1 A. Alasan Pemilihan Judul
Meterai sudah sering digunakan oleh setiap orang dewasa ini, sehingga
sudah bukan merupakan penggunaan yang asing lagi dalam masyarakat. Meterai
atau yang biasa diucapkan oleh banyak orang sebagai “Materai”, sebenarnya yang dimaksud adalah benda meterai, dimana benda meterai tersebut terdiri dari
meterai yang ditempelkan dan meterai yang berupa kertas atau yang biasa disebut
orang sebagai kertas segel.1
Meterai-meterai tersebut digunakan untuk berbagai keperluan seperti
membuat perjanjian, baik perjanjian jual-beli, sewa menyewa pembuatan surat
kuasa, surat pernyataan, surat gugatan, akta notaris, akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan lain sebagainya. Penggunaan meterai untuk keperluan tersebut
sesuai dengan Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai
dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai
sebagai peraturan pelaksanaannya. Secara prinsip kedua peraturan tentang Bea
Meterai tersebut menentukan bahwa meterai digunakan sebagai pajak dokumen.
Penggunaan meterai ini dilakukan juga oleh Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga, layaknya seperti instansi dimana saja tidak dapat dipungkiri
1
akan berurusan dengan dokumen-dokumen penting yang pastinya akan
melibatkan benda yang namanya meterai. Sebenarnya merupakan hal yang biasa
tetapi akan menjadi sesuatu yang patut diperhatikan dengan seksama karena
setelah mengamati, melihat dan sedikit bertanya kepada pihak-pihak yang sering
berurusan dengan dokumen-dokumen yang harus atau wajib dibubuhkan meterai
ada penggunaan meterai sepertinya tidak lazim.
Penulis mendapatkan informasi bahwa meterai tidak hanya ditempelkan
pada dokumen-dokumen saja tetapi juga terdapat pada kwitansi, nota dan struk
kecil atau berupa nota belanja sebagai bukti pembayaran. Penggunaan meterai
pada nota, struk kecil ini sepertinya tidaklah lazim dan tidak terdapat petunjuknya
dalam Undang-undang tentang Bea Meterai beserta peraturan pelaksananya. Jadi
rupanya ada hukum baru yang telah lazim yang digunakan di lingkungan
Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh karena itulah, penulis tertarik untuk
mengangkat tulisan dengan judul “PENGGUNAAN METERAI ATAS
DOKUMEN-DOKUMEN DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA”.
B. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan hak dan kewajiban yang
sama kepada semua Warga Negara untuk berperan serta dalam pembangunan
nasional. Dalam hal ini salah satu cara untuk mewujudkan peran serta masyarakat
tersebut adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea
ketentuan Undang-undang.2 Pembiayaan untuk pembangunan membutuhkan
uang yang cukup banyak sebagai syarat mutlak agar pembangunan dapat berhasil.
Dalam hal ini pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan
yang terdiri dari: bumi, air dan kekayaan alam, pajak-pajak, bea dan cukai,
penerimaan negara bukan pajak (non tax), hasil perusahaan negara, serta sumber-sumber lain, seperti: pencetakan uang dan pinjaman negara.3
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pungutan pajak dan bea merupakan
sumber dari pendapatan negara. Perlu adanya kesadaran rakyat yang tinggi bahwa
dengan membayar pajak kepada negara berguna untuk ketentraman dan
kesejahteraan rakyat.4 Untuk itu diperlukan suatu keserasian antara penduduk dan
negara dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila yaitu dengan adanya hukum pajak yang mengatur hubungan hukum
antara orang dengan negara, sehingga hukum pajak merupakan bagian dari hukum
publik.5
Dalam masyarakat, bea meterai merupakan satu hal yang sangat umum
dijumpai. Hampir semua dokumen yang dibuat oleh masyarakat harus dilampiri
dengan meterai tempel.6 Definisi dokumen adalah "kertas yang berisikan tulisan
yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan
bagi seseorang dan atau pihak-pihak berkepentingan" dalam hal ini dikenal
2
Penjelasan Umum Undang-undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
3
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Ed. Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 11.
4
Marhainis Abdul Hay, Dasar-Dasar Hukum Pajak, Badan Penerbit Unit Penerbitan Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran, Jakarta, 1982, hal. 3.
5Ibid.
hal. 23.
6
sebagai surat dan dapat dikembangkan menjadi akta.7 Bahkan sebagian
masyarakat masih kuat anggapan bahwa bea meterai lebih sering dianggap
sebagai suatu keharusan yang mutlak dilakukan dalam pembuatan dokumen.
Dokumen perjanjian misalnya, tidak sah karena tidak diberi meterai. Atau setiap
tanda terima uang harus diberi meterai supaya sah, tanpa tahu apa yang dimaksud
dengan sah itu. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang
bea meterai memang masih tegolong rendah.
Seperti diketahui, peraturan mengenai Bea Meterai yang berlaku di
Indonesia saat ini adalah Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea
Meterai sebagai pengganti dari Aturan Bea Meterai Tahun 1921
(zegelverordening 1921) jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang
dikenakan Bea Meterai sebagai peraturan pelaksanaannya. Dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai (selanjutnya disebut
UUBM) dinyatakan bahwa “Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas
dokumen yang disebut dalam undang-undang ini”. Ayat ini mengisyaratkan bahwa yang menjadi objek Bea Meterai adalah dokumen.
Adapun dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen yang
berbentuk : (a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau
keadaan yang bersifat perdata; (b) akta notaris sebagai salinannya; (c)
Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
7
rangkapannya; (d) Surat yang memuat jumlah uang; (e) Surat berharga seperti
wesel, promes, aksep, dan cek; (f) Efek dalam nama dan bentuk apapun; (g)
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
(selanjutnya disebut UUBM) secara tegas dinyatakan bahwa dokumen yang
dikenakan Bea Meterai adalah: (a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang
dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata; (b) Akta-akta notaris
sebagai salinannya; (c) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) termasuk rangkapannya; (d) Surat yang memuat jumlah uang; (e) Surat
berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek; (f) Dokumen yang akan digunakan
sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.8
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUBM huruf a, huruf b,
huruf e, dan huruf f dikenakan bea materai dengan tarif Rp. 6.000,- Sedangkan
untuk dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, huruf d dan e dikenakan:
(1) yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 250.000 tidak dikenakan
Bea Meterai; (2) yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000 sampai
dengan Rp. 1.000.000 dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 3.000; dan
(3) yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000 dikenakan Bea
Meterai dengan tarif sebesar Rp. 6.000.9
8
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai jo Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai.
9
Penggunaan meterai di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
(UKSW) bahwa materai tidak hanya ditempelkan pada dokumen-dokumen,
misalnya dalam Surat Keterangan Masih Kuliah, seperti yang pernah penulis
alami sendiri menggunakan meterai tersebut, tetapi juga terdapat pada kuitansi,
nota dan struk kecil (nota juga hanya ukurannya lebih kecil) atau berupa nota
belanja sebagai bukti pembayaran. Penggunaan materai seperti di UKSW ini
ternyata berbeda dengan menurut hukum positif. Cara seperti yang dilakukan di
UKSW sudah berjalan sejak beberapa tahun, menurut staf yang bertanggung
jawab sendiri mengatakan sejak ia menjabat disana hal tersebut sudah berlaku.
Demikian juga informasi yang diperoleh dari Kepala Bagian Keuangan bahwa hal
tersebut sudah menjadi aturan turun-temurun sejak tahun 1987 (beliau mulai
bekerja di sana).10 Oleh karena itulah menarik untuk dilihat bagaimana kekuatan
hukum dari penggunaan meterai seperti yang dilakukan oleh UKSW selama ini.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka fokus kajian
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah penggunaan meterai di UKSW sesuai dengan Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah tentang meterai?
2. Sumber hukum mana yang digunakan sebagai pedoman hingga berlaku
sampai sekarang?
3. Apakah kekuatan hukum penggunaan meterai seperti itu?
10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui apakah penggunaan meterai di UKSW sesuai
dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang berlaku atau
tidak.
b. Untuk menggambarkan perilaku penggunaan materai tersebut
bersumber/berpedoman darimana sehingga sampai sekarang tetap
digunakan.
c. Untuk menggambarkan kekuatan hukum penggunaan meterai seperti
tersebut dapat dibenarkan atau sahkah menurut hukum positif.
2. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum, khususnya aspek
penggunaan dan kekuatan hukum Bea Meterai dalam lalu lintas hukum
dan ekonomi.
b. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga
bagi semua pihak yang terkait dengan penggunaan meterai secara
benar menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif
(doktrinal). Menurut Johnny Ibrahim, penelitian hukum normatif adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya yaitu ilmu hukum yang
objeknya hukum itu sendiri.11 Sedangkan menurut Ronny Hanitijo
Soemitro, penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal
condong bersifat kualitatif dan berdasarkan data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, dapat berupa
publikasi/laporan.12
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
status approach. Pendekatan status approach adalah pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang-undang-undang dan regulasi
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani13 dalam
hal ini peraturan tentang bea meterai yaitu Undang-Undang No 13 Tahun
1985 dan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000
3. Bahan Hukum
11
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2006, hal. 57.
12
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri. UI Press, Jakarta, 1994, hal. 11.
13
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga
bagian, yaitu :
a. Bahan hukum primer, meliputi :
1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan
Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal
yang Dikenakan Bea Meterai.
4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
5) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian
6) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang
Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea
Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
7) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang
Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea
Meterai dengan Sistem Komputerisasi.
8) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara
Pemeteraian Kemudian.
b. Bahan hukum sekunder yaitu berbagai tulisan ahli di bidang hukum
c. Bahan hukum tersier yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus
Hukum Indonesia-Belanda, Kamus Bahasa Inggris dan buku-buku lain
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sebagai pedoman
untuk memahami berbagai pengertian terdapat pada bahan hukum
primer dan sekunder. Selain itu, digunakan pula wawancara untuk
memperoleh data dan informasi mengenai situasi yang berkaitan
dengan masalah penelitian agar lebih akurat.
d. Sumber hukum lain yaitu Wawancara dilakukan kepada informan yang
memiliki kompetensi dan terkait dengan penggunaan meterai, yaitu:
Kepala Bagian Keuangan, Manajer Keuangan, Staf Bagian Tata
Usaha, dan Staf Bagian Perpustakaan Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara dengan pertanyaan terstruktur dan terbuka, yaitu
bentuk pertanyaan yang telah disiapkan penulis sebelumnya sebagai
pedoman wawancara.
4. Unit Analisis
Unit analisis yang menjadi fokus kajian penelitian adalah kekuatan
hukum penggunaan meterai atas dokumen-dokumen di Universitas Kristen