• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGGUNAAN TIPE PEREDAM ENERGI BENDUNGAN KALIORANG BERDASARKAN HASIL UJI MODEL FISIK SKALA 1:50

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENGGUNAAN TIPE PEREDAM ENERGI BENDUNGAN KALIORANG BERDASARKAN HASIL UJI MODEL FISIK SKALA 1:50"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGGUNAAN TIPE PEREDAM ENERGI BENDUNGAN

KALIORANG BERDASARKAN HASIL UJI MODEL FISIK SKALA

1:50

Dedi Satriyawan1, Dwi Priyantoro2, Linda Prasetyorini2 1

Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2

Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya e-mail: satriyawan.dedi@gmail.com

ABSTRAK

Pentingnya air bagi para penduduk Kecamatan Kaliorang yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Hal ini mendorong pemerintah setempat untuk memanfaatkan ketersediaan sumber daya air berupa sungai untuk membuat sebuah bendungan. Untuk itu perlu diadakannya pemodelan bendungan Kaliorang serta pengujian model test untuk mengetahui kondisi hidrolika pada pelimpah sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan bendungan Kaliorang. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi aliran serta untuk mengetahui pemecahan masalah yang paling sesuai terhadap desain awal Bendungan Kaliorang.

Dalam menganalisa hidrolika, menggunakan data pengukuran tinggi muka air yang diambil pada saat Running Test dengan variasi debit yang sudah ditentukan sebelumnya. Sebelumnya dilakukan dulu kalibrasi data debit outflow pada puncak pelimpah. Kemudian membandingkan data hasil pengukuran dengan hasil perhitungan untuk mengetahui tingkat perbedaannya.

Dalam upaya mendapatkan desain yang paling bagus dilakukan beberapa alternatif desain. Mulai dari Original Design, Seri I, seri II, Seri III dan Final Design. Dari beberapa alternatif desain yang diujikan penggabungan antara Seri I dan Seri III mendapatkan hasil yang paling mendekati sempurna.

Kata kunci : Bendungan Kaliorang, Model Test, Original Design, Final Design.

ABSTRACT

The importance of water for the residents of the District Kaliorang who mostly work as farmers. It encourages local authorities to explore the water resources in the form of a river to create a dam. For that we need a modeling of Kaliorang dam and model testing hydraulics test to determine the condition of the spillway so it can be a material consideration in the construction of the Kaliorang dam. This study aims to determine the flow conditions and to determine the most appropriate solutions to the original design Kaliorang dam.

In analyzing the hydraulics, using water level measurement taken at the time of Running Test with a variety discharge. Previously carried out calibration outflow discharge on the spillway crest. Then compare the measurement data with the results of calculations to determine the level of difference.

In an effort to get the most excellent design made several design alternatives. Starting from Original Design, Series I, Series II, Series III and Final Design. From several alternative designs that were tested merger between Series I and Series III to get the most nearly perfect.

(2)

1. Pendahuluan

Dalam upaya meningkatkan swasembada pangan di Kabupaten Kutai Timur serta meningkatkan produktivitas masyarakat di sektor pertanian. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur di Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur berencana akan membangun sebuah bendungan yang memanfaatkan aliran air dari hulu sungai Progo. Hal ini sangat cocok sekali mengingat pentingnya air bagi para penduduk sekitar yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan. Untuk itu perlu diadakannya pekerjaan pemodelan bendungan Kaliorang sekaligus pengujian model test bendungan Kaliorang untuk mengetahui kondisi hidrolika pada pelimpah sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan bendungan Kaliorang.

Bendungan Kaliorang rencananya difungsikan untuk menyuplai air baku Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy dengan debit air 350 liter per detik serta untuk pengendalian banjir dan sebagai objek wisata. Selain itu hal ini akan sangat bermanfaat bagi petani yang sebagian lahannya merupakan lahan dengan sistem tadah hujan. Di Kaliorang sudah terdapat Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dengan jumlah 19 kelompok tani yang terdiri dari 509 orang petani. Sebagian besar penduduk Kaliorang memang bekerja sebagai petani dan nelayan. Bendungan Kaliorang ini diperkirakan mampu mengairi sekitar 1.300 hektare sawah di enam desa di Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, dengan memanfaatkan aliran air dari hulu Sungai Progo.

Untuk itu maka perlu diketahui adanya perilaku hidrolika pada konstruksi tersebut agar diperoleh kondisi yang diharapkan dengan beberapa alternatif sehingga diperoleh desain yang paling aman.

Bendungan Kaliorang memakai pelimpah langsung (overflow) tanpa pintu dan menggunakan peredam USBR Type IV dan III. Untuk mendapatkan kondisi yang diharapkan diperlukan beberapa alternatif yang sesuai dan desain yang terbaik.

2. Metodologi Bangunan Pelimpah

Dimensi saluran pengatur type pelimpah langsung dapat diperoleh dengan rumus-rumus hidrolika sebagai berikut:

a. Rumus debit yang melewati pelimpah dengan penampang segiempat (Sosrodarsono, 1977: 181). 2 3

CLH

Q

(1) Dengan:

Q = debit (untuk perencanaan digunakan debit banjir rancangan, m3/det)

C = koefisien debit

L = lebar efektif ambang pelimpah (m)

H = tinggi tekan di atas ambang pelimpah (m)

b. Koefisien debit

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya koefisien debit “C” adalah:

a Kedalaman air di dalam saluran pengarah aliran. b Kemiringan lereng udik

bendung

c Tinggi air diatas mercu bendung

d Perbedaan antara tinggi air rencana pada saluran pengatur aliran yang bersangkutan.

Penentuan nilai C pada berbagai bangunan pelimpah dapat dilihat pada Gambar 1 sampai Gambar 3.

(3)

Gambar 1. Koefisien debit dipengaruhi oleh faktor P/Ho

Sumber: Anonim, 1987:370

Gambar 2. Koefisien debit dipengaruhi oleh faktor He/Ho

Sumber: Anonim, 1987:371

Gambar 3. Koefisien limpahan yang dipengaruhi oleh faktor hilir pelimpah

dengan aliran tenggelam Sumber: Anonim, 1987:374 c. Lebar efektif ambang pelimpah (

Beff)

Besarnya perbandingan antara Beff dan B dipengaruhi oleh bentuk pilar bagian hulu, tembok tepi dan kedalaman air. (Anonim, 1987:370):

N

K

K

H

B

B

eff

2

.

p

a (2)

Koefisien kontraksi tembok tepi sebagai berikut:

- tembok tepi bersudut runcing 0,2

- tembok tepi bersudut bulat/tumpul 0,1

d. Tinggi Muka Air diatas Pelimpah (Crest) dan Tubuh Pelimpah Kecepatan aliran teoritis pada pelimpah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Chow, 1997:345): ) ( 2 1 g Z Hd yz V    (3) z z y V L Q .  (4) z z z y g V F .  (5) dengan: Q = debit aliran (m3/dt) L = lebar efektif pelimpah (m) Vz= kecepatan aliran (m/dt) G = percepatan gravitasi (m/dt2) Z= tinggi jatuh atau jarak vertikal

dari permukaan hulu sampai lantai kaki hilir (m)

Hd= tinggi tekan air hulu (m) Yz= kedalaman aliran di kaki

pelimpah (m) Fz= bilangan froude

Sedangkan untuk menghitung tinggi muka air di atas mercu (crest) pelimpah, digunakan persamaan dimana kondisi di atas mercu (crest) pelimpah dianggap kritis (nilai Fr = 1) sehingga:

Fr cr cr cr g y y L Q y g v . . .         (6) ycr 3 2 g q  (7) dengan:

ycr = tinggi muka air kritis di atas mercu pelimpah (m)

q = debit aliran persatuan lebar (m3/dt/m’)

(4)

Saluran Transisi

Saluran transisi pada bangunan pelimpah diperlukan untuk menghubungkan perubahan penampang dari ukuran dimensi yang lebih besar ke ukuran yang lebih kecil pada ruas hilir profil pelimpah sampai ke suatu potongan sebelum menuju ke saluran peluncur

Saluran transisi direncanakan agar debit banjir rencana yang akan disalurkan memberikan kondisi yang paling menguntungkan, baik pada aliran di dalam saluran transisi tersebut maupun pada aliran permulaan yang akan menuju saluran peluncur, dimana pada aliran permulaan yang akan menuju saluran peluncur diharapkan terjadi aliran kritis, karena pada potongan ini merupakan titik kontrol sebagai awal peritungan kedalaman secara hidrolik.

Penyempitan Pada Saluran Transisi Saluran ini dibuat dengan dinding tegak yang makin menyempit ke hilir dengan inklinasi sebesar 12°30' terhadap sumbu saluran peluncur (Gambar 4).

Gambar 4. Skema penyempitan pada saluran transisi

(Sumber: Sosrodarsono, 1977: 203) Perhitungan hidrolika pada saluran transisi mengkondisikan aliran di ujung saluran transisi adalah subkritis dan di hilir kritis sesuai dengan Rumus Bernoulli, adalah sebagai berikut:

(Elevasi dasar ambang hulu) + g v d e e 2 2

 = (Elevasi dasar ambang hilir) +

m c e c c h g v v K g v d     2 2 2 2 2 (8) dengan:

de : kedalaman aliran masuk ke dalam saluran transisi.

ve : kecepatan aliran masuk ke dalam saluran transisi.

dc : ke dalaman kritis pada ujung hilir saluran transisi.

vc : kecepatan aliran kritis pada ujung hilir saluran transisi. K : koeffisian kehilangan tinggi

tekanan yang disebabkan oleh perubahan penampang lintang saluran transisi (0,1 - 0,2). hm : kehilangan total tinggi tekanan

yang disebabkan oleh gesekan, dan lain-lain.

Gambar 5. Skema aliran pada saluran transisi

(sumber: Sosrodarsono, 1977: 204)

Saluran Peluncur

Saluran peluncur merupakan saluran pembawa dari ujung hilir saluran transisi atau ujung hilir ambang pelimpah (tanpa saluran transisi) sampai ke peredam energi. Agar saluran peluncur mempunyai volume beton kecil, maka alirannya harus mempunyai kecepatan tinggi. Saluran ini direncanakan dengan aliran super kritis, dengan F > 1, namum F < 9.

Profil muka air pada saluran peluncur gelombang alirannya sudah menurun dan relatif berkurang dibanding

(5)

pada bagian saluran transisi. Rumus pengaliran hidrolika pada saluran transisi dan saluran peluncur secara teori dapat dihitung dengan pendekatan rumus kekekalan energi antara dua pias, yaitu dengan pendekatan Hukum Bernoulli seperti gambar berikut.

Gambar 6. Skema Penampang Memanjang Aliran Pada Saluran

Peluncur

(Sumber: Chow, 1985:39)

Atau dalam bentuk yang disederhanakan dengan y1 = d1 cos dan y2 = d2 cosmaka penjelasanya pada Gambar 7 adalah sebagai berikut:

Gambar 7. Skema Penampang Memanjang Aliran Pada Saluran

Peluncur yang disederhanakan (Sumber: Chow, 1985:261)

Persamaan kekekalan energi pada pias penampang saluran transisi dan peluncur adalah sebagai berikut:

Z1 = So.∆x + y1 + Z2 dan (9)

Z2 = y2 +Z2 (10)

Kehilangan tekanan akibat gesekan adalah:

hf = Sf . ∆x = ½ ( S1 + S2 ) ∆x (11) dengan kemiringan gesekan Sf diambil sebagai kemiringan rata-rata pada kedua ujung penampang atau

S f Maka persamaan di atas dapat ditulis:

Z1 + α1. g V 2 2 1 =Z1 + α2. g V 2 2 2 + hf + he(12) Aliran Getar

Aliran getar merupakan fenomena hidrolika yang harus diperhatikan dalam bangunan saluran peluncur. Apabila hal ini timbul, akan mengakibatkan ketidakrataan aliran sehingga gaya hidrodinamis yang ditimbulkan membahayakan stabilitas konstruksi. Selain itu akibat aliran yang tidak rata tersebut, kecepatan aliran di kaki saluran peluncur tidak merata sehingga mengurangi efektifitas peredaman. Apabila panjang saluran tersebut lebih dari 30 meter, maka harus dikontrol dengan cara menghitung bilangan ”Vendernikov(V)” dan bilangan ”Montouri (M)” (Anonim, 1986:95). Bilangan Vendernikov (V)  cos 3 2 gd P bv V  (13) Bilangan Montouri (M)  cos 2 2 gIL V M  (14) dengan:

b = lebar dasar saluran (m) v = kecepatan aliran (m/dt)

g = percepatan grafitasi ( = 9,81 m/dt2) P = keliling basah (m)

d = kedalaman hidraulik (m)

I = kemiringan gradien energi (= tanӨ) Ө = sudut gradien energi

L = panjang saluran (m)

Nilai perhitungan dari kedua persamaan tersebut selanjutnya diplotkan

(6)

pada Gambar 8 untuk mengetahui timbul tidaknya aliran getar. (Anonim. 1986:97). Jika titiknya terletak di daerah aliran getar, maka faktor bentuk d/P dihitung dan diplot pada Gambar 9.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Bilangan M ontouri (M2) B il a n g a n V e n d e rn ik o v ( V

) Daerah aliran getar

Daerah tanpa aliran getar

Gambar 8. Kriteria Aliran Getar (USBR 1978)

Sumber : Anonim. 1986:97

Gambar 9. Kriteria Bentuk (USBR 1978) Sumber : Anonim. 1986:97 Peredam Energi

Fenomena aliran yang terjadi pada saluran peluncur adalah dengan kecepatan aliran yang sangat tinggi, dengan kondisi pengaliran super kritis. Oleh karena itu sebelum aliran air di alirkan ke sungai harus diperlambat dan dirubah pada kondisi aliran sub-kritis, agar tidak terjadi gerusan yang membayahakan geometri sungai pada bagian dasar dan tebing sungai.

Rumus hidrolika yang digunakan sebagai dasar perencanaan peredam energi adalah berasal dari prinsip hukum kekekalan energi dengan fenomena gaya-gaya yang bekerja pada pias saluran untuk keadaan aliran yang mengalami perubahan dari super kritis menjadi aliran sub kritis.

Peredam Energi Tipe Olakan

 Kolam olakan datar tipe I secara teori cocok untuk keadaan sebagai berikut: 1). Aliran dengan tekanan hidrostatis

yang rendah ( Pw < 60 m)

2). Debit yang dialirkan kecil ( debit spesifik q < 18,5 m3/det/m) 3). Bilangan Froude di akhir saluran

peluncur < 4,50

 Kolam olakan datar tipe II secara teoritis cocok untuk keadaan sebagai berikut :

1). Aliran dengan tekanan hidrostatis yang sangat tinggi ( Pw > 60 m) 2). Debit yang dialirkan besar ( debit

spesifik q > 45 m3/det/m)

3). Bilangan Froude di akhir saluran peluncur > 4,50

 Kolam olakan datar tipe III secara teoritis cocok untuk keadaan sebagai berikut :

1). Aliran dengan tekanan hidrostatis yang rendah ( Pw < 60 m)

2). Debit yang dialirkan kecil ( debit spesifik q < 18,5 m3/det/m) 3). Bilangan Froude di akhir saluran

peluncur > 4,50

 Kolam olakan datar tipe IV secara teoritis cocok untuk keadaan sebagai berikut :

1). Aliran dengan tekanan hidrostatis yang rendah ( Pw < 60 m)

2). Debit yang dialirkan relatif besar ( debit spesifik q > 18,5 m3/det/m)

3). Bilangan Froude di akhir saluran peluncur 2,5 s/d 4,50

Rumus hidrolika struktur yang digunakan dalam perhitungan pada

(7)

kolam olakan datar antara lain adalah sebagai berikut:

 Bilangan Froude di akhir saluran peluncur: 1 1 1 . y g V F  (15)

 Kedalaman aliran setelah loncatan (kedalaman konjugasi)

1 8 1 2 2 1 1 2   Fy y (16)

 Panjang loncatan hidrolis pada kolam olakan (Raju, 1986 : 194) L = A (y2 – y1) (17) Dimana A bervariasi dari 5,0 sampai 6,9 , atau secara empirik dapat digunakan grafik pada Gambar 11. (Sosrodarsono, 1977:222).

Gambar 10. Grafik Hubungan antara Bilangan Froude dan TWL

(Peterka, 1984: 25)

Gambar 11. Panjang loncatan hidrolis pada kolam olakan datar tipe I, II dan III

(Sumber: Sosrodarsono, 1977:222)

Loncatan Hidraulik

Apabila tipe aliran disaluran berubah dari aliran superkritis menjadi subkritis maka akan terjadi loncatan air. Loncatan air merupakan contoh bentuk aliran berubah cepat ( rapidly varied flow). Loncatan hidrolik terjadi pada daerah yang memiliki kemiringan berubah dari kemiringan curam menjadi landai. Keadaan ini terjadi misalnya pada kaki bangunan pelimpah. Aliran dibagian hulu adalah superkritis sedang dibgian hilir adalah subkritis. Diantara kedua tipe tersebut terdapat daerah dimana loncatan air terjadi. (Triatmodjo, 1999 : 135)

Loncatan hidrolis yang terjadi pada dasar mendatar, terdiri dari beberapa jenis yang berbeda-beda. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh biro reklamasi Amerika Serikat. Jenis tersebut dapat dibedakan berdasarkan bilangan froude aliran yang terlibat, antara lain (Chow, 1997 : 347):

1. Untuk F = 1, terjadi loncatan yang dinamakan loncatan berombak

2. Untuk F= 1,7 sampai 2.5, terjadi loncatan yang dinamakan loncatan lemah

3. Untuk F= 2,5 sampai 4.5, terjadi loncatan yang dinamakan loncatan berisolasi

4. Untuk F = 4,5 sampai 9, terjadi loncatan yang dinamakan loncatan tunak

5. Untuk F = lebih dari 9, terjadi loncatan yang dinamakan loncatan kuat

Pada peristiwa loncatan hidraulik, komponen dasar yang berpengaruh pada perhitungan energi adalah persamaan momentum yang digambarkan pada Gambar 12 berikut.

(8)

Gambar 12. Persamaan momentum dalam loncatan hidraulik

Sumber : Raju, 1986:12 Dengan:

1 8F 1

2 1 y y 2 1 1 2    (18)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pelimpah

Perencanaan pelimpah pada Bendungan Kaliorang menggunakan debit rencana Q1000th. Untuk keperluan pengujian model fisik hidrolika tentang waduk diperlukan data hasil perhitungan penelusuran debit banjir yang berupa outflow. Debit yang digunakan sebagai berikut:

Tabel 1 Debit Banjir Outflow Kala Ulang Debit (m3/dt) Q2th 2.682 Q5th 20.2584 Q10th 44.7562 Q20th 75.8859 Q25th 95.1561 Q50th 143.6318 Q100th 223.9337 Q1000th 606.0930 QPMF 878.0174

Sumber: PT. Teknika Cipta Konsultan Dari data debit yang sudah ditentukan dilakukanlah perhitungan koefisien pelimpah dengan menggunakan metode USBR dan Iwasaki. Selanjutnya dilakukan perhitungan tinggi muka air pada pelimpah, dengan hasil profil muka air sebagai berikut.

Gambar 13. Profil Muka Air Diatas pelimpah Tiap Debit Rancangan 2. Saluran Transisi EL.42.11 EL.42.12 EL.44.50 S=0.0529 0,00045 S.6 S.7 S.9 S.10 S.10' S.6' S.8 S.11 S.12S.13S.14S.15S.16S.16' 45.0 22.43 Gambar 14. Potongan Memanjang Saluran Transisi Sumber: PT. Teknika Cipta Konsultan

- Contoh perhitungan pada section 16’ dan 16:

Saluran transisi section 16’: Q5th = 20,258 m3/dt B16’ = 30,000 m y16’ = yc = 0,360 m F16’ = 1,000 α = 1,000 Slope = 0,0529 Sehingga: A16’ = B16’ . y16’ = 10,787 m2 P16’ = 2y16’ + B16’ = 30,719 m R16’ = ' 16 ' 16 P A = 0,351 m V16’ = vc = Q / A16’ = 1,878 m/dt m g v hv 0,180 81 , 9 . 2 878 . 1 . 000 , 1 2 . 16'2 2 ' 16    

Saluran transisi section 16: Q5th = 20,258 m3/dt B16 = 30,000 m Sehingga: A16 = B16 . y16 = 30 y16 P16 = 2y16 + B16 = 30 + 2y16 U1 P1=½.r.g.h12.B h1 U2 h2 P2=½.r.g.h22.B

(9)

R16 = 16 16 P A = 16 16 2 30 30 y y  V16 = Q / A16 = 0,675 / y16 16 2 16 2 16 16 0,0232 81 , 9 . 2 675 , 0 . 000 , 1 2 . y y g v hv         

Kehilangan tinggi akibat gesekan:

x R R v v n hf                 . 2 2 . 3 4 ' 16 16 2 ' 16 16 2 , dengan nilai n = 0,014 dan x = 0,180 m maka, 180 , 0 . 2 351 , 0 2 30 39 2 878 , 1 675 , 0 . 014 , 0 3 4 16 16 2 16 2                                         y y y hf

Dengan menggunakan persamaan (8) maka persamaannya menjadi,

Z16’ + y16’ + g v 2 2 ' 16 = Z16 + y16 + g v 2 2 16 - hf 42,11 + 0,360 + 0,180 = 42,11 + y16 + 0,0232y16 - hf dengan menggunakan sistem coba-coba maka didapatkan nilai y16 = 0,374 m.

Gambar 15. Profil Muka Air Pada Saluran Transisi 3. Saluran Peluncur EL.42.11 EL.44.35 EL.32.11 EL.40.11 100 S=0.100

Gambar 16. Potongan Memanjang Saluran Peluncur Bendungan Kaliorang Berikut ini merupakan contoh perhitungan profil muka air pada saluran peluncur Q5th. Contoh perhitungan pada section 16’ dan 17:

Data saluran peluncur section 16’; Q5th = 24,258 m3/dt B16’ = 30,000 m Y16’ = yc = = 0,360 m F8 = 1,000 α = 1,000 Slope = 0,1 Sehingga: A16’ = B16’ . y16’ = 10,787 m2 P16’ = 2y16’ + B16’ = 30,719 m R16’ = ' 16 ' 16 P A = 0,351m V16’ = vc = Q / A16’ = 1,878 m/dt m g v hv 0,180 81 , 9 . 2 878 , 1 . 000 , 1 2 . 16'2 2 ' 16    

Saluran peluncur section 17; Q5th = 20,258 m3/dt B17 = 30,000 m Sehingga:

A17 = B17 . y17 = 30 y17 P17 = 2y17 + B17 = 30 + 2y17 R17 = 17 17 P A = 17 17 2 30 30 y y  V17 = Q / A17 = 0,675 / y17 17 2 17 2 17 17 0,02322 81 , 9 . 2 675 , 0 . 000 , 1 2 . y y g v hv         

(10)

x R R v v n hf                 . 2 2 . 3 4 17 ' 16 2 17 ' 16 2 , dengan nilai n = 0,014 dan x = 6,82 m maka persamaannya menjadi; 82 , 6 . 2 351 , 0 2 30 30 2 878 , 1 675 , 0 . 014 , 0 3 4 17 17 2 17 2                                         y y y hf

Dengan menggunakan persamaan (12) maka persamaannya menjadi,

Z16’ + y16’ + g v 2 2 ' 16 = Z17 + y17 + g v 2 2 17 + hf 42,11 + 0,360 + 0,180 = (42,11 – (0,1 . 6,82)) + y17 + 0,2322y17 + hf

dengan menggunakan sistem coba-coba maka didapatkan nilai y17 = 0,154 m.

Gambar 17. Profil Muka Air Pada Saluran Peluncur

4. Peredam Energi

Peredem energi pada bendungan Kaliorang ini menggunakan tipe peredam energi USBR tipe IV pada peredam energi hulu sedangkan pada peredam energi hilir menggunakan peredam energi USBR tipe III. Perhitungan tinggi muka air pada peredam energi dipengaruhi oleh hukum persamaan momentum.

Tabel 2. Perhitungan Kedalaman Konjugasi Pada Peredam Energi Hulu

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3. Perhitungan Kedalaman Konjugasi Pada Peredam Energi Hilir

Sumber: Hasil Perhitungan 5. Pengujian Tiap Seri a. Seri 0

- Peredam Energi USBR Tipe IV dengan panjang 20 m tidak efektif dalam meredam aliran dari pelimpah.

- Terjadi aliran silang pada saluran transisi pada debit Q100th, Q1000th dan QPMF. Hal ini mungkin diakibatkan oleh sudut penyempitan pada saluran transisi melebihi batas kaidah hidraulika yang sudah ditentukan (  > 12030’ ).

- Desain peredam energi USBR tipe III pada peredam energi hilir cukup efektif meredam aliran dari saluran peluncur untuk Q5th, Q100th dan Q1000th dikarenakan loncatan hidraulik masih berada di dalam kolam olakan sedangkan pada debit QPMF loncatan hidraulik berada di luar kolam olak.

b. Model Seri 1

- Perubahan dimensi chute blocks serta penambahan baffle blocks pada peredam energi hulu dan penurunan lantai dasar dari +43,50 ke +41,14

- Perubahan slope dasar pada saluran transisi menjadi 0,0004 Hasil pengujian yang telah dilakukan:

(11)

- Dengan penambahan baffle blocks pada peredam energi hulu membuat kecepatan air yang melimpah dapat diredam lebih optimal.

- Tidak terjadi aliran silang pada saluran transisi setelah dilakukan perubahan slope dari 0,0529 menjadi 0,0004.

- Peredam Energi USBR Tipe III efektif meredam aliran air dari saluran peluncur untuk debit Q5th - Q1000th yang diujikan. Pada debit rancangan QPMF, loncatan aliran masih berada di dalam struktur rip-rap.

Model Seri 2

- Di hilir peredam energi terdapat perubahan struktur abrupt rise dengan panjang 24 m dari elevasi +32,71 menuju elevasi +33,51. Hasil pengujian yang telah dilakukan:

- Dengan adanya perubahan struktur abrupt rise, loncatan hidraulik pada debit Q5th– Q100th berada pada ruang olakan, sedangkan pada debit Q1000th dan QPMF loncatan hidraulik yang terjadi sampai pada dasar saluran saluran pengarah hilir. Diharapkan loncatan hidraulik pada Q1000th dan QPMF mengenai bangunan yang terbuat dari struktur.

Model Seri 3

- Menaikkan eleevasi akhir terminal channel sampai dengan El 34,51.

Hasil pengujian yang telah dilakukan: - Dengan perubahan kenaikan

elevasi pada terminal channel tersebut efektif meredam aliran sampai dengan Q1000th pada saat QPMF loncatan aliran masih terletak di dalam strukutur terminal channel, sehingga aman untuk aliran di saluran pengarah hilir yang penampangnya terdiri dari galian tanah.

Final design

- Aliran di bagian pelimpah aman terhadap bahaya overtopping pada setiap debit yang diujikan. - Peredam energi hulu mampu

meredam aliran dari pelimpah dan pada saluran transisi terjadi aliran sub kritis untuk berbagai kondisi debit aliran (Q5th s/d QPMF)

- Aliran pada saluran peluncur dalam kondisi super kritis namun aman terhadap bahaya kavitasi dan pulsating flow.

- Peredam energi hilir efektif meredam energi dari aliran kecepatan tinggi di akhir saluran peluncur.

- Terminal channel mampu meredam aliran yang keluar dari peredam energi hilir, sehingga waktu menuju ke saluran pengarah hilir dalam kondisi subkritis.

4. Penutup Kesimpulan

Pada original design peredam energi hulu menggunakan USBR IV, namun peredam energi ini tidak efektif meredam kecepatan aliran dari pelimpah. Sehingga aliran yang masuk ke dalam saluran transisi menjadi tidak merata dan terjadi aliran silang. Pada seri I peredam energi yang digunakan USBR III. Dengan perubahan design ini membuat kecepatan air yang melimpah dapat diredam lebih optimal sebelum memasuki saluran transisi. Sehingga tidak terjadi lagi aliran silang (cross flow).

Pada peredam energi hilir dengan menggunakan USBR III efektif untuk meredam debit Q5th - Q1000th, untuk QPMF loncatan aliran masih berada di dalam struktur rip-rap. Pada seri II peredam energi hulu dilakukan perubahan struktur pada abrubt rise. loncatan hidraulik pada debit Q5th– Q100th berada pada ruang

(12)

olakan, sedangkan pada debit Q1000th dan QPMF loncatan hidraulik yang terjadi sampai pada dasar saluran saluran pengarah hilir. Diharapkan loncatan hidraulik pada Q1000th dan QPMF mengenai bangunan yang terbuat dari struktur agar tidak mengikis dasar saluran pengarah hilir. Pada seri III dilakukan perubahan dengan menaikkan elevasi pada terminal channel tersebut efektif meredam aliran sampai dengan Q1000th pada saat QPMF loncatan aliran masih terletak di dalam strukutur terminal channel, sehingga aman untuk aliran di saluran pengarah hilir yang penampangnya terdiri dari galian tanah. Pada Final Design merupakan penggabungan dari model Seri I dengan model seri III dengan hasil pengujian peredam energi hilir efektif meredam energi dari aliran kecepatan tinggi di akhir saluran peluncur.

Saran

Dari kesimpulan yang diperoleh berdasarkan perhitungan analitik dan uji model yang dilakukan, maka disarankan pendekatan hidrolika sebaiknya mengacu pada uji model karena teori yang ada belum tentu dapat memenuhi kesesuaian kondisi di lapangan. Melihat di lokasi bendungan sulit diperoleh batuan, maka perlindungan hilir peredam energi dibuat dari struktur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1986. Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi, Bagian Penunjang Untuk Standar Perencanaan Irigasi. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. 2. Chow, Ven Te. 1997. Hidrolika

Saluran Terbuka, terjemahan E.V. Nensi Rosalina. Jakarta : Erlangga. 3. Raju, K.G.R. 1986. Aliran Melalui

Saluran Terbuka, terjemahan Yan

Piter Pangaribuan B.E., M.Eng. Jakarta : Erlangga.

5. Sosrodarsono, Suyono dan Tekeda, Kensaku. 2002. Bendungan Type Urugan. Jakarta : Erlangga.

6. Peterka, A. J. 1984. Hydraulic Design of Stilling Basins and Energy Dissipator. Colorado: United States Departement of the Interior.

7. Triatmodjo, Bambang. 1996. Hidrolika II. Yogyakarta : Beta Offset.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1986. Buku Petunjuk

Perencanaan Irigasi, Bagian

Penunjang Untuk Standar

Perencanaan Irigasi. Jakarta:

Departemen Pekerjaan Umum. Chow, Ven Te. 1997. Hidrolika Saluran

Terbuka, terjemahan E.V. Nensi Rosalina. Jakarta : Erlangga.

Falvey, Henry T. 1990. Cavitation in

Chutes and Spillways. United

States department of the interior : Bureau of Reclamation.

Raju, K.G.R. 1986. Aliran Melalui

Saluran Terbuka, terjemahan Yan Piter Pangaribuan B.E., M.Eng.

Jakarta : Erlangga.

Sosrodarsono, Suyono dan Tekeda, Kensaku. 2002. Bendungan Type

Urugan. Jakarta : Erlangga.

Subramanya, K. 1986. Flow In Open

Channels. New Delhi : Tata

McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Triatmodjo, Bambang. 1996. Hidrolika

Gambar

Gambar 1. Koefisien debit dipengaruhi  oleh faktor P/Ho
Gambar 4. Skema penyempitan pada  saluran transisi
Gambar 6. Skema Penampang  Memanjang Aliran Pada Saluran
Gambar 8. Kriteria Aliran Getar (USBR  1978)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sekitar sepertiga di antara kehamilan kembar berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri menjadi dua buah struktur serupa,

(1990), value consciousness sebagai suatu kesadaran untuk membayar suatu barang dengan harga rendah walaupun terdapat quality coinstraint didalamnya. Konsumen yang

Sedangkan metode analisis data menggunakan Korelasi Product Moment dengan hasil koefisien korelasi r=0,714 dengan p=0,000 (p&lt;0,05), artinya hipotesis yang

Unit Kebudayaan Jepang Institut Teknologi Bandung (UKJ-ITB) adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa yang mempelajari dan memperkenalkan kebudayaan Jepang dalam lingkungkan ITB

Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara

Dari seluruh uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Nasr secara garis besar berkisar pada bidang sains Islam, filsafat, sufisme, pemikiran Islam

Berdasarkan uraian di atas menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji dan diteliti dalam memahami pentingnya promosi dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan

Principle of Food Science.. Ha