waktu geologi (mengacu ke : Spec. Pub. 42 of California Div. Mines and Geology: ”Fault Rupture Hazard Zones in California”)... 16 Tabel 2.2. Klasifikasi Kekuatan Gempabumi ... 17 Tabel 2.3. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) ... 19 Table 3.1. Klasifikasi Perioda Ulang Patahan Gempa (di adopsi dari ”Planning for Development of Land on or Close to Active Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) ... 34 Tabel 4. Perbandingan metoda deterministik dan probabilistik untuk analisis goncangan gempa... 53 Tabel B.1.1 Macam skala magnitudo (kekuatan) gempa. Level Saturasi (saturation level) maksudnya adalah magnitudo gempa maximum yang masih bisa diukur dengan baik. Di atas itu maka ukuran kekuatannya menjadi tidak sensitif lagi. Contohnya skala Richter tidak baik untuk dipakai mengukur gempa dengan kekuatan diatas M 6.8. ... 68 Table 6.4.1 Segmen utama dari Patahan Sumatra dan karakteristiknya (Sumber:

(10)

1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Catatan sejarah dan rekaman alat menunjukan bahwa bencana gempabumi sudah sering terjadi di berbagai wilayah kepulauan Indonesia. Seringnya gempabumi disebabkan karena wilayah Kepulauan Indonesia terletak pada zona batas dari empat lempeng besar, yaitu: lempeng Eurasia, Lempeng India dan Australia, dan Lempeng Pacifik. Selain deformasi pada batas lempeng, pergerakan tektonik dari empat lempeng bumi ini menyebabkan pembentukan banyak patahan-patahan aktif baik di wilayah daratan maupun di dasar lautan. Batas lempeng dan patahan-patahan aktif ini menjadi sumber dari gempa-gempa tektonik yang dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Gempa bumi mempunyai potensi bencana dari deformasi tanah di sepanjang jalur patahannya, dan efek goncangan yang menyebar ke wilayah di sekelilingnya sampai radius beratus-ratus kilometer jauhnya tergantung dari besarnya kekuatan gempa. Disamping itu, getaran gempa juga dapat memicu terjadinya bencana ikutan berupa longsor dan amblasan tanah. Apabila sumber gempabuminya di bawah laut maka pergerakannya dapat menyebabkan gelombang tsunami.

1.2 Tujuan dan Sasaran Dari Pedoman

Manajemen bencana alam memerlukan biaya yang tidak sedikit dan melibatkan banyak stakeholders. Karena itu ketersediaan peta-peta dengan standar yang baik adalah suatu keharusan, karena kalau tidak maka usaha yang dilakukan akan tidak tepat dan efisien, dan mungkin bisa berakibat lebih banyak korban karena kesalahan dalam membuat kebijakan dan langkah-langkah mitigasi yang dilakukan.

Pedoman ini berisi panduan dan uraian tentang tata-cara melakukan analisis dan pemetaan bahaya dan risiko bencana gempabumi. Adapun yang dimaksud dengan analisis risiko bencana gempabumi adalah kegiatan penelitian dan evaluasi dari proses-proses yang berkaitan dengan gempa yang dapat menjadi sumber bencana atau membahayakan kehidupan dan menimbulkan kerugian bagi manusia. Dengan mengetahui potensi dan risiko bencana gempabumi di wilayah yang bersangkutan maka hal ini akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah maupun instansi –instansi terkait dalam merancang upaya-upaya mitigasi bencana gempabumi baik dalam aspek non-struktural maupun struktural pada saat sebelum, pada saat terjadi dan sesudah bencana.

Pedoman ini diharapkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya oleh pihak pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan semua pihak yang terkait/berkepentingan untuk melakukan usaha pengurangan risiko bencana dan membuat program pembangunan yang mempertimbangkan usaha penanggulangan bencana sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 8 dan 9 dari UU No.24, 2007

(11)

Dengan adanya pedoman ini diharapkan analisis dan pembuatan peta bahaya dan risiko bencana gempabumi akan lebih terarah, terpadu, dan berkualitas. Apabila petunjuk dan syarat-syarat teknis yang diuraikan dalam pedoman ini diikuti dengan baik maka siapapun atau pihak manapun yang membuat analisis dan peta-peta ancaman dan risiko gempabumi hasilnya seharusnya tidak akan jauh berbeda dalam hal standar teknis, mutu dan penyajiannya. Dengan demikian maka pihak pengguna peta tidak akan dibingungkan lagi oleh berbagai peta yang standar teknis dan penyajian yang beragam.

1.3 Ruang Lingkup dan Struktur Pedoman

Pedoman ini dibuat untuk para pengambil keputusan dan perencana di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana gempabumi. Selain itu pedoman ini juga akan berguna untuk para pakar bencana gempabumi dan praktisi/konsultan yang terlibat dalam kegiatan ini sebagai bahan acuan dan review dalam persyaratan dan metoda untuk melakukan analisis bahaya dan risiko. Seorang perencana tidak berkompeten untuk melakukan keputusan dalam mitigasi bencana gempa, tapi harus mendapat masukan yang sebaik-baiknya dari ahli di bidang ini. Karena itu sangat penting untuk berkonsultasi dengan ahli bencana gempa sejak awal proses.

Badan utama dari pedoman ini di-desain agar cukup mudah dipahami oleh para perencana sehingga mereka dapat lebih paham tentang langkah apa yang harus dilakukan, termasuk informasi dan masukan materi apa yang harus didapat dari para ahli bencana gempa dan instansi terkait.

Isi pedoman dibagi beberapa bagian sebagai berikut:

• Bab 1: Menjelaskan latar belakang, tujuan dan sasaran, serta ruang lingkup dari pedoman ini.

• Bab 2: Pemahaman pengetahuan dasar gempa dan potensi bencananya. Menjelaskan beberapa parameter dasar yang biasa dipakai dalam analisis bencana, termasuk: intensitas, magnitudo, dan perioda ulang. Kemudian uraian tentang macam bencana yang diakibatkan oleh gempabumi. Lalu memberikan panduan awal untuk langkah mitigasi bencana gempabumi • Bab 3: Menguraikan tentang persyaratan dan metoda untuk melakukan

analisis bahaya patahan aktif, termasuk cara pemetaan dan analisis patahan aktif, membuat zonasi bahaya patahan, dan tahapan untuk melakukan usaha pengurangan resiko bencana patahan gempa.

• Bab 4: Menguraikan tentang persyaratan dan metoda untuk melakukan analisis bahaya goncangan gempabumi, termasuk untuk input data sumber gempa, melakukan prediksi besar goncangan gempa dengan metoda deterministic dan probabilistic. Kemudian membahas cara untuk

memperhitungkan efek amplifikasi pada lokasi target dan pembahasan tentang respon struktur. Terakhir menguraikan macam peta-peta bahaya gempabumi.

(12)

• Lampiran-Lampiran: Menguraikan secara lebih detil/teknis/ilmiah tentang aspek alam dari gempabumi, metoda analisis bencananya, dan juga

memberikan contoh-contoh peta bahaya gempabumi. 1.4 Terminologi Umum

• Bencana = peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Pasal 1 Ayat 1 UU 24,2007) • Bencana alam = bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (Pasal 1 Ayat 2 UU 27, 2007)

• Penanggulangan bencana (alam) = ”(natural) hazard assesments” =

serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. (UU 24, 2007: Pasal 1:5). Catatan tambahan:

penanggulangan meliputi aspek perencanaan, pengurangan risiko dan pencegahan bencana, persyaratan analisis risiko bencana, pendidikan dan pelatihan, dan penetapan estándar teknis dalam penanggulangan bencana (UU 24: Psl 5:1)

• Mitigasi (bencana) = serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU 25,2007: Pasal 1:9) • Pengurangan risiko (bencana) = kegiatan untuk mengurangi ancaman dan

kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana (UU 24: Pasal 7)

• Pencegahan bencana = serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana

(UU24,2007:1:16) = kurang lebih sama artinya dengan mitigasi bencana dan pengurangan risiko

• Kesiapsiagaan : serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. (UU 25,2007: Pasal 1:7)

• Peringatan dini : serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera

mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana (dalam waktu relatif dekat) pada suatu tempat (oleh lembaga yang berwenang). • Bahaya (bencana alam) = ”Hazard”= statu kondisi/efek yang behubungan

(13)

(besarnyanya intensitas kerusakan yang bisa ditimbulkan sebanding dengan tingkat bahaya. Catatan: kata bahaya dipakai dalam UU24:7e, 9d, 38:a –c, pasal 71:2a, … dimana sumber ancaman bencana bisa sama artinya dengan bahaya bencana (apabila ada populasi masyarakat ataupun infrastruktur dalam zona bahaya tersebut )

• Ancaman (bencana alam) = suatu kejadian atau peristiwa (alam) yang bisa menimbulkan bencana = dengan kata lain apabila suatu zona bahaya berada dalam wilayah populasi manusia maka bahaya tersebut disebut sebagai ancaman

• Rawan (bencana alam) = suatu populasi manusia dan infrastruktur kehidupan dikatakan rawan terhadap bencana alam atau mempunyai kemungkinan mengalami kerusakan apabila berada dalam zona bahaya (bencana

alam)/ancaman (bencana alam). Catatan: definisi wilayah rawan bencana disebutkan dalam UU 24, 2007:Pasal 1:14.

• Rentan (bencana alam) = “vulnerable”= disebut dalam UU24:26:1b dalam kaitannya dengan masyarakat yang rentan bencana = kondisi tertentu dari masyarakat atau faktor lainnya yang ada dalam masyarakat termasuk infrastruktur, bangunan, dan rumah-rumah yang memungkinakan untuk mengalami cedera atau rusak oleh suatu bencana alam (tertentu).

• Risiko (bencana) = ”risk” = potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

• Peta Bahaya Vs Peta Rawan Bencana vs Peta Risiko Bencana:

Ke tiga istilah di atas seringkali dikacaukan dalam pemakaiannya. Dalam pedoman ini didefinisikan bahwa:

- Peta bahaya = hazard map

- Peta rawan Bencana = (potential) dissaster map - Peta risiko bencana = risk map

Hubungan antara ke tiga jenis peta tersebut diperlihatkan dalam diagram di berikut ini:

(14)

Jadi peta bahaya (hazard map) menggambarkan semua wilayah berpotensi merusak sedangkan peta rawan bencana memperlihatkan wilayah populasi manusia dan semua elemen kehidupannya yng berada dalam zona bahaya tapi baru menyatakannya secara kualitatif. Setelah wilayah rawan ini analisis lebih lanjut baik dengan cara rating (semi kuantitatif) ataupun dengan lebih detil (kuantitatif) sehingga keluar perkiraan kehilangan dan kerusakannya maka peta yang dihasilkan menjadi peta risiko.

2 Memahami Gempabumi dan Potensi Bencananya

2.1 Definisi

2.1.1 Gempabumi

Gempabumi adalah peristiwa goncangan bumi karena penjalaran gelombang seismik dari suatu sumber gelombang kejut (“shock wave”) yang diakibatkan oleh pelepasan akumulasi tekanan di bawah permukaan bumi secara tiba-tiba.

(15)

Sumber gempa yang paling umum ada dua, yaitu: (1) Pergerakan (“slip”) pada zona patahan aktif yang disebut sebagai gempa tektonik dan (2) Pergerakan magma pada aktifitas gunung api yang disebut sebagai gempa vulkanik. Yang biasanya berkekuatan besar dan merusak adalah gempa patahan/tektonik, sedangkan gempa vulkanik biasanya kecil. Dalam pedoman ini yang akan dibahas adalah gempa tektonik. Gempa vulkanik akan dibahas dalam pedoman untuk gunung api sebagai salah satu fenomena yang menyertai proses letusan gunung api.

Gambar 2.1. Hubungan patahan dan gempabumi: Gempabumi tektonik terjadi karena pergerakan pada bidang patahan di dalam bumi yang kemudian menghasilkan gelombang gempa yang menjalar ke sekitarnya. Titik atau wilayah episenter adalah proyeksi bidang patahan gempa pada permukaan bumi.

2.1.2 Patahan Aktif

Patahan adalah bidang atau zona rekahan pada kerak bumi dimana bagian bumi di kedua sisi rekahan tersebut bergerak relatif terhadap satu dengan yang lainnya. Dua bagian bumi pada kedua sisi patahan tersebut terekat satu sama lain oleh tekanan dan gaya friksi permukaannya sehingga ketika dua sisi itu bergerak secara perlahan-lahan namun zona patahannya tetap merekat sehingga tekanan pada bidang patahan ini akan terus meningkat sampai akhirnya akumulasi tekanan yang terjadi melampaui gaya rekatnya sehingga bidang rekahan tersebut pecah dan bergerak secara tiba-tiba

(16)

melepaskan semua tekanan. Peristiwa pecah dan pergerakan tiba-tiba pada bidang patahan ini menimbulkan gelombang kejut (“shock waves”) yang kemudian menjalar ke semua arah dan menggetarkan bumi di sekitarnya yang dikenal sebagai gempabumi. Perlu digarisbawahi bahwa sumber gempabumi adalah sebuah bidang (patahan) bukan berupa titik (ledak).

Patahan diklasifikasikan sebagai patahan aktif apabila diketahui pernah bergerak (mengeluarkan gempabumi) dalam kurun waktu 11,000 tahun terakhir (Zaman Holosen), termasuk yang tercatat dalam sejarah ataupun diketahui dari analisis data geologi (Tabel 2.1). Proses gempabumi pada setiap zona patahan merupakan siklus sehingga kejadian gempa di masa lalu akan terjadi lagi di masa datang.

Patahan disebut sebagai patahan kapabel (“capable fault”) apabila menunjukkan indikasi pergerakan pada Zaman Kuarter atau pada perioda waktu selama 1.6 juta tahun terakhir. Pada prinsipnya hal ini dapat diketahui apabila pergerakan patahan tersebut mempengaruhi/mendeformasi bentukan alam atau lapisan tanah/batuan yang berumur 1.6 juta tahun atau lebih muda. Patahan kapabel artinya masih dianggap ada kemungkinan untuk dapat bergerak atau mengeluarkan gempabumi lagi. Secara umum patahan kapabel belum dianggap sebagai patahan aktif yang perlu di perhitungkan dalam mitigasi bencana gempabumi sebelum hal ini dikaji lebih lanjut untuk memastikan keaktifannya. Meskipun demikian, khusus untuk pembangunan infrastruktur berisiko tinggi seperti pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) patahan berstatuskapabel ini biasanya perlu diperhitungkan.

Dalam pedoman ini yang disebut sebagai patahan gempa (“earthquake-fault rupture”) adalah bidang/jalur/jejak patahan aktif yang pecah dan bergerak ketika terjadi gempabumi. Patahan gempa di permukaan (“surface fault rupture”) adalah jejak/kenampakan patahan gempa yang terbentuk pada muka tanah ketika terjadi gempabumi.

Tabel 2.1. Definisi patahan aktif dan patahan kapabel dalam kurun waktu geologi (mengacu ke : Spec. Pub. 42 of California Div. Mines and Geology: ”Fault Rupture Hazard Zones in California”)

(17)

2.1.3 Kekuatan dan Intensitas Gempabumi

Besarnya gempabumi diukur dari kekuatan dan intensitas-nya. Kekuatan atau magnitudo gempa adalah skala gempa berdasarkan besarnya (dimensi) sumber. Skala magnitudo ini banyak dikenal masyarakat sebagai Skala Richter. Sebetulnya Skla Richter adalah skala magnitudo yang pertamakali dipakai yang diciptakan oleh Prof. Richter di California Instutute of Technology (Caltech).

Skala Richter (SR) sekarang sudah sangat jarang dipakai tapi diganti dengan parameter yang lebih modern. Dalam Skala Richter (SR), besarnya kekuatan gempa disebandingkan dengan besarnya amplitudo gelombang gempa yang terekan pada alat seismograf (Lihat Lampiran). Skala magnitudo yang sekarang umum dipakai yang langsung memperlihatkan kesebandingan antara besarnya kekuatan gempa dengan besarnya dimensi patahan gempa dan pergerakan atau slip (”displacement”)-nya adalah magnitudo momen (= moment magnitude, Mw), seperti berikut ini:

Magnitudo Momen (Mw) = (Log Mo  16.05)/1.5 Dimana Momen Seismik (Mo) = µ * A * D

µ = konstanta “shear rigidity” = 3 x 1010 Newton/cm2 , A= luas area patahan gempa (= panjang x

lebar bidang patahan yang pecah) dalam (meter2), D = displacement = besar pergerakan patahan yang terjadi ketika gempa (meter).

Jadi dari formula di atas kita mengerti bahwa semakin besar magnitudo gempanya maka makin besar pula dimensi sumber/patahan gempa (=A)–dan semakin besar juga

pergerakan yang terjadi di sepanjang bidang patahan gempanya (=D), dan tentunya semakin besar juga gelombang (kejut) gempa yang dihasilkan di sumbernya tersebut Klasifikasi Gempa Magnitudo Efek Merusak Frekuensi Kejadian

di Dunia / tahun Gempa Besar >= 8 Katastropik 1 setiap 5 – 10 thn Gempa Utama 7.0 – 7.9 Kerusakan besar 20 x

Gempa Kuat 6.0 – 6.9 Kerusakan sedang - besar 100 x Gempa Sedang 5.0 –5.9 Kerusakan kecil - sedang > 1000 x Gempa Ringan 4.0 – 4.9 Kerusakan nil - kecil Ribuan x Gempa Minor 3.0 – 3.9 Tidak merusak Puluhan ribu x Gempa Mikro < 3.0 Umumnya tidak terasa Ratusan ribu x Tabel 2.2. Klasifikasi Kekuatan Gempabumi

Intensitas gempa menyatakan besarnya (efek) getaran/guncangan yang terjadi atau dirasakan di suatu lokasi. Besarnya guncangan tanah ini sebanding dengan besarnya kekuatan sumber gempa dan jaraknya dari sumber gempa ke lokasi tersebut. Jadi walaupun kekuatan sumber gempanya kecil tapi kalau letaknya dekat maka guncangannya bisa besar. Sebaliknya walaupun kekuatan sumber gempanya besar tapi kalau jaraknya jauh sekali maka guncangan yang dirasakan kecil karena proses penjalaran gempa sewaktu menempuh jarak tersebut secara umum akan meredam

(18)

(amplitudo) gelombang gempa menjadi semakin kecil (i.e. proses peredaman/atenuasi gelombang).

Skala intensitas yang biasa dipakai di Indonesia adalah skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Skala ini adalah deskripsi guncangan dan efek gempa secara kualitatif atau hanya berdasarkan pengamatan/laporan dari efek yang dilihat/dirasakan masyarakat. Untuk ukuran yang kuantitatif biasanya yang dipakai adalah besaran akselerasi tanah (Peak Ground Acceleration – PGA).

PGA bisa dihitung secara empiris atau analitis berdasarkan informasi sumber gempa dan kondisi geologi setempat, dan bisa juga didapat dari pengukuran langsung oleh alat akselerograf yang terpasang di lokasi tersebut.

(19)

Tabel 2.3. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI)

Selain kekuatan dan intensitas, gempa sering juga diklasifikasikan berdasarkan kedalaman sumbernya. Klasifikasi tersebut adalah sbb:

• Gempa dangkal untuk kedalaman sumber/hiposenter 0 – 70km • Gempa menengah untuk kedalaman sumber 70 – 300 km • Gempa dalam untuk kedalaman sumber lebih dari 300 km

(20)

2.1.4 Gempa Karakteristik dan Perioda Ulang

Gempa karakteristik (=”characteristic earthquake”) adalah gempa dengan kekuatan dan mekanisme tertentu yang (dianggap) terjadi berulang-ulang dalam suatu bagian pada suatu jalur patahan aktif. Dalam perhitungan analisis bencana gempabumi gempa karakteristik ini sering diartikan sebagai kekuatan gempa maksimum yang dapat terjadi pada bagian patahan aktif tersebut. Besarnya magnitudo/kekuatan maksimum ini dapat diukur berdasarkan panjang/besar (segmen) patahan gempa yang bersangkutan atau bisa juga di dapat dari sejarah gempa-gempa yang sudah terjadi dipatahan tersebut atau juga dari studi paleoseismologi.

Perioda ulang patahan gempa adalah interval waktu rata-rata dari kejadian gempa karakteristik-nya.. Lamanya perioda ulang gempa biasa dipakai untuk acuan dalam menilai tingkat bahaya dan risiko bencana gempabumi. Setiap (segmen) patahan gempa (dianggap) mempunyai karakteristik kekuatan gempa tertentu beserta perioda ulangnya yang dalam kisaran tertentu juga. Apabila waktu terjadi gempa yang terakhir diketahui dan perioda ulangnya juga sudah diestimasi, maka kita dapat memperkirakan besarnya kemungkinan terjadi lagi gempa yang serupa di masa datang.

Ada beberapa metoda untuk mengetahui perioda ulang ini, termasuk melakukan studi paleoseismologi dan pengukuran pergerakan patahan dengan peralatan GPS (Global Positioning Sistem).

2.2 Macam Bencana Gempabumi

Potensi merusak dari kejadian gempabumi disebabkan oleh tiga macam bencana gempa, yaitu:

o Goncangan bumi akibat gelombang gempa o Deformasi/pergerakan di jalur patahan gempa.

o Bencana ikutan yang dipicu oleh proses gempa seperti pemicuan longsor, amblasan tanah, likuifaksi, dan juga tsunami

Oleh karena itu peta rawan bencana gempabumi harus dapat menjawab tiga pertanyaan berikut ini:

- Apakah ada jalur patahan aktif pada wilayah yang bersangkutan?

- Apakah ada sumber gempa pada dan di sekitar wilayah tersebut yang bisa

menimbulkan goncangan yang merusak?

- Apakah ada potensi gerakan tanah, likuifaksi, atau tsunami yang bisa

dipicu/ditimbulkan oleh kejadian gempa pada dan disekitar wilayah tersebut? 2.2.1 Bencana Akibat Goncangan Gempabumi

Goncangan/getaran bumi yang dirasakan adalah fenomena gempabumi yang paling dikenal masyarakat. Efek merusak dari goncangan gempa karena penjalaran

(21)

gelombang seismik ini bisa sampai radius ratusan kilometer dari sumbernya, tergantung dari besar kekuatan sumber. Makin besar magnitudo sumber akan makin besar dan jauh efek guncangan yang terjadi. Itulah salah satu fakta kenapa efek penjalaran gelombang gempabumi ini paling dikenal dan diperhitungkan, yaitu karena wilayah yang terkena dampaknya bisa sangat luas, tidak hanya wilayah yang berdekatan dengan atau pada jalur patahan gempanya saja.

Yang disebut sebagai Peta Bahaya Seismik (Seismic Hazard Map) tidak lain adalah peta yang memperlihatkan estimasi besarnya goncangan tanah yang dapat terjadi di berbagai wilayah pada peta. Estimasi besar goncangan tanah ini dapat dihitung berdasarkan beberapa metoda yang akan dijelaskan dalam bab selanjutnya. Informasi tentang perkiraan bahaya goncangan gempabumi ini dapat dipakai untuk mendesain struktur bangunan tahan (goncangan) gempa agar bangunan tidak akan mengalami kerusakan kalau digoncang sampai tingkat goncangan yang diperkirakan tersebut.

Gambar 2.2. Bangunan dan rumah-rumah yang tidak memperhitungkan goncangan gempabumi runtuh ketika gempa terjadi. (a) Bangunan kantor yang runtuh akibat efek goncangan ketika gempa Jogya tahun 2006, (b) Rumah-rumah tembok bertingkat dua yang runtuh ketika gempa Nias-Simekue tahun 2005

2.2.2 Bencana Akibat Pergerakan Patahan Gempa

Ketika terjadi gempabumi maka tubuh tanah/batuan serta permukaan tanah pada dan di sekitar jalur/bidang patahan gempa yang pecah akan bergerak secara tiba-tiba. Oleh karena itu rekahan pada permukaan tanah dan pergerakan yang terjadi berpotensi menimbulkan kerusakan kepada rumah-rumah, bangunan dan segala jenis infrastruktur yang terletak di atasnya.

Cara menghindari bencana akibat pergerakan patahan gempa adalah dengan mengetahui atau memetakan lokasi patahan aktif di wilayah yang bersangkutan dan kemudian menghindari pembangunan di sepanjang garis patahan tersebut, terutama bangunan-bangunan yang apabila rusak akan berisiko tinggi atau dapat menimbulkan banyak korban seperti: hotel, rumah sakit, dan sekolah-sekolah. Berbeda dengan mitigasi goncangan gempa, tidak ada cara yang mudah atau bahkan tidak mungkin untuk membuat struktur bangunan yang tahan pada efek terbentuknya rekahan dan pergerakan tanah pada fondasinya.

(22)

(a)

(b)

Gambar 2.3. Rumah dan infrastruktur yang runtuh/rusak karena lokasinya persis di atas jalur patahan gempabumi. (a) Rumah yang runtuh ketika gempa Liwa tahun 1994 di Sumatra Selatan, (b). Jembatan yang runtuh di Taiwan ketika gempa Chi-Chi tahun 1999. (Desain grafis:

2.2.3 Bencana Ikutan Yang Dipicu Gempa. 2.2.3.1 Gempa memicu Longsor dan Likuifaksi

Guncangan tanah dapat memicu terjadinya gerakan tanah/longsor dan juga proses likuifaksi di bawah permukaan tanah. Potensi bencana ikutan dapat diketahui dengan memetakan kestabilan lereng dan kondisi lapisan tanah di bawah permukaan yang rawan likuifaksi. Dalam analisis gerakan tanah/longsor yang dapat dipicu gempa, pada prinsipnya ditambahkan faktor goncangan sebagai beban tambahan yang dapat mengakibatkan lereng menjadi tidak stabil.

(23)

Gambar 2.4. Ruas jalan di wilayah Danau Kerinci, Sumatra yang longsor ketika gempabumi Kerinci tahun 2002. (Photo koleksi: Teddy Boen).

(a) (b)

Gambar 2.6. Fenomena ”sand blow” atau semburan dari campuran pasir dan air yang merupakan ciri adanya lapisan yang ter-likuifaksi di bawahnya. (a) Semburan pasir akibat gempabumi di Patahan Denali tahun 2002 di wilayah Kanada ketika. Fenomena ini mirip gunung lumpur yang terjadi di Porong Jawa Timur. Bedanya semburan lumpur porong berasal dari lapisan terlikuifaksi yang bertekanan sangat tinggi yang letaknya jauh lebih dalam sedangkan gunung

pasir di foto ini sumber lapisan pasirnya di dekat permukaan. (b) Proses likuifaksi dan

(24)

2.2.3.2 Gempa Bawah Laut Menyebabkan Tsunami

Apabila patahan gempa yang terjadi di bawah dasar laut maka pergerakan patahan tersebut dapat mengganggu volume air yang di atasnya dan menimbulkan gelombang tsunami. Pada umumnya gempabumi yang menyebabkan tsunami adalah gempabumi yang terjadi pada zona patahan raksasa antar lempeng di zona subduksi/tumbukan, seperti halnya yang menyebabkan tsunami besar di wilayah Aceh dan Laut Andaman pada tahun 2004.

Gambar 2.4. mengilustrasikan bagaimana proses ini terjadi. Pada masa diantara gempabumi besar, bidang kontak dua lempeng yang terekat kuat akan mengkerut dan menghimpun tekanan, karena lempeng Lautan Hindia terus bergeser masuk di bawah lempeng Sumatra (Gambar 2.4A). Sejalan dengan itu, pulau-pulau yang berada di atas lempeng Sumatra ikut terseret ke bawah perlahan-lahan dan juga terhimpit kearah daratan Sumatra. Suatu saat, tekanan yang terhimpun diantara dua lempeng ini menjadi terlalu besar untuk ditahan, sehingga rekatan diantara dua lempeng ini pecah dan lempeng di bawah pulau akan terhentak dengan sangat kuat ke arah barat dan atas (Gambar 2.4B). Lentingan lempeng ini menghasilkan goncangan keras yang dikenal sebagai gempabumi, dan membuat pulau-pulau di sebelah barat terangkat, sebaliknya yang di bagian timur turun ke bawah akibat efek deformasi elastik. Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi dan pulau-pulau kembali terseret ke bawah (Gbr 2.4C). Siklus proses gempabumi ini berlangsung selama satu abad atau lebih sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempabumi besar.

Ketika pulau-pulau terhentak ke atas saat gempabumi, permukaan bumi di dasar laut ikut terangkat sehingga sejumlah besar volume air ikut terdorong ke atas dan menghasilkan bumbungan besar air di atas permukaan laut (Gbr. 2.4B). Bumbungan air ini kemudian menyebar ke segala arah dan menjadi gelombang tsunami. Gelombang tsunami sangat panjang dan bergerak sangat cepat menerjang dan membanjiri daratan. Waktu tempuh tsunami dari sumbernya ke pantai barat Sumatra adalah sekitar 30 menit atau lebih cepat. Gelombang tsunami bisa sangat berbahaya walaupun hanya beberapa meter karena seluruh massa airnya bergerak dengan sangat cepat sehingga mempunyai energi momentum yang tinggi. Ini berbeda dengan gelombang biasa yang pergerakannya hanya di bagian atasnya saja.

(25)

Gambar 2.4. A-B-C. Proses siklus gempabumi pada zona subduksi/penunjaman lempeng di barat Sumatra dan terjadinya tsunami karena dasar laut terangkat ketika terjadi gempa besar. (Desain Grafis: Sambas Miharja).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam membuat analisis bencana tsunami akibat gempa adalah bahwa baik tidaknya suatu pemodelan tsunami untuk memperkirakan berapa besar tsunami yang bisa terjadi di suatu wilayah tergantung dari baik tidaknya input data sumber gempa untuk pemodelan tsunaminya. Penentuan parameter sumber gempa ini ada dalam keahlian ilmu gempabumi, bukan keahlian seorang ahli pemodelan tsunami. Oleh karena itu pembuatan peta bahaya tsunami sebaiknya dibuat oleh tim yang terdiri dari ahli gempa dan pemodel tsunami.

2.2.4 Pengangkatan dan Penurunan Muka Bumi Akibat Gempa

Efek bencana dari pergerakan patahan gempa selain rekahan dan pergeseran tanah di sepanjang jalur patahan adalah terjadinya pengangkatan dan penurunan muka bumi yang serntak ketika gempa dan juga penurunan yang perlahan-lahan ketika perioda antar gempa. Proses pengangkatan dan penurunan muka bumi ini terjadi pada patahan naik di bawah permukaan, utamanya pada patahan megathrust di zona subduksi.

(26)

Pengangkatan tiba-tiba pada wilayah kepulauan memberikan dampak kerusakan lingkungan antara lain sebagai berikut:

• Populasi terumbu karang pada zona pasang-surut di sepanjang tepi pantai akan terangkat ke atas air dan mati, baik sebagian ataupun total. Rusaknya

ekosistem terumbu karang juga membuat populasi ikan yang tadinya banyak hidup di terumbu karang menjadi kabur mencari tempat yang baru. Hal ini tentu akan berpengaruh pada mata pencaharian para nelayan di sekitarnya. • Hal yang positif pengangkatan wilayah pantai adalah membuat daratan

menjadi luas sehingga membuka lahan kehidupan baru untuk dijadikan sawah ladang dan sebagainya. Namun perlu diingat bahwa proses selanjutnya akan kembali menenggelamkan daratan baru ini secara perlahan-lahan sampai terjadi lagi gempa besar yang mengangkat kembali daratan ini.

• Pengangkatan juga menyebabkan dasar laut naik sehingga hal ini bisa

mempengaruhi peta navigasi laut; artinya ada banyak daerah yang tadinya bisa dilalui perahu nelayan menjadi tidak bisa lagi karena sudah terlalu dangkal. • Infrastruktur di tepi pantai seperti pelabuhan menjadi tidak berfungsi Penurunan tiba-tiba dari wilayah pantai menyebabkan:

• Ekosistem yang tadinya hidup di atas air menjadi tenggelam dan mati. Wilayah pantaipun menjadi menyusut.

• Wilayah pemukiman yang terlalu dekat dengan muka laut menjadi tenggelam di bawah air sehingga tidak bisa dihuni lagi. Hal ini sudah terjadi di berbagai wilayah pantai Sumatra Utara dan NAD setelah gempa Aceh-Andaman 2004 dan gempa Nias-Simelue 2005.

• Erose pantai yang maju ke daratan bisa merusak infrastruktur di dekat pantai.

Gambar. Pelabuhan Sirombu di pantai barat Pulau Nias yang terangkat 3 meter ketika gempa Nias pada bulan Maret 2005 sehingga tidak bisa dipakai lagi.

(27)

Photo: D.H. Natawidjaja, 26 Mei 2005

Gambar Desa Haloban di Pulau …. Aceh turun 50cm menyebabkan sebagian rumah-rumah sekarang berada di bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi.

Gambar Wilayah pantai di selatan Pulau Nias ini mengalami penurunan sampai 30 cm ketika gempa Nias tahun 2005. Penurunan ini menyebabkan proses erosi pantai lebih menjorok ke daratan sehingga sebagian ruas jalan menjadi longsor. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan ini hádala pengambilan pasir pada tebing jalan yang tidak terkontrol.

(28)

2.3 Beberapa Permasalahan Umum dan Solusinya

2.3.1 Kelangkaan Data Patahan Aktif dan Potensi Gempabumi

Data dan peta patahan aktif di Indonesia masih langka. Karena itu analisis bahaya dan resiko bencana gempabumi akan banyak menggunakan asumsi-asumsi untuk input data sumber gempabuminya. Agar hasilnya masih tetap dapat dipertanggungjawabkan maka asumsi-asumsi yang dibuat harus benar-benar berdasarkan pengetahuan dan pertimbangan ahli yang sebaik-baiknya. Walaupun demikian sebaik-baiknya asumsi-asumsi tetap bukan berdasarkan fakta sebenarnya oleh karena itu dalam laporan/keterangan ketidaktersediaan data dan penggunaan asumsi-asumsi ini harus dijelaskan secukupnya sehingga apabila dikemudian hari sudah ada datanya maka hasil analisis dan petanya harus direvisi berdasarkan input data baru.

Untuk rencana jangka panjang diperlukan program penelitian gempabumi, yang komprehensif dan sistematis, terutama yang berkaitan langsung untuk input analisis bahaya gempabumi. Selain dari keperluan untuk revisi input data, pengetahuan mendalam dari tiap-tiap patahan gempa tidak kalah penting dari membuat peta rawan bencananya itu sendiri. Pengetahuan ini akan sangat membantu dalam mendidik masyarakat agar menjadi lebih kenal dan paham bencana dari kondisi alam disekitar tempat tinggalnya sehingga menjadi lebih peduli dan siaga bencana.

2.3.2 Kelangkaan Peta Rawan Bencana Gempabumi

Sebelum keluarnya UU No.24 2007 mitigasi bencana alam belum menjadi suatu keharusan dalam kehidupan masyarakat dan penyelenggarakan pembangunan sehingga pembuatan peta-peta bahaya alam belum dilakukan secara serius dan bertanggung jawab karena kebanyakan peta-peta tersebut masih belum benar-benar dipakai. Oleh karena itu tidak aneh kalau peta-peta yang tersedia sekarang masih minim kuantitas dan kualitasnya.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menginventarisasi semua peta-peta rawan bencana gempabumi yang sudah dibuat oleh berbagai pihak/instansi. Kemudian dibuat seleksi kelayakan dari peta-peta tersebut berdasarkan standar kualitas yang baik. Setelah itu pemerintah dan pihak terkait dapat membuat program untuk memenuhi kebutuhan peta-peta rawan bencana gempabumi yang dibutuhkan untuk usaha mitigasi bencana ke depan.

2.3.3 Keterbatasan Pemahaman Gempabumi dan Mitigasi Bencananya

Sebelum kejadian gempa-tsunami Aceh-Andaman tahun 2004 masih sedikit yang peduli tentang bencana gempabumi dan tsunami, termasuk para eksekutif dan praktisi pembangunan. Ketidakpedulian dan ketidaktahuan ini bukan hal yang aneh karena baik pendidikan formal di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi ataupun pendidikan umum melalui media massa tidak banyak memberikan pengetahuan tentang gempabumi dan potensi bencananya. Hal ini tentu merupakan salah satu tantangan dalam mengembangkan usaha mitigasi bencana gempabumi di Indonesia.

Untuk menjawab tantangan ini, perlu diadakan banyak training-training, seminar-seminar tentang gempabumi termasuk untuk para eksekutif, staf ahli pemerintah dan para

(29)

praktisi pembangunan. Untuk rencana jangka panjang pengetahuan tentang bencana alam termasuk gempabumi perlu diajarkan di pendidikan formal sejak tingkat sekolah dasar.

2.4 Tips Awal Untuk Mitigasi Bencana Gempabumi di Daerah

Pada bab-bab selanjutnya akan dibahas tentang cara yang lebih rinci tentang pedoman untuk mitigasi bencana gempabumi. Namun sebagai langkah awal dalam usaha ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan dengan segera dan cukup mudah, yaitu:

1. Kenali Sejarah Kegempaan Di Daerah Sendiri

• Gali informasi tentang apakah di daerah ini pernah terjadi gempa besar di masa lalu sejarah

• Apabila pernah terjadi gempa besar berarti daerah ini jelas rawan bencana gempabumi. Gali informasi lebih lanjut tentang detil kejadian dan

kerusakan yang pernah terjadi, terutama di mana kerusakan terparah terjadi.

• Apabila belum pernah terjadi gempa dalam sejarah tidak berarti di daerah ini belum pernah terjadi gempa besar karena catatan sejarah sangat terbatas, paling hanya beberapa puluh tahun sampai 1-2 ratus tahun kebelakang saja.

2. Cari Informasi Apakah Daerah Ini Dekat Atau Dilalui Oleh Jalur Patahan Aktif Atau Tidak

o Apabila Ya: artinya daerah ini rawan bencana gempabumi.

Cari informasi lebih lanjut di mana tepatnya jalur patahan aktif tersebut, juga tentang penelitian mengenai tektonik dan patahan aktif yang pernah dilakukan, termasuk penelitian

paleoseismologi, pengukuran tektonik geodesi (GPS), dan studi seismologi,

o Salah satu cara yang efektif untuk mengumpulkan informasi:

adakan workshop/seminar dengan mengundang para

narasumber ahli, terutama apabila ada yang meneliti wilayah yang bersangkutan.

3. Kumpulkan Peta-Peta Bahaya Dan Risiko Bencana Gempabumi Yang Sudah Dibuat

o Peta-peta tersebut termasuk: Peta Patahan Aktif, Peta Seismo Tektonik, Peta Bahaya Seismik (Seismic Hazard Map), Peta Microzonasi

Gempabumi , Peta Rawan bencana gempabumi, Peta Risiko bencana Gempabumi, dan juga Peraturan Kode Bangunan yang berlaku

o Tanyakan keberadaan peta-peta tersebut pada instansi yang berkaitan, juga kepada para ahli gempabumi atau ali terkait.

(30)

4. Evaluasi Apakah Peta-Peta Yang Ada Sudah Memadai Untuk Melakukan Tindakan Pengurangan Risiko Bencana:

o Evaluasi tersebut menyangkut skala ketelitian, input data, dan metoda yang dipakai, dan juga sajian hasil analisis yang memadai. Selain itu perlu juga dikaji apakah peta ini masih “up-to-date” dalam hal input data yang dipakai dan metoda analisis-nya.

o Evaluasi peta-peta yang ada dalam kaitannya dengan kebutuhan untuk mitigasi bencana memerlukan bantuan satu atau beberapa ahli yang mengerti

5. Buat Rencana Atau Program Untuk Mendapatkan Atau Membuat Peta-Peta Bahaya Dan Risiko Bencana Gempa Yang Belum Ada Dan Dibutuhkan 6. Mengevaluasi Tindakan Yang Paling Tepat Untuk Pengurangan Risiko

Bencana :

o Dari peta bahaya, peta kerawanan, dan peta risiko bencana yang dibuat maka dapat diambil tindakan yang paling tepat dan efektif untuk rencana pengurangan dan penanggulangan bencana.

o Perlu diadakan forum diskusi dan lokakarya yang melibatkan para ahli gempabumi, para pejabat dan instansi yang berkaitan, para praktisi dan consultan, dan para tokoh masyarakat

o Tindakan pengurangan dan penanggulangan bencana ini meliputi: peraturan konstruksi tahan gempabumi (yang sesuai dengan tingkat bahaya goncangan gempabumi-nya), pedoman mitigasi bencana untuk wilayah yang dilalui patáhan aktif, penerapan peta mikrozonasi

gempabumi untuk RT RW

Dalam melakukan langkah-langkah di atas sebaiknya selalu berkonsultasi dengan para ahli. Proses pemantauan dan evaluasi kemajuan dari usaha mitigasi bencana ini perlu secara intensif dilakukan di setiap tapan.

(31)

3 Analisis Bahaya Patahan Aktif

3.1 Pemetaan Patahan Aktif

Langkah utama untuk mengidentifikasi sumber gempabumi artinya melakukan identifikasi patahan-patahan aktif, baik yang berada di daratan ataupun di bawah laut. Kemudian patahan aktif yang teridentifikasi tersebut dipetakan lokasinya dengan teliti dan seakurat mungkin.

Peta patahan aktif adalah peta dari kenampakan jalur patahan di permukaan bumi yang merupakan garis pertemuan antara bidang patahan dan permukaan. Kenampakan patahan di permukaan dapat dikenal dari berbagai kenampakan alam sebagai hasil dari interaksi antara proses pergerakan pada patahan dan proses-proses alam di permukaan.

Gambar 3.1. Contoh bentang alam dari jalur patahan geser. Pada diagram bagian muka bergerak mendatar ke arah kanan pada bidang patahannya yang dicirikan oleh tebing patahan (”fault scarps”), bukit memanjang di depan tebing (“shutter/linear ridge“) dan lembah sempit memanjang (“linear valley“). Fenomena lainnya yang umum menandai jalur patahan geser aktif adalah kenampakan dari pergeseran alur-alur sungai dan alur sungai yang terpotong ( offset streams and beheaded stream)danau-danau kecil („sag ponds“) dan juga kemunculan mata-mata air.

(32)

(a) (b)

Gambar 3.2. Contoh kenampakan jalur patahan geser aktif dari: (a) Patahan San-Andreas di Carizo Plain, California, (b) Patahan Sumatra di daerah Lembah Sianok, Bukit Tinggi, Sumatra Barat.

Gambar 3.3. Jalur Patahan Lembang di Utara Bandung dicirikan oleh kenampakan bukit-bukit memanjang disepanjang jalur tersebut seperti Bukit Gunung Batu di foto ini.

3.2 Syarat Pemetaan Patahan Aktif 3.2.1 Syarat Keahlian

Pemetaan patahan aktif memerlukan keahlian khusus untuk melakukannya. Sebaiknya pemetaan ini dilakukan oleh seorang ahli geologi yang sudah terlatih dalam teknik pemetaan patahan aktif. Seorang ahli teknik sipil/ geoteknik dapat juga memperoleh kualifikasi dalam memetakan patahan aktif. Perlu pahami bahwa peta

(33)

patahan aktif yang dimaksud tidak sama dengan peta patahan yang ada di peta-peta geologi umum (seperti yang diterbitkan oleh Badan Geologi – ESDM). Prinsip dan metoda yang dipakai dalam memetakan jejak patahan aktif berbeda dengan pemetaan patahan yang dilakukan dalam membuat peta geologi umum.

3.2.2 Skala Ketelitian Peta

Patahan aktif harus dapat ditentukan lokasinya pada skala yang memadai sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Untuk dapat melakukan pemetaan aktif berskala regional/nasional paling tidak harus menggunakan peta dasar topografi berskala 1:50.000 atau foto udara strereografi (3-d) berskala 1:100.000. Selain bisa juga memakai peta DEM (Digital Elevation Map), seperti Peta SRTM (Shuttle Radar Thematic Mapping) yang mempunyai ketelitian grid spasial 90 m.

Untuk keperluan detil perencanaan tata ruang di daerah dan tindakan pengurangan risiko bencana diperlukan peta patahan aktif dengan skala minimum 1:10.000. Tingkat ketelitian ini perlu karena perencanaan mitigasi bencana memerlukan informasi zona rawan bencana sampai tingkat batas wilayah properti dan bahkan sampai lokasi dari setiap individual bangunan dan infrastruktur di daerah tersebut.

Idealnya, sebelum melakukan pemetaan detil, peta patahan aktif berskala regional sudah terlebih dahulu tersedia/dibuat. Oleh karena itu diperlukan koordinasi, kerjasama, dan pembagian tugas antara pemerintah daerah dan pemerintah/instansi pusat yang berkaitan dengan masalah ini.

Perlu benar-benar dipahami bahwa syarat skala peta yang dimaksud adalah skala ketelitian yang dipakai untuk pemetaan-nya, bukan hasil pembesaran. Jadi, tidak apabila untuk mendapatkan peta patahan aktif berskala 1:10.000, orang mendapatkannya dengan pembesaran 5x dari peta berskala 1:50.000.

3.2.3 Menilai Bahaya (Segmen) Patahan Aktif

Ada 3(tiga) parameter utama yang menentukan tingkat potensi bahaya suatu patahan aktif, yaitu:

o Besar magnitudo/kekuatan gempabumi (karakteristik) yang

dapat terjadi (pada patahan tersebut)

o Perioda ulang gempabumi karakteristik).

o Kompleksitas struktur/jejak patahan di permukaannya

Kekuatan gempabumi yang dapat dihasilkan oleh suatu segmen patahan aktif dapat diketahui dari rekaman/sejarah gempa yang pernah terjadi di masa lalu atau dapat juga diperkirakan dari panjang segmen patahan tersebut.

Perioda ulang suatu gempa karakteristik pada suatu patahan adalah waktu rata-rata diantara kejadian gempa tersebut. Informasi ini sangat penting untuk evaluasi tingkat bahaya/risiko dari suatu patahan aktif. Perkiraan perioda ulang dapat dianalisa

(34)

dari studi paleoseismologi atau dari pengukuran laju pergerakan (sliprate) patahan tersebut.

Data sejarah dan geologi menunjukkan bahwa patahan gempa terjadi berulang-ulang pada jalur/bidang patahan yang sempit. Oleh karena itu bahaya pergerakan patahan gempa tidak sulit untuk ditentukan lokasinya dan tentunya tidak susah untuk dihindari. Patahan dengan perioda ulang gempa lebih pendek tentunya akan lebih besar kemungkinannya untuk terjadi lagi di masa datang daripada yang perioda ulangnyalebih lama. Kemungkinan terjadinya gempa tentunya akan lebih besar lagi apabila gempa terakhirnya sudah lama terjadi.

Table 3.1. Klasifikasi Perioda Ulang Patahan Gempa (di adopsi dari ”Planning for Development

of Land on or Close to Active Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003)

Kompleksitas suatu jalur patahan mengacu kepada lebar jalur dan pola distribusi deformasi tanah disekitar jalur patahan tersebut. Ada jalur patahan yang berupa satu bidang atau garis yang tegas di permukaan tanah dengan lebar zona hanya beberapa meter saja. Tapi ada juga zona patahan yang terdiri dari lebih satu garis dengan lebar zpna sampai beberapa kilometer. Kadangkala ada juga zona patahan yang tidak tampak indikasinya di permukaan sehingga harus ada telaahan khusus untuk zonasi patahan-nya.

(35)

Gambar 3.4 Kompleksitas jalur patahan: A. Berupa satu jalur patahan tegas, B. Terdiri dari banyak cabang patahan yang sub-paralel, C. Jalurnya tidak jelas (di adopsi dari ”Planning for

Development of Land on or Close to Active Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003)

3.3 Zonasi Bahaya Patahan Aktif

Apabila peta patahan aktif yang dengan akurasi dan skala yang memadai sudah tersedia maka selanjutnya yang diperlukan adalah membuat zonasi bahaya dari jalur patahan aktif tersebut.

Zonasi bahaya (“set-back”) jalar patahan aktif yang sudah diberlakukan di U.S.A dan New Zealand adalah selebar 20 meter di kanan-kiri jalur pataha. Meskipun demikian, lebar zonasi bahaya ini bisa lebih dipersempit apabila ada studi yang lebih detil yang menunjukan bahwa resiko bahaya akibat pergerakan patahan aktif tersebut lebih terkonsentrasi pada zona yang lebih sempit. Studi detil tersebut bisa berupa membuat paritan paleoseismologi untuk menentukan lokasi lebih pasti dari jalur patahannya dan juga detil struktur patahan di bawah permukaannya.

Gambar 3.5. Membuat zonasi bahaya (= Fault Avoidance Zone) dari patahan aktif: 20 meter di kanan-kiri jalur patahan (di adopsi dari ”Planning for Development of Land on or Close to Active

Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003)

3.4 Mitigasi risiko goncangan gempabumi: Cara Sederhana

o Cara paling sederhana: dari catatan sejarah intensitas

gempabumi di masalalu

o Data patahan aktif adalah bentuk yang paling sederhana untuk

peta goncangan gempa: zoning goncangan bisa diperkirakan beberapa kilometer di sekitar jalur patahan

(36)

3.5 Tahapan Melakukan Pengurangan Risiko Bencana Patahan Gempa Ada empat prinsip dalam mitigasi bencana patahan gempabumi, yaitu:

1. Dapatkan informasi dan peta bahaya patahan gempa sebaik dan seakurat mungkin

2. Buat rencana dan peraturan untuk menghindari pembangunan di zona bahaya

3. Ambil tindakan pengurangan risiko bencana untuk komunitas masyarakat, bangunan-, dan infrastruktur yang sudah terlanjur berada pada zona bahaya.

4. Komunikasikan dan diskusikan dengan sebaik-baiknya perihal risiko bencana patahan gempa dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait terutama untuk kasus no.3 di atas.

(37)

Gambar 3.6. Tahapan pengurangan risiko bencana patahan gempa (di adopsi dari ”Planning for Development of Land on or Close to Active Faults” , oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003)

(38)

4 Analisis Bahaya Goncangan Tanah (Ground-motion hazard

Analysis)

Goncangan gempa adalah fenomena yang paling dikenal oleh masyarakat karena fenomena ini yang paling umum dirasakan, dilihat, dan diamati, dan juga daerah yang terkena dampaknya bisa sangat luas sampai berpuluh-puluh bahkan ratusan kilometer dari sumber (patahan) gempanya.

Analisis bahaya goncangan tanah pada prinsipnya adalah metoda untuk memperkirakan berapa besar goncangan gempa disuatu daerah/lokasi tertentu akibat kemungkinan terjadinya gempa-gempa di masa datang.

Tujuan dari membuat peta bahaya goncangan gempabumi adalah untuk menghindari atau mengurangi kerusakan yang bisa terjadi terhadap rumah-rumah, bangunan dan infra struktur yang berada pada zona rawan goncangan gempa apabila terjadi gempa. Dari nilai besar goncangannya kemudian dapat dilakukan tindakan pencegahan kerusakan dengan cara menghindari zona tersebut atau mensyaratkan struktur bangunan yang tahan goncangan gempa.

4.1 Metoda dan Syarat Membuat Peta Bahaya Goncangan gempabumi

Peta rawan bencana goncangan gempabumi dapat dibuat dengan beberapa cara, mulai dari yang paling sederhana sampai cara yang paling canggih, tergantung dari ketersediaan data, waktu, dana, tenaga ahli dan juga kebutuhannya. Cara yang paling sederhana adalah berdasarkan kerusakan akibat bencana gempabumi di masa lalu. Cara yang lebih ilmiah-teknis ada dua macam, yaitu: 1. Metoda deterministik (berdasarkan satu atau beberapa skenario gempa dari patán gempa tertentu, 2. Metoda probabilistik (berdasarkan semua sumber gempabumi yang ada di wilayah yang bersangkutan dengan analisis probabilistik). Ke dua metoda ini akan diuraikan pada bagian selanjutnya.

Pada prinsipnya, terlepas dari metoda yang dipakai, keakuratan dan kualitas dari analisis goncangan gempa tergantung dari seberapa baik si pemodel goncangan gempabumi dalam mendesain/memilih/menentukan 4 (empat) hal di bawah:

• Input data: sumber gempabumi

• Model/analisis peredaman gelombang gempa dari sumber ke lokasi-lokasi di sekitarnya

• Data geologi bawah permukaan terutama lapisan tanah beberapa meter sampai puluh meter di bawah tanah untuk perhitungan efek amplikasi

gelombang/goncangan gempabumi.

• Asumsi-asumsi yang dipakai untuk ke tiga hal di atas. Asumsi-asumsi selalu diperlukan karena keterbatasan data, biaya, waktu, dan kemampuan

(39)

Analisis dan penentuan ke-4 faktor di atas memerlukan pengetahuan dan pertimbangan ahli yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu supaya peta rawan goncangan gempabumi yang dibuat bisa dievaluasi keakuratan dan kualitasnya maka peta rawan goncangan gempa harus disertai keterangan yang cukup tentang faktor-faktor di atas tersebut.

Gambar 4.1. Prinsip menghitung besar goncangan gempabumi : 1. Sumber (Patahan) Gempabumi, 2. Proses perambatan/propagasi dan peredaman gelombang gempa, 3. Efek amplifikasi gelombang pada lokasi (Ilustrasi gambar diambil dari ”Seismic Hazard Manual Guide”, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention – Japan, 2008)

4.2 Input Data Sumber Gempabumi

Ada dua macam input data sumber gempabumi untuk analisis bahaya goncangan gempa, yaitu:

• Data patahan aktif (=”earthquake fault sources”) • Data Area sumber gempa (=”earthquake area sources”) 4.2.1 Data Patahan Aktif

Patahan aktif adalah sumber gempabumi yang sudah teridentifikasi/terpetakan. Sistem patahan aktif tersebut bisa merupakan individual patahan aktif atau bisa juga zona patahan yang terdiri dari banyak segmen atau cabang-cabang, termasuk patahan yang terkubur atau tidak sampai ke permukaan tanah (=”blind thrusts”). Data parameter patahan aktif yang umumnya diperlukan adalah:

(40)

• Segmentasi patahan: khususnya untuk menentukan potensi gempa maximum atau juga membuat skenario gempa

• Orientasi bidang: arah bidang (strike) dan kemiringan (dip) dari setiap segmen • Lokasi geografis jalur/bidang patahan

• Dimensi patahan gempa: panjang, kedalaman zona seismik (untuk patahan intra lempeng biasanya kedalaman zona seismik berkisar antara 10 – 20 km; untuk megathrust biasanya sampai kedalaman maximum 60km)

• (Karakteristik) besar dan arah pergerakan (slip) untuk skenario gempa: homogen atau inhomogen

• Laju gerak patahan (sliprate): baik data dari metoda geologi (=”geological sliprate”) ataupun dari pengukuran geodesi (“GPS/geodetical sliprate”). • Perioda ulang gempa (“recurrent interval”): data paleoseismologi atau

dihitung dari besarnya pergerakan (slip) dari gempa karakteristik dibagi oleh laju gerak patahannya.

• Waktu terakhir terjadi pergerakan (gempa) untuk menghitung “ellapsed time” • Karakteristik bidang patahan termasuk “asperities”, geometri dan kedalaman

zona seismic: data ini umumnya didapat dari studi seismologi (mikroseismisitas dan makroseismisitas).

• Untuk analisis stochastic skenario gempa diperlukan juga arah propagasi rekahan gempa(rupture propagation) dan kecepatan perekahannya (”rise time”)

4.2.2 Area Sumber Gempa

Area sumberi gempa maksudnya adalah potensi kegempaan (yang signifikan) dari suatu area/wilayah yang ditentukan berdasarkan pertimbangan ahli. Area sumber gempa ini biasa juga disebut sebagai seismik latar belakang (“background seismicity”). Ada beberapa alasan dimana sumber gempabumi tidak bisa direpresentasikan oleh patahan aktif, yaitu:

1. Potensi bencana gempa nya diketahui dari sejarah dan rekaman seismisitas dari wilayah/zona yang bersangkutan akan tetapi data patahan aktifnya belum ada atau belum cukup informasinya untuk dapat dimasukan sebagai input data.

2. Apabila dari data seismik terlihat banyak gempa-gempa (kecil) yang terjadi di wilayah tersebut terdistribusi secara merata/acak tidak ada kecenderungan terfokus pada satu atau beberapa jalur patahan yang sudah teridentifikasi.

Untuk input data area sumber gempa ini biasanya diasumsikan bahwa potensi gempa-gempa bisa terjadi di mana saja pada area tersebut dengan besar kekuatan yang beragam juga. Inputdata zona potensi gempa ini memerlukan asumsi kekuatan gempa

(41)

minimum dan maximumnya. Penentuan area sumber gempa biasanya berdasarkan analisis data seismik. Prinsip dasar yang biasa dipakai adalah memakai Formula Gutenberg-Richter untuk menganalisa hubungan antara magnitudo dan frekuensi gempanya.

Selain data seismik data lain yang bisa dipakai untuk karakterisasi area sumber gempa adalah dari:

• Sejarah gempabumi dan catatan intensitas gempa-nya

• Data pergerakan kerak bumi dari studi GPS (global positioning system) yang menunjukan pergerakan tektonik pada perioda antar gempa untuk menghitung potensi akumulasi energi regangan dalam area yang bersangkutan

Gambar 4.2 Bagan memperlihatkan rangkaian kegiatan dan alur kerja dari kajian rawan bencana goncangan gempa. Ketersediaan data hasil penelitian dasar gempabumi sangat menentuan kualitas kajian bahaya goncangan gempa. Penelitian dasar gempa notabene adalah bagian yang paling sulit dan memerlukan program jangka panjang. Hasil kajian analisis bahaya gempa harus selalu direvisi secara regular untuk meng-”update” inputdata sejalan dengan tersedianya data baru.

4.3 Peta Bahaya Goncangan Gempa Berdasarkan Sejarah (Historis)

Cara yang paling mudah untuk membuat peta bahaya goncangan gempabumi adalah dengan membuat peta dari data intensitas/kerusakan gempabumi dari

(42)

gempa-gempa yang pernah terjadi di masa lalu. Dalam hal ini diasumsikan bahwa ancaman goncangan gempabumi yang akan terjadi di masa datang akan kurang lebih sama dengan yang terjadi di masa lalu. Kelemahan dari metoda ini adalah:

• Di wilayah yang bersangkutan harus sudah pernah terjadi gempa-gempa yang merusak pada masa sejarah.

• Data intensitas/kerusakan akibat gempa-gempa tersebut harus cukup baik dan lengkap sehingga bisa dipetakan dengan cukup memadai.

• Gempa-gempa yang pernah terjadi di masa lalu belum tentu merupakan potensi gempa terbesar di wilayah yang bersangkutan karena umumnya gempa-gempa berkekuatan besar mempunyai perioda ulang sampai ratusan bahkan ribuan tahun sehingga wajar saja kalau gempa dengan kekuatan maximumnya tidak tercatat dalam sejarah (tapi tentunya pernah terjadi di masa pra-sejarah).

Apabila patahan-patahan aktif di wilayah yang bersangkutan sudah dipetakan maka data kerusakan gempa di masa lalu ini dapat dikombinasikan dengan lokasi patahan aktifnya. Dari banyak catatan sejarah kerusakan gempabumi di Indonesia dan di dunia pada umumnya, wilayah yang terkena kerusakan parah adalah pada zona sekitar beberapa puluh meter sampai beberapa kilometer (i.e. tergantung dari magnitudo gempa-nya) dari jalur patahan gempanya. Prinsipnya intensitas (goncangan) gempa semakin kuat semakin dekat dengan patahan gempanya.

Gambar

Tabel 2.1. Definisi patahan aktif dan patahan kapabel dalam kurun waktu geologi (mengacu ke :  Spec
Gambar 2.4.  Ruas jalan di wilayah Danau Kerinci, Sumatra yang longsor ketika gempabumi  Kerinci tahun 2002
Gambar 2.4.  A-B-C. Proses siklus gempabumi pada zona subduksi/penunjaman lempeng di barat  Sumatra dan terjadinya tsunami karena dasar laut terangkat ketika terjadi gempa besar
Gambar Desa Haloban di Pulau …. Aceh turun 50cm menyebabkan sebagian rumah-rumah  sekarang berada di bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pilihan visual yang tepat maka akan memudahkan pembelajar dalam melakukan proses berpikir, misalnya dalam melakukan identifikasi apa yang diketahui dan apa yang

8 Apakah Obat dan perbekalan farmasi di gudang puskesmas 3 bulan sebelum masa kadaluarsa dikeluarkan ke apotek untuk digunakan secara maksimal sesuai yang

 Pusat jasa‐jasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau  Pusat jasa jasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau..  PKL  Pusat jasa‐jasa

Hasil penelitian menunjukkan media audio visual yang digunakan oleh guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah di Desa Babayau kecamatan Paringin

Pengujian prototype mixer dinamis/ variabel pada chassis dynamometer menunjukkan bahwa mixer yang dikembangkan menghasilkan torsi dan daya yang lebih tinggi dari pada

Interpretasi model regresi di atas adalah: a) nilai konstanta 2,828, menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka rata-rata keputusan perpindahan merek

Data dari catatan rekam medik tersebut kemudian dipindahkan/diabstraksi ke dalam kuesioner yang telah disediakan.Variabel bebas yang dinilai dalam penelitian ini

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dan kualitatif pada siklus I dan siklus II yang telah diperoleh, maka dapat menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran