TINDAKAN PREVENTIF INTERAKSI NEGATIF SISWA
MELALUI SEGREGASI KELAS BERBASIS GENDER DI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA AL-FALAH KETINTANG
SURABAYA
SKRIPSI
Oleh
SUBAIDI NIM D03209020
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
IV ABSTRAK
Pada umumnya suatu lembaga sekolah antara laki-laki dan perempuan tidak dipisah, namun di sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya kelas laki-laki dan perempuan dipisah, sehingga sistem yang demikian menjadi kajian khusus untuk diteliti. Lebih-lebih pada sekolah yang berbasis agama, seperti halnya SMP Al-Falah Ketintang Surabaya yang cenderung studi agama. Berdasarkan fenomena ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai seberapa jauh pencegahan penyimpangan perilaku siswa dengan adanya segregasi kelas di SMP
Al-Falah ini dengan judul “Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa
Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah Menengah Pertama
Al-Falah Ketintang Surabaya”.
Dalam kasus ini peneliti mengangkat masalah yang ada sebagai acuan penelitian. Kemudian penulis rumuskan terlebih dahulu agar penelitian menjadi terarah, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya? 2. Bagaimana proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya? 3. Bagaimana tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah?
Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui tindakan preventif interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. 2. Untuk mengetahui proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. 3. Untuk mengatahui tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah.
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi (1) Pendekatan dan Jenis Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, pendekatan ini digunakan untuk menelusuri dari proses penerapan segregasi kelas berbasis gender, dan keunggulan serta problematika yang terjadi di dalamnya. (2) Pengumpulan data: Teknik Observasi, Teknik Interview , dan Teknik Dokumentasi. (3) Teknik Analisa Data: Untuk menganalisa data yang bersifat kualitatif penulis menggunakan tekhnik analisa deskriptif.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
E. Definisi Operasional... 6
F. Penelitian Terdahulu ... 10
G. Sistematika Pembahasan ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Tindakan Preventif Interaksi Negatif ... 15
1. Pengertian Preventif Interaksi Negatif ... 15
2. Bentuk Interaksi Negatif ... 18
3. Tindakan Preventif terhadap Interaksi Negatif Siswa ... 22
B. Segregasi Kelas Berbasis Gender ... 24
1. Pengertian Segregasi ... 25
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ix
b. Keunggulan Dan Kelemahan Sistem Pendididkan
Segregasi ... 26
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 40
C. Kehadiran Peneliti ... 43
D. Lokasi Penelitian ... 45
E. Sumber Data dan Informasi Penelitian ... 45
F. Instrumen Pengumpulan Data ... 46
G. Teknik Analisa Data ... 47
BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 46
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 46
1. Kondisi Objek Penelitian ... 47
2. Keunggulan, Tujuan, Visi dan Misi SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 48
3. Keunggulan Lokal dan Global ... 50
B. Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasi Gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 52
1. Tindakan Preventif Interaksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 52
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
x
3. Segregasi Kelas Berbasis Gender sebagai Preventif
Intraksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 60
C. Dampak Implementasi Segregasi Kelas Berbasis Gender Terhadap Peserta Didik Di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.... 64
1. Dampak Positif ... 64
2. Dampak Negatif ... 66
BAB V PENUTUP ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 75
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia adalah faktor pendidikan, sehingga sektor pendidikan memegang
peranan yang sangat strategis di dalam membentuk sumber daya manusia yang
produktif, inovatif dan berkepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai budaya
masyarakatnya. Proses pendidikan tidak saja memberikan nilai kognitif dan
ketrampilan kepada manusia, tetapi melalui pendidikan juga dapat digunakan
untuk menanamkan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki oleh seorang manusia
di dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap warganegara sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai hak, kesempatan dan perlakuan
yang sama dalam pendidikan.
Pada dasarnya pendidikan berusaha membentuk manusia yang berkualitas
dan memiliki pengetahuan yang dijadikan sebagai bahan tuntunan hidupnya.
Pendidikan merupakan pengembangan potensi yang dimiliki sehingga untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki harus ada peran sosial yakni interaksi
dengan yang lainnya. Interaksi tidak hanya sesama jenis, akan tetapi dengan
lawan jenis itu penting, karena proses pengembangan mental juga dapat
dipengaruhi oleh interaksi dengan sesama khususnya lawan jenis.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Berdasarkan fakta yang terjadi dalam proses belajar dan pembelajaran,
interaksi dengan lawan jenis dalam proses belajar di kelas menjadikan kekuatan
daya saing untuk belajar, bahkan diantara mereka saling mengukur kepandaian
dan kemampuan dalam belajar.
Berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat yang tersingkir dari dunia pendidikan adalah kaum perempuan.
Ketidaksetaraan Gender di bidang pendidikan itu terjadi antara lain disebabkan
dari gejala berbedanya akses atau peluang bagi laki-laki dan perempuan dalam
memperoleh pendidikan. Menurut Susenas (1999) yang tertuang dalam buku
Analisis Gender dalam Pembangunan Pendidikan baru mencapai 31,4%,
sementara penduduk laki-laki 36%. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin
sedikit perempuan yang berhasil menyelesaikan pendidikan lebih tinggi
dibanding laki-laki. Bahkan menurut Susenas (1997) yang dikutip dalam buku
yang sama menyebutkan, penduduk perempuan yang berpendidikan tinggi
sekitar 2,7% lebih sedikit dari penduduk laki-laki yang mencapai 3,34%. Selain
itu prosentase penduduk perempuan yang buta huruf adalah 14,46% yang jauh
lebih tinggi dari penduduk laki-laki yang mencapai angka 6,6%.1
Berdasarkan dari uraian di atas, segregasi kelas di suatu lembaga
pendidikanakan menghambat terjadinya interaksi belajar siswa dan siswi dalam
kelas. Sedangkan interaksi antara lawan jenis dalam belajar sangat penting dalam
membangun mentalitas siswa dan siswi. Dalam UU dinyatakan bahwa
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan
manusia indonesia, dan serentak dengan itu mendukung perkembangan
masyarakat, bangsa dan negara.2 Jika kita melihat dari isi UU tersebut, baik
dalam aturan-aturan akademiknya ataupun proses pembelajaran dalam kelas,
semuanya sama pemerataan antara laki-laki dan perempuan, tidak harus dipisah.
Oleh sebab itu masalah ini harus di teliti, karena ini penting kita teliti sebagai
informasi dan masukan bagi lembaga yang bersangkutan ataupun lembaga yang
lainnya.
Supaya visi dan misi tercapai, SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
membuat kebijakan berkenaan dengan pengelompokkan kelas peserta didik
laki-laki dan perempuan. Tetapi kebijakan tersebut malah menimbulkan berbagai
macam masalah yang terjadi pada siswa. Siswa dan siswi semakin tidak kondusif
dalam proses belajar dan pembelajaran, kenakalan siswa semakin meningkat,
serta nilai dan keaktifan peserta didik menurun, dan kegiatan ekstra semakin
menurun.
Hal tersebut dikarenakan tidak ada motivasi untuk semangat belajar dan
tidak memiliki daya untuk bersaing sesama teman yang lainnya. Karena hal itu
tidak ada rasa malu dikala mereka tidak mengerjakan tugas sekolah ataupun
tugas rumah, mereka tidak ada rasa malu dikala dihukum oleh gurunya, karena
2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
mereka belajarnya sesama jenis, siswa sama siswa, dan siswi sama siswi.
Sehingga tidak ada rasa malu dan tidak ada motivasi untuk belajar yang baik.3
Interkasi negatif siswa dalam beberapa literatur disebutkan sebagai
perilaku menyimpang dalam ilmu sosial atau biasa juga disebut sebagai
kenakalan remaja. Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk
perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di
dalammasyarakatnya. Kartini Kartono secara tegas dan jelas memberikan batasan
kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.4 Perilaku anak-anak ini
menunjukkan kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma-norma
sosial.
Dari sinilah maka, tindakan preventif perlu dilakukan, agar interaksi
negatif itu dapat diminimalisir. Tindakan preventif di sini maksudnya adalah
salah satu upaya pengendalian sosial. Tindakan preventif sendiri mempunyai
pengertian upaya pencegahan sebelum konflik sosial terjadi, dalam hal ini
merupakan pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya
penyimpangan perilaku, misalnya dapat berbentuk nasihat, anjuran dan lain-lain.
3
Hasil Wawancara dengan Bapak Suhariawan, M, Pd.I selaku guru Bahasa Arab di Sekolah Menengah pertama Al-Falah Ketintang Surabaya pada tanggal 15 Januari 2015.
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
Dan tindakan preventif seperti inilah yang banyak diterapkan dalam lembaga
pendidikan.
Pada umumnya suatu lembaga sekolah antara laki-laki dan perempuan
tidak dipisah, namun di sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya kelas
laki-laki dan perempuan dipisah, sehingga sistem yang demikian menjadi kajian
khusus untuk diteliti. Lebih-lebih pada sekolah yang berbasis agama, seperti
halnya SMP Al-Falah Ketintang Surabaya yang cenderung studi agama.
Segregasi kelas merupakan aturan yang berlandaskan pada agama yang
dijadikan dasar dalam penerapan pemisahan kelas oleh SMP Al-Falah.5 Dalam
islam laki-laki dan perempuan merupakan dua jenis yang akan menimbulkan
syahwat bila saling memiliki pandangan khusus keduanya, sehingga keseringan
bertatap muka antara laki-laki dan perempuan dihindari dengan sistem segregasi
kelas. Lebih-lebih jika antara laki-laki dan perempuan berduaan, semua itu akan
menimbulkan fitnah. Jika ditinjau dari sisi negatifnya akan terjadinya daya
pandang yang menimbulkan syahwat, segregasi kelas sangat tepat diterapkan.
Namun jika ditinjau dari segi positifnya, segregasi kelas kurang tepat
diterapkan. Karena dunia pendidikan ini adalah daya saing harus tercapai oleh
semua siswa dan siswi, sedangkan daya saing itu akan tumbuh karena adanya
interaksi sesama teman yang lain, interaksi itu akan terjadi jika ada stimulus dari
teman yang lainnya. Stimulus akan tumbuh jika ada persaingan di dalamnya.
Persaingan akan tumbuh jika saling mengadu keberhasilan antara sesama, dan
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
daya saing pada umumnya adalah dengan lawan jenis. Sehingga persaingan
antara laki-laki dan perempuan dalam belajar merupakan titik keberhasilan dalam
mencapai nilai yang baik.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai seberapa jauh pencegahan penyimpangan perilaku siswa dengan
adanya segregasi kelas di SMP Al-Falah ini dengan judul “Tindakan Preventif
Interaksi Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah
Menengah Pertama Al-Falah Ketintang Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
Dalam kasus ini peneliti mengangkat masalah yang ada sebagai acuan
penelitian. Kemudian penulis rumuskan terlebih dahulu agar penelitian menjadi
terarah, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif diSMP Al-Falah Ketintang
Surabaya?
2. Bagaimana proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP
Al-Falah Ketintang Surabaya?
3. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif melalui Segregasi kelas
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tindakan preventif interaksi negatif diSMP Al-Falah
Ketintang Surabaya
2. Untuk mengetahuiproses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP
Al-Falah Ketintang Surabaya
3. Untuk mengatahui tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas
berbasis gender di SMP Al-Falah
D. Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas. Maka ada dua manfaat kegunaan
penelitian ini, yaitu secara teoritis maupun secara praktis.
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan yang berguna
bagi lembaga pendidikan khususnya bagi SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pijakan dalam hal
pengembangan dan inovasi pendidikan. Khususnya dalam merancang
kebijakan aturan-aturan sekolah, agar tidak terjadi penurunan nilai moral
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
E. Definisi Operasional
Definisioperasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang
dipahami. Definisi operasional perlu dicantumkan untuk menghindari kesalah
pahaman dalam penafsiran maksud dan tujuan penelitian serta permasalahan
yang dibahas dalam penelitian yang berjudul; “Tindakan Preventif Interaksi
Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah Menengah
Pertama Al-Falah Ketintang Surabaya”, maka penulis mencantumkan definisi
operasional sebagai berikut:
1. Pengertian Preventif Interaksi Negatif
a. Preventif
Preventif adalah tindakan pencegahan penyakit atau yang
bersifat mencegah.6 Dalam hal ini yang dimaksud dari preventif adalah
upaya pencegahan interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya yang perlu mengklasifikasikan lokal kelas peserta didik
laki-laki dan perempuan untuk mengurangi kenakalan atau interaksi negatif
yang semakin meningkat. Disinilah permasalahan yang terjadi di SMP
Al-Falah Ketintang Surabaya.
b. Interaksi negatif
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Dalam kamus ilmiah populer interaksi adalah pengaruh timbal
balik atau saling mempengaruhi satu sama lain.7 Sedangkan pengertian
negatif yaitu berati sesuatu yang tidak bagus, jelek dan buruk.8
Jadi yang dimaksud dengan preventif interaksi negatif itu adalah
upaya pencegahan pengaruh timbal balik yang terjadi antara seseorang
dengan orang lain yang berakibat buruk.
2. Pengertian Segregasi Kelas berbasis Gender
a. Segregasi adalah pemisahan atau pengasingan (suatu golongan
tertentu).9 Dalam pengertian lain Segregasi adalah pemisahan suatu
golongan tertentu atau suatu pengasingan dari yang satu ke yang
lainnya, atau pengisolasian suatu golongan tertentu.10 Segregasi kelas
dalam konteks pendidikan merupakan pemisahan peserta didik dari
kelas yang satu ke kelas yang lainya atau dalam artian lain pemisahan
kelas laki-laki dengan kelas perempuan. Kelas merupakan lokal dalam
penempatan peserta didik dalam belajar, yang di dalamnya terdapat
laki-laki dan perempuan. Kedua jenis tersebut sama-sama memiliki hak dan
kewajiban tertentu bahkan sama-sama memiliki tujuan yang luhur serta
cita-cita tinggi untuk masa depannya, sehingga segregasi kelas
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), 704.
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
merupakan problem yang akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan
mereka.
b. Pengertian Berbasis Gender.
Gender dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial tentang relasi
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan dimana keduanya berada,
itulah yang disebut Gender.11
Perbedaan kelas yang satu dengan kelas lainnya merupakan suatu
sekat bagi manusia khususnya di suatu lembaga sekolah. Peserta didik
laki-laki dan perempuan semuanya sama tidak ada perbedaan, mereka sama-sama
memiliki kemampuan dan keinginan yang sama, sehingga segregasi kelas itu
kebijakan yang tidak tepat. Pada hakikatnya mereka setara dan satu tujuan,
namun hanya prosesnya saja yang berbeda.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
ekonomi, hukum ataupun kegiatan yang lainnya.
Perbedaan gender pada prinsipnya adalah suatu yang wajar dan
merupakan sunnatullah sebagai sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan itu
tidak akan menjadi masalah jika tidak menimbulkan ketidak adilan. Namun
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
pada kenyataannya perbedaan tersebut melahirkan berbagai ketidak adilan
baik bagi kaum laki-laki terutama kepada kaum perempuan.12
Memperjuangkan kesetaraan bukan berarti mempertentangkan dua
jenis kelamin laki-laki dan perempuan, sekali lagi bukanlah
mempertentangkan laki-laki dan perempuan, akan tetapi lebih pada upaya
membangun hubungan relasi yang setara. Kesempatan harus terbuka sama
luasnya bagi laki-laki dan perempuan, sama pentingnya untuk mendapatkan
pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan, kesempatan kerja dan
lainya.13
Kemudian yang dimaksud dengan Segregasi Kelas Berbasis Gender
adalah pemisahan peserta didik dari kelas satu dengan kelas yang lainnya
berdasarkan gender (jenis kelamin).
F. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan implementasi pengklasifikasian kelas siswa dan siswi di
SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. Langkah awal yang penting dilakukan
sebelum melakukan sebuah penelitian adalah melakukan penelitian terdahulu.
Hal ini dimaksudkan untuk memastikan belum adanya penelitian serupa yang
telah ditulis sebelumnya, sehingga bisa menghindari pelagiat dan
tindakan-tindakan lain yang bisa menyalahi keilmuan. Dari beberapa pencarian literatur
12
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006), 25.
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
baik berupa hasil penelitian yang berupa tulisan dan literatur lain penulis
temukan dari beberapa penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
No. Penelitian Terdahulu Hasil Penelitian
1. Nurul Zuriah dengan judulStudi
sebelumnya terkait dengan pendidikan berbasis gender, ternyata
berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti di
SMP Al-Falah Ketintang Surabaya objek dalam penelitian berbeda,
problematika yang terjadi berbeda, sehingga proses dan hasilnya
tentunya berbeda.
14
Nurul Zuriah, Pdf Penelitian Terdahulu Proses Pembelajaran DemokratisBerbasis Kesetaraan Dan Keadilan Gender. Diakses Tanggal 21 oktober 2012.
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
I. Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan; Dalam pendahuluan ini meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat hasil
penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.
Bab II Landasan Teori; Bab yang berisi tentang Tindakan Preventif
Interkasi Negatif yang terdiri dari pengertian, bentuk-bentuknya, dan upaya
pencegahannya. Selanjutnya, diuraikan tentang segregasi gender yang terdiri
dari: pengertian, faktor-faktornya, dan keunggulan dan kekurangannya serta
definisi, teori dasar tentang gender.
Bab III Metode Penelitian; memuat metode penelitian, pendekatan dan
jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data dan informan
penelitian, instrumen pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV Paparan Hasil Penelitian dan Analisis Data; yaitu
menggambarkan secara umum tentang obyek penelitian dan hasil penelitian serta
dampak positif dan negatif segregasi kelas berbasis gender dalam meningkatkan
motivasi dan moral di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya sebagai tindakan
preventif interaksi negatif siswa.
Bab V Bagian akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan dan saran
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tindakan Preventif Interaksi Negatif
1. Pengertian
Tindakan preventif merupakan salah satu upaya pengendalian
sosial. Tindakan preventif sendiri mempunyai pengertian upaya
pencegahan sebelum konflik sosial terjadi.
Pada dasarnya pengendalian sosial adalah upaya yang dilakukan
oleh warga masyarakat maupun oleh suatu lembaga pendidikan untuk
mencegah dan mengatasi berbagai macam bentuk perilaku menyimpang.
Upaya pengendalian sosial ini dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh
petugas penegak norma seperti polisi, hakim, jaksa, dan KPK, dapat juga
dilakukan warga masyarakat biasa maupun lembaga pendidikan.
Macam-macam upaya pengendalian sosial menurut waktunya
dibedakan menjdai tiga, yaitu tindakan preventif, tindakan represif dan
tindakan gabungan (preventif-represif). Yang menjadi pembahasan
adalah tindakan preventif, dalam pengendalian sosial tindakan preventif
merupakan pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya
penyimpangan perilaku, misalnya dapat berbentuk nasihat, anjuran dan
lain-lain. Dan tindakan preventif seperti inilah yang banyak diterapkan
dalam lembaga pendidikan.
14
Sedangkan interkasi negatif siswa dalam beberapa literatur
disebutkan sebagai perilaku menyimpang dalam ilmu sosial atau biasa
juga disebut sebagai kenakalan remaja.
1. Kenakalan Remaja
Setiap masyarakat di manapun mereka berada pasti
mengalami perubahan, perubahan itu terjadi akibat adanya interaksi
antar manusia. Perubahan sosial tidak dapat dielakkan lagi, berkat
adanya kemajuan ilmu dan teknologi membawa banyak perubahan
antara lain perubahan norma, nilai, tingkah laku dan pola-pola
tingkah laku baik individu maupun kelompok.1
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk
perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup
di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono secara tegas dan jelas
memberikan batasan kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh bentuk
pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk
tingkah laku yang menyimpang.2 Perilaku anak-anak ini
menunjukkan kurang atau tidak adanya konformitas terhadap
norma-norma sosial. Dalam Bakolak Inpres no : 6/1997 buku pedoman 8,
dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah
1
Tjipto Subadi, Sosiologi dan Sosiologi Pendidikan, 2009, (Surakarta : Fairuz Media), 21.
2
15
laku/tindak remaja yang bersifat anti sosial, melanggat norma sosial,
agama serta ketentuan hukum yang berlaku di masyarakat.
Fuad Hasan dalam buku karya Sudarsono merumuskan
definisi Delinquency sebagai perilaku anti sosial yang dilakukan
oleh anak remaja yang bila mana dilakukan oleh orang dewasa
dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.3
Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No.
23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah anak yang
berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama,
merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan
ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga
dan atau masyarakat.
Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan
remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan
norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan
sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat
atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; (2) kenakalan
yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan
melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.4
3
Sudarsono, Kenakalan Remaja, 1995, (Jakarta : Rineka Cipta), 21.
4
16
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku
menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emine Durkheim.5
Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas
tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal, dalam bukunya
”Ruler of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu
kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya
secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh
perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat,
perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada
sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku
yang dianggap normal yaitu perilaku yang nakal/jahat yaitu perilaku
yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan yang
dimaksud dengan kenakalan remaja yaitu tindak perbuatan remaja
yang melanggar norma-norma agama, sosial, hukum yang berlaku di
masyarakat dan tindakan itu bila dilakukan oleh orang dewasa
dikategorikan tindak kriminal di mana perbuatannya itu dapat
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja
Dari pengumpulan kasus mengenai kenakalan yang
dilakuakan oleh remaja dan pengamatan murid disekolah lanjutan
5
17
maupun mereka yang sudah putus sekolah dapat dilihat adanya
gejala :
a. Membohong : memutar – balikkan kenyataan denagn tujuan
menipu orang atau menutupi kesalahan.
b. Membolos : pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan
pihak sekolah.
c. Kabur : meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau
menentang keinginan orang tua.
d. Keluyuran : pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan,
dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
e. Bersenjata tajam : memiliki dan membawa benda yang
membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk
mempergunakannya. Misalnya: pisau, pistol, pisau silet,
krakeling, dan sebagainya.
f. Pergaulan buruk : bergaul dengan teman yang memberi
pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang
benar-benar kriminal.
g. Berpesta pora hura-hura : berpesta pora semalam suntuk tanpa
pengawasn, sehingga timbul tindakan – tindakan yang kurang
bertanggung jawab ( a-moral dan a-sosial).
h. Membaca pornografi : membaca buku-buku cabul, pornografi
18
senonoh, seolah-olah menggambarkan kurangnya perhatian dan
pendidikan dari orang dewasa.
i. Mengkompas : secara berkelompok meminta uang pada orang
lain dengan paksa, makan di rumah makan tanpa membayar,
atau naik bis tanpa karcis.
j. Melacurkan diri : turut dalam pelacuran at au melacurkan diri
baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lainnya.
k. Merusak diri : merusak diri dengan cara mentato tubuhnya,
minum-minuman keras, menghisap ganja, pecandu narkoba,
sehingga merusak dirinya maupun orang lain. Tampilan urakan,
berpakaian tidak pantas juga termasuk tingkah laku merusak
diri.
3. Penyebab Kenakalan Remaja
Kenakalan siswa (remaja) yang sering terjadi di dalam
sekolah dan masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri
sendiri6 (Sudarsono:125-131). Kenakalan remaja tersebut timbul
karena adanya beberapa sebab antara lain :
a. Keadaan Keluarga
Keadaan keluarga yang dapat menjadikan sebab
timbulnya kenakalan remaja dapat berupa keluarga yang tidak
normal (broken home) maupun jumlah anggota keluarga yang
kurang menguntungkan. Broken home terutama perceraian atau
6
19
perpisahan orang tua dapat mempengaruhi perkembangangan
anak. Dalam keadaan ini anak frustasi, konflik-konflik
psikologis sehingga keadaan ini dapat mendorong anak menjadi
nakal.
Keadaan keluarga merupakan salah satu penyebaba
kenakalan remaja juga dapat ditimbulkan oleh kebiasaan
perilaku orang tua, seperti dikemukankan oleh Papalia, Olds dan
Feldman7 sebagai berikut, ”Parent cronic deliquent often failed
to reinforce good behavior in early childhood and were harsh or
inconsaistent, or both, in punishing misbehavior.” Pendapat
senada dikemukakan Mustafit Amna8 yang mengatakan faktor
keluarga penyebaba kenakalan anak adalah perhatian dan
penghayatan dan pengamalan orang tua atau keluarga terhadap
agama. Nelson, Rutter, dan Giller dalam Easler dan Medway9
juga mengatakan. ” …. Antisocial behaviors resulf from
socialization processes at home or in peer group.”
b. Keberadaan Pendidikan Formal
Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil,
hukuman yang kurang menunjang tercapainya tujuan
pendidikan, teknik pembelajaran yang memisahkan antara kelas
laki-laki dan kelas perempuan, ancaman dan penerapan disiplin
7
Papalia, D.E., Olda, S.W., & Feldman, R.D, Human Development, 2001, (New York : McGraw – Hill Companies), 474.
8
Ibid, 2.
9
20
terlalu ketat, disharmonis hubungan siswa dan guru, kurangnya
kesibukan belajar di rumah. Proses pendidikan yang kurang
menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak kerapkali
memberikan pengaruh kepada siswa untuk berbuat nakal, sering
disebut kenakalan remaja.
Di dalam sekolah terjadi interaksi antara remaja (siswa)
dengan sesamanya, juga interaksi antara siswa dengan pendidik,
interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan
akibat sampingan yang negatif. Seperti pendapat Sri Jayantini
yang mengatakan sifat anak yang selalu ingin mengungguli
temannya dengan cara menekan atau mengancam bila dibiarkan
saja, memberikan peluang bagi anak untuk menyelesaikan setiap
masalah dengan cara kekerasan.10
Anak-anak yang memasuki sekolah tidak semuanya
berwatak baik, baik dari kebiasaan anak yang negatif maupun
dari faktor keluarga anak (siswa). Dengan keadaan ini akan
mudah menimbulkan konflik-konflik psikologis yang dapat
menyebabakan anak menjadi nakal. Pengaruh negatif sekolah
juga dapat datang dari yang langsung menangani proses
pendidikan antara lain : kesulitan ekonomi yang dialami
pendidik, pendidik sering tidak masuk, pribadi pendidik yang
tidak sesuai dengan jiwa pendidik.
10
21
c. Keadaan Masyarakat
Anak remaja (siswa) sebagai anggota masyarakat selalu
mendapat pengaruh dari lingkungan masyarakatnya. Pengaruh
tersebut adanya beberapa perubahan sosial yang cepat yang
ditandai dengan peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan
seperti persaingan dalam ekonomi, pengangguran, masmedia,
dan fasilitas rekreasi.
Pada dasarnya kondisi ekonomi memiliki hubungan erat
dengan timbulnya kejahatan. Adanya kekayaan dan kemiskinan
mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia, sebab kedua hal
tersebut mempengaruhi jiwa manusia dalam hidupnya termasuk
anak-anak remaja. Anak dari keluarga miskin ada yang memiliki
perasaan rendah diri sehingga anak tersebut dapat melakukan
perbuatan melawan hukum terhadap orang lain. Seperti
pencurian, penupian dan penggelapan. Biasanya hasil yang
diperoleh hanya untuk berfoya-foya.
Timbulnya pengangguran yang semakin meningkat di
dalam masyarakat terutama anak-anak remaja akan
menimbulkan peningkatan kejahatan bahkan timbilnya niat di
kalangan remaja untuk berbuat kejahatan. Keadaan ini tentunya
dapat mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar sehingga
22
Di kalangan masyarakat sendiri sudah sering terjadi
kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan,
pemerasan, gelandangan, dan pencurian. Bagi anak remaja
keinginan berbuat jahat kadang timbul karena bacaan,
gambar-gambar dan film. Kebiasaan membaca buku yang tidak baik
(misal novel seks), pengaruh tontonan gambar-gambar porno
serta tontonan film yang tidak baik dapat mempengaruhi jiwa
anak untuk berperilaku negatif. Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Barak yang ditulis Grochowski11 yang mengatakan,
”The perception of crime is the product of the Media
”Multiplied” by the ”Additive” effects of the political economy
and cultur over time.”
2. Tindakan Preventif terhadap Interaksi Negatif Siswa
Tindakan preventif terhadap interaksi negatif siswa yang akan
penulis bahas adalah upaya pencegahan terhadap kenakalan remaja.
Tindakan preventif yakni segala tindakan yang mencegah
timbulnya kenakalan-kenakalan. Tindakan preventif untuk mencegah
kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
11
23
1. Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja secara Umum
a. Berusaha mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh
para remaja. Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya
menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan
c. Usaha pembinaan remaja, yang meliputi :
1) Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu
menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Misalnya
dengan meserasikan antara aspek rasio dan aspek emosi.
2) Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan
pengeluaran dan ketrampilan, namun juga pendidikan
mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti
dan etika.
3) Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang
optimal demi perkembangan pribadi yang wajar.
4) Usaha memperbaiki keadaan lingkungan lingkungan
sekitar, keadaan sosial keluarga, maupun masyarakat di
mana terjadi banyak kenakalan remaja.
2. Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja Secara Khusus
Di sekolah, pendidikan mental ini khususnya dilakukan oleh
guru, guru pembimbing, atau psikolog sekolah bersama para
pendidik lainnya. Usaha para pendidik harus diarahkan terhadap si
24
mengawasi setiap penyimpangan tingkahlaku remaja di rumah dan di
sekolah.
Pemberian bimbingan terhadap para remaja dapat berupa :
a. Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain.
b. Penyesuaian diri: mengenal dan menerima tuntutan dan
penyesuaian diri dengan tuntutan tersebut.
c. Orientasi diri: mrngarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan
antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada
penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik.
Bimbingan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu :
a. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara
pribadi pada si remaja itu sendiri. Melalui percakapan
mengungkapkan kesulitan si remaja dan membantu
mengatasinya
b. Pendekatan melelui kelompok dimana ia sudah merupakan
anggota kumpulan atau kelompok kecil tersebut :
1) Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat
bermanfaat
2) Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkahlaku
25
3) Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan
kesempatan mengemukakan pandangan dan pendapat para
remaja dan memberikan pengarahan yang positif
4) Dengan melakukan permainan bersama dan bekerja dalam
kelompok dipupuk solidaritas dan persekutuan dengan
Pembimbing
B. Segregasi Kelas Berbasis Gender
1. Segregasi
Segregasi dalam ilmu sosial merupakan salah satu upaya
penyelesaian konflik sosial tanpa menghancurkan salah satu pihak.
Segregasi juga merupakan salah satu pola relasi antar kelompok sosial.
Pengertian segregasi sendiri adalah pemisahan kelompok ras atau etnis
secara paksa. Segregasi merupakan bentuk pelembagaan diskriminasi
yang diterapkan dalam struktur sosial.12
2. Gender
1. Pengertian Gender
Dalam perkembangan, gender digunakan sebagai pisau
analisis untuk memahami realitas sosial berkaitan dengan perempuan
dan laki-laki.13 Semakin lama sejak kemunculannya, akhir-akhir ini,
12
https://books.google.co.id diakses pada 04 Juni 2015.
13 Penemuan bahwa kategori “perempuan” dan “laki-laki” bukan merupakan
26
beberapa analisis dipakai untuk membaca gender dengan berbagai
perspektif sosial, ekonomi, politik bahkan agama.
Feminisme dan perempuan merupakan kesan yang muncul
ketika membicarakan gender. Padahal keduanya hanya merupakan
bagian dari gender itu sendiri. Berbicara feminisme artinya
membicarakan ideologi, bukan wacana.14 Dalam berbagai literatur
disebutkan bahwa feminisme adalah gerakan untuk melawan
terhadap praktek-praktek kekerasan, diskriminasi, penindasan,
hegemoni, dominasi dan ketidakadilan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok, dan juga sistem terhadap perempuan.
Dinamakan gerakan feminsme (women) oleh karena adanya
ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Tetapi kemudian makna
feminisme mengalami perluasan sesuai perkembangan zaman, yaitu
bukan zaman yaitu bukan hanya membela perempuan yang tertindas
tetapi siapa saja yang mengalami ketidakadilan baik laki-laki
maupun perempuan.
Istilah gender,15 belum ada dalam perbendaharaan kamus
besar Bahasa Indonesia. Kata gender berasal dari Inggris, gender
14
Bahwa prinsip feminis itu ideologi (bukan wacana) karena bersifat gabungan dari proses kegiatan mata, hati, dan tindakan, yaitu dengan menyadari, melihat, mengalami, adanya penindasan, hegemoni, diskriminasi, dan penindasa yang terjadi pada perempuan, mempertanyakannya, menggugat, dan mengambil aksi untuk mengubah kondisi tersebut. Lihat Arimbi Heroepoetri dan R. Valentina, Percakapan Tentang Feminisme VS Neoliberalisme, Jakarta: DebtWATCH, 2004, hllm. 5-6.
15
27
berarti jenis kelamin.16 Gender dapat diartikan sebagai perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan perilaku.
Secara kodrat, nilai dan perilaku. Secara kodrat, memang diakui
adanya perbedaan (discrimination) antara laki-laki dengan
perempuannya yaitu dalam aspek biologis. Perbedaan secara biologis
antara laki-laki dengan perempuan yaitu senantiasa digunakan untuk
menentukan dalam relasi gender, seperti pembagian status, hak-hak,
peran, dan fungsi di dalam masyarakat. Padahal, gender yang
dimaksud adalah mengacu kepada peran perempuan dan laki-laki
yang dikontruksikan secara sosial. Dimana peran-peran sosial
tersebut dikotruksikan secara sosial.17 Dimana peran-peran sosial
tersebut bisa dipelajari, berubah dari waktu ke waktu, dan beragam
menurut budaya dan antar budaya.
Berkenaan dengan pemaknaan gender,18 Ann Oakley
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Baidowi,19 mendifinisikan bahwa
gender adalah perbedaan perilaku antara perempuan dan laki-laki
yang dikonstruk secara sosial, diciptakan oleh laki-laki dan
16 Nasaruddin Umar, Argument Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:
Paramadina, 2001, hlm. 33
17
Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan: Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi, Jakarta: Teraju, 2004, hlm. 3.
18
Heddy Shri Ahimsa membedakan pemaknaan gender menjadi beberapa pengertian, yakni (1) gender sebagai sebuah istilah asing dengan makna tertentu; (2) gender sebagai suatu fenomena sosial budaya ; (3) gender sebagai suatu kesadaran sosial ; (4) gender sebagai suatu persoalan sosial budaya; (5) gender sebagai sebuah konsep untuk analisis; dan (6) gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Lihat Mochamad Sodik dan Inayah Rohmaniyah (eds), Perempuan Tertindas; Kajian Hadits-hadits “Misoginis”, Yogyakarta; PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003, hlm. 22.
19
28
perempuan sendiri, oleh karena itu merupakan persoalan budaya.
Gender merupakan perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat
Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang
bermuara dari kodrat Tuhan. Perbedaan jenis kelamin yang bermuara
dari kodrat Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan
kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh laki-laki dan perempuan melalui
proses sosial budaya yang panjang.
2. Defenisi
a. Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan
perempuan apabila dilihat dari nilai dan perilaku. Kendati
demikian, gender sebetulnya berbeda dari seks (jenis kelamin)
(Sutinah, 2004).20
b. Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan
laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai
budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO,
2001).21
c. Gender adalah suatu konsep yang menunjuk pada suatu sistem
peranan dan hubungannya antara perempuan dan lelaki yang
20 Sutinah, “Gender & Kajian Tentang Perempuan”, dalam Dwi Narwoko & Bagong
Suyanto (ed) 2004. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, Jakarta: Prenada Media, hal. 313
21
29
tidak ditentukan oleh perbedaan biologi, akan tetapi ditentukan
oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi (Vitayala, 2010).22
3. Teori Dasar Tentang Gender
a. Teori Kodrat Alam
Menurut teori ini perbedaan biologis yang membedakan
jenis kelamin dalam memandang jender (Suryadi dan Idris,
2004). Teori ini dibagi menjadi dua yaitu:
1) Teori Nature
Teori ini memandang perbedaan gender sebagai
kodrat alam yang tidak perlu dipermasalahkan.
2) Teori Nurture
Teori ini lebih memandang perbedaan gender
sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga
perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat
dipertukarkan
b. Teori kebudayaan
Teori ini memandang gender sebagai akibat dari
konstruksi budaya (Suryadi dan Idris, 2004). Menurut teori ini
terjadi keunggulan laki-laki terhadap perempuan karena
konstruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu
merupakan hasil proses budaya masyarakat yang membedakan
peran sosial laki-laki dan perempuan. Pemilahan peran sosial
22
30
berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk dan
dilatihkan.
c. Teori Fungsional Struktural
Berdasarkan teori ini munculnya tuntutan untuk
kesetaraan gender dalam peran sosial di masyarakat sebagai
akibat adanya perubahan struktur nilai sosial ekonomi
masyarakat. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai
persaingan peran seseorang tidak lagi mengacu kepada
norma-norma kehidupan sosial yang lebih banyak mempertimbangkan
faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan
keterampilan (Suryadi dan Idris, 2004).
d. Teori Evolusi
Menurut teori ini semua yang terjadi di jagat raya tidak
berlangsung secara otomatis tetapi mengalami proses evolusi
atau perubahan-perubahan yang berjalan secara perlahan tapi
pasti, terus-menerus tanpa berhenti. Kesetaraan gender
merupakan gejala alam atau tuntutan yang menghendaki
kesetaraan, yang harus di respon oleh umat manusia dalam
rangka adaptasi dengan alam. Berdasarkan teori ini pembagian
tugas dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan pada
zaman dahulu tidak pernah dipermasalahkan karena lamanya
menuntut demikian. Sekarang tuntutan kesetaraan gender
31
seluruh dunia juga karena alam menuntut demikian disebabkan
adanya perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang
berlaku di masyarakat yang memungkinkan peran laki-laki dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Penelitian merupakan karya ilmiah yang harus valid kebenarannya
sehingga dalam penelitian diperlukan metode sebagai cara untuk mencapai
tujuan. Metode adalah cara ilmiah yang digunakan dalam suatu penelitian
untuk mencari suatu kebenaran secara objektif, empirik dan sistematis.
Sutrisno Hadi mengemukakan, metode penelitian adalah “suatu usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan
usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode penelitian”.1
Pada referensi lain dinyatakan bahwasanya metode adalah Metode
berarti suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu
pengetahuan. Ia merupakan jawaban atas pertanyaan metodik (methodentic)
sama artinya dengan metodologi, yaitu suatu penyelidikan yang sistematis
dan formulasi metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian.2
Pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah yang
digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Adapun cara
ilmiah itu adalah cara mendapatkan data dengan hasil yang objektif, valid,dan
reliabel (dapat dipercaya). Objektif semua informan akan memberikan
informasi yang sama; Valid berarti adanya data yang terkumpul oleh peneliti
1
Sutrisno Hadi, Netode Resech 1 ( Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1984) hal 4
2
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Cetakan II Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1984 ) hal 1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
dengan data yang terjadi pada objek yang sesungguhnya; dan reliabel berarti
adanya ketetapan atau keajegan data yang didapat dari waktu ke waktu.3
Maka dari itu metode penelitian sangat penting keberadaannya,
sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah dalam penelitian.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen bahwa pendekatan kualitatif
merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.4
Pendekatan penelitian ini cenderung berdasarkan pada usaha mengungkapkan
dan memformulasikan data lapangan dalam bentuk kata-kata serta
menggambarkan realitas aslinya untuk kemudian data tersebut dianalisis dan
diabstraksikan dalam bentuk teori sebagai tujuan final.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, karena peneliti mempunyai keinginan untuk mengetahui hasil
berdasarkan data empiris, dengan metode penelitian ini tentu dapat
memudahkan peneliti agar lebih dekat dengan subyek yang sedang diteliti
oleh peneliti supaya lebih peka terhadap pengaruh berbagai fenomena yang
terjadi di lapangan.
3
Sugiono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: CV Alfabeta, 1998) hal 1.
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
Penulis menggunakan deskriptif kualitafif yaitu penulis ingin melihat
tindakan preventif interaksi negatif pada siswa dan harus dapat dibuktikan
dalam kondisi di lapangan yang dimulai dengan adanya observasi dan
wawancara.
Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya,
oleh karena itu penelitian ini digolongkan dalam penelitian lapangan (field
research) di mana yang menjadi obyeknya dalam penelitian ini adalah
seluruh proses belajar mengajar yang dilakukan di SMP Al-Falah ketintang
Surabaya dalam upaya membentuk manusia yang berkualitas dan memiliki
pengetahuan yang menjadikan bahan sebagai tuntunan hidupnya. Pendidikan
merupakan pengembangan potensi yang dimiliki sehingga untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki harus ada peran sosial interaksi
dengan yang lainnya. Interaksi tidak hanya sesama jenis, akan tetapi dengan
lawan jenis itu penting, karena proses pengembangan mental juga dapat
dipengaruhi oleh interaksi dengan sesama khususnya lawan jenis.
Proses interaksi siswa, dan ketika diberlakukannya sistem segregasi
kelas berbasis gender ini bagaimana perlakuan didalam kelas maupun diluar
kelas.
C. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di lapangan, tidak ada lain merupakan syarat yang
wajib dilakukan didalam penelitian kualitatif, guna untuk memperoleh data
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
secara cermat. Dengan demikian peneliti sebagai pengamat, peneliti berperan
serta dalam kehidupan sehari-hari subyeknya pada setiap situasi yang
diinginkannya untuk dapat dipahaminya.5 Jadi pengamatan berperan serta
pada dasarnya berarti mengadakan pengamatan lebih teliti dan absah
sekalipun itu sampai pada sekecil-kecilnya pun terhadap objek yang harus
ditelitinya. Maka pengamatan berperan serta berasumsi bahwa cara terbaik
dan mungkin satu-satunya cara untuk memahami beberapa bidang kehidupan
sosial ialah dengan jalan membaurkan diri ke dalam diri orang lain dalam
susunan sosialnya.6
D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SMP Al Falah yang berpusat di Jalan
Ketintang Madya Nomor 81. SMP al Falah merupakan lembaga pendidikan
yang berada di bawah naungan Yayasan Kepharmasian Surabaya.
E. Sumber Data dan Informan Penelitian
Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain.7 Dalam penelitian ini, jenis data yang
digunakan peneliti adalah pertanyaan, intreview dan observasi yang
disampaikan kepada informan sesuai dengan perangkat pertanyaan yang
5 Buna’i, Penelitian Kualitatif (Malang: Perdana Offset, 2008) hal 80 6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) hal 166
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
diajukan oleh peneliti yang berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan
mendapatkan informasi yang falid. Data Informasi yang digali dalam
penelitian ini terdiri dari data pokok dan data penunjang sebagai berikut:
a. Data pokok tentang Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah
ketintang surabaya sebagai upaya untuk mempermudah preventif
interaksi Negatif bagi siswa di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.
b. Data pokok tentang faktor-faktor yang mempengaruhi upaya Segregasi
kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya dengan
menggunakan metode-metode yang sebagai berikut:
1. Latar belakang Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah
ketintang Surabaya.
2. Waktu Belajar Mengajar
3. Komunikasi antara guru dan siswa
c. Data penunjang, yaitu data tentang gambaran umum lokasi penelitian,
meliputi:
1. Selayang Pandang tentang SMP Al-Falah ketintang Surabaya
2. Keunggulan, tujuan, visi dan misi SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya.
3. Kegiatan Belajar Mengajar di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.
Disini penulis menggali informasi dari informan penelitian (orang
yang akan memberikan informasi pada data yang dibutuhkan pada
penelitian ini) yakni untuk mencari data tentang melalui informan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Adapun data Informan Penelitian pada penelitian ini bersumber
data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.8 Dalam
penelitian ini, jenis data yang digunakan peneliti adalah pertanyaan,
intreview dan observasi yang disampaikan kepada informan sesuai
dengan perangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti yang
berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi
yang falid. Data Informan penelitian yang digali dalam penelitian ini
terdiri dari data pokok dan data penunjang dalam dari informan
penelitian sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
2. Dewan Guru Pengajar/Wali Kelas di SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya
3. Siswa dan Siswi Pelajar di Lingkungan SMP Al-Falah ketintang
Surabaya
4. Orang tua Wali Murid di Lingkungan SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya.
5. Data pokok tentang Segregasi kelas berbasis gender di SMP
Al-Falah ketintang surabaya sebagai upaya untuk mempermudah
preventif interaksi Negatif bagi siswa di SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya.
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
F. Instrumen Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
dilandaskan pada aturan yang baku yang telah menjadi bahan didalam
penelitian kualitatif yang mana pengompulan datanya dengan cara oservasi,
interview, dan dukumentasi.9
Prosedur pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.10 Penulis melakukan
observasi dengan mendatangi lokasi penelitian yaitu SMP Al-Falah
Ketintang Surabaya, kemudian melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap segala tingkah laku peserta didik SMP Al-Falah, berkaitan
dengan topik penelitian Implementasi segregasi kelas berbasis gender
dalam upaya preventif terhadap kenakalan peserta didik.
b. Interview
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu11 atau
dengan kata lain wawancara merupakan alat pengumpul informasi
dengan cara mengajukan sejumlah penyataan secara lisan untuk dijawab
secara lisan pula.12 Objek wawancara adalah guru, murid, pegawai
akademik. Adapun jenis-jenis wawancara antara lain wawancara
9 Buna’i, Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan
(Pamekasan: STAIN Pamekasan Press,2006) hal 19
10
Ibid., 129
11
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 186.
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur.
Peneliti melakukan interview secara bebas kepada guru, murid, dan
pegawai akademik mengenai hal yang berkaitan dengan upaya preventif
terhadap kenakalan peserta didik melalui segregasi kelas berbasis gender.
c. Dokumentasi
Data dokumenter yaitu laporan tertulis dari suatu peristiwa yang
isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu, serta
ditulis dengan sengaja untuk menyiapkan atau meneruskan keterangan
mengenai peristiwa tersebut.13 Sebagai aplikasi metode ini, peneliti juga
menggunakan buku-buku juga arsip arsip yang dimiliki oleh lembaga
tersebut, bentuk dokumen tersebut antara lain berupa tulisan dan gambar.
Peneliti menggali informasi dari beberapa arsip lembaga sebagai
hasil penelitian. Peneliti mengumpulkan dokumen ini dengan mencatat
dan memotret arsip yang dijadikan bahan penelitian oleh peneliti.
G. Teknik Analisisa Data
Analisis data merupakan salah satu tahapan yang dikerjakan setelah
memperoleh informasi melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan
bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi temuan-temuan sehingga
menjadi suatu data yang teratur dan akurat. Seperti yang dikemukakan oleh
Bog dan dan Biklen dalam buku penelitian kualitatif mengatakan bahwa:
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
“Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.14
Berdasarkan penelitian pada umumnya, penelitian dibagian analisis
data memerlukan content analysis sebagai cara untuk mengelola dan
mengumpulkan fakta dijadikan data. content analysis adalah penelitian yang
bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau
tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell,
yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan
secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan
untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio,
iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.
Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi Terdapat tiga langkah sebagai
berikut:
Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan
berapa media, analisis perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau
sedikit dan sebagainya.
Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri.
Sebagai analisis isi maka teks merupakan objek yang pokok bahkan terpokok.
Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan
tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang
dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan
faktor-faktor lain.
Dasar-dasar Rancangan Penelitian Analisis Isi Prosedur dasar
pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas
6 tahapan langkah:
1) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya.
2) Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih.
3) Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis.
4) Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan
pengkodean.
5) Pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk
pengumpulan data.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
BAB IV
PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Desakan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan dan
utuh mulai dari jenjang KB, TK, dan SD, membuat LPF berpikir untuk
mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para
pengelola, tapi juga para orang tua yang memandang perlunya
kesinambungan proses pendidikan di LPF.
Atas dasar itulah maka berdirilah SMP pada tahun pelajaran
1991-1992. Awalnya bersama-sama dalam satu lingkungan di Jl. Taman
Mayangkara 2-4, tapi kemudian berpindah ke Jl. Siak, dan terakhir dengan
keinginan untuk memberikan kepada para peserta didik bekal yang lebih baik
dan lengkap, SMP Al Falah kemudian menempati lokasi di Perumahan
Deltasari Indah, Waru, Sidoarjo.
Kepindahan dari Surabaya ke Sidoarjo, telah membuahkan berbagai
prestasi baik akademik maupun kepercayaan pemerintah yang menunjuk
SMP Al Falah sebagai sekolah percontohan di Jatim untuk melaksanakan
program Pendidikan Teknologi Dasar (PTD), tahun 2006 ditetapkan sebagai
Sekolah Standar Nasional (SSN) dan pada tahun 2008 ditetapkan sebagai
rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Pada dasarnya, pendidikan SMP adalah masih satu kesatuan dengan
SD dalam lingkup Pendidikan Dasar 9 tahun, karena itu pula sesungguhnya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
pendidikan di jenjang SMP merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dalam mencapai tujuan pendidikan.
Selain capaian dalam hal pembentukan sikap dasar yang berkait
dengan penanaman aqidah-akhlaq, dan secara akademis mengarahkan kepada
para peserta didik untuk memiliki kemampuan akademis (penguasaan ilmu),
mampu berbahasa asing, serta berketerampilan pada kemampuan membaca,
menulis dan berhitung dengan cepat dan tepat, mampu menerapkan
metodologi ilmiah, mengaplikasikan ICT, menulis karya imliah, pendidikan
di jenjang SMP juga diarahkan untuk memenuhi standar nasional dan bertaraf
internasional.
B. Keunggulan, Tujuan, Visi dan Misi SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
Visi
Meluluskan siswa yang berakhlak mulia dan berprestasi
Indikator visi:
1. Peningkatan kesadaran dalam beribadah.
2. Terwujudnya siswa yang berbakti kepada orang tua dan hormat kepada
guru.
3. Mempunyai kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.
4. Berprestasi dalam akademis dan non akademis.
5. Tercapai ketuntasan dalam belajar(mastery learning).
Misi