• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Psychological Capital dengan komitmen organisasi pada Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Psychological Capital dengan komitmen organisasi pada Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal Penelitian Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

FERDHIKA AMIRUL FADJRI B07213006

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi pada pegawai negeri sipil BPKAD Surabaya.Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala psychological capital dan skala komitmen organisasi. Subyek penelitian ini berjumlah 50 orang dari jumlah populasi sebanyak 200 melalui teknik pengambilan sampling penelitian ini menggunakan penelitian yakni purposive sampling atau

judgmental sampling Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang dietapkan peneliti.

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data, yang telah melewati hasil uji validitas dan reliabilitas. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis product moment dengan bantuan komputer program SPSS for windows versi 16. Hasil penelitian harga koefisien korelasi sebesar 0,705, dengan signifikansi sebesar 0,000 artinya p<0,05. Menunjukkan signifikan, bahwa ada hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi pada pegawai negeri sipil BPKAD Surabaya.

Psychological capital mempunyaihubungan secara positif dengan komitmen organisasi, artinya hubungan kedua variabel adalah berbanding lurus, semakin tinggi psychological capital akan di ikuti dengan tingginya penyesuaian akademik.

Kata Kunci : Psychological Capital, Komitmen Organisasi

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 17

A. Komitmen Organisasi ... 17

1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 17

2. Kompenen Komitmen Organisasi ... 21

1. Komitmen Afektif ... 21

2. Komitmen Kontinuitans ... 22

3. Komitmen Normatif ... 23

B. Psychological Capital ... 24

1. Pengertian Psychological Capital ... 24

2. Dimensi Psychological Capital ... 24

1. Self-efficacy ... 24

2. Hope (the will and the way) ... 25

3. Optimism ... 26

4. Resiliency ... 28

C. Hubungan Antar Psychological Capital dengan Komitmen Organisasi ... 28

D. Landasan Teoritis... 33

E. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 37

A. Variabel dan Definisi Operasional ... 37

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39

(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Subyek ... 49

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 57

C. Hasil ... 57

D. Pembahasan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Komitmen Organisasi ... 40

Tabel 2. Blueprint Psychological Capital ... 41

Tabel 3. Aitem Psychological capital ... 43

Tabel 4. Aitem Komitmen Organisasi ... 44

Tabel 5. Reliability Statistics ... 46

Tabel 6. Reliability Statistics ... 47

Tabel 7. Jenis Kelamin ... 49

Tabel 8. Status ... 49

Tabel 9. Tingkat Pendidikan ... 50

Tabel 10. Tahun Bekerja ... 51

Tabel 11. Pengelompokan Umur ... 52

Tabel 12 Jadwal Penelitian ... 56

Tabel 13. Statistik Deskriptif ... 57

Tabel 14. Tes Normalitas ... 59

Tabel 15. Uji product moment ... 60

(10)

Tabel 18. Analisis Faktor hope ... 61

Tabel 19. Analisis Faktor optimism ... 62

Tabel 20. Analisis Faktor resilience ... 62

Tabel 21. Analisis Faktor self-efficacy ... 62

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Realiilitas ... 84

Lampiran 2 Uji Ulang Realiilitas ... 88

Lampiran 3 Uji Ulang 2 Realiilitas ... 91

Lampiran 4 psychological capital ... 94

Lampiran 5 Uji ulang psychological capital ... 98

Lampiran 6 Uji 2 ulang psychological capital ... 100

Lampiran 7 Uji ulang 3 psychological capital ... 102

Lampiran 8 Uji product moment pearson ... 104

Lampiran 9 Uji Independent Gender ... 105

Lampiran 10 Uji Anova latar belakang pendidikan ... 106

Lampiran 11 Uji Normalitas Data ... 107

Lampiran 12 Uji Korelasi Kendal Tau ... 112

Lampiran 13 Uji Independent sample t-test ... 113

Lampiran 14 Angket ... 114

Lampiran 15 Surat Keterangan Penelitian ... 119

Lampiran 16 Struktur Organisasi BPKAD Surabaya... 120

Lampiran 17 Data Mentah Komitmen Organisasi ... 123

Lampiran 18 Data Dikotomik Komitmen Organisasi ... 125

Lampiran 19 Data Mentah Psychological Capital ... 127

(13)
(14)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian

Dalam dunia kerja sebuah komitmen terhadap suatu organisasi atau

perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat penting. Organisasi atau perusahaan tentunya memakai unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan yang ditawarkan dalam lowongan pekerjaan.

Meskipun komitmen terhadap organisasi atau perusahaan sudah umum, namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti

komitmen secara sungguh-sungguh. Pemahaman tersebut penting untuk terciptanya kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Kuncoro,2009).

Komitmen organisasi dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi. Orientasi nilai menunjukkan individu sangat memikirkan dan

mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai “The degree

to which an employee identifies with a particular organization and its goals,

and wishes to maintain membership in the organization” (Robbins, 2003).

Komitmen organisasi merupakan perwujudan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan pekerja dengan organisasi dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan

(15)

tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi

kepentingan organisasi (Mowday,1982).

Menurut Chrysanti (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi

memberikan sumbangan efektif terhadap komitmen organisasi. Selain kepuasan kerja, hal lain yang bisa membantu perusahaan untuk semakin berkembang adalah komitmen organisasi karyawan. Menurut Oei (2010)

komitmen organisasi adalah kekuatan relatif pengenalan pada keterlibatan dari dalam diri seorang individu dalam organisasi tertentu. Komitmen merupakan

dedikasi atau pengabdian seseorang terhadap pekerjaannya. Selain dedikasi dan pengabdian komitmen juga sebagai kebutuhan dalam pekerjaannya. Komitmen mencerminkan keinginan pegawai untuk selalu terlibat dalam

kegiatan-kegiatan di organisasinya. Komitmen organisasi yang tinggi biasanya mempengaruhi pekerja memiliki rasa memihak yang tinggi pada suatu

organisasi atau perusahaan. Oei (2010) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi, antara lain: Lama bekerja, kepercayaan, rasa percaya diri, kredibilitas, dan pertanggungjawaban.

Kusjainah (1998) telah melakukan studi empiris mengenai iklim organisasi. Hasil studinya membuktikan bahwa iklim organisasi berpengaruh

positif terhadap pembentukan komitmen karyawan pada perusahaan. Semakin baik iklim organisasi, maka semakin tinggi komitmen karyawan pada organisasi, atau semakin buruk iklim organisasinya, maka akan semakin rendah

(16)

Martini (2003) juga menguji hal serupa, hasil studinya menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap iklim organisasi dapat memberi gambaran

keputusan karyawan untuk berkomitmen pada organisasi. Selain itu, Sumardiono (2005) menguji pengaruh iklim organisasi terhadap komitmen

karyawan dengan subyek penelitian karyawan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil studinya menunjukkan bahwa faktor-faktor iklim organisasi berpengaruh terhadap komitmen

karyawan. Pendapat para ahli mengenai hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi menyatakan bahwa ”High job satisfaction contributes to organizational comitment...” (Northercraft and Neale, 1993: 281). Hal ini

diperkuat oleh penelitian Wahyu (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri atas pembayaran seperti gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi pekerjaan, kepenyeliaan (Supervisi), dan

hubungan rekan sekerja.

Pegawai akan memiliki komitmen terhadap organisasi yang tinggi

apabila merasakan kepuasan dalam pekerjaannya. Dalam sebuah penelitian pada anggota angkatan bersenjata di Amerika Serikat, kepuasan kerja menjadi kontributor utama untuk pembentukan komitmen terhadap organisasi karena

para anggota angkatan tersebut merasakan kenikmatan tersendiri dengan pekerjaan militer (Miner 1992).

Mathiew and Jones (1991) mengatakan bahwa kepuasan kerja dan

(17)

organisasi yang tinggi akan mengerahkan usaha yang lebih dalam proyek perubahan guna membangun sikap positif terhadap perubahan (Julita & Wan

Rafaei, 2010). Becker (1996) menyatakan komitmen organisasi adalah variabel kriteria dalam mengukur impact perubahan organisasi dikarenakan adanya

hubungan yang kuat antara karyawan dengan organisasi (Julita & Wan Rafaei, 2010).

Komitmen organisasi merupakan dorongan dalam diri individu untuk

berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Winner, 1982 dalam Yudi

Syarif, 2006). Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Sri Trisnaningsih (2001) menggunakan dua pandangan tentang komitmen organisasi yaitu affective dan

continuence. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa komitmen organisasi

yang bersifat affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi. Sedangkan komitmen organisasi continuence

berhubungan secara positif dengan pengalaman dan berhubungan negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial.

Berdasarkan pernyataan di atas, sumber daya manusia menjadi hal yang

penting untuk memajukan suatu organisasi. Meyer dan Allen (1997) mengatakan bahwa suatu organisasi tidak harus memiliki pekerja dengan

(18)

dikarenakan pegawai dengan komitmen yang tinggi akan bekerja dengan sepenuh hati untuk mencapai tujuan organisasi.

Kobasa, Maddi dan Kahn (1982, dalam Meyer dan Allen, 1997) menyatakan bahwa komitmen pada pekerja berkembang secara natural dan

seseorang merasa perlu untuk berkomitmen pada sesuatu. Pekerja dengan komitmen tinggi, maka akan memiliki performa maksimal, jarang absen, senang dengan keanggotaannya dan merasa terikat dengan organisasi tempat ia

bekerja. Hal ini sangat erat kaitannya dengan output yang muncul dari pekerja dengan komitmen yang baik. Oleh karena itu, komitmen merupakan salah satu

aspek penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Semakin tinggi komitmen yang dimiliki pekerja maka tujuan perusahaan akan semakin cepat tercapai.

Komitmen organisasi penting dalam meningkatkan performa individu dalam

bekerja. Komitmen organisasi yang dimaksud tersebut meliputi keinginan dan sekuat tenaga dalam meningkatkan komitmen berorganisasi. Komitmen dalam

beroganisasi perlu mengembangkan sifat optimis dalam individu karena Penelitian yang dilakukan Yousef & Luthan (2007) menunjukkan bahwa komponen hope dari psychological capital memiliki hubungan terhadap

performa pekerja, kepuasan kerja, kebahagiaan dan komitmen.

Hasil pennelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (dalam Shahnawaz &

jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja, komitmen, dan kepuasan kerja.yang mempengaruhi komitmen organisasi seperti telah dipaparkan diatas didapatkan

(19)

berpengaruh bagi munculnya komitmen organisasi dan salah satunya adalah

psychological capital. Psychological capital sendiri diartikan sebagai sebuah

kapasitas psikologis individu yang berkembang dengan karakteristik yaitu efikasi diri, optimisme, harapan dan resiliensi. Hasil penelitian Luthan (dalam

Luthan, Youssef & Avolio,2007) menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan antara psychological capital dan komitmen organisasi.

Pandangan psikologis yang positif bisa diterapkan pada saat karyawan

bekerja sehingga tercipta suatu keadaan psikologis yang positif. Selain keadaan psikologis yang positif tidak hanya pada diri sendiri tetapi juga pada

lingkungan kerja. Keadaan psikologi positif pada suatu organisasi disebut

Positif Organizational Behavior (POB). Menurut Luthan (dalam Luthan, Youssef & Avolio, 2007), Positif Organizational Behavior didefinisikan

sebagai suatu aplikasi sumber daya manusia secara efektif diatur untuk meningkatkan performa di lingkungan kerja.

Psychological capital merupakan bagian dari possitive organizational behavior yang didefiniskan oleh Luthan. Youssef & Avolio (2007) sebagai suatu perkembangan keadaan psikologis yang positif pada individu sehingga

individu mampu berkembang dengan karakteristik : self-efficacy, optimism, hope dan resilience.

Penelitian mengenai psychological capital dan komitmen organisasi memiliki hasil yang berbeda-beda. Komitmen organisasi itu sendiri bisa didefinisikan sebagai suatu keadaan psikologis yang (a) menggambarkan

(20)

keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi. Allen dan Meyer (1990 dalam Palupi, 2004). Hasil

penelitian-penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan antar

psychological capital dan komitmen organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Luthan (2007 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari

psychological capital memiliki hubungan terhadap performa pekerja, kepuasan

kerja bekerja, kebahagiaan dan komitmen. Selain itu penelitian dari penelitian dari Peterson and Luthan (2003 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey,

2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari psychological capital

memiliki hubungan dengan performa finansial, kepuasan kerja dan employee retention. Hasil penelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (2004 dalam

Shahnawas & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absen pekerja, ”employee cycnism” dan

intention to quit, akan tetapi memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, komitmen, organizational citizenship behavior, performa kerja dan keefektifan kepemimpinan. Hal ini disebabkan komitmen pegawai pada suatu

organisasi secara tidak langsung akan mempengaruhi absenteism dan turn over.

Hasil penelitian (Larson & Luthans, 2006; Youssef & Luthans, 2007) juga

mengungkapkan bahwa ada hubungan positif karyawan yang mempunyai ketahanan dalam bekerja dengan kepuasan kerja, komitmen dan kebahagiaan. Permasalahan komitmen pada karyawan mungkin saja ditanggulangi pada saat

(21)

bertahan seterusnya. Pada saat bekerja mungkin saja terdapat berbagai hal yang mempengaruhi komitmen karyawan itu sendiri sehingga tidak bisa dipastikan

apakah orang yang memiliki komitmen tinggi diawal masa kerjanya akan terus memiliki komitmen yang tinggi untuk seterusnya. Colquitt, Lepine dan Wesson

(2009 dalam Wiyardi, 2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi seseorang maka perilaku menarik diri dalam organisasi akan semakin minim. Sebaliknya, tingginya perilaku perilaku menarik diri dalam

organisasi yang berujung pada keluarnya anggota organisasi menunjukan komitmen organisasi yang rendah.

Peneliti menduga bahwa pegawai mempunyai komitmen cukup baik terhadap BPKAD Surabaya dengan melihat berbagai prestasi yang di lakukan dalam setahun dalam menjalankan visi dan misi. Menurut kesaksian dari

beberapa pegawai negeri sipil di BPKAD, peneliti menemukan fakta dari pengakuan beberapa pegawai berdasarkan aspek komitmen organisasi yakni

afektif, rasional dan normatif. Berdasarkan aspek afektif, pegawai menyatakan bahwa pegawai bekerja untuk melayani instansi dalam menjalankan standart operasional prosedur (SOP) pada bidang pengelolaan aset dan keuangan.

Berdasarkan aspek rasional, pegawai mengaku merasa enggan untuk berkontribusi lebih pada pekerjaan lain diluar agenda instansi karena berbagai

tugas yang padat hanya menjalani sesuai prosedur kerja saja tiap pegawai. Kemudian terakhir berdasarkan aspek normatif, pegawai juga mengaku untuk melakukan tugas yang belum terselesaikan dilakukan diluar waktu jam kerja

(22)

pekerjaan di BPKAD dan menjalankan tugas diluar kota untuk kepentingan instansi.

Peneliti menduga jika pegawai memiliki komitmen organisasi yang cukup baik dalam menerapkan pekerjaannya, maka dapat dipastikan pegawai tersebut

mempunyai berbagai aspek dari psychological capital Luthan, Youssef & Avolio (2007) seperti self-efficacy dikemukakan bahwa individu mementukan target yang tinggi bagi dirinya dan mengerjakan tugas-tugas yang sulit,

menerima tantangan secara senang dan terbuka, memiliki motivasi diri yang tinggi, melakukan berbagai usaha untuk mencapai target yang telah dibuat,

gigih saat menghadapi hambatan. Dengan penjelasan tersebut orang-orang dengan self-efficacy yang tinggi akan dapat mengembangkan dirinya secara mandiri dan mampu untuk menjalankan tugas secara efektif. Orang yang

memiliki self-efficacy tinggi akan mampu untuk menetapkan tujuan dan memilih tugas yang sulit untuk dirinya.

Penjelasan lebih lanjut dari Luthans, Youssef & Avolio (2007) mengenai orang optimis adalah orang yang akan beranggapan segala sesuatu yang terjadi pada dirinya merupakan hal yang memang sengaja dilakukan dan berada dalam

kontrol dirinya. Orang tersebut secara tidak langsung akan melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya dan apabila terjadi suatu hal yang negatif

dalam hidupnya, individu akan terus bersikap positif dan percaya akan masa depannya. Pada orang yang pesimistis, individu tidak akan perhatian pada hal yang positif dalam hidupnya bahkan hanya fokus pada anggapan hal yang

(23)

Individu yang optimis menjadi realistik dan fleksibel. Hal tersebut dikarenakan optimisme dalam psychological capital tidak hanya digambarkan

sebagai perasaan positif danegois tetapi menjadi suatu pembelajaran yang kuat dalam hal disiplin diri. Individu dengan optimisme yang tinggi akan mampu

merasakan implikasi secara kognitif dan emosional ketika mendapatkan kesuksesan. Individu tersebut juga mampu menentukan nasibnya sendiri meskipun mendapatkan tekanan dari orang lain mampu memberikan ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang terkait ketika dirinya mencapaii kesuksesan (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa individu yang memiliki optimism akan mampu memandang permasalahan yang terjadi dalam hidupnya secara positif dan menganggap hal negatif bukanlah hambatan untuk

dirinya sehingga individu mampu untuk menghadapi masa depan.

Luthans (2007) menyatakan bahwa ada beberapa cara yang bisa dilakukan

untuk meningkatkan hope pada diri seseorang. Hal yang perlu diperhatikan adalah goal-setting. Individu perlu mengetahui apa yang menjadi tujuannya sehingga mengetahui apa yang di capai dan cara yang tepat. Selain itu, individu

perlu melakukan stepping untuk meningkatkan hope dalam dirinya. Stepping

itu sendiri merupakan suatu cara untuk menjabarkan setiap langkah yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan. Hal terakhir yang dapat meningkatkan hope

(24)

Luthans (2007) individu yang memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi mampu untuk belajar dan berkembang dari tantangan yang dihadapi. Masten

dan Reed (dalam Luthan, 2007) mendefiniskan resiliensi sebagai fenomena dengan pola adaptasi positif dalam konteks situasi yang menyulitkan dan

berisiko.

Masten dan Reed (dalam Luthan, 2007) menjelaskan bahwa perkembangan dari resiliensi itu sendiri bergantung pada dua faktor yaitu

resiliency assets dan resilience risk (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

resiliency assets adalah karakteristik yang dapat diukur pada suatu kelompok

atau individu yang dapat memprediksi keluaran positif dimasa yang akan datang dengan kriteria yang spesifik. Resiliene risk adalah sesuatu yang dapat meningkatkan keluaran yang tidak diinginkan, seperti pengalaman yang tidak

mendukung perkembangan diri, contohnya seperti kecanduan alcohol, obat-obatan terlarang dan terpapar trauma kekerasan.

Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer et. Al (1993 dalam Scultz T. Th) menunjukan bahwa pekerja yang berkomitmen memiliki ekspektasi yang tinggi kepada pekerjaannya. Baugh & Roberts, (1994

dalam Schultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki performa yang lebih baik. Peneliti merasa tertarik untuk

melakukan sebuah penelitian mengenai komitmen organisasi dan psychological capital pada pegawai BPKAD Surabaya karena sebelumnya peneliti telah melakukan observasi atau preliminary terlebih dahulu terkait dengan

(25)

Peneliti melakukan hal tersebut untuk mengukur tingkat komitmen organisasi dengan melihat susunan program yang terencana untuk mencapai

visi yang ada. Penelitian ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Walaupun demikian, penelitian

sejenis dibidang ini tetap diperlukan untuk memperkaya penelitian

psychological capital terhadap komitmen organisasi di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti mencoba melihat hubungan antara psychological capital dan

komitmen organisasi karyawan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat disusun berdasarkan uraian latar belakang di atas adalah “adakah terdapat hubungan antara psychological capital dengan

komitmen organisasi pada Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya ?

C. Tujuan

Berdasarkan permasalahan penelitian diatas, tujuan penelitian ini adalah

untuk melihat hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi pada Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

a. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengembangan ilmu pengetahuan dibidang psikologi, khususnya dalam psikologi industri dan organisasi dengan memberikan bukti empiris mengenai hubungan di antara

(26)

b. Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi instansi.

a. Memberikan informasi tentang seberapa besar modal psikologis

(psychological capital) yang dimiliki para karyawan di instansi.

b. Memberikan informasi tentang komitmen organsasi yang ada pada pegawai di instansi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Luthan (2007 dalam

Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen

hope dari psychological capital memiliki hubungan terhadap performa pekerja, kepuasan kerja bekerja, kebahagiaan dan komitmen. Selain itu

penelitian dari Peterson and Luthan (2003 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari psychological

capital memiliki hubungan dengan performa finansial, kepuasan kerja dan

employee retention.

Hasil penelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (2004 dalam

Shahnawas & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital

memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absen pekerja, ”employee cycnism” dan intention to quit, akan tetapi memiliki hubungan yang positif

dengan kepuasan kerja, komitmen, organizational citizenship behavior,

(27)

komitmen pegawai pada suatu organisasi secara tidak langsung akan mempengaruhi absenteism dan turn over.

Hasil penelitian (Larson & Luthans, 2006; Youssef & Luthans, 2007) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan positif karyawan yang

mempunyai ketahanan dalam bekerja dengan kepuasan kerja, komitmen dan kebahagiaan. Permasalahan komitmen pada karyawan mungkin saja ditanggulangi pada saat melakukan rekrutmen tetapi hal tersebut tidak bisa

menjamin komitmen tersebut bertahan seterusnya. Pada saat bekerja mungkin saja terdapat berbagai hal yang mempengaruhi komitmen

karyawan itu sendiri sehingga tidak bisa dipastikan apakah orang yang memiliki komitmen tinggi diawal masa kerjanya akan terus memiliki komitmen yang tinggi utnuk seterusnya.

Colquitt, Lepine dan Wesson (2009 dalam Wiyardi, 2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi seseorang maka

perilaku menarik diri akan semakin minim. Sebaliknya, tingginya perilaku menarik diri dalam organisasi akan berujung kepada keluarnya anggota organisasi menunjukkan komitmen organisasi yang rendah.

Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer, J. P., Allen, N. J,, & Smith, C. A. (1993) menunjukan bahwa pekerja komitmen

(28)

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah untuk mengetahui komitmen organisasi, sama–sama menggunakan

variable psychological capital. Di beberapa penelitian-penelitian sebelumnya adalah psychological capital terdapat hubungan dengan

komitmen organisasi

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa didalam penelitian ini menggunakan alat ukur

sendiri dan tidak menggunakan alat ukur pada peneliti sebelumnya. Dalam menganalisis data peneliti juga menambahkan berbagai varian analisis

dengan menggunakan sampel lima puluh pegawai negeri sipil di BPKAD. Penelitian ini menggunakan tempat di BPKAD Surabaya dikarenakan tempat tersebut tidak banyak dilakukan sebuah penelitian khususnya pada

komitmen organisasi, pada lokasi penelitian BPKAD tidak sedikit meneliti tentang system manajemen keuangan dibanding aspek komitmen

organisasi dari aspek psikologis yaitu self-efficacy, hope, resilience, dan

optimisme. Didalam penelitian-penelitian sebelumnya ini, didapati bahwa aspek psikologis yaitu self-efficacy, hope, resilience dan optimism terbukti

terdapat hubungan dengan komitmen organisasi. Penelitian ini ingin membuktikan apakah aspek psikologis yaitu self-efficacy, hope, resilience,

dan optimism terdapat hubungan dengan komitmen organisasi.

Berdasarkan berbagai penelitian dan fakta-fakta empiris diatas, beberapa penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa aspek psikologis

(29)

dengan komitmen organisasi, maka dalam penelitian ini , peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Antara Psychological Capital Dengan

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan perwujudan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan pekerja dengan organisasi dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan

keanggotaannya dalam organisasi (Meyer & Allen, 1990). Keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan

nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi (Mowday,1982).

Menurut Iverson (1996) komitmen organisasi adalah prediktor terbaik

dalam perubahan dibandingkan dengan kepuasan kerja. karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan mengerahkan usaha lebih

dalam proyek perubahan guna membangun sikap positif terhadap perubahan (Julita & Wan Rafaei, 2010). Becker (1996) menyatakan komitmen organisasi adalah variabel kriteria dalam mengukur impact perubahan

organisasi dikarenakan adanya hubungan yang kuat antara karyawan dengan organisasi (Julita & Wan Rafaei, 2010).

Komitmen organisasi merupakan dorongan dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Winner, 1982 dalam Yudi

(31)

menggunakan dua pandangan tentang komitmen organisasi yaitu affective dan

continuence. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa komitmen organisasi

yang bersifat affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi. Sedangkan komitmen organisasi continuence

berhubungan secara positif dengan pengalaman dan berhubungan negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial.

Selanjutnya, Porter, Lyman W., and Steers R.M. (1973) mendefinisikan

komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh

tiga faktor psikologis: (1) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, (2) Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi dan (3) Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap

nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Berdasarkan pernyataan diatas, sumber daya manusia menjadi hal yang

penting untuk memajukan suatu organisasi. Meyer dan Allen (2003) mengatakan bahwa suatu organisasi tidak harus memiliki pekerja dengan jumlah banyak, akan tetapai pekerja yang menjadi “hati, otak dan otot” dari

organisasi. Dengan kata lain, organisasi atau perusahaan membutuhkan orang-orang yang benar-benar berkomitmen untuk dapat memajukan

(32)

Kobasa, Maddi dan Kahn (1982, dalam Meyer dan Allen, 1997) menyatakan bahwa komitmen pada pekerja berkembang secara natural dan

seseorang merasa perlu untuk berkomitmen pada sesuatu. Pekerja dengan komitmen tinggi, maka pekerja tersebut akan memiliki performa maksimal,

jarang absen, senang dengan keanggotaannya dan merasa terikat dengan organisasi tempat ia bekerja. Hal ini sangat erat kaitannya dengan output yang muncul dari pekerja dengan komitmen yang baik. Oleh karena itu, komitmen

merupakan salah satu aspek penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Semakin tinggi komitmen yang dimiliki pekerja maka tujuan perusahaan akan

semakin cepat tercapai.

Berdasarkan pernyataan diatas bahwa pegawai yang kurang berkomitmen pada organisasi, pegawai akan menyalurkan komitmennya

tersebut pada hal lainnya seperti karir, hobi dan kelompok sosial. Seorang pekerja yang tidak berkomitmen pada organisasinya, ia akan mulai

mengevaluasi kemampuan dan pengalamannya untuk kemudian mencari tahu seberapa besar ia dihargai diluar organisasi daripada memikirkan pekerjaannya yang sekarang atau karir kedepannya di organisasi tersebut. Hal

ini secara tidak langsung memicu pekerja untuk tidak memperhatikan pekerjaannya, dan memiliki kemungkinan untuk tidak memperhatikan

pekerjaannya, dan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan organisasi tersebut.

Mengacu pada pernyataan diatas bahwa pegawa yangi sampai

(33)

karena organisasi harus mencari sumber daya manusia baru untuk direktur dan dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan organsasi. Hal ini

menyebabkan komitmen merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Allen dan Meyer (1990) mengatakan bahwa komitmen organisasi sangat

berhubungan dengan turnover, seseorang yang komitmennya tinggi akan lebih terikat dengan organisasinya daripada pekerja yang komitmennya rendah. Pekerja dengan komitmen rendah akan memiliki kecenderungan

untuk meninggalkan organisasinya.

Berdasarkan penjelasan dari Allen dan Meyer (1990) tersebut dapat

ditinjau dari pentingnya komitmen organisasi untuk dimiliki pada pekerja agar organisasi bisa berjalan dengan optimal dan mencapai tujuannya. Komitmen seseorang pada organisasi bisa dikarenakan pegawai memang

senang untuk bekerja di organisasi tersebut karena merasa mendapatkan keuntungan karena pegawai tersebut tidak memiliki pilihan lain. Hal ini

menyebabkan pentingnya untuk mengetahui komitmen organisasi yang dimiliki individu.

Hal yang umum dari ketiga pendekatan tersebut adalah pandangan

bahwa komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan

individu untuk tetap berada atau meninggalkan organisasi. Namun demikian sifat dari kondisi psikologis untuk tiap bentuk komitmen sangat berbeda. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat tetap berada dalam organisasi

(34)

yang kuat tetap berada dalam organisasi karena membutuhkannya (need to), sedangkan karyawan yang memiliki komitmen normatif kuat tetap berada

dalam organisasi karena mereka harus melakukan (ought to) (Allen and Meyer, 1990).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1991 dalam Palupi 2004) yaitu keadaan psikologis yang (a) menggambarkan hubungan pekerja dengan organisasi dan

(b) memiliki implikasi pada keputusasn dirinya untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi.

2. Komponen Komitmen Organisasi

Sesuai dengan definisi yang telah dipaparkan di atas, terdapat 3 komponen dalam komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen

kontinuitas dan komitmen normatif. 1. Komitmen Afektif

Komitmen afektif merupakan komitmen yang berasal dari keterlibatan secara emosional individu pada organisasi dimana ia bekerja. Hal ini berarti individu dengan komitmen aktif yang tinggi

adalah individu yang memiliki keinginan untuk tetap berada pada organisasi tersebut berdasarkan komponen afektif yang dimilikinya

Megyer dan Allen (1997, dalam Wiyardi, 2010). Jadi komitmen afektif berkaitan dengan adanya keterkaitan emosional, identifikasi dan keterlibatan pekerja dalam organisasi. Meyer dan Allen (1997,

(35)

secara emosional terhadap organisasi membuat individu memiliki motivasi yang lebih kuat untuk memberikan kontribusi organisasinya.

Sebagai contoh, seseorang akan memilih untuk tidak absen dari pekerjaannya dan menunjukkan performa yang baik,

mengidentifikasikan dirinya terlibat dalam organisasi dan menikmati keanggotaannya tersebut.

2. Komitmen Kontinuitans ( Komitmen Rasional)

Menurut Meyer dan Allen (1990) komitmen rasional adalah komitmen berdasarkan persepsi akan untung dan rugi yang diperoleh

apabila ia memutuskan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya. Orang yang memiliki komitmen kontinuans yang tinggi akan bertahan pada suatu perusahaan karena perhitungan biaya

yang akan ia keluarkan apabila ia meninggalkan perusahaan dan bukan karena keterikatan emosi. Orang tersebut akan tetap berada

didalam organisasi karena ia membutuhkan organisasi tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya komitmen kontinuans adalah kondisi ekonomi, angka pengangguran dan

kurangnya alternatif pekerjaan lain (Colquitt, Lepine & Wesson 2009 dalam Wiyardi 2010). Seseorang yang bekerja diperusahaan dengan

(36)

3. Komitmen Normatif

Komitmen normatif berkaitan dengan adanya rasa wajib dari dalam

diri seseorang untuk tetap bertahan atau berhenti bekerja dari perusahaan (Meyer & Allen, 1990). Dengan kata lain, komitmen ini

melihat seberapa jauh loyalitas pekerja terhadap perusahaan berdasarkan rasa “wajib” yang dimilikinya untuk tetap tinggal di

organisasi tersebut.

Wiener (1982 dalam Palupi 2004) mengatakan bahwa komitmen normatif merupakan tekanan yang muncul sebagai akibat dari adanya

tekanan normatif. Tekanan normatif yang dimaksud adalah adanya “imbalan dimuka” yang diberikan organisasi kepada pekerjanya

sehingga membuat orang tersebut merasa “tidak enak” untuk

meninggalkan organisasinya sampai “utangnya” terbayarkan. Individu yang mempunyai komitmen normatif tinggi akan tetap bertahan dalam

organisasi, karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas.

Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa aspek dari komitmen normatife terdiri dari perasaan akan memotivasi individu untuk

bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Adanya komitmen normatif diharapkan memiliki

hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti

job performance, work attendance, dan organizational citizenship

komitmen normatife akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan

(37)

B. Psychological Capital

1. Pengertian Psychological Capital

Menurut Luthan (2007:3) Psychological Capital adalah kondisi perkembangan positif seseorang dan karakteristik oleh : (1) memiliki

kepercayaan diri (self-efficacy) untuk menghadapi tugas–tugas yang menantang dan memberikan usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas–tugas tersebut ; (2) membuat atribusi yang positif (optimism)

tentang kesuksesan dimana masa kini dan masa depan ; (3) tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk

mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan

(hope) ; dan (4) ketika dihadapkan pada permasalahan dan halangan dapat bertahan dan kembali (resiliency), bahkan lebih untuk mencapai

kesuksesan.

2. Dimensi Psychological Capital 1. Self–efficacy

Bandura (dalam Betz, 2004), menyatakan bahwa self-efficacy

merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat berhasil menjalankan

perilaku yang dibutuhkan oleh situasi tertentu. Dengan kata lain, self-efficacy merupakan kepercayaan seseorang terhadap keyakinan diri dan

kemampuannya dalam melakukan suatu pekerjaan, sehingga memperoleh suatu keberhasilan. Keberhasilan diri adalah kepercayaan orang lain terhadap kemampuan seseorang untuk berhasil dalam situasi tertentu

(38)

2. Hope (the will and the way)

Istilah hope digunakan secara luas dalam kehidupan sehari–hari.

Namun, sebagai kekuatan psikologis, terjadi banyak salah persepsi tentang hope itu sebenarnya dan apa karakteristik dari individu,

kelompok atau organisasi yang memiliki hope. Banyak yang mencampur adukan istilah hope dan wishfull thingking. C.Rick Synder (dalam Synder, Irving & Anderson 1991) mendefinisikan hope sebagai keadaan

psikologis positif yang didasarkan pada kesadaran yang saling mempengaruhi antara : agency (energi untuk mencapai tujuan), path

ways (perencanaan untuk mencapai tujuan).

Penelitian Synder (2002), mendukung ide bahwa hope adalah seseorang yang mampu menetapkan tujuan-tujuan dan pengharapan yang

menantang namun realistis dan kemudian mencoba mencapai tujuan– tujuan tersebut dengan kemampuan sendiri, energi dan persepsi control

internal. hal inilah yang disebut oleh Synder sebagai agency atau

willpower (kekuatan kehendak).

Seringkali terlewatkan dalam penggunaan istilah ini secara umum,

namun seperti yang didefinisikan oleh Snyder, C. R., Irving, L., & Anderson, J. (1991) komponen yang sama sama penting dan integralnya

dari hope adalah disebut sebagai pathways atau ways power (kemampuan untuk melakukan). Pada komponen ini, seseorang mampu menciptakan jalur–jalur alternatif untuk mencapai tujuan yang meereka inginkan

(39)

Synder, Luthan (dalam bisnis horizon, 2004) memberikan panduan khusus yang bisa digunakan dalam mengembangkan hope : 1) goal

setting untuk menetapkan dan memperjelas dengan detail apa yang menjadi tujuan selama ini 2) stepping memberikan penjelasan tengang

langkah–langkah kongkrit dalam mencapai tujuan tersebut 3)

participative initiatives membuat beberapa alternatif apabila satu alternatif sulit dilalui, maka menggunakan alternatif yang selanjutnya

untuk tetap mencapai tujuan 4) showing confidence memberikan pengakuan pada diri individu bahwa proses yang dikerjakan untuk

mencapai tujuan adalah hal yang disenangi dan tidak semata – mata fokus pada pencapapian akhir, 5) preparedness, selalu siap menghadapi rintangan.

Harapan didefinisikan sebagai keadaan motivasi positif yang didasarkan pada interaktif berasal rasa sukses (1) lembaga (energi yang

diarahkan pada tujuan) dan (2) jalur (perencanaan untuk memenuhi tujuan) "(Snyder, Irving, & Anderson, 1991).

3. Optimism

Optimism adalah suatu explanatory style memberikan atribusi peristiwa–peristiwa positif pada sebab–sebab yang personal permanen

serta pervasive dan menginterpretasikan peristiwa–peristiwa negatif pada faktor–faktor yang eksternal, sementara, serta situasional. Sebaliknya

explanatory style yang pestimistis akan menginterpretasikan peristiwa

(40)

situasional dan mengatribusi peristiwa negatif pada penyebab yang personal, permanent dan pervasive (Seligman,1998).

Berdasarkan penjelasan Optimism di atas, maka individu yang

Optimism akan merasa ikut andil dalam keadaan positif terjadi dalam

hidupya. Mereka memandang bahwa penyebab dari peristiwa–peristiwa yang menyenangkan dalam hidup mereka berada daam kekuasaan dan kontrol diri mereka. Seseorang yang Optimism akan berfikir bahwa

penyebab peristiwa–peristiwa tersebut akan terus ada dimasa depan dan akan membantu mereka menangani peristiwa lain dalam hidupnya.

Mereka memandang bahwa penyebab dari peristiwa–peristiwa yang menyenangkan dalam hidup mereka berada dalam kekuasaan dan kontrol mereka.

Seorang yang Optimism akan berpikir bahwa penyebab peristiwa– peristiwa tersebut akan terus ada dimasa depan dan akan membantu

mereka menangani peristiwa–peristiwa lain didalam hidupnya.

Optimism explanatory style yang dimiliki membuat mereka memandang secara positif serta mengatribusikan secara internal

aspek-aspek kehidupan baik bukan hanya dimasa lalu melainkan juga masa depan. Misalkan seorang karyawan mendapatkan umpan balik yang

positif dari pengawasannya maka ia akan menganggap bahwa hal tersebut dikarenakan sikap kerja sendiri, ia akan memastikan dirinya bahwa karyawan tersebut atau mampu untuk bekerja keras dan sukses

(41)

lakukan. Selain itu, ketika mereka mengalami peristiwa negatif atau dihadapkan pada situasi yang tidak di inginkan, orang yang Optimism

akan mengatribusikan penyebab hal tersebut pada sebab–sebab yang

eksternal dan situasional. Oleh karenanya, mereka tetap bersikap positif

dan percaya terhadap masa depannya (Seligman, 1998). 4. Resiliency

Dari sudut pandang psikologi klinis, Masten dan Reed (2002)

mendefinisikan resiliency sebagai kumpulan fenomena yang dikarakteristikan oleh pola adapatasi positif pada kontek keterpurukan

namun juga kegiatan–kegiatan yang positif dan menantang. Resiliency

adalah kemampuan individu dalam mengatasi tantangan hidup serta mempertahankan energi yang baik sehingga dapat melanjutkan hidup

secara sehat.

C. Hubungan Antara Psychological Capital dengan Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan perwujudan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan pekerja dengan organisasi dan memiliki

implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi (Meyer & Allen, 1990).

Porter (1973) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis: (1)

(42)

Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi dan (3) Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan

organisasi.

Dengan mengacu pada pemaparan terkait dengan komitmen

organisasi, karyawan memiliki tugas untuk memelihara mutu kinerja pada organisasi atau perusahaan. mutu kinerja yang cukup baik sangat erat kaitannya dengan perkembangan keadaan psikologis secara positif dari

dalam diri karyawan itu sendiri. Luthans, Avolio, Walumbwa & Li (2004, dalam Shahnawaz & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological

capital memiliki hubungan yang signifikan dengan performa pekerja dan komitmen pekerja.

Komitmen organisasi memiliki hasil yang berbeda-beda. Komitmen

organisasi itu sendiri bisa didefinisikan sebagai suatu keadaan psikologis yang (a) mengambarkan hubungan pekerja dengan organisasi dan (b)

memiliki implikasi pada keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi. Allen dan Meyer (1991 dalam Palupi, 2004). Hasil penelitian-penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa

terdapat suatu hubungan antar psychological capital dan komitmen organisasi. Begitu juga yang dilakukan oleh Larson & Luthans (2006,

(43)

orang yang memiliki psychological capital tinggi akan memiliki komitmen organisasi yang tinggi pula.

Sejalan dengan penelitian Larson dan Luthan (2006), hasil penelitian Youssef & Luthan (2007, dalam Luthans. Avolio, Bruce, Avey and

Norman,2007) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komponen hope dan resilency apabila dikaitkan dengan komitmen organisasi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Etabarian, Tavakoli

dan Abzari (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological capital terhadap komponen hope dan self-efficacy

pada komitmen organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Luthan (2007 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen

hope dari psychological capital memiliki hubungan terhadap performa pekerja, kepuasan kerja, kebahagiaan dan komitmen. Selain itu penelitian

dari penelitian dari Peterson and Luthan (2003 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari

psychological capital memiliki hubungan dengan performa finansial,

kepuasan kerja dan employee retention. Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer et. Al (1993 dalam Scultz T. Th) menunjukkan

bahwa pekerja yang berkomitmen memiliki ekspektasi yang tinggi kepada pekerjaannya. Baugh & Roberts, (1994 dalam Schultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki komitmen tinggi akan

(44)

Hasil penelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (2004 dalam Shahnawas & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absen pekerja, ”employee

cycnism” dan intention to quit, akan tetapi memiliki hubungan yang positif

dengan kepuasan kerja, komitmen, organizational citizenship behavior,

performa kerja dan keefektifan kepemimpinan. Hal ini disebabkan komitmen pegawai pada suatu organisasi secara tidak langsung akan

mempengaruhi absenteism dan turn over.

Hasil penelitian (Larson & Luthans, 2006; Youssef & Luthans, 2007)

juga mengungkapkan bahwa ada hubungan positif karyawan yang mempunyai ketahanan dalam bekerja dengan kepuasan kerja, komitmen dan kebahagiaan. Permasalahan komitmen pada karyawan mungkin saja

ditanggulangi pada saat melakukan rekrutmen tetapi hal tersebut tidak bisa menjamin komitmen tersebut bertahan seterusnya. Pada saat bekerja

mungkin saja terdapat berbagai hal yang mempengaruhi komitmen karyawan itu sendiri sehingga tidak bisa dipastikan apakah orang yang memiliki komitmen tinggi diawal masa kerjanya akan terus memiliki

komitmen yang tinggi untuk seterusnya. Colquitt, Lepine dan Wesson (2009 dalam Wiyardi, 2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi komitmen

organisasi seseorang maka perilaku perilaku menarik diri dalam organisasi

akan semakin minim. Sebaliknya, tingginya perilaku perilaku menarik diri dalam organisasi yang berujung kepada keluarnya angota organisasi

(45)

Peneliti menduga karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang cukup baik akan mempengaruhi pula pada psychological capital, Peneliti

merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai komitmen organisasi dan psychological capital pada pegawai BPKAD Surabaya

karena sebelumnya peneliti telah melakukan observasi terlebih dahulu terkait dengan aspek-aspek psychological capital yang terdapat pada pegawai di BPKAD. Peneliti melakukan hal tersebut untuk mengukur

tingkat komitmen organisasi dengan melihat susunan program yang terencana untuk mencapai visi yang ada. Penelitian ini merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Walaupun demikian, penelitian sejenis dibidang ini tetap diperlukan untuk memperkaya penelitian psychological capital terhadap komitmen

organisasi di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti mencoba melihat hubungan antara psychological capital dan komitmen organisasi

karyawan.

Berdasarkan beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seperti telah dipaparkan diatas

didapatkan suatu kesimpulan bahwa aspek psikologis individu merupakan faktor yang berpengaruh bagi munculnya komitmen organisasi dan salah

(46)

D. Landasan Teoritis

Kerangka teoritis penelitian ini adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang

ingin diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah variabel yang saling berhubungan. Adapun variabel bebas dari penelitian ini adalah psychological capital sedangkan variabel

terikatnya adalah komitmen organisasi.

Pegawai memiliki komitmen organisasi yang cukup baik dalam

menerapkan pekerjaannya, maka dapat dipastikan karyawan tersebut mempunyai berbagai aspek dari psychological capital Luthan, Youssef & Avolio (2007) seperti self-efficacy dikemukakan bahwa individu

mementukan target yang tinggi bagi dirinya dan mengerjakan tugas-tugas yang sulit, menerima tantangan secara senang dan terbuka, memiliki

motivasi diri yang tinggi, melakukan berbagai usaha untuk mencapai target yang telah dibuat, gigih saat menghadapi hambatan. Dengan penjelasan tersebut orang-orang dengan self-efficacy yang tinggi akan dapat

mengembangkan dirinya secara mandiri dan mampu untuk menjalankan tugas secara efektif. Orang yang memiliki self-efficacy tinggi akan mampu

untuk menetapkan tujuan dan memilih tugas yang sulit untuk dirinya. Penjelasan lebih lanjut dari Luthans, Youssef & Avolio (2007) mengenai orang optimis adalah orang yang akan beranggapan segala

(47)

dilakukan dan berada dalam kontrol dirinya. Orang tersebut secara tidak langsung akan melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya dan

apabila terjadi suatu hal yang negatif dalam hidupnya, individu akan terus bersikap positif dan percaya akan masa depannya. Pada orang yang

pesimistis, individu tidak akan perhatian pada hal yang positif dalam hidupnya bahkan hanya fokus pada anggapan hal yang terjadi tersebut dikarenakan kesalahan semata.

Individu yang optimis menjadi realistik dan fleksibel. Hal tersebut dikarenakan optimisme dalam psychological capital tidak hanya

digambarkan sebagai perasaan positif dan egois tetapi menjadi suatu pembelajaran yang kuat dalam hal disiplin diri. Individu dengan optimisme

yang tinggi akan mampu merasakan implikasi secara kognitif dan

emosional ketika mendapatkan kesuksesan. Individu tersebut juga mampu menentukan nasibnya sendiri meskipun mendapatkan tekanan dari orang

lain mampu memberikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait ketika dirinya mencapaii kesuksesan (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa individu yang memiliki optimism akan mampu memandang permasalahan yang terjadi

(48)

Luthans (2007) menyatakan bahwa ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan hope pada diri seseorang. Hal yang perlu

diperhatikan adalah goal-setting. Individu perlu mengetahui apa yang menjadi tujuannya sehingga mengetahui apa yang di capai dan cara yang

tepat. Selain itu, individu perlu melakukan stepping untuk meningkatkan

hope dalam dirinya. Stepping itu sendiri merupakan suatu cara untuk menjabarkan setiap langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.

Hal terakhir yang dapat meningkatkan hope adalah reward. Reward

mampu mendorong seseorang untuk mencapai harapannya sehingga

individu akan termotivasi untuk bekerja.

Luthans (2007) individu yang memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi mampu untuk belajar dan berkembang dari tantangan yang dihadapi.

Masten dan Reed (dalam Luthan, 2007) mendefiniskan resiliensi sebagai fenomena dengan pola adaptasi positif dalam konteks situasi yang

menyulitkan dan berisiko.

Masten dan Reed (dalam Luthan, 2007) menjelaskan bahwa perkembangan dari resiliensi itu sendiri bergantung pada dua faktor yaitu

resiliency assets dan resilience risk (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

resiliency assets adalah karakteristik yang dapat diukur pada suatu

(49)

pengalaman yang tidak mendukung perkembangan diri, contohnya seperti kecanduan alcohol, obat-obatan terlarang dan terpapar trauma kekerasan.

Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer et. Al (1993 dalam Scultz T. Th) menunjukan bahwa pekerja yang

berkomitmen memiliki ekspektasi yang tinggi kepada pekerjaannya. Baugh & Roberts, (1994 dalam Schultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki performa yang

[image:49.595.135.514.261.513.2]

lebih baik. Peneliti merasa tertarik untuk melakukan sebuah pene

Gambar 1. Skema Konsep Penelitian

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian (Sugiono, 2008 : 96). Hipotesis dalam penelitian ini dijelaskan menjadi dua hipotesis yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis null.

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat hubungan antara psychological capital dengan komitmen

organisasi.

2. Hipotesis Null (H0)

Tidak terdapat hubungan antara psychological capital dengan

komitmen organisasi.

Psychological

(50)
(51)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas

Menurut Luthan (2007:3) Psychological Capital adalah kondisi

perkembangan positif seseorang dan karakteristik oleh : (1) memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) untuk menghadapi tugas–tugas yang menantang dan memberikan usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas–

tugas tersebut ; (2) membuat atribusi yang positif (optimism) tentang kesuksesan dimana masa kini dan masa depan ; (3) tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai

tujuan dan bila perlu megnalihkan jalan untuk mencapai tujuan (hope) ; dan (4) ketika dihadapkan pada permasalahan dan halangan dapat bertahan

dan kembali (resiliency), bahkan lebih untuk mencapai kesuksesan.

2. Definisi Operasional

Psychological capital adalah kondisi perkembangan positif

seseorang dan karakteristik oleh : (1) memiliki kepercayaan diri ( self-efficacy) untuk menghadapi tugas–tugas yang menantang dan memberikan

usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas–tugas tersebut ; (2) membuat atribusi yang positif (optimism) tentang kesuksesan dimana masa kini dan

(52)

dihadapkan pada permasalahan dan halangan dapat bertahan dan kembali (resiliency), bahkan lebih untuk mencapai kesuksesan.

3. Variabel Tergantung (Komitmen Organisasi)

Allen dan Meyer (1990) Komitmen organisasi yaitu keadaan psikologis yang (a) menggambarkan hubungan pekerja dengan organisasi

dan (b) memiliki implikasi pada keputusan dirinya untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi komitmen organisasi

mempunyai 3 yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuitas dan komitmen normatif.

4. Definisi Operasional

Komitmen organisasi yaitu keadaan psikologis yang didalamnya memuat 3 komponen yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuitas dan

komitmen normatif.

B.Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya dengan jumlah 200 pegawai negeri sipil.

2. Sampel

Subyek yang digunakan dalam penelitian adalah 50 pegawai negeri

(53)

3. Teknik Sampling

Menggunakan teknik Acceidental sampling yang bersifat non probability

sampling dengan teknik ini yang peneliti memberikan alat ukur secara kebetulan pada subjek yang ditemui atau mudah ditemui dilokasi.

C.Teknik Pengumpulan Data

Dalam Sugiono (2008) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standart data yang ditetapkan.

Dalam Azwar (2000) menurut Gable, 1986 metode rating yang

dijumlahkan populer dengan nama penskalaan model Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai

dasar penentuan nilai skalanya. Dalam pendekatan ini tidak diperlukan adanya kelompok panel penilai (judging group) dikarenakan nilai skala setiap

pernyataan tidak akan ditentukan derajat favorabelnya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respon setuju atau tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study).

Dalam Azwar (2000) Kelompok uji coba ini hendaknya memiliki karakteristik yang semirip mungkin dengan karakteristik individu yang hendak

(54)

sebagai kelompok uji coba ini, menurut saran Gable (1986) adalah sekitar 6

sampai 10 kali lipat banyaknya pernyataan yang akan dianalisis.

Dalam Azwar (2000) prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh dua asumsi, yaitu (1) setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai termasuk pernyataan yang favorabel atau

pernyataan yang tak–favorabel (2) jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi

daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif.

Pada penelitian ini tipe skala yang akan digunakan adalah skala Likert.

Alasan peneliti menggunakan skala Likert yaitu untuk memudahkan partisipan untuk memberikan tanda pada setiap instrumen yang telah di pahami. Skala

Likert memiliki asumsi bahwa setiap item yang digunakan memiliki bobot yang sama dan bertujuan untuk mengukur sikap seseorang terhadap suatu

[image:54.595.118.517.270.720.2]

persoalan (Azwar, 2000).

Tabel 1.

Blueprint Komitmen Organisasi

Dimensi Indikator No item pernyataan Total

1. Komitmen Afektif

Keterlibatan secara emosional, keinginan tetap berada, identifikasi, memiliki motivasi kuat, memberikan kontribusi, tidak absen, performa baik, menikmati keanggotaannya 5,8,11,18,21,24,31,34,41,44 ,47,94,97,100,103 15 2. Komitmen Rasional

Persepsi akan untung dan rugi melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya, bertahan pada suatu perusahaan, 6,9,12,19,22,29,32,35,42,45 ,48,95,98,101,104 15 3. Komitmen Normatif

Tetap bertahan, rasa wajib 7,10,17,20,23,30,33,36,43,4 6,93,96,99,102,105

(55)
[image:55.595.114.517.138.551.2]

Tabel 2.

Blueprint Psychological Capital

D. Validitas dan Reliabilitas Data

1. Uji Validitas

(Azwar, 1997) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketetapan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya, suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut

Dimensi Indikator No item pernyataan Total

1. Hope

a. Keinginan yang didasari interaksi

akan perasaan sukses

1,13,53,65,81 5

b. Berfikir positif dalam merencanakan

tujuan

25,37,49,54,57,61,

69,73,77,85,89

11

2. Self Efficacy

a. Mampu memberikan motivasi diri

sendiri dan orang lain

4,52,72,76,80 5

b. Yakin akan kemampuan yang

dimiliki

28,40,50,56,60,

64,68,84,88,92

10

3. Resilience (Ketahanan)

a. Menghindarkan diri dari

ketidakbaikkan, ketidakpastian,

konflik, kegagalan

3,15,27,39,59,63,67,7

9,91,71

9

b. Menciptakan perubahan positif,

kemajuan dan peningkatan

tanggungjawab

51,55,75,83,87 5

4. Optimism (Optimis)

a. Berharap dan yakin akan sukses di

masa depan

2,14,16,26,38,58,62,6

6,

(56)

menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil alat ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Data yang digunakan merupakan hasil skor dari kuisioner yang disebarkan dalam bentuk kualitatif dan diubah dalam bentuk kuantitatif.

Data kuantitatif tersebut kemudian diuji validitasnya dengan menggunakan program SPSS 16 for windows dalam perhitungan korelasi. Uji validitas item–item pernyataan terdapat dalam kuesioner dilakukan

dengan jalan melihat nilai probabilitasnnya atas nilai signifikansinya. Apabila nilai signifikansinya kurang dari taraf kesalahan ( 5% atau 0,05)

maka dapat disimpulkan bahwa alat tersebut valid.

Pengukuran validitas adalah dengan menentukan besarnya nilai r tabel dengan ketentuan. Adapun kaidah yang digunakan adalah

sebagai berikut : 1) Jika harga corrected item total correlation

bertanda positif dan < r tabel, maka item tidak valid, 2) Jika harga

corrected item total correlation bertanda negatif dan < r tabel, maka item tidak valid, 3) Jika harga corrected item total correlation

bertanda negatif dan < r tabel, maka item tidak valid, dan 4) Jika harga

corrected item total correlation bertanda positif dan > r tabel, maka item valid.

a. Skala Psychological Capital

Dari hasil uji validitas 59 item skala Psychological Capital

[image:56.595.148.514.255.534.2]
(57)
[image:57.595.145.485.199.583.2]

aitem nomor 4, 14, 28, 37, 38, 40, 49, 51, 52, 55, 58, 61, 69, 74, 75, 76, 80, 86, 87, 88, 90, 91 dengan taraf signifikansi 5 %.

Tabel 3.

Aitem Psychological Capital

Aitem Aitem -total korelasi

r-tabel Keterangan

Aitem 4 0.323 0.250 Tinggi

Aitem14 0.288 0.250 Rendah

Aitem28 0.285 0.250 Rendah

Aitem37 0.361 0.250 Tinggi

Aitem38 0.341 0.250 Tinggi

Aitem40 0.372 0.250 Tinggi

Aitem49 0.346 0.250 Tinggi

Aitem51 0.472 0.250 Tinggi

Aitem52 0.473 0.250 Tinggi

Aitem55 0.446 0.250 Tinggi

Aitem58 0.347 0.250 Tinggi

Aitem61 0.441 0.250 Tinggi

Aitem69 0.383 0.250 Tinggi

Aitem74 0.431 0.250 Tinggi

Aitem75 0.518 0.250 Tinggi

Aitem76 0.331 0.250 Tinggi

Aitem80 0.391 0.250 Tinggi

Aitem86 0.297 0.250 Rendah

Aitem87 0.444 0.250 Tinggi

Aitem88 0.468 0.250 Tinggi

Aitem90 0.452 0.250 Tinggi

Aitem91 0.415 0.250 Tinggi

b. Skala Komitmen Organisasi

Dari hasil uji validitas 29 item skala Komitmen Organisasi terdapat 22 item yang aitem yang mempunyai nilai rendah dan

(58)
[image:58.595.148.474.197.708.2]

29, 31, 32, 32, 34, 35, 42, 43, 44, 45, 46, 93, 96, 97, 98, 103, 104 dengan taraf signifikansi 5 %.

Tabel 4.

Aitem Komiten Organisasi

Aitem Aitem Total

korelasi

r-tabel Keterangan

Aitem 6 0.456 0.250 Tinggi

Aitem 7 0.352 0.250 Tinggi

Aitem 8 0.316 0.250 Tinggi

Aitem 9 0.308 0.250 Tinggi

Aitem 10 0.451 0.250 Tinggi

Aitem 11 0.370 0.250 Tinggi

Aitem 17 0.395 0.250 Tinggi

Aitem 18 0.462 0.250 Tinggi

Aitem 19 0.509 0.250 Tinggi

Aitem 21 0.419 0.250 Tinggi

Aitem 22 0.607 0.250 Tinggi

Aitem 23 0.346 0.250 Tinggi

Aitem 24 0.327 0.250 Tinggi

Aitem 29 0.769 0.250 Tinggi

Aitem 31 0.325 0.250 Tinggi

Aitem 32 0.544 0.250 Tinggi

Aitem 34 0.299 0.250 Tinggi

Aitem 35 0.370 0.250 Tinggi

Aitem 42 0.389 0.250 Tinggi

Aitem 43 0.395 0.250 Tinggi

Aitem 44 0.566 0.250 Tinggi

Aitem 45 0.545 0.250 Tinggi

Aitem 46 0.478 0.250 Tinggi

Aitem 93 0.616 0.250 Tinggi

Aitem 96 0.272 0.250 Rendah

Aitem 97 0.437 0.250 Tinggi

Aitem 98 0.279 0.250 Rendah

Aitem 103 0.434 0.250 Tinggi

(59)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan

pengukuran. Reliabilitas ini ditunjukkan oleh konsistensi sk

Gambar

Tabel 22. Tes Varian Homogenitas ..............................................................
Gambar 1 Skema Konsep Penelitian ...............................................................
Gambar 1. Skema Konsep Penelitian
Tabel 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karya Tulis Ilmiah ini penulis susun guna melengkapi tugas dan memenuhi syarat kelulusan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh motivasi, modal manusia dan jabatan fungsional pustakawan terhadap pengembangan

pefimbuhan da! pe*embngan yang sedang dilalui oleh

ASHAR BANYU LAZUARDI, PROSES PRODUKSI DOKUMENTER DI PRODUCTION HOUSE X-CODE FILMS JOGJAKARTA, TUGAS AKHIR PENYIARAN DIPLOMA III, UNIVERSITAS SEBELAS MARET. Production house adalah

Hasil dari aplikasi latihan ujian nasional berbasis komputer ini adalah keefektifan belajar siswa dikarenakan siswa sudah dapat mengetahui di bab soal mana dia dirasa

Studi kasus 2 sekuen percobaan 1 dengan 2 vektor setiap genus menggunakan data dari Tabel 2, langkah pertama adalah menentukan nilai terbesar selain 1, nilai

Tujuan dari penelitian ini adalah; (1) mendeskripsikan dan menganalisis persepsi orang tua dalam pelaksanaan kegiatan program BKB, (2) mendeskripsikan dan menganalisis

Polychromatic light irradiation resulted in Tookad ® having degraded the Soret band and the significant degradation of the Qy band is accompanied by the formation of