• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAKAN PREVENTIF INTERAKSI NEGATIF SISWA MELALUI SEGREGASI KELAS BERBASIS GENDER DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA AL-FALAH KETINTANG SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAKAN PREVENTIF INTERAKSI NEGATIF SISWA MELALUI SEGREGASI KELAS BERBASIS GENDER DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA AL-FALAH KETINTANG SURABAYA."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAKAN PREVENTIF INTERAKSI NEGATIF SISWA

MELALUI SEGREGASI KELAS BERBASIS GENDER DI

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA AL-FALAH KETINTANG

SURABAYA

SKRIPSI

Oleh

SUBAIDI NIM D03209020

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

IV ABSTRAK

Pada umumnya suatu lembaga sekolah antara laki-laki dan perempuan tidak dipisah, namun di sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya kelas laki-laki dan perempuan dipisah, sehingga sistem yang demikian menjadi kajian khusus untuk diteliti. Lebih-lebih pada sekolah yang berbasis agama, seperti halnya SMP Al-Falah Ketintang Surabaya yang cenderung studi agama. Berdasarkan fenomena ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai seberapa jauh pencegahan penyimpangan perilaku siswa dengan adanya segregasi kelas di SMP

Al-Falah ini dengan judul “Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa

Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah Menengah Pertama

Al-Falah Ketintang Surabaya”.

Dalam kasus ini peneliti mengangkat masalah yang ada sebagai acuan penelitian. Kemudian penulis rumuskan terlebih dahulu agar penelitian menjadi terarah, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya? 2. Bagaimana proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya? 3. Bagaimana tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah?

Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui tindakan preventif interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. 2. Untuk mengetahui proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. 3. Untuk mengatahui tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah.

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi (1) Pendekatan dan Jenis Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, pendekatan ini digunakan untuk menelusuri dari proses penerapan segregasi kelas berbasis gender, dan keunggulan serta problematika yang terjadi di dalamnya. (2) Pengumpulan data: Teknik Observasi, Teknik Interview , dan Teknik Dokumentasi. (3) Teknik Analisa Data: Untuk menganalisa data yang bersifat kualitatif penulis menggunakan tekhnik analisa deskriptif.

(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

E. Definisi Operasional... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 10

G. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Tindakan Preventif Interaksi Negatif ... 15

1. Pengertian Preventif Interaksi Negatif ... 15

2. Bentuk Interaksi Negatif ... 18

3. Tindakan Preventif terhadap Interaksi Negatif Siswa ... 22

B. Segregasi Kelas Berbasis Gender ... 24

1. Pengertian Segregasi ... 25

(7)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ix

b. Keunggulan Dan Kelemahan Sistem Pendididkan

Segregasi ... 26

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 40

C. Kehadiran Peneliti ... 43

D. Lokasi Penelitian ... 45

E. Sumber Data dan Informasi Penelitian ... 45

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 46

G. Teknik Analisa Data ... 47

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 46

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 46

1. Kondisi Objek Penelitian ... 47

2. Keunggulan, Tujuan, Visi dan Misi SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 48

3. Keunggulan Lokal dan Global ... 50

B. Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasi Gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 52

1. Tindakan Preventif Interaksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 52

(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

x

3. Segregasi Kelas Berbasis Gender sebagai Preventif

Intraksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 60

C. Dampak Implementasi Segregasi Kelas Berbasis Gender Terhadap Peserta Didik Di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.... 64

1. Dampak Positif ... 64

2. Dampak Negatif ... 66

BAB V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(9)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia adalah faktor pendidikan, sehingga sektor pendidikan memegang

peranan yang sangat strategis di dalam membentuk sumber daya manusia yang

produktif, inovatif dan berkepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai budaya

masyarakatnya. Proses pendidikan tidak saja memberikan nilai kognitif dan

ketrampilan kepada manusia, tetapi melalui pendidikan juga dapat digunakan

untuk menanamkan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki oleh seorang manusia

di dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap warganegara sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai hak, kesempatan dan perlakuan

yang sama dalam pendidikan.

Pada dasarnya pendidikan berusaha membentuk manusia yang berkualitas

dan memiliki pengetahuan yang dijadikan sebagai bahan tuntunan hidupnya.

Pendidikan merupakan pengembangan potensi yang dimiliki sehingga untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki harus ada peran sosial yakni interaksi

dengan yang lainnya. Interaksi tidak hanya sesama jenis, akan tetapi dengan

lawan jenis itu penting, karena proses pengembangan mental juga dapat

dipengaruhi oleh interaksi dengan sesama khususnya lawan jenis.

(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Berdasarkan fakta yang terjadi dalam proses belajar dan pembelajaran,

interaksi dengan lawan jenis dalam proses belajar di kelas menjadikan kekuatan

daya saing untuk belajar, bahkan diantara mereka saling mengukur kepandaian

dan kemampuan dalam belajar.

Berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakat yang tersingkir dari dunia pendidikan adalah kaum perempuan.

Ketidaksetaraan Gender di bidang pendidikan itu terjadi antara lain disebabkan

dari gejala berbedanya akses atau peluang bagi laki-laki dan perempuan dalam

memperoleh pendidikan. Menurut Susenas (1999) yang tertuang dalam buku

Analisis Gender dalam Pembangunan Pendidikan baru mencapai 31,4%,

sementara penduduk laki-laki 36%. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin

sedikit perempuan yang berhasil menyelesaikan pendidikan lebih tinggi

dibanding laki-laki. Bahkan menurut Susenas (1997) yang dikutip dalam buku

yang sama menyebutkan, penduduk perempuan yang berpendidikan tinggi

sekitar 2,7% lebih sedikit dari penduduk laki-laki yang mencapai 3,34%. Selain

itu prosentase penduduk perempuan yang buta huruf adalah 14,46% yang jauh

lebih tinggi dari penduduk laki-laki yang mencapai angka 6,6%.1

Berdasarkan dari uraian di atas, segregasi kelas di suatu lembaga

pendidikanakan menghambat terjadinya interaksi belajar siswa dan siswi dalam

kelas. Sedangkan interaksi antara lawan jenis dalam belajar sangat penting dalam

membangun mentalitas siswa dan siswi. Dalam UU dinyatakan bahwa

1

(11)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan

manusia indonesia, dan serentak dengan itu mendukung perkembangan

masyarakat, bangsa dan negara.2 Jika kita melihat dari isi UU tersebut, baik

dalam aturan-aturan akademiknya ataupun proses pembelajaran dalam kelas,

semuanya sama pemerataan antara laki-laki dan perempuan, tidak harus dipisah.

Oleh sebab itu masalah ini harus di teliti, karena ini penting kita teliti sebagai

informasi dan masukan bagi lembaga yang bersangkutan ataupun lembaga yang

lainnya.

Supaya visi dan misi tercapai, SMP Al-Falah Ketintang Surabaya

membuat kebijakan berkenaan dengan pengelompokkan kelas peserta didik

laki-laki dan perempuan. Tetapi kebijakan tersebut malah menimbulkan berbagai

macam masalah yang terjadi pada siswa. Siswa dan siswi semakin tidak kondusif

dalam proses belajar dan pembelajaran, kenakalan siswa semakin meningkat,

serta nilai dan keaktifan peserta didik menurun, dan kegiatan ekstra semakin

menurun.

Hal tersebut dikarenakan tidak ada motivasi untuk semangat belajar dan

tidak memiliki daya untuk bersaing sesama teman yang lainnya. Karena hal itu

tidak ada rasa malu dikala mereka tidak mengerjakan tugas sekolah ataupun

tugas rumah, mereka tidak ada rasa malu dikala dihukum oleh gurunya, karena

2

(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

mereka belajarnya sesama jenis, siswa sama siswa, dan siswi sama siswi.

Sehingga tidak ada rasa malu dan tidak ada motivasi untuk belajar yang baik.3

Interkasi negatif siswa dalam beberapa literatur disebutkan sebagai

perilaku menyimpang dalam ilmu sosial atau biasa juga disebut sebagai

kenakalan remaja. Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk

perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di

dalammasyarakatnya. Kartini Kartono secara tegas dan jelas memberikan batasan

kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu

mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.4 Perilaku anak-anak ini

menunjukkan kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma-norma

sosial.

Dari sinilah maka, tindakan preventif perlu dilakukan, agar interaksi

negatif itu dapat diminimalisir. Tindakan preventif di sini maksudnya adalah

salah satu upaya pengendalian sosial. Tindakan preventif sendiri mempunyai

pengertian upaya pencegahan sebelum konflik sosial terjadi, dalam hal ini

merupakan pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya

penyimpangan perilaku, misalnya dapat berbentuk nasihat, anjuran dan lain-lain.

3

Hasil Wawancara dengan Bapak Suhariawan, M, Pd.I selaku guru Bahasa Arab di Sekolah Menengah pertama Al-Falah Ketintang Surabaya pada tanggal 15 Januari 2015.

4

(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Dan tindakan preventif seperti inilah yang banyak diterapkan dalam lembaga

pendidikan.

Pada umumnya suatu lembaga sekolah antara laki-laki dan perempuan

tidak dipisah, namun di sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya kelas

laki-laki dan perempuan dipisah, sehingga sistem yang demikian menjadi kajian

khusus untuk diteliti. Lebih-lebih pada sekolah yang berbasis agama, seperti

halnya SMP Al-Falah Ketintang Surabaya yang cenderung studi agama.

Segregasi kelas merupakan aturan yang berlandaskan pada agama yang

dijadikan dasar dalam penerapan pemisahan kelas oleh SMP Al-Falah.5 Dalam

islam laki-laki dan perempuan merupakan dua jenis yang akan menimbulkan

syahwat bila saling memiliki pandangan khusus keduanya, sehingga keseringan

bertatap muka antara laki-laki dan perempuan dihindari dengan sistem segregasi

kelas. Lebih-lebih jika antara laki-laki dan perempuan berduaan, semua itu akan

menimbulkan fitnah. Jika ditinjau dari sisi negatifnya akan terjadinya daya

pandang yang menimbulkan syahwat, segregasi kelas sangat tepat diterapkan.

Namun jika ditinjau dari segi positifnya, segregasi kelas kurang tepat

diterapkan. Karena dunia pendidikan ini adalah daya saing harus tercapai oleh

semua siswa dan siswi, sedangkan daya saing itu akan tumbuh karena adanya

interaksi sesama teman yang lain, interaksi itu akan terjadi jika ada stimulus dari

teman yang lainnya. Stimulus akan tumbuh jika ada persaingan di dalamnya.

Persaingan akan tumbuh jika saling mengadu keberhasilan antara sesama, dan

5

(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

daya saing pada umumnya adalah dengan lawan jenis. Sehingga persaingan

antara laki-laki dan perempuan dalam belajar merupakan titik keberhasilan dalam

mencapai nilai yang baik.

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian

mengenai seberapa jauh pencegahan penyimpangan perilaku siswa dengan

adanya segregasi kelas di SMP Al-Falah ini dengan judul “Tindakan Preventif

Interaksi Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah

Menengah Pertama Al-Falah Ketintang Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Dalam kasus ini peneliti mengangkat masalah yang ada sebagai acuan

penelitian. Kemudian penulis rumuskan terlebih dahulu agar penelitian menjadi

terarah, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif diSMP Al-Falah Ketintang

Surabaya?

2. Bagaimana proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP

Al-Falah Ketintang Surabaya?

3. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif melalui Segregasi kelas

(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tindakan preventif interaksi negatif diSMP Al-Falah

Ketintang Surabaya

2. Untuk mengetahuiproses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP

Al-Falah Ketintang Surabaya

3. Untuk mengatahui tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas

berbasis gender di SMP Al-Falah

D. Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas. Maka ada dua manfaat kegunaan

penelitian ini, yaitu secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan yang berguna

bagi lembaga pendidikan khususnya bagi SMP Al-Falah Ketintang

Surabaya.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pijakan dalam hal

pengembangan dan inovasi pendidikan. Khususnya dalam merancang

kebijakan aturan-aturan sekolah, agar tidak terjadi penurunan nilai moral

(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

E. Definisi Operasional

Definisioperasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang

dipahami. Definisi operasional perlu dicantumkan untuk menghindari kesalah

pahaman dalam penafsiran maksud dan tujuan penelitian serta permasalahan

yang dibahas dalam penelitian yang berjudul; “Tindakan Preventif Interaksi

Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah Menengah

Pertama Al-Falah Ketintang Surabaya”, maka penulis mencantumkan definisi

operasional sebagai berikut:

1. Pengertian Preventif Interaksi Negatif

a. Preventif

Preventif adalah tindakan pencegahan penyakit atau yang

bersifat mencegah.6 Dalam hal ini yang dimaksud dari preventif adalah

upaya pencegahan interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang

Surabaya yang perlu mengklasifikasikan lokal kelas peserta didik

laki-laki dan perempuan untuk mengurangi kenakalan atau interaksi negatif

yang semakin meningkat. Disinilah permasalahan yang terjadi di SMP

Al-Falah Ketintang Surabaya.

b. Interaksi negatif

6

(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Dalam kamus ilmiah populer interaksi adalah pengaruh timbal

balik atau saling mempengaruhi satu sama lain.7 Sedangkan pengertian

negatif yaitu berati sesuatu yang tidak bagus, jelek dan buruk.8

Jadi yang dimaksud dengan preventif interaksi negatif itu adalah

upaya pencegahan pengaruh timbal balik yang terjadi antara seseorang

dengan orang lain yang berakibat buruk.

2. Pengertian Segregasi Kelas berbasis Gender

a. Segregasi adalah pemisahan atau pengasingan (suatu golongan

tertentu).9 Dalam pengertian lain Segregasi adalah pemisahan suatu

golongan tertentu atau suatu pengasingan dari yang satu ke yang

lainnya, atau pengisolasian suatu golongan tertentu.10 Segregasi kelas

dalam konteks pendidikan merupakan pemisahan peserta didik dari

kelas yang satu ke kelas yang lainya atau dalam artian lain pemisahan

kelas laki-laki dengan kelas perempuan. Kelas merupakan lokal dalam

penempatan peserta didik dalam belajar, yang di dalamnya terdapat

laki-laki dan perempuan. Kedua jenis tersebut sama-sama memiliki hak dan

kewajiban tertentu bahkan sama-sama memiliki tujuan yang luhur serta

cita-cita tinggi untuk masa depannya, sehingga segregasi kelas

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), 704.

10

(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

merupakan problem yang akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan

mereka.

b. Pengertian Berbasis Gender.

Gender dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial tentang relasi

laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan dimana keduanya berada,

itulah yang disebut Gender.11

Perbedaan kelas yang satu dengan kelas lainnya merupakan suatu

sekat bagi manusia khususnya di suatu lembaga sekolah. Peserta didik

laki-laki dan perempuan semuanya sama tidak ada perbedaan, mereka sama-sama

memiliki kemampuan dan keinginan yang sama, sehingga segregasi kelas itu

kebijakan yang tidak tepat. Pada hakikatnya mereka setara dan satu tujuan,

namun hanya prosesnya saja yang berbeda.

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan

perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai

manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,

ekonomi, hukum ataupun kegiatan yang lainnya.

Perbedaan gender pada prinsipnya adalah suatu yang wajar dan

merupakan sunnatullah sebagai sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan itu

tidak akan menjadi masalah jika tidak menimbulkan ketidak adilan. Namun

11

(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

pada kenyataannya perbedaan tersebut melahirkan berbagai ketidak adilan

baik bagi kaum laki-laki terutama kepada kaum perempuan.12

Memperjuangkan kesetaraan bukan berarti mempertentangkan dua

jenis kelamin laki-laki dan perempuan, sekali lagi bukanlah

mempertentangkan laki-laki dan perempuan, akan tetapi lebih pada upaya

membangun hubungan relasi yang setara. Kesempatan harus terbuka sama

luasnya bagi laki-laki dan perempuan, sama pentingnya untuk mendapatkan

pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan, kesempatan kerja dan

lainya.13

Kemudian yang dimaksud dengan Segregasi Kelas Berbasis Gender

adalah pemisahan peserta didik dari kelas satu dengan kelas yang lainnya

berdasarkan gender (jenis kelamin).

F. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan implementasi pengklasifikasian kelas siswa dan siswi di

SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. Langkah awal yang penting dilakukan

sebelum melakukan sebuah penelitian adalah melakukan penelitian terdahulu.

Hal ini dimaksudkan untuk memastikan belum adanya penelitian serupa yang

telah ditulis sebelumnya, sehingga bisa menghindari pelagiat dan

tindakan-tindakan lain yang bisa menyalahi keilmuan. Dari beberapa pencarian literatur

12

Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006), 25.

13

(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

baik berupa hasil penelitian yang berupa tulisan dan literatur lain penulis

temukan dari beberapa penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

No. Penelitian Terdahulu Hasil Penelitian

1. Nurul Zuriah dengan judulStudi

sebelumnya terkait dengan pendidikan berbasis gender, ternyata

berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti di

SMP Al-Falah Ketintang Surabaya objek dalam penelitian berbeda,

problematika yang terjadi berbeda, sehingga proses dan hasilnya

tentunya berbeda.

14

Nurul Zuriah, Pdf Penelitian Terdahulu Proses Pembelajaran DemokratisBerbasis Kesetaraan Dan Keadilan Gender. Diakses Tanggal 21 oktober 2012.

15

(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

I. Sistematika Pembahasan

Bab I Pendahuluan; Dalam pendahuluan ini meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat hasil

penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.

Bab II Landasan Teori; Bab yang berisi tentang Tindakan Preventif

Interkasi Negatif yang terdiri dari pengertian, bentuk-bentuknya, dan upaya

pencegahannya. Selanjutnya, diuraikan tentang segregasi gender yang terdiri

dari: pengertian, faktor-faktornya, dan keunggulan dan kekurangannya serta

definisi, teori dasar tentang gender.

Bab III Metode Penelitian; memuat metode penelitian, pendekatan dan

jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data dan informan

penelitian, instrumen pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab IV Paparan Hasil Penelitian dan Analisis Data; yaitu

menggambarkan secara umum tentang obyek penelitian dan hasil penelitian serta

dampak positif dan negatif segregasi kelas berbasis gender dalam meningkatkan

motivasi dan moral di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya sebagai tindakan

preventif interaksi negatif siswa.

Bab V Bagian akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan dan saran

(22)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tindakan Preventif Interaksi Negatif

1. Pengertian

Tindakan preventif merupakan salah satu upaya pengendalian

sosial. Tindakan preventif sendiri mempunyai pengertian upaya

pencegahan sebelum konflik sosial terjadi.

Pada dasarnya pengendalian sosial adalah upaya yang dilakukan

oleh warga masyarakat maupun oleh suatu lembaga pendidikan untuk

mencegah dan mengatasi berbagai macam bentuk perilaku menyimpang.

Upaya pengendalian sosial ini dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh

petugas penegak norma seperti polisi, hakim, jaksa, dan KPK, dapat juga

dilakukan warga masyarakat biasa maupun lembaga pendidikan.

Macam-macam upaya pengendalian sosial menurut waktunya

dibedakan menjdai tiga, yaitu tindakan preventif, tindakan represif dan

tindakan gabungan (preventif-represif). Yang menjadi pembahasan

adalah tindakan preventif, dalam pengendalian sosial tindakan preventif

merupakan pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya

penyimpangan perilaku, misalnya dapat berbentuk nasihat, anjuran dan

lain-lain. Dan tindakan preventif seperti inilah yang banyak diterapkan

dalam lembaga pendidikan.

(23)

14

Sedangkan interkasi negatif siswa dalam beberapa literatur

disebutkan sebagai perilaku menyimpang dalam ilmu sosial atau biasa

juga disebut sebagai kenakalan remaja.

1. Kenakalan Remaja

Setiap masyarakat di manapun mereka berada pasti

mengalami perubahan, perubahan itu terjadi akibat adanya interaksi

antar manusia. Perubahan sosial tidak dapat dielakkan lagi, berkat

adanya kemajuan ilmu dan teknologi membawa banyak perubahan

antara lain perubahan norma, nilai, tingkah laku dan pola-pola

tingkah laku baik individu maupun kelompok.1

Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk

perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup

di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono secara tegas dan jelas

memberikan batasan kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara

sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh bentuk

pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk

tingkah laku yang menyimpang.2 Perilaku anak-anak ini

menunjukkan kurang atau tidak adanya konformitas terhadap

norma-norma sosial. Dalam Bakolak Inpres no : 6/1997 buku pedoman 8,

dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah

1

Tjipto Subadi, Sosiologi dan Sosiologi Pendidikan, 2009, (Surakarta : Fairuz Media), 21.

2

(24)

15

laku/tindak remaja yang bersifat anti sosial, melanggat norma sosial,

agama serta ketentuan hukum yang berlaku di masyarakat.

Fuad Hasan dalam buku karya Sudarsono merumuskan

definisi Delinquency sebagai perilaku anti sosial yang dilakukan

oleh anak remaja yang bila mana dilakukan oleh orang dewasa

dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.3

Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No.

23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah anak yang

berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama,

merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan

ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga

dan atau masyarakat.

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan

remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan

norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan

sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat

atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; (2) kenakalan

yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan

undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan

melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.4

3

Sudarsono, Kenakalan Remaja, 1995, (Jakarta : Rineka Cipta), 21.

4

(25)

16

Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku

menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emine Durkheim.5

Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas

tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal, dalam bukunya

Ruler of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu

kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya

secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh

perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat,

perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada

sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku

yang dianggap normal yaitu perilaku yang nakal/jahat yaitu perilaku

yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan yang

dimaksud dengan kenakalan remaja yaitu tindak perbuatan remaja

yang melanggar norma-norma agama, sosial, hukum yang berlaku di

masyarakat dan tindakan itu bila dilakukan oleh orang dewasa

dikategorikan tindak kriminal di mana perbuatannya itu dapat

merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja

Dari pengumpulan kasus mengenai kenakalan yang

dilakuakan oleh remaja dan pengamatan murid disekolah lanjutan

5

(26)

17

maupun mereka yang sudah putus sekolah dapat dilihat adanya

gejala :

a. Membohong : memutar – balikkan kenyataan denagn tujuan

menipu orang atau menutupi kesalahan.

b. Membolos : pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan

pihak sekolah.

c. Kabur : meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau

menentang keinginan orang tua.

d. Keluyuran : pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan,

dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.

e. Bersenjata tajam : memiliki dan membawa benda yang

membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk

mempergunakannya. Misalnya: pisau, pistol, pisau silet,

krakeling, dan sebagainya.

f. Pergaulan buruk : bergaul dengan teman yang memberi

pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang

benar-benar kriminal.

g. Berpesta pora hura-hura : berpesta pora semalam suntuk tanpa

pengawasn, sehingga timbul tindakan – tindakan yang kurang

bertanggung jawab ( a-moral dan a-sosial).

h. Membaca pornografi : membaca buku-buku cabul, pornografi

(27)

18

senonoh, seolah-olah menggambarkan kurangnya perhatian dan

pendidikan dari orang dewasa.

i. Mengkompas : secara berkelompok meminta uang pada orang

lain dengan paksa, makan di rumah makan tanpa membayar,

atau naik bis tanpa karcis.

j. Melacurkan diri : turut dalam pelacuran at au melacurkan diri

baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lainnya.

k. Merusak diri : merusak diri dengan cara mentato tubuhnya,

minum-minuman keras, menghisap ganja, pecandu narkoba,

sehingga merusak dirinya maupun orang lain. Tampilan urakan,

berpakaian tidak pantas juga termasuk tingkah laku merusak

diri.

3. Penyebab Kenakalan Remaja

Kenakalan siswa (remaja) yang sering terjadi di dalam

sekolah dan masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri

sendiri6 (Sudarsono:125-131). Kenakalan remaja tersebut timbul

karena adanya beberapa sebab antara lain :

a. Keadaan Keluarga

Keadaan keluarga yang dapat menjadikan sebab

timbulnya kenakalan remaja dapat berupa keluarga yang tidak

normal (broken home) maupun jumlah anggota keluarga yang

kurang menguntungkan. Broken home terutama perceraian atau

6

(28)

19

perpisahan orang tua dapat mempengaruhi perkembangangan

anak. Dalam keadaan ini anak frustasi, konflik-konflik

psikologis sehingga keadaan ini dapat mendorong anak menjadi

nakal.

Keadaan keluarga merupakan salah satu penyebaba

kenakalan remaja juga dapat ditimbulkan oleh kebiasaan

perilaku orang tua, seperti dikemukankan oleh Papalia, Olds dan

Feldman7 sebagai berikut, ”Parent cronic deliquent often failed

to reinforce good behavior in early childhood and were harsh or

inconsaistent, or both, in punishing misbehavior.” Pendapat

senada dikemukakan Mustafit Amna8 yang mengatakan faktor

keluarga penyebaba kenakalan anak adalah perhatian dan

penghayatan dan pengamalan orang tua atau keluarga terhadap

agama. Nelson, Rutter, dan Giller dalam Easler dan Medway9

juga mengatakan. ” …. Antisocial behaviors resulf from

socialization processes at home or in peer group.”

b. Keberadaan Pendidikan Formal

Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil,

hukuman yang kurang menunjang tercapainya tujuan

pendidikan, teknik pembelajaran yang memisahkan antara kelas

laki-laki dan kelas perempuan, ancaman dan penerapan disiplin

7

Papalia, D.E., Olda, S.W., & Feldman, R.D, Human Development, 2001, (New York : McGraw – Hill Companies), 474.

8

Ibid, 2.

9

(29)

20

terlalu ketat, disharmonis hubungan siswa dan guru, kurangnya

kesibukan belajar di rumah. Proses pendidikan yang kurang

menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak kerapkali

memberikan pengaruh kepada siswa untuk berbuat nakal, sering

disebut kenakalan remaja.

Di dalam sekolah terjadi interaksi antara remaja (siswa)

dengan sesamanya, juga interaksi antara siswa dengan pendidik,

interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan

akibat sampingan yang negatif. Seperti pendapat Sri Jayantini

yang mengatakan sifat anak yang selalu ingin mengungguli

temannya dengan cara menekan atau mengancam bila dibiarkan

saja, memberikan peluang bagi anak untuk menyelesaikan setiap

masalah dengan cara kekerasan.10

Anak-anak yang memasuki sekolah tidak semuanya

berwatak baik, baik dari kebiasaan anak yang negatif maupun

dari faktor keluarga anak (siswa). Dengan keadaan ini akan

mudah menimbulkan konflik-konflik psikologis yang dapat

menyebabakan anak menjadi nakal. Pengaruh negatif sekolah

juga dapat datang dari yang langsung menangani proses

pendidikan antara lain : kesulitan ekonomi yang dialami

pendidik, pendidik sering tidak masuk, pribadi pendidik yang

tidak sesuai dengan jiwa pendidik.

10

(30)

21

c. Keadaan Masyarakat

Anak remaja (siswa) sebagai anggota masyarakat selalu

mendapat pengaruh dari lingkungan masyarakatnya. Pengaruh

tersebut adanya beberapa perubahan sosial yang cepat yang

ditandai dengan peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan

seperti persaingan dalam ekonomi, pengangguran, masmedia,

dan fasilitas rekreasi.

Pada dasarnya kondisi ekonomi memiliki hubungan erat

dengan timbulnya kejahatan. Adanya kekayaan dan kemiskinan

mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia, sebab kedua hal

tersebut mempengaruhi jiwa manusia dalam hidupnya termasuk

anak-anak remaja. Anak dari keluarga miskin ada yang memiliki

perasaan rendah diri sehingga anak tersebut dapat melakukan

perbuatan melawan hukum terhadap orang lain. Seperti

pencurian, penupian dan penggelapan. Biasanya hasil yang

diperoleh hanya untuk berfoya-foya.

Timbulnya pengangguran yang semakin meningkat di

dalam masyarakat terutama anak-anak remaja akan

menimbulkan peningkatan kejahatan bahkan timbilnya niat di

kalangan remaja untuk berbuat kejahatan. Keadaan ini tentunya

dapat mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar sehingga

(31)

22

Di kalangan masyarakat sendiri sudah sering terjadi

kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan,

pemerasan, gelandangan, dan pencurian. Bagi anak remaja

keinginan berbuat jahat kadang timbul karena bacaan,

gambar-gambar dan film. Kebiasaan membaca buku yang tidak baik

(misal novel seks), pengaruh tontonan gambar-gambar porno

serta tontonan film yang tidak baik dapat mempengaruhi jiwa

anak untuk berperilaku negatif. Pendapat ini sejalan dengan

pendapat Barak yang ditulis Grochowski11 yang mengatakan,

”The perception of crime is the product of the Media

”Multiplied” by the ”Additive” effects of the political economy

and cultur over time.”

2. Tindakan Preventif terhadap Interaksi Negatif Siswa

Tindakan preventif terhadap interaksi negatif siswa yang akan

penulis bahas adalah upaya pencegahan terhadap kenakalan remaja.

Tindakan preventif yakni segala tindakan yang mencegah

timbulnya kenakalan-kenakalan. Tindakan preventif untuk mencegah

kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

11

(32)

23

1. Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja secara Umum

a. Berusaha mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja

b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh

para remaja. Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya

menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan

c. Usaha pembinaan remaja, yang meliputi :

1) Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu

menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Misalnya

dengan meserasikan antara aspek rasio dan aspek emosi.

2) Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan

pengeluaran dan ketrampilan, namun juga pendidikan

mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti

dan etika.

3) Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang

optimal demi perkembangan pribadi yang wajar.

4) Usaha memperbaiki keadaan lingkungan lingkungan

sekitar, keadaan sosial keluarga, maupun masyarakat di

mana terjadi banyak kenakalan remaja.

2. Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja Secara Khusus

Di sekolah, pendidikan mental ini khususnya dilakukan oleh

guru, guru pembimbing, atau psikolog sekolah bersama para

pendidik lainnya. Usaha para pendidik harus diarahkan terhadap si

(33)

24

mengawasi setiap penyimpangan tingkahlaku remaja di rumah dan di

sekolah.

Pemberian bimbingan terhadap para remaja dapat berupa :

a. Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri dan dalam

hubungan dengan orang lain.

b. Penyesuaian diri: mengenal dan menerima tuntutan dan

penyesuaian diri dengan tuntutan tersebut.

c. Orientasi diri: mrngarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan

antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada

penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik.

Bimbingan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu :

a. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara

pribadi pada si remaja itu sendiri. Melalui percakapan

mengungkapkan kesulitan si remaja dan membantu

mengatasinya

b. Pendekatan melelui kelompok dimana ia sudah merupakan

anggota kumpulan atau kelompok kecil tersebut :

1) Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat

bermanfaat

2) Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkahlaku

(34)

25

3) Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan

kesempatan mengemukakan pandangan dan pendapat para

remaja dan memberikan pengarahan yang positif

4) Dengan melakukan permainan bersama dan bekerja dalam

kelompok dipupuk solidaritas dan persekutuan dengan

Pembimbing

B. Segregasi Kelas Berbasis Gender

1. Segregasi

Segregasi dalam ilmu sosial merupakan salah satu upaya

penyelesaian konflik sosial tanpa menghancurkan salah satu pihak.

Segregasi juga merupakan salah satu pola relasi antar kelompok sosial.

Pengertian segregasi sendiri adalah pemisahan kelompok ras atau etnis

secara paksa. Segregasi merupakan bentuk pelembagaan diskriminasi

yang diterapkan dalam struktur sosial.12

2. Gender

1. Pengertian Gender

Dalam perkembangan, gender digunakan sebagai pisau

analisis untuk memahami realitas sosial berkaitan dengan perempuan

dan laki-laki.13 Semakin lama sejak kemunculannya, akhir-akhir ini,

12

https://books.google.co.id diakses pada 04 Juni 2015.

13 Penemuan bahwa kategori “perempuan” dan “laki-laki” bukan merupakan

(35)

26

beberapa analisis dipakai untuk membaca gender dengan berbagai

perspektif sosial, ekonomi, politik bahkan agama.

Feminisme dan perempuan merupakan kesan yang muncul

ketika membicarakan gender. Padahal keduanya hanya merupakan

bagian dari gender itu sendiri. Berbicara feminisme artinya

membicarakan ideologi, bukan wacana.14 Dalam berbagai literatur

disebutkan bahwa feminisme adalah gerakan untuk melawan

terhadap praktek-praktek kekerasan, diskriminasi, penindasan,

hegemoni, dominasi dan ketidakadilan yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok, dan juga sistem terhadap perempuan.

Dinamakan gerakan feminsme (women) oleh karena adanya

ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Tetapi kemudian makna

feminisme mengalami perluasan sesuai perkembangan zaman, yaitu

bukan zaman yaitu bukan hanya membela perempuan yang tertindas

tetapi siapa saja yang mengalami ketidakadilan baik laki-laki

maupun perempuan.

Istilah gender,15 belum ada dalam perbendaharaan kamus

besar Bahasa Indonesia. Kata gender berasal dari Inggris, gender

14

Bahwa prinsip feminis itu ideologi (bukan wacana) karena bersifat gabungan dari proses kegiatan mata, hati, dan tindakan, yaitu dengan menyadari, melihat, mengalami, adanya penindasan, hegemoni, diskriminasi, dan penindasa yang terjadi pada perempuan, mempertanyakannya, menggugat, dan mengambil aksi untuk mengubah kondisi tersebut. Lihat Arimbi Heroepoetri dan R. Valentina, Percakapan Tentang Feminisme VS Neoliberalisme, Jakarta: DebtWATCH, 2004, hllm. 5-6.

15

(36)

27

berarti jenis kelamin.16 Gender dapat diartikan sebagai perbedaan

antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan perilaku.

Secara kodrat, nilai dan perilaku. Secara kodrat, memang diakui

adanya perbedaan (discrimination) antara laki-laki dengan

perempuannya yaitu dalam aspek biologis. Perbedaan secara biologis

antara laki-laki dengan perempuan yaitu senantiasa digunakan untuk

menentukan dalam relasi gender, seperti pembagian status, hak-hak,

peran, dan fungsi di dalam masyarakat. Padahal, gender yang

dimaksud adalah mengacu kepada peran perempuan dan laki-laki

yang dikontruksikan secara sosial. Dimana peran-peran sosial

tersebut dikotruksikan secara sosial.17 Dimana peran-peran sosial

tersebut bisa dipelajari, berubah dari waktu ke waktu, dan beragam

menurut budaya dan antar budaya.

Berkenaan dengan pemaknaan gender,18 Ann Oakley

sebagaimana dikutip oleh Ahmad Baidowi,19 mendifinisikan bahwa

gender adalah perbedaan perilaku antara perempuan dan laki-laki

yang dikonstruk secara sosial, diciptakan oleh laki-laki dan

16 Nasaruddin Umar, Argument Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:

Paramadina, 2001, hlm. 33

17

Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan: Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi, Jakarta: Teraju, 2004, hlm. 3.

18

Heddy Shri Ahimsa membedakan pemaknaan gender menjadi beberapa pengertian, yakni (1) gender sebagai sebuah istilah asing dengan makna tertentu; (2) gender sebagai suatu fenomena sosial budaya ; (3) gender sebagai suatu kesadaran sosial ; (4) gender sebagai suatu persoalan sosial budaya; (5) gender sebagai sebuah konsep untuk analisis; dan (6) gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Lihat Mochamad Sodik dan Inayah Rohmaniyah (eds), Perempuan Tertindas; Kajian Hadits-hadits “Misoginis”, Yogyakarta; PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003, hlm. 22.

19

(37)

28

perempuan sendiri, oleh karena itu merupakan persoalan budaya.

Gender merupakan perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat

Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang

bermuara dari kodrat Tuhan. Perbedaan jenis kelamin yang bermuara

dari kodrat Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan

kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh laki-laki dan perempuan melalui

proses sosial budaya yang panjang.

2. Defenisi

a. Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan

perempuan apabila dilihat dari nilai dan perilaku. Kendati

demikian, gender sebetulnya berbeda dari seks (jenis kelamin)

(Sutinah, 2004).20

b. Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan

laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai

budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO,

2001).21

c. Gender adalah suatu konsep yang menunjuk pada suatu sistem

peranan dan hubungannya antara perempuan dan lelaki yang

20 Sutinah, “Gender & Kajian Tentang Perempuan”, dalam Dwi Narwoko & Bagong

Suyanto (ed) 2004. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, Jakarta: Prenada Media, hal. 313

21

(38)

29

tidak ditentukan oleh perbedaan biologi, akan tetapi ditentukan

oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi (Vitayala, 2010).22

3. Teori Dasar Tentang Gender

a. Teori Kodrat Alam

Menurut teori ini perbedaan biologis yang membedakan

jenis kelamin dalam memandang jender (Suryadi dan Idris,

2004). Teori ini dibagi menjadi dua yaitu:

1) Teori Nature

Teori ini memandang perbedaan gender sebagai

kodrat alam yang tidak perlu dipermasalahkan.

2) Teori Nurture

Teori ini lebih memandang perbedaan gender

sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga

perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat

dipertukarkan

b. Teori kebudayaan

Teori ini memandang gender sebagai akibat dari

konstruksi budaya (Suryadi dan Idris, 2004). Menurut teori ini

terjadi keunggulan laki-laki terhadap perempuan karena

konstruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu

merupakan hasil proses budaya masyarakat yang membedakan

peran sosial laki-laki dan perempuan. Pemilahan peran sosial

22

(39)

30

berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk dan

dilatihkan.

c. Teori Fungsional Struktural

Berdasarkan teori ini munculnya tuntutan untuk

kesetaraan gender dalam peran sosial di masyarakat sebagai

akibat adanya perubahan struktur nilai sosial ekonomi

masyarakat. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai

persaingan peran seseorang tidak lagi mengacu kepada

norma-norma kehidupan sosial yang lebih banyak mempertimbangkan

faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan

keterampilan (Suryadi dan Idris, 2004).

d. Teori Evolusi

Menurut teori ini semua yang terjadi di jagat raya tidak

berlangsung secara otomatis tetapi mengalami proses evolusi

atau perubahan-perubahan yang berjalan secara perlahan tapi

pasti, terus-menerus tanpa berhenti. Kesetaraan gender

merupakan gejala alam atau tuntutan yang menghendaki

kesetaraan, yang harus di respon oleh umat manusia dalam

rangka adaptasi dengan alam. Berdasarkan teori ini pembagian

tugas dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan pada

zaman dahulu tidak pernah dipermasalahkan karena lamanya

menuntut demikian. Sekarang tuntutan kesetaraan gender

(40)

31

seluruh dunia juga karena alam menuntut demikian disebabkan

adanya perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang

berlaku di masyarakat yang memungkinkan peran laki-laki dan

(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Penelitian merupakan karya ilmiah yang harus valid kebenarannya

sehingga dalam penelitian diperlukan metode sebagai cara untuk mencapai

tujuan. Metode adalah cara ilmiah yang digunakan dalam suatu penelitian

untuk mencari suatu kebenaran secara objektif, empirik dan sistematis.

Sutrisno Hadi mengemukakan, metode penelitian adalah “suatu usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan

usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode penelitian”.1

Pada referensi lain dinyatakan bahwasanya metode adalah Metode

berarti suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu

pengetahuan. Ia merupakan jawaban atas pertanyaan metodik (methodentic)

sama artinya dengan metodologi, yaitu suatu penyelidikan yang sistematis

dan formulasi metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian.2

Pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah yang

digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Adapun cara

ilmiah itu adalah cara mendapatkan data dengan hasil yang objektif, valid,dan

reliabel (dapat dipercaya). Objektif semua informan akan memberikan

informasi yang sama; Valid berarti adanya data yang terkumpul oleh peneliti

1

Sutrisno Hadi, Netode Resech 1 ( Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1984) hal 4

2

Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Cetakan II Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1984 ) hal 1

(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

dengan data yang terjadi pada objek yang sesungguhnya; dan reliabel berarti

adanya ketetapan atau keajegan data yang didapat dari waktu ke waktu.3

Maka dari itu metode penelitian sangat penting keberadaannya,

sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan

mengantisipasi masalah dalam penelitian.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen bahwa pendekatan kualitatif

merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.4

Pendekatan penelitian ini cenderung berdasarkan pada usaha mengungkapkan

dan memformulasikan data lapangan dalam bentuk kata-kata serta

menggambarkan realitas aslinya untuk kemudian data tersebut dianalisis dan

diabstraksikan dalam bentuk teori sebagai tujuan final.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif, karena peneliti mempunyai keinginan untuk mengetahui hasil

berdasarkan data empiris, dengan metode penelitian ini tentu dapat

memudahkan peneliti agar lebih dekat dengan subyek yang sedang diteliti

oleh peneliti supaya lebih peka terhadap pengaruh berbagai fenomena yang

terjadi di lapangan.

3

Sugiono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: CV Alfabeta, 1998) hal 1.

4

(43)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

Penulis menggunakan deskriptif kualitafif yaitu penulis ingin melihat

tindakan preventif interaksi negatif pada siswa dan harus dapat dibuktikan

dalam kondisi di lapangan yang dimulai dengan adanya observasi dan

wawancara.

Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya,

oleh karena itu penelitian ini digolongkan dalam penelitian lapangan (field

research) di mana yang menjadi obyeknya dalam penelitian ini adalah

seluruh proses belajar mengajar yang dilakukan di SMP Al-Falah ketintang

Surabaya dalam upaya membentuk manusia yang berkualitas dan memiliki

pengetahuan yang menjadikan bahan sebagai tuntunan hidupnya. Pendidikan

merupakan pengembangan potensi yang dimiliki sehingga untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki harus ada peran sosial interaksi

dengan yang lainnya. Interaksi tidak hanya sesama jenis, akan tetapi dengan

lawan jenis itu penting, karena proses pengembangan mental juga dapat

dipengaruhi oleh interaksi dengan sesama khususnya lawan jenis.

Proses interaksi siswa, dan ketika diberlakukannya sistem segregasi

kelas berbasis gender ini bagaimana perlakuan didalam kelas maupun diluar

kelas.

C. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti di lapangan, tidak ada lain merupakan syarat yang

wajib dilakukan didalam penelitian kualitatif, guna untuk memperoleh data

(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

secara cermat. Dengan demikian peneliti sebagai pengamat, peneliti berperan

serta dalam kehidupan sehari-hari subyeknya pada setiap situasi yang

diinginkannya untuk dapat dipahaminya.5 Jadi pengamatan berperan serta

pada dasarnya berarti mengadakan pengamatan lebih teliti dan absah

sekalipun itu sampai pada sekecil-kecilnya pun terhadap objek yang harus

ditelitinya. Maka pengamatan berperan serta berasumsi bahwa cara terbaik

dan mungkin satu-satunya cara untuk memahami beberapa bidang kehidupan

sosial ialah dengan jalan membaurkan diri ke dalam diri orang lain dalam

susunan sosialnya.6

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di SMP Al Falah yang berpusat di Jalan

Ketintang Madya Nomor 81. SMP al Falah merupakan lembaga pendidikan

yang berada di bawah naungan Yayasan Kepharmasian Surabaya.

E. Sumber Data dan Informan Penelitian

Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain.7 Dalam penelitian ini, jenis data yang

digunakan peneliti adalah pertanyaan, intreview dan observasi yang

disampaikan kepada informan sesuai dengan perangkat pertanyaan yang

5 Buna’i, Penelitian Kualitatif (Malang: Perdana Offset, 2008) hal 80 6

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) hal 166

7

(45)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

diajukan oleh peneliti yang berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan

mendapatkan informasi yang falid. Data Informasi yang digali dalam

penelitian ini terdiri dari data pokok dan data penunjang sebagai berikut:

a. Data pokok tentang Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah

ketintang surabaya sebagai upaya untuk mempermudah preventif

interaksi Negatif bagi siswa di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.

b. Data pokok tentang faktor-faktor yang mempengaruhi upaya Segregasi

kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya dengan

menggunakan metode-metode yang sebagai berikut:

1. Latar belakang Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah

ketintang Surabaya.

2. Waktu Belajar Mengajar

3. Komunikasi antara guru dan siswa

c. Data penunjang, yaitu data tentang gambaran umum lokasi penelitian,

meliputi:

1. Selayang Pandang tentang SMP Al-Falah ketintang Surabaya

2. Keunggulan, tujuan, visi dan misi SMP Al-Falah Ketintang

Surabaya.

3. Kegiatan Belajar Mengajar di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.

Disini penulis menggali informasi dari informan penelitian (orang

yang akan memberikan informasi pada data yang dibutuhkan pada

penelitian ini) yakni untuk mencari data tentang melalui informan

(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

Adapun data Informan Penelitian pada penelitian ini bersumber

data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.8 Dalam

penelitian ini, jenis data yang digunakan peneliti adalah pertanyaan,

intreview dan observasi yang disampaikan kepada informan sesuai

dengan perangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti yang

berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi

yang falid. Data Informan penelitian yang digali dalam penelitian ini

terdiri dari data pokok dan data penunjang dalam dari informan

penelitian sebagai berikut:

1. Kepala Sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya

2. Dewan Guru Pengajar/Wali Kelas di SMP Al-Falah Ketintang

Surabaya

3. Siswa dan Siswi Pelajar di Lingkungan SMP Al-Falah ketintang

Surabaya

4. Orang tua Wali Murid di Lingkungan SMP Al-Falah Ketintang

Surabaya.

5. Data pokok tentang Segregasi kelas berbasis gender di SMP

Al-Falah ketintang surabaya sebagai upaya untuk mempermudah

preventif interaksi Negatif bagi siswa di SMP Al-Falah Ketintang

Surabaya.

8

(47)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

F. Instrumen Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

dilandaskan pada aturan yang baku yang telah menjadi bahan didalam

penelitian kualitatif yang mana pengompulan datanya dengan cara oservasi,

interview, dan dukumentasi.9

Prosedur pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.10 Penulis melakukan

observasi dengan mendatangi lokasi penelitian yaitu SMP Al-Falah

Ketintang Surabaya, kemudian melakukan pengamatan dan pencatatan

terhadap segala tingkah laku peserta didik SMP Al-Falah, berkaitan

dengan topik penelitian Implementasi segregasi kelas berbasis gender

dalam upaya preventif terhadap kenakalan peserta didik.

b. Interview

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu11 atau

dengan kata lain wawancara merupakan alat pengumpul informasi

dengan cara mengajukan sejumlah penyataan secara lisan untuk dijawab

secara lisan pula.12 Objek wawancara adalah guru, murid, pegawai

akademik. Adapun jenis-jenis wawancara antara lain wawancara

9 Buna’i, Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan

(Pamekasan: STAIN Pamekasan Press,2006) hal 19

10

Ibid., 129

11

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 186.

12

(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.

Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur.

Peneliti melakukan interview secara bebas kepada guru, murid, dan

pegawai akademik mengenai hal yang berkaitan dengan upaya preventif

terhadap kenakalan peserta didik melalui segregasi kelas berbasis gender.

c. Dokumentasi

Data dokumenter yaitu laporan tertulis dari suatu peristiwa yang

isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu, serta

ditulis dengan sengaja untuk menyiapkan atau meneruskan keterangan

mengenai peristiwa tersebut.13 Sebagai aplikasi metode ini, peneliti juga

menggunakan buku-buku juga arsip arsip yang dimiliki oleh lembaga

tersebut, bentuk dokumen tersebut antara lain berupa tulisan dan gambar.

Peneliti menggali informasi dari beberapa arsip lembaga sebagai

hasil penelitian. Peneliti mengumpulkan dokumen ini dengan mencatat

dan memotret arsip yang dijadikan bahan penelitian oleh peneliti.

G. Teknik Analisisa Data

Analisis data merupakan salah satu tahapan yang dikerjakan setelah

memperoleh informasi melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan

bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi temuan-temuan sehingga

menjadi suatu data yang teratur dan akurat. Seperti yang dikemukakan oleh

Bog dan dan Biklen dalam buku penelitian kualitatif mengatakan bahwa:

13

(49)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

“Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.14

Berdasarkan penelitian pada umumnya, penelitian dibagian analisis

data memerlukan content analysis sebagai cara untuk mengelola dan

mengumpulkan fakta dijadikan data. content analysis adalah penelitian yang

bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau

tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell,

yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan

secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan

untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio,

iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.

Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi Terdapat tiga langkah sebagai

berikut:

Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan

berapa media, analisis perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau

sedikit dan sebagainya.

Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri.

Sebagai analisis isi maka teks merupakan objek yang pokok bahkan terpokok.

Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan

tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.

14

(50)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang

dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan

faktor-faktor lain.

Dasar-dasar Rancangan Penelitian Analisis Isi Prosedur dasar

pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas

6 tahapan langkah:

1) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya.

2) Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih.

3) Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis.

4) Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan

pengkodean.

5) Pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk

pengumpulan data.

(51)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

BAB IV

PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Desakan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan dan

utuh mulai dari jenjang KB, TK, dan SD, membuat LPF berpikir untuk

mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para

pengelola, tapi juga para orang tua yang memandang perlunya

kesinambungan proses pendidikan di LPF.

Atas dasar itulah maka berdirilah SMP pada tahun pelajaran

1991-1992. Awalnya bersama-sama dalam satu lingkungan di Jl. Taman

Mayangkara 2-4, tapi kemudian berpindah ke Jl. Siak, dan terakhir dengan

keinginan untuk memberikan kepada para peserta didik bekal yang lebih baik

dan lengkap, SMP Al Falah kemudian menempati lokasi di Perumahan

Deltasari Indah, Waru, Sidoarjo.

Kepindahan dari Surabaya ke Sidoarjo, telah membuahkan berbagai

prestasi baik akademik maupun kepercayaan pemerintah yang menunjuk

SMP Al Falah sebagai sekolah percontohan di Jatim untuk melaksanakan

program Pendidikan Teknologi Dasar (PTD), tahun 2006 ditetapkan sebagai

Sekolah Standar Nasional (SSN) dan pada tahun 2008 ditetapkan sebagai

rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).

Pada dasarnya, pendidikan SMP adalah masih satu kesatuan dengan

SD dalam lingkup Pendidikan Dasar 9 tahun, karena itu pula sesungguhnya

(52)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

pendidikan di jenjang SMP merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan

dalam mencapai tujuan pendidikan.

Selain capaian dalam hal pembentukan sikap dasar yang berkait

dengan penanaman aqidah-akhlaq, dan secara akademis mengarahkan kepada

para peserta didik untuk memiliki kemampuan akademis (penguasaan ilmu),

mampu berbahasa asing, serta berketerampilan pada kemampuan membaca,

menulis dan berhitung dengan cepat dan tepat, mampu menerapkan

metodologi ilmiah, mengaplikasikan ICT, menulis karya imliah, pendidikan

di jenjang SMP juga diarahkan untuk memenuhi standar nasional dan bertaraf

internasional.

B. Keunggulan, Tujuan, Visi dan Misi SMP Al-Falah Ketintang Surabaya

Visi

Meluluskan siswa yang berakhlak mulia dan berprestasi

Indikator visi:

1. Peningkatan kesadaran dalam beribadah.

2. Terwujudnya siswa yang berbakti kepada orang tua dan hormat kepada

guru.

3. Mempunyai kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.

4. Berprestasi dalam akademis dan non akademis.

5. Tercapai ketuntasan dalam belajar(mastery learning).

Misi

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sumber data yang diambil adalah meliputi literatur, sumber data lapangan dengan menggunakan metode

ekstrakurikuler di SMK Negeri 4 Klaten. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis dengan model

Dalam penelitian skripsi ini menggunakan metode Kualitatif dengan jenis penelitian Deskriptif yang dimaksudkan untuk menjelaskan peristiwa atau kejadian yang terjadi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang menyesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan jenis-jenis makna

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian secara kualitatif dengan teknik deskriptif dimana dalam penelitian ini lebih menekankan pada penjelasan makna

Dalam melaksanakan penelitian Interaksi sosial di Yayasan Sosial Dana Al-Falah cabang Sidoarjo, penulis menggunakan pendekatan kualitatif, dimana suatu penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan objektif. Metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan