• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KERJA OSMOTIK UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei PADA BUDIDAYA SISTEM INTENSIF DENGAN APLIKASI BIOFLOK DAN PERGILIRAN PAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT KERJA OSMOTIK UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei PADA BUDIDAYA SISTEM INTENSIF DENGAN APLIKASI BIOFLOK DAN PERGILIRAN PAKAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KERJA OSMOTIK UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei PADA BUDIDAYA

SISTEM INTENSIF DENGAN APLIKASI BIOFLOK DAN PERGILIRAN PAKAN

Herlinah dan Early Septiningsih

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: hjompa@yahoo.com

ABSTRAK

Budidaya udang vaname berkembang dengan teknologi intensif yang ditandai dengan tingkat kepadatan yang tinggi sehingga sangat berpengaruh terhadap mekanisme fisiologi udang yang dibudidayakan. Penelitian dilakukan untuk mempelajari tingkat kerja osmotik udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada budidaya sistem intensif dengan aplikasi bioflok dan pergiliran pakan. Budidaya dilakukan pada tambak 4000 m2 dengan kepadatan 115 ekor/m2. Perlakuan budidaya adalah: (A) pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan satu hari protein tinggi, (B) tanpa pergiliran pakan (protein rendah) dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok dan (C) pergiliran pakan dua hari protein rendah, satu hari protein tinggi dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok. Pengambilan sampel hemolim udang menggunakan syringe 1 mL dengan antikoagulan 1:4 dan diukur menggunakan Fiske Model 210 Micro-Osmometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bioflok dan pergiliran pakan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat osmotik plasma. Tingkat osmotik plasma udang vaname terendah didapatkan pada perlakuan C sebesar 687,67 mOsm/kg, disusul perlakuan B sebesar 706,72 mOsm/kg, dan nilai osmotik tertinggi didapatkan pada perlakuan A sebesar 780 mOsm/kg.

KATA KUNCI: tingkat kerja osmotik, udang vaname, budidaya sistem intensif

PENDAHULUAN

Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia mulai tahun 2000-an dan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masuknya udang putih ini telah menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia karena udang putih ini mempunyai keunggulan komparatif dibanding spesies jenis lainnya, yaitu sintasan tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan penyakit dan konversi pakan rendah (Anonim, 2003; Poernomo, 2004).

Peningkatan produksi udang vaname berkorelasi dengan meningkatnya penggunaan pakan sebagai salah satu faktor produksi utama dalam kegiatan budidaya secara semi-intensif dan intensif. Alokasi biaya pakan pada budidaya udang dapat menyerap 60 – 70% dari total biaya produksi udang (Palinggi & Atmomarsono, 1988; Padda & Mangampa, 1993). Komposisi kandungan protein, karbohidrat, lemak, dan lain-lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan udang. Pertumbuhan dan sintasan yang optimum perlu diupayakan melalui penggunaan pakan secara efisien namun udang dapat tumbuh optimal dan pakan yang terbuang seminimal mungkin.

Menurut Boyd (1990), bahwa budidaya udang intensif dengan jumlah pakan yang cukup tinggi berdampak pada meningkatnya limbah budidaya yang berasal dari sisa pakan, feces dan metabolit udang dan bila dibuang ke luar akan mengotori lingkungan sehingga dapat mencemari budidaya selanjutnya. Selanjutnya dilaporkan Gunarto (2008), budidaya udang vaname dengan padat penebaran 500.000 ekor/ha dengan aplikasi fermentasi probiotik menghasilkan produksi yang cukup tinggi. Selanjutnya dilaporkan bahwa dua bulan pemeliharaan telah terbentuk bioflok yang ditandai dengan warna air tambak dari hijau menjadi kemerah-merahan dan terbentuk seperti adanya awan dipermukaan air dan diketahui kepadatan total bakteri mencapai 107 cfu/mL.

Aplikasi bioflok dan pergiliran pakan memungkinkan terjadinya proses adaptasi udang terhadap perubahan lingkungan. Proses adaptasi terhadap perubahan lingkungan dilakukan melalui proses osmoregulasi. Proses osmoregulasi yang lebih baik mengakibatkan energi yang diperoleh dari makanan

(2)

dimanfaatkan secara efisien untuk pertumbuhan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme udang yang dapat berpengaruh pada tingkat pembelanjaan energi. Oleh sebab itu, pertumbuhan udang yang maksimum hanya dapat dihasilkan apabila penggunaan energi untuk metabolisme dapat diminimalisir. Pada kondisi hipoosmotik atau hiperosmotik, udang melakukan kerja osmotik yang tinggi sebagai respon fisiologis untuk mempertahankan lingkungan internalnya. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, penurunan aktivitas makan dan aktivitas rutinitas (Kumlu et al., 2001).

Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan media lingkungan hidupnya, dan pengaturan osmotik itu dilakukan melalui mekanisme osmoregulasi (Affandi & Tang, 2002). Mekanisme ini dapat dinyatakan sebagai pengaturan keseimbangan total konsentrasi elektrolit yang terlarut dalam air media hidup organisme. Jadi, osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan sekitarnya (Ferraris et al., 1986).

Semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya (Setyadi et al., 1997; Supriyatna, 1999). Akibatnya, energi yang diperoleh dari hasil metabolisme dalam tubuh yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan akan berkurang atau habis yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan udang. Ketersediaan pakan yang cukup serta daya dukung lingkungan yang baik akan mengefisienkan penggunaan energi sehingga dapat dimanfaatkan oleh udang untuk tumbuh dan mempertahankan sintasannya. Oleh sebab itulah perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh penumbuhan bioflok dan pergiliran pakan terhadap tingkat kerja osmotik udang vaname.

BAHAN DAN METODE

Penelitian tingkat kerja osmotik (TKO) udang vaname dilaksanakan di tambak percobaan Punaga, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Tambak yang digunakan adalah tambak budidaya sistem intensif dengan aplikasi bioflok dan pergiliran pakan. Petakan tambak berukuran 4000m2 dengan hewan uji pasca larva udang vaname

yang ditebar dengan kepadatan 115 ekor/m2. Terdapat tiga perlakuan di tambak penelitian yaitu: (A)

pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan satu hari protein tinggi; (B) tanpa pergiliran pakan (protein rendah) dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok; dan (C) pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan satu hari protein tinggi dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok. Pergiliran pakan, mengacu pada penelitian Tahe et al. (2010). Pemberian pakan dengan frekuensi 2–4 x per hari dengan waktu pemeliharaan selama 120 hari.

Sampel untuk TKO berupa hemolim udang vaname dan sampel air media diambil dari masing-masing tambak pada setiap waktu pengamatan. Pengambilan sampel hemolim menggunakan spuit/ disposible syringe 1 mL yang telah dibilas dengan antikoagulan dengan cara menyedot hemolim sebanyak 0,2 mL. Lalu dimasukkan ke dalam tube ependof volume 1,5 mL yang sebelumnya telah ditambahkan Trisodium Citrate (Na3C6H5O7) 3,8% sebagai antikoagulan dengan perbandingan 1 : 4 (0,2 mL hemolim dan 0,8 mL antikoagulan). Sampel dalam tabung ependof selanjutnya didinginkan. Pemisahan plasma dari sel darah menggunakan metode Partidge & Jenkins (2002). Hemolim disentifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 3 menit. Plasma darah diambil sebanyak 20 µL untuk pengukuran osmolalitas. Tingkat osmotik diukur dengan Fiske Model 210 Micro-Osmometer.

Tingkat kerja osmotik (TKO) diukur berdasarkan perbedaan nilai osmolaritas antara cairan tubuh (plasma/hemolim/darah) dengan medium (air) menggunakan rumus berdasarkan nilai CL dan penurunan titik beku larutan (Ferraris et al., 1986; Che Mat, 1987 in Soumokil., 2013), sebagai berikut:

media

s

Osmolalita

plasma

s

Osmolalita

TKO

(3)

Kriteria:

TKO > 1, = Kerja hiperosmotik TKO = 1, = Kerja Isosmotik TKO < 1, = Kerja Hipoosmotik

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Sebagai alat bantu untuk melaksanakan uji statistik tersebut digunakan paket program SPSS versi 16.0. Data peubah kualitas air yang diperoleh saat pengambilan sampel hemolim dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup udang vaname.

HASIL DAN BAHASAN

Meskipun udang vaname termasuk organisme air euryhaline yang ampuh sebagai hyper/hypo-osmoregulators yaitu mampu bertoleransi pada salinitas dengan kisaran yang lebar tanpa mengorbankan proses kehidupan, namun efek osmotik media eksternal dapat mempengaruhi osmoregulasi dan bioenergetik udang, dan ini akan menentukan kemampuan adaptasi udang terhadap perubahan lingkungan eksternalnya untuk tetap bertahan hidup (Lignot et al., 2007).

Kisaran salinitas media selama pemeliharaan di tambak pada setiap perlakuan cukup bervariasi yakni A) 31,5-37,5 ppt, B) 34,5-49 ppt, dan C) 31,5-51,5 ppt. Hal ini karena penelitian dilaksanakan melewati pergantian musim hujan ke musim kemarau (Mei-September 2012) sehingga fluktuasi salinitas juga cukup tinggi. Nilai Osmolalitas Media (OM) menurun ketika terjadi perubahan penurunan salinitas, dan sebaliknya OM meningkat ketika salinitas meningkat, hal ini sesuai pula dengan yang ditemukan oleh Soumokil (2013). Kondisi ini mengindikasikan bahwa osmolalitas media mengecil pada salinitas encer atau media bersifat hipoosmotik dan membesar seiring dengan naiknya salinitas. OM yang semakin besar dengan peningkatan salinitas atau media bersifat hiperosmotik, diakibatkan oleh konsentrasi ion-ion terlarut dalam media. Menurut McConnaughhey & Zottoly (1983) bahwa sifat osmotik air berasal dari seluruh elektrolit yang larut dalam air tersebut, dengan demikian semakin tinggi salinitas, semakin besar konsentrasi elektrolit, sehingga tekanan osmotik media semakin tinggi. Perubahan salinitas media menyebabkan fluktuasi osmolalitas hemolim juvenil udang yang mengakibatkan udang berada dalam kondisi ketidakseimbangan osmotik sehingga udang berusaha melakukan adaptasi fisiologis. Diwan et al. (1989) in Soumokil (2013) bahwa umumnya ketika udang ditransfer ke salinitas berbeda, ada perubahan yang cepat dalam konsentrasi osmolalitas hemolim dan untuk mencapai ekuilibrium yang stabil udang membutuhkan waktu. Osmolalitas hemolim udang vaname dapat dilihat pada Gambar 1.

(4)

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soumokil (2013) dengan udang windu (Penaeus monodon) dan Chen et al. (1995) in soumokil (2013) dengan Penaeus chinensis, bahwa osmolalitas hemolim secara linier berhubungan dengan osmolalitas eksternal. Lignot et al (1999) dan Fotedar (2004) in Soumokil (2013), menegaskan bahwa osmoregulasi merupakan mekanisme adaptasi lingkungan yang penting bagi organisme akuatik khususnya krustase. Jadi osmolalitas hemolim sangan dipengaruhi oleh salinitas media. Kaitannya dengan perlakuan pemberian pakan, yang aplikasinya berinteraksi langsung dengan media air pemeliharaan, selanjutnya ke organisme yang dipelihara di dalamnya.

Tingkat kerja osmotik yang dialami juvenil udang diperoleh dari perbandingan antara osmolalitas media eksternal dan osmolalitas cairan tubuh (hemolim) udang. Tingkat osmotik setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan analisis ragam, aplikasi bioflok dan pergiliran pakan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap osmolality hemolim, media dan tingkat osmotik udang vaname. Pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan satu hari protein tinggi dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok (perlakuan C) menghasilkan beban osmotik udang terendah yaitu sebesar 687,67 mOsm/kg, disusul turut pada perlakuan tanpa pergiliran pakan (protein rendah) dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok (perlakuan B) sebesar 706,72 mOsm/ kg), dan beban osmotik tertinggi diperoleh pada Pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan satu hari protein tinggi (perlakuan C) sebesar 780 mOsm/kg.

Berdasarkan Tabel 1, tingkat osmotik dari seluruh perlakuan nilainya lebih besar dari 1, hal ini berarti media berada dalam kondisi hiperosmotik (Ferraris et al. 1986; Che Mat. 1987). Meskipun demikian, nilai TKO tersebut masih tidak terlalu tinggi (masih mendekati 1) sehingga proses osmoregulasi yang terjadi dalam tubuh udang masih bisa berlangsung dengan normal dan tidak menyebabkan stres pada udang. Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Sifat osmotik air berasal dari seluruh elektrolit yang larut dalam air tersebut.

Beban osmotik yang rendah maka energi yang diperoleh udang dari makanan yang digunakan untuk proses osmoregulasi akan lebih banyak digunakan untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan sintasannya. Sehingga idealnya akan diperoleh sintasan yang lebih tinggi pada tambak dengan tingkat osmotik yang rendah. Namun, hasil akhir yang diperoleh pada penelitian ini (Mansyur et al. 2012) dimana perlakuan C (pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan satu hari protein tinggi dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok) dengan nilai osmolaliti hemolim dan TKO terendah memiliki sintasan terendah pula yakni 43,99% meskipun hasilnya tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan lainnya.

KESIMPUL AN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sistem budidaya intensif dengan aplikasi bioflok dan pergiliran pakan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kerja osmotik udang vaname.

Perlakuan Tingkat osmotik (mOsm/kg) Nilai Rata-rata Osmolalitas Media Tingkat osmotik (mOsm/kg) A (Pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan

satu hari protein tinggi)

780,00 ± 49,20a

597 1,31

B (Tanpa pergiliran pakan (protein rendah) dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan

706,72 ± 11,82a

623 1,13

C (Pergiliran pakan dua hari protein rendah, dan satu hari protein tinggi dan penambahan molase untuk memicu pertumbuhan bioflok)

687,67 ± 6,02a

611 1,13

Nilai yang diikuti superscript serupa dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata (p>0,05)

(5)

Saran

Pemantauan terhadap tingkat kerja osmotik perlu dilakukan secara periodik selama proses pemeliharaan udang di tambak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Abdul Mansyur selaku Penanggung Jawab Kegiatan, Andi Tenriulo dan Aan Fibro Widodo atas bantuan serta dukungannya selama pelaksanaan penelitian dan penulisan. Penelitian ini dibiayai oleh APBN BPPBAP Tahun 2012.

DAFTAR ACUAN

Affandi, R. dan Tang, U.M. 2002. Fisiologi Hewan Air. Penerbit Universitas Riau Press. Pekanbaru. 221 hal.

Anonim, 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternative budidaya udang saat ini. PT. Central Proteinaprima (Charoen Pokphand Group) Surabaya. 16 hal.

Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for Aquaculture. Auburn University, Alabama. 482p

Ferraris, R.P., Estepa, F.D.P., Ladja, J.M. De Jesus, E.G. 1986. Effect of salinity on the osmotic, chlorine, total protein, and calcium concentration in the hemolymp of the prawn, Penaeus monodon Fabricus. Comp Biochem Physiol 83A (4): 701-708.

Gunarto. 2008. Beberapa aspek penting dalam budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan sistim pemupukan susulan di tambak (tradisional plus). Media Akuakultur, 3(2):15-24

Kumlu, M., O.T. Eroldogan, and B. Saglamtimur. 2001. The effect of salinity and added substrates on growth and survival of Metapenaeus monoceros (Decapoda: Penaeidae) post-larvae. Aquaculture 196, 177-188.

Lignot, J.H., J.C. Cochard, C. Soyez, C. Lemaire, and G. Charmantier. 2007. Osmoregulatory Capacity according to Nutritional Status, Molt Stage and Body Weight in Penaeus stylirostis. Aquaculture 170: 79-92.

Mansyur, A. B. Pantjara, H.S.Suwoyo, S. Tahe, Gunarto, Rachmansyah, M. Amin, Suharyanto, N. A. Rangka, dan M. Atmomarsono. 2012. Aplikasi Bioflok dan Pergiliran Pakan pada Budidaya Udang Vaname Intensif. Laporan Akhir Kegiatan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (Unpublish).

McConnaughhey, B.H., dan R. Zottoly. 1983. Introduction to Marine Biology. London: Moscy Co. Padda., H dan M. Mangampa. 1993. Analisis ekonomi percobaan pergantian air dan lama aerasi

dalam budidaya udang windu secara intensif di tambak Marana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros, 16 – 19 Juli 1993. No. 11 : 161 – 168.

Palinggi, N.N dan M. Atmomarsono, 1988. Pengaruh beberapa jenih bahan baku pakan terhadap pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon Fabr.) Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. Vol 1 (4) : 21 – 28.

Partridge, G. J. and Jenkins, G. I. 2002. The effect of salinity on growth and survival of juvenile black bream (Acanthopagrus butcheri). Aquaculture, 210, 219-230.

Poernomo, A. 2004. Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya. Semarang, 27 – 29 Januari. 2004. 24 hal.

Setyadi, I., Z.I. Azwar, Yunus dan Kasprijo. 1997. Penggunaan jenis pakan alami dan pakan buatan dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla serrata. JPPI VII (1), 73-77.

Supriyatna, A. 1999. Pemeliharaan larva rajungan Portunus pelagicus dengan waktu pemberian pakan yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Puslitbangkan bekerjasama dengan JICA ATA 379, 168-172.

Soumokil, A. 2013. Respon Fisiologi Sistem Osmoregulasi Juvenil Udang Windu Penaeus monodon FABR. Pada Salinitas yang Berfluktuasi. Disertasi. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar. 210 hal.

(6)

Tahe, S., A.Nawang dan Abd. Mansyur. 2010. Aplikasi pergiliran pakan terhadap pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname (L.vannamei). Laporan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. 12 hal.

Gambar

Gambar  1. Osmolalitas  hemolim  udang  vaname

Referensi

Dokumen terkait

Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang dapat dengan mudah dikenali dan biasanya menyerang bayi dan orang dewasa, sering ditemukan pada

Untuk menjamin agar pekerjaan supervisi konstruksi ini dapat diselesaikan dengan mutu seperti yang disyaratkan, Konsultan Pengawas dalam melaksanakan pekerjaan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kotabumi Kantor Cabang Bandar Lampung dalam menyalurkan pembiayaan sertifikasi mempunyai beberapa kriteria untuk memilih

Disarankan agar perusahaan lebih memperhartikan kepuasan karyawan terhadap pemberian kompensasi finansial tidak langsung sehingga karyawan akan merasa aman karena

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

JALAN PANGLIMA BUKIT GANTANG WAHAB, 30590 IPOH.. TELEFON, FAX DAN LAMAN PORTAL HOSPITAL

Pada pelaksanaan tindakan siklus I, ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan proses dan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kinerja guru yang

Sekunder dan Primer Delphi Expert Judgement Kegiatan industri yang mendukung dan sesuai untuk komoditas unggulan seperti kopi, karet, kelapa sawit Faktor penentu