• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Piring sebagai Mas Kawin di Papua (Suatu Study di Klasi Biak Selatan) T1 712008029 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Piring sebagai Mas Kawin di Papua (Suatu Study di Klasi Biak Selatan) T1 712008029 BAB I"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Piring dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah wadah berbentuk bundar pipih

dan sedikit cekung (atau ceper), terbuat dari porselen (seng, plastik), tempat meletakkan nasi

dan lauk pauk yang hendak dimakan.1 Piring juga merupakan salah satu alat rumah tangga

yang dipakai untuk makan.

Manusia adalah makhluk sosial yang tentunya harus selalu hidup berdampingan

dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial, ia sangat membutuhkan interaksi dengan orang

lain sebagai cara untuk memahami eksistensinya sebagai manusia. Sebagai makhluk sosial,

maka ia pun terikat dengan berbagai aturan dan norma yang dibuat oleh masyarakat.

Perkawinan merupakan bagian dari aturan dan norma yang dibuat oleh masyarakat dengan

maksud agar hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dapat terhindar dari adanya

penyelewengan-penyelewengan seksual yang dapat merugikan salah satu pihak.2 Dalam

masyarakat yang menganut garis keturunan patrilinial, yaitu dalam suku bangsa

Biak-Numfor, pemberian mas kawin dalam perkawinan merupakan ciri atau identitas dari

masyarakat tersebut yang menandai putusnya hubungan si perempuan dengan keretnya.

Menurut Koentjaraningrat mas kawin adalah jumlah harta yang diberikan oleh keluarga

pihak pemuda kepada gadis dan kaum kerabat gadis. Pada mulanya mas kawin itu berarti

sebagai ganti rugi yakni dalam suatu kelompok manusia dimana setiap potensi tenaga yang

1 Karodalet, “Segala Hal Tentang, Pengertian, Arti, Makna, Definisi atau Istilah,” dalam

http://adaalah.blogspot.com/2010/10/piring.html, diunduh pada tanggal 31 Januari 2012, pukul 11.45 WIB

2 Yosina 0. Wospakrik, Peranan Mas Kawin dalam Perkawinan Adat Biak-Numfor (Salatiga: Fakultas Teologi

(2)

terdapat dalam kelompok kecil terutama dalam keluarga kecil sangat penting sebab jika

setiap kali dari kelompok itu diambil seorang gadis maka kelompok lain akan menderita

kerugian, oleh sebab itu mas kawin dianggap sebagai pengganti kerugian. Besar kecilnya mas

kawin berbeda-beda pada berbagai suku bangsa, kadang-kadang besar kecilnya mas kawin

harus ditetapkan secara berunding antara kedua belah pihak yang bersangkutan.3 Dari

pemahaman diatas terlihat bahwa tradisi penerapan mas kawin dilatar belakangi oleh adanya

pemahaman ganti rugi. Disamping itu menurut Koenjaraningrat ada beberapa faktor yang

umumnya dipakai dalam menentukan besar kecilnya harga mas kawin yaitu,

kedudukan/status sosial, kepandaian, kecantikan dan umur.4

Pemahaman diatas berbeda dengan yang diungkapkan oleh Kamma dalam

penlitiannya tentang perkawinan adat Biak-Numfor. Menurut Kamma, tradisi pemberian mas

kawin masyarakat adat Biak-Numfor mempunyai arti bahwa, mas kawin bukan merupakan

harga si perempuan, perempuan bukan dijual, sebab seseorang yang mendapat istri tidak

mungkin menjual istrinya kepada orang lain meskipun orang itu bersedia membayar harta

dengan jumlah yang tinggi.5 Pemahaman diatas ingin membuktikan bahwa tradisi pemberian

mas kawin jangan hanya dilihat sebagai sarana ganti rugi tenaga produktif tetapi juga

mempunyai arti penghargaan terhadap seorang perempuan dan keluarganya atau keretnya.

A.M. Mampioper, seorang tokoh masyarakat adat Biak-Numfor, mengatakan bahwa

mas kawin ( Biak = Ararem ) adalah merupakan alat pelepasan si perempuan dari ikatan

keluarga atau keretnya dan diikat dengan seorang laki-laki keret lain menjadi satu dalam Sim

3 Koenjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial(Jakarta: Gramedia, 1967), 94 4Ibid., 95

(3)

(bilik rumah) sebagai suami-istri yang sah dan direstui masing-masing klen untuk tinggal

bersama selama masih hidup.6

Dalam adat perkawinan orang Papua khususnya orang Biak-Numfor mengenai mas

kawin adalah sangat penting. Dalam pemberian mas kawin pada masyarakat adat

Biak-Numfor biasa diberikan dalam bentuk benda, dan benda-benda apa saja yang dikategorikan

sebagai mas kawin?

Pada jaman sebelum adanya kontak dengan masyarakat luar, masyarakat

Biak-Numfor memberikan mas kawin yang umumnya dipakai adalah : Kapak batu, besi perahu

dan samfar (gelang kulit kerang). Kemudian pada masa terjadi kontak dengan dunia luar,

mas kawin yang dipakai adalah parang, pisau, piring porselen (Ben-bepon), kain celopan

(celupan), perahu dan samfar (gelang kulit kerang). Jumlah benda-benda yang diberikan ini

biasanya berjumlah 80-100 papus atau barang. Dalam perkembangan berikutnya, alat

pembayaran mas kawin yang dipakai adalah sarak (gelang perak), samfar (gelang kulit

kerang) dan jenis-jenis piring porselen (Ben-bepon). Sesudah tahun tujuh puluhan, mas

kawin yang dipakai tetap sama dengan pada tahun-tahun sebelumnya, hanya saja sudah

ditambah dengan uang.7

Dari data diatas, terlihat bahwa dari tahun ke tahun, benda mas kawin yang dipakai

terus berubah dan disesuaikan dengan tersedia tidaknya benda-benda mas kawin yang

dipakai. Dengan perkembangan tersebut uang ternyata merupakan benda mas kawin yang

paling dominan dalam tradisi peberian mas kawin. Hal ini dikerenakan terbukannya kontak

dengan dunia luar (Jawa, Sumatera, dll), maka perdagangan barter mulai terjadi. Masyarakat

(4)

mulai mengadakan tukar menukar barang yang sebagian besar merupakan benda mas kawin,

dan pada akhirnya benda-benda tersebut menjadi sulit didapat. Oleh karena itu uang sebagai

benda yang mudah didapat dijadikan sebagai mas kawin yang harus disertakan dalam seluruh

mas kawin. Dengan demikian mas kawin yang sampai saat ini masih dipakai adalah

jenis-jenis piring porselen (Ben-bepon), jenis-jenis-jenis-jenis piring makan dan uang.8

Mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor salah satunya adalah piring.

Mengapa piring? Itulah yang akan saya coba untuk mencari tau. Piring tersebut yang dalam

bahasa Biak disebut Ben-bepon. Ben-bepon adalah salah satu peninggalan bangsa Cina pada

saat mereka datang ke Ternate dan kemudian ke Biak untuk melakukan perdagangan

rempah-rempah tetapi sekaligus untuk menyebarkan agama. Namun agama yang bangsa Cina

sebarkan tersebut tidak mendapatkan tempat yang baik di hati masyarakat Biak. Setelah

bangsa Cina keluar dari tanah Papua yaitu dari Biak, salah satu yang mereka tinggalkan yaitu

piring tersebut (Ben-bepon). Entah sejak kapan piring tersebut digunakan sebagai mas kawin

dalam masyarakat adat Biak-Numfor, namun sepertinya piring tersebut mempunyai nilai

history yang tinggi sehingga masyarakat Biak-Numfor memakai piring tersebut sebagai alat

dalam pemberian mas kawin.

B. Pokok Permasalahan

Dari uraian diatas mengenai mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor

terlihat bahwa yang menjadi salah satu benda dalam pemberian mas kawin adalah piring.

Piring yang kita ketahui secara umum adalah suatu wadah untuk menaruh makanan. Namun

dalam masyarakat adat Biak-Numfor piring dijadikan sebagai salah satu mas kawin. Yang

(5)

menjadi pertanyaan saya disini adalah mengapa piring dijadikan sebagai salah satu benda

dalam pemberian mas kawin?

C. Rumusan Masalah

Mengapa piring dipakai sebagai benda dalam pemberian mas kawin dalam

masyarakat adat Biak-Numfor.

D. Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan makna piring dalam pemberian mas kawin dalam masyarakat adat

Biak-Numfor.

E. Batasan Masalah

Tujuan penulisan ini dibatasi pada pemahaman makna piring yang dipakai dalam

pemberian mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor.

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian yang saya lakukan, saya berharap agar saya dapat

mengetahui arti dari pemberian piring sebagai mas kawin dalam masyarakat adat

Biak-Numfor.

G. Metode Penelitian

Model penelitian yang saya gunakan adalah kualitatif. Dalam penelitian ini

digunakan penelitian kualitatif, karena penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan

(6)

masalah atau keadaan ataupun peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar

mengungkapkan fakta.9 Menurut Anslem dan Corbin, penelitian kualitatif adalah jenis

penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

hitungan lainnya.10

Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah metode ini dapat

digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang

kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan. Maka dengan

menggunakan metode kualitatif data yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam, dan

bermakna sehingga tujuan penelitian akan tercapai.11

Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan

Bab II. Teori Tentang Piring Sebagai Mas Kawin

Bab III. Hasil Penelitian

Bab IV. Analisa

Bab. V. Penutup

9 Harawi Nanawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1991), 31 10 Anselm Gordon, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003), 4

11 http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2tesis/0810921036.pdf di unduh pada hari selasa 7 Februari 2012, pukul

Referensi

Dokumen terkait

Persoalan pendidikan masih selalu menjadi dilema dan hampir terjadi pada seluruh negara-negara berkembang tidak terkecuali di negara kita termasuk di Papua

Berdasarkan hasil wawancara serta penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa kawin lari menjadi suatu akibat yang besar untuk kehidupan pasangan kawin

Jelas terlihat, ketika kita melihat gerakan yang dilakukan warung Tiberias, bahwa gerakan ini hanya sebuah gerakan diakonia yang karikatif sifatnya (diakonia

atau yang biasa diucapkan oleh banyak orang sebagai “ Materai ” , sebenarnya yang dimaksud adalah benda meterai, dimana benda meterai tersebut terdiri dari..

Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam. masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan,

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa isi berita yang terdapat dalam media massa Arab tidak banyak menginformasikan sesuatu yang prinsipil tentang fenomena kawin kontrak

Tahun lalu di RW sini ada yang lapor kalo di villa sana ada yang kawin kontra k dan sangat menganggu karena yang mereka semaca m mesra -mesraan dan banyak

perempuan Desa Tugu Selatan, tidak ada yang melakukan kawin kontrak dengan. WNA asal