• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA PRESBIKUSIS DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA PRESBIKUSIS DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN SKRIPSI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)KARAKTERISTIK PENDERITA PRESBIKUSIS DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN 2015-2016. SKRIPSI. Oleh : SYARIFAH FAUZIAH 140100051. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017. Universitas Sumatera Utara.

(2) KARAKTERISTIK PENDERITA PRESBIKUSIS DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN 2015-2016. SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran. Oleh : SYARIFAH FAUZIAH 140100051. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017. Universitas Sumatera Utara.

(3) Universitas Sumatera Utara.

(4) ii. KATA PENGANTAR. Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “ Karakteristik Penderita Presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Periode Tahun 2015-2016”. Shalawat beriring salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan hormat dan terimakasih kepada orangtua tercinta drs. Fuji, MA dan Khalijah Siregar, S.Pdi atas doa, kasih sayang, dan dukungan baik secara moril maupun materil dan pengorbanan yang tak terhingga dan tak terhitung selama ini kepada saya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat : 1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), selaku Dekan Fakultas. Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saya kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini. 2. Dr. dr. Devira Zahara, Sp. THT-KL(K), selaku dosen pembimbing. yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi bimbingan kepada saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. dr. Andrina Yunita M. Rambe, Sp. THT-KL(K), selaku dosen penguji. I dan dr. Hemma Yulfi, DAP&E., M.Med.Ed, selaku dosen penguji II, yang telah banyak memberikan masukan – masukan yang membangun untuk karya tulis ilmiah ini. 4. Pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang memberi izin untuk. melakukan penelitian, beserta semua staff instalasi rekam medis yang telah membantu penulis dalam penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan semua. pihak lain yang telah membantu saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.. Universitas Sumatera Utara.

(5) iii. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penelitian ini, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi menyempurnakan skripsi ini sehingga dapat dijadikan bahan rujukan untuk masyarakat, tenaga kesehatan, dan penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.. Medan, 5 Desember 2017. Penulis. Universitas Sumatera Utara.

(6) iv. DAFTAR ISI Halaman Halaman Pengesahan........................................................................................... i. Kata Pengantar .................................................................................................... ii. Daftar Isi.............................................................................................................. iv. Daftar Tabel......................................................................................................... vi. Daftar Gambar...................................................................................................... vii. Abstrak................................................................................................................. viii. Abstract................................................................................................................. ix. BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1. 1.1. Latar Belakang................................................................................ 1. 1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 2. 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................ 2. 1.3.1. Tujuan Umum..................................................................... 2. 1.3.2. Tujuan Khusus.................................................................... 2. 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 3. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 4. 2.1. Anatomi Telinga............................................................................ 4. 2.2. Fisiologi Pendengaran.............................................................. ...... 7. 2.3. Gangguan Pendengaran.................................................................. 8. 2.4. Presbikusis..................................................................................... 10. 2.4.1. Definisi............................................................................. .. 10. 2.4.2. Patologi.............................................................................. 11. 2.4.3. Faktor Risiko................................................................... ... 12. 2.4.4. Klasifikasi.......................................................................... 14. 2.4.5. Gejala Klinik ...................................................................... 16. 2.4.6. Diagnosis ............................................................................ 17. 2.4.7. Tatalaksana dan Pencegahan .............................................. 18. Universitas Sumatera Utara.

(7) v. 3.1. Kerangka Teori Penelitian ........................................................... 19. 3.2. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................ 20. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian .................................................................... 21. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 21. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................... 21. 3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 22. 3.5. Metode Analisis Data .................................................................... 22. 3.6. Defenisi Operasional ...................................................................... 22. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 26. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 34 5.2. Saran ............................................................................................. 35. DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 36 LAMPIRAN....................................................................................................... 38. Universitas Sumatera Utara.

(8) vi. DAFTAR TABEL. Nomor 2.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7. Prinsip perubahan koklea terkait dengan usia.............. Distribusi frekuensi pasien presbikusis berdasarkan jenis kelamin........................................... Distribusi frekuensi pasien presbikusis berdasarkan usia........................................................... Distribusi frekuensi pasien presbikusis berdasarkan riwayat penyakit sistemik......................... Distribusi frekuensi pasien presbikusis berdasarkan derajat ganguan pendengaran................... Distribusi frekuensi pasien presbikusis berdasarkan tipe presbikusis.......................................... Distribusi frekuensi usia pasien presbikusis dengan derajat ganguan pendengaran.............................. Distribusi frekuensi riwayat penyakit dengan derajat ganguan pendengaran............................................ Halaman 15 26 27 28 29 30 31 32. Universitas Sumatera Utara.

(9) vii. DAFTAR GAMBAR. Nomor 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5. Anatomi telinga........................................................... Mekanisme pendengaran............................................. Pola audiometri nada murni pada presbikusis.................................................................... Kerangka teori............................................................... Kerangka konsep............................................................ Halaman 4 8 16 19 20. Universitas Sumatera Utara.

(10) viii. ABSTRAK Latar Belakang. Presbikusis adalah gangguan pendengaran bersifat sensorineural nada tinggi dan simetris pada telinga kanan dan kiri serta tidak ada kelainan yang mendasari selain akibat proses penuaan secara umum. Presbikusis merupakan penyakit neurodegeneratif dengan prevalensi terbanyak dan merupakan gangguan komunikasi nomor satu di masyarakat yang mempengaruhi kualitas hidup ratusan juta orang di seluruh dunia. Tujuan. Untuk mengetahui karakteristik penderita presbikusis berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, derajat gangguan pendengaran, faktor predisposisi dan tipe presbikusis. Metode. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian studi cross sectional. Subjek penelitian menggunakan data rekam medis pasien yang didiagnosa presbikusis periode tahun 2015-2016 di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil. Pasien presbikusis paling banyak dijumpai pada kelompok umur >70 tahun (42.1%) dan paling banyak pada pasien laki-laki (63.2%). Tipe presbikusis terbanyak adalah tipe sensorik sebanyak 42.1% pada telinga kanan dan 36.8% untuk telinga kiri. Derajat gangguan pendengaran terbanyak didapatkan pada derajat sedang berat sebanyak 31.6% pada telinga kanan dan 52.6% pada telinga kiri. Faktor predisposisi terbanyak ialah riwayat hipertensi (52.6%). Kesimpulan. Presbikusis paling banyak ditemukan pada kelompok laki-laki usia >70 tahun dengan derajat sedang berat, memiliki riwayat hipertensi dan tipe presbikusis sensorik merupakan tipe yang paling banyak ditemukan. Kata Kunci : Gangguan Pendengaran, Presbikusis, Tuli Sensorineural,. Universitas Sumatera Utara.

(11) ix. ABSTRACT Background. Presbycusis is a high-sensory and symmetrical tone hearing loss at both sides of the ear without any underlying abnormality due to the general aging process. Presbycusis is the most prevalent neurodegenerative disease and number one communication disorder of our aged population and affects hundreds of millions of people worldwide. Objective. To investigate the characteristics of presbycusis based on age, gender, grading of hearing loss, predisposition factors and type of presbycusis. Method. This study was descriptive with design of study was cross-sectional. The subject of this study was medical records of presbycusis patients who were examined during the period of January 2015 until December 2016 at the ENT department of RSUP H. Adam Malik Medan . Results. Presbycusis most prevalent at ages >70 years old (42.1%) and predominated by male (63.2%). The most frequent audiometric pattern was sensory type, which account for 42.1% in right ears and 36.8% in left ears. The most grading of hearing loss was moderately severe, which account for 31.6% in right ears and 52.6% in left ears. The most predisposition factor was hipertension hystory. Conlusions. Presbycusis mostly found in ages >70 years old male and sensory presbycusis is the most common type with hipertension history was the most predisposition factor. Keywords : Hearing loss, Presbycusis, Sensorineural hearing loss. Universitas Sumatera Utara.

(12) BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Presbikusis berasal dari bahasa Yunani yaitu prébys artinya usia, dan ákousis yaitu. pendengaran. Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang. mengiringi proses penuaan. Pada pemeriksaan audiometri nada murni terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ada kelainan yang mendasari selain proses penuaan secara umum (Fatmawati dan Dewi, 2016). Presbikusis merupakan penyakit neurodegeneratif terbanyak dan gangguan komunikasi nomor satu di masyarakat yang mempengaruhi ratusan juta orang di seluruh dunia. Prevalensi ini mendekati penyakit kardiovaskular dan arthritis dan merupakan salah satu prekursor penyakit demensia (Frisina et al, 2016) Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti, walaupun diduga banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis. Faktor tersebut antara lain usia, jenis kelamin, hipertensi serta diabetes melitus. Penelitian sebelumnya oleh Lee dan Kim menemukan hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap penurunan ambang dengar pada usia lanjut. Rata-rata nilai ambang dengar meningkat 1 dB setiap tahunnya pada usia 60 tahun ke atas dan terdapat perbedaan penurunan ambang dengar secara signifikan antara laki-laki dan perempuan. Hipertensi dan diabetes melitus secara langsung dapat mempengaruhi aliran pembuluh darah koklea serta menurunkan transportasi nutrisi yang berakibat degenerasi sekunder pada saraf kranial kedelapan (Muyassaroh, 2012). Perbedaan karakteristik penderita presbikusis bisa sama atau berbeda di berbagai negara. Di AS, gangguan pendengaran lazim terjadi pada hampir dua pertiga orang dewasa berusia 70 tahun dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki dan derajat gangguan pendengaran terbanyak adalah derajat ringan. Pada penelitian di Iran juga menunjukkan penderita presbikusis terbanyak ialah kelompok laki-laki berusia lebih dari 60 tahun. Tipe presbikusis terbanyak yaitu. 1 Universitas Sumatera Utara.

(13) 2. tipe sensoris. Begitu juga penelitian mengenai prevalensi presbikusis di RS Adam Malik Medan sebelumnya mendapatkan hasil dimana pasien presbikusis yang datang terbanyak yaitu kelompok di atas atau sama dengan usia 70 tahun dengan frekuensi terbanyak pada kelompok laki-laki. (Lin et al, 2011 ; Sarafraz et al, 2015 ; Chandra, 2016). Presbikusis menjadi salah satu gangguan pendengaran yang menjadi perhatian program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT). Tujuan program tersebut adalah. menurunkan angka kejadian. presbikusis sebesar 90% pada tahun 2030. Diharapkan dengan program tersebut dapat dicegah peningkatan populasi presbikusis dengan memperhatikan faktorfaktor risikonya (Muyassaroh, 2012). Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran karakteristik penderita presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016.. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimanakah karakteristik penderita presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016?. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016.. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui proporsi penderita presbikusis berdasarkan jenis kelamin di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016.. Universitas Sumatera Utara.

(14) 3. 2. Untuk mengetahui proporsi penderita presbikusis berdasarkan umur di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 20152016. 3. Untuk mengetahui proporsi derajat gangguan pendengaran penderita presbikusis berdasarkan gambaran audiometri nada murni di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016. 4. Untuk mengetahui proporsi penderita presbikusis berdasarkan riwayat penyakit sistemik di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016. 5. Untuk mengetahui proporsi tipe presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016.. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti Memberi pengalaman dalam melakukan karya tulis ilmiah dan melatih kemampuan dalam melakukan penelitian.. 1.4.2. Bagi Masyarakat Menjadi sumber referensi untuk penyuluhan terhadap masyarakat tentang penyakit presbikusis.. 1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai dasar bagi peneliti lain untuk melakukan lanjutan penelitian yang lebih mendalam tentang presbikusis.. Universitas Sumatera Utara.

(15) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Anatomi Telinga Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah dan dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, dimana energi suara mengalami penguatan dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik berbeda: koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar; dan aparatus vestibularis yang penting bagi sensasi keseimbangan (Sherwood, 2011).. Gambar 2.1. Anatomi Telinga (Hansen, 2014) 1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikel (daun telinga), meatus auditorius eksternus (saluran telinga), dan membran timpani (gendang telinga). Pinna merupakan lipatan menonjol tulang rawan berlapis kulit yang mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar (Sherwood, 2011).. 4 Universitas Sumatera Utara.

(16) 5. Meatus auditorius eksternus adalah saluran yang melengkung sepanjang 2,5 cm yang berada di daerah tulang temporal dan berujung ke gendang telinga. Diameternya bervariasi, lebih lebar pada bagian lateral dan semakin sempit pada bagian medial. Terdapat beberapa folikel rambut dan kelejar keringat khusus yang disebut kelenjar seruminosa yang mensekresikan serumen atau biasa disebut earwax (Tortora dan Derrickson, 2012). Gendang telinga merupakan selaput tipis, semi transparan yang menghubungkan meatus auditorius eksternus dan telinga tengah. Daerah-daerah bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling yang ditimbulkan oleh gelombang suara menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara (Sherwood, 2011).. 2. Telinga Tengah Fungsi utama telinga tengah adalah penyesuaian impedansi, yaitu penghantaran energi suara semulus mungkin dari medium udara ke medium cair perilimfe di telinga tengah (Nagel dan Gurkov, 2012). Telinga tengah berbatasan dengan telinga luar oleh gendang telinga dan berbatasan dengan telinga dalam oleh suatu tulang kecil yang memiliki dua jendela yaitu oval window dan round window (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang kecil yang berhubungan satu sama lain secara synovial. Tulang – tulang kecil ini dinamakan sesuai bentuknya yaitu maleus atau martil, inkus atau landasan, stapes atau sanggurdi (Tortora dan Derrickson, 2012). Tangkai dari maleus melekat pada permukaan dalam dari membran timpani. Kepala dari maleus melekat pada badan dari inkus. Inkus berhubungan dengan kepala dari stapes. Bagian dasar dari stapes berhubungan dengan oval window. Tepat di bawah oval window adalah round window yang juga mempunyai lapisan yang disebut membran timpani kedua (Tortora dan Derrickson, 2012). Dinding depan telinga tengah menyambung ke tuba auditorius, yang biasa disebut saluran eustachius. Saluran ini merupakan penghubung telinga tengah. Universitas Sumatera Utara.

(17) 6. dengan nasofaring. Dalam keadaan. normal saluran ini tertutup, tetapi dapat. membuka oleh gerakan menguap, mengunyah dan menelan. Pembukaan ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai tekanan atmosfer sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara (Sherwood, 2011).. 3. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari labirin tulang, labirin membran, dan organ spiral (organ of Corti) yaitu organ pendengaran. Telinga dalam juga disebut labirin karena kerumitan dari struktur salurannya (Tortora dan Derrickson, 2012). Telinga dalam memiliki struktur menyerupai tulang pada bagian luar yang terdiri dari kanal semisirkularis , vestibularis, dan koklea, serta berisi cairan yang disebut perilimfe. Cairan ini mengeliling labirin membran, yaitu suatu saluran di dalam labirin tulang yang merupakan tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan (Tortora dan Derrickson, 2012). Labirin membran berisi cairan yang disebut endolimfe yang memiliki kadar ion potasium (K+) yang tinggi dan kadar sodium yang rendah, dan sebaliknya pada perilimfe, yang berperan dalam penyampaian pesan (Hall, 2016). Pada bagian tengah dari telinga dalam terdapat struktur lonjong yang disebut vestibule, labirin membran pada daerah ini terdiri dari sakulus dan utrikulus. Pada bagian superior dan posterior dari vestibule terdapat kanal semisirkularis (Tortora dan Derrickson, 2012). Bagian anterior dari vestibule adalah koklea, suatu saluran spiral yang menggulung sebanyak hampir tiga putaran pada bony core yang disebut modiolus, dan terbagi menjadi tiga saluran yaitu duktus koklearis (skala media), skala timpani, dan skala vestibuli (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada membran basilaris terdapat organ spiral (organ of corti) yang memiliki sel penunjang dan. sel rambut yang berfungsi sebagai reseptor. pendengaran (Tortora dan Derrickson, 2012). Membran tektorial adalah suatu lapisan fleksibel dari gelatin yang menutupi sel rambut. Ada dua jenis sel rambut yaitu sel rambut dalam dan sel. Universitas Sumatera Utara.

(18) 7. rambut luar. Terdapat sekitar 3500 sel rambut dalam dan 12.000 sel rambut luar dalam satu koklea manusia (Hall, 2016).. 2.2. Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan. proses. depolarisasi. sel. rambut,. sehingga. melepaskan. neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto et al, 2012).. Universitas Sumatera Utara.

(19) 8. Tulang pendengaran bergetar. Gelombang udara ditransmisikan. Menyebabkan Oval window bergetar. Getaran diubah menjadi sinyal listrik. Impuls saraf ditransmisikan ke korteks sebagai respon dari aktivitas koklea. Impuls saraf dipersepsikan sebagai suara. Gambar 2.2. Mekanisme Pendengaran (Munir dan Clarke, 2013). 2.3. Gangguan Pendengaran Ada tiga jenis gangguan pendengaran yaitu: 1. Jenis Konduktif Gangguan pendengaran konduktif terjadi jika gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui bagian luar dan tengah telinga untuk menggetarkan cairan di telinga dalam. Kemungkinan penyebabnya adalah penyumbatan fisik saluran telinga oleh serumen, pecahnya gendang telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan atau rertriksi gerakan osikulus akibat perlekatan tulang antara stapes dan oval window (Sherwood, 2011).. 2. Jenis Sensorineural Pada. gangguan. pendengaran. sensorineural,. gelombang. suara. ditransmisikan ke telinga dalam, tetapi tidak diterjemahkan menjadi sinyal syaraf yang dapat di interpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Ada tiga pola tuli sensorineural yang dapat dikenali yaitu : bilateral progressive loss, unilateral progressive sensorineural loss dan sudden sensorineural deafness (Ludman, 2007).. Universitas Sumatera Utara.

(20) 9. Pada bilateral progressive loss terjadi degradasi koklea akibat penuaan, contohnya presbikusis, dapat juga disebabkan karena obat ototoksik atau paparan suara berlebih dalam jangka panjang. Contoh obat ototoksik seperti antibiotik golongan aminoglikosida. Pasien berusia tua dan gangguan fungsi ginjal lebih rentan terjadi bilateral progressive loss. Paparan suara berlebih dalam jangka panjang dapat merusak sel rambut pada organ corti, biasanya terjadi pada pekerja industri, penembak, pemakaian alat elektronik. Derajat keparahan tergantung pada intensitas suara, durasi terpapar suara, ketahanan individual (Ludman, 2007). Unilateral progressive sensorineural loss selalu mengacu kepada Meniére’s disease (endolymphatic hydrops), atau neuroma akustik (Ludman, 2007). Sudden sensorineural deafness lebih sering terjadi secara unilateral, dapat disebabkan karena trauma kepala atau telinga, infeksi viral (mumps, measles, varicella zoster) atau gangguan peredaran koklea secara tiba-tiba. Sudden sensorineural deafness juga dapat mengacu pada neuroma akustik atau barotrauma (Ludman, 2007).. 3. Jenis Campuran Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otesklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Soetirto et al, 2012). ISO (International Standard Organization) mengklasifikasikan ketulian menjadi beberapa derajat (berdasarkan batas ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri), yaitu : (Soetirto et al, 2012).. Universitas Sumatera Utara.

(21) 10. a) Normal, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar antara 0-25 dB b) Tuli ringan, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar antara >25-40 dB c) Tuli sedang, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar antara >40-55 dB d) Tuli sedang berat, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar antara >55-70 dB e) Tuli berat, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar antara >70-90 dB f) Tuli sangat berat, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar antara >90 dB. 2.4. Presbikusis 2.4.1. Defenisi dan epidemiologi Presbikusis berasal dari bahasa Yunani yaitu prébys artinya usia, dan ákousis yaitu. pendengaran. Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang. mengiringi proses penuaan. Pada pemeriksaan audiometri nada murni terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ada kelainan yang mendasari selain proses penuaan secara umum (Fatmawati dan Dewi, 2016). Menurut World Health Organization (WHO), saat ini diperkirakan ada 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan cacat pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anak-anak. Prevalensi gangguan pendengaran meningkat seiring dengan pertambahan usia (Kemenkes Republik Indonesia, 2013). Di AS, gangguan pendengaran lazim terjadi pada hampir dua pertiga orang dewasa berusia 70 tahun dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki dan derajat gangguan pendengaran terbanyak adalah derajat ringan. Pada penelitian di Iran juga menunjukkan penderita presbikusis terbanyak ialah kelompok laki-laki berusia lebih dari 60 tahun. Tipe presbikusis terbanyak yaitu tipe sensoris, diikuti. Universitas Sumatera Utara.

(22) 11. tipe neural, konduksi dan metabolik. Begitu juga penelitian yang dilakukan di RS Adam Malik Medan mendapatkan hasil yang sama berupa pasien presbikusis yang datang terbanyak berada pada kelompok di atas atau sama dengan usia 70 tahun dengan frekuensi terbanyak pada kelompok laki-laki. (Lin et al, 2011 ; Sarafraz et al, 2015 ; Chandra, 2016). Sogebi juga melakukan penelitian yang sama di Nigeria dan mendapatkan hasil berupa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan kelompok usia terbanyak 71-80 tahun. Derajat gangguan pendengaran terbanyak yaitu derajat sedang serta tipe presbikusis terbanyak yaitu tipe strial (Sogebi et al, 2013). Pada penelitian mengenai karakteristik penderita presbikusis di RSUP. DR. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita dengan kelompok laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Tipe presbikusis terbanyak adalah tipe neural, diikuti tipe sensoris, tipe metabolik/strial dan tipe mekanikal/konduksi koklear. Tampak angka kejadian presbikusis paling banyak terjadi pada usia >65 tahun. Derajat gangguan pendengaran pada penderita presbikusis terbanyak adalah derajat ringan (Fatmawati dan Dewi, 2016) Penelitian yang sama juga dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar yang mendapatkan hasil berupa penderita presbikusis paling banyak ditemukan pada pria dengan rentang usia terbanyak adalah usia 60-70 tahun, dan tipe presbikusis yang banyak ditemukan adalah tipe strial (Nuryadi et al, 2017).. 2.4.2. Patologi Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama juga terjadi pada myelin akson saraf (Suwento dan Hendarmin, 2012).. Universitas Sumatera Utara.

(23) 12. 2.4.3. Faktor Risiko Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor risiko sebagai berikut: a. Usia dan Jenis Kelamin Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Lakilaki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan. Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. Pearson menyatakan sensitivitas pendengaran lebih baik pada perempuan daripada lakilaki (Muyassaroh, 2012).. b. Hipertensi Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme (Muyassaroh, 2012).. c. Diabetes melitus Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas. Universitas Sumatera Utara.

(24) 13. dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka akan menimbulkan neuropati. National Health Survey USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM (Muyassaroh, 2012).. d. Merokok Rokok mengandung nikotin dan karbon monoksida yang mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea. Karbon monoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek karbon monoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain (Muyassaroh, 2012). Pada penelitian yang dilakukan Dawes et al (2014), perokok aktif dan perokok pasif memiliki hubungan dengan peningkatan kehilangan pendengaran. Penelitian Cruichksanks melaporkan bahwa non perokok yang tinggal dengan perokok lebih beresiko mengalami gangguan pendengaran dibanding mereka yang tinggal dengan anggota keluarga yang tidak merokok (Dawes et al., 2014). Universitas Sumatera Utara.

(25) 14. Mizoue et al. meneliti pengaruh merokok dan bising terhadap gangguan pendengaran melalui data pemeriksaan kesehatan 624 pekerja pabrik baja di Jepang. Hasilnya memperlihatkan gambaran yang signifikan terganggunya fungsi pendengaran pada frekuensi tinggi akibat merokok dengan risiko tiga kali lebih besar (Muyassaroh, 2012).. e. Riwayat Bising Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea (Muyassaroh, 2012).. 2.4.4. Klasifikasi Berdasarkan gambaran audiometri dan perubahan patologik yang terjadi, pada tahun 1969 Schuknecht dkk menggolongkan presbikusis menjadi 4 kategori yaitu: sensorik, neural, metabolik (strial presbycusis) dan mekanik (cochlear presbycusis).. 1. Sensorik Presbikusis sensorik berasal dari degenerasi organ Corti yang dimulai dari basal dan berlanjut secara bertahap menuju ke apeks. Pendengaran pada frekuensi tinggi terganggu namun diskriminasi bicara tetap bagus. Presbikusis sensorik juga disebabkan oleh sel-sel rambut luar yang rusak. Menurut Klasifikasi Schuknecht, kejadian presbikusis sensorik menyumbang 5% dari total kasus presbikusis. Insiden presbikusis sensorik juga tidak tinggi dalam penelitian oleh Gates et al (Dhingra, 2010 ; Lee, 2013).. Universitas Sumatera Utara.

(26) 15. 2. Neural Presbikusis neural menunjukkan hilangnya sel-sel neuron pada koklea. Otte, et al. menunjukkan bahwa sekitar 2100 neuron hilang setiap 10 tahun pada manusia. Hilangnya 50% saraf aferen menyebabkan berkurangnya diskriminasi bicara, dan 90% kehilangan menyebabkan perubahan ambang pendengaran (Lee, 2013).. 3. Metabolik Presbikusis metabolik disebabkan oleh atrofi stria vascularis, hilangnya 30% atau lebih jaringan di stria vascularis menyebabkan penurunan ambang pendengaran. Mills menyebutkan tipe metabolik merupakan penyebab utama presbikusis. Riwayat keluarga berpengaruh. Pada audiogram tampak terlihat datar namun diskriminasi bicara tetap bagus (Lee, 2013 ; Dhingra, 2010).. 4. Mekanik Presbikusis. mekanik. terjadi. akibat. perubahan. degeneratif. yang. menyebabkan kekakuan di daerah membran basilaris sehingga menghambat pergerakannya. Pada gambaran audiogram terlihat sloping dan tidak ada gangguan dalam diskriminasi bicara (Lee, 2013).. Tabel 2.1. Prinsip perubahan pada koklea terkait dengan usia ( Howarth, 2005) Lesi Koklea. Patologi. Sensorik. Hilangnya sel rambut dan sel penunjang pada membran koklea. Neural. Hilangnya sel-sel neuron pada koklea. Strial. Perubahan vaskular dan metabolik pada koklea. Mekanik. Perubahan pada gerakan mekanik duktus koklea. Universitas Sumatera Utara.

(27) 16. Figure 3: Gradual descending pattern.. Figure 4: Abrupt descending pattern.. Gambar 2.3. Pola Audiometri Nada Murni pada Presbikusis (Khan et al, 2012). 2.4.5 Gejala Klinik Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran tidak diketahui pasti (Suwento dan Hendarmin, 2012). Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment) (Soetirto et al, 2012). Biasanya pasien yang datang, mengeluh kesulitan dalam memahami pembicaraan daripada mengeluh tidak bisa mendengar (Howarth, 2005). Universitas Sumatera Utara.

(28) 17. 2.4.6 Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis rinci, pemeriksaan fisik dan tes pendengaran yang mencakup audiogram (Suwento dan Hendarmin, 2012). Anamnesis gangguan pendengaran seringkali sulit. Keluhan klinis yang sering terdengar adalah “pendengaran saya baik. Hanya istri saya memaksa saya datang menjalani pemeriksaan pendengaran.” Pasien juga seringkali sulit menjelaskan kapan pertama kali menyadari adanya gangguan pendengaran. Kejadian ini umumnya dihubungkan dengan saat mereka pertama kali tidak lagi mampu berkomunikasi lewat telepon (Levine, 1997) Pasien juga sering mengeluhkan adanya tinitus. Tinitus didefinisikan sebagai bunyi berdenging abnormal dalam telinga. Pasien tinitus dengan etiologi sensorineural akan menjelaskan bahwa tinitus semakin berat dalam lingkungan yang sunyi dimana tidak ada bunyi lain yang mengganggu. Penderita seringkali mengeluh bahwa tinitus sangat mengganggu pada saat menjelang tidur atau bangun tidur (Levine, 1997) Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani suram, mobilitasnya berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris (Suwento dan Hendarmin, 2012). Serumen harus dibersihkan dahulu sebelum inspeksi telinga dilakukan. Serumen dapat menghalangi saluran pada telinga dan menyebabkan gangguan pendengaran pada lansia dan mengurangi kualitas penggunaan alat bantu dengar. Presbikusis biasanya didiagnosa ketika pasien memiliki kriteria sebagai berikut: peningkatan ambang pendengaran yang simetris, tidak ada trauma, penggunakan obat-obat ototoksik, riwayat penyakit telinga dan operasi pada telinga, serta terdapat tuli konduktif minimum (10 dB atau lebih rendah) dan usia lebih dari 65 tahun (Kim dan Chung, 2013).. Universitas Sumatera Utara.

(29) 18. 2.4.7 Talaksana dan Pencegahan Presbikusis tidak dapat disembuhkan. Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid) (Suwento dan Hendarmin, 2012). Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (audiotory training), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist) (Suwento dan Hendarmin, 2012). Untuk pencegahan terhadap kehilangan pendengaran bisa dengan asupan vitamin yang cukup. Asupan vitamin penting untuk fungsi pendengaran normal. Sebuah survei terhadap populasi umum di USA berusia 20-69 tahun menemukan bahwa diet tinggi vitamin C, beta karoten, dan magnesium berkorelasi dengan pendengaran yang lebih baik (Yang et al, 2015). Meskipun presbikusis sulit dicegah karena merupakan perubahan degeneratif, pencegahan terhadap faktor pemberat dapat menjadi faktor penting dalam mengurangi kejadian presbikusis. Misalnya, dengan menghindari penggunaan obat ototoksik (antibiotik seperti aminoglikosida atau obat kemoterapi) (Zhang et al, 2013) Berhenti atau mengurangi merokok dan menghindari paparan rokok secara pasif juga membantu mencegah kehilangan pendengaran lebih lanjut (Dawes et al, 2014).. Universitas Sumatera Utara.

(30) 19. 2.5. Kerangka Teori Penelitian. Faktor Risiko Usia Jenis Kelamin Hipertensi Diabetes Melitus Proses Degeneratif. Perubahan Struktur Koklea dan Nervus VIII. Transduksi Sinyal Terganggu. Kejadian Presbikusis. Tipe Presbikusis. Hasil Audiometri Nada Murni. Derajat Gangguan Pendengaran. Gambar 2.4. Kerangka Teori. Universitas Sumatera Utara.

(31) 20. 2.6. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :. Penderita Presbikusis di SMF THT-KL RSUP H Adam Malik Medan. Karakteristik berdasarkan: Usia Jenis kelamin Derajat Gangguan Pendengaran Riwayat Penyakit Sistemik Tipe Presbikusis. Gambar 2.5. Kerangka Konsep. Universitas Sumatera Utara.

(32) BAB III METODE PENELITIAN. 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif untuk mengetahui karakteristik penderita presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016, dengan desain penelitian cross sectional yaitu observasi terhadap masing-masing variabel dilakukan pada satu waktu tertentu.. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di instalasi Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun pertimbangan peneliti dalam memilih lokasi tersebut dikarenakan RSUP H. Adam Malik Medan adalah rumah sakit tipe A yang relatif banyak memiliki pasien presbikusis untuk dijadikan sebagai sampel penelitian.. 3.2.2 Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian akan dilakukan selama 2 bulan, yaitu mulai bulan Agustus 2017 sampai dengan bulan September 2017.. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis menderita presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan pada periode tahun 2015-2016.. 3.3.2. Sampel Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara total sampling yaitu metode penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel. Selain itu, sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung.. 21 Universitas Sumatera Utara.

(33) 22. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini adalah: 1. Kriteria Inklusi a. Seluruh pasien presbikusis di SMF THT-KL RSUP H.Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016. 2. Kriteria Eksklusi a. Pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap. b. Memiliki riwayat penyakit lain penyebab ketulian dari data rekam medis.. 3.4. Metode Pengumpulan Data Jenis penelitian ini mengumpulkan data sekunder yaitu data yang didapat peneliti secara tidak langsung. Data ini diambil melalui rekam medik pasien presbikusis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode tahun 2015-2016 yang meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat merokok, riwayat penyakit sistemik, derajat ketulian dan tipe presbikusis.. 3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) editing, dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan dari datadata yang dikumpulkan, (2) coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan, (3) entry, yaitu memasukkan data-data ke dalam program atau software computer, dan (4) cleaning, yaitu pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan penulisan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Data yang dikumpulkan kemudian diolah menggunakan program komputer perangkat lunak. Hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi, kemudian dibahas dengan menggunakan teori dan kepustakaaan yang ada.. Universitas Sumatera Utara.

(34) 23. 3.6. Definisi Operasional . Usia adalah umur menderita presbikusis yang tercatat di rekam medis dan dinyatakan dalam tahun. Cara pengukuran adalah dengan cara observasi. Alat ukur yang digunakan adalah data-data dari rekam medis. Hasil pengukuran dikategorikan sebagai berikut : a) ≤ 60 tahun b) 61-70 tahun c) ≥ 70 tahun Skala ukur : interval. . Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien presbikusis yang tercatat di rekam medis. Cara pengukuran adalah dengan cara observasi. Alat ukur adalah data-data dari rekam medis. Hasil pengukuran adalah : a) Laki-laki b) Perempuan Skala ukur : nominal. . Riwayat penyakit sistemik adalah penyakit sistemik (hipertensi, diabetes melitus) yang merupakan faktor risiko dari presbikusis yang pernah diderita oleh pasien yang tercatat di rekam medis. Cara pengukuran adalah dengan observasi. Alat ukur adalah data-data dari rekam medis. Hasil pengukuran akan dikelompokkan menjadi: a) Mempunyai riwayat hipertensi b) Mempunyai riwayat DM c) Tidak mempunyai riwayat Skala ukur : nominal. Universitas Sumatera Utara.

(35) 24.  Derajat gangguan pendengaran adalah batas ambang pendengaran pada pasien presbikusis yang ditentukan berdasarkan hasil audiometri nada murni yang tercatat di rekam medis. Cara pengukuran adalah dengan observasi. Alat ukur adalah data-data dari rekam medis.. Hasil ukur. adalah: a) Normal b) Tuli ringan c) Tuli sedang d) Tuli sedang berat e) Tuli berat f) Tuli sangat berat Skala ukur : nominal  Tipe presbikusis adalah jenis presbikusis pasien yang digolongkan berdasarkan hasil audiometri nada murni yang tercatat di rekam medis. Cara pengukuran adalah dengan observasi. Alat ukur adalah data-data dari rekam medis. Hasil ukur adalah: a) Sensorik. b) Neural. Universitas Sumatera Utara.

(36) 25. c) Metabolik. d) Mekanik. Skala ukur: nominal. Universitas Sumatera Utara.

(37) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Kota Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah dengan kategori kelas A. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis penderita presbikusis yang berobat ke Poliklinik RSUP H. Adam Malik pada periode Januari 2015 – Desember 2016. Jumlah data keseluruhan adalah 25 data rekam medis. Data yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 19 data rekam medis sedangkan data yang tereksklusi sebanyak 6 data dikarenakan isi rekam medis yang tidak lengkap. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Presbikusis Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin. Frekuensi (N). Persentase (%). Laki-laki. 12. 63.2. Perempuan. 7. 36.8. Total. 19. 100. Berdasarkan tabel 4.1, didapati distribusi frekuensi jenis kelamin terbanyak yang didiagnosis presbikusis terdapat pada pasien laki-laki sebanyak 12 orang (63.2%) dan perempuan sebanyak 7 orang (36.8%).. 26 Universitas Sumatera Utara.

(38) 27. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Soesilorini (2011) yang menyatakan laki-laki lebih banyak menderita presbikusis dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2:1. Data di RSUP Sanglah Denpasar juga melaporkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak yaitu 76.47% dan perempuan sebanyak 23.53% (Nuryadi et al, 2017). Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan (Kim et al, 2013). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasien Presbikusis Berdasarkan Usia. Usia (Tahun) <60. Frekuensi (N) 4. Persentase (%) 21.1. 61-70. 7. 36.8. >70. 8. 42.1. Total. 19. 100. Berdasarkan tabel 4.2, didapati bahwa jumlah pasien yang didiagnosis presbikusis terbanyak didapatkan pada usia diatas 70 tahun sebanyak 8 orang (42,1%), diikuti rentang usia 61 sampai 70 tahun sebanyak 7 orang (36.8%) dan yang paling rendah didapati pada usia dibawah 60 tahun sebanyak 4 orang (21.1%). Penelitian Sogebi et al. (2013) juga melaporkan penderita dengan kelompok usia terbanyak yaitu usia 71-80 tahun sebanyak 40.5% dan yang terendah adalah kelompok usia dibawah 60 tahun sebanyak 7.1%. Penelitian oleh Soesilorini (2011) didapatkan usia >75 tahun memiliki risiko terjadi presbikusis 2.9 kali lebih besar dibanding usia <75 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka manifestasi klinis dari presbikusis semakin nyata yang akan menyebabkan penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi. Hal ini sesuai dengan teori penyakit presbikusis yang dideskripsikan sebagai penyakit akibat degenerasi sel rambut dan neuron-neuron pada saraf koklea yang berhubungan dengan peningkatan usia.. Universitas Sumatera Utara.

(39) 28. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Presbikusis Berdasarkan Riwayat Penyakit Sistemik. Riwayat Penyakit Sistemik Tidak ada. Frekuensi (N) 5. Hipertensi. 10. DM. 4. Hipertensi & DM. 2. Berdasarkan tabel 4.3, didapati bahwa jumlah pasien presbikusis dengan riwayat hipertensi merupakan faktor predisposisi terbanyak dengan jumlah 10 orang diikuti dengan pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit sistemik sebanyak 5 orang, pasien dengan riwayat DM sebanyak 4 orang dan pasien dengan riwayat hipertensi disertai DM berjumlah 2 orang. Pada penelitian Sogebi et al. (2013) didapatkan frekuensi terbanyak pada faktor risiko presbikusis yaitu pasien dengan riwayat hipertensi sebanyak 34.8%. Penderita hipertensi memiliki kemungkinan yang tinggi untuk menderita gangguan pendengaran dibandingkan yang tidak hipertensi. Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan pada telinga dalam yang disuplai oleh arteri koklear dan arteri anterior vestibular yang dapat menyebabkan kehilangan pendengaran secara progresif atau mendadak. Hipertensi dapat secara langsung mempengaruhi pendengaran dalam beberapa mekanisme. Salah satunya oleh karena peningkatan viskositas darah yang menyebabkan penurunan aliran darah ke kapiler dan akibatnya transpor oksigen berkurang dan menyebabkan jaringan hipoksia yang berakibat kehilangan pendengaran pada pasien (Agarwal et al, 2013). Pada penelitian Muyassaroh (2012), hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa penurunan derajat pendengaran pada kelompok DM lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM. Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses. Universitas Sumatera Utara.

(40) 29. selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson maka akan menimbulkan neuropati yang dapat menggangu sistem pendengaran. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pasien Presbikusis Berdasarkan Derajat Gangguan Pendengaran. Lokasi Telinga (%) Kiri. (%). 1. 5.3. 1. 5.3. Sedang. 3. 15.8. 0. 0. Sedang Berat. 6. 31.6. 10. 52.6. Berat. 5. 26.3. 5. 26.3. Sangat Berat. 4. 21. 3. 15.8. Total. 19. 100. 19. 100. Derajat Gangguan Pendengaran. Kanan. Ringan. Berdasarkan tabel 4.4, distribusi frekuensi derajat gangguan pendengaran terbanyak yaitu derajat sedang berat sebanyak 6 orang (31.6%) pada telinga kanan dan 10 orang (52.6%) pada telinga kiri, diikuti derajat berat masing-masing sebanyak 5 orang ( 26.3%) pada telinga kanan dan kiri, kemudian derajat sangat berat sebanyak 4 orang (21%) pada telinga kanan dan 3 orang (15.8) pada telinga kiri, sedangkan derajat dengan frekuensi paling sedikit yaitu derajat ringan masingmasing sebanyak 1 orang (5.3%) pada telinga kanan dan kiri. Ambang pendengaran dihitung dari nilai hantaran udara pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz lalu dibagi empat. Pada penelitian ini didapatkan derajat terbanyak adalah sedang berat yang dikategorikan sebagai derajat tuli pada frekuensi 56-70 dB. Hal ini serupa dengan penelitian Nuryadi et al. (2017) di RSUP Sanglah Denpasar yang mendapatkan hasil dimana derajat sedang berat merupakan derajat gangguan pendengaran terbanyak yaitu 42,31%.. Universitas Sumatera Utara.

(41) 30. Sedangkan pada penelitian Sogebi et al. (2013) di Nigeria, derajat sedang berat ditemukan sebanyak 23.2%. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pasien Presbikusis Berdasarkan Tipe Presbikusis. Lokasi Telinga (%) Kiri. (%). 8. 42.1. 7. 36.8. Neural. 3. 15.8. 3. 15.8. Metabolik/Strial. 4. 21.05. 3. 15.8. Mekanik/Konduktif. 4. 21.05. 6. 31.6. Total. 19. 100. 19. 100. Tipe Presbikusis. Kanan. Sensori. Berdasarkan tabel 4.5, tipe presbikusis terbanyak terdapat pada tipe sensori sebanyak 8 orang (42.1%) pada telinga kanan dan 7 orang untuk telinga kiri (36.8), diikuti dengan tipe mekanik/konduktif sebanyak 4 orang (21.05%) pada telinga kanan dan 6 orang (31.6%) pada telinga kiri, kemudian tipe metabolik/strial sebanyak 4 orang (21.05%) pada telinga kanan dan 3 orang (15.8%) pada telinga kiri, serta tipe neural masing-masing sebanyak 3 orang (15.8%) pada telinga kanan dan kiri. Pada penelitian ini tipe presbikusis terbanyak adalah tipe sensori, yang didefinisikan sebagai gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi. Baraldi et al. (2007) di Brazil meneliti 211 pasien lanjut usia dan melaporkan bahwa penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi terjadi pada usia 90 atau lebih. Penelitian Sarafraz et al. (2015) di Iran juga mendapatkan hasil yang sama dimana tipe presbikusis terbanyak didapatkan pada tipe sensorik sebanyak 64.29%. Sedangkan pada penelitian Fatmawati (2016), tipe sensorik ditemukan sebanyak 30.1%. Hal ini sesuai dengan penelitian Zhang et al. (2013) di Kanada yang menyebutkan bahwa degenerasi pada sensorik, strial dan neural merupakan etiologi presbikusis terbanyak selain faktor herediter dan perubahan pada sistem saraf pusat.. Universitas Sumatera Utara.

(42) 31. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Presbikusis dengan Derajat Gangguan Pendengaran. Derajat Usia. <60 61-70 >70 Total Telinga. Sedang. Sangat. Total. Berat. Telinga. N. N. N. 7. 0. 0. 8. 0. 6. 4. 4. 14. 2. 2. 3. 6. 3. 16. 2. 3. 16. 10. 7. 38. Ringan. Sedang. N. N. N. 0. 1. 0. Berat. Berat. Berdasarkan tabel 4.6, pada penelitian ini didapatkan kelompok usia dengan gangguan pendengaran terbanyak yaitu pasien diatas 70 tahun sebanyak 16 telinga dengan derajat gangguan pendengaran terbanyak pada derajat berat. Kemudian kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 14 telinga dan kelompok usia dibawah 60 tahun sebanyak 8 telinga yang masing-masing derajat ganguan pendengaran terbanyaknya yaitu derajat sedang berat. Pada penelitian ini didapatkan gangguan pendengaran terbanyak didapatkan pada kelompok usia tertua yakni lebih dari 70 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Lin et al. (2011) yang melaporkan bahwa kehilangan pendengaran memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan usia. Pada penelitian ini didapatkan 2 telinga pada kelompok usia lebih dari 70 tahun yang derajat gangguan pendengarannya adalah derajat ringan. Hal ini bisa terjadi jika penurunan pendengaran hanya terjadi di frekuensi 4000 Hz, dan pada frekuensi lainnya tidak terjadi penurunan, sehingga ketika dihitung dan hasilnya dibagi empat didapatkan hasil yang berada pada rentang derajat ringan.. Universitas Sumatera Utara.

(43) 32. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit dengan Derajat Gangguan Pendengaran. Derajat Riwayat Penyakit. Tidak Ada Hipertensi DM Hipertensi + DM Total Telinga. Sedang. Sangat. Total. Berat. Telinga. N. N. N. 6. 2. 2. 10. 1. 6. 6. 5. 20. 0. 0. 2. 2. 0. 4. 0. 2. 2. 0. 0. 4. 2. 3. 16. 10. 7. 38. Ringan. Sedang. N. N. N. 0. 0. 2. Berat. Berat. Berdasarkan tabel 4.7, didapatkan bahwasanya gangguan pendengaran terbanyak didapatkan pada pasien yang memiliki riwayat hipertensi dengan total 20 telinga. Selanjutnya pasien tanpa riwayat penyakit sistemik sebanyak 10 telinga, kemudian pasien dengan riwayat DM serta pasien dengan riwayat DM disertai hipertensi masing-masing berjumlah 4 telinga. Beberapa penelitian menyatakan bahwa adanya kondisi medis kronis lainnya cenderung memperburuk keadaan presbikusis. Contohnya arteriosklerosis kronis pada pasien hipertensi mempengaruhi suplai darah ke telinga bagian dalam sehingga dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Sedangkan pasien diabetes, lesi mikroangiopati di telinga bagian dalam atau neuropati primer pada saraf koklea dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran (Sogebi et al, 2013). Pada penelitian ini gangguan pendengaran terbanyak didapatkan pada pasien dengan riwayat hipertensi dengan derajat terbanyak adalah derajat sedang berat, diikuti derajat berat dan derajat sangat berat. Agarwal et al. (2013), melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dan peningkatan ambang dengar pendengaran. Pasien dengan hipertensi memiliki ambang dengar yang lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa hipertensi. Hubungan antara DM dan kejadian penurunan pendengaran masih dalam perdebatan walaupun secara teori terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan terjadinya penurunan pendengaran. Soesilorini (2012) melaporkan bahwa tidak ada. Universitas Sumatera Utara.

(44) 33. hubungan antara DM dengan kejadian penurunan pendengaran. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Rolim et al. (2017) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan di semua frekuensi pada pasien DM. Pada penelitian ini, pasien dengan riwayat DM maupun pasien dengan riwayat DM disertai hipertensi tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Hal ini bisa terjadi dikarenakan sedikitnya sampel yang didapat peneliti. Sedikitnya jumlah sampel yang didapat mungkin dikarenakan peneliti melakukan penelitian presbikusis di RS tipe A, dimana RS tipe ini merupakan RS rujukan yang membutuhkan tatalaksana lebih lanjut, sedangkan penatalaksanaan pasien presbikusis cukup dilakukan di RS tipe C sehingga distribusi pasien presbikusis mungkin lebih banyak didapatkan di RS tipe C.. Universitas Sumatera Utara.

(45) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1. Kesimpulan Dari hasil data yang diperoleh, kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Proporsi penderita presbikusis berdasarkan jenis kelamin di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016 didapatkan proporsi laki-laki lebih banyak yaitu 63.2% sedangkan pada perempuan adalah 36.8%. 2. Proporsi penderita presbikusis berdasarkan umur di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016 didapatkan proporsi kelompok usia terbanyak menderita presbikusis adalah kelompok usia diatas 70 tahun sebanyak 8 orang (42,1%). 3. Proporsi derajat gangguan pendengaran penderita presbikusis di SMF THTKL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016 paling banyak didapatkan pada penderita dengan derajat sedang berat sebanyak 6 orang (31.6%) pada telinga kanan dan 10 orang (52.6%) pada telinga kiri. 4. Proporsi penderita presbikusis berdasarkan riwayat penyakit sistemik di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016 didapatkan paling banyak pada pasien dengan riwayat hipertensi sebanyak 10 orang (52.6%). 5. Proporsi tipe presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2015-2016 paling banyak didapatkan pada tipe sensorik sebanyak 8 orang (42.1%) pada telinga kanan dan 7 orang untuk telinga kiri (36.8 %).. 34 Universitas Sumatera Utara.

(46) 35. 5.2. Saran Adapun yang disarankan adalah sebagai berikut : 1. Diharapkan untuk bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan agar dapat menyimpan informasi rekam medis pasien dengan lebih baik dan kepada pihak tenaga kesehatan yang menulis rekam medis diharapkan dapat mencatat dengan lengkap segala informasi penting yang berkaitan dengan faktor risiko penyakit sehingga dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk penelitian yang akan datang. 2. Sedikitnya sampel yang didapat oleh peneliti dikarenakan sedikitnya penderita yang berobat ke rumah sakit. Hal ini dapat terjadi dikarenakan anggapan masyarakat yang menganggap bahwa gangguan pendengaran pada orangtua adalah hal yang wajar. Perlunya penyuluhan kepada masyarakat bahwasanya penyakit presbikusis dapat diatasi dengan pemakaian alat bantu dengar untuk dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.. Universitas Sumatera Utara.

(47) DAFTAR PUSTAKA Agarwal, S. et al. (2013) ‘Effects of Hypertension on Hearing’, Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 65(December), pp. 1–5. doi: 10.1007/s12070-013-0630-1. Baraldi, S. et al. (2007) ‘Hearing loss in aging’, Brazilian Journal of Otorhino-laryngology. 73(1), pp. 58–64. doi: 10.1016/S1808-8694(15)31123-X. Chandra, S. 2016, “Prevalensi Penderita Presbikusis yang Berobat di Poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2012 2014,” Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/56318. Dawes, P., Cruichsanks,K., Moore, D,. et al. 2014, “Cigarette smoking, passive smoking, alcohol consumption, and hearing loss,” JARO - Journal of the Association for Research in Otolaryngology, 15(4), hal. 663–674. doi: 10.1007/s10162-014-0461-0. Dhingra, S. 2010, Disease of Nose, Ear and Throat, 5th edn. Elsevier, India. Fatmawati, R. dan Dewi, Y. A. 2016, “Karakteristik Penderita Presbiakusis di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode 2012 - 2014,” Jounal of Health System, 1(38), hal. 201–205. Frisina, R., Ding, B., Zhu,X,. et al. 2016, “Age-related hearing loss: prevention of threshold declines, cell loss and apoptosis in spiral ganglion neurons,” Aging, 8(9), hal. 2081–2099. doi: 10.18632/aging.101045. Hall, J. 2016, Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology,13th edn, Elsevier, Philadelphia. Hansen, J. 2014, Netter's Clinical Anatomy,3rd edn, Elsevier, Philadelphia. Howarth, A. 2005, “Ageing and the auditory system,” Postgraduate Medical Journal, 82(965), hal. 166–171. doi: 10.1136/pgmj.2005.039388. Ito, J. 2015, Regenerative Medicine in Otolaryngology, Springer, Japan. Kemenkes Republik Indonesia 2013, “Pendengaran Sehat Untuk Hidup Bahagia”. Tersedia pada:http://www.depkes.go.id Khan, B. H., Aslam, S. and Palous, P. (2012) ‘Pattern of Pure Tone Audiograms in Presbyacusis’, pp. 84–87. Kim, T. S. & Chung, J. W. 2013, “Evaluation of age-related hearing loss,” Korean Journal of Audiology, 17(2), hal. 50–53. doi: 10.7874/kja.2013.17.2.50. Lee, K.-Y. 2013, “Pathophysiology of Age-Related Hearing Loss (Peripheral and Central),” Korean Journal of Audiology, 17(2), hal. 45. doi: 10.7874/kja.2013.17.2.45. Levine, S. 1997, Penyakit Telinga Dalam. dalam: BOEIS: Buku Ajar Penyakit THT, Ed ke-6, EGC, Jakarta. Lin, F., Thorpe R., Gordon-Salant,S. et al. 2011, “Hearing Loss Prevalence and Risk Factors Among Older Adults in the United States,” The Journals of Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences, 66A(5), hal. 582–590. doi: 10.1093/gerona/glr002.. 36 Universitas Sumatera Utara.

(48) 37. Liu, X. & Yan, D. 2007, “Ageing and hearing loss,” The Journal of pathology, 211, hal. 188–197. doi: 10.1002/path. Ludman, H. 2007, ABC of Ear, Nose and Throat, 5th edn, Blackwell, Australia. Munir, N., & Clarke, R. 2013, Ear Nose and Throat at a Glance, Wiley-Blackwell, West Sussex. Muyassaroh. 2012, “Faktor risiko presbikusis,” Journal Medical Assocation, 62(April), hal. 155– 158. Nagel, P., & Gurkov, P. 2012, Dasar-Dasar Ilmu THT, Edisi ke- 2, EGC, Jakarta. Nuryadi, N. K. R., Wiranadha, M. dan Sucipta, W. 2017, “Karakteristik pasien presbikusis di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013-2014,” Medicina, 48(1), hal. 46. Tersedia pada: http.//ojs.unud.co.id Rolim, L. P. et al. (2017) ‘Effects of diabetes mellitus and systemic arterial hypertension on elderly patients’ hearing’, Brazilian Journal of Otorhinolaryngology. Associação Brasileira de Otorrinolaringologia e Cirurgia Cérvico-Facial, (xx). doi: 10.1016/j.bjorl.2017.08.014. Sarafraz, M., Saki,N., Maleki, M., et al. 2015, “Distribution of audiometric findings in patients with presbycusis,” Biomedical and Pharmacology Journal, 8(SEMAR), hal. 37–41. doi: 10.13005/bpj/553. Sherwood, L. 2011, Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, Edisi ke-6, EGC, Jakarta. Soetirto, I., Hendarmin, H., & Bashiruddin, J. 2012, Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi ke-7, Badan Penerbit FKUI, Jakarta. Sogebi, O. A., Olusoga-Peters, O. O. dan Oluwapelumi, O. 2013, “Clinical and audiometric features of Presbycusis in Nigerians,” African Health Sciences, 13(4), hal. 886–892. doi: 10.4314/ahs.v13i4.4. Soesilorini, M. (2011) ‘Faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Presbikusis di Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang’, 42(1), Suwento, R., & Hendarmin, H. 2012, Gangguan Pendengaran pada Geriatri. dalam: buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher,Edisi ke-7 Badan Penerbit FKUI, Jakarta. Tortora, G., & Derrickson, B. 2012, Principles of Anatomy and Phsiology, 13th edn, Quad Graphics, United States. Yang, C.-H., Schrepfer, T. dan Schacht, J. 2015, “Age-related hearing impairment and the triad of acquired hearing loss,” Frontiers in Cellular Neuroscience, 9(July), hal. 1–12. doi: 10.3389/fncel.2015.00276. Zhang, M., Gomaa, N. dan Ho, A. 2013, “Presbycusis : A critical issue in our community,” International Journal of Otolaryngology and Head & Neck Surgery, 2(July), hal. 111– 120. doi: 10.4236/ijohns.2013.24025.. Universitas Sumatera Utara.

(49) 38 DAFTAR RIWAYAT HIDUP. I. Data Pribadi Nama. : Syarifah Fauziah. NIM. : 140100051. Tempat / Tanggal Lahir. : Medan, 10 April 1997. Agama. : Islam. Nama Ayah. : drs. Fuji, MA. Nama Ibu. : Khalijah Siregar, S.Pdi. Alamat. : Komplek Taman Setiabudi Indah Blok C-40. II. Riwayat Pendidikan 1. Tahun 2001-2002. : TK Al Musabbihin Medan. 2. Tahun 2002-2008. : SDIT Al Bukhari Muslim Medan. 3. Tahun 2008-2011. : MTsn 2 Medan Medan. 4. Tahun 2011-2014. : MAN 1 Medan. III. Riwayat Pelatihan 1. Basic Life Support and Traumatology TBM FK USU 2015 2. Basic Surgical Skill TBM FK USU 2015 3. Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa USU Beasiswa Bakti BCA 2016. IV. Riwayat Organisasi 1. Ketua Departemen Minat Bakat PEMA FK USU 2017 2. Sekretaris Departemen Minat Bakat PEMA FK USU 2016 3. Anggota Kajian Kedokteran Islam FOSKAMI FK USU 2016. Universitas Sumatera Utara.

(50) 39. Lampiran A Data Induk N o. Jenis Kelamin. Usi a. Riway at Hiperte nsi. Riwayat DM. Derajat Tuli Kanan. Derajat TuliKiri. ada. 61,25. 66,25. sensorik. sensorik. tidak ada ada. 66,25. 71,25. neural. sensorik. 58,75. 60,00. sensorik. sensorik. tidak ada tidak ada tidak ada ada. 72,50. 87,50. sensorik. mekanik. 95,00. 98,75. mekanik. mekanik. 62,50. 61,25. sensorik. sensorik. 76,25. 73,75. sensorik. sensorik. tidak ada tidak ada ada. 97,50. 58,75. neural. neural. 67,50. 62,50. neural. sensorik. 45,00. 66,25. strial. strial. tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada. 68,75. 97,50. strial. strial. 93,75. 76,25. sensorik. sensorik. 95,00. 96,25. strial. strial. 76,25. 70,00. mekanik. mekanik. 81,25. 70,00. sensorik. neural. 41,25. 33,75. mekanik. mekanik. 55,00. 63,75. sensorik. neural. 86,25. 77,50. mekanik. mekanik. 37,50. 61,25. strial. mekanik. 1. laki-laki 69. 2. perempuan 68. 3. laki-laki 60. 4. laki-laki 81. tidak ada tidak ada tidak ada ada. 5. laki-laki 73. ada. 6. laki-laki 56. ada. 7. perempuan 74. 8. laki-laki 68. 9. perempuan 57. 10. perempuan 51. 11. perempuan 62. 12. laki-laki 83. 13. perempuan 64. ada. 14. perempuan 80. ada. 15. laki-laki 61. ada. 16. laki-laki 73. ada. 17. laki-laki 77. 18. laki-laki 70. 19. laki-laki 81. tidak ada tidak ada ada. tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada ada. Tipe Kanan. Tipe Kiri. Universitas Sumatera Utara.

(51) 40. LAMPIRAN B Data Output SPSS. Jenis Kelamin Pasien Valid Percent 63,2 36,8 100,0. Frequency Percent Valid laki-laki 12 63,2 perempuan 7 36,8 Total 19 100,0. Cumulative Percent 63,2 100,0. Kategori Usia Frequency Percent Valid <60 4 21,1 61-70 7 36,8 >70 8 42,1 Total 19 100,0. Valid Percent 21,1 36,8 42,1 100,0. Riwayat Hipertensi pasien Valid Frequency Percent Percent Valid ada 12 63,2 63,2 tidak ada 7 36,8 36,8 Total 19 100,0 100,0. Cumulative Percent 21,1 57,9 100,0. Cumulative Percent 63,2 100,0. Riwayat DM Pasien Frequency Percent Valid ada 4 21,1 tidak ada 15 78,9 Total 19 100,0. Valid Percent 21,1 78,9 100,0. Cumulative Percent 21,1 100,0. Universitas Sumatera Utara.

(52) 41. Tipe Presbikusis Telinga Pasien Tipe presbikusis telingaKanan kiri pasien Valid Frequency Percent Percent Valid Valid sensorik Frequency 8 42,1 42,1 Percent Percent neural 15,8 15,8 Valid sensorik 73 36,8 36,8 metabolik 21,1 21,1 neural 34 15,8 15,8 mekanik 21,1 21,1 metabolik 34 15,8 15,8 Total 19 100,0 100,0 mekanik 6 31,6 31,6 Total. 19. 100,0. Cumulative Percent Cumulative 42,1 Percent 57,9 36,8 78,9 52,6 100,0 68,4 100,0. 100,0. Derajat Telinga Kanan Pasien Valid Frequency Percent Percent Valid tuli ringan 1 5,3 5,3 tuli sedang 3 15,8 15,8 tuli sedang berat 6 31,6 31,6 tuli berat 5 26,3 26,3 tuli sangat berat 4 21,1 21,1 Total 19 100,0 100,0. Cumulative Percent 5,3 21,1 52,6 78,9 100,0. Derajat Telinga Kiri Pasien Frequency Percent Valid tuli ringan 1 5,3 tuli sedang berat 10 52,6 tuli berat 5 26,3 tuli sangat berat 3 15,8 Total 19 100,0. Valid Percent 5,3 52,6 26,3 15,8 100,0. Cumulative Percent 5,3 57,9 84,2 100,0. Universitas Sumatera Utara.

(53) 42. LAMPIRAN C. Surat Persetujuan Komisi Etik. Universitas Sumatera Utara.

(54) 43. LAMPIRAN B Surat Izin Survei Penelitian. Universitas Sumatera Utara.

(55) 44. LAMPIRAN C Surat Balasan Izin Penelitian. Universitas Sumatera Utara.

(56) Universitas Sumatera Utara.

(57)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada setiap akhir periode pelaporan, Grup menilai apakah terdapat indikasi aset mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi tersebut, Grup mengestimasi jumlah

Dalam rangka mencapai sasaran hasil berupa peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan

Pada setiap akhir periode pelaporan, Grup menilai apakah terdapat indikasi aset mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi tersebut, Grup mengestimasi jumlah

[r]

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang bertolak dari ide awal, hasil pra survey, dan hasil diagnosis yang terkait dengan pemecahan masalah atau fokus tindakan

Teknik pembangunan WarNet pada penulisan ilmiah ini, menggunakan teknologi LAN (jaringan area lokal) yang berbasis jaringan secara Workgroups di Microsoft Networks, dengan PC

penulisan artikel, hanya sumber--sumber yang sumber yang digunakan yang dimuat dalam daftar pustaka?. digunakan yang dimuat dalam