HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data-data yang telah terkumpul,
peneliti akan membahas dan menganalisis jawaban
persoalan-persoalan penelitian yang telah dirumuskan,
yaitu Penerapan
Knowledge Management
di RSU Puri
Asih Salatiga (Jawa Tenggah).
4.1
Gambaran Umum RSU Puri Asih
RSU Puri Asih terletak di pusat Salatiga tepatnya
di Jl. Jendral Sudirman 169 Salatiga. Berawal dari
Rumah Bersalin, kemudian pada tanggal 17 September
2000 menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak, dan pada
tanggal 17 September 2001 menjadi Rumah Sakit
Umum. Saat ini Puri Asih mempunyai kapasitas tempat
tidur 60 TT.
RSU Puri Asih akan melakukan pengembangan
jenis pelayanan dan jumlah tempat tidur. Puri Asih
telah terakreditasi 5 pokja pelayanan dari Komite
Akreditasi Rumah Sakit, pada bulan April 2009
meliputi Pokja Administrasi dan Managemen, Pokja
Pelayanan
Medik,
Pokja
Gawat
Darurat,
Pokja
4.1.1
Falsafah, Visi, Misi, Tujuan dan Motto RSU
Puri Asih
1. Falsafah
RSU Puri Asih memiliki falsafah yang dijadikan
sebagai indikator pelayanan, adalah: “Kebersamaan,
kesetiakawanan dan keyakinan bahwa tugas profesi
adalah ladang amal
2. Visi
Suatu pernyataan yang merupakan gambaran
yang ingin diraih oleh RS, yakni visi RSU Puri Asih,
adalah “m
engutamakan kualitas pelayanan kesehatan
yang optimal dan paripurna”
3. Misi
Untuk mewujudkan visi maka diperlukan misi
RSU Puri Asih, yaitu :
1.
Mengupayakan
kesembuhan
pasien
tanpa
memandang Suku, RAS, Agama dan Status Sosial
2.
Mendukung
pembangunan
kesehatan
dengan
meningkatkan
IPTEK,
Sarana
dan
Prasarana
pelayanan kesehatan
4. Motto
5. Tujuan
Adapun tujuan yang dingin dicapai oleh RSU Puri
Asih, sebagai berikut:
1.
Terwujudnya Rumah Sakit yang terpercaya oleh
masyarakat
2.
Tercapainya kesembuhan dan kepuasan pasien
4.1.2 Keadaan Personalia
Tabel 4.1.2
Keadaan Personalia Badan RSU
Puri Asi Tahun 2012
No
Profesi
Pendidikan
Jum
1
Tenaga Medis
Dokter Spesialis Obstetri dan
Gynekologi
S2
2
Dokter Spesialis Anak
S2
2
Dokter Spesialis Penyakit
Dalam
S2
3
Dokter Spesialis Bedah
S2
2
Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik
S2
1
Dokter Spesialis Mata
S2
1
Dokter Spesialis Anestesi
S2
1
Dokter spesialis Radiologi
S2
1
Dokter gigi Spesialis
Ortodentis
S2
1
Dokter Spesialis Patologi
Klinik
S2
1
Dokter gigi
S1
2
Dokter umum
S1
4
2
Tenaga farmasi
Apoteker
S1
1
Asisten Apoteker
DIII Farmasi 5
[image:3.516.88.433.161.655.2]Sumber : Laporan Tahunan RSU Puri Asih Salatiga
2012
RSU Puri Asih memiliki karyawan yang terdiri
dari berbagai macam disiplin ilmu dan profesi di bidang
kesehatan. Berikut ini Keadaan personalia yang bekerja
di RSU Puri Asih tahun 2012, dapat dilihat pada tabel
4.1.2
Perawat
DIII
Keperawatan
, S1
Keperawatan
25
Perawat Anestesi
DIII Perawat
Anestesi
9
Bidan
DIII
Kebidanan
8
4
Tenaga Medis Non
Keperawatan
Tenaga Analis
DIII Analis
Kesehatan
5
Tenaga Radiologi
DIII
Radiologi
1
Tenaga Gizi
DIII Gizi,
SMA
3
Fisioterapis
DIII
Fisioterapi
1
5
Tenaga Non
Medis/Administrasi
Administrasi
S1 Ekonomi,
DIII
Managemen,
DIII
Ekonomi
6
Rekam Medis
DIII Rekam
Medis
3
Driver
SMA
2
Security
SMA
4
Cleaning Service
SMP, SMA
8
Tabel 4.1 menggambarkan bahwa sejumlah
pegawai RSU Puri Asih Sebanyak 193 orang yang terdiri
dari berbagai disiplin ilmu dan profesi, dengan jumlah
tenaga medis 21 orang dan rekam medis 3 orang.
4.1.3 Jenis Pelayanan RSU Puri Asih
Pelayanan di RSU Puri Asih meliputi:
a.
Pelayanan Instalasi Rawat Jalan:
Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Kandungan
Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam
Poliklinik Spesialis Bedah
Poliklinik Spesialis Anak
Poliklinik Spesialis Mata
Poliklinik Spesialis Gigi
Poliklinik Spesialis Paru dan Pernafasan
Poliklinik Spesialis Rehabilitasi Medik
Poliklinik Umum
b.
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
Instalasi gawat darurat memberikan pelayanan
selama 24 jam termasuk hari libur
c.
Pelayanan Instalasi Rawat Inap
Lantai I
Ruang Melati
[image:5.516.87.430.198.569.2]
Ruang Anggrek
Ruang Seruni
Lantai II Ruang Intan I
Lantai III Ruang Intan II
d.
Pelayanan Penunjang Medis Meliputi:
Pelayanan Instalasi Farmasi 24 jam
Pelayanan Instalasi Laboratorium 24 jam
Pelayanan Instalasi Radiologi
Pelayanan Instalasi Gizi
e.
Jenis Pelayanan:
Pelayanan Umum
Pelayanan Jamkesmas
4.2
Bentuk-Bentuk Pengetahuan yang Terdapat Di
Rumah Sakit
Pada hakekatnya pengetahuan berada dalam
pemikiran manusia berupa
tacit
sendangkan
explicit
knowledge
sudah dituangkan dalam bentuk tulisan,
dokumen dan mudah di transferkan kepada orang lain
ketika terjadi proses interaksi. Disamping sebagai
sumber pengetahuan, manusia pada hakekatnya juga
merupakan pelaku dari proses-proses pengelolaan
pengetahuan. berdasarkan wawancara, Berikut ini
merupakan ungkapan-ungkapan informan tentang
bentuk-bentuk
pengetahuan
yang
sering
di RS, kemudian verifikasi data terhadap
bentuk-bentuk pengetahuan.
Pendapat
Informan
1,
bentuk-bentuk
pengetahuan yang sering didokumentasikan adalah
hal-hal
yang
terkait
dengan
penyakit
pasien,
selanjutnya ia paparkan bahwa:
“Menurut saya... sebenarnya banyak sekali pengetahuan yang didokumentasikan karena mengingat pengetahuan atau informasi di RS penting apalagi terkait dengan riwayat penyakit pasien, dan yang sering didokumentasikan adalah hal-hal yang terkait dengan penyakit pasien, baik pasien yang rawat jalan maupun yang rawat inap”
Lain lagi pendapat Informan 2, berasumsi bahwa
bentuk-bentuk
pengetahuan
yang
sering
didokumentasikan adalah isi catatan medik, hal ini
nampak pada komentar sebagai berikut:
“Pengetahuan yang sering didokumentasikan adalah isi catatan medik... Masih banyak pengetahuan yang dibutuhkan, mengingat belum 100% sempurna kalau dilihat dari unit managemen rekam medis, Karena masih memerlukan tenaga yang benar-benar mengerti dan memahami tentang catatan medik untuk memperbaiki pendokumentasian catatan medik meliputi sistem penamaan, sistem penomoran, pengkodingan dan sistem penyimpanan”
Sejalan dengan pendapat informan 2 maka
Informan
3,
mengatakan
bahwa
bentuk-bentuk
pengetahuan yang sering didokumentasikan adalah
rekam medik, berikut ini pernyataannya:
dibuat rekam medis sesuai dengan rawat jalan, rawat inap, sesuai jenis penyakit... Untuk sebuah RS rekam medik mau tidak mau harus didokumentasikan dan bersifat rahasia”
Pendapat
Informan
4,
mengatakan
bahwa
bentuk-bentuk
pengetahuan
yang
sering
didokumentasikan adalah semua hal yang berkaitan
dengan identitas pasien, seperti ini yang disampaikan:
“Pengetahuan yang biasa didokumentasikan di RS... yang pertama identitas pasiennya, kemudian anamnese, kemudian diagnosa (tesment), kemudian terapi yang diberikan dan pemeriksaan fisik... Sebenarnya semua informasi tetap dibutuhkan mulai dari 1 orang identitas (umur, kelamin, pekerjaan, agama), riwayat penyakit, diagnosa, terapi yang sudah kita berikan... Semuanya ini penting untuk didokumentasikan”
Lain
lagi
Pendapat
Informan
5,
yang
menyimpulkan
bahwa
biasanya
yang
sering
didokumentasikan adalah keluhan-keluhan pasien,
pendapat yang dikemukakan antara lain:
“Jadi yang sering didokumentasikan adalah... pada saat kita menangani pasien, hal pertama yang kita tanyakan adalah keluhan, itu adalah hal pertama yang kita kaji dalam bertemu dengan pasien kemudian baru melakukan pendiagnosa... Biasanya ketika kita bertemu dengan rekan-rekan/dokter-dokter senior/dokter-dokter spesialis, kita selalu share terkait tentang penyakit pasien, tentang bagaimana kita mengkaji ulang lagi sebelum di diagnosa”
Pada
kesempatan
yang
lain
Informan
6,
meyimpulkan bahwa semua hal yang di rasa penting
“Semua hal yang di rasa penting didokumentasikan... seperti administrasi, daftar obat, rincian biaya, peralatan atau fasilitas alat-alat medis... Sebenarnya masih banyak pengetahuan dibutuhkan di Puri Asih mengingat bahwa untuk dunia moderen sekarang ini aspek yang paling penting untuk membuat sebuah RS bertahan adalah pengetahuan dan dengan pengetahuan dari waktu ke waktu kita bisa meningkatkan kinerja Puri Asih, dan pengetahuan yang dibutuhkan adalah terkait dengan managemen RS, pelayan kepada pasien dan pengunjung”
Pendapat
informan
7
sedikit
melengkapi
statement dari informan 6, sebagai berikut:
“Biasanya pada kasus anak-anak itu meliputi dehidrasi berat pada anak, kemudian diare, kejang demam... kalau untuk bedah biasanya fraktur terbuka, biasanya cara pembersihan pada fraktur terbuka... itu merupakan hal-hal yang sering didokumentasikan... sedangkan kalau pengetahuan yang dibutuhkan adalah kalau kita melihat dari kebanyakan pasiennya yang ada disini maka kejang demam untuk pasien anak, dan hipertensi untuk pasien dewasa... karena setiap riwayat penyakit pasien itu berbeda dan tidak selamanya penyakit yang sama, maka sama pula penangananya”
Informan 8 menuturkan bahwa pengetahuan
yang sering didokumentasikan adalah identitas pasien,
keluhan-keluhan, terapi yang di berikan dan hasil
diagnosa:
Kesimpulan/verifikasi data terhadap
bentuk-bentuk pengetahuan, antara lain:
Berdasarkan hasil wawancara, kata-kata kunci
yang sering disebutkan oleh informan memiliki
relevansi dengan karakteristik dari bentuk-bentuk
pengetahuan, dari sini dapat disimpulkan bahwa: ada 2
bentuk pengetahuan yang terdapat di RS, yaitu
tacit
dan
explicit knowledge.
Dan pengetahuan yang sering
didokumentasikan adalah
explicit knowledge, explicit
knowledge
bersumber dari hal-hal yang terkait dengan
penyakit pasien, rekam medis, isi catatan medis,
identitas pasien, keluhan-keluhan pasien, semua hal
yang
dirasa
penting,
jenis
penyakit
dan
cara
penanganan kemudian terapi yang diberikan. Informasi
atau
pengetahuan
tersebut
penting
untuk
didokumentasikan
karena
berfungsi
sebagai
pengkodingan, penomoran bahkan untuk mendiagnosa
penyakit. Dari sini saya menyimpulkan, bahwa
bentuk-bentuk pengetahuan yang terdapat di RSU Puri Asih
adalah
tacit
dan
explicit knowledge
, tetapi pada
kenyataannya
tacit
knowledge
sangat
sulit
di
dokumentasikan
karena
merupakan
pengetahuan
pribadi
yang
sangat
sulit
diformalisasikan
dan
pengalaman semasa menangani pasien. Tetapi
tacit
knowledge
dari
dokter
bisa
dipelajari
melalui
diagnosanya terhadap penyakit pasien maupun
explicit knowledge
bersumber dari semua informasi
pribadi pasien (agama, umur, jenis kelamin) kemudian
terkait juga dengan keluhan-keluhan pasien, terapi
yang diberikan dan isi dari catatan rekam medis.
4.3
Cara Rumah Sakit Menyimpan dan Mengelola
Pengetahuan
Informasi merupakan materi (bahan baku) untuk
membangun pengetahuan dan setiap pengetahuan
yang dimiliki di RS bersifat rahasia dan di perlukan
pengamanan
terhadap
pengetahuan
tersebut,
kemudian lebih berorientasi kepada proses pengelolaan
dan penyimpanan pengetahuan untuk dilindungi dari
penggunaan yang tidak berhak dan tidak tepat. Adapun
pendapat dari informan tentang cara RS menyimpan
dan mengelola
pengetahuan, sebagai berikut:
Informan 1 menyatakan bahwa cara yang tepat
dalam
menyimpan
pengetahuan
adalah
dengan
interaksi sosial sendangkan dalam hal mengelola
pengetahuan yang dimiliki adalah dengan diisinya
rekam
medis
dan
data
sosial
pasien,
berikut
penuturannya:
tersimpan di dalam otak atau pikiran... dan ketika terjadinya interaksi maka akan lebih efektif terjadinya penggunaan kembali pengetahuan... dan dengan penggunaan kembali pengetahuan itu sudah merupakan salah satu cara menjaga atau menyimpan pengetahuan... mengelola informasi menjadi pengetahuan yaitu dengan diisinya rekam medis oleh dokter dan kelengkapan data sosial pasien... dari informasi sosial pasien dan rekam medis kita sudah bisa mendapat pengetahuan. Tetapi terkadang ada kendala dalam mengelola informasi menjadi pengetahuan, kendalanya dalam sistem pengarsipan yaitu ketidaklengkapan catatan medik atau belum diisi secara lengkap oleh dokter... Ini merupakan suatu kendala yang sangat serius karena ketidaklengkapan data membuat kita kesulitan dalam pengkodingan dan terjadinya pemborosan waktu”
Informan 2 mengutarakan dengan
knowledge
share
merupakan salah satu cara yang baik dalam
menyimpan pengetahuan, sendangkan informasi data
sosial pasien, diagnosa penyakit dipakai sebagai bahan
dalam mengelola pengetahuan:
mengalami kesulitan dalam pengkodingan dan penomoran”
Sistem
pengkaderan
cara
menyimpan
pengetahuan demikian yang dikatakan informan 3,
dan
dalam
mengelola
pengetahuan
dikelola
berdasarkan
masing-masing
bidang,
seperti
ditegaskannya :
“Cara RS menyimpan pengetahuan dari orang-orang yang berkompoten... biasanya di Puri Asih sudah ada sistem pengkaderan dan orientasi... jadi dengan cara begitu pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang berkompoten sudah bisa di salurkan... jadi ketika mereka di mutasi atau pensiun sudah ada pengetahuan yang sudah di
transfer atau sudah ada pengetahuan yang
ditinggalkan... Informasi dikelola berdasarkan masing-masing bidang... misalnya bidang medical
record dikelola oleh unit managemen medical
record...bidang kebidanan dikelola bidang
kebidanan dan seterusnya... Bagi RS setiap informasi merupakan sebuah pengetahuan”
Informan
4
mengungkapkan
bahwa
cara
menyimpan pengetahuan dengan mendokumentasikan
pada sistem komputerisasi dan mengelola pengetahuan
melalui keahlian, berikut penjelasannya:
dan seperti yang sudah saya katakan bahwa tanpa keahlian kita tidak akan mampu menganalisis dan mengelola informasi
...
karena keahlian itu penting... sepanjang pengalaman saya menjadi seorang dokter tidak ada kendala, kalaupun ada hanya pada saat menemukan gejala penyakit yang baru, yang dialami pasien dan hal ini bisa diatasi ketika kami saling share sesama dokter”Informan 5 berpendapat bahwa dengan cara
memberi pelatihan atau training merupakan cara yang
tepat dalam menyimpan pengetahuan, dalam mengelola
informasi tidak terlepas dari dokumen:
“
Bagi saya cara yang tepat dalam menyimpan pengetahuan dan agar pengetahuan tidak berada pada sebuah titik yang bernama knowledge loss adalah dengan cara memberikan training bagi pegawai-pegawai, dan hasil training di harapkan mampu di aplikasi di dunia kerja... kemudian ketika terjadi proses interaksi dengan sesama rekan kerja mereka juga mampu mentransfer pengetahuan tersebut.... Mengelola informasi menjadi pengetahuan tidak terlepas dari dokumen-dokumen... dokumen yang saya maksudkan adalah isi dari rekaman medis... rekam medis merupakan bagian dari data sosial pasien, jika telah diisi secara lengkap maka bisa di kelola dan di bisa di pelajari kembali... dan dalam mengelola informasi menjadi pengetahuan tidak ada kendala”Informan 6 mengungkapkan ketika
sharing
merupakan cara menyimpan pengetahuan dan proses
identifikasi
merupakan
salah
satu
cara
dalam
mengelola pengetahuan:
knowledge loss... Bagi saya mengelola informasi menjadi pengetahuan adalah melalui proses identifikasi karena tidak semua informasi itu penting dan tidak semua informasi itu pengetahuan”
Informan 7 mendukung pernyataan dari informan
6 bahwa cara dalam menyimpan pengetahuan dari
orang-orang yang berkompoten adalah dengan sharing,
menangani informasi dan memanfaatkan kembali
merupakan cara dalam mengelola pengetahuan:
“selain sistem informasi yang dipakai untuk menyimpan semua pengetahuan dan informasi yang dianggap penting... disini kami juga sharing terkait dengan pengetahuan dan pengalaman... melalui proses ini diharapkan lebih mendatangkan kontribusi positif karena dengan sharing lebih efektif... ketika menangani pasien hal petama yang biasa kita lakukan adalah hal-hal yang berkaitan dengan data sosial pasien, kemudian keluhan yang dialami... hal tersebut merupakan sebuah informasi yang bermanfaat... kemudian diisi dalam rekam medis dan informasi-informasi tersebut suatu saat akan kembali kita manfaatkan... itu merupakan cara mengelola informasi menjadi pengetahuan menurut saya”
Informan
8
mengungkapkan
bahwa
cara
menyimpan
pengetahuan
adalah
dengan
sistem
komputerisasi dan sharing, kemudian dengan mengisi
semua informasi ke dalam rekam medis merupakan
salah satu cara dalam mengelola pengetahuan, berikut
penjelasannya:
pengetahuan yang dianggap penting dan bersifat rahasia harus di dokumentasikan melalui proses komputerisasi... selain itu agar pengetahuan yang dimiliki tetap aman dan tidak terjadi knowledge loss, biasanya kami saling sharing tentang perkembangan di bidang kedokteran, karena bidang kedokteran setiap saat mengalami perkembangan yang begitu pesat.... cara mengelola informasi menjadi sebuah pengetahuan adalah dengan cara mengisi semua informasi yang dianggap penting termasuk kelengkapan data sosial pasien ke dalam rekam medis, kemudian bagian unit managemen rekam medis melakukan tugasnya yaitu mengelola dan melakukan pengkodingan”
Kesimpulan data tentang cara menyimpan dan
mengelola pengetahuan, yaitu:
Berdasarkan hasil wawancara, kata-kata kunci
yang sering disebutkan oleh informan memiliki
relevansi dengan karakteristik cara menyimpan dan
mengelola pengetahuan, dari sini dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan yang dimiliki Puri Asih sebenarnya
bersifat rahasia dan merupakan salah satu aset yang
sangat penting karena
hanya orang dalam yang
mengetahui
seluk
beluk
informasi
maupun
pengetahuan tersebut. menyadari bahwa pengetahuan
tersebut merupakan sebuah aset dan agar tidak terjadi
knowledge loss
, maka pihak Puri Asih berupaya untuk
menyimpan dan mengelola pengetahuan yang dimiliki.
Melalui sistem komputerisasi yaitu setiap data atau
informasi sosial pasien setelah diisi secara manual
dalam rekam medis maka didokumentasikan dalam
lebih aman dapat juga dipakai sebagai proses
pembelajaran atau di perbaharui sesuai dengan
perkembangan informasi. Dengan diisinya data sosial
pasien ke dalam rekam medis merupakan cara
mengelola pengetahuan, karena dari hasil rekam medis
bisa dipelajari terkait dengan jenis penyakit, penyakit
yang paling trend saat ini dan jenis terapi yang
diberikan. Selain sistem komputerisasi yang digunakan
dalam menyimpan pengetahuan dipercaya dengan cara
pengkaderan dan memberikan orientasi merupakan
cara yang efisien dalam menyimpan pengetahuan. Puri
Asih juga menyediakan tempat untuk menyimpan
dokumen-dokumen yang dianggap penting dan bukan
hanya sekedar di dokumentasikan tetapi juga dipelajari
kembali. Puri Asih masih melakukan cara yang lain
untuk menyimpan pengetahuan dari orang-orang
berkompoten yaitu di harapkan ketika terjadi interaksi
maka terjadi proses
sharing
pengetahuan dan
sharing
pengalaman, kedua proses ini dianggap lebih efektif
dalam menyimpan pengetahuan. Berdasarkan hasil
wawancara dari informan 1-8, disini saya menarik
benang merah bahwa cara menyimpan informasi di
RSU Puri Asih yaitu dengan cara manual dimana setiap
informasi yang terkait dengan identitas pasien ataupun
rekam medis diisi secara manual kemudian di masukan
ke dalam sistem database RS dengan menggunakan
penyajian informasi dan mengisi kelengkapan identitas
pasien merupakan langkah awal dalam mengelola
informasi atau pengetahuan yang dimiliki, selanjutnya
hasil diagnosa dokter dikelola oleh unit rekam medis,
dimana unit rekam medis bertanggungjawab dalam
mengelola, penomoran dan pengkodingan.
4.3.1 Penggunaan pengetahuan
Penerapan
pengetahuan
pada
dasarnya
berorientasi kepada penggunaan secara nyata dari
pengetahuan
tersebut.
Dalam
penggunaan
pengetahuan diharapkan akan terjadi penciptaan
pengetahuan yang baru dan penyebaran pengetahuan
memberikan akses pada pihak lain. Berikut ini kutipan
dari
ungkapan-ungkapan
Informan
tentang
penggunaan pengetahuan:
Informan 1 mengungkapkan manfaat pengetahuan
bisa digunakan sebagai proses pembelajaran, berikut
pernyataannya:
artian tidak boleh di ketahui oleh pihak luar selain dari pasien, keluarga pasien dan dokter yang menangani penyakit pasien tersebut... iya disini kami selalu melakukan evaluasi bulanan dan tahunan”
Merespon
statement
dari informan 1, hal yang
sama diutarakan Informan 2 bahwa penggunaan
pengetahuan sebagai proses pembelajaran dan sebagai
peningkatan kinerja, seperti ini disampaikan:
“Sebagai pembelajaran dan pendokumentasian... bagi saya secara pribadi.... ilmu itu akan sangat berguna jika kita mengsharenya, apalagi kalau sampai terjadinya peningkatan kinerja dari Puri Asih... Menurut saya... agar pengetahuan tetap aman.... biasanya selain ada pihak-pihak tertentu yang mengelola pengetahuan tersebut, sekarang ini kami sudah menggunakan sistem komputerisasi untuk menyimpan data dengan menggunakan komputer kami merasa bahwa pengetahuan atau informasi tetap aman... kebetulan juga kami melakukan evaluasi, yaitu evaluasi tribulan sebagai evaluasi kewajiban, evaluasi pendokumentasian dan sebagai laporan kegiatan... dan evaluasi tahunan sebagai pertanggung jawaban kerja selama 1 tahun... semua ini untuk menunjang nilai akreditasi”
Sejalan dengan informan 1, 2 maka Informan 3
menuturkan lebih luas lagi bahwa selain untuk
pembelajaran, pendokumentasian bisa juga dipakai
untuk mendapatkan nilai akreditasi:
informasi yang dianggap penting kami dokumentaikan dan kebetulan disini ada ruang untuk menyimpan berkas-berkas tersebut... tetapi ketika data atau informasi sudah lengkap maka digunakan sistem komputerisasi, dengan penggunaan sistem komputerisasi maka informasi atau pengetahuan tersebut aman.... iya kami juga melakukan evaluasi untuk perbaikan kinerja. Evaluasi ini dilakukan dalam beberapa bulan sekali dan ada juga evaluasi tahunan”
Selanjutnya dikemukakan Informan 4 bahwa
dalam pelayanan mereka pengetahuan dipakai sebagai
proses pembelajaran dan terbuka terhadap masukan
dokter lain, demikian ia menegaskan:
“Iya bisa dipakai sebagai pembelajaran oleh dokter lain... kalau ada pasien yang masuk biasanya kita assesment dulu.... ketika sudah masuk ruangan biasanya ditangani oleh dokter spesialis... kemudian dari dokter spesialis dilakukan pemeriksaan penunjang.... untuk diagnosis awal biasanya dilakukan oleh dokter jaga.... diagnosis awal sebagai langkah awal untuk dilakukan pemeriksaan lain dan untuk mendukung pemeriksaan akhir.... Biasanya dari pendokumentasian dalam bentuk medical record... dan dari situ bisa dijadikan salah satu bahan untuk pembelajaran buat tenaga medis... misalnya kalau penyakit A bisa dipakai terapi apa... tetapi kalau terjadi kesalahan medis bisa diperbaiki... Jadi pendokumentasian dipakai sebagai proses pembelajaran bukan hanya sekedar didokumentasikan”
Informan 5 lebih spesifik lagi mengatakan bahwa
dibidang apapun tidak menutup kemungkinan akan
terjadinya
human error
karena itu penggunaan
pengetahuan sebagai proses pembelajaran:
ketika medical record sudah diisi oleh dokter jaga (dokter umum) maka diserahkan ke dokter spesialis... ketika ditangani oleh dokter jaga, maka dokter tersebut yang lebih dulu merincikan atau melakukan diagnosa... tetapi ketika dokter spesialis sudah mempelajarinya secara detail maka dari situ muncul diagnosa akhir terkait dengan penyakit pasien... Jadi.... menurut saya....sangat penting pengetahuan dipakai sebagai proses pembelajaran, alat untuk memperbaiki pelayanan dan meminimalisasikan kesalahan medis karena dibidang manapun yang berkaitan dengan pelayanan pasti ada yang namanya human error... jadi kalau dilihat dari fungsi knowledge
management adalah kita menggunakan
pengetahuan sebagai bahan evaluasi dan sebagai bahan penunjang kinerja”
Dari sisi penggunaan pengetahuan informan 6
menyatakan bisa digunakan untuk meminimalisir
kesalahan, seperti ini pernyataannya:
Statement
dari informan 7 adalah bahwa dengan
pengetahuan yang cukup otomatis bisa memberikan
terapi yang baik:
“Hasil diagnosa biasanya kita peroleh dari pemeriksaan fisik, anamesa dan pemeriksaan penunjang... jadi kita menentukan hasil diagnosa berdasarkan ketiga hal tersebut. Misalnya untuk pasien ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) otomatis anamesanya ada batuk, pilek, pusing... terus nanti ada pemeriksaan penunjang misalnya cek di Lab ada likositnya (sel darah putih) tinggi... terus ada pemeriksaan fisik misalnya ada bunyi paru-paru yang ronkiwising.... dari situ kita bisa pelajari bersama-sama, bahwa ternyata ISPA ada yang munculnya ronki, ada yang gak muncul wising... Iya pasti bisa... karena dengan pengetahuan yang cukup otomatis pasien dapat terapi secara maksimal”
Sebagai
proses
pembelajaran
dan
untuk
menjawab segala keluhan pasien, demikian hal yang
diutarakan informan 8:
apa atas keluhan tersebut karena dari pengalaman-pengalaman dalam menagani kasus pasien sebelumnya dan tentunya karena proses pembelajaran”
Kesimpulan
data
tentang
penggunaan
pengetahuan, sebagai berikut:
Berdasarkan hasil wawancara, kata-kata kunci
yang sering disebutkan informan memiliki relevansi
dengan penggunaan pengetahuan, dari sini dapat
disimpulkan bahwa Puri Asih menyadari bahwa
keberadaannya bukan hanya sebatas melayani pasien,
tetapi sebagai sebuah organisasi yang mau
terus-menerus
belajar
bagaimana
menciptakan
nilai
akreditasi
yang
baik,
memperbaiki
dan
meminimalisasikan kesalahan medis. Hal tersebut
terbukti bahwa pengetahuan yang dimiliki bukan
hanya
sekedar
didokumentasikan
tetapi
dipakai
sebagai proses pembelajaran dalam rangka untuk
menjawab semua keluhan pasien dan terbuka terhadap
diagnosa dokter lain, dan agar informasi atau
pengetahuan di RS Puri Asih tetap aman dan ter
update
dari waktu ke waktu dievaluasi, selain itu ada
badan-badan tertentu yang mengelola berkas-berkas tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka
saya menarik kesimpulan: bahwa dalam bidang apapun
keputusan
dalam
mendiagnosa
penyakit
dan
pemberian terapi kepada pasien, selain kegunaan
pengetahuan
dalam
rangka
meminimalisasikan
kesalahan medis dan peningkatan kwalitas pelayanan
dan perawatan terhadap pasien disisi yang lain
kegunaan pengetahuan tersebut dijadikan sebagai
kredit point dalam mendapatkan penilaian akreditasi
yang baik.
4.3.2 Lingkungan Belajar
Agar tidak terjadi
knowledge loss
terhadap
pengetahuan yang dimiliki maka pengetahuan tersebut
harus
diinstitusionalkan
dan
dalam
rangka
pemanfaatan pengetahuan maka RS terbuka sebagai
lingkungan belajar. RS akan disebut supportif jika
fleksibel dan terbuka terhadap perubahan, mampu
mengkombinasikan
skill
serta merespon
perubahan-perubahan lingkungan. Dari proses pembelajaran
tersebut diharapkan mucul ide-ide, inovasi dan
pengetahuan yang baru. Adapun pendapat dari
informan tentang lingkungan belajar, sebagai berikut:
Informan
1
mengatakan
bahwa
yang
dimaksudkan sebagai lingkungan belajar adalah RS
terbuka
sebagai
tempat
penelitian,
berikut
“Pengetahuan di RS... bisa diakses... tetapi hanya sebatas orang dalam (tenaga medis) bukan untuk publik secara luas, tetapi kalau bisa diakses oleh publik harus ada mekanisme... tetapi kalau dijadikan sebagai bahan penelitian harus ada prosedurnya... seumpama ada penelitian antara penyakit A ada hubungannya dengan perilaku C, dan ketika ada hasilnya otomatis ada masukan berdasarkan hasil penelitian tersebut.... dan terbuka bagi tenaga medis lain untuk memberikan feed back”
Sebagai lingkungan belajar dalam artian bahwa
semua pengetahuan yang tadinya di dokumentasi
dipakai oleh calon dokter ataupun dalam kegiatan
diklat-diklat, demikian yang diutarakan informan 2:
“Bisa... pengetahuan di Puri Asih disimpan untuk nantinya ketika ada kegiatan diklat oleh calon perawat, calon-calon dokter bisa dipakai sebagai bahan pembelajaran... akan adanya feed back pada saat terjadinya riset atau penelitian”
Informan 3 menyimpulkan lingkungan belajar
sebagai jembatan:
“Bagi saya... RS itu adalah sebuah lembaga kesehatan yang harus siap terhadap setiap perubahan, terutama dalam perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan... karena RS diibaratkan sebagai jembatan yang senantiasa terbuka terhadap proses pembelajaran dan sebagai tempat penelitian”
Sharing
pendapat dan evaluasi merupakan
bentuk lingkungan belajar, selanjutnya yang dikatakan
“Biasanya kami ada evaluasi materi setiap 3 bulan sekali... jadi dari dokter spesialis biasanya ada sharing pendapat, begitu juga dengan dokter umum dan tidak menutup kemungkinan ada sharing pendapat juga dari perawat... jadi ada feed back ketika mengakses pengetahuan ataupun dalam hal mengevaluasi”
Informan
5
menyampaikan
bahwa
yang
dimaksud dengan lingkungan belajar adalah bahwa
setiap pengetahuan bisa diakses, demikian asumsinya:
“Bisa diakses tetapi hanya dilingkup orang-orang RS... karena pengetahuan ini adalah hal private dari RS kami... bisa juga kami memberikan feed back asalkan sudah ada hasil penelitian, bukan berikan feed back tidak berdasarkan hasil penelitian atau secara ilmiah”
Informan
6
menyarankan
bahwa
jika
RS
dijadikan sebagai lingkungan belajar artinya tiap saat
harus berubah, berikut penjelasannya:
“
RS harus bisa mengubah dirinya menjadi lebih baik, dalam hal pelayanan kepada pasien, keluarga pasien, penataan administrasi dan dalam hal mengelola pengetahuan yang dimiliki... dengan perubahan tersebut RS sudah bisa memenuhi kebutuhan dari customer (pasien dan keluarga pasien) karena belajar dari pengalaman dan terbuka terhadap kritikan maupun saran”Informan 7 mengatakan bahwa lingkungan
belajar
identik
dengan
pluralisme,
berikut
penjelasannya:
dari orang-orang yang memiliki latar belakang sosial, budaya, ekonomi yang berbeda... karena pluralisme tersebut maka bisa dijadikan sebagai lingkungan belajar, terbuka terhadap kritikan,
sharing pengetahuan maupun sharing
pengalaman... terbuka terhadap feed back dan feed back diberikan setiap waktu berdasarkan perkembangan dan hasil penelitian”
Informan 8
berasumsi bahwa lingkungan belajar
identik dengan mengelola pengetahuan yang dimiliki:
“Bagi saya... lingkungan belajar itu ketika mampu mengelola segala bentuk pengetahuan yang dimiliki... dan diharapkan pengetahuan tersebut dapat dipakai kembali sebagai proses pembelajaran, dan penggunaan kembali pengetahuan diharapkan ada proses penciptaan pengetahuan yang baru... dalam mengelola pengetahuan harus diperhatikan juga apakah ada sarana atau teknologi yang dipakai”
Kesimpulan data tentang lingkungan belajar
sebagai berikut:
Berdasarkan hasil wawancara, kata-kata kunci
yang sering disebutkan oleh informan memiliki
relevansi dengan karakteristik lingkungan belajar. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa Puri Asih menyadari
bagian dari organisasi pembelajar maka pengetahuan
yang dimiliki akan lebih berguna diaplikasikan kepada
orang lain apalagi dipakai sebagai proses perbaikan
kinerja,
pelayanan
dan
mendiagnosa
penyakit.
Lingkungan belajar diibaratkan sebagai jembatan
kesalahan-kesalahan di masa lalu sebagai proses pembelajaran
untuk meminimalisir kesalahan di masa depan atau
memperbaiki
kinerja.
Dari
sini
saya
menarik
kesimpulan
bahwa;
lingkungan
belajar
adalah
kemampuan mengelola pengetahuan yang dimiliki dan
saling share terkait dengan pengalaman dalam
menangani pasien. Dan biasanya share pengetahuan
atau pengalaman terjadi ketika dokter jaga atau dokter
junior mengalami kendala dalam menagani pasien atau
memberikan diagnosa, dari hasil sharing tersebut maka
muncul penemuan terbaru terkait dengan penyakit