• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Universitas Sumatera Utara"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakutas Hukum

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

794K/Pdt.Sus-Pailit/2016)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Studi Magister Kenotariatan Fakutas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

INDIRA MELISSA 167011193/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Studi Magister Kenotariatan Fakutas Hukum

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

(2)
(3)

TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

ANGGOTA: 1. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, MHum 2. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

3. Dr.T. Keizerina Devi Azwar SH, CN, Mhum

4. Dr. Idha Aprilyana Sembiring SH, MHum

(4)
(5)
(6)

2. Tempat, TanggalLahir : Jakarta, 14 Oktober 1983 3. JenisKelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : Kristen

6. Alamat : Jl. BungaWijayaKesuma, Pasar 4 Komp.Pendopo 7 No.13

Medan Selayang – Medan

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Drs. Martalup L. Tobing 2. NamaIbu : Beryl C.N. Hutapea

3. NamaSaudara : FobsterSabarLamsiharTobing 4. NamaSuami : ApriantoKaro-karoPurba, SH, Msi.

5. NamaAnak :1. Aurelia Geraldine Mikhaya Br. Karo 2. Aurelio OtnielSangaptaKarokaro 3. AudreaChristabelNathania Br. Karo 4. AubertaGavrilaCathalina Br. Karo

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Strada Bhakti Utama, Jakarta Tahun 1989-1995

2. SMP : SMP Tarakanita 1, Jakarta Tahun1995-1998

3. SMA : SMA Tarakanita 1, Jakarta

Tahun 1998 – 2001

4. PerguruanTinggi (S1) : UniversitasKatolikParahyangan, Bandung Tahun 2001 - 2006

5. PerguruanTinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara, Medan Tahun 2016-2019

(7)

PujidansyukurPenulispanjatkankepadaTuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan nikmat kesehatan kepada penulis, sehingga dapat terselesaikannya penulisan tesis yang berjudul“ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERDAMAIAN DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) (Studi Kasus Putusan Nomor : 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017dan Putusan Nomor : 794K/Pdt.Sus-Pailit/2016)”, dengan harapan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan Ilmu Hukum khususnya di Medan, dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian tesis ini, khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selakuDekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Program

(8)

4. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum, selaku Ketua Komisi Pembimbing pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penulisan tesis ini.

5. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, MHum, selaku anggota Komisi Pembimbing pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penulisan tesis ini.

6. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penulisan tesis ini.

7. Dr. Idha Aprilyana Sembiring SH, MHum dan Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku dosen penguji pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

8. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Staf Biro Pendidikan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

(9)

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Khususnya Angkatan 2016 yang senantiasa memberikan dorongan semangat, dukungan moril, serta kerja sama yang baik selama perkuliahan dan penulisan tesis ini.

Teristimewa penulis sampaikan terima kasih kepada orangtua, suami dan anak – anak penulis atas doa, semangat dan segala pengorbanan yang telah diberikan selama ini, yang begitu luar biasa menjadi penyemangat dalam setiap suka dan duka.

Disadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan tesis ini.

Semoga tesis ini membawa kemanfaatan terutama bagi penulis dan pembaca guna mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa yang akan datang.

Medan, 04 Januari 2019 Penulis

Indira Melissa

(10)

PENGESAHAN... i

TANGGAL UJIAN... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS... iv

ABSTRAK... ABSTRACT...... DAFTAR RIWAYAT HIDUP...…… v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI...….. ix

DAFTAR ISTILAH... xi

DAFTAR SINGKATAN... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. LatarBelakang... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian... 12

D. Manfaat Penelitian... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 16

1. Kerangka Teori... 16

2. Kerangka Konsep... 25

G. Metode Penelitian... 28

1. Sifat dan Jenis Penelitian... 28

2. Sumber Data... 29

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 30

4. Analisis Data... 32

BAB II FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB PEMBATALAN PERDAMAIAN DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) ... 34

A. Perdamaian dalam PKPU... 34

1. Pengertian perdamaian ... 36

2. Perdamaian sebagai Perjanjian ... 37

3. Syarat – syarat terpenuhinya perdamaian... 39

B. Para Pihak yang terlibat perdamaian dalam PKPU... 42

1. Debitor ... 42

2. Kreditor ... 43

3. Para Ahli ... 45

4. Pengurus ... 46

(11)

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP DEBITOR DALAM HAL PEMBATALAN PERDAMAIAN DALAM PROSES

PKPU DITERIMA ATAU DITOLAK ... 66

A. Prosedur perdamaian dalam PKPU ... 66

1. Pengajuan rencana perdamaian ... 68

2. Pengumuman rencana perdamaian ...….. 71

3. Rapat verifikasi / pengambilan keputusan perdamaian.. 72

4. Ratifikasi dan Sidang Homologasi... 74

B. Akibat hukum pembatalan perdamaian dalam proses PKPUditerima... 76

1. Kepailitan dibuka kembali ... 76

2. Pemberesan harta Pailit ... 80

C. Akibat hukum pembatalan perdamaian dalam proses PKPU ditolak ... 81

1. Debitor terhindar dari pailit ... 81

2. Pelaksanaan perdamaian antara debitor dan kreditor... 82

BAB IV ANALISA TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA NOMOR: 376K/Pdt.Sus- Pailit/2017 dan PERKARA NOMOR : 749K/Pdt-Sus-Pailit/2016 ... 84

A. Duduk perkara kasus ... 84

1. Putusan Nomor: 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 ... 84

2. Putusan Nomor:749K/Pdt-Sus-Pailit/2016 ... 85

B. Pertimbangan dan putusan Hakim ... 86

1. Putusan Nomor: 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 ... 86

2. Putusan Nomor: 749K/Pdt-Sus-Pailit/2016 ... 89

C. Analisis kasus ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA... 107

LAMPIRAN ... 113

(12)

menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.

Homologasi : Pengesahan hakim atas persetujuan perdamaian antara debitor dan kreditor untuk mengakhiri kepailitan.

Restrukturisasi utang :Penyesuaian atau penyusunan kembali struktur utang yang mencerminkan kesempatan kepada Debitor merencanakan pemenuhan kewajiban keuangannya.

Ultimum remedium :Penerapan sanksi sebagai jalan terakhir dalam penegakan hukum, setelah semua upaya telah dicoba.

Wanprestasi : Tidak terlaksananya prestasi baik karena kesengajaan atau kelalaian sebagaimana mestinya.

(13)

UUKPKPU : Undang – undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 Tahun 2004

(14)

1. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 2. Putusan Kasasi Mahkamah Agung

Nomor 794K/Pdt.Sus-Pailit/2016

(15)

berdasarkan UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU). Sebelum sampai pada pailit, pranata hukum memberikan jalan untuk mencoba perdamaian lewat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), dimana antara debitor dan kreditor melakukan renegoisasi ulang atas utang atau semua hal yang terkait hubungan perdata kedua pihak tersebut dan menuangkannya dalam suatu perjanjian perdamaian. Saat suatu perdamaian tidak dijalankan sebagaimana kesepakatan, maka kreditor dapat memintakan pembatalan perdamaian kepada Pengadilan Niaga. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 1) Faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya pembatalan perdamaian dalam proses PKPU? 2) Bagaimana akibat hukum terhadap debitor apabila pembatalan perdamaian dalam proses PKPU diterima atau ditolak? 3) Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menyelesaikan dan memutus perkara di dalam putusan Nomor : 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 dan Putusan Nomor : 749K/Pdt-Sus- Pailit/2016?

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif, dan penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data akan dilakukan melalui library research dan field research, yang didapatkan melalui studi dokumen dan pedoman wawancara. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan secara deduktif yaitu dari hal – hal yang bersifat umum ke hal – hal yang khusus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap permohonan pembatalan perdamaian yang telah di homologasi dapat ditolak maupun diterima. Hakim sebagai penentu dan pengambil keputusan, akan menilai berdasarkan segala aspek mengenai permohonan tersebut. Perdamaian sebagai perjanjian harus dijalankan dengan itikad baik oleh masing – masing pihak. Baik debitor maupun kreditor harus menjadikan perjanjian perdamaian sebagai Undang – undang bagi mereka.Kesimpulan dari penelitian ini, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pembatalan perdamaian dalam PKPU, yaitu : kelalaian debitor akibat penurunan nilai usaha, adanya keadaan memaksa, itikad buruk dari kreditor atau debitor, hingga penurunan nilai aset debitor akibat kurang cakapnya pengurus dalam melakukan pengurusan aset debitor. Akibat hukum bila permohonan pembatalan perdamaian diterima, maka debitor akan masuk kepada keadaan pailit, yang mana debitor kehilangan hak nya untuk melakukan pengurusan terhadap harta benda dan asetnya. Bilapermohonan pembatalan perdamaian ditolak, maka debitor terhindar dari pailit dan masing – masing pihak baik debitor maupun kreditor wajib melaksanakan perjanjian perdamaian sebagaimana mestinya.

Kata Kunci : Perdamaian, Homologasi, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

(16)
(17)

Kehidupan masyarakat sehari – hari sangat terkait erat dengan faktor ekonomi. Pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi dapat terjadi karena tersedianya beberapa faktor penunjang serta iklim berusaha yang mendukung sebagai salah satu faktor utamanya. Salah satu motor penggerak bagi kegiatan usaha adalah tersedianya sumber dana.

Penyediaan sumber dana dapat diperoleh melalui internal yaitu kemampuan diri sendiri maupun melalui faktor eksternal ataupun pihak luar.

Faktor eksternal disini yang dimaksud adalah melalui utang, atau dalam dunia usaha dikenal dengan kredit.Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan Perjanjian yang telah disepakati.1Pihak yang berhutang disebut dengan debitor, sedangkan pihak yang memberi pinjaman atau utang dikenal dengan sebutan kreditor.

Adakalanya suatu usaha tidak selalu berjalan dengan baik dan lancarakibat beberapa faktor, sehingga pelaku usaha atau debitor sampai pada keadaan berhenti membayar, yaitu suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mampu lagi membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Para kreditor yang mengetahui bahwa debitor tidak mampu lagi membayar utang-utangnya dapat mengajukan permohonan pailit terhadap kreditor tersebut melalui lembaga kepailitan, disertai dengan permohonan sita umum untuk

1Malayu Hasibuan, Dasar – dasar Perbankan, Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, h.5.

(18)

menjamin agar debitor tidak mengalihkan harta bendanya sebelum keputusan pailit dijatuhkan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas Sri Rejeki Hartono mengatakan:

“Lembaga kepailitan memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti membayar atau tidak mampu membayar.

Lembaga kepailitan mencegah atau menghindari suatu hal tersebut, yang keduanya merupakan tindakan-tindakan yang tidak adil dan dapat merugikan semua pihak, yaitu: menghindari eksekusi masal oleh debitor atau kreditor dan mencegah terjadinya kecurangan oleh debitor sendiri.”2 Mengutip pada penjelasan Umum UUKPKPU, kepailitan dipandang sebagai perangkat hukum yang diperlukan dalam penyelesaian masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Dibandingkan dengan prosedur penyelesaian perkara di Pengadilan Umum, penyelesaian masalah utang piutang melalui pranata kepailitan lebih menjanjikan penyelesaian perkara yang lebih cepat dan lebih efektif.3

Kepailitan menjadi sarana yang efektif karena mendasarkan pada sejumlah asas – asas Kepailitan yakni :4

1. Asas Keseimbangan

Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyelahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.

2. Asas Kelangsungan Usaha

Dalam Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terdapat ketentuan yang

2Sri Rejeki Hartono, “Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 7, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis , Jakarta, 1999, h.22.

3Andika Wijaya,Penanganan Perkara Kepailitan dan Perkara Penundaan Pembayaran secara Praxis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2017, h.1.

4Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2008, h.16-17.

(19)

memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.

3. Asas Keadilan

Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai Kepailitan dapat memnuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas Keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang – wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing – masing terhadap debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.

4. Asas Integrasi

Asas Integrasi dalam Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

Syarat debitor dapat dinyatakan pailit apabila debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih5, sedangkan putusan permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan debitor sebagai mana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.Tujuan dari Undang-Undang Kepailitan adalah untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang piutang secara cepat, adil, terbuka dan efektif.6

Kemudahan dan efektifnya pengajuan permohonan pailit ini yang sering disalahgunakan oleh pihak tertentu sebagai dasar mengambil keuntungan tersendiri. Begitu banyak kasus kepailitan di Indonesia yang melibatkan perusahaan – perusahaan besar dan ternama sebagai debitor yang dimohonkan pailit, dimana kondisi keuangan perusahaan – perusahaan tersebut tergolong sehat.

5Pasal 2 ayat 1UUKPKPU.

6Widjanarko, “Dampak Implementasi Undang-Undang Kepailitan Terhadap Sektor Perbankan”,JurnalHukumBisnis,Volume8,Yayasan PengembanganHukumBisnis, Jakarta,1999,h.73.

(20)

Terpenuhinya syarat sebagaimana diatur dalam Undang-undang, bahwa adanya dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, menyebabkan banyak kreditor yang mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga bila mengetahui utang atau tagihannya terhadap debitor sudah jatuh tempo.

Hal inilah yang terkadang menyebabkan perangkat kepailitan melalui UUKPKPU menjadi senjata baru bagi para kreditor yang bergegas mengajukan permohonan pailit atas tagihan – tagihannya terhadap debitor dan seolah –olah melakukan pembalasan terhadap debitor yang tidak memenuhi kewajibannya membayar tagihan. Di balik prinsip pembalasan pada Undang – undang KPKPU (debt collection principle) terdapat prinsip kelangsungan usaha jika usaha debitor

dianggap prospektif untuk dilanjutkan. Prinsip inilah yang sesungguhnya menjadi ruh dari Undang-undang tersebut di Indonesia. Dengan berpegangan pada prinsip kelangsungan usaha maka seharusnya permohonan pailit merupakan opsi ultimum remedium. 7

Meminjam istilah dari hukum pidana, ultimum remediummerupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia yaitu upaya terakhir guna memperbaiki tingkah laku manusia terutama penjahat serta memberikan tekanan psikologis agar orang – orang lain tidak melakukan kejahatan.8Dengan kata lain, pengajuan permohonan kepailitan hendaklah dijadikan sebagai upaya terakhir yang ditempuh apabila seluruh upaya lain telah dicoba terlebih dahulu.

7Bambang Pratama, “Kepailitan dalam putusan hakim ditinjau dari perspektif hukum formil dan materiil”, Jurnal yudisial, Volume 7, 2014, h.162.

8Andi Zainal Abidin, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni, Bandung, 1987, h.16.

(21)

Sebelum sampai pada pailit, pranata hukum memberikan jalan untuk mencoba perdamaian lewat penundaan kewajiban pembayaran utang atau dalam konsep kepailitan proses tersebut disebut dengan restrukturisasi utang, dimana antara debitor dan kreditor melakukan renegoisasi ulang atas utang atau semua hal yang terkait hubungan perdata kedua pihak tersebut.9

Perdamaian dalam proses kepailitan pada prinsipnya sama dengan perdamaiandalam pengertiannya yang umum, yang intinya terdapatnya “kata sepakat”antara para pihak yang bertikai. Jadi kata kuncinya adalah “kata sepakat”.10Perdamaian merupakan langkah penting yang bisa diambil oleh debitor pailit agar dirinya bisa merumuskan ulang (restrukturisasi) utang – utangnya kepada para kreditor dan sekaligus melepaskan diri dari akibat kepailitan. Dengan perdamaian baik debitor pailit maupun kreditor dapat mengambil langkah yang bisa jadi lebih bermanfaat ketimbang apabila masalah diantara mereka diselesaikan melalui proses kepailitan.11

Beberapa manfaat yang bisa diambil dari penyelesaian kepailitan melalui Perdamaian dari berbagai sisi, antara lain :12

1. Dari sisi ekonomi, perdamaian membawa manfaat : a. Debitor bisa melanjutkan usahanya.

b. Tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja.

c. Tidak terganggunya rantai usaha, seperti pemasok (supplier) dan pelanggan.

d. Kreditor akan dapat dibayar seluruh utangnya oleh debitor.

2. Dari sisi sosial, perdamaian membawa manfaat :

9Mujiburrahman, Solusi hukum ketika bisnis terancam pailit (bangkrut), studihukum.wordpress.com, diakses pada 15 Maret 2018 Pukul 09.19wib.

10Munir Fuady, Hukum Pailit dalam teori & praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, h.105.

11Andika Wijaya,Op.Cit , h.80.

12R. Anton Suyatno, Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kencana, Jakarta, 2012, h.56-58.

(22)

a. Dengan dikabulkannya usul perdamaian secara tetap antara debitor dan kreditor, maka debitor akan tetap melanjutkan kegiatannya. Keadaan ini memiliki arti yang sangat penting bagi debitor dalam kedudukannya di masyarakat.

b. Dengan keadaan bahwa perusahaan tetap dapat melanjutkan usahanya, maka akan dapat memberikan berbagai kontribusi di bidang sosial, seperti memberikan sumbangan untuk berbagai kegiatan sosial, olahraga dan kesenian.

3. Dari sisi Yuridis, perdamaian membawa manfaat :

a. Terhindarkannya debitor pailit dari proses penahanan, baik yang ditempatkan di rumah tahanan negara maupun di rumahnya sendiri, di bawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas (Pasal 93 ayat (1) UUKPKPU).

b. Terhindarkan debitor pailit dari pembatasan meninggalkan tempat tinggal tanpa izin hakim pengawas (Pasal 88 UUKPKPU).

c. Memulihkan hak debitor pailit untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya kembali.

Dalam Hukum Kepailitan terdapat 2 (dua) macam perdamaian yaitu perdamaian yang diajukan dalam proses kepailitan dan perdamaian dalam proses PKPU. Dalam proses kepailitan, permohonan perdamaian diajukan pada saat verifikasi, sedangkan perdamaian dalam PKPU diajukan sebelum debitor dinyatakan pailit.13Perdamaian dalam proses kepailitan jangkauannya lebih sempit (sebatas untuk pembagian dan pemberesan harta pailit), namun perdamaian dalam proses PKPU mempunyai cakupan yang lebih luas. Sebab, pengertian “tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang” dalam Pasal 222 ayat (2) Undang – undang kepailitan tersebut sudah mencakup pula pengertian “restrukturisasi utang” dari debitor tersebut.14

Perdamaian kepailitan dapat dilakukan melalui beberapa kemungkinan diantaranya debitor membayar utangnya dengan cara menyicil, membayar utang

13Sunarmi, Hukum Kepailitan, USU Press, Medan, 2009, h.198.

14Munir Fuady, Op.Cit, h. 194.

(23)

sebagian sisanya dihapuskan, membayar utang pokok bunga dihapus. Perdamaian setelah pernyataan pailit pun masih dimungkinkan, dengan kata lain sekalipun debitor sudah dinyatakan pailit oleh pengadilan, namun peluang bagi debitor untuk melakukan perdamaian dengan kreditor masih tetap terbuka.15

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 144 UUKPKPU, menegaskan bahwa

“Debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor”. Perdamaian dalam tahapan PKPU merupakan tahapan yang paling penting, karena dalam perdamaian tersebut debitor akan menawarkan rencana perdamaiannya kepada para kreditor. Dalam perdamaian tersebut dimungkinkan adanya restrukturisasi utang – utang debitor. 16

Seluruh rencana perdamaian dari debitor, apabila diterima akan disahkan (dihomologasi) oleh Pengadilan Niaga dan mengikat serta berlaku bagi para pihak, namun demikian bila dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan, debitor tidak dapat memenuhi kewajiban – kewajiban yang dituangkan dalam perdamaian tersebut maka perdamaian yang sudah ada dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan Niaga. Pembatalan perdamaian ini bertujuanagar debitor dapat segera dinyatakan pailit secara hukum, dan Pengadilan dapat segera menetapkan kurator dan Hakim pengawas, sehingga kurator tersebut dapat mulai langsung bekerja dengan menjual ataupun melakukan pengurusan terhadap aset – aset debitor, demi terpenuhinya pembayaran kepada kreditor.

15Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kepailitan, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, h.35.

16Ibid, h.209.

(24)

Dalam kasus pembatalan perdamaian yang diputus oleh Pengadilan Niaga Medan dengan nomor: 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017duduk perkaranya adalah PT Indrapura Jaya Lestari (debitor) melawan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan (kreditor). Kreditor mengajukan permohonan pailit terhadap debitor karena debitor dianggap telah gagal dalam membayar tagihan – tagihannya kepada kreditor.

Atas permohonan tersebut, debitor mengajukan PKPU dan juga memberikan rencana perdamaian di muka pengadilan. Tujuannya adalah agar tercapai kesepakatan antara debitor dan kreditor untuk menyelesaikan permasalahan utang piutang diantara mereka tanpa debitor harus dinyatakan pailit.

Setelah perjanjian perdamaian disahkan (dihomologasi) oleh Pengadilan Niaga Medan dengan putusan Nomor : 10/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN Niaga Mdn, maka perjanjian perdamaian pun dilaksanakan oleh masing – masing pihak.

Atas Perdamaian yang telah dihomologasi tersebut, kreditor menemukan fakta bahwa telah terjadi pelanggaran kesepakatan dalam perdamaian yang sebelumnya telah disepakati bersama, yaitu debitor lalai untuk melaksanakan kewajiban pembayarannya kepada kreditor. Hal ini yang menyebabkan kreditor merasa perlu untuk mengajukan pembatalan perdamaian kepada Pengadilan Niaga Medan. Pengadilan Niaga Medan memutuskan bahwa berdasarkan pertimbangan Hakim dengan mendasarkan bukti – bukti dan saksi – saksi, Hakim menyetujui permohonan pembatalan Perdamaian tersebut dengan putusan Nomor 03/Pdt.Sus- pembatalan perdamaian/2016/PN Niaga Mdn.

(25)

Debitor yang merasa keberatan atas putusan Hakim tersebut, mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap putusan Pengadilan Niaga Medan yang telah membatalkan perdamaian antara debitor dengan kreditor. Debitor merasa bahwa pihaknya telah melakukan segala upaya dan usaha untuk memenuhi kewajiban – kewajibannya dalam perdamaian dengan menunjukkan bukti – bukti yang menguatkan itikadnya dalam memenuhi isi perdamaian.

Hakim dalam pertimbangannya mengemukakan bahwa keberatan – keberatan dari debitor tidak dapat diterima pada tingkat kasasi dengan putusan Nomor : 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017, dengan beberapa pertimbangan :

1. Pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya terkait dengan kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat – syarat yang ditentukan Undang- undang, atau bila terkait pelampauan batas wewenang pengadilan, dan tidak mengadakan pemeriksaan bukti atau pembuktian.

2. Bahwa sesuai dengan UUKPKPU terhadap putusan pailit akibat tidak dipenuhinya perjanjian perdamaian(Homologasi), tidak tersedia upaya hukum.

3. Bahwa debitor terbukti tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam perjanjian perdamaian(Homologasi), dan karena itu dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Dalam kasus pembatalan perdamaian yang diputus oleh Pengadilan NiagaJakarta Pusat dengan Putusan Nomor : 749K/Pdt.Sus-Pailit/2016, duduk perkaranya adalah PT Bank Bukopin Tbk, (kreditor) melawan PT Ikhtiar

(26)

Sejahtera Bersama, Johanes Herman Widjadja, Anna Ratnasari (debitor). Kreditor mengajukan permohonan pailit terhadap debitor, dan debitor mengajukan rencana perdamaian. Setelah rencana perdamaian disepakati maka rencana perdamaian tersebut disahkan (dihomologasi) oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan putusan Nomor : 38/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN Niaga Jkt.Pusat.

Atas Perdamaian yang telah dihomologasi tersebut, kreditor menemukan fakta bahwa debitor telahlalai dan mempunyai itikad buruk dalam menjalankan perdamaian, yaitu debitor tidak melakukan kewajiban pembayaran yang disepakati kepada kreditor dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan lebih. Kreditor juga telah melayangkan Surat Peringatan dan juga surat teguran / somasi, namun tidak pernah ditanggapi atau dijawab oleh debitor. Hal ini yang menyebabkan kreditor mengajukan pembatalan perdamaian kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa Hakim menolak permohonan pembatalan perdamaian tersebut dengan putusanNomor : 3/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2016/PN Niaga Jkt Pst Juncto Nomor 38/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN Niaga Jkt Pst.

Kreditor yang merasa keberatan atas putusan Hakim tersebut, mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, yang telahmenolak permohonan pembatalan perdamaian antara debitor dengan kreditor.

Salah satu alasan yang dikemukakan oleh kreditor adalah sebagaimana tercantum di dalam Pasal 170 ayat 3 UUKPKPU yang menyebutkan :

1. Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut

(27)

2. Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian telah dipenuhi.

3. Pengadilan berwenang memberikan kelonggaran kepada debitor untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah putusan pemberian kelonggaran tersebut diucapkan.

Hakim dalam pertimbangannya mengemukakan bahwa keberatan – keberatan dari kreditor tidak dapat diterima pada tingkat kasasi dengan putusan Nomor : 749K/Pdt.Sus-Pailit/2016, dengan pertimbangan utama bahwa debitor tetap memenuhi isi perdamaian walaupun ada keterlambatan.

Sebagai perbandingan, terdapat disparitas Hakim dalam menimbang dan memutus perkara pada kedua kasus pembatalan perdamaian tersebut. Permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan kepada Pengadilan Niaga Medan (Putusan Nomor : 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017), diterima oleh Hakim karena Hakim menganggap debitor memenuhi syarat kelalaian dalam pelaksanan perdamaian, sedangkan permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (Putusan Nomor : 794K/Pdt.Sus-Pailit/2016) ditolak oleh hakim dengan pertimbangan debitor menjalankan isi perdamaian walaupun terlambat.

Debitor yang tidak melaksanakan kewajiban - kewajibannya dalam perdamaian dianggap telah lalai dan kreditor dapat mengajukan pembatalan perdamaian.Dua putusan diatas memiliki nuansa yang hampir sama, yaitu debitor sama – sama lalai memenuhi kewajiban – kewajibannya dalam perdamaian.Satu putusan diterima pembatalan perdamaiannya oleh Hakim dimana kelalaian pelaksanaan kewajiban tersebut terjadi dalam kurun waktu 1(satu) hingga 2 (dua) bulan, sedangkan satu putusan lainnya ditolak pembatalan perdamaiannya oleh

(28)

Hakim, walalupun kelalaian pelaksanaan kewajiban telah terjadi dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan lebih. Hal ini menarik untuk dikaji, karena Hakim mempunyai pertimbangan – pertimbangan tersendiri dalam memutuskan masing – masing perkara, walaupun Undang – undang KPKPU secara tegas telah mengatur mengenai hal ini.

Oleh karena itu berdasarkan duduk perkara di atas, ada ketertarikan untuk mengkajinya dalam bentuk Tesis dengan judul : “Analisis Yuridis pembatalan Perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (Studi Kasus Putusan Nomor : 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 dan Putusan Nomor :749K/Pdt.Sus-Pailit/2016).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pembatalan perdamaian dalam proses PKPU?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap debitor apabila pembatalan perdamaian dalam proses PKPU diterima atau ditolak?

3. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menyelesaikan dan memutus perkara di dalam putusan Nomor: 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 dan Putusan Nomor :749K/Pdt-Sus-Pailit/2016?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

(29)

1. Untuk menganalisis faktor – faktor penyebab terjadinya pembatalan perdamaian dalam proses PKPU.

2. Untuk menganalisis akibat hukum terhadap debitor dalam hal pembatalan perdamaian dalam PKPU diterima ataupun ditolak.

3. Untuk menganalisis secara hukum terhadapdasar pertimbangan Hakim dalammenyelesaikan dan memutus perkara tersebut di dalam putusan Nomor: 376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 dan Putusan Nomor : 749K/Pdt-Sus- Pailit/2016.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini yang menjadi harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bersifat Teoretis

a. Bagi Ilmu Hukum, yaitu untuk menambah literatur kepustakaan dibidang ilmuhukum serta sumbangan ide dan konsep pemikiran terutama ilmu hukum dibidang hukum kepailitan.

b. Bagi pembentuk Undang – undang, dapat memberikan informasi terkait proses perdamaian dan pembatalan perdamaian dalam PKPU dari Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga berguna bagi penyempurnaan peraturan ke depannya.

2. Bersifat Praktis

a. yakni penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatpraktis bagi semua pihak terutama bagi praktisi,

(30)

akademisi, mahasiswa yang sehari-hari berprofesi di bidang hukum baik untuk menjadi pengetahuan bagi diri sendiri, namun jugadiharapkan agar dapat menjadipengetahuan bagi orang lain yang membutuhkan masukan-masukan berkenaan dengan proses perdamaian dalam PKPU di dalam hukum kepailitan.

b. Bagi masyarakat bisnis

Membuka wawasan dan pengetahuan mengenai proses perdamaian dan pembatalan perdamaian dalam PKPU berdasarkan Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga bermanfaat bagi dunia usaha dan bisnis yang dijalani.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara baik terhadap hasil penelitian yang sudah pernah ada, maupun yang sedang akan dilakukan, diketahui bahwa belum pernah ada dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama mengenai “Analisis Yuridis pembatalan Perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)(Studi Kasus Putusan Nomor :376K/Pdt.Sus- Pailit/2017 dan Putusan Nomor : 749K/Pdt.Sus-Pailit/2016)”.

Beberapa penelitian ditemukan mengenai kepailitan namun judul penelitian, rumusan permasalahan penelitian, dan wilayah penelitian yang diangkat sebelumnya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian tersebut antara lain :

(31)

1. Yuanita Harahap (047005015), yang berjudul “Analisis hukum mengenai restrukturisasi utang PT Terbuka pada proses perdamaian menurut Undang – Undang Kepailitan”, dengan rumusan masalah yaitu :

a. Bagaimana pengaturan restrukturisasi utang dalam hukum kepailitan di Indonesia?

b. Bagaimana pengaturan restrukturisasi utang PT terbuka di Indonesia?

c. Bagaimana pelaksanaan restrukturisasi utang PT terbuka melalui proses perdamaian?

2. Zulfikar (077011075), yang berjudul “Efektivitas perlindungan hukum terhadap para kreditor dalam hukum kepailitan”, dengan rumusan masalah yaitu :

a. Bagaimanakah golongan kreditor dalam hukum kepailitan?

b. Bagaimanakah kedudukan para kreditor dalam hukum kepailitan?

c. Bagaimanakah efektivitas perlindungan hukum terhadap para kreditor dalam hukum kepailitan?

3. Nur Elfira Nirmala Pohan (147011025), yang berjudul “Analisa Hukum atas kedudukan Kreditor lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan”, dengan rumusan masalah yaitu :

a. Bagaimana upaya hukum dalam perkara kepailitan?

b. Bagaimana kedudukan kreditor lain dalam mengajukan upaya

(32)

hukum pada perkara kepailitan?

c. Bagaimana putusan Mahkamah Agung dalam upaya hukum kasasi yang diajukan kreditor lain pada perkara kepailitan?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.17

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan yang paling sedikit mencakup hal – hal sebagai berikut :18

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta.

b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi data.

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal – hal yang diuji kebenarannya.

Untuk menjawab permasalahan diperlukan landasan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang dibahas, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan teori : teori kemanfaatan hukum, teori kepastian hukum dan teori positivisme hukum.

a. Teori Kemanfaatan Hukum(Utilitarianisme Theory).

17M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung ,1994, h.80.

18Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,1981, h.121.

(33)

Dikatakan sebagai aliran utilitarianisme, karena berasal dari kata

“utility” yang artinya bermanfaat, berguna. Jeremy Bentham menyatakan bahwa tujuan hukum adalah semata – mata menjamin adanya kefaedahan yang terbesar bagi sebagian besar manusia (apa yang berfaedah bagi orang).19

Aliran Utilitarianisme dipelopori oleh Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan Rudolf Van Jhering, dengan memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham mencoba menerapkannya di bidang hukum. Atas dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Demikian pun dengan perundang – undangan, baik buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut diatas. Jadinya Undang – undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai Undang – undang yang baik.20

Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk Undang-undang hendaknya dapat melahirkan Undang – undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut diatas, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian masyarakat (the greatest happiness for the greatest number).21

Menurut Bentham, perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan :22

1) To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup).

2) To provide abundance (untuk memberikan makanan yang

19Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum dalam Perspektif Hukum Positif, Djambatan, Jakarta, 2001, h.49.

20Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar – dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, h.64.

21Lili Rasjidi, dkk, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2010, h.61.

22Teguh Prasetyo, dkk, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, h.100

(34)

berlimpah).

3) To provide security (untuk memberikan keamanan).

4) To attain equity (untuk mencapai persamaan).

John Stuart Mill sependapat dengan Bentham, bahwa suatu tindakan hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Lebih lanjut Mill menyatakan bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya, akan tetapibahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak diketemukan pada kegunaan, melainkan pada dua hal yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaaan simpati. Menurut Mill keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolah dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.23

Menurut Rudolf Von Jhering sebagai penggagas teori sosial utilitarianisme bahwa tujuan adalah :

“pencipta dari seluruh hukum, tidak ada suatu peraturan hukum yang tidak memiliki asal usul pada tujuan ini, yaitu pada motif yang praktis. Lebih lanjut Jhering menyatakan bahwa tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan orientasi ini isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan negara”.24

Teori kemanfaatan hukum (utilitarian theory) mengemukakan bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah suatu kebijakan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil yang berguna atau, sebaliknya kerugian bagi orang – orang yang terkait.25Teori ini menyatakan bahwa baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang

23Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, h. 277.

24W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum; Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan, diterjemahkan dari Legal Theory oleh Muhamad Arifin, Rajawali, Jakarta, 1990, h.98.

25Sonny Keraf, Etika Bisnis tuntunan dan relevansinya, Kanisius, Yogyakarta, 1998, h.93.

(35)

dihasilkan oleh penerapan hukum itu.Suatu ketentuan hukum baru bisa dinilai baik, jika akibat – akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan pengurangan penderitaan.

Sebaliknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat –akibat yang tidak adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan.26

Seorang filosof Richard B Brant mengusulkan agar sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan prinsip kegunaan. Kalau begitu, perbuatan adalah baik secara moral, bila sesuai dengan aturan yang berfungsi dalam sistem aturan moral yang paling berguna bagi masyarakat.27

Penelitian ini akan menggunakan teori kemanfaatan hukum sebagai pisau analisis untuk rumusan masalah di atas. Apakah proses perdamaian yang dilakukan debitor dan kreditor membawa lebih besar kemanfaatan dan kebaikan bagi masing – masing pihak bila dibandingkan dengan adanya permohonan kepailitan yang diajukan kreditor, serta mengapa dapat terjadi pembatalan perdamaian dalam penerapannya.

b. Teori Kepastian Hukum

Dalam suatu Negara Hukum seperti Indonesia, kepastian hukum dalam sistem hukumnya merupakan sesuatu yang harus menjadi prioritas, karena banyak pelaku usaha dan juga masyarakat yang akan merasa tenang

26Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum sebagai suatu sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, h.79.

27Muhammad Erwin, Refleksi Kritis terhadap Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, h.188.

(36)

menjalankan kegiatan sehari – sehari dan juga melakukan aktivitas usaha mereka.

Adanya kepastian hukum, sangat kecil kemungkinannya akan terjadi penindasan dari yang kuat kepada yang lemah, kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyatnya, sebab kesemuanya itu terdapat aturan main yang harus dipedomani oleh pihak – pihak yang berkompeten.28

Menurut Van Kan bahwa “hukum bertujuan menjaga kepastian tiap – tiap manusia agar kepentingan – kepentingan itu tidak diganggu, hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.”29

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu:30

1) Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

2) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

Menurut Gustav Radbruch empat hal mendasar yang berhubungan dengan kepastian hukum, yaitu : 31

1) Hukum itu positif artinya hukum itu adalah peraturan perundang- undangan.

28Waluyadi, Op.Cit, h.58.

29C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, h.44.

30Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h.23.

31Sulaeman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam, Deepublish, Yogyakarta, 2015, h.51.

(37)

2) Hukum itu didasarkan kepada fakta.

3) Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan dan mudah dilaksanakan.

4) Hukum positif tidak boleh mudah diubah.

Menurut Kelsen, hukum adalah :

“sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya”atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma – norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang – undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi maysarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.”32

Kepastian hukum bukan hanya sekedar aturan – aturan dan pasal – pasal dalam Undang – undang, melainkan juga konsistensi hukum yang tercermin dalam putusan hakim, antara putusan yang satu dengan putusan yang lain untuk kasus yang serupa atau mengandung unsur – unsur yang sama.

Menurut Ade Saptomo, prinsip – prinsip bagi hakim dalam mengadili perkara – perkara hukum konkret mencakup tiga pendekatan sebagai berikut:33

1) Pendekatan legalistik (formal)

Pendekatan legalistik dimaksud merupakan model yang digunakan oleh hakim dalam menyelesaikan kasus hukum konkret yang hukumnya (baca:Undang-undang) telah mengatur secara jelas sehingga hakim mencari, memilah, dan memilih unsur – unsur hukum dalam kasus hukum konkret dimaksud dan kemudian dipertemukan dengan pasal – pasal relevan dalam Undang – undang dimaksud.

32Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008,h.158.

33Ade Saptomo, Hukum & Kearifan Lokal, Grasindo, Jakarta, 2009, h54-55.

(38)

2) Pendekatan interpretatif

Hukum dalam kenyataanya dimungkinkan aturan normatif itu tidak lengkap atau samar- samar. Dalam upaya menegakkan hukum dengan keadilan dan kebenaran, Hakim harus dapat melakukan penemuan hukum(rechtsvinding).

3) Pendekatan antropologis

Terhadap kasus hukum konkrit yang belum diatur Undang-undang maka Hakim harus menemukan hukum dengan cara menggali, mengikuti dan menghayati nilai – nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini, teori kepastian hukum ini berguna untuk melihat apakah dalam perkara yang terjadi telah terwujud adanya kepastian hukum dalam perdamaian yang dilakukan antara debitor dengan kreditor. Apakah masing – masing pihak telah melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang tertuang dalam perdamaian tersebut. Bila ditemukan ada pihak yang tidak melaksanakan atau lalai menjalankan prestasinya tersebut, apakah konsekuensi nya sebagai kepastian hukum bagi pihak yang lainnya, juga apakah hakim mengedapankan kepastian hukum sebagai implementasi penegakan UUKPKPU.

c. Teori Positivisme Hukum

Aliran hukum positif lahir sebagai antitesa teori hukum alam. Aliran ini memandang perlu adanya pemisahan secara tegas antara hukum dan moral, dengan kata lain hukum tercermin dari perintah penguasa atau identik dengan Undang-undang dan peraturan.

Istilah Positivisme berasal dari kata ponere yang berarti meletakkan, kemudian menjadi bentuk pasif positus-a-um yang berarti diletakkan.

Dengan demikian, positivisme menunjukkan pada sebuah sikap atau

(39)

pemikiran yang meletakkan pandangan dan pendekatannya pada sesuatu.

Positivisme hukum melihat bahwa yang terutama dalam melihat hukum adalah fakta bahwa hukum diciptakan dan diberlakukan oleh orang – orang tertentu di dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk membuat hukum. Sumber dan validitas norma hukum bersumber pada kewenangan tersebut.34

Positivisme dijadikan sebagai sebuah filsafat pertama kali dilakukan Comte di abad kesembilan belas. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori – teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Ajaran positivisme timbul pada abad 19 dan termasuk jenis filsafat abad modern.

Kelahirannya hampir bersamaan dengan empirisme. Kesamaan diantara keduanya antara lain bahwa keduanya mengutamakan pengalaman.

Perbedaannya, positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman – pengalaman yang objektif sedangkan empirisme menerima juga pengalaman – pengalaman batiniah atau pengalaman yang subjektif.35

John Austin sebagai salah satu pelopor Aliran hukum positif, membagi hukum atas :36

1) Hukum ciptaan Tuhan

2) Hukum yang dibuat oleh manusia, yang terdiri dari :

34Antonius Cahyadi, dkk, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, h.58

35Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Jakarta,2000, h.110.

36Lili Rasjidi, Op.Cit, h.56

(40)

a) Hukum dalam arti sebenarnya, yaitu yang disebut juga sebagai hukum positif, dirinci :

1) Hukum yang dibuat oleh pengusaha, seperti Undang – undang, peraturan pemerintah, dan lain lain.

2) Hukum yang disusun atau dibuat oleh rakyat secara individual, yang dipergunakan untuk melaksanakan hak – hak yang diberikan kepadanya. Contohnya, hak wali terhadap orang yang berada di bawah perwalian, hak kurator terhadap badan orang dalam curatele.

b) Hukum dalam arti tidak sebenarnya. Yaitu hukum yang tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum. Jenis hukum ini tidak dapat dibuat atau ditetapkan oleh penguasa / badan berdaulat yang berwenang, contohnya : ketentuan – ketenuan yang dibuat oleh perkumpulan – perkumpulan atau badan – badan tertentu dalam bidang keolahragaan, mahasiswa dan sebagainya.

Esensi Positivisme Hukum menurut H.L.A Hart adalah : 37

1) That laws are commands of human beings (hukum adalah perintah).

2) That there is no necessary between law and morals or law as it is and law as it ought to be (tidak ada kebutuhan untuk menghubungkan hukum dengan moral, hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positif, harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan).

3) That the analysis or tudy or meaning of legal concept is an important study to be distinguish from (though in now way hostile to) historical inquiries and the critical appraisal of law in term or morals social ims function (analisis atau studi tentang makna konsep – konsep hukum adalah suatu studi yang penting, analisis atau studi itu harus dibedakan dari studi sejarah, studi sosiologis dan penilaian krits dalam makna moral, tujuan – tujuan sosial dan fungsi sosial).

4) That a legal system is a closed logical system in which correct decisions can be deduced from predetermined legal rules by logical means alone (sistem hukum adalah sistem tertutup yang logis, yang merupakan putusan – putusan yang tepat yang dapat di edukasikan secara logis dari aturan – aturan yang sudah ada sebelumnya).

5) That moral judgement can not be established, as statements of fact can, by rational argument, evidence or proof (non congnitivism in ethics). (Penghukuman secara moral tidak lagi dapat

37Teguh Prasetyo, Op.Cit, h.97

(41)

ditegakkan, melainkan harus dengan jalan argumen yang rasional ataupun pembuktian dengan alat bukti).

Bagi aliran ini, hukum adalah fenomena sosial yang khusus dibanding fenomena – fenomena sosial yang lainnya yang hanya dapat dibentuk, diadakan dan diterapkan dalam ruang lingkup tertentu, walaupun hukum tidak dapat dilepaskan dari faktor – faktor lain seperti moralitas, agama, etika, dan lainnya.38

Teori ini juga akan digunakan sebagai pisau analisis, sejauh mana hukum positif yang mengatur perdamaian antara debitor dan kreditor dalam mengatasi persoalan hutang piutang diantara mereka, dan apakah peran hakim sebagai gerbang keadilan dapat memaksimalkan penerapan Undang- undang sebagai hukum positif yang berlaku terhadap masyarakat.

2. KerangkaKonsep

Konsepsi merupakan bagian terpenting dari teori karena konsep berfungsi sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas”39

Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi dalam penelitian ini, maka dikemukakan beberapa peristilahan atau lembaga hukum dalam tesis ini :

a. Analisis Yuridis adalah kegiatan mengumpulkan hukum dan dasar

38Antonius Cahyadi, Op.Cit, h.58

39Masri Singarimbun dkk, Metode penelitian survey, LP3ES, Jakarta, 1999, h.34.

(42)

lainnya yang relevan untuk kemudian mengambil kesimpulan sebagai jalan keluar atau jawaban atas permasalahan.40

b. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.41

c. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena Perjanjian atau Undang – undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.42

d. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena Perjanjian atau Undang – undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.43

e. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan UUKPKPU.44

f. Homologasi adalah Suatu perdamaian dalam kepailitan sudah disetujui oleh kreditor menurut prosedur yang berlaku, dimana perdamaian tersebut masih memerlukan pengesahan oleh pengadilan niaga (ratifikasi) dalam suatu sidang. Sidang ini dapat mengesahkan atau menolak pengesahan perdamaian sesuai dengan alasan – alasan yang

40Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, h.83

41Pasal 1 ayat 1 UUKPKPU.

42Pasal 1 ayat 2 UUKPKPU.

43Pasal 1 ayat 3UUKPKPU.

44Pasal 1 ayat 5 UUKPKPU.

(43)

disebut dalam Undang – undang.45

g. Insolvensi adalah ketidakmampuan membayar utang.46

h. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (suspension of payment atau surseance van betaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh

Undang-undang melalui putusan Hakim Niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara – cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. Jadi penundaan kewajiban pembayaran utang sebenarnya merupakan sejenis moratorium, dalam hal ini legal moratorium.47

i. Perdamaian merupakan salah satu mata rantai dalam proses kepailitan.

Perdamaian pada prinsipnya sama dengan perdamaian dalam pengertian yang umum, yang intinya terdapatnya “kata sepakat” antara para pihak yang bertikai.48 Melalui perdamaian, kreditor dan debitor dapat mencari penyelesaian masalah utang piutang secara win win solution, solusi yang memuaskan semua pihak.49

j. Restrukturisasi pada penundaan kewajiban pembayaran utang dimaksudkan hanya restrukturisasi terhadap pembayaran utang-utang

45Munir Fuady, Op.Cit, h.107.

46Peter Salim, Slim’s Ninth Collegiate English-Indonesian Dictionary, Modern English Press, Jakarta, 2000, h.754.

47Munir Fuady, Op.Cit, h.175.

48Ibid, h.105

49Andika Wijaya, Op.Cit, h.120.

(44)

debitor dengan tujuan agar perusahaan debitor sehat kembali.50

k. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena Perjanjian atau Undang – Undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.51

l. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan Peradilan umum.52

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.Metode penelitian yang digunakan dalarn penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan – peraturan dan literatur – literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.53Hal ini dikarenakan objek penelitian adalah untuk mengkaji adanya pembatalan perdamaian dalam

50Syamsudin Manan Sinaga dkk, Op.Cit, h.7.

51Pasal 1 ayat 6 UUKPKPU.

52Pasal 1 ayat 7 UUKPKPU.

53Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu tinjauan singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, h.13.

(45)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum dan teori hukum sebagai landasananalisis.

Pendekatan penelitian yang dipergunakan terdiri dari pendekatanperundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).54 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menganalisis aspek-aspek hukum dalam kepailitan dan PKPU dengan menggunakan KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai landasan analisis, sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan mendalarn tentang konsep yang terkait lembaga perdamaian dalam kepailitan dan PKPU.

Sifat penelitian adalah deskriptif analisis, sifat deskriptif dimaknai sebagai upaya untuk mendeskriptifkan secara menyeluruh dan mendalam.55Dalam penelitian ini akan dideskripsikan mengenai proses perdamaian dalam PKPU, pihak – pihak yang terlibat dalam perdamaian PKPU sehingga mendapatkan data yang mendalam mengenai faktor penyebab pembatalan perdamaian PKPU dan akibat – akibat terhadap pembatalan perdamaian dalam PKPU.

2. Sumber Data.

54 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006,h.35.

55Ibid, h.36.

(46)

Adapun sumber datayang akan digunakan dalam penelitian ini akan menggunakandata sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, yaitu:

a. Bahan hukum primer.

Bahan hukum primer adalah salah satu sumber hukum yang penting bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif.Bahan hukum primer meliputi bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian.56Bahan hukum yang difokuskan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan hukum di bidang keperdataan khususnya hukum kepailitan.Bahan hukum yang digunakan adalah Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Putusan Nomor :376K/Pdt.Sus-Pailit/2017 dan Putusan Nomor : 749K/Pdt.Sus-Pailit/2016.

b. Bahan Hukum Sekunder.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan hukum, jumal-jurnal, serta bahan dokumen hukum lain yang terkait dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier.

56Bahder Johan Nasution, Op.Cit, h.23.

(47)

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukumsekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik, internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam tahapan – tahapan sebagai berikut:

a. Penelitian kepustakaan (Library Research).

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian legal research dalam bentuk penelitian kepustakaan (library resarch), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari serta menganalisa

ketentuan perundang-undangan, literatur, Jurnal, tulisan para pakar hukum yang berkaitan dengan hukum di bidang keperdataan khususnya kepailitan.

b. Penelitian lapangan (Field Research).

Penelitian lapangan dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data primer untuk mendukung data sekunder yang terkait dengan kasus dalam penelitian ini, yaitu dengan mewawancarai informan dalam hal ini seorang Kurator di Kota Medan dan Hakim Pengadilan Niaga Medan yang memeriksa dan memutus perkara terkait.

Alat pengumpulan datayang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Studi Dokumen

Pengumpulan data melalui studi dokumen, bahan-bahan kepustakaan

(48)

dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan, hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap terhadap setiap data dalam penelitian ini.

b. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah dengan membuat daftar pertanyaan baik terstruktur maupun tidak terstruktur, yang akan diajukan secara lisan dan tulisan kepada Kurator di Kota Medan yaitu Bapak Jun Cai dan Hakim Pengadilan Niaga Medan terkait penelitian ini yaitu Bapak Djamaluddin.

4. Analisis Data.

Analisis data merupakan bagian penting dari sebuah penelitian, yang wajib dilakukan oleh semua peneliti. Penelitian tanpa analisis data hanya akan melahirkan data mentah tanpa arti. Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis data secara kualitatif. Analisis data secara kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.57

Dalam penelitian ini akan menggunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif. Metode hipotesis deduktif melihat keberadaan

57Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, h.248.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada bagian dua dibahas mengenai fungsi karakteristik dan metode nilai Shapley dalam menyelesaikan permainan n -pemain.. Kemudian, pada bagian tiga diberikan contoh pembahasan

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Jumirah, dkk (2007) pada anak sekolah dasar di Desa Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan bahwa

Hingga sekarang fungsi dari penyelenggaraan upacara adat saparan bekakak tersebut hanya semata meneruskan tradisi yang sudah ada, karena penduduk sekitar tidak menginginkan

Persamaan dasar ( governing equation ) fluida ideal dalam formulasi Lagrange telah digunakan oleh Grimshaw (1981)[3] untuk menurunkan persamaan Korteweg-de Vries (KdV) bagi

Pelaksanaan Fasilitasi Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kabupaten/Kota : ……… Status Laporan : (tanggal/bulan/tahun). No. Nama Rusunawa Peruntukkan

Siti Rahayu (1985), menyatakan bahwa anak dan menyatakan bahwa anak dan permainan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat perangkat aplikasi yang dapat menyalakan dan memadamkan serta mengatur intensitas kecerahan lampu dengan menggunakan

 berkaitan dengan dengan penelitian penelitian yang yang akan akan dilakukan dilakukan yaitu yaitu adakah adakah hubungan hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan