• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. teori makna yang dimiliki seseorang pengguna bahasa telah memadai dan cukup.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. teori makna yang dimiliki seseorang pengguna bahasa telah memadai dan cukup."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Semantik

Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna atau arti yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi.

Dengan kata lain, semantik adalah studi tentang makna. Kemampuan menafsirkan kata atau kalimat tidaklah mudah, seseorang harus dapat memahami maksud serta tujuan dari teks yang tertulis. Kemampuan ini akan terwujud jika pemahaman teori makna yang dimiliki seseorang pengguna bahasa telah memadai dan cukup.

M. Breal dalam Djajasudarma (2009:2) mengatakan “Semantik merupakan hubungan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar belakang perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan logika, dan perubahan makna itu sendiri”.

Pemaham makna dibedakan dari arti dalam semantik. Kambartel dalam Pateda (2010:7) menyatakan, “Semantik merupakan bahasa yang terdiri dari srtruktur yang menampakkan makna apabila makna tersebut dihubungkan dengan objek pada pengalaman manusia”. Chomsky dalam Sudaryat (2008:5) menjelaskan,

“Semantik merupakan salah satu komponen tata bahasa. Selain itu terdapat komponen sintaksis dan fonologi, semantik juga dapat digunakan untuk teknik analisis ciri pembeda atau fitur distingtif. Pateda (2010:2) mengatakan, dalam ilmu semantik dapat diketahui tentang pemahaman makna, wujud makna, jenis- jenis makna, hal yang berhubungan dengan makna, komponen makna, perubahan makna, penyebab kata hanya mempunyai satu makna atau lebih, dan cara

(2)

memahami makna dalam sebuah kata, semuanya dapat ditelusuri melalui ilmu yang disebut dengan semantik. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur- unsur bahasa itu sendiri terutama pada kata-kata semantik. Palmer dalam Djajasudarma (2009:7) mengatakan, makna merupakan susuatu yang menyangkut intrabahasa. Makna sebagai penghubung bahasa pada dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat mengerti.

2.2 Jenis Makna

Pada jenis makna terdapat 26 makna yaitu makna efektif, denotatif, deskriptipf, ekstensi, emotif, gereflekter, gramatikal, ideasional, intense, khusus, kiasan, kognitif, kolokasi, konotatif, konseptual, kontruksi, kontekstual, leksikal, lokusi, luas, piktorial, proposional, pusat, refrensial, sempit, dan stilistka. Dari beberapa jenis makna tersebut salah satu jenis makna yang diteliti yaitu makna kontekstual.

2.3 Makna Kontekstual

Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari penggunaan bahasa, baik dalam lisan maupun tulis. Secara lisan penggunaan makna kontekstual dituangkan melalui sebuah ujaran, sedangkan secara tertulis makna kontekstual dituangkan melaui sebuah tulisan. Di dalam bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki arti yang mudah untuk dimengerti dan dipahami, semua dalam bentuk bahasa, baik dalam kata, frase, maupun kalimat yang memiliki makna dalam konteks.

Chaer, (2007:290) Mengatakan makna kontekstual adalah makna yang muncul sesuai dengan konteks kata tersebut dipergunakan. Artinya, makna

(3)

tersebut muncul sebagai makna tambahan disamping makna sebenarnya berupa kesan-kesan yang ditimbulkan oleh sebab situasi tertentu, misalnya ungkapan “ Dasar kerbau, kerjaannya makan tidur saja ”, dari contoh kalimat tersebut tentu yang dimaksud kerbau bukan hewan yang bertanduk, tetapi menunjukkan pada manusia. Contoh lain yaitu kursi secara leksikal kursi maknanya adalah tempat duduk. Kursi pada kalimat “ Banyak Kursi yang lainnya puluhan juta saat pemilu

”, bermakna jabatan yang diperjualbelikan. Maksud dari makna kontekstual dapat diartikan sebagai makna kata yang dapat mengandung atau manambah kejelasan makna, yang dipengaruhi oleh situasi, tempat, waktu, lingkungan penggunaan kata tersebut, misalnya penggunaan makna kontekstual terdapat pada kalimat berikut:

(1) Tangan Dona terluka karena jatuh.

(2) Andi anak yang panjang tangan.

Penggunaan kata tangan pada kalimat di atas, bila dilihat pada konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (1) kata tangan berarti alat gerak bagian atas pada tubuh makhluk hidup, sedangkan kalimat ke (2) kata tangan memiliki arti bagian atas yang mengartikan pencuri. Jadi, kata tangan

pada hakikatnya memiliki maksud bagian terbawah dari suatu objek, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman dalam pengertian arti tangan.

Chaer, (2007:290) Mengatakan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna kontekstual dapat berkenaan dengan situasinya yaitu tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Sebagai contoh makna konteks situasi waktu yaitu pada kalimat

“sudah hampir pukul dua belas” dari contoh kalimat tersebut pada kata pukul dalam kalimat yang diucapkan seorang guru menunjukkan bahwa pemberitahuan

(4)

bahwa sebentar lagi memasuki waktu sholat zuhur. Chaer, (2009:285) Mengatakan memahami makna leksikal dan makna gramatikal saja belum cukup untuk dapat memahami makna suatu ujaran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami makna suatu ujaran haruslah diketahui konteks dari terjadinya ujaran itu, atau tempat terjadinya ujaran itu.

Pateda, (2010:116) Mengatakan makna kontekstual (Conteextual meaning) atau makna situasional (situasional meaning) yaitu makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna kontekstual dapat memahami beberapa makna pada kata yang sesuai pada konteks. Sejalan dengan pendapat Chaer (2007:290) Makna konteks dapat berkenaan dengan situasi, salah satu situasinya yaitu lingkungan penggunaan bahasa, contohnya “ Tiga kali empat berapa ?” pada kalimat di atas terjadi dalam situasi lingkungan pada tukang foto yang mengacu pada biaya pembutan pasfoto yang berukuran tiga kali empat centimeter. Dari beberapa pengertian makna kontekstual di atas teori yang digunakan menurut Chaer, (2007:290).

2.4 Jenis Makna Kontekstual

Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks.

Edward dalam Parera (2004:227) menjelaskan, sebenarnya pengertian kontekstual dapat kita pinjam dari etnologi dan antrolog (bidang etnografi dan antropologi).

Makna Kontekstual adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapat setting, kegiatan, dan relasi. Dari tiga komponen itu, maka terbentuklah konteks. Chaer

(5)

(2007:290) Mengatakan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna kontekstual dapat juga berkenaan dengan situasi, yakni tempat, waktu, dan lingkungan pengguna bahasa itu. Chaer (2009:285) mengatakan bahwa makna kontekstual yaitu pemahaman suatu ujaran yang harus pula diketahui konteks dari terjadinya ujaran itu, atau tempat terjadinya ujaran itu. Suatu ujuran dari makna kontekstual dapat dilihat dari beberapa bagian yakni konteks intrakalimat, antarkalimat, dan konteks situasi (situasi ujaran). Pateda (2010:116) menjelaskan makna kontekstual terdiri atas beberapa jenis yaitu konteks orangan, situasi, tujuan, formal dan nonformal, suasana hati, waktu, tempat, objek, kelengkapan alat bicara atau dengar, dan kebahasaan. Dari beberapa pendapat di atas yang digunakan dalam penelitian mengacu pada pendapat Pateda.

2.4.1 Konteks Orangan

Konteks orangan yaitu konteks yang di dalamnya membicarakan tentang seseorang. Konteks orangan ini harus sesuai dengan jenis kelamin, usia, latar belakang sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, guna mempermudah mengetahui identitas seseorang (Pateda, 2010:116). Contoh:

“Anastasia Palazzo hanya ditemani oleh seorang perempuan tua berumur enam puluh tahun bernama Krupia, ia datang untuk menemaninya. Bibi Krupia tak lain dan tak bukan adik angkat ibunya”

Contoh di atas menjelaskan tentang konteks orangan yakni terdapat seseorang wanita yaitu ibu Krupia. Ia sebagai bibi Dri Anastasia Palazzo. Wanita ini dikirm ibunya untuk menemaninya. Meskipun Anastasia bukan keponakan kandung Bibi Krupia, tetapi ia menganggap Anastasia sebagai keponakan

(6)

kandung. Dari penjelasan di atas merupakan pembuktian bahwa adanya konteks orangan.

2.4.2 Konteks Situasi

Konteks situasi menjelaskan tentang suatu keadaan atau situasi peristiwa.

Konteks ini memaksa pembicara mencari kata-kata yang maknanya berkaitan dengan makna situasi.

Amir : “Jadi kamu pernah kuliah di Madinah?” Tanya Imam Anastasia : “ Iya Imam. Alhamdulillah, pernah belajar pada Syaikh Abu

Bakar Al Jazairy.”

Amir : “Alhamdulillah. Aku bahagia berkenalan denganmu.”

Contoh di atas merupakan tuturan konteks situasi antara percakapan Imam dan Anastasia. Dalam percakapan tersebut Anastasia bertanya kepada Imam tentang kegiatannya yang pernah menjalani perkuliahan di kota Madinah. Dari dialog Anastasia yang bahagia ketika Imam memberitahukan situasi saat pernah belajar pada Syaikh Abu Bakar Al Jazairy. Konteks situasi menjelaskan tentang peristiwa bahwa Imam pernah kuliah di Madinah.

2.4.3 Konteks Tujuan

Konteks tujuan yaitu konteks yang menyampaikan tentang tujuan untuk meminta, maka orang-orang akan mencari kata-kata yang maknanya meminta (Pateda, 2010:117). Contoh dalam kalimat tuturan berikut ini.

“Tolonglah. Anda orang baik, bantulah orang yang sekarat itu. Tuhan akan memberkati hidup anda.”

(7)

Contoh di atas merupakan contoh tuturan konteks tujuan. Tampak dengan jelas bahwa seseorang sedang meminta dan memohon bantuan kepada orang lain untuk memberikan bantuan kepada orang yang tidak mampu. Orang yang berbicara tersebut memberikan jaminan bahwa yang membantu akan mendapat berkat hidup dari Tuhan.

2.4.4 Konteks Formal dan Nonformal

Konteks formal dan nonformal yaitu pembicara memaksa orang harus mencari kata yang bermakna sesuai dengan keformalan atau tidaknya pembicaraan (Pateda, 2010:117). Berikut adalah contoh konteks formal dan nonformal.

“Usulmu ditolak”

“Usulmu perlu dipikirksn masak-masak”.

Konteks formal atau tidaknya menjelaskan bahwa setiap pendapat memiliki perbedaan ujaran, yakni perbedaan ujaran antara “Usulmu ditolak”

dengan “Usulmu perlu dipikirkan masak-masak”. Ujaran “Usulmu ditolak”

termasuk konteks formal dan ujaran “Usulmu perlu dipikirkan masak-masak”

dalam konteks nonformal. Dalam konteks formal atau nonformal ujaran memiliki makna yang sama. Konteks formal dan nonformal akan terkait pemilihan kata yang sesuai.

2.4.5 Konteks Suasana Hati Pembicara

Konteks suasana hati pembicara atau pendengar turut mempengaruhi kata yang memiliki suasana dari seseorang pembicara atau suasana hati dari seseorang pendengar. Konteks ini berakibat pula dengan memiliki makna (Pateda, 2010:117)

(8)

Contohnya pada tuturan berikut ini:

“Anastasia merasa bahagia ibunya akan datang. Ia bangga dengan ibunya yang rela jauh-jauh datang untuk menemuinya”.

Contoh di atas terdapat suatu tuturan, tuturan ini tampak dengan jelas bahwa seorang tokoh yakni Anastasia yang dirinya merasa bahagia. Anastasia juga mersakan sedikit terharu dengan kedatangan ibunya. Ibunya yang sangat sayang dengan anaknya ia rela jauh-jah datang demi bertemu dengan anaknya.

Inilah kasih sayang seorang ibu yang dibuktikan oleh ibunya dengan anaknya.

Kutipan di atas menyatakan adanya konteks suasana hati pembicara yakni suasana bahagia.

2.4.6 Konteks Waktu

Konteks waktu yaitu kondisi yang menggambarkan suatu peristiwa terjadi pada saat kurun waktu tersebut. Konteks waktu yaitu suatu konteks yang menjelaskan tentang waktu peristiwa itu terjadi ( Pateda, 2010:117). Contoh pada tuturan berikut:

“Malam itu Anastasia merasa bahagia. Ia makan malam di apartemennya ditemani ibunya”.

Contoh di atas tuturan yang menjelaskan konteks waktu yakni pada saat malam hari. Hal tersebut dibuktikan dari kutipan “Malam itu”. Tokoh Anastasia sedang melakukan kegiatan makan kepada ibunya di sebuah apartemen. Kegiatan makan malam yang diselimuti dengan suatu kebahagian yang dirasakan oleh Anastasia.

(9)

2.4.7 Konteks Tempat

Konteks tempat yaitu konteks yang menjelaskan tentang suatu tempat terjadinya suatu peristiwa. Makna tempat akan mempengaruhi kata yang digunakan atau turut mempengaruhi makna kata yang digunakan (Pateda, 2010:117). Contoh pada kalimat berikut:

“Di ruangan Profesor Thomskii, Ayyas asyik membaca buku sampai pukul 11 malam”.

Contoh di atas terdapat suatu tuturan yang sangat tampak menjelaskan suatu konteks tempat. Konteks tempat ditunjukkan melalui kata “di ruangan”.

Ruangan yang dimaksud adalah ruangan Profesor Thomskii. Hal tersebut merupakan suatu tempat yang dilakukan oleh seorang tokoh dalam melakukan rutinitas.

2.4.8 Konteks Objek

Konteks objek merupakan objek yang mengacu kepada fokus pembicaraan akan turut mempengaruhi makna kata yang digunakan (Pateda, 2010:118).

Misalnya pembicaraan tentang ekonomi antara Amir dan Mira.

“Amir sedang menempuh dunia perkuliahan sedangkan Mira tidak dapat menepuh dunia perkuliahan”

Contoh kalimat tersebut mengacu pada fokus permasalahan antara Amir dan Mira. Permasalahan tersebut yaitu tentang perekonomian terhadap Amir yang mempu menduduki bangku perkuliahan. Mira tidak dapat menduduki bangku perkuliahan. Hal ini mengacu hambatan yang dialami Mira yang disebabkan tidak mendukungnya faktor ekonomi.

(10)

2.4.9 Konteks Kelengkapan Alat Bicara atau Dengar

Konteks kelengkapan alat bicara atau dengar akan turut mempengaruhi makna kata yang digunakan (Pateda, 2010:118). Misalnya pada kata:

“Tumpul”

“Tumpu”

Contoh tersebut merupakan kata “Tumpul” yang dilafalkan oleh seorang yang normal atau lenhkapnya alat bicara. Pada kata “Tumpu” yang dilafalkan seorang yang tidak normal. Kata yang diucapkan oleh seorang normal dan tidak normalnya tersebut merupakan suatu perbandingan. Dari kedua ujaran normal dan tidak normalnya akan mempengaruhi suatu makna yang berbeda.

2.4.10 Konteks Kebahasaan

Konteks kebahasaan maksudnya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kaidah bahasa yang digunakan. Bahasa yang digunakan tersebut akan turut memengaruhi suatu makna (Pateda, 2010:118).

Contoh: “Koe kudu ngerti ngomong yo nduk”

“Iya Bu, aku pasti bisa berbicara.”

Contoh tersebut merupakan perbedaan bahasa. Perbedaan antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Dari kedua perbedaan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang diungkapkan tersebut tentunya memiliki masing-masing makna yang berbeda. Perbedaan makna tersebut menunjukkan adanya konteks kebahasaan.

2.5 Makna Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa di Sekolah Menengah Atas

Pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran dan istilah belajar mengajar. Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang

(11)

guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Pembelajaran merupakan sebagian dari kegiatan pendidikan. Pembelajaran lebih menekankan usaha pemindahan pengetahuan, kecakapan, dan pembinaan pembentukan nilai- nilai positif bagi kepribadian anak didik.

Tarigan (2009:18) mengatakan, pembelajaran bahasa merupakan suatu teori yang berorientasi untuk membangun pola proses pembelajaran, seperti pembentukan kebiasaan, induksi, penarikan kesimpulan, penguji hipotesis, dan generelisasi yang tentunya berhubungan dengan bahasa pada proses pembelajaran di sekolah. Dapat diartikan bahwa proses pembelajaran bahasa menjadikan suatu sarana untuk pengembangan bahasa agar lebih disukai maupun berkembang dengan mudah dan menjadikan peserta didik lebih menyukai dan menggemari bentuk-bentuk pembelajaran bahasa yang tentunya bersifat membangun karakter mereka.

Sastra pada pembelajaran bahasa akan ada kaitannya dengan kurikulum 2013.

Karya-karya sastra dianggap sangat berguna, bermanfaat, untuk menafsirkan masalah-masalah dunia nyata, pembelajaran karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka pembelajaran dan pengajaran sastra harus kita pandang sebagai sesuatu yang penting yang patut menduduki tempat yang selayaknya. Jika pembelajaran sastra dilakukan dengan cara tepat, maka pembelajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecakan masalah-masalah yang cukup sulit. Pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya memiliki 4 manfaat, yaitu:

membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, dan menunjang pembentukan watak. Tujuan pembelajaran sastra yang bertujuan untuk

(12)

mencapai pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang dialami oleh masing- masing individu.

Pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa yang dibantu dengan pemilihan bahan ajar dalam upaya mencapai kompetensi inti tambahan pada siswa, kriteria bahan ajar dipilih dan disesuaikan dengan cara melihat dari beberapa aspek. Menurut Rahmanto (2005:27—31) terdapat beberapa aspek di antaranya: segi bahasa, psikologi, dan latar belakang.

1. Segi bahasa, agar pembelajaran ini dapat berjalan dengan lancar guru kiranya perlu mengembangkan keterampilan (atau semacam bakat) khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya.

2. Segi psikologi, sebelum menerapkan bahan ajar guiru harus dapat memahami karakter siswa. Tahap-tahap pengembangan psikologi sangat terpengaruh dengan minat dan bakat pemikiran pada peserta didik dalam memperoleh suatu pembelajaran, tahap pemikiran setiap peserta didik berbeda dengan orang yang lebih dewasa. Urutan penahapannya adalah sebagai berikut.

a. Tahap Pengkhayal (8—9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

b. Tahap Romantik (10—12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meningkatkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tetap dunia ini masih sangat

(13)

sederhana, tapi pada tahap ini anak telah menyayangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

c. Tahap Realistik (13—16 tahun)

Sampai tahap ini anak-anak mulai sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat beriman pada realitas atau apa yang benar- benar terjadi, mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.

d. Tahap Generelisasi (16 tahun dan selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menentukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang terkadang mengarang kepemikiran firasat untuk menentukan keutusan-keputusan moral.

Karya sastra yang terpilih sebagai bahan ujar hendaknya sesuai dengan tahap psikologis pada umumnya dalam suatu kelas. Tentu saja tidak semua siswa dalam suatu kelas mempunyai tahap psikologis yang sama tetapi guru hendaknya menyajikan karya sastra yang secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa di kelas tersebut.

3. Segi latar belakang, aspek ini menunjukkan latar belakang pada peserta didik kerena siswa dapat tertarik dari pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan keadaan atau latar belakang budaya dalam kehidupan siswa tersebut. Dengan demikian, secara umum guru sastra hendaknya memiliki

(14)

bahan pengajaran dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya- karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.

Dalam proses pembelajaran bahasa, pembelajaran akan dikaitkan dengan proses pengembangan minat belajar bahasa pada siswa, yang diharapkan peserta didik tetap mengembangkan pengetahuan bahasa, dan menjadikan suatu pembelajaran bahasa yang disukai. Guru dapat menyesuaikan dengan kurikulum yang berlaku dan diatur pada silabus yang diterapkan menjadi sarana dan prasarana bahan ajar di sekolah menengah atas. Dalam pembelajaran guru harus dapat memiliki metode yang dapat menjadikan siswa lebih mudah dalam memahami pembelajaran dan dapat terasa nyaman.

Berdasarkan pembelajaran di atas makna kontekstual dihubungkan dengan alternatif bahan ajar di sekolah menengah atas. Hal tersebut dilakukan supaya kita mengetahui bahwa makna kontekstual yang terdapat di dalam sebuah karya dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran, sehingga penelitian ini memfokuskan pada makna kontekstual yang terdapat pada novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy sebagai alternatif pembelajaran di sekolah menengah atas.

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang diperoleh tersebut terdapat perbedaan antara pengaruh penggunaan media audio visual terhadap kognitif anak, pada kelas eksperimen yang

Hi, nama saya Nining Agustin dan saya  baru  saja  bergabung  di  sekolah  Dyatmika sebagai asisten guru di TK B.  Saya  baru  saja  menyelesaikan 

Kemudian tulisan yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai pendukung gambar, kini telah berperan lebih dari sekedar pendukung gambar, bahkan tidak jarang memiliki kedudukan

Hasil yang diharapkan dari sosialisasi ini adalah warga Desa Pandanan yang sebagian besar berprofesi sebagai petani perlahan sadar dan dapat membiasakan diri untuk

1) Tingkat perkembangan suatu masyarakat tergantung kepada empat faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan tingkat teknologi

Setelah memadat, diambil 1 ose bakteri yang telah diukur berdasarkan standar Mc.Farland 108 kol/ mL, kemudian digores secara merata pada permukaan medium, kemudian dimasukkan

Keempat, Fuad prasetyo (2015) yang berjudul “Analisis Portofolio Optimal Model Indeks Tunggal Dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)” Studi kasus Saham Jakarta

Jenis penelitian yang digunakan adalah Kualitatif deskriptif yang mengambil sumber data dari buku-buku perpustakaan (liberary research). Jenis pendekatan yang digunakan